-
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amandemen terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945) telah dilakukan sebanyak empat kali (tahun
1999-2002), yang mengakibatkan perubahan desain ketatanegaraan
Indonesia. Salah satu perubahan desain ketatanegaraan yang terjadi
adalah perubahan fungsi dari lembaga negara. Sebelum Amandemen UUD
1945, Presiden memiliki peran strategis dalam proses pembentukan
undang-undang. Presiden diberi kekuasaan untuk membentuk
undang-undang. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)
sebagai organ kekuasaan legislatif hanya memberikan persetujuan
rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden, sehingga
fungsi kekuasaan legislatif sebelum Amandemen UUD 1945 dipegang dan
didominasi oleh Presiden.
Pasca-Amandemen UUD 1945 terjadi pergeseran kekuasaan legislatif
dalam menjalankan fungsinya, yakni membentuk undang-undang. Peran
DPR RI sebagai organ kekuasaan legislatif pasca-amandemen lebih
diperkuat lagi. DPR RI yang dulu hanya diberikan kewenangan untuk
memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang yang diajukan
Presiden kini mulai diberikan kekuasaan untuk membentuk
undang-undang. Peralihan kekuasaan membentuk undang-undang kepada
DPR RI sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 20 UUD 1945 pasca-
amandemen yang semakin memperkuat fungsi DPR RI di bidang
legislasi, selain fungsi anggaran dan pengawasan yang sudah
berjalan.
Kedudukan dan fungsi DPR RI yang semakin kuat pasca-Amandemen
UUD 1945 tersebut membuat peran DPR RI semakin penting dalam
penyelenggaraan negara. DPR RI memiliki peran sentral dalam
pembentukan hukum melalui fungsi legislasi yang dimiliki. DPR RI
juga berperan menentukan kebijakan pembangunan melalui fungsi
anggaran yang dimiliki sekaligus mengawasi kinerja pemerintah
melalui fungsi pengawasan. Selanjutnya, dengan penguatan fungsi DPR
RI tersebut masyarakat berharap DPR RI dapat melaksanakan tugas dan
fungsinya dengan baik, konsisten, dan bertanggung jawab sehingga
memberikan manfaat yang besar bagi rakyat sebagaimana diamanatkan
Pasal 20A ayat (1) UUD 1945.
Realitas menunjukkan DPR RI merupakan lembaga legislatif yang
sering mendapat perhatian serius dari masyarakat karena mengalami
pasang surut dalam menjalankan tugas dan fungsinya, terutama dalam
fungsi legislasi yang dinilai oleh publik tidak mencapai target
sebagaimana direncanakan dalam Program Legislasi Nasional. Selain
itu, tantangan yang dihadapi juga akan semakin berat dan rakyat
akan semakin kritis terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi DPR
RI.
Peningkatan peran parlemen inilah yang menjadi salah satu tujuan
upaya penguatan sistem ketatanegaraan sebagaimana tercermin dalam
perubahan fungsi lembaga permusyawaratan atau perwakilan rakyat
yaitu MPR, DPR, DPD, dan DPRD dalam perubahan keempat UUD 1945. Hal
ini secara teknis dan implementatif bertujuan untuk menciptakan
lembaga perwakilan rakyat yang lebih profesional, akuntabel, dan
demokratis. Sebagai konsekuensi, perlu dilakukan perbaikan yang
tidak hanya bertujuan untuk mendukung kinerja
-
2
anggota legislatif saja, melainkan perbaikan kinerja dalam
sistem pendukungnya yang meliputi pemisahan secara jelas dukungan
pelaksanaan tugas teknis, administratif, dan keahlian.
Keberadaan DPR RI sebagai lembaga perwakilan sangat dipengaruhi
oleh dua unsur utama, yaitu DPR RI sebagai lembaga yang terdiri
atas Anggota DPR, Alat Kelengkapan DPR RI (AKD), dan Fraksi.
Berikutnya adalah unsur pendukung yang memberikan dukungan teknis,
administrasi, dan keahlian. DPR RI sebagai lembaga perwakilan dalam
menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya perlu mendapatkan
dukungan dengan tata kelola yang baik. Oleh karena itu unsur
pendukung tata kelola DPR harus memberikan dukungan administrasi,
teknis, dan keahlian yang berkualitas yang disertai dengan
integritas dan kinerja yang baik.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) dalam Pasal 413 telah menyatakan
bahwa untuk mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas DPR
RI, terutama untuk mendukung tiga fungsi DPR RI yaitu fungsi
legislasi, anggaran, dan pengawasan dibentuk Badan Keahlian DPR RI.
Dengan demikian, pelaksanaan dukungan teknis dan administrasi
kepada DPR RI sebagai lembaga perwakilan dilaksanakan oleh
Sekretariat Jenderal DPR RI, sementara dukungan yang bersifat
keahlian dan substantif dilaksanakan oleh Badan Keahlian (BK) DPR
RI.
