Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
1. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo
Setelah melaksanakan penelitian di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Sukoharjo, peneliti mengetahui keadaan Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Sukoharjo. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo
merupakan bagian dari Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak (DJP) Jawa
Tengah II. Karena mulai bulan November 2007 wilayah Propinsi Jawa
Tengah dibagi menjadi dua yaitu kantor wilayah Direktorat Jendral Pajak
(DJP) Jawa Tengah I dan Jawa Tengah II.
Sebelum tahun 2008 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo
merupakan bagian dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Klaten, kemudian pada
bulan November 2007 dipecah menjadi dua bagian yaitu Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Klaten dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Sukoharjo. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Klaten berdiri pada bulan
November 1989 dan diresmikan oleh Direktur Jendral (Dirjen) Pajak pada
tanggal 13 Januari 1994, sedangkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Sukoharjo yang merupakan pecahan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Klaten yang baru beroperasi mulai bulan November 2007.
Pada tahun 1989 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Klaten masih berbentuk
kantor dinas luar tingkat I Klaten dibawah inspeksi pajak Surakarta dan pada
1
Page 2
tahun 1998 dengan pertimbangan pokok semakin banyaknya jumlah wajib
pajak dan semakin besarnya pemasukan uang pajak. Maka kantor dinas luar
tingkat I Klaten ditingkatkan menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Klaten
dan pada tahun 2007 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Klaten di pecah lagi,
menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Klaten dan Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo.
Dasar hukum yang digunakan dalam Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Sukoharjo adalah :
1. Peraturan Mentri Keuangan Nomor : 55/PMK.01/2007 tanggal 31 Mei
2007 tentang peraturan mentri keuangan Nomor : 132/PMK.01/2006
tentang organisasi dan tata cara instansi vertikal Direktorat Jendral Pajak.
2. Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor : KEP-141/PJ/2007 tanggal 03
Oktober 2007 tentang penetapan organisasi dan tata cara instansi vertikal
Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta, serta Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo dan kantor pelayanan, penyuluhan,
dan konsultasi perpajakan di lingkungan kantor wilayah Jendral Pajak
Jawa Tengah I, kantor wilayah Direktorat Jendral Pajak Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo merupakan unit vertikal
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) setingkat eleson III. Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Sukoharjo mempunyai tugas pokok yaitu : Melaksanakan
penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan wajib pajak di bidang pajak
penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan barang mewah, pajak
Page 3
tidak langsung lainnya, pajak bumi dan bangunan serta bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku selain mempunyai tugas pokok, Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo juga mempunyai fungsi :
1. Pengumpulan, pencairan, dan pengolahan data pengamatan potensi
perpajakan, pendataan, obyek dan subyek pajak, serta penilaian obyek
bumi dan bangunan
2. Penetapan dan penerbitan prosedur hukum perpajakan
3. Pengadminitrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan surat pemberitahuan, serta surat lainnya
4. Surat pemberitahuan, serta surat lainnya
5. Penyuluhan perpajakan
6. Pelaksanaan registrasi wajib pajak
7. Pelaksanaan ekstensifikasi
8. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak
9. Pelaksanaan konsultasi perpajakan
10. Pelaksanaan intensifikasi
11. Pembetulan ketetapan pajak
12. Pengurangan pajak bumi dan bangunan serta bea perolehan hak atas tanah
dan bangunan
13. Pelaksanaan adminitrasi kantor
Page 4
Sebelum dipecah menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Klaten
dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo, Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Klaten wilayah kerjanya meliputi :
1. Kabupaten Dati II Klaten
2. Kabupaten Sukoharjo
3. Kabupaten Wonogiri
Tetapi setelah dipecah, wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Sukoharjo meliputi dua kabupaten yaitu Kabupaten Sukoharjo dan
Kabupaten Wonogiri. Kabupaten Sukoharjo terdiri dari 15 (limabelas)
kecamatan, yaitu:
1. Kec. Sukoharjo
2. Kec. Grogol
3. Kec. Kartosuro
4. Kec. Mojolaban
5. Kec. Nguter
6. Kec. Bedosari
7. Kec. Bulu
8. Kec. Pracimantoro
9. Kec. Giritontro
10. Kec. Weru
11. Kec. Polokerto
12. Kec. Gatak
13. Kec. Paranggupito
Page 5
14. Kec. Baki
15. Kec. Tawang Sari
Untuk kabupaten Wonogiri meliputi 22 kecamatan yaitu
1. Kec. Wonogiri
2. Kec. Sologiri
3. Kec. Baturetno
4. Kec. Jatisrono
5. Kec. Karang Tengah
6. Kec. Girimarto
7. Kec. Batu Warno
8. Kec. Ngadirojo
9. Kec. Wuryantoro
10. Kec. Girimarto
11. Kec. Puh Pelem
12. Kec. Jatiroto
13. Kec. Eromoko
14. Kec. Purdantoro
15. Kec. Tirtomoyo
16. Kec. Bulukerto
17. Kec. Slogohimo
18. Kec. Jatipurno
19. Kec. Nguntoronadi
20. Kec. Kismantoro
Page 6
21. Kec. Sidoharjo
22. Kec. Manyaran
2. Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo
1. Visi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo
Menjadikan model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem
dan manajemen perpajakan kelas dunia yang dipercaya dan dibanggakan
masyarakat.
2. Misi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo
1). Misi Fiskal
Menghimpun penerimaannya dalam negeri dan sektor pajak yang
mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan
Undang-undang perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efesiensi
yang tinggi.
2). Misi Ekonomi
Mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan
ekonomi bangsa dengan kebijakan perpajakan yang minimizing
distortion.
3). Misi Politik
Mendukung proses demokratis
4). Misi Kelembagaan
Senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat
dan teknokrasi perpajakan serta adminitrasi perpajakan mutakhir.
Page 7
3. Stuktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Sukoharjo
Untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsinya sebagai lembaga yang
melayani masyarakat khususnya dalam bidang perpajakan, maka Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo membentuk struktur organisasai
agar dalam menjalankan tugasnya dapat lebih terorganisir.
Struktur Organisasi, uraian tugas, dan tanggung jawab Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo, telah diatur dalam surat keputusan Menteri
Keuangan Replubik Indonesia Nomor : 55/PMK.01/2007 tentang organisasi
dan tata kerja wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Struktur organisasi
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo terdiri dari :
a. Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo
b. Kepala Sub Bagian Umum
c. Kepala Seksi Penagihan
d. Kepala Seksi Pemeriksaan
e. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
f. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
g. Kepala Seksi Pelayanan
h. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
i. Kepala Seksi Ektensifikasi
j. Kelompok Jabatan Fungsional.
k. KP2KP Wonogiri
Page 8
STRUKTUR ORGANISASI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA
SUKOHARJO
Kepala Seksi Penagihan
Juru Sita Kelompok
Jabatan Fungsional
Pelaksana Pelaksana Pelaksana
Juru Sita
Pelaksana Pelaksana
Kepala Seksi Pengawas dan Konsultasi I
Kepala Seksi Pemeriksaan
Kepala Seksi Pengawas dan Konsultasi II
Kepala Seksi PDI
Kepala Seksi Eksentifikasi
Kepala Seksi Eksentifikasi
Pelaksana
Account Representative
Account Representative
Pelaksana
Account Representative
Account Representative
Pelaksana
KP2KP Wonogiri
KEPALA KPP PRATAMA SUKOHARJO
Sub Bagian Umum Pelaksana
Kepala Seksi Pelayanan
Page 9
Sistem dan Prosedur kerja di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo
meliputi:
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Bertugas mengkoordinasi tugas-tugas yang berada di Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo, sesuai dengan kebijakan, keputusan dan
arahan Direktur Jendral Pajak.
2. Kepala Sub Bagian Umum tugasnya meliputi:
a. Koordinasi Pelaksanaan Tata Usaha dan Kepegawaian yang bertugas
membantu Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam urusan tata
usaha, kepegawaian dan laporan-laporan.
b. Membantu Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam urusan
keuangan.
c. Koordinasi pelaksana rumah tangga, yang bertugas membantu Kepala
Kantor Pelanyanan Pajak (KPP) dalam urusan rumah tangga
perlengkapan.
3. Kepala Seksi Penagihan
Bertugas mengkoordinir tugas-tugas koordinasi pelaksanaan dan
bertanggung jawab terhadap kelancaran dan tugas untuk dilaporkan
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak, sedangkan segala urusan yang ada
pada seksi penagihan dibantu oleh :
a. Pelaksanaan adminitrasi piutang pajak
Yang bertugas membantu urusan penatausahaan piutang pajak, usul
penghapusan pajak, dan penundaan angsuran.
Page 10
b. Juru sita pajak
Bertugas membantu penyiapan surat teguran, surat paksa, surat
perintah melaksanaan penyitaan, usul, lelang dan dukungan penagihan
lainnya serta melakukan penagihan pajak atas wajib pajak.
4. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
Bertugas mengkoordinir pengolahan data dan informasi, dibantu oleh
pelaksanaan seksi Pengolahan Data dan Informasi, yang bertugas :
a. Membantu urusan pengolahan data, penyajian informasi dan
membantu monografi pajak.
b. Membantu pelaksanaan pemberian dukungan teknisi komputer.
c. Membantu penggalian potensi perpajakan dan ekstensifikasi wajib
pajak.
5. Kepala Seksi Pemeriksaan
Kepala seksi pemeriksaan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan
atas Surat Pemberitahuan (SPT) masa tahunan pajak penghasilan dan
Surat Pemberitahuan (SPT) masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
6. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I dan II
Melakukan tugas pengawasan, penyuluhan dan konsultasi bagi wajib
pajak yang belum mengerti tentang perpajakan kepada masyarakat.
7. Kepala Seksi Eksentifikasi
Kepala seksi eksentifikasi mempunyai tugas melakukan pembinaan
wajib pajak atau mengarahkan seseorang membayar pajak agar patuh
terhadap perpajakan (melakukan ekstensifikasi).
