1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum tentu sangat terkait dengan kehidupan sosial masyarakat. Dalam konteks hubungan masyarakat, dimensi hukum juga dapat juga dipahami sebagai kaidah atau norma yang merupakan petunjuk hidup dan pedoman perilaku yang pantas atau diharapkan. Oleh karena itu ketika petunjuk hidup itu dilanggar, maka dapat menimbulkan tindakan dalam bentuk pemberian sanksi dari pemerintah atau penguasa masyarakat. Berdasarkan berbagai definisi para ahli hukum, maka apa yang disebut hukum itu sendiri terdiri atas empat unsur 1 yaitu: Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat; Peraturan diadakannya oleh badan – badan resmi yang berwenang; Peraturan bersifat memaksa, artinya bahwa setiap orang harus patuh atau taat pada hukum; dan memiliki sanksi terhadap pelanggaran atas peraturan tersebut sehingga bersifat tegas. Dari pemahaman tersebut, hukum sejatinya dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan atau kategori berdasarkan beberapa ukuran, agar dapat diperoleh suatu pengertian yang lebih baik serta lebih mudah dalam menemukan dan menerapkannya. Maka pengklarifikasian tersebut, hal yang terpenting adalah pembagian hukum berdasarkan isinya, yakni hukum publik dan hukum privat. Hukum publik yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman Santoso , Hukum Perjanjian Kontrak , penerbit Cakrawala , Yokyakarta , hal 6
78
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ub.ac.id/111584/2/Naskah_Skripsi_Tari_(2).pdf · dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan 1 Lukman
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum tentu sangat terkait dengan kehidupan sosial masyarakat. Dalam
konteks hubungan masyarakat, dimensi hukum juga dapat juga dipahami sebagai
kaidah atau norma yang merupakan petunjuk hidup dan pedoman perilaku yang
pantas atau diharapkan. Oleh karena itu ketika petunjuk hidup itu dilanggar, maka
dapat menimbulkan tindakan dalam bentuk pemberian sanksi dari pemerintah atau
penguasa masyarakat.
Berdasarkan berbagai definisi para ahli hukum, maka apa yang disebut hukum
itu sendiri terdiri atas empat unsur1 yaitu: Peraturan mengenai tingkah laku
manusia dalam pergaulan masyarakat; Peraturan diadakannya oleh badan – badan
resmi yang berwenang; Peraturan bersifat memaksa, artinya bahwa setiap orang
harus patuh atau taat pada hukum; dan memiliki sanksi terhadap pelanggaran atas
peraturan tersebut sehingga bersifat tegas.
Dari pemahaman tersebut, hukum sejatinya dapat diklasifikasikan dalam
beberapa golongan atau kategori berdasarkan beberapa ukuran, agar dapat
diperoleh suatu pengertian yang lebih baik serta lebih mudah dalam menemukan
dan menerapkannya. Maka pengklarifikasian tersebut, hal yang terpenting adalah
pembagian hukum berdasarkan isinya, yakni hukum publik dan hukum privat.
Hukum publik yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara
dengan alat-alat atau perlengkapan negara atau hubungan antara negara dengan
1 Lukman Santoso , Hukum Perjanjian Kontrak , penerbit Cakrawala , Yokyakarta , hal 6
2
warga negaranya2. Adapun hukum publik terdiri dari:Hukum Tata Negara,
Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana, dan Hukum Internasional.
Sedangkan hukum Privat (hukum sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan
antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan pada
kepentingan perorangan atau pribadi3. Hukum yang mengatur tentang kepentingan
privat atau pribadi sangat banyak dan luas sekali, misalnya tentang keluarga,
perkawinan, waris, perjanjian dan lain-lain. Karena luasnya cakupan hukum privat
tersebut maka hukum privat dikelompokkan menjadi: privat umum (misalnya
hukum orang , hukum benda hukum perjanjian , hukum bukti dan kadaluarsa),
Hukum privat khusus (misalnya hukum dagang, hukum pengangkutan, hukum
asuransi, hukum surat berharga, hukum pasar modal, hukum perbankan, hukum
perlindungan konsumen), dan sebagainya.
Salah satu jenis hukum privat adalah perjanjian. Secara umum, perjanjian
tersebut diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Pada pasal 1313 KUHPerdata
tersebut memberikan rumusan tentang Perjanjian adalah” suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih”4. Subekti
5 memberikan definisi”perjanjian” adalah
suatu peristiwa di mana seorang berjanji pada orang lain atau di mana dua orang
itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dalam perjanjian ini timbul
suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut atau terjadinya perikatan
sehingga perjanjian ini bersifat konkret.
2 Ibid hal.7 3 ibid hal.7 4 Terjemahan BW dalam bahasa Indonesia merujuk pada hasil terjemahan Subekti dan
Tjitrosudibyo, Kitab Undang- undang Hukum Perdata,Pradya Paramitha,Jakarta: 1980. 5 Subekti,Hukum Perjanjian,Cet.XVI, Jakarta: Intermasa,1996, hal.1
3
Hukum perjanjian ini dapat juga disebut “ hukum perutangan “. Karena
sifatnya tuntut-menuntut, yang menuntut disebut kreditur, yang dituntut disebut
debitur, dan sesuatu yang dituntut disebut prestasi, yang berupa: Menyerahkan
suatu barang, Melakukan suatu perbuatan, Tidak melakukan suatu perbuatan
Adapun suatu perikatan adalah sebuah hukum antara dua orang atau dua
pihak yang berdasarkan bagaimana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal
dari pihak yang lain, pihak lainnya juga berkewajiban memenuhi tuntutan itu.
Perikatan itu bersifat abstrak. Dalam hal ini , orang yang berhak menuntut disebut
kreditur, Pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan disebut debitur.
Perbedaan perikatan dan perjanjian adalah terletak pada prinsip dasarnya
dimana pada prinsipnya perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang
atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak untuk menuntut suatu hal dari
pada yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut. Perikatan bisa
bersumber pada Undang – undang dan perjanjian. Sedangkan perjanjian adalah
suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua
pihak saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Berangkat dari definisi
perbedaaan antara perikatan dan perjanjian tersebut maka akan dicapai suatu
kesimpulan hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah perjanjian
menimbulkan perikatan, namun tidak semuanya perikatan bersumber pada
perjanjian karena ada perikatan yang bersumber pada Undang – Undang. Jadi
ruang lingkup perikatan lebih luas dari pada perjanjian.
Dianggap demikian karena apabila dua orang sudah mengadakan
perjanjian, maka mereka bermaksud agar diantara mereka berlaku suatu perikatan
4
hukum. Dua pihak terikat satu sama lain karena ada janji yang mereka berikan
tersebut. Tali pengikat diantara mereka itulah yang disebut dengan perjanjian.
Namun, sebagian besar pada buku III KUHPerdata ditunjukkan pada
perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Jadi, isinya adalah hukum
perjanjian. Dalam KUHPerdata terdapat aturan umum yang berlaku untuk semua
perjanjian dalam aturan khusus yang berlaku hanya untuk perjanjian tertentu saja
atau perjanjian khusus yang namanya sudah diberikan undang-undang. Contoh
Pengertian perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata7,
bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan hukum ketika seorang
atau lebih meningkatkan dirinya terhadap seorang atau lebih. Perjanjian juga
dapat diartikan suatu peristiwa ketiak seorang berjanji kepada orang lain, atau
ketika 2 orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
Hal-hal yang diperjanjikan adalah: Perjanjian memberi atau menyerahkan
sesuatu barang (misalnya : jual beli, tukar, sewa, hibah dan lain-lain), Perjanjian
berbuat sesuatu (perjanjian perburuhan dan lain-lain),Perjanjian tidak berbuat
sesuatu (tidak membuat tembok yang tinggi-tinggi, dan lain sebagainya).
Perjanjian terdiri dari tiga macam, yaitu perjanjian yang obligatoir, perjanjian
campuran, dan perjanjian yang non-obligatoir8.