BK DPR RI yang lahir dari upaya penguatan kembali parlemen
diharapkan dapat memenuhi harapan akan adanya penguatan supporting
system demi mendukung terwujudnya lembaga perwakilan rakyat yang
lebih profesional, akuntabel, dan demokratis. Dukungan keahlian
yang bersifat substansi diberikan kepada DPR RI dalam menjalankan
tiga fungsi utamanya. Adapun produk dukungan tersebut antara lain
naskah akademik dan draf awal rancangan undang-undang, analisis
APBN dalam setiap pembahasan siklus APBN, kajian terhadap hasil
pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan, serta pemantauan dan
pelaksanaan undang-undang. Selain itu dukungan keahlian juga
dilaksanakan melalui berbagai penelitian dan pengkajian dalam
bentuk laporan penelitian, buku, jurnal, dan info singkat yang
membahas isu terbaru di dalam maupun luar negeri.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2015 tentang
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI, BK DPR RI mempunyai
tugas mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas DPR RI di
bidang keahlian. Peraturan Presiden tersebut merupakan salah satu
peraturan pelaksana atas UU MD3. Selanjutnya berdasarkan Peraturan
Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat
Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Sekretaris
Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2016 tentang Perubahan atas Peraturan Sekretaris Jenderal Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dinyatakan bahwa tugas
dan fungsi Badan Keahlian DPR RI adalah mendukung kelancaran
pelaksanaan wewenang dan tugas DPR RI. Dalam rangka pelaksanaan
tugas dan fungsi Badan Keahlian DPR RI tersebut dibentuk
pusat-pusat, yaitu:
-
3
1) Pusat Perancangan Undang-Undang dengan tugas pokok memberikan
dukungan keahlian pada perancangan undang-undang;
2) Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dengan tugas pokok
memberikan dukungan keahlian pada pemantauan pelaksanaan
undang-undang dan pemberian keterangan DPR untuk persidangan
Mahkamah Konstitusi;
3) Pusat Kajian Anggaran dengan tugas pokok memberikan dukungan
keahlian pada analisis anggaran;
4) Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara dengan tugas pokok
memberikan dukungan keahlian pada analisis akuntabilitas keuangan
negara; dan
5) Pusat Penelitian dengan tugas pokok memberikan dukungan
keahlian pada pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan melalui penelitian, pengkajian, dan pengembangan ilmu
pengetahuan.
Pusat Perancangan Undang-Undang melaksanakan dukungan di bidang
perancangan
undang-undang, meliputi: 1) Penyiapan naskah Program Legislasi
Nasional; 2) Penyiapan Naskah Akademik RUU; 3) Penyiapan penyusunan
RUU; dan, 4) Pendampingan pembahasan RUU.
Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang melaksanakan dukungan
di bidang
pengawasan pemantauan pelaksanaan undang-undang dan penanganan
perkara pengujian undang-undang, meliputi: 1) Pemantauan
pelaksanaan undang-undang; 2) Pemantauan peraturan pelaksanaan
undang-undang; 3) Penanganan perkara pengujian undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; dan, 4) Pendampingan Tim Kuasa
DPR dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi.
Pusat Kajian Anggaran melaksanakan dukungan di bidang anggaran,
meliputi:
1) Rencana Kerja Pemerintah; 2) Kerangka ekonomi makro dan
pokok-pokok kebijakan fiskal; 3) Rencana kerja dan anggaran
kementerian dan lembaga; 4) RUU tentang APBN; 5) Laporan semester
APBN; 6) RUU tentang Perubahan atas APBN; 7) RUU tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN; 8) Pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah yang berkaitan dengan APBN; dan, 9) Pelaksanaan
APBN.
Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara melaksanakan dukungan
di bidang
anggaran dalam pelaksanaan dan pengawasan anggaran, meliputi: 1)
Hasil pemeriksaan atas LKPP;
-
4
2) Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan; 3) Hasil pemeriksaan
kinerja; 4) Hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu; 5) Ikhtisar
Hasil Pemeriksaan Semester; 6) Ikhtisar hasil pemeriksaan 5 (lima)
tahunan; 7) Hasil Evaluasi atas Laporan Hasil Pemeriksaan Akuntan
Publik terhadap Badan Usaha Milik
Negara; dan, 8) Hasil pertimbangan dan pengawasan Dewan
Perwakilan Daerah terhadap tindak lanjut hasil
pemeriksaan dan rekomendasi BPK. Pusat Penelitian melaksanakan
dukungan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi
DPR di bidang legislasi, pengawasan, dan anggaran serta
diplomasi parlemen. Dukungan Pusat Penelitian dilakukan melalui: 1)
Penelitian perseorangan dan penelitian kelompok; 2) Penerbitan
buku; 3) Penerbitan jurnal ilmiah; 4) Pembuatan kajian berupa:
a) Kajian info singkat/policy paper secara periodik; b) Kajian
kebijakan secara periodik; c) Kajian khusus, baik atas prakarsa
Puslit maupun permintaan Alat Kelengkapan DPR dan
Anggota DPR; 5) Penyelenggaraan diskusi, workshop/lokakarya,
serta seminar; 6) Pemberian dukungan dalam rangka perancangan
undang-undang, pemantauan
pelaksanaan undang-undang, kajian terhadap APBN, kajian terhadap
akuntabilitas keuangan negara, dan pendampingan dalam pelaksanaan
fungsi DPR lainnya.
B. Dasar Hukum 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; 2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,
DPD, dan DPRD sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,
DPD, dan DPRD;
3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara; 4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara; 5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara; 6) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara; 7) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional; 8) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005–2025; 9) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik;
-
5
10) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2015 tentang Sekretariat
Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI;
11) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2014 tentang Tata Tertib sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2015 tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib;
12) Peraturan Pimpinan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Badan Keahlian DPR RI; dan,
13) Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 6 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Badan
Keahlian DPR RI sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 2 Tahun 2016 tentang Perubahan
Atas Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 6 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Badan
Keahlian DPR RI.
C. Kondisi Saat Ini
1. Pengelolaan Administrasi Keuangan dan Kepegawaian Secara
administratif kelembagaan BK DPR RI berada di bawah Setjen DPR RI.
Dalam
perspektif ini dan kedudukan BK DPR RI sebagai unsur aparatur
pemerintah, segala pengelolaan administrasi keuangan dan
kepegawaiannya harus dikelola oleh Setjen DPR RI. Implikasinya,
idealisme praktek terbaik pemberian dukungan keahlian BK DPR RI
terhadap DPR RI tidak dapat dilaksanakan secara optimal. 2.
