Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar aktifitas manusia terkonsentrasi di atas permukaan tanah (daratan). Aktifitas tersebut menjadi fenomena penting yang menyangkut gambaran geografis suatu wilayah, baik aspek spasial maupun aspek temporal. Aktifitas ini mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk, pola dan kecenderungan serta interaksi faktor lingkungan dari suatu wilayah geografis. Semua aktifitas tersebut tidak terlepas dari masalah keruangan karena terkait dengan pemanfaatan lahan. Pesatnya kebutuhan ruang sebagai respon dari peningkatan populasi pada akhirnya juga akan meningkatkan intensitas pemanfaatan lahan yang secara global ketersediaannya tetap (Eckert, 1990., Smith dan Corgel, 1992, dan O’Sullvan, 2003). Sebagai konsekuensi dari kenyataan tersebut adalah cepatnya perubahan bentuk penggunaan lahan. Menurut Knowless dan Wareing (1994) bahwa perubahan tutupan lahan sebagai dampak dari pesatnya penggunaan dan pengembangan lahan dapat terlihat dari kenampakan fisik dengan semakin luasnya lahan yang digunakan. Hal ini dapat dideteksi baik dari pengamatan langsung di lapangan melalui kenyataan penggunaan lahan maupun pengamatan foto udara atau pemanfaatan citra satelit. Permasalahan yang dihadapi dewasa ini adalah alokasi pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang ada belum mampu mewadahi dan mengimbangi perkembangan dan potensi sektor pembangunan strategis dan wilayah potensial yang pengembangannya tidak terlepas dari sektor dan wilayah lain. Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non pertanian, memerlukan teknologi tepat guna dalam mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan. Penggunaan citra penginderaan jauh mendukung kajian terhadap penggunaan lahan sebagai langkah memahami aspek karakteristik lahan sehingga dapat diketahui kemampuan dan potensi kesesuaiannya. Menurut Haggerstrand (1973) bahwa keuntungan pemanfaatan citra adalah menyajikan gambaran fisik
29

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

Mar 06, 2019

Download

Documents

Dung Tien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagian besar aktifitas manusia terkonsentrasi di atas permukaan tanah

(daratan). Aktifitas tersebut menjadi fenomena penting yang menyangkut

gambaran geografis suatu wilayah, baik aspek spasial maupun aspek temporal.

Aktifitas ini mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk, pola dan kecenderungan

serta interaksi faktor lingkungan dari suatu wilayah geografis. Semua aktifitas

tersebut tidak terlepas dari masalah keruangan karena terkait dengan pemanfaatan

lahan. Pesatnya kebutuhan ruang sebagai respon dari peningkatan populasi pada

akhirnya juga akan meningkatkan intensitas pemanfaatan lahan yang secara global

ketersediaannya tetap (Eckert, 1990., Smith dan Corgel, 1992, dan O’Sullvan,

2003). Sebagai konsekuensi dari kenyataan tersebut adalah cepatnya perubahan

bentuk penggunaan lahan.

Menurut Knowless dan Wareing (1994) bahwa perubahan tutupan lahan

sebagai dampak dari pesatnya penggunaan dan pengembangan lahan dapat terlihat

dari kenampakan fisik dengan semakin luasnya lahan yang digunakan. Hal ini

dapat dideteksi baik dari pengamatan langsung di lapangan melalui kenyataan

penggunaan lahan maupun pengamatan foto udara atau pemanfaatan citra satelit.

Permasalahan yang dihadapi dewasa ini adalah alokasi pemanfaatan ruang dan

sumberdaya yang ada belum mampu mewadahi dan mengimbangi perkembangan

dan potensi sektor pembangunan strategis dan wilayah potensial yang

pengembangannya tidak terlepas dari sektor dan wilayah lain. Kebutuhan lahan

yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial,

serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non

pertanian, memerlukan teknologi tepat guna dalam mengoptimalkan penggunaan

lahan secara berkelanjutan.

Penggunaan citra penginderaan jauh mendukung kajian terhadap

penggunaan lahan sebagai langkah memahami aspek karakteristik lahan sehingga

dapat diketahui kemampuan dan potensi kesesuaiannya. Menurut Haggerstrand

(1973) bahwa keuntungan pemanfaatan citra adalah menyajikan gambaran fisik

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

2

yang nyata dan lengkap mengenai kecenderungan perubahan dan karakteristik

suatu kawasan, baik kecenderungan pola pemanfaatan lahan, perkembangan

wilayah serta kecenderungan suatu aspek yang berkaitan dengan suatu obyek.

Informasi gambaran fisik yang nyata dan kecenderungan kawasan tersebut sangat

bermanfaat untuk mendukung kajian yang terkait dengan potensi lahan suatu

wilayah karena semua terdeteksi secara menyeluruh dan tidak ada informasi yang

tersembunyi.

Pemanfataatan lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data

dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan

fisik lainnya serta persyaratan tumbuh dari tanaman yang diusahakan, terutama

tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti ekonomi cukup baik.

