Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara tegas menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum 1 . Hukum yang merupakan wadah sekaligus merupakan isi dari “peristiwa” persiapan kemerdekaan bangsa Indonesia atau kekuasaan kedaulatannya itu menjadi dasar bagi kehidupan kenegaraan bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu, dapat dimengerti bila sejak semula dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum 2 . Hukum adalah dasar dan pemberi petunjuk kepada semua aspek kegiatan sosial kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan rakyat Indonesia, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan 3 . Dengan demikian setiap orang harus tunduk terhadap hukum, sehingga apabila seseorang melakukan suatu perbuatan 1 Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat (3). 2 Zainuddin Ali,Filsafat Hukum. (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hlm.134 3 Ali, Filsafat Hukum, hlm.137
24

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

Jan 18, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, secara tegas menyebutkan bahwa Negara

Indonesia adalah Negara Hukum1. Hukum yang merupakan wadah

sekaligus merupakan isi dari “peristiwa” persiapan kemerdekaan bangsa

Indonesia atau kekuasaan kedaulatannya itu menjadi dasar bagi

kehidupan kenegaraan bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu,

dapat dimengerti bila sejak semula dinyatakan dalam penjelasan

Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 bahwa Negara Republik

Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum2.

Hukum adalah dasar dan pemberi petunjuk kepada semua

aspek kegiatan sosial kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan

rakyat Indonesia, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial,

budaya, dan keamanan3. Dengan demikian setiap orang harus tunduk

terhadap hukum, sehingga apabila seseorang melakukan suatu perbuatan

1Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat (3). 2Zainuddin Ali,Filsafat Hukum. (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hlm.134 3Ali, Filsafat Hukum, hlm.137

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

2

yang melanggar hukum, maka hakim akan menjatuhkan putusan berupa

sanksi. Berbagai teori dan praktek, hukum pidana yang berlaku di

Indonesia saat ini adalah masih menggunakan hukum pidana yang

berasal dari Negara belanda4

Hukum dari segi fungsinya, menurut Rudolf van Lhering ada

dua jenis fungsi hukum, yaitu:

1. Hukum berfungsi dalam masyarakat sebagai pengendali sosial.

2. Hukum berfungsi untuk melayani kepentingan masyarakat dalam

penyelesaian konflik5.

Hukum juga mempunyai fungsi menertibkan dan mengatur

pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah

yang timbul6. Hal ini sesuai dengan penjelasan sistem hukum yang

dicantumkan dalam Pasal 10 menyatakan bahwa sanksi yang dapat

dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana yang terdiri dari:

a. Hukuman Pokok (hoofd straffen)

Hukuman pokok terdiri dari:

1. Hukuman mati

2. Hukuman penjara

3. Hukuman kurungan

4. Hukuman denda

b. Hukuman Tambahan (bijkomende straffen)

Hukuman tambahan terdiri dari:

1. Pencabutan beberapa hak tertentu

2. Perampasan barang-barang tertentu

4Ali Mahrus, Dasar-Dasar Hukum Pidana. (Jakarta: Sinai Grafika, 2011), hlm.237 5Muhammad Sadi Is, “Pengantar Ilmu Hukum”.(Jakarta:Prenada Media,2015),

hlm.183 6Soeroso, “Pengantar Ilmu Hukum”,(Jakarta:Sinar Grafika,2010), hlm.53

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

3

3. Pengumuman putusan hakim7

Tujuan hukum pada dasarnya adalah untuk mencapai keadilan

dalam menyelesaikan konflik di masyarakat maupun dalam melakukan

pengendali sosial8. Para ahli hukum tidak ada kesamaan dalam

pandangan tentang apa yang menjadi tujuan hukum. Agar lebih

memahami tujuan hukum,maka dapat dilihat pendapat para ahli sebagai

berikut:

1. L.J. van Apeldoorn menjelaskan tujuan hukum adalah untuk

mengatur pergaulan hidup secara damai karena hukum

menghendaki perdamaian, atau mengatur tata tertib dalam

masyarakat secara damai dan adil.