Ada banyak perjanjian yang terdapat dalam kehidupan kita saat ini. Dari
perjanjian itu akan timbul hak dan kewajiban para pihak yang ikut dalam
perjanjian itu Pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam hukum perjanjian
dijamin oleh undang-undang. Pengaturan tentang hak dan kewajiban kreditur dan
debitur dalam perjanjian mencerminkan sejumlah asas yang menjadi prinsip-
prinsip atau asas-asas perjanjian.
Dalam terminologi hukum, hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang
seharusnya diterima atau dilaksanakan atas suatu objek yang diperjanjikan. Objek
perjanjian dalam hukum perikatan merupakan sesuatu yang menjadi tujuan para
pihak.
7 Terjemahan BW dalam bahasa Indonesia merujuk pada hasil terjemahan Subekti dan
Tjitrosudibyo, Kitab Undang- undang Hukum Perdata,Pradya Paramitha,Jakarta: 1980. Hal 338 8 lukman Santoso , Hukum Perjanjian Kontrak , penerbit Cakrawala , Yokyakarta , hal 12
7
Pelaksanaan hak dan kewajiban dalam hukum perikatan disebut prestasi.
Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan perjanjian, maka nasabah atau perusahaan
dengan perjanjian bersyarat baku berstatus sebagai debitur (mengikatkan diri
dalam perjanjian) sedangkan perusahaan pengangkutan memposisikan diri sebagai
kreditur (pembuat isi perjanjian) yang harus menjadi prestasi dari debitur sebagai
pembuat janji (promise)9.
Dalam proses terjadinya perjanjian tidak dipungkiri banyak sekali
mengalami masalah terkadang perjanjian-perjanjian yang sudah diperjanjikan
dapat berjalan sebagaimana mestinya (prestasi) namun tidak dapat dipungkiri di
satu sisi juga bahwa perjanjian tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kondisi
perjanjian yang sedemikian dapat menimbulkan terjadinya wanprestasi.
Wanprestasi adalah keadaan dimana seorang telah lalai untuk memenuhi
kewajiban yang diharuskan oleh perjanjian. Jadi wanprestasi merupakan akibat
dari pada tidak dipenuhinya perjanjian hukum. Pada umumnya debitur dikatakan
wanprestasi manakala ia karena kesalahannya sendiri tidak melaksanakan prestasi,
atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak diperoleh untuk dilakukan.
Wanprestasi berarti debitur tidak melakukan apa yang dijanjikan atau ingkar janji,
melanggar perjanjian serta melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh
para pihak yang melakukan perjanjian.
Debitur dianggap wanprestasi bila ia telah memenuhi syarat-syarat dalam
keadaan lalai maupun dalam keadaan sengaja. Wanprestasi yang dilakukan oleh
debitur dapat berupa 4 (empat) macam yaitu: tidak melakukan apa yang
disanggupi akan dilakukan, melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak
Akibat penting dari suatu wanprestasi adalah adanya kerugian yang
dialami kreditur dan kerugian tersebut dapat dimintakan penggantian. Yang
dimaksud dengan kerugian dapat dimintakan penggantian (pasal 1243
KUHPerdata) tidak hanya berupa biaya yang sungguh – sungguh telah
dikeluarkan oleh kreditur (kosten) dan kerugian yang benar – benar diderita
sehingga mengakibatkan berkurangnya harta kekayaan kreditur karena
wanprestasi tersebut (schaden), akan tetapi kerugian juga dapat dituntut atas
kehilangan yang berupa keuntungan yang batal diperoleh akibat terjadinya
wanprestasi tersebut (interesten).21
Adapun akibat wanprestasi adalah sebagai berikut :
1. Untuk menentukan besar jumlah kerugian yang harus dibayarkan
oleh debitur ada beberapa kemungkinan, yaitu:
a. Undang – undang telah menentukan jumlah kerugian yang
harus dibayarkan. Pengaturan tentang ini termuat dalam pasal
1250 KUHPerdata. Ganti kerugian yang besarnya telah
ditentukan yang dimaksud adalah bunga moratoir yaitu bunga
yang harus dibayar oleh debitur atas keterlambatan membayar
hutangnya dan besarnya adalah 6% (enam persen) per tahun.
b. Penetuan ganti – kerugian telah dimuat dalam undang –
undang itu sendiri. Ketentuan ini terdapat dalam pasal 1249
KUHPerdata. Dengan demikian tak seorangpun boleh
menetapkan jumlah lalai sebagai ganti rugi.
21 Subekti, Pokok – pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa, Jakarta, Cetakan XXVI, 1985,
hal 148.
26
c. Jumlah ganti rugi ditentukan sedemikan sehingga keadaan
harta kekayaan daripada debitur harus sama seperti apabila
debitur berprestasi. Ganti kerugian yang dimaksud adalah
bunga Konvensional yaitu bunga yang diperjanjikan dan
besarnya tergantung daripada perjanjian.
d. Hal yang ditempuh bila baik undang – undang maupun
perjanjian tidak mengaturnya untuk menggantikan kerugian
yaitu bunga kompensasi yang besarnya bergantung pada
kehendak pihak yang meminta penggantian atas kerugian yang
dideritanya.
2. Kedua, sebagai akibat dari perjanjian wanprestasi, yaitu kreditur
dapat menuntut pemutusan atau pembatalan perjanjian.
Pemutusan perjanjian berdampak sangat besar bagi para pihak
dalam suatu perjanjian terutama pihak debitur yang akan merasa
sangat terpukul. Karena tidaklah mudah untuk memutuskannya.
Untuk melakukan pemutusan suatu perjanjian masih diperlukan
dengan adanya syarat – syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Harus ada perjanjian timbal – balik;
b. Harus ada wanprestasi;
c. Harus ada keputusan hakim.22
3. Ketiga, sebagai akibat adanya wanprestasi adalah adanya
kemungkinan untuk membayar biaya perkara yang dibebankan kepada
debitur.
22 Sri Sudewi, Hukum Perdata, Hukum Perutangan Bagian A, Seksi Hukum Perdata Fakultas
Hukum UGM, Yogyakarta, 1980, hal 36-37
27
Kemungkinan tersebut adalah jika wanprestasi oleh pihak debitur
diperkarakan. Sudah menjadi ketentuan hukum, maka pihak yang dikalahkan
diwajibkan untuk membayar biaya perkara.
C. Kajian Umum Tentang Overmacht
1. Definisi Overmacht
artinya keadaan yang memaksa. Istilah dari “ keadaan memaksa “
yang berasal dari istilah overmacht atau force majeur dalam kaitannya
dengan suatu perikatan atau kontrak tidak ditemui rumusannya secara
khusus dalam Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dari pasal-
pasal KUH Perdata, sebagaimana akan ditunjukkan di bawah ini,
disimpulkan bahwa overmacht adalah keadaan yang melepaskan
seseorang atau suatu pihak yang mempunyai kewajiban untuk dipenuhinya
berdasarkan suatu perikatan (i.e.si berutang atau debitur), yang tidak
atau tidak dapat memenuhi kewajibannya, dari tanggung jawab untuk
memenuhi kewajibannya tersebut.23
2. Pendapat Ahli Tentang Keadaan Memaksa
Dalam khazanah hukum Indonesia, Konsep keadaan memaksa lebih
banyak diperjelaskan oleh pendapat ahli-ahli hukum Indonesia, antara
lain berikut ini:
a. R. Subekti: Debitur menunjukkan bahwa tidak terlaksananya
apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama
23 Rahmat S.S.Soemadipradja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa. Penerbit
Nasionak Legal Reform Progran, Jakarta, 2010, hal.3.
28
sekali tidak dapat diduga, dan di mana ia tidak dapat berbuat
apa-apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di luar
dugaan tadi. Dengan perkataan lain, hal tidak terlaksananya
perjanjian atau kelambatan dalam pelaksanaan itu, bukanlah
disebabkan karena kelalaiannya. Ia tidak dapat dikatakan salah
atau alpa, dan orang yang tidak salah tidak boleh dijatuhi
sanksi-sanksi yang diancam atas kelalian.24
Untuk dapat dikatakan suatu “ keadaan memaksa “
(overmacht), selain keadaan itu “ di luar kekuasaannya “ si
debitur dan “ memaksa “, keadaan yang telah timbul itu juga
harus berupa keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu
perjanjian itu dibuat, setidak-tidaknya tidak dipikul resikonya
oleh debitur.25
b. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan yang menyitir Dr. H. F.A.