Salah satu informasi dasar yang dibutuhkan untuk pengembangan pertanian

adalah data spasial potensi sumberdaya lahan, yang memberikan informasi

penting tentang distribusi, luasan, kemampuan dan tingkat kesesuaian lahan,

faktor pembatas, dan alternatif teknologi yang dapat diterapkan. Namun, pada

kenyataannya data/informasi sumberdaya lahan tersebut sampai saat ini yang

tersedia di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat

(Puslitbangtanak) untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala eksplorasi

(1:1.000.000), sedangkan data/peta pada skala tinjau (1:250.000) baru sekitar 57%

dari total wilayah Indonesia, dan peta pada skala semi detil hingga detil (1:50.000

atau lebih besar) hanya sekitar 13%. Kendala data/peta yang tersedia tersebut,

menyebabkan dalam analisis potensi lahan ini digunakan data sumberdaya lahan

yang tersedia untuk seluruh Indonesia, yaitu pada skala eksplorasi (1:1.000.000).

Peta tersebut hanya sesuai digunakan sebagai acuan untuk perencanaan atau

arahan pengembangan komoditas secara nasional, sedangkan untuk tujuan

operasional pengembangan pertanian di tingkat kabupaten/kecamatan, diperlukan

data/peta sumberdaya lahan pada skala 1:50.000 atau lebih besar, yang secara

bertahap perlu dibangun (Suryana, 2005).

Wilayah Indonesia dengan luas total 188,2 juta ha, sampai dengan tahun

2007 telah diselesaikan pemetaan sumberdaya tanahnya pada tingkat tinjau seluas

115,5 juta ha (61,37%), tingkat semi detail dan detail seluas 36,8 juta ha

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

3

(19,54%). Tantangan yang dihadapi pada masa depan adalah : (a) menyelesaikan

wilayah yang belum dipetakan pada tingkat tinjau seluas 72,7 juta ha (38,63%)

yang seluruhnya termasuk Kawasan Timur Indonesia, (b) kebutuhan dan

permintaan peta sumberdaya tanah terutama skala 1:50.000 cenderung meningkat

sejalan dengan otonomi daerah, dan (c) tenaga bidang pemetaan sumberdaya

tanah makin berkurang. Apabila diasumsikan ada peningkatan dan kontinuitas

pendanaan yang mencukupi, pemberdayaan tenaga pemetaan yang ada saat ini,

dan pemanfaatan teknologi citra satelit, DEM, dan SIG, maka pemetaan

sumberdaya tanah tingkat tinjau dapat diselesaikan dalam waktu tujuh tahun

dengan kecepatan sekitar 10 juta ha per tahun (Hikmatullah dan A. Hidayat,

2007). Provinsi Gorontalo memiliki luas 12.215,44 km2, ternyata 463.649,09

hektar (37 %) merupakan areal potensial pertanian (dalam arti luas), tetapi yang

dimanfaatkan baru (fungsional) seluas 148.312,78 ha atau 32 %, dengan demikian

masih terdapat pengembangan lahan sebesar 315.336,31 hektar (Bappeda, 2003).

Menurut Muhamad (2003) bahwa upaya untuk mempercepat pertumbuhan

dan pengembangan wilayah, pemerintah Provinsi Gorontalo menetapkan tiga

program unggulan yaitu : a). pengembangan sumberdaya manusia (SDM); b).

pengembangan pertanian dengan menjadikan Gorontalo sebagai provinsi

agropolitan, provinsi yang memiliki kompetensi di bidang pertanian; c).

pengembangan ekonomi kelautan dengan sasaran peningkatan kinerja sektor

perikanan dan pengembangan wilayah pesisir. Pengembangan sektor pertanian

sebagai salah satu sektor unggulan di Provinsi Gorontalo, dilaksanakan dengan

pendekatan konsep agropolitan dengan menetapkan jagung dan ternak sapi

sebagai komoditas utama. Pengembangan agropolitan di Provinsi Gorontalo

ditetapkan di Kabupaten Pohuwato yang menjadi daerah penelitian dalam kajian

disertasi ini (Gambar 1.1.1). Sejak tahun 2002 konsep agropolitan di kabupaten

ini dikembangkan di salah satu kecamatan, yaitu Kecamatan Randangan dengan

basis komoditas pertanian tanaman jagung.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

GGambar 1.1.1 Peeta Daerah Peneelitian di Kabuppaten Pohuwatoo Provinsi Gorontalo

4

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

5

Perekonomian Provinsi Gorontalo secara sektoral, masih didominasi

oleh aktivitas sektor pertanian. Apabila dilihat secara lebih khusus lagi,

penggerak sektor pertanian berasal dari subsektor tanaman pangan. Sementara

sektor sekunder dan tersier ditempati oleh sektor perikanan, peternakan, jasa-jasa

dan sektor perdagangan. Sektor petanian di daerah Gorontalo menjadi perhatian

karena merupakan program unggulan pemerintah Provinsi Gorontalo. Namun

peningkatan produksi belum seimbang dengan pemanfaatan luas lahan yang

tersedia, di samping itu juga pola budaya masyarakat yang menerapkan sistem

pola tanam yang masih menggunakan teknologi tradisional dalam menjalankan

usaha tani khususnya tanaman jagung, seperti : mengolah tanah, pemeliharaan

tanaman yang kurang intensif, menggunakan bibit lokal, jarang atau bahkan tidak

menggunakan pupuk atau pestisida, menggunakan pola tanam campuran yang

tidak beraturan. Bahkan kebun-kebun ada yang tidak dipagar sehingga hewan liar

bebas keluar masuk merusak tanaman.