Page 11
8. Fungsional
Mempunyai tugas melakukan urusan penyuluhan serta pelayanan
konsultasi dibidang perpajakan sesuai dengan peraturan perpajakan yang
berlaku. Hal ini dimaksudkan bagi wajib pajak yang belum mengetahui
tentang pajak dan kegunaannya, yang dibantu oleh:
a. Fungsional Pemeriksaan
Bertugas melakukan pemeriksaan atas kepatuhan wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya.
b. Fungsional Penilai
Bertugas melaksanakan penilaian atas obyek pajak untuk menentukan
Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
4. Perkembangan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo merupakan bagian dari
Direktorat Jendral Pajak (DJP) Jawa Tengah II. Dengan target penerimaan
nomor tiga di kantor wilayah untuk tahun kemarin.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo baru beroperasi mulai
bulan November 2007, karena Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Sukoharjo merupakan pecahan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Klaten
yang belum lama beroperasi, pada bulan Januari 2008 Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Sukoharjo menerima Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN, Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa dan PPh BM, Surat Pemberitahuan (SPT) Masa
PPh pasal 21/26, Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh pasal 22, Surat
Page 12
Pemberitahuan (SPT) Masa PPh pasal 23/26, Surat Pemberitahunan (SPT)
Masa PPh 25 dan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh pasal 4 ayat (2).
B. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah Negara yang berbentuk Replubik yang
mempunyai cita-cita sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu berkehidupan kebangsaan yang bebas,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Berkaitan dengan hal tersebut, disusunlah
tujuan nasional dari pembentukan pemerintah yaitu melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Akibat munculnya krisis ekonomi disusul kemudian dengan lengsernya
Soeharto, timbulnya krisis politik dan sosial, hilangnya kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintahan, dan semakin parahnya hak asasi manusia
(HAM); semua ini seakan-akan memberi suatu kesempatan besar bagi
masyarakat di daerah yang selama pemerintahan orde baru sangat tertekan
untuk menuntut kemerdekaan atau mendapatkan otonomi yang lebih luas. Isu
disintegrasi pun segera menyeruak dan menjadi salah satu topik hangat sejak
orde reformasi hingga akhir pemerintahan Abdurrahman Wahid. Menurut
Sondakh (1999), ada tiga faktor yang memicu bangkitnya tuntutan tersebut,
yakni sentiment regional, ketimpangan dan ketidakberdayaan ekonomi, dan
represi dan pelanggaran hak-hak masyarakat lokal. Dari ketiga faktor tersebut,
ketimpangan ekonomi merupakan faktor pemicu paling utama. Dapat
disimpulkan bahwa masyarakat di Daerah Istimewa Aceh atau di Irian Jaya
Page 13
tidak akan sampai menuntut merdeka apabila selama pemerintahan orde baru
pembagian penghasilan dari ekspor sumber daya alam yang mereka miliki
dilakukan secara adil. Namun, kenyataannya tidak demikian. Yang terjadi
selama ini di kedua provinsi yang kaya itu adalah proses capital drainage
(Aziz, 1995; Hill, 1990).
Gerakan disintegrasi tersebut akhirnya memunculkan dua undang-undang
yang memberikan keleluasan kepada daerah dalam wujud otonomi yang luas
dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri,
tanpa ada lagi intervensi dari pemerintah pusat, menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai kondisi dan potensi wilayahnya.
Lahirnya UU No.22 Tahun 1999 sebagai pengganti UU No.5 Tahun 1974
tentang Pemerintah Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 sebagai pengganti UU
No.32 Tahun 1974 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah dapat dianggap sebagai salah satu konsekuensi positif dari proses
reformasi sejak krisis ekonomi terjadi, yang mengisaratkan telah terjadinya
pergeseran paradigma dari system pemerintahan yang sentralistik ke system
pemerintahan yang desentralistik (Koswara, 1999).
Insukindro, dkk (1994) menyatakan dalam kaitannya dengan pemberian
otonomi yang lebih besar kepada daerah (khususnya Dati II) dalam
merencanakan, menggali dan menggunakan keuangan daerah sesuai kondisi
daerah, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dipandang sebagai satu
indikator atau kriteria untuk mengukur ketergantungan suatu daerah kepada
pusat. Pada prinsipnya semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat.
Page 14
Tujuan pokok UU No.22 Tahun 1999 adalah untuk mewujudkan landasan
hukum yang kuat bagi penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan
keleluasaan kepada daerah untuk menjadi daerah otonomi yang mandiri dalam
rangka menegakkan system pemerintahan negara kesatuan Replubik Indonesia
sesuai UUD 1945. Penyelenggaraan otonomi daerah yang luas dilaksanakan
atas dasar prisip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemeratan dan
keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah (Koswara,
1999). Tujuan pokok UU No.25 Tahun 1999 adalah upaya memperdayakan
dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah, menciptakan system
pembiayaan daerah yang adil, proposional, rasional, transparan, partisipasif,
bertanggungjawab dan pasti, dan mewujudkan system perimbangan keuangan
yang baik antara pemerintah pusat dan pemda (Sidik, 1999).
Menurut No.25/1999, dalam rangka implementasi desentralisasi atau
dalam rangka mencapai tujuan tersebut di atas, pemerintahan pusat akan
mengalokasikan uang yang disebut”dana perimbangan”yang terdiri atas
bagian daerah, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK).
Bagian daerah terdiri atas hasil pajak, yaitu pajak bumi dan bangunan (PBB),
bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan PPh perorangan
(diatur dalam UU No.17 Tahun 2000 dan PP No.115 Tahun 2000); dan hasil
non pajak, yakni penerimaan sumberdaya alam. Kriteria alokasi dana
perimbangan ini didasarkan pada sejumlah variable yang diatur dalam UU
tersebut. Pembagian DAU dan DAK dan perbedaan proporsi pembagian dana
perimbangan sebelum dan sesudah diberlakukannya UU No.25/1999.
Page 15
DAU atau bantuan umum (block grants) juga sering disebut bantuan tak
bersyarat (unconditional grants) karena merupakan jenis transfer dana
antartingkat pemerintahan yang tidak terikat dengan program pengeluaran
tertentu. DAU ini dimaksudkan untuk menggantikan transfer berupa subsidi
daerah otonomi (SDO) dan inpres. Tujuan bantuan ini adalah untuk
menyediakan dana yang cukup bagi pemda dalam menjalankan fungsi-
fungsinya. Bantuan umum ini dapat juga dilihat sebagai suatu mekanisme
transfer daya beli (purchasing power) dari pemerintahan pusat ke pemda
(Mahi,2000).
DAK atau bantuan khusus (specific grants) merupakan jenis transfer yang
memiliki persyaratan tertentu yang terkait di dalam bantuan tersebut. Bantuan
khusus ini diberikan untuk mendorong pemda dalam menambah barang dan
jasa publik tertentu. Jadi, DAK dapat menjamin bahwa pemda akan
menyediakan jasa publik yang sesuai dengan program pemerintah pusat, tanpa
harus membebani pemda. Dalam UU No.25/1999 dinyatakan bahwa DAK
diberikan untuk kegiatan investasi yang merupakan prioritas nasional atau
suatu kondisi khusus daerah, misalnya daerah transmigrasi (Mahi, 2000b)
Jadi perbedaan DAK dengan DAU adalah sebagai berikut. DAK dilandasi
atas pemikiran bahwa tidak semua bentuk pelayanan daerah biasa dijelaskan
melalui formula dan variabel-variabelnya sebagai halnya DAU (secara
lengkap akan dibahas pada bagian selanjutnya). Berbagai bentuk pelayanan
bahkan cenderung sangat khusus untuk suatu daerah sehingga tidak mungkin
menjelaskannya dalam satu formula yang berlaku umum. Kebutuhan yang
Page 16
bersifat khusus ini, sebagaimana tercantum dalam UU No.25/1999 (pasal 8
ayat 2), adalah kebutuhan yang tidak sama antardaerah, misalnya kebutuhan di
kawasan transmigrasi atau daerah yang menampung pengungsi, kebutuhan
pembangunan prasarana baru, pembangunan jalan didaerah terpencil, saluran
imigrasi primer, dan saluran draines primer. Bantuan khusus yang serupa
DAK yang selama periode praotonomi daerah dinikmati oleh banyak daerah
adalah bantuan inpres (Simanjuntak, 2001).
Penerapan UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999 telah
dilaksanakan sejak 1 Januari 2001. Penerapan kedua UU ini dimungkinkan
menimbulkan berbagai masalah di daerah. Hal ini disebabkan karena daerah
harus berbenah dan menyiapkan diri untuk lebih mandiri, selama ini daerah
tidak dimungkinkan untuk mandiri. Khusus mengenai UU No.25 Tahun 1999,
dari sisi implementasinya ada dua masalah besar yang diperkirakan pasti akan
muncul dengan diberlakukannya UU tersebut. Pertama, kemampuan keuangan
atau kapasistas/potensi fiskal daerah. Hal ini penting karena sangat
menentukan mampu tidaknya suatu daerah untuk berotonomi. Artinya, daerah
otonomi harus memiliki kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangan sendiri. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus semisal
mungkin sehingga paendapatan asli daerah (PAD) harus menjadi bagian
keuangan sendiri terbesar.
Hal ini sejalan dengan pendapat Kuncoro (1995) dalam rangka
implementasi Undang-undang Nomor 22 dan Undang-undang Nomor 25
Tahun 1999, salah satu faktor yang harus dipersiapkan oleh pemerintah daerah
Page 17
adalah kemampuan keuangan daerah, Indikator yang digunakan untuk
mengukur kemampuan keuangan daerah, tersebut adalah indikator
desentralisasi fiskal adalah rasio antara PAD dengan total pendapatan daerah.