Vollmar: overmacht adalah keadaan dimana debitur sama
sekali tidak mungkin memenuhi perutangan (absolute
overmacht) atau memungkinkan memenuhi perutangan, tetapi
memerlukan pengorbanan besar yang tidak seimbang atau
kekuatan jiwa di luar kemampuan manusia atau dan
24 prof. R. Subekti. Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta , 1992 . hal 55. 25 Prof. R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta , 2001, cet. Ke-29,
hal.150.
29
menimbulkan kerugian yang sangat besar(relative
overmacht).26
c. Purwahid Patrik: mengartikan overmacht atau keadaan
memaksa adalah debitur tidak melaksanakan prestasi karena
tidak ada kesalahan maka akan berhadapan dengan keadaan
memaksa yang tidak dapat dipertangungjawabkan kepadanya.27
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa pengertian keadaan memaksa adalah suatu keadaan di mana salah
satu pihak dalam suatu perikatan tidak dapat memenuhi seluruh atau
sebagai kewajibannya sesuai apa yang diperjanjikan, disebabkan adanya
suatu peristiwa di luar kendali salah satu pihak yang tidak dapat diketahui
atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan,
dimana pihak tidak memenuhi kewajibannya ini tidak dapat dipersalahkan
dan tidak harus menanggung resiko.28
3. Keadaan Memaksa Dalam KUHPerdata
Konsep keadaan memaksa, overmacht (dalam kajian ini
selanjudnya disebut keadaan memaksa) dalam kitab Undang-undang
Hukum Perdata dapat ditemukan dalam pasal-pasal berikut ini:29
26 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata, Hukum Perutangan, Bagian A (
Jogjakarta: Seksi Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1980). Hal 20. 27 Prof . Purwahid Parik, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju , Bnadung , 1994 ,
hlm.18. 28 Rahmat S.S.Soemadipradja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa. Penerbit
Nasionak Legal Reform Progran, Jakarta, 2010, hal. 8. 29 Pasal-pasal yang dikutip dalam kajian ini diambil dari KUH Perdata dengan teks Bahasa
Indonesia hasil terjemahan Prof.R. Subekti, S.H. dan R.Tjitrosudibio. Lihat Prof. R. Subekti, S.H.
30
a. Pasal 1244 KUH Perdata
“Jika ada alasan untuk itu si berhutang harus dihukum mengangti biaya,
rugi dan bunga, bila ia tidak membuktikan, bahwa hal tidak
dilaksanakannya atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya
perjanjian itu, disebabkan karena suatu hal yang tak terduga, pun tidak
dapat dipertanggung jawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad
buruk tidak ada pihaknya.”
b. Pasal 1245 KUH Perdata
“Tidaklah biaya, rugi dan bunga harus digantinya, apabila karena
keadaan memaksa (overmacht) atau karena suatu keadaan yang tidak
disengaja, si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu
yang diwajibkan, atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau karena hal-
hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang”
Selain kedua ketentuan tersebut, konsep keadaan memaksa juga diacu
dalam pasal 1444 dan 1445 KUH Perdata, sebagai berikut:
a. Pasal 144 KUHPerdata
“(1) Jika barang tertentu yang menjadi pokok perjanjian musnah, tak
dapat diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tidak diketahui
apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu
musnah atau hilang di luar kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai
menyerahkannya.
(2) Bahkan meskipun si berutang lalai menyerahkan suatu barang,
sedangkan ia tidak telah menanggung terhadap kejadian-kejadian yang
tidak terduga, perikatan tetap hapus jika barang itu akan musnah juga
dengan cara yang sama di tangannya si berpiutang seandainya sudah
diserahkan kepadanya.
(3) Si berutang diwajibkan membuktikan kejadian yang tidak terduga,
yang dimajukannya itu.
(4) Dengan cara bagaimanapun suatu barang yang telah dicuri, musnah
atau hilang, hilangnya barang itu tidak sekali-kali membebaskab orang
yang mencuri barang dari kewajibannya mengganti harganya.”
dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata ( Jakarta: PT Pradnya
Paramitha,2005), ect. Ke 36
31
b. Pasal 1445 KUH Perdata
“Jika barang yang terutang, diluar salahnya si berutang musnah, tidak
dapat diperdagangkan, atau hilang, maka si berutang, jika ia mempunyai
hak-hak atau tuntutan-tuntutan ganti rugi mengenai barang tersebut,
diwajibkan memberikan hak-hak dan tuntutan-tuntutan tersebut kepada
orang yang menguntangkan kepadanya”
4. Unsur-Unsur Keadaan Memaksa
Berdasarkan pasal-pasal KUHPerdata di atas, unsur-unsur keadaan
memaksa meliputi30
.
a. Peristiwa yang tidak terduga;
b. Tidak dapat mempertanggung jawabakan kepada debitur;
c. Tidak ada itikad buruk dari debitur;
d. Adanya keadaan yang tidak sengaja oleh debitur;
e. Keadaan itu menghalangi debitur berprestasi;
f. Jika prestasi dilaksanakan maka akan terkena larangan;
g. Keadaan di luar kesalah debitur;
h. Debitur tidak gagal berprestasi (menyerahkan barang);
i. Kejadian tersebut tidak dapat dihindari oleh siapa pun (baik debitur
maupun pihak lain);
j. Debitur tidak terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian.
5. Jenis –jenis Keadaan Memaksa
Dalam perkembangannya, keadaan memaksa dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis kriteria-kriteria yang berbeda sebagai berikut31
:
30 Rahmat S.S.Soemadipradja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa. Penerbit
Nasionak Legal Reform Progran, Jakarta, 2010. Hal 5
32
a. Berdasarkan Penyebab;
b. Berdasarkan Sifat;
c. Berdasarkan objek;
d. Berdasarkan subyek;
e. Berdasarkan ruang lingkup.
6. Akibat Hukum Dari Keadaan Memaksa Atau Overmacht
adanya peristiwa yang dikategorikan sebagai keadaan memaksa
atau overmacht membawa konsekuensi bagi para pihak dalam suatu
perikatan, dimana pihak yang tidak dapat memenuhi prestasi tidak
dinyatakan wanprestasi.
Dengan demikian, dalam hal terjadinya keadaan memaksa atau
overmacht, debitur tidak wajib membayar ganti rugi dalam perjanjian
timbal balik, kreditur tidak dapat menuntut pembatalan karena
perikatannya dianggap gugur atau terhapus.
Beberapa pakar membahas akibat hukum yang ditimbulkan dalam
keadaan memaksa sebagai berikut ini antara lain:
a. R.Setiawan merumuskan bahwa suatu keadaan memaksa
menghentikan bekerjanya perikatan dan menimbulkan beberapa
akibat,yaitu:
1) Kreditur tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi;
31 ibid hal.9-10
33
2) Debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai, dan karenanya tidak wajib
membayar ganti rugi;
3) Resiko tidak beralih kepada debitur;
4) Pada persetujuan timbal balik, kreditur tidak dapat . menuntut
pembatalan.
b. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan yang menyitir Dr. H. F.A. Vollmar:
overmacht harus dibedakan apakah sifatnya sementara atau tetap.
Dalam hal overmacht sementara, hanya mempunyai daya
menangguhkan dan kewajibannya untuk berprestai hidup kembali jika
dan segera faktor overmacht itu sudah tidak ada lagi, demikian itu
kecuali jika prestasinya lantas sudah tidak mempunyai arti lagi para
kreditur.
c. Abdulkadir Muhammad membedakan keadaan memaksa yang bersifat
objektif dan subjektif. Keadaan memaksa yang bersifat objektif dan
bersifat tetap secara otomatis mengakhiri perikatan dalam arti
perikatan itu batal (the agreement would be void from the outset)
d. Salim H.S., mengemukakan tiga akibat dari keadaan memaksa, yaitu:
1) debitur tidak perlu membayar ganti kerugian (pasal 1244 KUH
Perdata);
2) Beban resiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa
sementara;
34
3) Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus
demi hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan
kontraprestasi, kecuali untuk yang disebut dalam pasal 1460 KUH
Perdata.