Di Provinsi Gorontalo, lahan pertanian pada subsektor tanaman pangan

digunakan untuk penanaman komoditi padi dan jagung. Luas panen untuk

tanaman jagung terus mengalami peningkatan, tahun 2002 adalah 20.864,00 ha,

tahun 2003 menjadi 51.124 ha, selanjutnya tercatat pada tahun 2008 luas panen

tanaman jagung mencapai 109,792 dengan produksi total 416.222 ton (BPS

Gorontalo, 2009). Oleh karena itu dengan potensi yang dimiliki dan prospek

pasar yang menjanjikan, pengembangan komoditas jagung perlu ditindaklanjuti

dengan langkah-langkah strategis, yang sebelumnya didahului dengan kajian.

Pada tahun 2003 sampai tahun 2005 produksi jagung di Provinsi

Gorontalo mengalami peningkatan yang besar, yaitu dari 183.998 ton meningkat

menjadi 400.046 ton. Peningkatan produksi jagung ini adalah akibat dari

penerapan budidaya yang intensif dan subsidi pemerintah. Keadaan peningkatan

produksi jagung ini terus menerus sampai mencapai puncak produksi tertinggi

tahun 2008, namun tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 569.110 ton

(Gorontalo dalam angka, 2010). Jagung yang dipasarkan biasanya adalah jagung

muda untuk dikonsumsi sebagai makanan tambahan dan batang dan daunnya

digunakan sebagai pakan ternak peliharaan seperti sapi dan kuda. jagung tua

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

6

dengan kualitas dan kadar air tertentu biasanya dijual ke pengumpul dalam

jumlah yang besar untuk di ekspor, sementara sampai dengan akhir tahun 2006

Indonesia masih belum mampu mencukupi kebutuhan untuk konsumsi jagung

dalam negeri.

Jagung di Indonesia merupakan salah satu komoditas strategis dan bernilai

ekonomis. Kebutuhan jagung terus meningkat, yang seharusnya dapat dipakai

sebagai momentum untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Produksi jagung

di Gorontalo Tahun 2000 hanya 76.573 ton melonjak menjadi 400.046 ton pada

tahun 2005 (Bappeda Gorontalo, 2006). Jagung di samping sebagai makanan

pokok sebagian masyarakat Indonesia, juga berfungsi sebagai bahan pakan ternak

dan bahan baku industri makanan. Seiring dengan peningkatan aktivitas

pengembangan peternakan Indonesia, tentunya sebagai second round effect

berimbas terhadap peningkatan permintaan jagung sebagai salah satu input dalam

produksi ternak. Indonesia sampai dengan akhir tahun 2006, belum mampu

mencukupi kebutuhan untuk konsumsi jagung dalam negeri, oleh karena itu

dengan potensi yang dimiliki dan prospek pasar yang menjanjikan, pengembangan

komoditas jagung perlu ditindaklanjuti dengan langkah-langkah strategis, yang

sebelumnya perlu didahului dengan kajian. Melalui koordinasi dan kerjasama

yang terarah dengan semua stakeholders, Provinsi Gorontalo memiliki peluang

untuk meningkatkan produksi jagung dengan tetap memperhatikan kualitas.

Konsep pengembangan agribisnis jagung di Gorontalo dalam rangka mendukung

program agropolitan.

Pada tahun 2005 luas panen komoditas jagung secara nasional mengalami

peningkatan dibandingkan dengan tahun 2004 yaitu dari 3,36 juta menjadi 3,63

juta ha, akan tetapi pada tahun 2006 luasnya turun menjadi 3,35 juta ha. Hal ini

berpengaruh pula pada produksinya dimana tahun 2004 hanya 11,22 juta ton,

tahun 2005 naik menjadi 12,52 juta ton tetapi tahun 2006 turun menjadi 11,61 juta

ton, sedangkan produktivitasnya memperlihatkan kenaikan (Departemen

Pertanian, 2007). Selanjutnya menurut Badan Pusat Statistik (2012) bahwa

produksi jagung tahun 2011 sebesar 17,64 juta ton pipilan kering atau turun

sebesar 684,39 ribu ton (3,73 %) dibandingkan 2010 dan perkiraan tahun 2012

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

7

produksi jagung 2012 sebesar 18,95 juta ton pipilan kering atau naik sebesar 1,30

juta ton (7,38 %) dibandingkan 2011. Kenaikan produksi tersebut terjadi karena

adanya perkiraan peningkatan luas panen seluas 132,78 ribu hektar (3,44 %) dan

produktivitas sebesar 1,74 kuintal/hektar (3,81 %).

Luas panen jagung di Indonesia, Provinsi Gorontalo, dan di Kabupaten

Pohuwato mengalami peningkatan. Peningkatan luas panen ini terjadi selang

tahun 2004-2005. Hal ini menyebabkan produksi jagung mengalami peningkatan.

Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Gorontalo (2007) bahwa

ranking produktifitas jagung di Provinsi Gorontalo menempati urutan ke 3

nasional pada tahun 2007 dan menempati ranking pertama di kawasan Sulawesi,

dan luas panen terbesar berada di Kabupaten Pohuwato (42,01%) dari total luas

panen jagung Provinsi Gorontalo, sehinga produksi jagung di Provinsi Gorontalo

sebagian besar berasal dari kabupaten ini. Produksi, luas panen, dan produktivitas

tanaman jagung di Indonesia, Provinsi Gorontalo, dan Kabupaten Pohuwato

tertera pada Tabel 1.1.1.