Adapun sumber-sumber penerimaan daerah menurut UU nomor 22 tahun
1999 tentang Pemerintah Daerah, dan UU nomor 22 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah adalah (Reksohadiprodjo,
2001:164-165)
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Bagian Laba BUMD
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
2. Dana Perimbangan
a. Bagi hasil
b. Sumberdaya Alam
c. Dana Alokasi Umum
3. Pinjaman Daerah
4. Lain-lain penerimaan yang sah.
Salah satu sumber penerimaan daerah tersebut adalah Pajak Bumi dan
Bangunan, yang termasuk dalam Dana Perimbangan. Pajak Bumi dan
Bangunan merupakan pajak pusat yang hasil penerimaannya diserahkan
kembali kepada pemerintah daerah, sehingga pemerintah daerah yang
bersangkutan dapat memanfaatkan hasil penerimaan pajak tersebut untuk
Page 18
membiayai pembangunan daerahnya masing-masing. Agar dapat membiayai
pembangunan daerahnya maka pemerintah daerah perlu meningkatkan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan juga dikenal sebagai pajak property (property
tax). Pajak property merupakan pajak daerah yang baik dan akan mendapatkan
nilai tinggi, meskipun masih jauh dari sempurna. Dilihat dari dasar pajaknya,
pajak property memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan pajak
penjualan dan pajak penghasilan (Oates, 1999:1,5). Pajak property dikenakan
dengan alasan bahwa property akan memberikan manfaat karena adanya
kenaikan nilai property sebagai akibat pembangunan prasarana publik. Alasan
lainnya adalah dari sisi kemampuan masyarakat dalam membayar pajak
(ability to pay) dan adanya ketimpangan distribusi pendapatan (Musgrave and
Musgrave,1989:460-462).
Selain itu, terdapat kecederungan kurang transparannya informasi harga
jual beli property oleh masyarakat karena masalah pembayaran pajak,
menjadikan pendekatan yang lebih sesuai untuk dipergunakan. Melalui
pendekatan ini, nilai property diperoleh melalui pengkapitalisasian pendapatan
sewa bersih yang diterima dari waktu ke waktu dengan tingkat kapitalisasi
tertentu sesuai degan jenis penggunaan property dan lokasinya, ” ujar Budi
Harjanto”.
Menanggapi tulisan Drs. Wibowo Raharjo, Msc yang berjudul “Nilai Jual
Obyek Pajak : Antara De Jure dan De Facto“ pada Berita Pajak edisi XI 1
Desember 2007 yang dalam penulisannya disebutkan bahwa terdapat banyak
Page 19
penggunaan Nilai Jual Obyek Pajak selain untuk kepentingan perpajakan
sehingga menimbulkan kekisruhan hukum atau perbedaan persepsi yang
akhirnya menimbulkan kerugian pada pihak-pihak tertentu.
Penggunaan tersebut juga sangat merugikan Direktorat Jenderal Pajak
sebagai institusi yang bertugas untuk mendapatkan penerimaan di Sektor
Pajak mengingat dalam aturan atau payung hukumnya pada Undang-undang
No.12 tahun 1985 sebagaimana diubah Undang-undang No. 12 tahun 1994
Pasal 6 (1) jelas bahwa Nilai Jual Obyek Pajak adalah dasar pengenaan pajak.
Demikian pula pada Undang-undang No.21 tahun 1997 dan Undang-undang
No.20 tahun 2000 Pasal 6 (3) NJOP dijadikan dasar pengenaan BPHTP.
Penerapan NJOP dibeberapa wilayah di KP PBB banyak terdapat Distorsi
dengan harga pasar mengingat dalam praktik penerapannya ada beberapa
faktor yang dipertimbangkan antara lain :
a. Kemampuan membayar masyarakat : kenyataan di lapangan sering
timbul keluhan dari aparat Pemda yang terbebani dengan target
penerimaan PBB yang meningkat atau masyarakat yang sering
keberatan jika kenaikan PBB atau efek pajak lainnya akibat jual beli
jadi naik (PBB dan BPHTB).
b. Kondisi sosial, politik, dan keamanan suatu daerah: kondisi riil
dimasyarakat misalkan adanya kerawanan konflik misalkan adanya
pertimbangan Pemda agar kenaikan PBB ditunda karena Pilkada juga
merupakan pertimbangan tidak dinaikkan PBB.
Page 20
c. Kondisi perekonomian Daerah : Dengan adanya kondisi perekonomian
yang belum ada peningkatan misal adanya bencana alam, krisis
ekonomi, dan sebab ekonomi lainnya juga merupakan pertimbangan
penilai dalam menentukan besarnya NJOP.
d. Faktor kebijaksanaan Pemerintah :Faktor ini juga harus
dipertimbangkan penilaian dalam menentukan besarnya NJOP.
Distorsi tersebut berakibat NJOP seringkali tertinggal dari Nilai Pasar
properti sehingga banyak sekali dilematis jika NJOP digunakan
sebagai kepentingan selain perpajakan mengingat sebagian masyarakat
masih beranggapan bahwa NJOP sebagai tolak ukur Nilai Pasar Tanah
(Land Market Value).
Nilai adalah apa yang “sepatutnya dibayar” oleh seorang pembeli atau
diterima oleh penjual dalam sebuah transaksi dan harga adalah apa yang
akhirnya disetujui. (Harjanto Budi, 2003 )
Faktor yang menyebabkan perbedaan dan persamaan antara nilai dan harga
adalah faktor kewajaran, yaitu :
a. Penjual yang berkelayakan dan mempunyai hak bersedia menjual
hartanya
b. Pembeli yang mampu dan layak bersedia membeli
c. Ada waktu yang cukup untuk tawar menawar
d. Ada waktu yang cukup untuk menunjukkan harta yang dijual kepada
pasar
Page 21
e. Harga tidak berubah atau mengalami fluktuasi dalam jangka waktu
tertentu
f. Tidak memperhatikan penawaran istimewa misal antara anak dan
bapak, dst.
Terdapat berbagai jenis nilai yaitu disesuaikan dengan tujuannya/
kepentingannya, nilai modal, nilai pasar wajar, nilai sewa, nilai penjualan,
nilai potensi, nilai tukar, dan lain-lain. Dalam pembahasan ini lebih
difokuskan pada masalah pengadaan tanah yang mengacu pada Peraturan
Presiden No.65 tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk kepentingan umum, yang sering kali pihak Direktorat
Jenderal Pajak menjadi saksi ahli atau diperiksa oleh aparat hukum yang
berwenang.
Dari uraian tersebut maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai
perbedaan harga pasar tanah dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Bumi
pada Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) dengan judul :“PERBEDAAN HARGA PASAR DAN NJOP
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI DESA NGUTER PADA KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA SUKOHARJO“
Page 22
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang berikut penulis akan merumuskan beberapa
permasalahan yang akan digunakan dalam pembuatan tugas akhir ini:
1. Bagaimana menentukan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) ?
2. Apakah ada perbedaan antara harga pasar dan harga Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam peneliatian ini adalah
1. Untuk mengetahui cara menentukan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
2. Untuk mengetahui perbedaan antara harga pasar dan Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan dapat menggunakan ilmu
perpajakan yang diperoleh dari bangku kuliah kedalam kenyataan
sesungguhnya, khususnya dalam bidang Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Bagi kantor pajak
Dari hasil penelitian ini, apabila nantinya ditemukan adanya perbedaan
antara harga pasar dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan
Bangunan, diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan
dalam menetukan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tahun berikutnya.
Page 23
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Pajak
Pajak menurut Prof.Dr.Rokhmat Soemitro,SH.adalah iuran rakyat kepada
kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbale (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:
a) Iuran dari rakyat kepada Negara, yang berarti bahwa yang berhak
memungut pajak hanyalah Negara dan iuran tersebut berupa uang (bukan
barang).
b) Berdasarkan Undang-undang, bahwa pajak yang dipungut berdasarkan
atau dengan kekuatan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
c) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d) Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
1) Fungsi Pajak
Fungsi budgetair adalah pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran.
23
Page 24
Fungsi mengatur (regulerend) adalah pajak sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi.
2) Syarat Dan Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak
Syarat agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
b) Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (Syarat Yuridis)
c) Tidak menggangu perekonomian (Syarat Ekonomis)
d) Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
e) Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
Teori-teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak
kepada Negara untuk memungut pajak. Teori tersebut antara lain adalah:
1) Teori Asuransi
2) Teori Kepentingan
3) Teori Daya Pikul
4) Teori Bakti
5) Teori Asas Daya Beli
3) Pengelompokan Pajak.
Berdasarkan golongannya pajak dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak
dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Page 25
b) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Berdasarkan sifatnya pajak dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Subyektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
b. Pajak Obyektif, yaitu pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Berdasarkan lembaga pemungutan dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
e) Tata Cara Pemungutan Pajak
a. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga stelsel:
a) Stelsel nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada obyek (penghasilan yang nyata),
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,
yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata
mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel
ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan
kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode
(setelah penghasilan riil diketahui).
Page 26
b) Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama
dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat
ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.
Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan,
tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya
adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang
sesungguhnya.
c) Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan
dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut
kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib
Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat
diminta kembali.
b. Asas Pemungutn Pajak
Ada tiga asas pemungutan pajak yaitu:
a) Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak
yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal
Page 27
dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak
dalam negeri.
b) Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
c) Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara.
Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang
yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di
Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri.
c. Sistem Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak terdapat tiga system yaitu:
a) Official Assessment System
Adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
b) Self Assessment System
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang.
Page 28
c) With Holding System
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak.
2. Konsep dan Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak merupakan suatu pungutan yang merupakan hak prerogratif
pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang,
pemungutannya dapat dipaksakan kepada subyek pajak yang mana tidak ada
balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan penggunaannya
(Mangkoesoebroto, 1996:181). Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan
pungutan yang dikenakan atas tanah dan bangunan yang didirikan diatas
tanahnya (Reksohadiprojo, 2001:128)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dikenakan dengan alasan bahwa bumi
dan bangunan memberikan keuntungan dan/atau kedudukan sosial yang lebih
terhadap orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau
memperoleh manfaat. Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
didasarkan pada UU nomor 12 tahun 1985 yang kemudian diganti UU nomor
12 tahun 1994. UU tersebut berisi beberapa hal yang antara lain diuraikan
secara singkat sebagai berikut (Dirjen Pajak dan Yayasan Bina Pembangunan,
1995:21-23,27,39-40,101).