D. Kajian Umum Tentang Pengangkutan
1. Definisi Pengangkutan
Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam kehidupan
masyarakat. Dikatakan demikian karena didasari oleh beberapa hal, seperti
pengangkutan menghubungkan berbagai wilayah di Indonesia, serta membantu
penyebaran kebutuhan – kebutuhan pokok masyarakat, atau dengan kata lain
pengangkutan adalah sarana didistribusi bagi produsen ke konsumen. Tanpa
adanya pengangkutan semua kegiatan hanya akan terpusat di daerah – daerah
tertentu tanpa adanya penyebaran yang merata.
Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke
dalam alat pengangkutan, membawa barang penumpang dari tempat pemuatan ke
tempat tujuan; dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke
tempat yang ditentukan.32
Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui beberapa aspek pengangkutan
yanitu sebagai berikut :
a. Pelaku, yaitu orang yang melakukan pengangkutan. Pelaku ini ada yang
berbadan usaha seperti perusahaan pengangkutan dan ada pula yang
berupa manusia pribadi, seperti buruh angkut pelabuhan.
32 Muhammad Abdulkadir, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, laut, dan udara, Bandung, Citra
Aditya Bakti, hal. 19
35
b. Alat angkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan
pengangkutan. Alat ini digerakkan secara mekanik dan memenuhi syarat
undang – unang, seperti kendaraan bermotor, kapal laut maupun kapal
udara.
c. Barang / penumpang, yaitu muatan yang diangkut. Barang muatan yang
diangkut adalah barang perdagangan yang sah menurut undang – undang
dalam pengertian barang termasuk juga hewan.
d. Perbuatan, yaitu kegiatan mengangkut barang atau penumpangsejak
permutan sampai dengan penurunan di tempat tujuan yang telah
ditentukan.
Menurut Abdul Kadir Muhammad, pengangkutan meliputi tiga
dimensi pokok, yaitu:
1) Pengangkutan sebagai usaha (business)
Pengangkutan jenis ini mempunyai ciri – ciri sebagai berikut:
- Berdasarkan perjanjian;
- Kegiatan ekonomi dibidang jasa;
- Berbentuk perusahaan;
- Menggunakan alat angkut mekanik.
2) Pengangkutan sebagai perjanjian (agrement)
Pengangkutan jenis ini pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis),
tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan, yang membuktikan
bahwa perjajian itu sudah terjadi. Perjanjian pengangkutan dapat
juga dibuat tertulis yang disebut perjanjian charter (carter party),
36
seperti carter pesawat udara untuk mengangkut jemaah haji, carter
kapal untuk pengangkutan barang dagangan.
a) Pengangkutan sebagai proses (process)
Yaitu serangkaian permuatan ke dalam alat pengangkut, kemudian dibawa
menuju tempat yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan
tempat tujuan. Pengangkutan sebagai proses merupakan sistem hukum yang
mempunyai unsur – unsur sistem yaitu:
- Subjek (pelaku) hukum pengangkutan, yaitu pihak – pihak dalam
perjanjian dan pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan.
- Status pelaku hukum pengangkutan, khususnya pengangkutan selalu
berstatus badan hukum atau bukan badan hukum
- Objek hukum pengangkutan, yaitu hubungan kewajiban dan hak
antara pihak – pihak dan mereka yang berkepentingan dalam
pengangkutan.33
2. Fungsi dan Tujuan Pengangkutan
Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan dimaksudkan untuk
tiba di tempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna baik bagi
penumpang maupun barang yang diangkut. Tiba di tempat tujuan artinya proses
pemindahan dari suatu tempat ke tempat lain dengan tujuan berlangsung tanpa
hambatan dan kemacetan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Dengan
selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya yang
dapat mengakibatkan luka, sakit, atau meninggal dunia. Jika yang diangkut itu
barang , selamat artinya barang yang diangkut tidak mengalami kerusakan, 33 Muhammad, Abdul Kadir, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung, Citra Aditya Bakti,
hal 12
37
kehilangan, kekurangan atau kemusnahan. Meningkatkan nilai guna artinya nilai
sumber daya manusia dan barang di tempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi
kepentingan manusia dan pelaksanaan pembangunan.34
Fungsi dari suatu pengangkutan adalah meningkatkan kegunaan dan nilai
barang atau penumpang yang diangkut dan tujuannya adalah untuk membawa
barang atau penumpang sampai di tempat tujuan yang ditentukan dengan selamat
dan membayar biaya pengangkutan.
3. Perjanjian Pengangkutan
Yang dimaksud dengan perjanjian pengangkutan menurut Subekti adalah
suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa
oang atau barang dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan pihak lain sedangkan
pihak lain menyanggupi akan membayar ongkosnya.35
Dalam perjanjian pengangkutan itu pihak pengangkut dapat dikatakan
sudah mengakui menerima barang – barang dan menyanggupi untuk
membawanya ke tempat yang telah ditunjuk dan menyerahkannya kepada orang
yang dialamatkan. Kewajiban yang terakhir ini dapat dipersamakan dengan
kewajiban seorang yang harus menyerahkansuatu barang berdasarkan suatu
perikatan sebagaimana dimaksud oleh pasal 1235 KUHPerdata, dan dalam
perikatan mana termasuk kewajiban untuk menyimpan dan memelihara barang
tersebut sebagai “ seorang bapak rumah yang baik.” Apabila si pengangkut
melalaikan kewajibannya, maka pada umumnya akan berlaku peraturan –
2 Struktur Organisasi PT Pupuk Iskandar Muda ( PIM )
Sumber : PT Pupuk Iskandar Muda, 2013
54
3 Krononologi Kasus Wanprestasi dalam Perjanjian Pengangkutan Pupuk
Kantong Bersubsidi milik PT. Pupuk Iskandar Muda
PT PIM melakukan perjanjian kerjasama dengan PT X dalam rangka
PERJANJIAN PENGANGKUTAN PUPUK KANTONG BERSUBSIDI
dengan nomer perjanjian 16/SP/DIR/PIM/LSM/2012 perjanjian
pengangkutan pupuk kantong bersubsidi yang dibuat dan ditandatangani di
kabupaten Aceh Utara pada hari Selasa pada tanggal 24 Januari 2012 yang
ditandangani oleh PT PIM dan PT X. Pihak-pihak yang terlibat dalam
perjanjian yaitu; 1)PT PIM sebagai pihak yang memproduksi pupuk urea dan
produk samping lainnya yang berlokasi di Kabupaten Aceh Utara, Provinsi
Aceh 2) PT X selaku EXPEDITUR, yang mana dalam perjanjian tersebut
berarti badan usaha yang mempunyai kemampuan untuk melakukan
pekerjaan pengangkutan pupuk kantong bersubsidi yang berlokasi di Aceh.
Kedua belah pihak atau para pihak yang secara bersama-sama telah
melakukan itikad baik telah sepakat dan setuju untuk menandatangani
perjanjian ini yang mengikat para pihak dengan ketentuan dan syarat-syarat
tertentu.
Adapun jangka waktu perjanjian ini berlaku pada tanggal 30 Januari
2012 sampai dengan 30 Juni 2012 dan dapat diperpanjang dengan
menggunakan kesepakatan para pihak dalam bentuk pembaharuan kontrak
(adendum). Pada Adendum I yang dikeluarkan pada tanggal 16 Februari 2012
dengan Nomor: ADD-1/16/SP/DIR/PIM/LSM/2012 terdapat beberapa pasal
yang berubah yang menyangkut substansi maksud dan tujuan (pasal 1) dan
imbalan jasa (pasal 2). Selanjudnya PT PIM melakukan perubahan memalui
55
Adendum II pada tanggal 29 Juni 2012 menyangkut perpanjangan jangka
waktu pengangkutan. Dan melakukan perubahan kembali berupa adendum III
yang menyangkut perpanjangan waktu pengangkutan. Terdapat perubahan
berupa adendum II karena ketidak mampuan PT X untuk mengangkut
kekurangan dari jumlah yang seharusnya mereka angkut dari jumlah 375 Ton
barang (pupuk kantong bersubsidi) yang baru selesai mereka angkut keluar
dari gudang Lini 1 kawasan PT PIM sebanyak 200 Ton (berdasarkan surat
realisasi pengangkutan) dan masih terdapat sisa sebanyak 175 Ton di gudang
produksi.