Tabel 1.1.1 Produksi Tanaman Jagung di Indonesia, Provinsi Gorontalo,

dan Kabupaten Pohuwato Tahun 2004 - 2006

Kategori

Tahun 2004 2005 2006

Indonesia Luas Panen (ha) 3.356.914 3.625.987 3.345.805 Produksi (ton) 11.225.243 12.524.894 11.609.463

Produktivitas (kw/ha) 33,44 33,4 34,7 Provinsi Gorontalo

Luas Panen (ha) 72.529 107.715 109.716 Produksi (ton) 251.214 400.050 416.213

Produktivitas (kw/ha) 38,33 37,14 37,94 Kabupaten Pohuwato

Luas Panen (ha) 26.693 43.614 49.432 Produksi (ton) 206.937 206.935 219.033

Produktivitas (kw/ha) 47.45 47.45 44.31 Sumber : Departemen Pertanian (2007),

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Gorontalo (2007), dan Dinas Pertanian Kabupaten Pohuwato (2010)

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

8

Berdasarkan Rencana Strategi pembangunan pertanian Provinsi Gorontalo

telah ditetapkan proyeksi produksi tanaman pangan yang menjadi unggulan

Provinsi Gorontalo. Proyeksi untuk tanaman jagung tetap menjadi komoditas yang

dominan dibanding komoditas lainnya, kemudian disusul padi, dan tanaman

lainnya seperti jenis kacang-kacangan (kedele, kacang tanah, dan kacanghijau),

dan ubi-ubian (ubi kayu, dan ubi jalar). Proyeksi produksi tanaman jagung tahun

2012 adalah 1.025.000 ton, sedangkan tanaman padi 306.607 ton. Tanaman

lainnya seperti kedelei 6.659 ton, kacang tanah 3.494 ton, kacang hijau 292, ubi

kayu 4.106 ton, dan ubi jalar 1.447 ton. Secara lengkap proyeksi produksi

tanaman pangan tersebut disajikan pada Tabel 1.1.2.

Tabel 1.1.2 Proyeksi Produksi Tanaman Pangan di Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2012

Tahun

Produksi Tanaman Pangan (ton)

Jagung Padi Kedelei Kacang Tanah

Kacang Hijau

Ubi Kayu

Ubi Jalar

2009 812.000 257.783 4.453 2.233 200 3.001 1.069

2010 875.000 272.306 5.080 2.613 225 3.327 1.182

2011 950.000 287.608 5.788 3.018 256 3.701 1.305

2012 1.025.000 306.607 6.659 3.494 292 4.106 1.447

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Gorontalo (2008)

Sejak dicanangkannya program agropolitan tahun 2002 oleh pemerintah

Provinsi Gorontalo, telah terjadi peningkatan luas panen dan produksi jagung dari

tahun 2002 sampai 2008 walaupun pada tahun 2009 luas panen dan produksi

jagung di Provinsi Gorontalo menurun. Luas panen tanaman jagung tahun 2002

adalah 45.718 ha dengan produksi 130.251 ton (BPS Provinsi Gorontalo, 2003).

Keadaan ini mengalami peningkatan dari tahun 2002 sampai 2008, dan

peningkatan produksi jagung seiring dengan peningkatan luas panen, namun pada

tahun 2009 beberapa lahan jagung mengalami gagal panen akibat banjir dan

menyebabkan terjadinya penurunan produksi dan luas panen (BPS Provinsi

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

9

Gorontalo, 2003 - 2010). Menurut data BPS Provinsi Gorontalo (2010) bahwa

luas panen tanaman jagung terbesar tahun 2009 berada di Kabupaten Pohuwato

yaitu 42,01 % dengan produksi 37,98 %, sedangkan produksi tanaman palawija

lainnya kurang dari 10.000 ton per tahun. Pada tahun 2002 tanaman jagung telah

mendominasi tanaman pangan di Provinsi Gorontalo.

Selengkapnya keadaan luas panen dan produksi jagung di Provinsi

Gorontalo dan di Kabupaten Pohuwato dapat dilihat pada Tabel 1.1.3.

Tabel 1.1.3 Perkembangan Luas Panen, dan Produksi Jagung di Provinsi Gorontalo dan Kabupaten Pohuwato Tahun 2003 sampai 2009

Tahun

Provinsi Gorontalo Kabupaten Pohuwato Luas Panen

(ha) Produksi

(ton) Luas Panen

(ha) Produksi

(ton) 2003 58.716 183.998 12.386 40.2412004 72.529 251.214 26.693 206.9392005 107.752 400.046 43.614 206.9352006 109.792 416.222 49.432 219.0032007 119.027 572.784 49.479 252.0372008 156.436 753.598 58.089 285.7262009 124.798 569.110 52.438 243.837

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo (2010) dan

Dinas Pertanian Kabupaten Pohuwato (2010)

Jagung merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis seperti

padi. Nilai strategis komoditas jagung di Provinsi Gorontalo dapat dicermati

dengan peningkatan produksi dari tahun 2001 sampai 2009. Tahun 2001

produksi jagung hanya 81.719 ton, dan mengalami peningkatan yang tajam dalam

kurun waktu empat tahun (2005). Selanjutnya tahun 2006 sampai 2008

mengalami peningkatan, namun tahun 2009 terjadi penurunan produksi jagung di

Provinsi Gorontalo (Gambar 1.1.2).

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

10

Gambar 1.1.2 Produksi Jagung (ton) di Provinsi Gorontalo dan di Kabupaten Pohuwato Tahun 2003 Sampai 2009

Sumber : Gorontalo Dalam Angka 2010

Komoditas jagung merupakan komoditas primadona di Kabupaten

Pohuwato, di samping komoditas lainnnya seperti padi, kelapa, dan coklat

(http://gorontalo.tribunnews.com/2012/02/01). Data Bappeda Pohuwato (2010)

menyebutkan bahwa di Kabupaten Pohuwato terdapat lima sektor unggulan yakni

pertanian yang difokuskan pada tanaman jagung dan padi, perkebunan difokuskan

pada tanaman kelapa dan coklat, peternakan difokuskan pada ternak sapi,

pertambangan dan pariwisata.

