1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Kepolisian merupakan salah satu institusi negara yang terdepan penjaga masyarakat, Peran Polisi saat ini adalah sebagai pemelihara Kamtibmas juga sebagai aparat penegak hukum dalam masyarakat yang berkaitan dengan hukum Pidana, hendaknya polisi mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Salah satu tugas aparat kepolisian adalah menangkap orang yang melakukan suatu tindak pidana, masyarakat di luar kepolisisan menganggap bahwa tugas penangkapan selalu berjalan lancar apabila dilakukan dengan ramah dan penuh kebijaksanaan. Memang banyak peristiwa penangkapan dapat berjalan dengan lancar tanpa ada unsur perlawanan dari pihak tersangka yang akan ditangkap. Namun tidak demikian faktanya banyak tersangka yang melakukan perlawanan pada saat akan ditangkap. Dalam Pasal 2 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia menentukan : “Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
13
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - …eprints.umm.ac.id/33303/2/jiptummpp-gdl-evianaangg-45091-3-babi.pdf · A. Latar Belakang . ... diperkirakan dapat mengakibatkan kematian atau
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian
Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden.
Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia.
Kepolisian merupakan salah satu institusi negara yang terdepan penjaga
masyarakat, Peran Polisi saat ini adalah sebagai pemelihara Kamtibmas juga
sebagai aparat penegak hukum dalam masyarakat yang berkaitan dengan
hukum Pidana, hendaknya polisi mampu melaksanakan tugasnya secara
profesional.
Salah satu tugas aparat kepolisian adalah menangkap orang yang
melakukan suatu tindak pidana, masyarakat di luar kepolisisan menganggap
bahwa tugas penangkapan selalu berjalan lancar apabila dilakukan dengan
ramah dan penuh kebijaksanaan. Memang banyak peristiwa penangkapan
dapat berjalan dengan lancar tanpa ada unsur perlawanan dari pihak tersangka
yang akan ditangkap. Namun tidak demikian faktanya banyak tersangka yang
melakukan perlawanan pada saat akan ditangkap.
Dalam Pasal 2 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik
Indonesia menentukan : “Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi
pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
2
kepada masyarakat” berkaitan dengan penegakan hukum yang dilakukan oleh
anggota kepolisian hukum tidak bisa secara kaku untuk diberlakukan kepada
siapapun dan dalam kondisi apapun, dalam kondisi tertentu petugas penegak
hukum dapat melakukan tindakan yang dianggap benar dan sesuai dengan
penilainnya sendiri yang dalam hal ini disebut dengan diskresi.
“Diskresi adalah suatu wewenang yang diberikan kepada polisi untuk
mengambil keputusan dalam situasi yang tertentu yang membutuhkan
pertimbangan sendiri dan menyangkut masalah moral, serta terletak
dalam garis batas antara hukum dan moral”.1
Kewenangan diskresi ini dalam penerapan di lapangan biasanya polisi
melakukan tindakan tembak di tempat terhadap pelaku tindak pidana. Pada
dasarnya pemberlakuan tembak di tempat terhadap pelaku tindak pidana
bersifat situasional, yaitu berdasarkan pada prinsip proporsionalitas dalam
penangggulangan kekerasan dan senjata api harus di terapkan pada saat
tertentu. Dalam menangani kasus yang bersifat individual, maka polisi di
tuntut untuk melakukan tindakan yang indivudual pula. Dibawah prinsip ini,
seorang polisi boleh mengambil tindakan berdasarkan pertimbangan
individual.
Berdasarkan pasal 48 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 , setiap petugas Polri dalam melakukan
tindakan kepolisian dengan menggunakan senjata api harus memedomani
prosedur penggunaan senjata api sebagai berikut :
1 Sitompul. 2000. Beberapa Tugas dan Peranan Polri. Jakarta. CV Wanthy Jaya. Hal. 2.
3
1. Petugas memahami prinsip penegakan hukum :
a. Legalitas
b. Nesesitas
c. proporsionalitas
2. Sebelum menggunakan senjata api harus memberikan peringatan yang
jelas dengan cara :
a. Menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota polri yang
sedang bertugas
b. Memberikan peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas
kepada sasaran untuk berhenti , angkat tangan , atau meletakkan
senjatanya.
c. Memberikan waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi.
3. Dalam keadaan yang sangat mendesak dimana penundaan waktu
diperkirakan dapat mengakibatkan kematian atau luka berat bagi petugas
atau orang lain disekitarnya, peringatan sebagaimana di maksud dalam
huruf 2b tidak perlu dilakukan.2
Asas legalitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (a) merupakan
tindakan petugas atau anggota polri sesuai dengan prosedur dan hukum
yang berlaku, baik di dalam perundang undangan nasional ataupun
internasional. Asas nesesitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (b)
merupakan tindakan petugas atau anggota polri didasarkan oleh suatu
kebutuhan untuk mencapai tujuan penegakan hukum, yang mengharuskan
2 Perkap No 8 Tahun 2009.pdf. diakses tanggal 29 oktober 2015 pukul 07.00 .
4
anggota polri untuk melakukan suatu tindakan yang membatasi kebebasan
seseorang ketika menghadapi kejadian yang tidak dapat dihindarkan. Asas
proporsionalitas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf (c) merupakan
tindakan petugas atau anggota polri yang seimbang antara tindakan yang
dilakukan dengan ancaman yang dihadapi dalam penegakan hukum.3
Sejumlah tindakan penembakan terhadap pelaku kejahatan dilakukan
oleh aparat kepolisian. Alasan penembakan yang dilakukan aparat
kepolisian antara lain adalah para pelaku kejahatan yang diduga keras
berusaha melarikan diri dan petugas berusaha mengambil tindakan itu
sebagai salah satu upaya pencegahan. Langkah penembakan di tempat ini
juga mempertanyakan hak hak korban yang dijamin oleh asas praduga tak
bersalah. Para aparat kepolisian juga tidak melihat korelasi langsung antara
tembak ditempat dan menurunya tingkat kriminalitas di masyarakat.4
“Asas praduga tak bersalah merupakan hak hak tersangka yang
bersumber pada asas praduga tak bersalah yaitu setiap orang yang
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di muka sidang
wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahanya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.5
Sebagai perwujudan asas praduga tak bersalah ialah bahwa seorang
tersangka atau terdakwa tidak dapat dibebani kewajiban pembuktian, karena
itu penyidik atau penuntut umumlah yang dibebani kewajiban untuk
membuktikan kesalahan terdakwa. Asas praduga tak bersalah merupakan
pedoman bagi para penegak penegak hukum dalam setiap proses yang dilakukan