Adapun alasan terjadinya ketelambatan pengangkutan ini dikarenakan
PT X melaporkan kepada PIM bahwa terjadi kekurangan armada
pengangkutan atau jumlah armada tidak sesuai dengan yang diperjanjikan
(pasal 5) saat ini proses pengangkutan ini masih berlangsung dengan
ketentuan yang terdapat di adendum III dan SPK yang sebagai dasar pihak
ekspeditur untuk melakukan atau melaksanakan pekerjaan. Berdasarkan
kontrak, apabila terjadi perselisihan yang berkenaan dengan isi perjanjian
tersebut, maka akan ditempuh jalur non-litigasi.
a. Jenis perjanjian yang dilakukan oleh PT Pupuk Iskandar Muda
dengan Rekanan Kerja.
PT Pupuk Iskandar Muda melakukan proses tender guna mencari
rekanan kerja dalam hal pengangkutan pupuk bersubsidi dari gudang lini 1
yaitu gudang yang terdapat di kawasan pabrik PT Pupuk Iskandar Muda
ke gudang-gudang pendistribusian pupuk bersubsidi di berbagai daerah.
56
Yang dimaksud dengan subsidi sendiri adalah cadangan keuangan
dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung suatu kegiatan usaha
atau perorangan oleh pemerintah. Subsidi dapat bersifat langsung (dalam
bentuk uang tunai, pinjaman bebas bunga dan sebagainya), atau tidak
langsung (pembebasan penyusutan, potongan sewa dan semacamnya).
Subsidi dapat bertujuan: (1) subsidi produksi, dimana pemerintah menutup
sebagian biaya produksi untuk mendorong peningkatan output produk
tertentu dan dimaksudkan untuk menekan harga dan memperluas
penggunaan produk tersebut, (2) subsidi ekspor, yang diberikan kepada
produk ekspor yang dianggap dapat membantu neraca perdagangan
negara, (3) subsidi pekerjaan, yang diberikan untuk membayar sebagian
dari beban upah perusahaan agar dapat diserap lebih banyak pekerja dan
mengurangi pengangguran, dan (4) subsidi pendapatan, yang diberikan
melalui sistem pembayaran transfer pemerintah untuk meningkatkan
standar hidup minimum sebagian kelompok tertentu46
.
Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga
atau menambah output Subsidi (transfer) adalah salah satu bentuk
pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang
akan menambah pendapatan mereka yang menerima subsidi atau
mengalami peningkatan pendapatan riil apabila mereka mengkonsumsi
atau membeli barang-barang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga
jual yang rendah.
46 Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (Pass dan Lowes, 1997)
57
Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Pupuk bersubsidi adalah barang dalam pengawasan yang pengadaan dan
penyaluran mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan kelompok
pupuk tani dan/ atau Petani di sektor pertanian meliputi Pupuk Urea SP 36,
Pupuk ZA, Pupuk NPK san jenis pupuk bersubsidi lainnya yang
ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di
bidang pertanian.47
Jika dilihat dari jenis perjanjiannya maka PT PIM dan rekanannya
PT X melakukan proses perjanjian timbal balik. Suatu perjanjian
dinyatakan sebagai perjanjian timbal balik apabila di dalam perjanjian
tersebut menimbulkan kewajiban pokok pada kedua belah pihak. Di dalam
perjanjian pengangkutan, baik pihak pengangkut maupun pihak pengirim
mempunyai kewajiban pokok yang harus dilaksanakan.48
Kewajiban
pokok bagi kedua belah pihak dimana satu pihak menyanggupi untuk
dengan aman membawa barang dari satu tempat ke tempat lain sedangkan
pihak lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya49
. Dalam
penelitian ini, Perjanjian Pengakutan Barang yang dilakukan antara PT
PIM dengan PT X (Rekanan) tergolong dalam perjanjian timbal balik.
Dikatakan demikian karena PIM memberikan pekerjaan kepada pihak
pengangkut berupa pengangkutan pupuk dalam rangka untuk melakukan
penyaluran pupuk bersubsidi ke daerah-daerah dan pihak pengangkut
menyanggupi untuk melaksanakan pengangkutan pupuk dari PIM sesuai
47 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indoneia Nomer : 17/M-DAG/PER/6/2011, Tentang
Pengadaan dan penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian, Pasal 1 ayat 1 48 Rahayu Hartini, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, PT Citra Mentari, 2012. Hal 11 49 Subekti, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995. Hal 58
58
dengan kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian pengangkutan pupuk
kantong bersubsidi.
Dalam perjanjian pengangkutan itu pihak pengangkut dapat
dikatakan sudah mengakui menerima barang-barang dan menyanggupi
untuk membawanya ketempat yang telah ditunjuk dan menyerahkannya
kepada orang yang dialamatkan50
. Perjanjian pengangkutan ini tidak
diatur dalam BW tetapi mengenai pengangkutan terdapat berbagai
peraturan diluar BW yaitu dalam Undang-Undang lalu lintas dan angkutan
jalan raya (diatur dalam UU NO 14 TAHUN 1992 Tentang lalu lintas
pengangkutan jalan).51
Dalam pasal 43 UU NO 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas
Pengangkutan Jalan Raya52
adalah (1) pengusaha angkutan umum wajib
mengangkut orang atau barang, setelah disepakatinya perjanjian
pengangkutan dan atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh
penumpang dan atau pengirim barang. PIM menjanjikan berupa imbalan
jasa setelah pekerjaan yang dilakukan oleh pihak pengangkut selesai
mengangkut atau selesai melakukan pekerjaannya degan syarat dan
ketentuan yang telah disepakati di dalam perjanjian kerjasama. Hal ini
terdapat dalam pasal yang ada di perjanjian yang telah ditandatangani oleh
kedua belah pihak PT PIM dan PT X selaku rekanan yang mana ketentuan
ini terdapat dalam pasal 2 perjanjian yang berbunyi:
50 Opcit. Hal 70 51 Rahayu Hartini, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Citra Mentari , 2012. Hal 43 52 UU No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Pengangkutan Jalan Raya, Pasal 1
59
Pasal-2
IMBALAN JASA
1. Besarnya imbalan jasa untuk mengangkut Pupuk Kantong Bersubsidi
dari Gudang Lini I dan dari Gudang Lini II ke wilayah Kabupaten/
Kota Provinsi Aceh, dan dari Gudang Lini II dan Gudang Lini III
wilayah Kabupaten/Kota Sumatera Utara adalah sesuai dengan
lampiran perjanjian ini, dimana Lampiran perjanjian ini, dimana
lampiran perjanjian tersebut merupakan suatu kesatuan dan tidak
terpisahkan dari perjanjian ini.
2. Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud ayat 1 Pasal ini belum termasuk
PPN 10% (sepuluh perseratus), sedangkan pajak-pajak lain yang
timbul sesuai ketentuan yang berlaku menjadi tanggung jawab
EKSPEDITUR.
3. Apabila Pemerintah Republik Indonesia menetapkan kenaikan harga
bahan bakar minyak solar selama dalam pelaksanaan Perjanjian ini,
maka Para Pihak sepakat untuk dapat dilakukan peninjauan atas
Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud ayat 1 Pasal ini.
4. Untuk pengangkutan Pupuk Kantong Bersubsidi dari Gudang PIM di
Belawan, Gudang PIM di Sigli dan Gudang PIM di Banda Aceh
Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud ayat 1 Pasal ini sudah termasuk
ongkos muat dan bongkar.
5. Pengangkutan Pupuk Kantong Bersubsidi dari Gudang PIM
Lhokseumawe ongkos muat tanggung jawab PIM sedangkan ongkos
bongkar menjadi tanggung jawab EKSPEDITUR.