Kabupaten Pohuwato merupakan salah satu wilayah yang memiliki

peluang pengembangan agropolitan dengan komoditas utama tanaman jagung.

Menurut data dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo

tahun 2009, bahwa luas panen tanaman jagung di Kabupaten Pohuwato rata-rata

mencapai 20,55 % tiap tahun. Jagung yang diusahakan oleh petani di Kabupaten

Pohuwato masih sangat tergantung pada subsidi pemerintah berupa saprodi dan

produktivitasnya belum optimal. Di samping itu juga masih terdapat kawasan

lahan produktif yang belum dimanfaatkan secara optimal. Bagi petani di

Kabupaten Pohuwato hasil panen jagung lokal tidak semata-mata dijual, namun

ada sebagian yang dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan pangan. Sedangkan

jagung hibrida dan komposit sebagian besar dijual, dimana petani tidak langsung

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

Produksi jagung diProv.Gto

Produksi Jagung diKab.Pohuwato

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

11

menjual ke pasar tetapi melalui pengumpul di wilayahnya masing-masing dan

selanjutnya dipasarkan di beberapa desa terkadang ada pasar mingguan.

Petani tetap pada sisi yang dirugikan; karena nilai tambah terbesar bukan

dinikmati petani, tetapi dirasakan oleh pedagang pengumpulnya. Hasil jagung

dapat juga diolah menjadi tepung dan minyak jagung, di samping makanan ringan

lainnya, dan pakan ternak. Namun di Provinsi Gorontalo khususnya di Kabupaten

Pohuwato belum tersedia sarana dan prasarana pendukung seperti industri

pengolah hasil jagung, baik pengolah menjadi bahan pangan atau sebagai pakan

ternak. Ketersediaan sarana tersebut dapat memberikan dampak bagi penyerapan

tenaga kerja, peningkatan ketrampilan, dan peningkatan pendapatan masyarakat.

Usaha pengembangan jagung walaupun telah menunjukkan hasilnya,

namun belum memuaskan. Keadaan ini dikarenakan masih banyak lahan-lahan

potensial yang belum dikembangkan dan dimanfaatkan serta masih banyak petani

dengan lahan garapan relatif sempit. Itu sebabnya terus diupayakan optimalisasi

pemanfaatan lahan yang ada, dan mencari konsep yang sesuai dengan

pembangunan daerah.

Agropolitan yang merupakan strategi penggerak dan pendorong utama dan

peningkatan perekonomian masyarakat diarahkan sebagai program yang

membawa multiplier effect bagi sektor-sektor lain. Prioritas pengembangan

selama 5 (lima) tahun ke depan diproyeksikan pada komoditi jagung dengan tidak

meninggalkan pengembangan komoditi lainnya. Menurut Nasution, (1998) dan

Rusastra dkk., (2002) keberhasilan pelaksanaan program pengembangan

agropolitan akan memberikan dampak teknis dan ekonomis secara nyata terhadap

pembangunan wilayah, dalam bentuk: (a) harmonisasi dan keterkaitan hubungan

yang saling menguntungkan antara daerah perdesaan dan perkotaan; (b)

peningkatan produksi, diversifikasi, dan nilai tambah pengembangan agribisnis

yang dinikmati secara bersama-sama oleh masyarakat dalam kawasan

pengembangan agropolitan; (c) peningkatan pendapatan, pemerataan

kesejahteraan, perbaikan penanganan lingkungan, dan keberlanjutan

pembangunan pertanian dan perdesaan; dan (d) dalam konteks regional dan

nasional akan terjadi efisiensi pemanfaatan sumberdaya, peningkatan keunggulan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

12

komparatif wilayah, perdagangan antar daerah, dan pemantapan pelaksanaan

desentralisasi pembangunan.

Konsep agropolitan berbasis pada pengembangan berbagai komoditas

pertanian merupakan salah satu system perencanaan dan penataan pemanfaatan

ruang untuk sektor strategis dan potensial yang diharapkan dapat mendorong

percepatan peningkatan nilai tambah yang diikuti peningkatan produktivitas

wilayah dan ekonomi masyarakat pada sentra-sentra produksi pertanian yang

didukung oleh fasilitas, sarana dan prasarana fisik, termasuk sistem informasi

teknologi dan informasi pasar yang dapat diandalkan.

Kegiatan mempercepat pertumbuhan dan perkembangan wilayah

perdesaan di Provinsi Gorontalo disyaratkan tersedianya informasi pewilayahan

komoditas unggulan tanaman jagung dan komoditi penunjangnya, yaitu tanaman

pangan, dan sayuran, yang didukung oleh ketersediaan sumber energi listrik dan

air bersih yang memadai, serta fasilitas transportasi dan komunikasi yang tangguh.

Berkenan dengan maksud itu, dikembangkan Program Agropolitan yang

dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti : 1) penguatan modal petani/kelompok

tani, 2) pembinaan penerapan teknologi prapanen dan pascapanen, 3) membangun

infrastruktur pada daerah-daerah potensial yang terisolasi, 4) membangun jalan-

jalan dan jembaan untuk memperlancar arus transportasi hasil dan sarana produksi

yang dibutuhkan, 5) melakukan perbaikan harga dengan menetapkan harga jagung

di tingkat petani, dan 6) memfasilitasi pemasaran dalam negeri bahkan ekspor

(Bappeda, 2004).