2. Immanuel Kants memandang tujuan hukum adalah sebagai

pelindung hak-hak asasi dan kebebasan warganya9

Hukum dilihat dari kepentingan yang diaturnya, hukum dibagi

menjadi dua macam, yaitu hukum publik dan hukum privat10. Hukum

pidana dalam pembagian hukum konvensional termasuk bidang hukum

publik. Hukum pidana memiliki ruang lingkup yang luas, yaitu hukum

pidana substantif (materiil) dan hukum acara pidana (hukum pidana

7Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab-Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHP dan KUHAP),Pasal 10 KUHP. 8 Sadi Is,”Pengantar Ilmu Hukum”,hlm.183 9 Sadi Is,“Pengantar Ilmu Hukum”, hlm.178 10Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, hlm.182

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

4

formal) disebut hukum pidana. Hukum acara pidana berfungsi untuk

menjalankan hukum acara pidana substantif (materiil), sehingga disebut

hukum pidana formal atau hukum acara pidana11. Sebagaimana

diketahui bahwa hukum acara pidana yang berlaku saat ini telah diatur

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara

Pidana.

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), secara garis besar tahapan pemeriksaan perkara terbagi

menjadi tiga proses yaitu tahap penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan

di pengadilan yang dikenal dengan sistem peradilan pidana walaupun

dilakukan oleh masing-masing penegak hukum sesuai dengan

kewenangannya disetiap tahap. Namun tetap merupakan ketentuan yang

utuh kegiatan penyidikan ini mencakup untuk mencari serta

mengumpulkan bukti dan dengan bukti itu membuat terang tentang

tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya12.

Hukum acara pidana terletak pada acara pembuktian dimulai

dari tingkat penyidikan oleh Polisi sampai ke tingkat pengadilan oleh

Hakim. Dalam hal ini, pembuktian yang memegang peranan dalam

11Jur Andi Hamzah, “Hukum Acara Pidana Indonesia”, (Jakarta:Sinar

Grafika,2016), hlm.4 12Pieter Latumenten, “Prosedur Penegakan Hukum Pidana Berkaitan Dengan

Pelaksanaan Jabatan Notaris dan Akta-aktanya”, 24 April 2018,Diakses pada tanggal 04

September 2019 pukul 10.00 WIB, https://ikanotariatul.com/prosedur-penegakan-hukum-

pidana.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

6

proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan demikian, kesalahan

terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut dalam

Pasal 184 KUHP terdakwa dinyatakan “bersalah”13. Pasal 184 KUHP

telah diatur ada lima alat bukti yang sah yaitu:

a. keterangan saksi,

b. keterangan ahli,

c. surat,

d. petunjuk, dan

e. keterangan terdakwa.

Jadi, dapat dilihat dalam pembuktian bahwa salah satu dari alat

bukti yang tercantum di atas yang pertama yaitu keterangan saksi. Maka,

yang perlu diketahui terlebih dahulu,pengertian saksi tercantum dalam

Pasal 26 KUHAP yang berbunyi

Saksi ialah orang yang dapat memberikan keterangan guna

kepentingan pemeriksaan, penuntutan dan peradilan tentang

perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia

alami sendiri14.

Saksi sebelum memberikan keterangannya maka saksi

mengucapkan sumpah atau janji, seperti yang telah diatur dalam Pasal

160 ayat (3) KUHAP15. Menurut Achmad Ali fungsi dari sumpah ialah

13Alfitra, “Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi Di

Indonesia”, (Jakarta:Penebar Swadaya Group, 2011), hlm.21 14Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP & KUHP), Pasal 26 KUHP. 15Jur Andi Hamzah,”Hukum Acara Pidana Indonesia”, (Jakarta:Sinar Grafika,2016),

hlm.262

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

7

untuk memberikan keterangan guna meneguhkan bahwa sesuatu itu

benar demikian telah terjadi atau tidak sebuah peristiwa pidana16.

Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi. Namun

pengecualian sebagai saksi telah diatur dalam Pasal 186 KUHAP di

bawah ini, tidak dapat didengar sebagai saksi dan dapat meminta

mengundurkan diri sebagai saksi.

a) Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke

bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-

sama sebagai terdakwa.

b) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa,

saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai

hubungan karena perkawinan, dan anak-anak saudara terdakwa

samapai derajat ketiga.

c) Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang

bersama-sama sebagai terdakwa17.

Seperti yang telah disampaikan di atas, bahwa dalam hukum

acara pidana perlu dipahami tujuan dari hukum acara pidana ialah untuk

mencari kebenaran materiil. Jadi, dalam hal ini untuk dapat

membuktikan kebenaran tentang suatu tindak pidana disebut teori

pembuktian18. Ada empat macam teori pembuktian yaitu:

a) Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim melulu

(Conviction Intime), sistem teori ini didasarkan kepada keyakinan

16Achmad Ali dan Wiwie Heryani, “Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata”,

(Jakarta:PrenadaMediaGroup,2012), hlm.96 17Hamzah, ”Hukum Acara Pidana Indonesia”, hlm.260 18Hamzah, ”Hukum Acara Pidana Indonesia”, hlm.260

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

8

hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan

perbuatan yang didakwakan.

b) Teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang

logis (Laconviction Raisonnee), menurut teori ini, hakim dapat

memutuskan seseorang bersalah berdasarkan keyakinannya,

keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai

dasar suatu kesimpulan(conclusive) yang berlandaskan kepada

peraturan-peraturan pembuktian tertentu.

c) Teori pembuktian menurut undang-undang secara positif(Positive

Wettelijk Bewijstheorie), menurut D.Simons, teori pembuktian ini

berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subjektif

hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan-

peraturan pembuktian yang keras.

d) Teori pembuktian menurut undang-undang negatif (Negative

Wettlijk), dalam teori pembuktian ini hakim tidak boleh

menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan

bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya19.

19Jur Andi Hamzah, “Hukum Acara Pidana Indonesia”, (Jakarta:Sinar

Grafika,2016),hlm.249

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

9

Berdasarkan dari 4 (empat) teori di atas Menurut Wirjono

Prodjodikoro berpendapat bahwa sistem pembuktian berdasarkan

Undang-undang secara negative (negatief wettelijk) sebaiknya

dipertahankan20. Adapun tugas saksi dalam perkara pidana antara lain

sebagai berikut:

1. memberikan keterangan dan wajib mengucapkan sumpah atau janji

menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan

memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada

yang sebenarnya (Pasal 160 Ayat(3)KUHAP)

2. Saksi wajib untuk tetap hadir di sidang setelah memberikan

keterangannya (Pasal 167 KUHAP)

3. Para saksi dilarang untuk bercakap-cakap (Pasal 167 Ayat

(3)KUHAP)21.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa

keterangan saksi cukup penting dalam pembuktian suatu perkara pidana.

Yang apabila saksi memberikan kesaksian palsu atau yang lain dari

sebenarnya maka akan dikenakan sanksi pidana. Hal ini telah diatur

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 242 Ayat

(1) berbunyi:

20Hamzah, ”Hukum Acara Pidana Indonesia”, hlm.257 21Letezia Tobing, Hak dan Kewajiban Saksi Dalam Perkara Pidana,Diakses pada

tanggal 19 September 2019 https://m.hukumonline.com/Hak-dan-Kewajiban-Saksi-Dalam-

Perkara-Pidana.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

10

Barangsiapa dalam keadaan di mana Undang-Undang

menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau

mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian,

dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah,

baik dengan lisan maupun tulisan, secara pribadi maupun oleh

kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan

pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Adapun ayat dalam Al-Qur’an sebagai bukti bahwa kesaksian

palsu atau bohong yaitu berupa dosa besar. Sebagaimana dalam firman

Allah SWT. Surah Al-Hajj ayat 30.