Undang-undang mengatur terdapat perbedaan antara seorang
pengangkut dan seorang ekspeditur, seorang ekspeditur hanya memberikan
jasa-jasanya dalam soal pengirimannya barang saja dan pada hakekatnya
hanya memberikan perantaraan antara pihak yang hendak mengirimkan
barang dan pihak yang mengakut barang itu.53
Hal tersebut tercantum dalam
ketentuan Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Ekspeditur bertanggung jawab atas mutu barang dan kemasan,
keaman pengangkutan baik dari tindakan kriminal maupun tindakan lain,
ketelambatan penyampaian barang sesuai dengan jangka waktu yang telah
disepakati, kelalaian dan kerusakan barang sehingga mengakibatkan barang
53 Subekti, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 1995. Hal 70.
60
tidak dapat digunakan, kehilangan barang yang diangkut, kesalahan tempat
tujuan pengiriman yang telah ditentukan oleh PIM,kerugian atau kerusakan
yang timbul karena kelalaian, kesengajaan atau ketidaksengajaan sehingga
mengakibatkan timbulnya kerusakan baranng-barang, bangunan dan sarana
lainnya di gudang pemuatan atau pembongkaran, dan lain-lain.
Apabila perusahaan rekanan tidak dapat melakukan sesuai apa yang
telah diperjanjiakan dengan kata lain setiap kerugian yang timbul dalam
pengangkutan karena kelalaian, kesengajaan, dan ketidaksengajaan pihak
pengangkut, maka dapat dikatakan bahwa pihak pengangkut telah melakuak
tindakan wanprestasi.
Hal ini seperti yang diutarakan oleh bapak M. Taufiq bagian hukum
dan Bapak Usni bagian Pendistribusian bahwa dalam pengangkutan pupuk
kantong bersubsidi terjadi wanprestasi, diakibatkan gagalnya pemenuhan
kewajiaban oleh pihak pengangkut untuk memenuhi kewajibannya
mengangkut barang ketempat yang telah ditentukan sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati.54
4. Faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi
Rekanan PT PIM (PT X) dikatakan melakukan wanprestasi karena
mereka gagal melaksanakan yang telah diperjanjikan yaitu terjadi
keterlambatan pengangkutan dengan memberikan alasan bahwa kurangnya
armada pengangkut yang disediakan oleh perusahaan ekspeditur sehingga
terjadi penumpukan barang di PIM atau gudang lini 1 (satu) sehingga tidak
54 Hasil wawancara dengan bapak M.Taufiq dan Bapak Usni tanggal 22 , 23 april 2012 di PT
Pupuk Iskandar Muda
61
terpenuhinya jumlah quota yang seharusya diangkut oleh pengangkut atau
bersisanya quota yang harus diangkut.
Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak
telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan
tanpa adanya pihak yang dirugikan. Tetapi ada kalanya perjanjian tersebut
tidak terlaksana dengan baik karena adaya wanprestasi yang dilakukan oleh
salah satu pihak debitur maupun kreditur. Suatu perjanjian dapat dikatakan
terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya
masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa merugikan salah satu
pihak.55
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur yang dimaksud
dengan wanprestasi adalah:
“si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau
dengan suatu akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi
perikatannya sendiri ialah jika ini menetapkan, bahwa si
berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan”.
Jadi bentuk prestasi rekanan yang berupa berbuat sesuatu dan atau
memberikan sesuatu dikatakan telah dipenuhi apabila seperangkat ketentuan
yang melekatinya (mengantarkan tepat waktu, menjamin mutu barang
antaran, membayar pajak lain di luar PPN, dan lain-lain) turut dipenuhi
pula. Apabila sudah lewat batas waktu yang ditentukannya dalam perjanjian,
rekanan tersebut dikatakan wanpresatasi.56
Kecuali, keterlambatan tersebut
diakibatkan oleh hal-hal lain yang dalam perjanjian ini disebut dengan force
55 Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 1987. Hal 45 56 Pasal 1238 KUHPerdata
62
Dalam halnya rekanan PT PIM dikatakan wanprestasi karena PT X
melaksanakan apa yang diperjanjikannya tetapi terlambat melakukannya
karena rekanan atau pihak ekspeditur itu terlambat mengangkut dengan
beralasan bahwa kekurangan armada pengangkut. Adapun faktor penyebab
wanprestasi yang terjadi di PIM ini merupakan wanprestasi yang terjadi dari
external karena yang melakukan wanprestasi itu dari pihak pengangkut
bukan dari pihak perusahaan atau PT PIM sendiri.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PIM yaitu Bapak
M.Taufiq bahwa terjadinya wanprestasi dari pihak PT X karena PT X selaku
rekanan PT PIM gagal melakukan prestasinya seperti yang dituangkan
dalam petikan wawancara57
.
“...menurut pandangan dan sepengetahuan saya perjanjian
pengangkutan dikatakan wanprestasi karena disebabkan banyak
faktor pendukung antara lain faktor eksternal yaitu
keterlambatan waktu pengiriman barang karena pihak ekspeditur
kekurangan armada pengangkut”
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa
pihak PT PIM sudah memenuhi segala kewajibannya yang berkenaan
dengan isi perjanjian pengangkutan pupuk bersubsidi tersebut. Adapun
faktor penyebab keterlambatan pengiriman sebagaimana yang diterangkan
informan adalah kekurangan armada pengangkut yang mengakibatkan
quota pupuk yang dapat dibawa menjadi lebih sedikit.
57 Hasil wawancara dengan bapak M.Taufiq dan Bapak Usni tanggal 22 , 23 april 2012 di PT
Pupuk Iskandar Muda
63
B. Upaya PT Pupuk Iskandar Muda dalam menyelesaikan masalah
wanprestasi perjanjian pengangkutan barang
1. Unsur wanprestasi yang terdapat dalam kasus
Rekanan PT PIM (PT X) dikatakan melakukan wanprestasi karena
mereka gagal melakakukan prestasi yaitu terjadi keterlambatan
pengangkutan dengan memberikan alasan bahwa kurangnya armada
pengangkut yang disediakan oleh perusahaan ekspeditur sehingga terjadi
penumpumpukan barang di PIM atau gudang lini 1 (satu) sehingga tidak
terpenuhinya jumlah quota yang seharusya diangkut oleh pengangkut atau
bersisanya quota yang harus diangkut.
Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah
memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan
tanpa adanya pihak yang dirugikan. Tetapi ada kalanya perjanjian tersebut
tidak terlaksana dengan baik karena adaya wanprestasi yang dilakukan
oleh salah satu pihak debitur maupun kreditur. Suatu perjanjian dapat
dikatakan terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi
prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa
merugikan salah satu pihak.58
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
mengatur yang dimaksud dengan wanprestasi adalah:
“si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau
dengan suatu akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi
perikatannya sendiri ialah jika ini menetapkan, bahwa si
berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan”.
58 Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 1987. Hal 45
64
Jadi bentuk prestasi rekanan yang berupa berbuat sesuatu dan atau
memberikan sesuatu dikatakan telah dipenuhi apabila seperangkat
ketentuan yang melekatinya (mengantarkan tepat waktu, menjamin mutu
barang antaran, membayar pajak lain di luar PPN, dll) turut dipenuhi pula.
Apabila sudah lewat batas waktu yang ditentukannya dalam perjanjian,
rekanan tersebut dikatakan wanpresatasi.59
Kecuali, keterlambatan tersebut
diakibatkan oleh hal-hal lain yang dalam perjanjian ini disebut dengan
force majeur (Pasal 10 Perjanjian Pengangkutan Pupuk Kantong
Bersubsidi).
Dalam halnya rekanan PT PIM dikatakan wanprestasi karena rekanan
PT PIM melaksanakan apa yang diperjanjikannya tetapi terlambat
melakukannya karena rekanan atau pihak ekspeditur itu terlambat
mengangkut dengan beralasan bahwa kekurangan armada pengangkut.