Dukungan SDM Keahlian
Merujuk pada praktek terbaik pemberian dukungan keahlian
parlemen di negara-negara yang telah mapan secara demokratis,
jumlah SDM keahlian tidak seluruhnya dibatasi dalam kerangka
pertimbangan yang sifatnya rasional dan efisien sebagaimana terjadi
dalam birokrasi pemerintahan secara umum. Hal ini dilandasi oleh
sifat kekhususan kelembagaan politik parlemen yang dengan tugas dan
fungsinya mensyaratkan adanya kecepatan dukungan keahlian dalam
memperlancar proses pengambilan kebijakan di parlemen. Dalam
kerangka ini, rasio kebutuhan SDM dengan jumlah Anggota DPR RI,
AKD, dan tugas dan wewenang DPR RI perlu dipenuhi secara terukur.
Hal ini belum diperhitungkan, terutama dengan jenis keahlian yang
dibutuhkan. Secara khusus permasalahan SDM di BK DPR RI antara
lain: 1) Kebijakan Pemerintah mengenai zero growth dalam penerimaan
pegawai memberikan
dampak terhadap perkembangan jumlah tenaga fungsional di BK DPR
RI dalam memberikan dukungan keahlian, misalnya perbandingan antara
jumlah peneliti dengan jumlah Anggota DPR RI dan Alat Kelengkapan
DPR RI yang tidak proporsional;
2) Selain itu dari sisi kepakaran, terjadi ketimpangan
antar-disiplin ilmu dan bidang kepakaran pejabat fungsional dengan
beban masalah yang dibahas di masing-masing AKD;
3) Secara kualitas tingkat pendidikan tenaga fungsional masih
lebih banyak berlatar belakang jenjang pendidikan S 2 dan S 1,
sehingga harus ditingkatkan agar dapat selaras dengan perkembangan
kualitas dukungan keahlian yang dapat diberikan kepada DPR RI;
-
6
4) Kepangkatan pejabat fungsional sebagian besar masih berada
pada jenjang muda dan madya. Idealnya pejabat fungsional berada
pada jenjang utama, sehingga memiliki kompetensi yang memadai dalam
memberikan dukungan keahlian kepada DPR RI; dan,
5) Jumlah dukungan staf tata usaha yang sangat terbatas
menyebabkan kurang optimalnya dukungan teknis dan administrasi yang
dapat membantu pelaksanaan kegiatan para pejabat fungsional dalam
memberikan dukungan keahlian kepada DPR RI.
3. Kelembagaan Secara kelembagaan, kedudukan BK DPR RI memiliki
fungsi yang sangat strategis sebagai
salah satu unsur pendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan
tugas DPR RI di bidang keahlian yang bersifat organik dan permanen
sebagai unsur aparatur pemerintah yang dalam menjalankan tugas dan
fungsinya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPR
RI. Hal ini sejalan dengan mandat Pasal 413 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Selanjutnya pelaksanaan fungsi BK DPR RI
diatur dengan Pasal 30 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2015 tentang
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia.
a. Struktur Organisasi
Struktur organisasi sebagaimana diatur dalam Perpres No. 27
Tahun 2015 tentang Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia masih memiliki kelemahan
sehingga berdampak kepada efektivitas penyelenggaraan tugas dna
fungsi organisasi. Salah satu kelemahan mendasar adalah Eselon I
membawahi langsung Eselon II dan Eselon III, dan Eselon II
membawahi Eselon IV. Begitu juga dalam praktek terbaik, seorang
Kepala Badan idealnya dibantu oleh seorang Sekretaris Badan.
b. Output Layanan
Masih adanya persepsi umum tentang tingginya ketimpangan praktek
pemberian dukungan sistem pendukung keahlian dengan yang dibutuhkan
kelembagaan dewan selama ini, baik dari Pimpinan DPR RI maupun
Anggota DPR RI menjadi tantangan yang sifatnya khusus bagi
kelembagaan BK DPR RI. Secara umum, kelahiran kelembagaan BK DPR RI
pun dibidani oleh persepsi tersebut dan idealisme dukungan keahlian
dalam sistem keparlemenan modern ke depan. Khusus terhadap output
layanan dari Pusat Penelitian (dulu Bidang Pengkajian), secara
produk dan jenis kegiatan sudah sangat variatif dan memiliki
kuantitas yang cukup yaitu hasil penelitian, buku, jurnal, Majalah
Info Singkat, penyelenggaraan diskusi, seminar, dan workshop, serta
kegiatan lainnya. Namun demikian disadari bahwa produk tersebut
belum sepenuhnya relevan dan tidak selalu sinkron dengan kebutuhan
DPR meskipun setiap tahun Pusat Penelitian mencoba memperbaiki dan
semakin mendekatkan pada kebutuhan DPR. Misalnya dalam hal
penelitian, Pusat Penelitian mengajukan surat permintaan topik
penelitian kepada setiap Komisi selain mendasarkan kepada Program
Legislasi Nasional (Prolegnas). Begitu juga dengan kegiatan
diskusi, seminar, dan workshop, diselenggarakan sesuai isu terkini
yang terkait dengan kebutuhan DPR RI.