Sejak ditetapkan sebagai daerah pengembangan agropolitan pada tahun

2002 Gorontalo mulai berbenah diri diawali dengan penyusunan program dan

sosialisasi di Tilamuta (ibukota Kabupaten Boalemo), penetapan Kecamatan

Randangan (di Kabupaten Pohuwato) sebagai Kawasan Agropolitan untuk

menjadi prioritas pembangunan hingga penetapan desa Motolohu sebagai desa

pusat pertumbuhan. Hal ini merupakan upaya untuk mendorong tumbuh dan

berkembangnya pusat kegiatan di kawasan perdesaan yang mampu melayani

desa-desa disekitarnya dan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi

perdesaan. Pusat-pusat kegiatan tersebut kemudian ditata sesuai dengan hirarki

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

13

pelayanan, lalu ditetapkan dan dituangkan secara jelas dalam rencana tata ruang

Kabupaten Pohuwato.

Potensi lahan pertanian di Provinsi Gorontalo tahun 2009 berupa lahan

tegalan seluas 390.929 ha dan lahan sawah seluas 28.254 ha. Kabupaten

Gorontalo memiliki potensi lahan paling tinggi yaitu 121.339 ha, kemudian

Kabupaten Pohuwato 108.314 ha, dan terendah adalah Kota Gorontalo 2.409 ha

(Bappeda Provinsi Gorontalo, 2010). Hal ini berati Kabpaten Pohuwato memiliki

lahan yang dapat dikembangkan terutama lahan tegalan. Secara umum gambaran

potensi penggunaan lahan pertanian menurut Kabupaten/Kota di Provinsi

Gorontalo tahun 2009 disajikan pada Tabel 1.1.4.

Tabel 1.1.4. Luas Lahan Pertanian di Provinsi Gorontalo Tahun 2009

No. Kabupaten / Kota Lahan Tegalan (Ha)

Lahan Sawah (Ha)

Total (Ha)

1. Kab. Gorontalo 108.123 13.216 121.3392. Kab. Pohuwato 105.279 3.035 108.3143. Kab. Boalemo 88.668 3.981 92.6494. Kab. Gorontalo Utara 46.673 5.242 51.9155. Kab. Bonebolango 40.720 1.840 42.5606. Kota Gorontalo 1.466 940 2.406

Sumber : Bappeda Provinsi Gorontalo, 2010

Proses optimalisasi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya

lahan membutuhkan informasi dan data yang akurat tentang potensi, keragaan,

ketersediaan, dan kebutuhan terhadap sumberdaya lahan sangat penting. Provinsi

Gorontalo memiliki potensi ketersediaan lahan pertanian yang cukup besar dan

belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut Data Gorontalo dalam Angka tahun

2010 bahwa luas panen padi sawah pada tahun 2009 adalah 47.733 hektar dengan

produksi mencapai 256.217 ton. Dengan demikian, rata-rata produksinya 53,68

kuintal per hektar. Sedangkan menurut Data Pohuwato dalam Angka (2011),

produksi padi pada tahun 2010 di Kabupaten Pohuwato sebesar 32.709 ton, dan

produksi jagung di Pohuwato tahun 2010 sebesar 338.661 ton.

Upaya untuk menunjang program pengembangan Agropolitan yang

berbasis jagung menuju proyeksi Gorontalo sejuta ton jagung, maka diperlukan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

14

data dan informasi yang akurat, dalam hal ini adalah data spasial sebagai

informasi geografi yang berperan dalam penyebaran informasi untuk menjadi

arah pengembangan pembangunan agropolitan berbasis tanaman jagung yang

berkelanjutan. Perencanaan dan penataan pemanfaatan ruang untuk sektor

strategis dan potensial ini diharapkan dapat mendorong percepatan peningkatan

nilai tambah yang diikuti peningkatan produktivitas wilayah Kabupaten Pohuwato

dan ekonomi masyarakat pada sentra-sentra produksi jagung yang didukung oleh

fasilitas, infrastruktur sarana dan prasarana fisik, termasuk sistem informasi

teknologi dan informasi pasar yang dapat diandalkan.

Salah satu penunjang kegiatan pertanian dalam usaha pengembangan

kawasan agropolitan adalah dengan menyediakan kelengkapan sarana dan

prasarana. Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan yang

diterbitkan Departemen Pertanian, menyebutkan bahwa kawasan pertanian pada

kawasan agropolitan harus dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas layaknya di

perkotaan. Fasilitas tersebut antara lain : 1) jaringan jalan, 2) lembaga keuangan,

3) perkantoran, 4) lembaga penyuluhan dan ahli teknologi, 5) lembaga

pendidikan, 6) transportasi, 7) telekomunikasi, 8) listrik, 9) air bersih, 10)

lembaga petani, 11) lembaga kesehatan, 12) serta prasarana dan sarana umum.

Fasilitas lainnya adalah pembangunan infrastruktur penunjang usaha tani,

pemukiman, pemasaran dan agroindustri. Jenis infrastruktur penunjang

agroindustri adalah pembangunan industri rumah tangga (home industry) pada

unit-unit pemukiman penduduk. Jenis infrastruktur yang dapat menunjang

industri pemasaran adalah infrastruktur yang dapat mendekatkan produksi ke

konsumen akhir, berupa pembangunan pasar induk, terminal agribisnis dan pasar-

pasar tradisional terutama pada kota pemasaran akhir (outlet).