Page 29
a. Permukaan bumi
Pengertian bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya. Permukaan bumi dalam pengertian ini tanah dan perairan
pedalaman serta laut wilayah Indonesia.
b. Bangunan
Bangunan dalam pengertian ini meliputi:
1) tempat tinggal (rumah);
2) jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti
hotel, pabrik dan empalsemennya, dan lain-lain yang merupakan suatu
kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
3) jalan tol;
4) kolam renang;
5) pagar mewah;
6) tempat olah raga;
7) galangan kapal, dermaga;
8) taman mewah;
9) tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
10) fasilitas lain yang memberikan manfaat.
3. Obyek Pajak
Yang menjadi Obyek Pajak adalah bumi dan/atau bangunan. Klasifikasi
Obyek Pajak diatur oleh Menteri Keuangan. Yang dimaksud dengan
klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan
Page 30
menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk
memudahkan penghitungan pajak yang terutang.
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah faktor-faktor yang diperhatikan
sebagai berikut:
1) letak;
2) peruntukan;
3) pemanfaatan;
4) kondisi lingkungn dan lain-lain
Dalam menentukan klasifikasi bangunan faktor-faktor yang diperhatikan
sebagai berikut:
1) bahan yang digunakan;
2) rekayasa;
3) letak;
4) kondisi lingkungan dan lain-lain.
Pada dasarnya bumi dan/atau bangunan di wilayah Negara Replubik
Indonesia merupakan obyek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Tetapi ada
beberapa obyek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tidak dikenai pajak,
yaitu :
1) digunakan semata-mata untuk kepentingan umum di bidang ibadah,
sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
2) digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis
dengan itu;
Page 31
3) merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai desa, dan tanah negara
yang belum dibebankan suatu hak;
4) digunakan untuk perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan atas
perlakuan timbal balik;
5) digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
d. Subyek Pajak
Subyek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah orang atau badan yang
secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat
atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas
bangunan. Sehingga subyek pajak dikenai kewajiban membayar pajak. Oleh
karena itu dalam Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
pengertian subyek pajak adalah wajib pajak atau orang atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas
bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas
bangunan.
Subyek Pajak yang ditetapkan dapat memberikan keterangan secara tertulis
kepada Direktur Jendral Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak terhadap Obyek
Pajak yang dimaksud. Bila keterangan yang diajukan oleh Wajib Pajak
disetujui, maka Direktur Jendral Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib
Pajak dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan
dimaksud. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur
Page 32
Jendral Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-
alasannya. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya
keterangan Direktur Jendral Pajak tidak memberikan keputusan, maka
keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui.
Untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut:
1. Subyek Pajak X memanfaatkan atau menggunakan bumi dan atau
bangunan milik Y bukan karena sesuatu hak berdasarkan Undang-undang
atau bukan karena perjanjian, maka X yang memanfaatkan/menggunakan
bumi dan atau bangunan ditetapkan sebagai wajib pajak.
2. Suatu obyek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan,
maka orang atau badan yang memanfaatkan/menggunakan obyek pajak
tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak.
3. Subyek pajak dalam waktu yang lama berada di luar wilayah letak obyek
pajak, sedang untuk merawat obyek pajak tersebut dikuasakan kepada
orang atau badan, maka orang atau badan yangn diberi kuasa dapat
ditunjuk sebagai wajib pajak. Penunjukan sebagai wajib pajak oleh
Direktur Jendral Pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.
e. Nilai Jual Obyek Pajak
Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) merupakan harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi secara wajar yang digunakan sebagai dasar
pengenaan dan perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dengan
demikian Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) ditetapkan sekali dalam tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali
Page 33
untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan
daerahnya.
Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh
dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak
terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) ditentukan
melalui perbandingan harga dengan Obyek lain sejenis, atau nilai
perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) pengganti;
Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dapat dihitung dengan 3 (tiga)
pendekatan yaitu:
a) Perbandingan harga dengan Obyek lain sejenis
Suatu pendekatan /metode penentuan nilai jual suatu Obyek Pajak
dengan cara membandingkan nya dengan Obyek Pajak lain yang
sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah
diketahui harga jualnya.
b) Nilai Perolehan baru
Suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu Obyek Pajak
dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh Obyek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang
dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik Obyek.
c) Nilai jual pengganti
Suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu Obyek Pajak yang
berdasarkan pada hasil produksi Obyek Pajak tersebut.
Page 34
Nilai ini mempunyai tujuan untuk pajak. Untuk tujuan ini mengacu pada
Undang-undang No.12 tahun 1985 sebagaimana diubah Undang-undang
No.12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan ketentuan
pelaksanaannya. Jadi jelas dari proses penilaiannya Nilai Jual Obyek Pajak
(NJOP) tidak bisa disamakan dengan tujuan untuk kepentingan lainnya
misalkan proses ganti rugi tanah, penilain asset, penilaian marger, dan lain-
lain, karena pada tiap kepentingan akan menghasilkan nilai yang berbeda
sesuai dengan tujuannya.
Penerapan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) memperhatikan kemampuan
masyarakat hal ini dapat dilihat pada bagian Penjelasan Undang-undang No.12
tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) disebutkan pada bagian
umum :
1) Bahwa Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mencerminkan
keikutsertaan dan kegotongroyongan masyarakat dibidang pembiayaan
pembangunan sehingga semua obyek pajak dikenakan pajak.
2) Hasil penerimaan pajak ini diarahkan kepada tujuan kepentingan
masyarakat didaerah yang bersangkutan, maka sebagian besar hasil
penerimaan pajak diserahkan kepada Pemerintah Daerah.
3) Penggunaan pajak yang demikian oleh daerah akan merangsang
masyarakat untuk memenuhi kewajiban membayar pajak yang sekaligus
mencerminkan sifat kegotongroyongan rakyat dalam pembiayaan
pembangunan.
Page 35
Terdapat suatu pendekatan yang berbeda dalam penentuan Nilai Jual
Obyek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mengingat faktor
tersebut diatas terdapat beberapa karakteristik Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang membedakan dengan pajak lain:
1) Dikenakan atas semua obyek pajak sehingga konsumen/wajib pajaknya
adalah beberapa lapisan masyarakat. Sehingga kenaikan Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP) akan sensitif sekali terutama bagi masyarakat menengah ke
bawah yang mana kemampuan ekonominya menurun akibat kondisi
ekonomi yang belum sepenuhnya membaik.
2) Pengenaannya bersifat massal sehingga dimungkinkan adanya beberapa
kelemahan dalam penerapannya, sedangkan untuk obyek tertentu/ spesifik
bisa dilakukan secara individual.
3) Pengenaannya tetap memperhatikan harga pasar sebagai acuan dalam
penentuan besarnya Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Pajak Bumi atau
Bangunan.
4) Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) cenderung melihat aspek
obyektif wajib pajak; dimana berbeda dengan pajak lainnya yang
cenderung pada subyek pajaknya (kemampuan wajib pajak). Kondisi ini
memungkinkan wajib pajak mengajukan besarnya pengurangan selama
obyek tersebut masih obyek domisili wajib pajak atau karena kondisi
subyek pajak yang ada kaitannya dengan obyek pajak.
Pengadaan Tanah pada Perpres 65 tahun 2006. Pengadaan tanah ini ada 2
bagian penting :
Page 36
1) Bukan untuk kepentingan umum pada pasal 2 (2) pelaksanaannya
dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang
disepakati secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan
2) Pengadaan tanah untuk kepentingan umum didasarkan atas : Nilai Jual
Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata sebenarnya dengan memperhatikan
Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tahun berjalan berdasarkan penilaian
Lembaga/Tim Penilai harga tanah yang ditunjuk oleh panitia
Jadi dari 2 (dua) item diatas jelas bahwa Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)
bukan satu-satunya alat untuk membayar besarnya kompensasi ganti rugi tapi
ada unsur nilai pasar.
Permasalahan yang terjadi didaerah-daerah adalah :
a. Pemerintah Daerah tidak menggunakan jasa Profesi Penilai untuk
menentukan Nilai Pasar Wajar.
b. “Keragu-raguan” jika tidak menggunakan Nilai Jual Obyek Pajak karena
kekuatiran konsekuensi hukumnya (persepsi sebagian pelaksana kegiatan
akibat minimnya sosialisasi “Apa itu Nilai Jual Obyek Pajak”).
c. Dalam penentuan Nilai Tanah melibatkan pihak-pihak yang belum
mengerti benar cara menilai properti misal masih menggunakan informasi
Camat/Lurah sebagai referensi harga jual, pada hal untuk menentukan
“Nilai Tanah” perlu juga advis dan jasa Profesi Penilai sehingga dapat
lebih Akuntable dan dapat dipertanggung jawabkan.
Page 37
d. Panitia Penilai tanah tidak dibentuk secara independen dalam artian harus
membuat nilai yang fair sehingga tidak tergantung pada kepentingan pihak
yang membutuhkan lahan.
e. Masih adanya persepsi tokoh masyarakat maupun aparat hukum bahwa
Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) sebagai penentu besarnya ganti rugi
sehingga sering menimbulkan polemik yang berkepanjangan.
Pada peraturan Kepala BPN No.3 tahun 2007 tentang aturan Pelaksanaan
Perpres 65 tahun 2006 pada pasal 59 disebutkan
1) Bentuk dan besarnya ganti rugi pengadaan tanah secara langsung ditetapkan
berdasarkan musyawarah antara Instansi Pemerintah yang memerlukan
tanah dengan Pemilik.
2) Musyawarah yang dimaksud pada ayat (1) dapat berpedoman pada Nilai Jual
Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata sebenarnya dengan memperhatikan
Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tahun berjalan disekitar lokasi.
Jadi jelas bahwa Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bukan satu-satunya alat
untuk pengadaan tanah baik untuk kepentingan umum atau bukan kepentingan
umum.
Tapi jika terdapat perbedaan yang tajam antara Nilai Jual Obyek Pajak
(NJOP) dan harga pasar sebaiknya Tim Penilai harga tanah harus dapat
membuat penilaian yang dapat mencerminkan Nilai Pasar wajar daerah
tersebut atau jika dirasa perlu lebih baik menggunakan jasa Profesi Penilai
yang dapat menentukan nilai yang dapat dipertanggung jawabkan.