-
7
c. Tata laksana Lemahnya koordinasi dan konsolidasi sangat
terasa pada saat pembahasan RUU di AKD yang melibatkan berbagai
stakeholders, yaitu Peneliti, Perancang Undang-Undang, Tenaga Ahli
AKD, Sekretariat AKD, dan staf dari Pemerintah. Khusus terkait
dengan koordinasi pendukung subtansi yaitu antara Peneliti,
Perancang, dan Tenaga Ahli AKD belum ada mekanisme kerja (standard
operating procedure) yang dapat dijadikan panduan sehingga terdapat
pembagian tugas yang jelas dan tidak terjadi overlapping
antar-tenaga pendukung serta Di samping mekanisme kerja, adanya
regulasi dari instansi induk/pembina pejabat fungsional di BK DPR
RI, pada kenyataannya dapat menjadi faktor penghambat dalam
melaksanakan tugas sebagai unsur pendukung keahlian di DPR RI.
Peraturan teknis yang menjadi panduan bagi penilaian hasil kerja
tenaga fungsional banyak yang tidak sesuai dengan pelaksanaan tugas
dan fungsi pejabat fungsional di DPR RI.
4. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana pendukung keahlian di lingkungan BK DPR RI
menjadi persoalan teknis yang cenderung tidak akan tuntas dalam
jangka menengah. Hal ini dapat dilihat dari kedudukan kelembagaan
parlemen yang dalam upaya penyediaan sarana dan prasarana fisik
pendukung selalu dinilai tidak atas semata-mata berdasarkan
kebutuhan riil tetapi lebih pada bagaimana penyediaannya yang
secara relatif tidak memunculkan resistensi masyarakat. Secara
spesifik masalahnya yaitu ketersediaan ruang kerja SDM fungsional
yang belum berorientasi kepada kebutuhan penambahan jumlah SDM
fungsional agar sesuai dengan rasio perbandingan jumlah SDM
fungsional dengan layanan keahlian yang dapat diberikan kepada DPR
RI, antara lain: 1) Belum optimalnya fasilitas pendukung ruang
kerja, seperti lampu penerangan ruangan, AC,
dankamera perekam keamanan; 2) Keterbatasan sarana kerja berupa
komputer/laptop dan printer. Belum semua pejabat
fungsional mendapatkan sarana kerja tersebut. Selain itu
komputer/laptop dan printer yang telah ada masih berbeda-beda
standar kualitasnya;
3) Krangnya akses data dan informasi dari lembaga-lembaga lain
yang terkait dengan bidang tugas para pejabat fungsional di BK DPR
RI;
4) Terbatasnya jumlah ruang rapat, belum sebanding dengan
kebutuhan para pejabat fungsional di BK DPR RI untuk melaksanakan
tugasnya; dan,
5) Terbatasnya fasilitas jurnal online baik dari dalam maupun
luar negeri. D. Kondisi yang Diinginkan
Kondisi yang diinginkan oleh BK DPR RI dalam kurun waktu empat
tahun ke depan adalah: 1) Pengelolaan Administrasi Keuangan yang
mandiri
Pengelolaan independen penuh di sejumlah lembaga negara yang
bersifat khusus kiranya dapat menjadi rujukan empiris yang penting
dalam mencapai upaya penguatan BK DPR RI. Oleh karena itu BK DPR RI
harus memiliki kewenangan pengelolaan administrasi dan keuangan
yang mandiri.
-
8
2) Pengelolaan Kepegawaian yang mandiri Pelaksanaan tugas dan
fungsi BK DPR RI harus didukung oleh jumlah SDM yang ideal dan
berkualitas sesuai dengan tugas dan fungsinya. Di samping itu,
dalam hal terjadi kasus di mana penguasaan bidang keahlian tertentu
oleh SDM belum kuat, BK DPR RI dengan dukungan politik parlemen pun
dapat menggunakan SDM dari lembaga lainnya.
3) Penguatan kelembagaan yang efektif dan efisien Pembentukan
struktur organisasi yang tepat fungsi dan ukuran; penyusunan output
yang mengedepankan kebutuhan Dewan secara cepat, ringkas, dan mudah
dipahami serta sifat layanan yang imparsial, teknokrat, akademis
dan substantif.
4) Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana yang
cukup dan representatif.
-
9
BAB II GRAND DESIGN BADAN KEAHLIAN DEWAN
A. UMUM
Peningkatan peran parlemen dalam menjalankan fungsinya menjadi
suatu keharusan yang tak terelakkan di tengah era globalisasi
dunia. Peningkatan peran parlemen ini telah dimulai pada tahun 1997
dalam Konferensi para Ketua Parlemen Negara Uni Eropa yang membahas
tema tentang kualitas legislasi. Pertemuan tersebut menghasilkan
dokumen “The Complexity of Legislation and the Role of Parliaments
in an Era of Globalization” yang menekankan adanya perubahan dalam
masyarakat modern sebagai dampak dari globalisasi dan
merekomendasikan peran baru bagi parlemen. Parlemen tidak lagi
sekedar menjalankan mandat kedaulatan dan konstituensinya, namun
terfokus pada upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas legislasi dan
bagaimana globalisasi mempengaruhi proses politik dalam perumusan
kebijakannya.1
Masalah ini kemudian ditindak lanjuti melalui World e-Parliament
Conference pada tahun 2012 yang menghasilkan Declaration on
Parliamentary Openness dan menyerukan kepada setiap parlemen, baik
di pusat maupun daerah, untuk meningkatkan komitmennya bagi
keterbukaan dan keterlibatan masyarakat dalam proses kerja
parlemen.2. Parlemen dituntut untuk meningkatkan budaya
keterbukaan, membuka akses informasi dan kemudahan dalam memperoleh
informasi, dan menerapkan teknologi sistem informasi dalam
membangun komunikasi parlemen.