ت ٱلله ف هو خي لك ومن ي عظ م حرم ۦ وأحلهت ل لهه ذ ۥ عند رب ه ل كم ٱم له مي ي ل ع ن

وثن وٱجلنبوا ق ول ٱلزور فٱجلنبوا ٱلر جس من ٱ

٣٠عليكم

Artinya:” Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa

mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah

lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu

semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu

keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan

jauhilah perkataan-perkataan dusta22.

Dalam ayat ini, Allah SWT melarang perkataan dusta,

termasuk persaksian palsu. Larangan ini digabungkan dengan perintah

menjauhi berhala-berhala yang najis itu, yaitu syirik. Ini menunjukkan

betapa persaksian palsu itu sangat berbahaya sebagaimana bahaya

syirik. Bahkan bahaya persaksian palsu itu bisa menimpa orang lain

disamping menimpa pelaku itu sendiri. Sebagaimana dalam al-Qur’an,

22QS Al-Hajj/22: 30.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

11

di dalam hadits juga, Rasulullah SAW menggabungkan larangan

perkataan palsu dengan syirik, antara lain dalam hadits:

هي دة الز ور أب نكر ةرضي الله عنه عن النهب صله الله عليه وسلهم انهه اده ش وعن

اكب الكبي بر

Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap

kesaksian palsu termasuk di antara dosa-dosa yang paling besar”23 .

Hukum fiqh jinayah, para fuqaha sepakat menta’zir sebagai sanksi bagi

tindak pidana terhadap kesaksian palsu di bawah sumpah24.

Pada zaman Rasulullah SAW ternyata sudah muncul kasus

kesaksian palsu yaitu dari kisah Musailamah bin Habib dari Bani

Hanifah. Seseorang yang mendapat julukan al-kadzab (si pembohong)

karena mengaku sebagai seorang nabi dan rasul Allah SWT, bersamaan

dengan masa nabi Muhammad. Berbagai cara dilakukan Musailamah

untuk mengukuhkan posisinya. Salah satu cara Musailamah yaitu

mengirimkan surat kepada Nabi Muhammad SAW. Berikut surat yang

ditulis Musailamah untuk nabi Muhammad SAW:

23Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani Tahqiq:Isham Musa Hadi, Terjemahan Lengkap

Bulughul Maram”, (Jakarta:AkbarMedia,2012), hlm.388 24Usman Hasyim dan M Ibnu Rachman, “Teori Pembuktian Menurut Fiqh Jinayat

Islam”, (Yogyakarta:Andi Offset,1984), hlm.52

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

12

”Dari Musailamah Rasulullah untuk Muhammad Rasulullah.

Salam sejahtera, aku telah ditetapkan untuk menjalankan tugas dan

kekuasaan bersama kamu. Aku berkuasa atas separuh negeri dan

separuh untuk Quraisy, tetapi Quraisy adalah umat yang kasar dan

kejam.” 25

Musailamah mengutus dua pengikutnya untuk menyampaikan

surat tersebut kepada Nabi Muhammad. Ketika sampai di hadapan Nabi

Muhammad, dua utusan tersebut kemudian ditanya perihal isi surat

tersebut. Keduanya mengatakan sependapat dengan isi surat

Musailamah. Nabi Muhamammad kemudian mengirimkan surat

balasan untuk Musailamah. Sebagaimana dikutip buku Sirah Ibnu Ishaq:

Buku Tertua Tentang Sejarah Nabi Muhammad SAW, berikut surat

balasan Nabi Muhammad:

“Dari Muhammad Rasulullah kepada Musailamah sang

pendusta. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang

mengikuti petunjuk (QS. Thaha: 47). Sesungguhnya bumi ini adalah

kepunyaan Allah. Diwariskan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-

Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi

orang-orang yang bertakwa."