Page 38
Namun jika Nilai Jual Obyek Pajak dipakai dan disetujui para pihak untuk
pengadaan tanah maka tim penilai harga tanah maupun panitia pengadaan
tanah harus pula dapat memberikan alasan yang dapat dipertanggung
jawabkan kepada pihak manapun yang minta keterangan maupun pertanggung
jawaban.
f. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) adalah nilai jual yang dikenakan sebagai
perhitungan pajak, yaitu persentase tertentu dari nilai jual sesungguhnya.
Besarnya Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) ditetapkan setiap tiga tahun oleh
Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun
sesuai dengan perkembangan daerahnya. Dasar penghitungan pajak adalah
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan
setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Dalam menetapkan nilai jual, Mentri Keuangan mendengar pertimbanggan
Gubernur serta memperhatikan asas self assessment. Yang dimaksud Nilai
Jual Kena Pajak (assessment value) adalah nilai jual yang dipergunakan
sebagai dasar penghitungan pajak, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai
jual sebenarnya. Besarnya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) sebagai dasar
penghitungan pajak yang terutang, ditetapkan untuk:
a) Obyek pajak perkebunan sebesar 40% dari Nilai Jual Obyek Pajak.
b) Obyek pajak kehutanan sebesar 40% dari Nilai Jual Obyek Pajak.
Page 39
c) Obyek pajak pertambangan sebesar 20% dari Nilai Jual Obyek Pajak
d) Obyek pajak lainnya adalah sebesar 40% dari Nilai Jual Obyek Pajaknya
Rp 1.000.000.000,00 atau lebih dan sebesar 20% dari Nilai Jual Obyek
Pajak apabila Nilai Jual Obyek Pajaknya (NJOP) kurang dari Rp
1.000.000.000,00.
g. Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah batas Nilai
Jual Obyek Pajak (NJOP), meliputi tanah dan bangunan, yang tidak terkena
pajak. Hal ini dimaksudkan untuk memberi rasa keadilan kepada wajib pajak
yang hanya memiliki tanah saja, karena pada ketentuan sebelumnya tidak ada
batas nilai jual tanah tidak kena pajak. Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena
Pajak (NJOPTKP) ditetapkan menjadi setinggi-tingginya Rp.12.000.000,00
untuk setiap wajib pajak. Besarnya Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak
(NJOPTKP) untuk setiap daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas nama Menteri Keuangan
dengan mempertimbangkan pendapat Pemerintah Daerah setempat.
h. Tarif Pajak
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan tarif tunggal karena
hanya ada satu tarif, yaitu sebesar 0,5%.
i. Sanksi
Wajib pajak yang melanggar Undang-undang tentang Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dapat dikenakan sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
Sanksi yang dikenakan bagi wajib pajak :
Page 40
1). Karena kealpaannya sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dalam
hal:
a). Tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek
Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
b). Menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak, tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan tidak benar.
2). Karena kesengajaannya sehingga menimbulkan kerugian pada Negara,
dalam hal:
a). Tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek
Pajak (SPOP) kepada Direktorat Jendral Pajak (DJP).
b). Menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP), tetapi
isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan
yang tidak benar.
c). Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang
palsu atau dipalsukan seolah-olah benar.
d). Tidak memperlihatkanatau tidak meminjamkansurat atau dokumen
lainnya.
e). Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan.
Untuk sebab kealpaan bagi wajib pajak dipidana dengan pidana kurungan
selama-lamanya enam bulan atau denda setinggi-tingginya sebesar dua kali
pajak yang terutang. Kealpaan berarti tidak sengaja, lalai, kurang hati-hati
sehingga perbuatannya tersebut mengakibatkan kerugian bagi Negara. Untuk
Page 41
sebab kesengajaan wajib pajak dipidana penjara selama-lamanya dua tahun
atau denda setinggi-tingginya lima kali pajak yang terutang. Sanksi pidana ini
akan dilipatkan dua, apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani
sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarkan
denda.
B. Analisis Data dan Pembahasan
1. Wilayah penelitian
Wilayah yang kami teliti adalah di daerah Kabupaten Sukoharjo,
Kecamatan Nguter, Kelurahan Nguter. Kabupaten Sukoharjo terletak di
wilayah eks Karesidenan Surakarta yang berada di Provinsi Jawa Teangah
yang terdiri atas 1 (satu) kota, yaitu Kota Surakarta dan Kabupaten Sukoharjo
adalah salah satu Kabupaten dari 6 (enam) Kabupaten antara lain Kabupaten
Klaten, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar dan
Kabupaten Wonogiri. Luas wilayah Kabupaten Sukoharjo adalah sekitar
466,66 2km dan di bagi menjadi 15 kecamatan termasuk didalamnya
kecamatan Nguter. Kecamatan Nguter dibagi dalam beberapa kelurahan yang
ber jumlah 16 kelurahan yaitu
1. Kelurahan Pondok
2. Kelurahan Daleman
3. Kelurahan Plesetan
4. Kelurahan Celep
5. Kelurahan Kedung Winong
Page 42
6. Kelurahan Baron
7. Kelurahan Serut
8. Keluran Nguter
9. Kelurahan Tanjung
10. Kelurahan Lawu
11. Kelurahan Gupit
12. Kelurahan Tanjung Rajo
13. Kelurahan Juron
14. Kelurahan Jangglengan
15. Kelurahan Pengkol
16. Kelurahan Kepuh
2. Cara menentukan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bumi
Cara-cara yang digunakan didalam menentukan Nilai Jual Obyek Pajak
(NJOP) adalah :
a) Pertama-tama dilakukan adalah pengumpulan informasi data transaksi/data
pasar tanah/bumi. Data transaksi ini biasanya diketahui dari laporan
bulanan Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT), informasi dari Pemerintah
Desa maupun informasi dari broker atau makelar tanah.
b) Data-data transaksi tersebut kemudian ditabulasikan atau dibuat titik-titik
pada peta desa.
c) Kemudian peta desa tersebut dibuat peta Zona Nilai Tanah (ZNT).
Masing-masing Zona Nilai Tanah (ZNT) tersebut kemudian dibuat Nilai
Indikasi Rata-rata (NIR) berdasarkan data transaksi yang ada.
Page 43
d) Dari data Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) tersebut kemudian dimasukkan
dalam klasifikasi nilai tanah sehingga didapat Nilai Jual Obyek Pajak
(NJOP) masing-masing.
Dari cara-cara diatas yaitu pengumpulan data, apabila terdapat tiga atau
dua data yang diketemukan oleh apatur pajak baik dari laporan bulanan
Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT), informasi dari Pemerintah Desa
maupun informasi dari broker atau makelar tanah. Misalnya, tanah yang
terletak di Dukuh Gatak Rejo terdapat informasi dari Pejabat Pembuat Akte
Tanah (PPAT) dengan harga tanah Rp.120.000,00 dan informasi dari broker
atau makelar dengan harga Rp.100.000,00 maka dari kedua harga tersebut
dijumlahkan dibagi 2 (dua) maka hasilnya Rp.110.000,00 atau tanah yang
terletak di Dusun Gatak Rejo memperoleh informasi dari Pejabat Pembuat
Akte Tanah (PPAT), dari informasi Pemerintah Desa dan informasi dari
broker atau makelar sebagai berikut Rp.130.000,00, Rp.180.000,00 dan Rp
145.000,00, maka dari ketiga harga tersebut di buat titik-titik kemudian dibagi
3 (tiga) maka hasilnya adalah Rp.150.000,00. Dari harga-harga diatas maka
dibuatlah titik-titik pada peta desa kemudian dibuat peta Zona Nilai Tanah
kemudian dibuat Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) berdasarkan transaksi tersebut
diatas kemudian dimasukkan kedalam pengklasifikasian tersebut diatas.
Sehingga setelah pengklasifikasian ditemukanlah hasil Nilai Jual Obyek Pajak
(NJOP) Bumi.
Page 44
Berdasarkan cara-cara diatas, maka penulis mendapatkan hasil yang tertuang
dari tabel dibawah ini.
Tabel.II.1
Nama Jalan, Kode ZNT, Kelas Bumi dan Penggolongan Nilai Jual Bumi.
Blok Nama Jalan/ Kode Kelas Penggolongan Nilai Jual
Dukuh ZNT Bumi Bumi
001 Dk Gatak Rejo AA A29 > Rp.91.000,00 s/d Rp.114.000,00
002 Ds Gatak Rejo AV A27 > Rp.142.000,00 s/d Rp.178.000,00
003 Ds Nguter AC A34 > Rp. 23.000,00 s/d Rp. 31.000,00
004 Ds Ngambil Ambil AG A34 > Rp. 23.000,00 s/d Rp. 31.000,00
005 Ds Jetis AN A33 > Rp. 31.000,00 s/d Rp. 41.000,00
006 Dk Nguter AW A29 > Rp. 91.000,00 s/d Rp.114.000,00
007 Dk Nguter AV A27 > Rp.142.000,00 s/d Rp.178.000,00
008 Ds Nguter AA A29 > Rp. 91.000,00 s/d Rp.114.000,00
009 Ds Ngambil Ambil AU A33 > Rp. 31.000,00 s/d Rp. 41.000,00
Sumber : KPP Pratama Sukoharjo
Dari tabel diatas dapat dibuat rumus menentukan Nilai Jual Obyek Pajak
(NJOP) sebagai berikut:
2P
NJOPÎ
=
Ket: P : Penggolongan Nilai Jual Bumi/Tanah
Page 45
Maka besarnya Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) ditiap-tiap jalan/dukuh dapat
dicari dengan perhitungan dibawah ini :
1. Dk.Gatak Rejo : 00,000.103.:2
00,000.114.00,000.91.Rp
RpRp +
2. Ds. Gatak Rejo : 00,000.160.:2
00,000.178.00,000.142.Rp
RpRp +
3. Ds.Nguter : 00,000.27.:2
00,000.31.00,000.23.Rp
RpRp +
4. Ds. Ngambil Ambil : 00,000.27.:2
00,000.31.00,000.23.Rp
RpRp +
5. Ds.Jetis : 00,000.36.:2
0,000.41.00,000.31.Rp
RpRp +
6. Dk.Ngute : 00,000.103.:2
00,000.114.00,000.91.Rp
RpRp +
7. Dk.Ng : 00,000.160.:2
00,000.178.00,000.142.Rp
RpRp +
8. Ds.Nguter : 00,000.103.:2
00,000.114.00,000.91.Rp
RpRp +
9. Ds Ngambil Ambil : 00,000.36.:2
0,000.41.00,000.31.Rp
RpRp +
Dari perhitungan diatas jumlah Nilai Jual Obyek Pajak yang paling tinggi
adalah Dusun Gatak Rejo dan Dukuh Nguter dengan Kode ZNT adalah AV
dengan kelas bumi A 27 dan dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Bumi
adalah Rp.160.000,00. Sedangkan yang paling kecil Nilai Jual Obyek Pajak
(NJOP) adalah Dusun Nguter dan Dusu Ngambil Ambil dengan Kode ZNT
AC dan AG dengan Kelas Bumi A34 dan Harga Nilai Jual Obyek Pajak
Page 46
(NJOP) Bumi adalah Rp. 27.000,00. Dan dari perhitungan tersebut peneliti
membuat tabel dibawah ini.