Kondisi ini menuntut adanya sistem pendukung dalam menyediakan
informasi yang lebih berkualitas, kajian-kajian yang lebih
responsif dan pro-aktif seperti analisis dampak kebijakan, yang
terfokus pada perkembangan di masa mendatang. Hal ini sejalan
dengan meningkatnya kompleksitas permasalahan yang dihadapi
parlemen yang mensyaratkan peningkatan kapasitas parlemen dalam hal
pengawasan dan perumusan kebijakan serta membuka akses partisipasi
publik dalam proses kerjanya.
Peningkatan peran parlemen inilah yang menjadi salah satu tujuan
upaya penguatan sistem ketatanegaraan sebagaimana tercermin dalam
perubahan fungsi lembaga permusyarawaratan atau perwakilan rakyat
yaitu MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dalam Perubahan Keempat
Undang-undang Dasar 1945. Hal ini diterjemahkan secara teknis dan
implementatif dalam rumusan peraturan MD3 yang bertujuan
menciptakan lembaga perwakilan rakyat yang lebih profesional,
akuntabel, dan demokratis.
Sebagai konsekuensi, perlu dilakukan perbaikan yang tidak hanya
bertujuan untuk mendukung kinerja anggota legislatif saja,
melainkan perbaikan kinerja dalam sistem pendukungnya. Perbaikan
kinerja sistem pendukung meliputi pemisahan secara jelas dukungan
pelaksanaan tugas teknis, administratif, dan keahlian.
BK DPR RI yang lahir sebagai hasil dari upaya penguatan kembali
parlemen diharapkan dapat memenuhi harapan akan adanya peningkatan
fungsi parlemen di bidang perundang-
1 European Governance Team. 2000. “The Future of Parliamentary
Democracy: Transition and Challenge in European
Governance”. 2 “Declaration on Parliamentary Openness”, dalam
http://www.openingparliament.org/declaration.
-
10
undangan, anggaran, pengawasan dan keparlemenan dalam mendukung
terwujudnya lembaga perwakilan rakyat yang lebih profesional,
akuntabel, dan demokratis.
Pasal 30 Peraturan Presiden Nomor 27 tahun 2015 tentang
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian telah mengamanatkan kepada
BK DPR RI untuk menyelenggarakan fungsi penyiapan rumusan kebijakan
dan pelaksanaan dukungan perancangan undang-undang, kajian
anggaran, kajian akuntabilitas keuangan negara, penelitian dan
kajian keparlemenen kepada DPR RI.
Melalui mandat ini, BK DPR RI diharapkan mampu: 1) Melaksanakan
tugas-tugas yang multifungsi, mulai dari intervensi dalam
perumusan
kebijakan perundang-undangan, pengalokasian dan pengawasan
anggaran, dan evaluasi atas kebijakan-kebijakan yang telah
dijalankan oleh eksekutif;
2) Menjadi pusat data dan referensi dan membangun kemudahan
akses data yang siap digunakan;
3) Membangun sistem peningkatan kompetensi SDM yang
berkesinambungan dalam meningkatkan integritas, profesionalisme,
dan independensi;
4) Memperbaiki sistem koordinasi dan kerja sama yang konstruktif
secara internal, eksternal dan lintas lembaga/institusi; dan,
5) Membangun sistem edukasi yang efektif bagi anggota legislatif
dan masyarakat umum. Dalam tatanan implementatif, peningkatan peran
BK DPR RI merupakan akumulasi yang
integratif dari penguatan fungsi dan peran setiap pusat yang ada
di BK DPR RI, yaitu Pusat Perancangan Undang-undang, Pusat
Pemantauan Pelaksanaan Undang-undang, Pusat Kajian Anggaran, Pusat
Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara, dan Pusat Penelitian. Sinergi
kelima pusat ini dalam menjalankan fungsinya memiliki tujuan yang
sama, yaitu memastikan dukungan peningkatan fungsi dewan di bidang
legislasi, anggaran, dan pengawasan dilaksanakan dalam kerangka
representasi rakyat. Ada pun penguatan sekaligus merupakan sebuah
upaya menghadirkan kondisi yang diharapkan dari BK DPR RI dimaksud
meliputi aspek kemandirian administrasi dan keuangan, SDM,
kelembagaan, serta sarana dan prasarana.
Oleh karena itu, sejumlah upaya penting yang diterjemahkan ke
dalam Rencana Aksi yang nyata dalam upaya mengatasi ketimpangan ini
perlu mendapatkan perhatian khusus. Dalam konteks ini, gagasan
kemandirian kelembagaan secara anggaran dan pengelolaan SDM yang
sepadan dengan tuntutan pekerjaan pun harus segera direspons. Hal
ini kiranya tidak berlebihan karena langkah ini telah menjadi
praktek terbaik dalam pemberian dukungan keahlian modern di
sejumlah parlemen negara lain. Konsep dan gagasan pegawai parlemen
juga bisa menjadi pilihan rasional yang perlu terus didorong
setidak-tidaknya dalam jangka panjang. B. RENCANA AKSI 1.