25Sirah Nabawiyah, Jawaban Rasulullah Atas Surat Sang Nabi Palsu, Musailamah Al-

Kadzab, Juli 2019, Diakses pada tanggal 7 Maret 2020,

https://islam.nu.or.id/post/read/108180/jawaban-rasulullah-atas-surat-sang-nabi-

palsumusailamah-al-kadzab

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

13

Peristiwa itu diperkirakan terjadi pada akhir tahun ke-10

Hijriyah. Setelah menerima surat balasan dari Nabi Muhammad,

dakwah Musailamah terus belanjut. Bahkan semakin aktif setelah

wafatnya Nabi Muhammad. Namun, Musailamah dan pengikutnya

akhirnya berhasil ditumpas umat Islam26.

Berdasarkan sanksi hukuman yang tercantum dalam pasal 242

KUHP yang telah dibahas sebelumnya, bahwa sanksi hukuman bagi

tindak pidana kesaksian palsu di bawah sumpah sudah berat. Namun,

nyatanya masih berkembang kasus-kasus tindak pidana disekitar

masyarakat. Adapun beberapa contoh-contoh kasus, sebagai berikut:

1. Bikin Laporan Palsu, Amin-Dina Diamankan27

2. Keterangan Palsu Miryam Yang Berujung Tuntutan 8 Tahun

Penjara28

3. Pledoi Minta Bebas, JPU Tetap Tuntutan Awal29

Sebuah kasus di Pengadilan Negeri Prabumulih Majelis Hakim

dalam Putusan Nomor:225/Pid.B/2018/PN.Pbm dengan nama terdakwa

26Sirah Nabawiyah, Jawaban Rasulullah Atas Surat Sang Nabi Palsu, Musailamah Al-

Kadzab, Juli 2019, Diakses pada tanggal 7 Maret 2020,

https://islam.nu.or.id/post/read/108180/jawaban-rasulullah-atas-surat-sang-nabi-

palsumusailamah-al-kadzab 27Dendi Romi”Bikin Laporan Palsu, Amin-Dina Diamankan”,Sumatera Ekspress,

Selasa 12 Februari 2019. 28Abba Gabrillin”Keterangan Palsu Miryam yang Berujung Tuntutan 8 Tahun Penjara,

Kompas Selasa, 24 Oktober 2017. 29Windy Siska”Pledoi Minta Bebas, JPU Tetap Tuntutan Awal”,Sumatera Ekspress,

Senin, 17 September 2018.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

14

Sarkowi als Serkok. Pada hari Minggu tanggal 02 September 2018,

bertempat di Polsek Cambai Jl. Raya Desa Muara Sungai Kec.Cambai

Kota Prabumulih. Terdakwa Sarkowi alias Serkok yang beralamat di

Dusun II Desa Petanang Kec.Lembak Kab.Muara Enim. Terdakwa dan

saksi Heriyanto telah secara bersama-sama memberikan keterangan

palsu terhadap Kepolisian polres Cambai Prabumulih dengan

melaporkan bahwa saksi Heriyanto seolah-olah benar menjadi korban

pencurian dengan kekerasan. Perbuatan Terdakwa dilakukan dengan

cara mengikat saksi Heriyanto disebuah kebun didaerah Desa Muara

Sungai agar Kepolisian polres Cambai Prabumulih percaya bahwa benar

telah terjadi pencurian dengan kekerasan.

Berdasarkan keterangan di atas terdakwa Sarkowi als Serkok

telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana perbuatan dengan sengaja secara bersama-sama memberikan

keterangan palsu di bawah sumpah, sanksi yang dijatuhkan yaitu Pasal

242 Ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 Ayat(1) ke-1 KUHP.

Berdasarkan putusan Nomor:225/Pid.B/2018/PN.Pbm, Majelis

Hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Sarkowi als

Serkok dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan penjara, jauh dari

ancaman pidana yang ada di dalam Pasal 242 Ayat 1 KUHP tentang

Keterangan Palsu dan Sumpah Palsu diancam dengan pidana penjara

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

15

paling lama 7 (tujuh) tahun. Hal ini menjadi sesuatu yang penting untuk

penulis kaji lebih lanjut dalam bentuk judul “TINJAUAN HUKUM

PIDANA ISLAM TERHADAP KESAKSIAN PALSU DI BAWAH

SUMPAH”(Studi Terhadap Putusan Nomor:225/Pid.B/2018/PN.Pbm)”

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini

sebagai berikut:

1. Apa Dasar Hukum Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan

Perkara Tindak Pidana Kesaksian Palsu Di Bawah Sumpah Dalam

Putusan Nomor:225/Pid.B/2018/PN.Pbm?