Tabel.II.2
Nama Jalan, Kode ZNT, Kelas Bumi dan Nilai Jual Obyek Pajak Bumi.
Blok Nama Jalan/ Kode Kelas Nilai Jual Obyek Pajak
Dukuh ZNT Bumi Bumi
001 Dk Gatak Rejo AA A29 Rp.103.000,00
002 Ds Gatak Rejo AV A27 Rp.160.000,00
003 Ds Nguter AC A34 Rp. 27.000,00
004 Ds Ngambil Ambil AG A34 Rp. 27.000,00
005 Ds Jetis AN A33 Rp. 36.000,00
006 Dk Nguter AW A29 Rp.103.000,00
007 Dk Nguter AV A27 Rp.160.000,00
008 Ds Nguter AA A29 Rp.103.000,00
009 Ds Ngambil Am AU A33 Rp. 36.000,00
Sumber:KPP Pratama Sukoharjo
Page 47
3. Menentukan ada atau tidaknya perbedaan antara harga pasar dengan Nilai
Jual Obyek Pajak (NJOP).
Dari beberapa kelurahan yang akan dijadikan obyek penelitian hanya 1
(satu) kelurahan yaitu kelurahan Nguter, kelurahan Nguter terdapat 18 dusun /
blok. Di sini tidak akan memperlihatkan satu persatu dari blok masing-masing
tetapi akan diambil yang diperlukan saja. Disini yang akan diteliti antara lain
perbedaan harga pasar tanah (bumi) dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)
tanah (bumi), perbedaan yang dapat dilihat dalam table 2.1. Tabel 2.1 yang
paling tinggi perbedaan antara harga pasar dengan Nilai Jual Obyek Pajak
adalah pada blok 5 (lima) dan yang paling rendah perbedaannya antara harga
pasar dengan Niali Jual Obyek Pajak (NJOP) ada pada blok 9 (sembilan).
Jumlah rata-rata dari perbedaan antara harga pasar dengan Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP) adalah 61,236 %
Disini terdapat pengaruh antara harga pasar tanah dan Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP) terhadap pajak yang harus dibayarkan ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo karena apabila harga jual obyek naik maka
akan berpengaruh pada pajak yang harus di bayarkan ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo. Dan upaya yang akan dilakukan oleh Kantor
pelayanan Pajak Sukoharjo bergantung pada obyeknya karena kalau obyek
pajak naik maka akan naik juga pajak yang harus dibayar ataupun sebaliknya
kalau obyek pajak turun maka akan rendah juga pajak yang harus di bayar ke
Kator Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo, tergantung pada obyeknya.
Page 48
Tabel II.3.
Blok, Nama Jalan, Kode ZNT, Nilai Jual Obyek Pajak Bumi, Harga Pasar
Tanah/Bumi, Perbandingan Nilai Jual Obyek Pajak dan Harga Pasar
Blok Nama Jalan/ Kode NJOP Bumi Harga Pasar Perbandingan
Dukuh ZNT Tanah NJOP & Hrg Pasar
001 Dk Gatak Rejo AA Rp.103.000,00 Rp.150.000,00 68,67 %
002 Ds Gatak Rejo AV Rp.160.000,00 Rp.250.000,00 64 %
003 Ds Nguter AC Rp.27.000,00 Rp. 40.000,00 67,5 %
004 Ds Ngambil Ambil AG Rp.27.000,00 Rp. 50.000,00 54 %
005 Ds Jetis AN Rp.36.000,00 Rp. 50.000,00 72 %
006 Dk Nguter AW Rp.103.000,00 Rp.150.000,00 68,7 %
007 Dk Nguter AV Rp.160.000,00 Rp.300.000,00 53,33 %
008 Dk Nguter AA Rp.103.000,00 Rp.200.000,00 51,5 %
009 Ds Ngambil Ambil AU Rp.36.000,00 Rp.170.000,00 51,43 %
Jumlah rata-rata : 61,236%
Jadi disini terdapat perbedaan antara harga pasar dengan Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP) di daerah Kelurahan Nguter. Perbedaan ini telah menentukan
Nilai Jual Obyek (NJOP) Pajak dengan harga pasar karena Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP) lebih rendah dengan harga pasar.
Page 49
Cara menghitung perbedaan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dengan harga
pasar adalah :
X : perbedaan NJOP & harga pasar
Y : NJOP Bumi
Z : harga pasar tanah
1. Menentukan perbedaan NJOP dengan harga pasar pada Blok 001:
%100xZY
X =
%100000.150000.103
x=
= 68,67 %
2. Menentukan perbedaan NJOP dengan harga pasar pada Blok 002:
%100xZY
X =
%100000.250000.160
x=
= 64 %
3. Menentukan perbedaan NJOP dengan harga pasar pada Blok 003:
%100xZY
X =
%100000.40000.27
x=
= 67,5 %
%100xZY
X =
Page 50
4. Menentukan perbedaan NJOP dengan harga pasar pada Blok 004:
%100xZY
X =
%100000.50000.27
x=
= 54 %
5. Menetukan perbedaan NJOP dengan harga pasar pada Blok 005:
%100xZY
X =
%100000.50000.36
x=
= 72 %
Di daerah Nguter ini perbedaan antara Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)
dengan harga pasar yang terjadi setiap tahun sehingga aparat pajak melakukan
penyesuaian Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dengan harga pasar setiap tahun
juga. Biasanya Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) lebih kecil dari pada harga
pasar, sehingga subyek pajak/Wajib Pajak mau untuk membayar pajak.
Page 51
BAB III
TEMUAN
Dari analisis data dan pembahasan penulis dapat memberikan beberapa kelebihan
dan kekurangan yaitu
A. Kelebihan
1. Dari tabel persentase perbandingan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dengan
harga pasar tanah terlihat bahwa Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) lebih
kecil dari pada nilai harga pasar sehingga ini sangat menguntungkan wajib
pajak atau masyarakat, karena Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang
harus dibayar lebih kecil dari yang seharusnya karena dasar pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
B. Kekurangan
1. Dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang lebih kecil dari harga nilai
pasar, maka pajak yang masuk kedalam kas negara juga lebih kecil dari
yang seharusnya.
2. Berdasarkan mekanisme atau prosedur yang telah ditetapkan dalam sistem
perpajakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), diamati bahwa beberapa
kenyataan mengarah pada gambaran bahwa penetapan Nilai Jual Obyek
Pajak (NJOP) selalu lebih rendah dibandingkan harga pasar.
Page 52
Kenyataan tersebut disebabkan antara lain karena:
a. Sulitnya memperoleh data riil atau data pasar untuk menganalisa Nilai
Jual Obyek Pajak (NJOP).
b. Harga tanah cenderung selalu meningkat, sehingga pada saat
menganalisa Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dibuat, harga pasar
sesungguhnya sudah mengalami kenaikan. Misalnya analisa Nilai Jual
Obyek Pajak (NJOP) dilakukan pada bulan Desember, berarti data
pasar yang diperoleh adalah data pasar sebelum bulan Desember.
Padahal kenyataannya harga pasar bulan Desember tersebut lebih
tinggi dari bulan sebelumnya.
Page 53
BAB IV
PENUTUP
Dari analisis data dan pembahasan penulis dapat memberikan beberapa
kesimpulan dan rekomendasi antara lain:
A. Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Nilai
Jual Obyek Pajak (NJOP) sebagai dasar pengenanan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) rata-rata persentase masih rendah dari pada nilai
pasarnya.
2. Untuk Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bergantung pada obyeknya,
apabila obyek pajak naik maka pajak yang harus dibayar naik pula
ataupun sebaliknya kalau obyek pajak turun maka akan turun juga pajak
yang harus dibayar.
B. Rekomindasi
1. Untuk Kantor Pelayanan Pajak
Dalam rangka peningkatan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
maka Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
bisa lebih ditingkatkan lagi asal tidak melebihi nilai pasar, dengan
diketemukan fakta bahwa Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) masih lebih
rendah dari harga pasar.
Page 54
2. Untuk Peneliti selanjutnya
Agar didapatkan hasil yang lebih baik, kepada pembaca yang berminat
untuk meneliti lebih jauh mengenai perbedaan harga pasar dengan Nilai
Jual Obyek Pajak (NJOP), akan lebih baik bila datanya lebih banyak dan
wilayah penelitian lebih luas.
Page 55
DAFTAR PUSTAKA Dr Tulus.T.H.Tambuan.2001. Teori dan Temuan Empiris Perekonomian Indonesia. Edisi kedua.Ghalia Indonesia,Jakarta. Mardiasmo.2002.Perpajakan. Edisi Revisi.Andi,Yogyakarta. Suandy, Erly.2002.Perpajakan,Salemba Empat,Jakarta. Reksohadiprodjo, Sukanto. 2001. Ekonomika Publik.Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta. Eko Bayu Aji,SE,MT. NJOP adalah produk perpajakan.Penilaian Properti Appraisal-Ilmu Ekonomi. Tri Wibowo. Dalam study system penetapan Nilai Jual Obyek Pajak sebagai dasar perhitungan PBB dan BPHTB Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo. 2009. Struktur Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo Tahun 2009. Klaten Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo. 2009. Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009. Klaten
Page 58
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 201/KMK.04/2000
TENTANG
PENYESUAIAN BESARNYA NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK SEBAGAI DASAR PENGHITUNGAN PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka penyesuaian besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumidan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, dipandang perlu untuk menetapkan penyesuaian besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan;
Mengingat :
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1985Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-UndangNomor 12 Tahun 1994 Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYESUAIAN BESARNYA NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK SEBAGAI DASAR PENGHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.