Pembentukan Satuan Kerja (Satker)
Pengelolaan anggaran BK DPR RI dalam prakteknya masih menjadi
bagian dari Satker Setjen DPR RI. BK DPR RI yang setingkat Eselon
I.a. belum menjadi satker tersendiri. Keadaan ini dikhawatirkan
mengakibatkan pelaksanaan tugas dan fungsi BK DPR RI tidak
terlaksana secara optimal, padahal sebagaimana disebutkan dalam
Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2015 tentang Sekretariat Jenderal
dan Badan Keahlian DPR RI, di mana baik Setjen DPR RI maupun BK
-
11
DPR RI bertanggung jawab kepada Pimpinan DPR RI dan menyampaikan
laporan berkala tepat pada waktunya serta wajib menerapkan sistem
akuntabilitas kinerja aparatur. Oleh karena itu, untuk memperkuat
BK DPR RI dalam menjalankan program kerjanya secara optimal,
diperlukan penguatan sistem pengelolaan anggaran melalui
pembentukan Satker.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.02/2015
tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian/Lembaga dan Pengesahan Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran, dalam rangka efektivitas pengelolaan
anggaran, K/L dapat mengusulkan Satker baru sebagai Kuasa Pengguna
Anggaran untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab
pengelolaan, dengan kriteria sebagai berikut: 1) Harus/wajib
memiliki unit-unit yang lengkap sebagai suatu entitas (unit yang
melaksanakan
fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan dan
akuntansi); 2) Merupakan bagian dari struktur organisasi K/L
dan/atau melaksanakan tugas fungsi K/L; 3) Karakteristik
tugas/kegiatan yang ditangani bersifat kompleks/spesifik dan
berbeda dengan
kantor induknya; dan, 4) Adanya penugasan secara khusus dari
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Eselon
I Satker yang bersangkutan; dan, Lokasi Satker yang bersangkutan
berada pada propinsi/kabupaten/kota yang berbeda dengan kantor
induknya.
BK DPR RI sebagai sebuah unit organisasi baru telah memiliki
unit yang lengkap sebagai
suatu entitas yang melaksanakan fungsi perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pelaporan dan akuntansi. Saat ini fungsi di atas
dilaksanakan oleh bagian tata usaha BK DPR RI yang meliputi:
Subbagian Perencanaan dan Keuangan, Subbagian Kepegawaian dan Umum,
serta Subbagian Evaluasi dan Pelaporan.
BK DPR RI merupakan bagian dari struktur organisasi yang
mempunyai tugas mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas
DPR bersama Setjen DPR RI sesuai Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun
2015 tentang Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR.
BK DPR RI memiliki karakteristik tugas/kegiatan yang bersifat
spesifik dan berbeda. Hal ini ditandai dengan spesifikasi tugas
yang dimiliki BK DPR RI bersifat keahlian sementara Setjen DPR RI
bersifat administrasi dan persidangan. Penegasan mengenai perbedaan
karakteristik tugas yang diamanahkan kepada Setjen dan BK DPR RI,
membuat rincian gugus fungsi masing-masing menjadi berbeda.
Sementara untuk kriteria huruf d dan e pada PMK tersebut, tidak
sesuai dengan karakteristik kelembagaaan pendukung yang dimiliki
DPR RI baik Setjen DPR RI maupun BK DPR RI. Dengan demikian,
kriteria untuk dapat mengusulkan pembentukan satuan kerja secara
keseluruhan dapat terpenuhi. Oleh karena itu, terdapat beberapa hal
yang harus dipersiapkan oleh BK DPR RI dan Setjen DPR RI
sebagaimana terdapat pada Tabel 2.1.
-
12
Tabel 2.1. Tahapan Pembentukan Satker Baru
Rencana Kegiatan 2016 2017 2018 2019
Pengajuan usulan permintaan pembentukan Bagian Anggaran (BA)
atau Satker kepada Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal
Anggaran
X
Penyusunan daftar inventarisasi kebutuhan sarana dan prasarana,
baik untuk Setjen DPR RI dan BK DPR RI
X
Terbentuknya Satker Baru X
2. Pembenahan Tata Kelola Kepegawaian a. Penyusunan Peraturan
Pemerintah tentang Manajemen Kepegawaian
Pasal 415 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD
menyatakan bahwa, “Ketentuan mengenai manajemen kepegawaian MPR,
DPR, dan DPD diatur dengan peraturan lembaga masing-masing yang
dibahas bersama dengan Pemerintah untuk ditetapkan dalam peraturan
pemerintah.” Ada pun yang dimaksud dengan ”manajemen kepegawaian”
adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas,
dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan
kewajiban pegawai, yang meliputi perencanaan, pengadaan,
pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian,
kesejahteraan, dan pemberhentian. Adanya pendelegasian pengaturan
melalui peraturan pemerintah menjadi momentum untuk melakukan
pembenahan dalam pengelolaan kepegawaian secara mandiri. Untuk itu
langkah-langkah yang harus dilakukan meliputi:
Tabel 2.2. Tahapan Manajemen Pegawai Parlemen
Rencana Kegiatan 2016 2017 2018 2019
Usul Perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR,
DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
X X
Penyusunan Naskah Akademis Peraturan Presiden tentang Manajemen
Pegawai Parlemen
X
Pengajuan Rancangan Peraturan Presiden tentang Manajemen Pegawai
Parlemen
X
Terbitnya Peraturan Presiden tentang Manajemen Pegawai
Parlemen
X
b. Penambahan Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM)
Sampai dengan 1 Januari 2016 BK DPR RI didukung oleh 136 orang
pejabat fungsional. Jumlah tenaga fungsional pada masing-masing
pusat di BK DPR RI perlu ditambah sesuai dengan bidang kepakaran
yang diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk mencukupi jumlah tenaga
fungsional yang akan memberikan dukungan keahlian kepada DPR RI.