2. Bagaimana Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pelaku Tindak

Pidana Kesaksian Palsu Di Bawah Sumpah Berdasarkan Putusan

Nomor: 225/Pid.B/2018/PN.Pbm?

C. Tujuan Penelitian

Adapun beberapa tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dasar hukum pertimbangan hakim terhadap

pelaku tindak pidana terhadap kesaksian palsu di bawah sumpah

dalam persidangan putusan Nomor:225/Pid.B/PN.Pbm

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap kesaksian

palsu di bawah sumpah berdasarkan Putusan

Nomor:225/Pid.B/2018/PN.Pbm.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

16

D. Kegunaan Penelitian

Adapun beberapa kegunaan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Kegunaan dari penyusunan skripsi ini adalah untuk

memberikan kontribusi pemikiran terhadap khasanah ilmu pengetahuan

hukum Islam khususnya dalam bidang kajian tentang pandangan

tinjauan Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah) dan penelitian ini

diharapkan bisa menjadi stimulus bagi penelitian selanjutnya. Sehingga

proses pengkajian secara mendalam akan terus berlangsung dan

memperoleh hasil maksimal.

2. Secara Praktis

Dapat bermanfaat bagi aparat penegak hukum dan para

akademis dalam memahami yang berkaitan dengan permasalahan saksi

yang memberikan keterangan palsu di bawah sumpah sebagai referensi

untuk melakukan penelitian selanjutnya.

E. Tinjauan Pustaka

Adapun studi penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan

permasalahan yang akan diteliti yaitu sebagai berikut:

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

17

No Nama Judul Skripsi Kesimpulan

1

.

Lutfi

Rizal

Rivai

Kedudukan

Saksi Ahli

Dalam

Pembuktian

Perkara Pidana

Menurut Hukum

Islam Dan

Hukum Positif

Bahwakedudukan saksi

ahlidalampembuktian

perkarapidana persfektif hokum

positif adalah merupakan bagian

dari keterangan ahli sebagai alat

bukti yang sah dan diakui di dalam

Pasal 184 ayat (1) KUHAP dan

kedudukan saksi ahli

dalampembuktianperkara pidana

menurut hukum Islam merupakan

alat bukti yang tidak bisa diterima.

Dalam hukum Islam menggunakan

alat bukti yaitu saksi orang yang

melihat langsung kejadian tersebut

karena ditakutkan ada kecurangan

didalamnya30.

2 A.Ridho

Britama

Analisis

Pertanggungjaw

aban Pidana

Pelaku Sumpah

Palsu Dan

Pemberian

Bahwapertanggungjawa-ban

pidana pelaku sumpah

palsudanpemberian keterangan

palsu, bahwa terdakwadinyatakan

bersalah melakukan tindak

pidanamemberikan keterangan

30Lutfi Rizal Rivai, “Kedudukan Saksi Ahli Dalam Pembuktian Perkara Pidana

Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif, (Skripsi diterbitkan di Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Raden Fatah, Palembang.2018), hlm.60

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

18

Keterangan

Palsu (Studi

Putusan

Nomor:1353/Pi

d.B/2017/PN.Tj

k)

palsu di atas sumpah, baik dengan

lisan maupun tulisan, secara

pribadi maupun oleh kuasanya

yang khusus ditunjuk untuk itu

sebagaimana diatur dan diancam

dalam Pasal 242 Ayat (1) KUHP.

Dan dalam pertimbangan Hakim

dalam menjatuhkan pidana

terhadap pelaku sumpah dan

pemberian keterangan palsu

berdasarkanPutusanNomor:1353/

Pid.B/2017/PN.Tjk hakim juga

mempertimbangkan hal-hal yang

memberatkan dan hal-hal yang

meringankan selama pemeriksaan

perkaranya31.

