1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan era teknologi yang semakin maju dan semakin pesat saat ini, peranan sebuah Negara dalam memajukan sebuah bangsa adalah dengan menjadikan kegiatan di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang kehidupan lainnya menjadi lebih terarah dan teratur untuk mencapai kesejahteraan bersama bagi masyarakat. Kegiatan dalam hal perdagangan yang semakin pesat menuntut masyarakat untuk lebih bersaing lagi dalam hal produk- produk yang diperdagangkan. Dalam era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Di sini merek memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Merek telah digunakan sejak ratusan tahun untuk memberikan tanda dari produk yang dihasilkan dengan maksud menunjukkan asal-usul barang. 1 Merek memiliki kemampuan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil perusahan yang satu dengan perusahaan yang lain di dalam pasar. Sebagai tanda fungsi merek tidak hanya sekedar untuk membedakan suatu produk dengan produk lain, melainkan juga berfungsi sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai 1 Muhamad Djumhana, R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah Teori dan Prakteknya di Indonesia), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal 162
15
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/33319/2/jiptummpp-gdl-toniaryawa-44579-2-bab1.pdf · A. Latar Belakang Masalah Perkembangan era teknologi yang semakin
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan era teknologi yang semakin maju dan semakin pesat saat ini,
peranan sebuah Negara dalam memajukan sebuah bangsa adalah dengan
menjadikan kegiatan di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang
kehidupan lainnya menjadi lebih terarah dan teratur untuk mencapai
kesejahteraan bersama bagi masyarakat. Kegiatan dalam hal perdagangan yang
semakin pesat menuntut masyarakat untuk lebih bersaing lagi dalam hal produk-
produk yang diperdagangkan. Dalam era perdagangan global hanya dapat
dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Di sini merek
memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan
yang lebih memadai. Merek telah digunakan sejak ratusan tahun untuk
memberikan tanda dari produk yang dihasilkan dengan maksud menunjukkan
asal-usul barang.1
Merek memiliki kemampuan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil
perusahan yang satu dengan perusahaan yang lain di dalam pasar. Sebagai tanda
fungsi merek tidak hanya sekedar untuk membedakan suatu produk dengan
produk lain, melainkan juga berfungsi sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai
1Muhamad Djumhana, R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah Teori dan Prakteknya di
Indonesia), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal 162
2
harganya, khususnya untuk merek- merek yang berpredikat terkenal. Merek atas
barang lazim disebut sebagai merek dagang, yaitu merek yang digunakan atau
ditempelkan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa
orang, atau badan hukum.
Merek dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda pengenal atau daya
pembeda yang teramat penting dan merupakan jaminan kualitas produk atau jasa
dalam suasana persaingan bebas2. Oleh karena itu, merek adalah aset ekonomi
bagi pemiliknya, baik perorangan maupun perusahaan yang dapat menghasilkan
keuntungan besar, tentunya bila didayagunakan dengan memperhatikan aspek
bisnis dan proses manajemen yang baik. Demikian pentingnya peranan merek
ini, maka terhadapnya dilekatkan perlindungan hukum, yakni sebagai objek
terhadapnya terkait hak-hak perseorangan atau badan hukum. Kebutuhan adanya
perlindungan hukum atas merek semakin berkembang dengan pesat setelah
banyaknya orang yang melakukan peniruan.
Indonesia adalah Negara hukum dalam hal itu diwujudkan dengan berbagai
regulasi yang telah dilahirkan untuk mengatasi berbagai masalah. Berkaitan
dengan banyaknya kasus-kasus tentang merek yang terjadi, oleh karenanya
Indonesia sebagai Negara hukum ikut serta dalam berbagai perjanjian dan
kesepakatan internasional. Salah satunya dengan meratifikasi konvensi
internasional tentang TRIPs dan WTO, ketentuan persetujuan putaran Uruguay
yang telah ditandatangani oleh Indonesia pada tahun 1994 di Marakesh Maroko.
2 Sudargo Gautama, Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual, Eresco, Bandung, 1995.
3
Dengan ditandatanganinya persetujuan tersebut Indonesia harus berusaha
menegakkan prinsip-prinsip pokok yang dikandung di dalam TRIPs, yaitu Trade
Related Aspects of Intellectual Property Right Including Trade in Counterfeit
Goods/TRIPd (Aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak milik intelektual
termasuk perdagangan barang palsu).
Persetujuan Trade Related Aspects of Intellectual Property Right (TRIPs)
memuat beberapa ketentuan yang harus ditaati oleh Negara penanda kesepakatan
tersebut, yaitu kewajiban bagi Negara anggota untuk menyesuaikan peraturan
perundang-undangan hak milik intelektualnya dengan berbagai konvensi
internasional di bidang hak milik intelektual. Merek dagang (trademark) yang
merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual, memiliki nilai penting ditinjau
dari aspek ekonomi. David A. Burge di dalam bukunya mengatakan:
“A trademark is a brand name or symbol utilized by a consumer to choose
among competing goods and services. A trademark also may provide a
promise of a consistent level of quality.”3 (merek adalah nama atau simbol
yang digunakan oleh konsumen untuk menentukan barang atau jasa diantara
yang lainnya. Merek juga memberikan jaminan atas kualitas barang atau jasa
tersebut).
Pengaturan merek di Indonesia dimulai ketika masa Pemerintahan Hindia
Belanda memberlakukan “Reglement Industrieele Eigendom Tahun 1912”
(Reglemen tentang hak milik perindustrian 1912), Stb.1912 Nomor 545.4 Setelah
merdeka, Indonesia berusaha memberi perlindungan lebih terhadap merek
3 David A Burge,Patent and Trademark and Practice, Third edition, (Canada: John Wiley & Sons, Inc,
1999), 139 4 Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993), hlm 14
4
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang merek
perusahaan dan merek perniagaan. Namun Undang-Undang Merek Tahun 1961
dirasakan hanya merupakan pengalihan dari ketentuan Reglemen 1912.5
Pada tahun 1992 keluar peraturan baru mengenai merek yaitu Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek yang berlaku efektif tanggal 1
April 1993. Pada tanggal 7 Mei 1997 diundangkan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992
Tentang Merek. Kemudian, Undang-Undang Merek Tahun 1997 diperbaharui
dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek,
yang diundangkan tanggal 1 Agustus 2001 dan berlaku hingga sekarang.
Perubahan dalam Undang-Undang merek terkait dengan sistem pendaftaran
merek yaitu perubahan pendaftaran yang menganut sistem deklaratif (first to use
principle) yang dianut Undang-Undang Merek Tahun 1961, kemudian diubah
menjadi sistem konstitutif (first to file principle).6 Pada prinsip konstitutif ini
diisyaratkan adanya pendaftaran merek bagi seseorang atau badan hukum untuk
memperoleh perlindungan hukum dan pengakuan hak atas merek.7 Pendaftaran
dilakukan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) melalui