Usaha untuk menunjang kegiatan distribusi hasil pertanian di kawasan

agropolitan dibutuhkan sarana pasar yang memadai. Pembangunan pasar

merupakan tempat bagi petani untuk mendistribusikan hasil pertaniannya. Dalam

hal ini, petani bertindak sebagai produsen. Kehadiran sebuah pasar, diharapkan

kebutuhan petani selaku produsen hasil pertanian, utamanya yang berada di

Kawasan Sentra Produksi dan Kota Tani, dapat terakomodasi dan harga yang

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

15

terbentuk didasarkan pada mekanisme pasar sehingga tidak merugikan petani.

Sebab selama ini, sistem ijon masih terjadi dimana posisi tawar petani sangat

lemah sehingga penentu harga pada umumnya adalah tengkulak. Akses yang

tidak mudah untuk menuju daerah pemasaran menjadi pemicu bagi para petani

untuk menyerahkan hasil pertanian pada para tengkulak. Para petani ini terpaksa

menyerahkan hasil pertaniannya pada tengkulak karena kesulitan dalam

pengangkutan dari kawasan pertanian menuju kawasan pemasaran.

Jenis pembangunan infrastruktur penunjang usahatani yang sangat

dibutuhkan adalah jalan usahatani sekunder yang dapat dilalui kenderaan

pengangkut saprodi dan hasil panen. Pembangunan infrastruktur jaringan jalan

yang terpadu dan berkelanjutan di kawasan agropolitan dapat berfungsi melayani

pusat-pusat kegiatan produksi hulu dan kawasan pusat industri serta kawasan

strategis sampai ke luar daerah pemasaran (outlet). Jenis pembangunan

infrastruktur penunjang pemukiman adalah pembangunan fasilitas sosial setara

perkotaan, sehingga dapat menahan laju migrasi ke kota. Fasilitas-fasilitas inilah

yang belum seluruhnya terpenuhi di Kawasan Agropolitan Kabupaten Pohuwato.

Pengembangan agropolitan berbasis jagung di wilayah Kabupaten

Pohuwato ini mempunyai peran penting sebagai arahan dan peluang lokasi

investasi bagi pemerintah dan masyarakat dalam mencapai efisiensi, efektifitas

dan nilai tambah dari produk-produk yang dihasilkan sentra-sentra produksi

berbasis jagung.

1.2 Perumusan Masalah

Konsep pengembangan agropolitan muncul dari permasalahan adanya

ketimpangan pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat kegiatan dan

pertumbuhan ekonomi dengan wilayah perdesaan sebagai pusat kegiatan

pertanian yang tertinggal. Proses interaksi ke dua wilayah selama ini secara

fungsional ada dalam posisi saling memperlemah. Wilayah perdesaan dengan

kegiatan utama sektor primer, khususnya pertanian, mengalami produktivitas yang

selalu menurun akibat beberapa permasalahan. Wilayah perkotaan disisi lain

sebagai tujuan pasar dan pusat pertumbuhan menerima beban berlebih sehingga

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

16

memunculkan ketidaknyamanan akibat permasalahan permasalahan sosial

(konflik, kriminal, dan penyakit) dan lingkungan (pencemaran dan buruknya

sanitasi lingkungan permukiman). Hubungan yang saling memperlemah ini secara

agregat wilayah keseluruhan akan berdampak pada penurunan produktivitas

wilayah (Rustiadi dan Hadi, 2006).

Agropolitan adalah suatu konsep yang berbasis pada pengembangan

suatu sistem kewilayahan yang mampu memfasilitasi berkembangnya kawasan

perdesaan dalam suatu hubungan desa-kota yang saling memperkuat (Rustiadi

dkk, 2006). Agropolitan adalah kawasan yang merupakan sistem fungsional yang

terdiri dari satu atau lebih kota-kota pertanian (agropolis) pada wilayah produksi

pertanian tertentu, yang ditunjukkan oleh adanya sistem keterkaitan fungsional

dan hirarki keruangan satuan-satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis,

terwujud baik melalui maupun tanpa melalui perencanaan. Agropolis adalah

lokasi pusat pelayanan sistem kawasan sentra-sentra aktivitas ekonomi berbasis

pertanian. Menurut Anwar dan Rustiadi (1999), pengertian agropolitan adalah

merupakan tempat-tempat pusat (central places) yang mempunyai struktur

berhierarki, karena agropolis mengandung arti adanya kota-kota kecil dan

menengah di sekitar wilayah perdesaan (Micro Urban-village) yang dapat

bertumbuh dan berkembang karena berfungsinya koordinasi pada sistem kegiatan-

kegiatan utama usaha agribisnis, serta mampu melayani, mendorong, menarik,

menghela kegiatan pembangunan pertanian di kawasan sekitarnya.

Agropolitan dengan permasalahan dan tantangan kewilayahan dalam

pembangunan perdesaan saat ini adalah : 1) mendorong ke arah terjadinya

desentralisasi pembangunan maupun kewenangan; 2) menanggulangi hubungan

saling memperlemah antara perdesaan dengan perkotaan; dan 3) menekankan

pada pengembangan ekonomi yang berbasis sumberdaya lokal dan diusahakan

dengan melibatkan sebesar mungkin masyarakat perdesaan itu sendiri (Rustiadi

dan Hadi, 2006).