Adapun faktor penyebab wanprestasi yang terjadi di PIM ini merupakan
wanprestasi yang terjadi dari external karena yang melakukan wanprestasi
itu dari pihak pengangkut bukan dari pihak perusahaan atau PT PIM
sendiri.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa
pihak PT PIM sudah memenuhi segala kewajibannya yang berkenaan
dengan isi perjanjian pengangkutan pupuk bersubsidi tersebut. Adapun
faktor penyebab keterlambatan pengiriman sebagaimana yang diterangkan
informan adalah kekurangan armada pengangkut yang mengakibatkan
quota pupuk yang dapat dibawa menjadi lebih sedikit.
59 Pasal 1238 KUHPerdata
65
BW mengatur tentang rumusan unsur-unsur wanprestasi antara lain60
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya;
Apabila yang dimaksud dengan ia adalah PT X melakukan
wanprestasi terhadap perjanjian kontrak kerja dimana PTX terlambat
melakukan pengangkankutan atau melaksanakan apa yang dijanjikan,
tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan dan dengan surat perintah atau
dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai seperti yang tertuang
dalam SURAT REALISASI PENGANGKUTAN Nomer: 1811/PS
0502/3130 yang dikirimkan oleh PT PIM kepada PT X yang berbunyi
sebagai berikut61
:
“berdasarkan hasil pemeriksaan dan pemantauan kami terhadap
pelaksanaan pemuatan,pengangkutan dan pembongkaran pupuk urea
bersubsidi ke gudang PT PIM, kota Bangun, Sumatera Utara, maka
dengan ini kami sampaikan catatan mengenai jumlah pupuk yang
belum diangkut sampai saaat ini berdasarkan surat perintah kerjan
yang dikelurkan tanggal 7 Desember 2012 sebanyk 200 ton.
Sehubungan dengan hal tersebut, kami meminta perhatian dan
mengingatkan saudara untuk dapat memulai melaksanakan kerja
tersebut selambat-lanmbatnya tanggal 26 Desember 2012”
60 Opcit. Hal 45 61 Surat realisasi pengangkutan Nomer: 1811/PS/050/3130
66
Berdasarkan surat Realisasi Pengangkutan yang dikirimkan oleh PT PIM
kepada PT X dapat dilihat secara jelas bentuk wanprestasi yang dilakukan
oleh PT X adalah keterlambatan pengangkutan pupuk atau demi
perikatannya sendiri menetapkan bahwa si berutang dianggap lalai dengan
lewatnya waktu yang telah ditentukan.
Di dalam perjanjian kerja tidak diatur secara khusus mengenai
klausula wanprestasi tapi secara tidak langsung dibahas atau terdapat
pembahasan pada pasal 7 yang berbunyi :
Pasal -7
SANKSI
1. Apabila EKSPEDITUR melanggar ketentuan sebagaimana disebut
dalam perjanjian ini dan peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomer: 17/M-DAG/PER/7/2011 tanggal 15 Juni 2011 maka
EKSPEDITUR dikenakan sanksi berupa Pemutusan Perjanjian Kerja
dan PIM dibebaskan atas seluruh biaya yang timbul
2. Semua akibat hukum yang timbul akibat pelanggaran ketentuan
(sebagaimana diatur di dalam perjanjian ini) yang dilakukan oleh
EKSPEDITUR menjadi tanggung awab EKSPEDITUR, dan
Ekspeditur Membebaskan PIM dari seluruh tuntutan hukum yang
timbul.
3. PIM berhak secara sepihak untu memutuskan perjanjian ini apabila
EKSPEDITUR melakukan pelanggaran sebagaimana yang diatur
dalam perjanjian ini.
4. PIM akan langsung memperhitungkan dan memotong imbalan jasa
EKSPEDITUR akibat sebagaimana disebut pada pasal 5 ayat 9 huruf
c,d,e dan g
5. Pemotongan imbalan jasa sebagaimana yang disebut pada ayat 4
pasal ini apabila:
a. Diakibatkan karena keterlambatan menyampaikan Pupuk Kantong
Bersubsidi sesuai dengan jadual waktu yang telah ditentukan oleh
PIM sebesar satu permil dari total tagihan SPK;
b. Diakibatkan karena kelalaian dan kerusakan/sobekkantong
sehingga mengakibatkan Pupuk Kantong Bersubsidi yang diangkut
oleh EKSPEDITUR tidak dapat digunakan sebagian maupun
seluruhnya sebesar sesuai yang ditetapkan oleh PIM;
c. Diakibatkan karena kehilangan Pupuk kantong Bersubsidi yang
diangkut sebesar sesuai ketetapan oleh PIM
67
d. Apabila kerugian atau kerusakan yang timbul karena kelalaian,
kesengajaan atau ketidaksengajaan sehingga mengakibatkan
timbulnya kerusakan barang-barang,bangunan dan sarana lainnya
di gudang pemuatan dan atau pembongkaran, maka EKSPEDITUR
wajib melakukan penggangtian sebesar sesuai dengan ketetapan
oleh PIM.
6. Jumlah kehilangan Pupuk Kantong Bersubsidi sebagaimana
disebut pada pasal 5 ayat 9 butir e adalah tidak lebih 10 (sepuluh
perseratus) maka jaminan pelaksanaan EKSPEDITUR sebagaimana
disebut pada pasal 6 ayat 1 dapat diuangtunaikan oleh PIM
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 7 perjanjian ini.
7. PIM berhak memberikan masa skorsing/pemberhentian sementara
untuk melaksanakan pekerjaan kepada EKSPEDITUR, apabila
EKSPEDITUR:
a. Menghambat penyaluran Pupuk Kantong Bersubsidi;
b. Dilakukan pemeriksaan oleh pihak kepolisian atau pihak
kejaksaan;
c. Menjalani proses persidangan.
2. Kerugian kerugian yang dialami oleh PT PIM akibat wanprestasi yang
dilakukan oleh PT X
Adapun kerugian yang dialami oleh berbagai pihak antara lain :
1. Bagi PT PIM
a. Terhambatnya proses produksi di pabrik;
b. Penuhnya gudang lini 1 kawasan produksi PT PIM;
c. Terhambatnya proses penyaluran barang ke distributor-
distributor PIM.
2. Bagi Masyarakat:
a. Sulitnya mendapatkan pupuk Bersubsidi akibat adanya
kelangkaan;
b. Naiknya harga pupuk bersubsidi di pasaran;
Akibat penting dari suatu wanprestasi adalah adanya kerugian yang
dialami kreditur dan kerugian tersebut dapat dimintakan penggantian.
Yang dimaksud dengan kerugian dapat dimintakan penggantian terdapat
68
pada pasal 1234 KUHPerdata yang tidak hanya berupa biaya yang
sungguh-sungguh telah dikeluarkan oleh kreditur (konste) dan kerugian
yang benar-benar diderita sehingga mengakibatkan berkurangnya harta
kekayaan kreditur karena wanprestasi tersebut (schaden), akan tetapi
kerugian juga dituntut atas kehilangan ang berupa keuntungan yang batal
diperoleh akibat terjadinya wanprestasi tersebut (intersen).62
Adapun akibat hukum yang terjadi atau yang timbul dari adanya
wanprestasi yang dilakukan oleh PT X kepada PIM antara lain :
a. Menurut Perjanjian yang di tanda tangani oleh kedua belah pihak
(PT PIM dan PT X) adapun akibat hukum adanya wanprestasi yang
terjadi tertuang dalam pasal 7 ayat 2,3,4, dan 7 serta hasil
wawancara dengan narasumber.
Adapun isi pasal yang dimaksuda adalah:
Pasal – 7
SANKSI
2. Semua akibat hukum yang timbul akibat pelanggaran
kententuan (sebagaimana yang diatur didalam perjanjian ini)
yang dilakukan oleh EXPEDITUR menjadi tanggung jawab
EXPEDITUR, dan EXPEDITUR membebaskan PIM dari
seluruh tuntutan Hukum yang timbul.
3. PIM berhak secara sepihak untuk memutuskan perjanjian
ini apabila EXPEDITUR melakukan pelanggaran sebagaimana
diatur dalam perjanjian ini.