Pasal 1
(1) Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak. (2) Kepada setiap wajib pajak diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak.
Pasal 2
Page 59
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) keputusan iniditetapkan setinggi-tingginya Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.
Pasal 3
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 untuk setiap daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas namaMenteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Pemerintah Daerah setempat.
Pasal 4
Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajaksebesar Rp. 8.000.000,00 (delapan juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 5
Keputusan ini mulai berlaku pada tahun pajak 2001.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Juni 2000 MENTERI KEUANGAN
ttd
BAMBANG SUDIBYO
Page 60
Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-251/PJ./2000 tentang Tata Cara Penetapan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ……………………………………
TENTANG
PENETAPAN BESARNYA NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA
PAJAK SEBAGAI DASAR PENGHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
UNTUK KABUPATEN/KOTA …………………………
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 201/KMK.04/2000 tanggal 6 Juni 2000 tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan. Maka besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk Kabupaten/Kota ……………… perlu disesuaikan;
b.
bahwa sehubungan dengan hal tersebut,dipandang perlu menetapkan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk Kaupaten/Kota ………………… dengan Keputusan Menteri Keuangan;
Mengingat : 1
. Undang-undang Nomor l2 Tahun l985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Page 61
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569);
2.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 201/KMK.04/2000 tanggal 6 Juni 2000 tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan;
Memperhatikan
: 1.
Surat Rekomendasi Gubernur/Bupati/Walikota ……………………………………Nomor………………………… Tanggal………………………Hal Usulan ………………………………………………………
2.
Surat Kepala Kantor Pelayanan PBB ……………………………… Nomor S-…………/WPJ………/KB…………/…………Tanggal …………………… hal usulan ………………… ……………………………………
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN BESARNYA NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK SEBAGAI DASAR PENGHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN UNTUK KABUPATEN/KOTA ……………………………
Page 62
PERTAMA : Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan untuk Kabupaten/Kota …………………… adalah sebesar Rp ……………………………… (…………………………………………………………… ) untuk setiap Wajib Pajak.
KEDUA : Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001 SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Direktur Jenderal Pajak; 2. Gubernur Propinsi …………………; 3. Bupati/Walikota …………; 4. Kepala Kantor Pelayanan PBB ………………; 5. Kepala Kantor Penyuluhan Pajak …………………;
Ditetapkan di pada tanggal ……………………
a.n. Menteri Keuangan Republik Indonesia Kepala Kantor Wilayah……………………
Direktorat Jenderal Pajak,
………………………… NIP. ……………………
Page 63
I. Klasifikasi, Penggolongan Dan Ketentuan Nilai Jual Bumi Kelompok A
Klas Penggolongan, Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah) Nilai Jual (Rp/M2) 1 2 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
> 3.000.000 s/d 3.200.000 > 2.850.000 s/d 3.000.000 > 2.708.000 s/d 2.850.000 > 2.573.000 s/d 2.708.000 > 2.444.000 s/d 2.573.000 > 2.261.000 s/d 2.444.000 > 2.091.000 s/d 2.261.000 > 1.934.000 s/d 2.091.000 > 1.789.000 s/d 1.934.000 > 1.655.000 s/d 1.789.000 > 1.490.000 s/d 1.655.000 > 1.341.000 s/d 1.490.000 > 1.207.000 s/d 1.341.000 > 1.086.000 s/d 1.207.000 > 977.000 s/d 1.086.000 > 855.000 s/d 977.000 > 748.000 s/d 855.000 > 655.000 s/d 748.000 > 573.000 s/d 655.000 > 501.000 s/d 573.000 > 426.000 s/d 501.000 > 362.000 s/d 426.000 > 308.000 s/d 362.000 > 262.000 s/d 308.000 > 223.000 s/d 262.000 > 178.000 s/d 223.000 > 142.000 s/d 178.000 > 114.000 s/d 142.000 > 91.000 s/d 114.000 > 73.000 s/d 91.000 > 55.000 s/d 73.000 > 41.000 s/d 55.000 > 31.000 s/d 41.000 > 23.000 s/d 31.000 > 17.000 s/d 23.000 > 12.000 s/d 17.000 > 8.400 s/d 12.000 > 5.900 s/d 8.400 > 4.100 s/d 5.900 > 2.900 s/d 4.100 > 2.000 s/d 2.900 > 1.400 s/d 2.000 > 1.050 s/d 1.400 > 760 s/d 1.050 > 550 s/d 760 > 410 s/d 550 > 310 s/d 410 > 240 s/d 310 > 170 s/d 240 > 170
3.100.000 2.925.000 2.779.000 2.640.000 2.508.000 2.352.000 2.176.000 2.013.000 1.862.000 1.722.000 1.573.000 1.416.000 1.274.000 1.147.000 1.032.000 916.000 802.000 702.000 614.000 537.000 464.000 394.000 335.000 285.000 243.000 200.000 160.000 128.000 103.000
82.000 64.000 48.000 36.000 27.000 20.000 14.000 10.000 7.150 5.000 3.500 2.450 1.700 1.200
910 660 480 350 270 200 140
Mentri Keuangan Ttd
Page 64
II. Klasifikasi, Penggolongan Dan Ketentuan Nilai Jual Bumi Kelompok B
Klas Penggolongan, Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah) Niali Jual (Rp/M2) 1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
> 67.390.000 s/d 69.700.000 > 65.120.000 s/d 67.390.000 > 62.890.000 s/d 65.120.000 > 60.700.000 s/d 62.890.000 > 58.550.000 s/d 60.700.000 > 56.440.000 s/d 58.550.000 > 54.370.000 s/d 56.440.000 > 52.340.000 s/d 54.370.000 > 50.350.000 s/d 52.340.000 > 48.400.000 s/d 50.350.000 > 46.490.000 s/d 48.400.000 > 44.620.000 s/d 46.490.000 > 42.790.000 s/d 44.620.000 > 44.000.000 s/d 42.790.000 > 39.250.000 s/d 44.000.000 > 37.540.000 s/d 39.250.000 > 35.870.000 s/d 37.540.000 > 34.240.000 s/d 35.870.000 > 32.650.000 s/d 34.240.000 > 31.100.000 s/d 32.650.000 > 29.590.000 s/d 31.100.000 > 28.120.000 s/d 29.590.000 > 26.690.000 s/d 28.120.000 > 25.300.000 s/d 26.690.000 > 23.950.000 s/d 25.300.000 > 22.640.000 s/d 23.950.000 > 21.370.000 s/d 22.640.000 > 20.140.000 s/d 21.370.000 > 18.950.000 s/d 20.140.000 > 17.800.000 s/d 18.950.000 > 16.690.000 s/d 17.800.000 > 15.620.000 s/d 16.690.000 > 14.590.000 s/d 15.620.000 > 13.600.000 s/d 14.590.000 > 12.650.000 s/d 13.600.000 > 11.740.000 s/d 12.650.000 > 10.870.000 s/d 11.740.000 > 10.040.000 s/d 10.870.000 > 9.250.000 s/d 10.040.000 > 8.500.000 s/d 9.250.000 > 7.790.000 s/d 8.500.000 > 7.120.000 s/d 7.790.000 > 6.490.000 s/d 7.120.000 > 5.900.000 s/d 6.490.000 > 5.350.000 s/d 5.900.000 > 4.840.000 s/d 5.350.000 > 4.370.000 s/d 4.840.000 > 3.940.000 s/d 4.370.000 > 3.550.000 s/d 3.940.000 > 3.200.000 s/d 3.550.000
68.545.000 66.255.000 64.000.000 61.795.000 59.625.000 57.495.000 55.405.000 53.355.000 51.345.000 49.375.000 47.445.000 45.555.000 43.705.000 41.895.000 40.125.000 38.395.000 36.705.000 35.055.000 33.445.000 31.875.000 30.345.000 28.855.000 27.405.000 25.995.000 24.625.000 23.295.000 22.005.000 20.755.000 19.545.000 18.375.000 17.245.000 16.155.000 15.105.000 14.095.000 13.125.000 12.195.000 11.305.000 10.455.000 9.645.000 8.875.000 8.145.000 7.455.000 6.805.000 6.195.000 5.625.000 5.095.000 4.605.000 4.155.000 3.745.000 3.375.000
Mentri Keuangan ttd
Page 65
Provinsi : 33 – Jawa Tengah Kecamatan : 050 – NGUTER Kab/Kodya : 11- Sukoharjo Kelurahan : 010 – NGUTER
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009 Tabel Blok I
BLK Nama Jalan Kode
ZNT Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
001 Dk Gatak Rejo AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 001 Dk Gatak Rejo AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 001 Dk Gatak Rejo AD A31 > 55.000 s/d 73.000 64.000 001 Dk Gatak Rejo AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 001 Dk.Ngambil Ambil AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 001 Dk.Ngambil Ambil AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 001 Ds.Gatak Rejo AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 001 Ds.Ngambil Ambil AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 001 Ds.Ngambil Ambil AP A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 001 Ds.Gatak Rejo AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 001 Ds.Gatak Rejo AD A31 > 55.000 s/d 73.000 64.000 001 Ds.Gatak Rejo AP A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 001 Ds.Gatak Rejo AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 001 Ds.Ngambil Ambil AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 001 Ds.Ngambil Ambil AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 001 Ds.Ngambil Ambil AP A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 001 Ds.Ngambil Ambil AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 001 Jl. Jalak AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009 Tabel Blok II
BLK Nama Jalan Kode
ZNT Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
002 Dk Gatak Rejo AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 002 Dk Gatak Rejo AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 002 Dk Gatak Rejo AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 002 Dk Gatak Rejo AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 002 Dk Gatak Rejo AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 002 Dk Gatak Rejo AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 002 Ds.Ngambil Ambil AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 002 Ds.Ngambil Ambil AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 002 Ds.Ngambil Ambil AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 002 Ds.Ngambil Ambil AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 002 Ds.Ngambil Ambil AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 002 Ds.Ngambil Ambil AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 002 Ds.Gatak Rejo AB A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 002 Ds.Gatak Rejo AB A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 002 Ds.Gatak Rejo AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 002 Ds.Gatak Rejo AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 002 Ds.Ngambil Ambil AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 002 Ds.Ngambil Ambil AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 002 Jl.Raya Solo WNG AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 002 Jl.Raya Solo WNG AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 002 Ds.Gatak Rejo AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 002 Jl.Raya Solo WNG AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000
Page 66
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009 Tabel Blok III
BLK Nama Jalan Kode
ZNT Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
003 Dk Gatak Rejo AC A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 003 Dk.Ngambil Ambil AC A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 003 Dk.Ngambil Ambil AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 003 Dk.Ngambil Ambil AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 003 Dk.Ngambil Ambil AC A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 003 Dk.Ngambil Ambil AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 003 Ds.Nguter AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 003 Ds. Baron AC A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 003 Ds.Gatak Rejo AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 003 Ds.Ngambil Ambil AE A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 003 Ds.Ngambil Ambil AC A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 003 Ds.Ngambil Ambil AE A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 003 Ds.Ngambil Ambil AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 003 Ds.Nguter AC A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 003 Ds.Nguter AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 003 Nguter AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009
Tabel Blok IV
BLK Nama Jalan Kode ZNT
Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
004 Dk.Ngambil Ambil AG A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 004 Dk.Nguter AK A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 004 Ds.Gatak Rejo AG A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 004 Ds.Ngambil Ambil AH A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 004 Ds.Ngambil Ambil AF A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 004 Ds.Ngambil Ambil AG A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 004 Ds.Ngambil Ambil AH A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 004 Ds.Ngambil Ambil AI A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 004 Ds.Ngambil Ambil AJ A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 004 Ds.Ngambil Ambil AK A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 004 Ds.Nguter AI A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 004 Ds.Nguter AJ A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 004 Ds.Nguter AK A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009 Tabel Blok V