Jumlah tersebut jauh dari
-
13
kebutuhan ideal, yaitu 365 orang SDM fungsional yang terdiri
dari: Perancang Undang-Undang sebanyak 75 orang, Analis Hukum
sebanyak 40 orang, Analis APBN sebanyak 100 orang dan Peneliti
sebanyak 150 orang. Dengan demikian terdapat kekurangan pegawai
sebanyak 229 orang. Untuk itu pada tahun 2017 perlu dilakukan
pengadaan CPNS sebanyak 229 orang. Untuk itu langkah-langkah yang
harus dilakukan meliputi:
Tabel 2.3. Tahapan Penambahan SDM
Rencana Kegiatan 2016 2017 2018 2019
Pengajuan usulan formasi kepada KemenPan&RB X
Persetujuan formasi CPNS Tahun 2017 X
Revisi Anggaran untuk pengadaan CPNS dalam Rancangan Anggaran
2017
X
Proses rekrutmen X
Terpilihnya CPNS sebanyak 229 orang X
Di samping kebutuhan SDM fungsional juga perlu dilakukan
penambahan dukungan SDM
administrasi pada masing-masing pusat guna membantu dukungan
teknis dan administrasi dalam pelaksanaan tugas SDM fungsional. c.
Peningkatan Kualitas SDM
Peningkatan kualitas SDM yang harus dilaksanakan oleh BK DPR RI
selama kurun waktu 2016-2019, yaitu: 1) Jenjang pendidikan pejabat
fungsional perlu ditingkatkan, dengan memperbanyak SDM
fungsional yang melanjutkan pendidikannya untuk memperoleh gelar
S-3. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memaksimalkan dukungan
keahlian kepada DPR RI;
2) Memperbanyak kegiatan diklat yang bersifat tematik, baik
untuk pejabat fungsional maupun pejabat administrasi agar mampu
meningkatkan dukungan keahlian kepada DPR RI;
3) Bidang kepakaran tenaga fungsional perlu ditambah, sesuai
dengan bidang masalah yang ditangani oleh AKD. Hal ini agar sejalan
dengan dukungan keahlian BK DPR RI yang terspesialisasi sesuai
dengan bidang masalah yang ditangani oleh AKD; dan,
4) Mempercepat dan memperbanyak pejabat fungsional yang memiliki
jenjang kepangkatan utama, agar menambah kualitas dukungan keahlian
kepada DPR RI. Untuk itu langkah-langkah yang dilakukan
meliputi:
Tabel 2.4. Peningkatan Kualitas SDM
Rencana Kegiatan 2016 2017 2018 2019
Peningkatan Pendidikan Formal X X X X
Penyelenggaraan Diklat Tematik X
Spesialisasi Kepakaran pada masing-masing Jabatan Fungsional
X
Peningkatan proporsionalitas jenjang kepangkatan Pejabat
Fungsional
X
-
14
3. Kelembagaan
Penguatan kelembagaan BK DPR RI dipusatkan pada struktur
organisasi, output layanan, dan tata laksana.
a. Struktur Organisasi
Struktur organisasi keahlian BK DPR RI belum selaras dengan
kecepatan dan tuntutan kerja yang profesional dalam rangka
memberikan dukungan keahlian kepada Dewan secara lebih optimal.
Untuk itu perlu dilakukan restrukturisasi dengan memperhatikan
dasar-dasar perubahan berikut: 1) BK DPR RI terdiri dari 5 Pusat
dan Sekretariat Badan setara dengan Eselon II; 2) Sekretariat Badan
didukung oleh paling banyak 5 (lima) Bagian; 3) Masing-masing Pusat
didukung oleh paling banyak 5 (lima) Bidang dan 1 (satu) Bagian
Tata
Usaha; 4) Masing-masing Bagian didukung oleh paling banyak 6
Subbagian.
Langkah-langkah yang harus dilakukan meliputi:
Tabel 2.5. Tahapan Restrukturisasi Organisasi
Rencana Kegiatan 2016 2017 2018 2019
Penyusunan Evaluasi Organisasi X
Pengajuan usul perubahan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2015
tentang Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI kepada
KemenPANRB
X
Terbitnya Perpres tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 27 Tahun 2015 tentang Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian
DPR RI
X
b. Outcome layanan Peningkatan outcome layanan yang harus
dilakukan oleh BK DPR RI selama kurun waktu
2016-2019 yaitu: 1) Menghasilkan output keahlian yang sesuai dan
langsung dapat dimanfaatkan oleh Dewan
dalam mengambil kebijakan; 2) Menyediakan analisis data atau
kajian yang sesuai dengan kebutuhan DPR RI; 3) Mempublikasikan
hasil kajian ilmiah yang berkualitas dan dapat dijadikan referensi
bagi
banyak pihak; 4) Menerbitkan buku, jurnal, dan terbitan lainnya
yang sesuai dengan kebutuhan dan dijadikan
referensi oleh Dewan dalam mengambil kebijakan; 5) Memaksimalkan
kuantitas dan kualitas SDM agar mampu mendampingi AKD dalam
menjalankan tugas dan fungsinya;
-
15
6) Membangun data base tentang berbagai isu untuk mendukung
kebutuhan data dan informasi bagi DPR RI;
7) Memaksimalkan dukungan dalam pemantauan pelaksanaan UU dalam
rangka memberikan masukan kepada DPR RI dalam melaksanakan fungsi
pengawasan;
8) Memaksimalkan sinergi kerja dukungan keahlian dalam penyiapan
keterangan DPR terkait judicial review UU di Mahkamah Konstitusi
secara lebih optimal;
9) Memaksimalkan sinergi dukungan keahlian dalam pendampingan
secara optimal pada proses penyusunan dan pembahasan RUU;
10) Mengoptimalkan pendampingan dalam pelaksanaan fungsi
diplomasi parlemen; dan, 11) Memberikan masukan atas berbagai
aspirasi publlik serta isu yang berkembang melalui
kegiatan diskusi, seminar, dan workshop yang hasilnya sesuai
dengan kebutuhan dan digunakan oleh AKD terkait secara lebih
optimal.