4. PIM akan langsung memperhitungkan dan memotong
Imbalan jasa EXPEDITUR akibat sebagaimana disebut pada
pasal 5 ayat 9 huruf c,d,e dan g.
7 PIM Berhak untuk memberikan masa
skorsing/pemberhentian sementara untuk melaksanakan
pekerjaan kepada EKSPEDITUR:
62 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, Cetakan XXVI, 1985. Hal 148
69
a. Menghambat penyaluran pupuk kantong bersubsidi;
b. Dilakukan pemeriksaan oleh pihak kepolisian dan atau
kejaksaan ;
c. Menjalani proses persidangan.
b. Akibat Hukum Wanprestasi bagi PT X adalah:
1) Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan
singkat dapat dikatakan ganti-rugi;
Di dalam undang- undang telah ditentukan jumlah kerugian
yang harus dibayarkan. Pengaturan ini termuat dalam pasal
1249 dan 1250 KUHPerdata.
2) Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan
perjanjian;
Dalam hal pembatalan perjanjian kedua belah pihak ini
dibawa dalam keadaan sebelum perjanjian diadakan.
Dikatakan, pembatalan itu berlaku surut sampai pada detik
dilahirkannya perjanjian. Apa yang sudah terlanjur diterima
oleh satu pihak harus dikembalikan kepada pihak yang
lainnya.
3) Peralihan resiko;
Peralihan resiko terdapat di dalam pengaturan pasala 1460
KUHPerdata.
4) Membayar perkara, kalau sampai diperkarakan di depan
hakim.
Tentang pembayaran biaya perkara bagi seorang debitur
adalah tersimpul dalam suatu peraturan hukum acara,
bahwa pihak yang dikalahkan diwajibkan membayar biaya
70
perkara (pasal 181 ayat 1 H.I.R.). Seorang debitur yang
lalai akan dikalahkan kalau sampai terjadi suatu perkaradi
depan hakim.
Akibat hukum juga dibahas atau terdapat pembahasan di dalam
Pasal 1267 KUHPerdata mengatakan bahwa63
:
“pihak yang merasa perjanjian tidak dipenuhi, boleh
memilih apakah ia, jika hal itu masih dalat dilakukan, akan
memaksa pihak yang lainnya untu memenuhi perjanjian, ataukah ia
akan menuntut pembatalan perjanjian itu disertai penggantian
biaya, rugi dan bunga”.
Menurut pasal 1267 tersebut, pihak kreditur dapat menuntut si
debitur yang lalai itu dengan: pemenuhan perjanjian atau pembatalan
perjanjian disertai penggantian biaya, rugi dan bunga (disingkat ganti
rugi). Dengan sendirinya ia juga dapat menentukan pemenuhan perjanjian
disertai ganti rugi, misalnya penggantian kerugian karena pemenuhan itu
terlambat, atau kwalitet barangnya kurang dan lain sebagainya. Mungkin
juga ia menuntut ganti kerugian saja, dalam hal mana itu dianggap telah
melepaskan haknya untuk meminta pemenuhan maupun pembatalan. Dan
juga ia dapat menuntut pembatalan saja.
Menurt pasal 1267 dapat ditarik kesimpulan atau dapat ditetapkan
bahwa kreditur dapat memilih antara tuntutan-tuntutan sebagai berikut:
1) Pemenuhan perjanjian;
2) Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;
3) Ganti rugi saja;
4) Pembatalan perjanjian;
63 Pasal 1267 KUHPerdata
71
5) Pembatalan disertai ganti rugi.
Perlu kiranya diperingatkan supaya jangan menganggap
pemenuhan perjanjian sebagai suatu sanksi atas kelalaian, sebab hal itu
memang sudah dari semula menjadi kesanggupan si debitur.64
Dengan adanya akibat hukum yang timbul dari wanprestasi
tersebut maka PT PIM memiliki upaya hukum untuk menyelesaikan kasus
wanpresatasi yang terjadi diantaranya PT PIM sendiri menggunakan jalun
non litigasi dan litigasi yaitu PT PIM memilih jalur kekeluargaan yang di
dalam perjanjian sendiri sudah dibahas terdapat pada pasal 11 yang
berbunyi :
Pasal – 11
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
1. Apabila dikemudian hari terjadi perbedaan
pendapat/perselisihan akibat pelaksaaan pekerjaan ini, maka
para pihak sepakat untuk menyelesaiankan secara musyawarah.
2. Apabila secara musyawarah tidak tercapai kata sepakat, maka
pihak sepakat untuk menyelesaikan secara hukum melalui
Pengadilan Negri Lhoksukon.
Walaupun di dalam perjanjian dicantumkan masala penyelesaian secara
litigasi dan nolitigasi tetapi secra efektif di dalam penyelesaian kasus yang terjadi
anatara PT PIM da PT X diselesaikan secara non litigasi. Hal ini diperkuat oleh
hasil wawancara dengan narasumber yang dituangkan dalam petikan wawancara
sebagai berikut65
:
“... upaya-upaya yang dipilih atau diambil oleh perusahaan dalam
menyelesaikan kasus wanprestasi ini adalah dengan cara non litigasi atau
kita menggunakan jalur kekeluargaan dan atau musyawarah mufakat”
64 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, cetakan ke XII, Jakarta 1987. Hal 45 - 53 65 Hasil wawancara dengan bapak M.Taufiq dan Bapak Usni tanggal 22 , 23 april 2012 di PT
Pupuk Iskandar Muda
72
Dan PIM sendiri berusaha menyikapi hambatan-hambatan selama menyelesaiakan
kasus wanprestaisi yang dilakukan dengan PT X cukup sederhana seperti yang
diungkapkan oleh narasumber dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis dan
dituangkan dalam kutipan wawancara sebagai berikut66
:
“... cara perusahaan (PT PIM) menyikapi dengan perusahaan akan sebisa
mungkin melakukan komunikaasi dengan pihak yang melakukan
wanprestasi agar kasus tersebut tidak berlarut-larut sehingga menghindari
dibawanya kasus tersebut ke jalur hukum karena pihak PIM sendiri lebih
menginginkann untuk penyelesaian kasus yang selama ini terjadi dengan
cara kekeluargaan dan musyaawarah dimana pada prinsipnya PIM sendiri
menganggap bahwa semua rekanan kerja merupakan satu kesatuan
keluarga denangan PIM maka setiap ksus yang terjadi sebisa mungkin
akan diselesaiakan atau dicoba untuk diselesaikan secara kekeluargaan
tanpa perlu campur tangan pihak ke 3 atau pihak luar”
Berdasarkan hasil wawancara diatas, penyelesaianyang dipilih oleh PT
PIM dalam kasus wanprestasi tersebut adalah PT PIM menegur secara lisan
sebanyak 3 (tiga) kalisetelah teguran secara lisan tidak mendapatkan tanggapan
yang positif, maka PT PIM mengeluarkan surat realisasi pengangkutan yang berisi
peringatan tertulis jumlah quota yng belum selesai diangkut atau dikerjakan.
Setelah surat realisasi pengangkutan dikeluarkan dan dicapai suatu kesepakatan
PT PIM kemudian menerbitkan adendum II dan III yang berisi perpanjangan
waktu pengangkutan. Sebagaimana yang telah diuraikan merupakan cara
penyelesaian non-litegasi yang berarti penyelesaian tidak menggunakan jalur
hukum.
66 Hasil wawancara dengan bapak M.Taufiq dan Bapak Usni tanggal 22 , 23 april 2012 di PT
Pupuk Iskandar Muda
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam kasus perjanjian
pengangkutan pupuk kantong bersubsidi
Faktor penyebab wanprestasi berasal dari faktor eksternal atau
faktor yang terjadi dari luar dalam hal ini PT X bukan berasal dari
pihak internal atau pihak PT PIM. Faktor penyebab keterlambatan
sebagaimana yang diutarakan oleh informan karena adanya kekurangan
armada pengangkut yang mengakibatkan quota pupuk yang diangkut
menjadi lebih sedikit dan terjadi penumpukan barang atau pupuk
digudang produksi Lini I kawasan produksi PT PIM.
2. Upaya PT Pupuk Iskandar Muda Dalam Menyelesaikan