BLK Nama Jalan Kode ZNT
Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
005 Dk.Nguter AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 005 Ds.Gunungan AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 005 Ds.Jetis AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 005 Ds.Ngambil Ambil AL A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 005 Ds.Nguter AL A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 005 Ds.Nguter AN A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 005 Ds.Nguter AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 005 Ds.Tambukan AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 005 Stasiun Nguter AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000
Page 67
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009 Tabel Blok VI
BLK Nama Jalan Kode
ZNT Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
006 Dk.Nguter AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 006 Dk.Nguter AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 006 Ds.Nguter AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 006 Ds.Ngambil Ambil AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 006 Ds.Ngambil Ambil AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 006 Ds.Nguter AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 006 Ds.Nguter AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 006 Ds.Nguter AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 006 Ds.Nguter AX A30 > 73.000 s/d 91.000 82.000 006 Jl.Raya Solo WNG AY A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009 Tabel Blok VII
BLK Nama Jalan Kode ZNT
Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
007 Dk.Nguter AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 007 Dk.Nguter AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 007 Dk.Nguter AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 007 Ds.Nguter AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 007 Ds.Nguter AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 007 Ds.Nguter AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 007 Ds.Nguter AY A32 > 41.000 s/d 55.000 48.000 007 Jl.Raya Nguter AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 007 Jl. Raya Nguter AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 007 Nguter AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009 Tabel Blok VIII
BLK Nama Jalan Kode ZNT
Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
008 Dk.Gunungan AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 008 Dk. Kenden AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 008 Dk.Nguter AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 008 Dk.Nguter AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 008 Dk.Nguter AT A31 > 55.000 s/d 73.000 64.000 008 Ds.Nguter AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 008 Ds.Gunungan AT A31 > 55.000 s/d 73.000 64.000 008 Ds.Gunungan AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 008 Ds.Jetis AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 008 Dk. Kenden AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 008 Ds.Ngambil Ambil AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 008 Ds.Nguter AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 008 Ds.Nguter AT A31 > 55.000 s/d 73.000 64.000 008 Ds.Nguter AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 008 Ds.Nguter AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 008 Jl. Raya Nguter AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 008 Jl.Raya Nguter AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 008 Jl.Raya Solo WNG AN A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 008 Jl. Raya Solo WNG AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 008 Jl.Raya Solo WNG AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 008 Jl.Raya Nguter AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000
Page 68
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009 Tabel Blok IX
BLK Nama Jalan Kode ZNT
Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
009 Dk. Kunden AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 009 Dk.Ngambil Ambil AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 009 Dk.Ngambil Ambil AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 009 Dk.Nguter AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 009 Dk. Tangeran AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 009 Dk Tangirin AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 009 Dusun Gatak Rejo AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 009 Ds.Gunungan AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 009 Ds.Gunungan AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 009 Dusun Jetis AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 009 Dusun Kunden AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 009 Ds.Ngambil Ambil AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 009 Ds.Ngambil Ambil AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 009 Ds.Nguter AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 009 Dusun Tambakan AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 009 Dusun Tambakan AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 009 Dusun Tangeran AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009 Tabel Blok X
BLK Nama Jalan Kode
ZNT Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
010 Ds.Gunungan AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 010 Dusun Tangeran AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 010 Ds.Gunungan AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 010 Dusun Tambakan AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 010 Dk. Kenden AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 010 Ds.Nguter AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 010 Ds.Nguter AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 010 Dusun Tambakan AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 010 Dusun Tambakan AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 010 Dusun Tangeran AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009
Tabel Blok XI
BLK Nama Jalan Kode ZNT
Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
011 Dk.Baron AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 011 Dk.Jetis AV A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 011 Dk.Punden AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 011 Dusun Jetis AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 011 Dusun Kunden AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 011 Ds.Nguter AA A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 011 Ds.Nguter AU A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009 Tabel Blok XII
BLK Nama Jalan Kode
ZNT Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
012 Dk.Gunungan BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 012 Dk.Jetis BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 012 Dk. Kenden BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 012 Dk.Nguter BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 012 Dk.Jetis BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 012 Dusun.Jetis BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 012 Dusun.Jetis BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000
Page 69
012 Dusun.Gunungan BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 012 Dusun.Jetis BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 012 Dusun. Kunden BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 012 Dusun.Nguter BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 012 Dusun Tambakan BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 012 Dusun Tangeran BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 012 Jetis BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009 Tabel Blok XIII
BLK Nama Jalan Kode ZNT
Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
013 Dk.Gunungan BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 013 Dk Tambakan BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 013 Ds.Gunungan BR A31 > 55.000 s/d 73.000 64.000 013 Ds.Gunungan BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 013 Ds.Jetis BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 013 Ds. Kunden BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 013 Ds.Nguter BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 013 Dusun Tambakan BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 013 Dusun Tangeran BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 013 Jl Pulung Goni BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 013 Nguter BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009 Tabel Blok XIV
BLK Nama Jalan Kode ZNT
Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
014 Dk.Gunungan BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 014 Dk.Nguter BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 014 Ds.Gunungan BR A31 > 55.000 s/d 73.000 64.000 014 Ds.Gunungan BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 014 Ds.Nguter BR A31 > 55.000 s/d 73.000 64.000 014 Ds.Nguter BY A32 > 41.000 s/d 55.000 48.000 014 Ds.Nguter BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 014 Ngunter BR A31 > 55.000 s/d 73.000 64.000
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009 Tabel Blok XV
BLK Nama Jalan Kode
ZNT Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
015 Dk.Nguter BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 015 Ds.Gunungan BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 015 Ds.Gunungan BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 015 Ds.Nguter BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 015 Ds.NguterJl Cabe BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 015 Ds.NguterJl Cengkeh BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 015 Ds.NguterJlKedawung BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 015 Ds.NguterJl Mrica BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 015 Ds.Nguter Jl Pala BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 015 Jl PulonGeni BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009
Tabel Blok XVI BLK Nama Jalan Kode
ZNT Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
016 Dk.Tangeran BD A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 016 Dk. Kenden BD A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 016 Dk Tambakan BD A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 016 Dk Tangeran BD A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 016 Dk Tangeran BD A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 016 Dusun Tambakan BD A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000
Page 70
016 Dusun Tangeran BD A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 016 Ds.Gunungan BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 016 Ds. Kunden BD A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 016 Dusun Tambakan BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 016 Dusun Tambakan BD A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009 Tabel Blok XVII
BLK Nama Jalan Kode
ZNT Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
017 Dk.Nguter BA A30 > 73.000 s/d 91.000 82.000 017 Dk.Nguter BB A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 017 Dk.Nguter BA A30 > 73.000 s/d 91.000 82.000 017 Ds.Nguter BA A30 > 73.000 s/d 91.000 82.000 017 Ds.Nguter BA A30 > 73.000 s/d 91.000 82.000 017 Ds.Nguter BB A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 017 Ds Nguter BC A33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 017 Jl Raya Nguter BB A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 017 Jl.Raya Solo WNG BA A30 > 73.000 s/d 91.000 82.000
Klasifikasi dan Besarnya NJOP Permukaan Bumi Berupa Tanah Tahun 2009
Tabel Blok XVIII BLK Nama Jalan Kode
ZNT Kelas Bumi
Penggolongan Nilai Jual Bumi Ket. NJOP Bumi
018 Dk.Nguter AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 018 Dk.Nguter AX A30 > 73.000 s/d 91.000 82.000 018 Dk.Nguter AY A32 > 41.000 s/d 55.000 48.000 018 Ds.Nguter AM A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 018 Ds.Nguter AV A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 018 Ds.Nguter AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 018 Ds.Nguter AX A30 > 73.000 s/d 91.000 82.000 018 Ds.Nguter AZ A34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 018 Kios Pasar AY A27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 018 Kios Pasar AW A29 > 91.000 s/d 114.000 103.000