Untuk itu langkah-langkah yang harus dilakukan meliputi:
Tabel 2.6. Peningkatan Output Layanan
Rencana Kegiatan 2016 2017 2018 2019
Penyusunan standar kualitas hasil kerja X
Membangun data base untuk semua Pusat di BKD X X
Pemutakhiran Jurnal/Jurnal online pada semua Pusat di BKD X
X
c. Tata Laksana
Aspek tata laksana yang harus dibentuk oleh BK DPR RI selama
kurun waktu 2016-2019 yaitu: 1) Semua hasil kerja keahlian BK DPR
RI telah disusun berdasarkan standar kualitas yang
disediakan bagi masing-masing produk keahlian yang dihasilkan;
2) Mekanisme kerja internal BK DPR RI yang dilakukan bersama-sama
antar-pusat yang ada di
BKD dalam bentuk Standard Operating Procedure (SOP); 3) Proses
kerja keahlian yang dilakukan di BK DPR RI telah memiliki SOP yang
senantiasa
dievaluasi berdasarkan dinamika masalah yang terjadi di DPR RI;
4) Proses dan hasil kerja yang dilakukan oleh BK DPR RI dilandasi
oleh etika dan etos kerja yang
profesional; dan, 5) Semua proses kerja, output, dan outcome
kinerja BK DPR RI secara periodik dimonitor dan
dievaluasi dengan standar pengawasan dan evaluasi yang
profesional.
Di samping tata laksana, hal yang perlu diperbaiki adalah
regulasi yang mengatur jabatan fungsional di lingkungan BK DPR RI
yang harus disesuaikan dengan kebutuhan DPR RI sehingga
pengaturannya pun harus spesifik diperuntukkan bagi BK DPR RI.
Untuk itu langkah-langkah yang dilakukan meliputi:
-
16
Tabel 2.7.Perbaikan Tata Laksana
Rencana Kegiatan 2016 2017 2018 2019
Penyusunan SOP semua kegiatan pada pusat-pusat di BKD X
Penyusunan standar evaluasi kerja pada semua pusat di BKD X
X
Harmonisasi semua regulasi yang mengatur tentang kegiatan
jabatan fungsional di semua pusat di BKD
X
Menyusun dan mengajukan regulasi yang mengatur kegiatan jabatan
fungsional di semua pusat di BKD kepada instansi induk/pembina
jabatan fungsional, Kemenpan RB, dan BKN
X X
4. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana di BK DPR RI yang
harus terpenuhi selama kurun waktu 2016-
2019 meliputi: 1) Penambahan ruang kerja agar yang mampu
meningkatkan kinerja pejabat struktural, SDM
fungsional, staf administrasi dan staf pendukung; 2) Penambahan
ruang-ruang rapat; 3) Penambahan dan peningkatan kualitas sarana
kerja seperti komputer/laptop dan printer; 4) Peningkatan kualitas
jaringan internet dan wifi, agar mempercepat akses informasi; 5)
Peningkatan kuantitas dan kualitas jaringan ke sumber
data/informasi atau jurnal online; 6) Peningkatan kualitas dan
kuantitas koleksi perpustakaan dan arsip.
Untuk itu langkah-langkah yang dilakukan yaitu:
Tabel 2.8. Peningkatan Sarana dan Prasarana
Rencana Kegiatan 2016 2017 2018 2019
Penguatan jaringan internet di lingkungan pusat-pusat BKD X
Penambahan langganan Jurnal Ilmiah/Jurnal Ilmiah online X X
Penambahan ruang kerja dan ruang rapat X
Penambahan dan pemutakhiran komputer/laptop dan printer
X X
-
17
BAB III
PENUTUP Badan Keahlian DPR RI harus dikelola berdasarkan
prinsip-prinsip tata kelola yang baik
dan profesional. Badan Keahlian DPR RI harus sepenuhnya mengabdi
pada kepentingan DPR RI untuk memberikan pelayanan prima,
transparan, akuntabel, dan bebas dari praktek korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN). Semangat inilah yang mendasari pelaksanaan
penguatan Badan Keahlian DPR RI.
Pelaksanaan penguatan Badan Keahlian DPR RI harus mampu
mendorong perbaikan dan peningkatan kinerja Badan Keahlian DPR RI.
Kinerja akan meningkat apabila ada motivasi yang kuat, didukung
oleh komitmen seluruh pihak terkait. Oleh karena itu kunci
keberhasilan pelaksanaan penguatan Badan Keahlian DPR RI terletak
pada beberapa hal berikut, yaitu: 1. Komitmen
Penguatan Badan Keahlian DPR RI menjadi komitmen bersama antara
DPR RI dan Badan Keahlian DPR RI. Komitmen tersebut perlu
dilaksanakan secara konsisten oleh semua pihak yang terkait,
berlandaskan pada rencana aksi yang telah ditetapkan. 2.
Penggerak
Kekuatan Badan Keahlian DPR RI terletak pada pusat-pusat yang
ada di Badan Keahlian DPR RI, yaitu: 1) Pusat Perancangan
Undang-Undang; 2) Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang; 3)
Pusat Kajian Anggaran; 4) Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan
Negara; dan, 5) Pusat Penelitian.
Optimalisasi pencapaian hasil kerja penggerak yang bertumpu pada
pusat-pusat di Badan Keahlian DPR RI berpedoman pada Rencana Aksi
yang telah dan akan dilaksanakan setiap tahunnya.
3. Muatan
Muatan penguatan BK DPR RI dirumuskan dalam Penguatan BK DPR RI
2016-2019. Pelaksanaan Penguatan BK DPR RI dilakukan dengan mengacu
kepada Rencana Aksi. 4. Proses Penguatan
Proses penguatan BK DPR RI dikoordinasikan oleh tim yang
dibentuk oleh Kepala Badan Keahlian DPR RI.