3 Aldi

Indra

Tambuw

un

Sanksi Terhadap

Saksi Yang

Memberikan

Keterangan Palsu

Di Atas Sumpah

Berdasarkan

Kitab Undang-

Undang Hukum

Pidana Pasal 242

Tentang Sumpah

Kesimpulannya, bahwa dengan

membuktikan pengertian dari

unsur-unsur yang dirumuskan

dalam Pasal 242 KUHP kedalam

fakta kejadian perkaranya, barulah

dapat dikatakan bahwa saksi

tersebut melakukan tindak pidana

sumpah palsu atau memberikan

keterangan palsu di atas sumpah.

31A.Ridho Britama, “Analisis Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Sumpah Palsu Dan

Pemberian Keterangan Palsu (Studi Putusan Nomor:1353/Pid.B/2017/PN.Tjk)” (Skripsi

diterbitkan di Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2018), hlm.55-56

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

19

Palsu Dan

Keterangan Palsu

Dan sanksi terhadap saksi yang

terbukti memberikan keterangan di

atas sumpah dapat dikenakan

hukuman pidana penjara 7 (tujuh)

tahun dan sanksi pencabutan hak

berdasarkan Pasal 35 No.1-4, sesuai

dengan Pasal 242 KUHP32.

F. Metode Penelitian

Penulis dalam melakukan suatu penelitian, tidak akan terlepas

dari pengunaan metode, karena metode merupakan cara atau jalan

bagaimana seseorang harus bertindak, metode penelitian pada dasarnya

merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

kegunaan tertentu33. Oleh karena itu penting bagi peneliti menentukan

metode yang paling tepat dalam menyelesaikan penelitiannya.

1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian hukum dibedakan menjadi tiga yaitu

penelitian normatifatau disebut juga penelitian kepustakaan,penelitian

normatif-empiris adalah penggabungan anatara pendekatan hukum

normatif dan adanya penambahan unsur-unsur empiris; dan penelitian

32Aldi Indra Tambuwun, ” Sanksi Terhadap Saksi Yang Memberikan Keterangan

Palsu Di Atas Sumpah Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 242Tentang

Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu”, Lex Privatum,Vol.IV/No.6(Juli/2016): 75, Diakses

pada 23 Oktober 2019, pukul 10.00 WIB. http://lexprivatum/article/view/12716. 33Sugiyono, Metode penelitian Kuantitatif dan R&D,(Bandung:Alfabeta,2013),hlm.2

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

20

empiris ialah melihat hukum dalam artian nyata bagaimana hukum

bekerja di lingkungan masyarakat34 . Adapun bentuk penelitian yang

dipergunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah penelitian

normatif yaitu untuk melihat keberlakuan norma hukum yang berkaitan

putusan.

2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dibagi tiga yaitu, data sekunder yaitu,

jeniskualitatifyaitu informasi yang berbentuk kalimat verbal bukan

berupa simbol angka atau bilangan; kuantitatif yaitu data informasi

yang berupa simbol angka atau bilangan; dan gabungan yaitu data

informasi yang berbentuk kalimat dan angka35. Adapun jenis penelitian

yang pergunakan pada penelitian ini yaitu jenis kualitatif dengan

mencari informasi berupa kalimat verbal bukan berupa simbol angka

atau bilangan.

Sumber data menurut Zainuddin Ali, di dalam bukunya yang

berjudul metode penelitian hukum menyebutkan bahwa sumber data

dalam penelitian hukum terbagi dua, ialah data primer dan data

sekunder. Data primer yaitu data dasar yang diperoleh langsung dari

sumbernya. Sedangkan data sekunder yaitu data yang sudah diperoleh

34Muri Yusuf., Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian

Gabungan,(Jakarta:Prenada Media Group,2014), hlm.44 35 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika,2015), hlm.24

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

21

dari bahan-bahan pustaka yang meliputi, Data sekunder itu sendiri

terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

Adapun sumber data yang digunakan oleh penulis dalam

penelitian ini yaitu data sekunder. Yaitu data yang sudah diperoleh dari

bahan-bahan pustaka. Sedangkan untuk mendekati sumber data

sekunder menggunakan pendekatan sumber bahan hukum, pada skripsi

ini terdiri dari tiga jenis bahan hukum yaitu bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat36.

Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang penulis kumpulkan

dan berhubungan langsung dengan penelitian penulis yaitu:

Undang-undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

&Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP dan

KUHAP), Al-Qur’an dan Al-Hadist

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer, seperti rancangan Undang-Undang,

hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum 37 . Dalam

penelitian ini yang menjadi bahan hukum sekunder seperti perkara

putusan Nomor 225/Pid.B/2018/PN.Pbm, tulisan ilmiah, peraturan

36Amiruddin dan Zainal asikin Pengantar metode pebelitian hukum (Jakarta:Raja

Grafindo Persada,2016), hlm.118 37Amiruddin, dan Zainal Asikin, “Pengantar Metode Penelitian Hukum”, hlm.118

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

22

perundang-undangan, hukum Islam yang berkaitan dengan putusan

tersebut serta sumber-sumber yang telah ada dan terkait dengan

materi yang akan diteliti oleh penulis

c. Bahan hukum tersier, menurut Soejono Soekanto38yaitu bahan yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder, contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks

kumulatif, dan leksiaon.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian

hukum ini yaitu39Teknik Dokumentasi, adalah teknik pengumpulan data

yang tidak ditujukan langsung kepada subjek penelitian. Studi dokumen

adalah jenis pengumpulan data yang meneliti berbagai macam dokumen

yang berguna untuk bahan analisis.

Adapun teknik pengumpulan datayang dipergunakan oleh

penulis dalam penelitian ini adalah teknik studi dokumen, yaitu meliputi

studi bahan-bahan hukumprimer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tersier40. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dokumen-

dokumen, catatan-catatan yang berhubungan dengan permasalahan yang

sedang dibahas pada skripsi.

38Soejono Soekanto, dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif”, hlm.13 39 Bagong Suyanto,Sutinah, Metode Penelitian Sosial”, (Jakarta:PT Adhitya

Andrebina Agung,2015), hlm. 69 40Amiruddin, ”Pengantar Metode Penelitian Hukum”,hlm.68

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

23

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kumulatif,

yakni dengan menyajikan, menggambarkan atau menguraikan sejelas-

jelasnya seluruh masalah yang ada pada rumusan masalah, secara

sistematis, factual dan akurat. Kemudian penelitian ini disimpulkan

secara deduktif yakni dengan menarik kesimpulan dari pernyataan-

pernyataan yang bersifat umum ke khusus sehingga penyajian hasil

penelitian dapat dipahami dengan mudah.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi dari

penelitian ini, penulis membuat sistematika pembahasan yang terdiri

dari hal-hal sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Penulis akan menguraikan mengenai latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika

pembahasan.

BAB II: Tinjauan Umum

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang pengertian-

pengertian:Pengertian Tindak Pidana, Pengertian Sanksi

Pidana, , Unsur-Unsur Tindak Pidana,Pengertian Saksi,Tindak

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

24

Pidana Saksi Memberikan Keterangan Palsu,dan Kewenangan

Hakim.

BAB III : Pembahasan

Dalam bab ini penulis membahasmengenai Dasar

Pertimbangan Hakim Putusan Nomor 225/Pid.B/2018/PN.Pbm

ditinjau dari Hukum Pidana Islam.

BAB IV : Penutup

Pada bab ini penulis akan menarik suatu kesimpulan dan saran-

saran apa yang diambil dalam judul skripsi ini. Dengan kata

lain, pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran penulis.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6918/1/Skripsi BAB I.pdf · Dari Abu Barkah r.a., “Beliau (Nabi SAW.) menganggap kesaksian palsu termasuk di antara

25