Di Indonesia, konsep agropolitan telah mulai dilaksanakan sejak tahun

2002. Terdapat 8 kawasan agropolitan yang dikembangkan pada tahap awal ini.

Kawasan tersebut adalah : 1) Kawasan Agropolitan Selupu Rejang, Kabupaten

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

17

Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, 2) Kawasan Agropolitan Sangsaka,

Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, 3) Kawasan Agropolitan

Tawung, Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan, dan 4) Kawasan

Agropolitan Randangan, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Sementara

itu, empat kawasan agropolitan lainnya, yaitu : 1) Kawasan Agropolitan IV

Angkat Candung, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat, 2) Kawasan

Agropolitan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat, 3) Kawasan

Agropolitan Banjar Arum, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DI Yogyakarta, dan

4) Kawasan Agropolitan Catur, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, memperoleh

biaya pengadaan sarana dan prasarana (Rustiadi, 2008).

Pengembangan Agropolitan di Provinsi Gorontalo ditetapkan di

beberapa wilayah, seperti di Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Boalemo, dan

Kabupaten Pohuwato. Kabupaten Pohuwato merupakan sentra produksi jagung

dimana komoditas ini ditetapkan menjadi komoditas unggulan di daerah ini.

Permasalahan tentang pengembangan agropolitan berbasis jagung di Kabupaten

Pohuwato adalah lahan untuk pengembangan tanaman jagung cukup luas dengan

variasi dan kemampuan dan kesesuaian lahan yang distribusi keruangannya belum

diketahui, infra struktur belum memadai, masih terbatasnya sarana–prasarana

penunjang yang ada menjadi faktor penting yang berpengaruh terhadap

keberhasilan pengembangan agropolitan basis jagung yang berkelanjutan di

daerah ini. Data spasial yang menjadi acuan dalam penentuan kebijakan

pemerintah daerah belum tersedia; karena penggunaan data potensi spasial

diperlukan untuk berbagai keperluan seperti pengembangan dan perencanaan

wilayah serta manajemen sumberdaya di daerah ini. Data spasial merupakan data

yang memiliki referensi keruangan. Setiap bagian dari data tersebut selain

memberikan gambaran tentang suatu fenomena, juga dapat memberikan informasi

mengenai lokasi dan juga persebaran dari fenomena dalam suatu wilayah.

Uraian di atas menunjukkan perlunya dibuat suatu konsep

pengembangan agropolitan berbasis jagung yang berorientasi kepada

pembangunan daerah dan pemberdayaan potensi sumberdaya alam dengan

memadukan penggunaan ruang (spasial) dan segenap sumberdayanya secara

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

18

fungsional antar berbagai sektor untuk mendorong pemanfatan lahan potensial

agar tercapai pertumbuhan wilayah yang seimbang, lestari dan berkelanjutan.

Pembangunan yang berkelanjutan memerlukan perencanaan yang terpadu dan

menyeluruh, berdasarkan pertimbangan aspek sosio ekonomi dan ekologi secara

terpadu. Dari konsep yang ditemukan ditentukan kawasan agropolitan Kabupaten

Pohuwato dengan kategori kawasan sentra pengembangan yang sifatnya sebagai

sentra produksi penghasil jagung, juga dapat ditentukan pusat regional/kota kecil

sebagai pusat pemasaran produksi dan pengolahan hasil.

Kondisi sekarang permasalahan di Kabupaten Pohuwato dapat diuraikan

sebagai berikut: 1) komoditas jagung telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai

unggulan, 2) lahan untuk pengembangan jagung cukup luas dengan variasi

kemampuan dan kesesuaian lahan, yang sebaran keruangannya belum diketahui,

3) infrastruktur pendukung agropolitan belum merata, 4) belum adanya penetapan

kawasan agropolitan yang terarah.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang diuraikan di

atas maka dirumuskan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1) Bagaimana pola keruangan penggunaan lahan untuk tanaman jagung di

Kabupaten Pohuwato ?

2) Bagaimana kemampuan dan kesesuaian lahan yang spesifik lokasi untuk

tanaman jagung di Kabupaten Pohuwato?

3) Bagaimana pola keruangan/spasial dari infrastruktur di Kabupaten Pohuwato?

4) Bagaimana zona pengembangan agropolitan jagung di Kabupaten Pohuwato

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1) mengkaji sebaran pola keruangan penggunaan lahan saat sekarang di

Kabupaten Pohuwato;

2) menganalisis kemampuan dan kesesuaian lahan untuk tanaman jagung di

Kabupaten Pohuwato;

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

19

3) mengevaluasi pola keruangan infrastruktur untuk mendukung agropolitan

tanaman jagung di Kabupaten Pohuwato;

4) menyusun arahan zona pengembangan agropolitan jagung di Kabupaten

Pohuwato.

1.4 Manfaat

Manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1) menghasilkan rekomendasi tentang arahan pemanfatan lahan untuk

tanaman jagung yang memiliki kesesuaian dengan tanaman jagung di

Kabupaten Pohuwato;

2) menentukan wilayah sentra produksi jagung, dan kota kecil sebagai pusat

regional yang lengkap dengan informasi spasial tentang pengembangan

komoditas jagung yang berkelanjutan di Kabupaten Pouwato Gorontalo;

3) hasil kajian sebagai informasi pengelolaan lahan dan sumberdaya yang

akurat digunakan untuk pertumbuhan daerah baru yang potensial (penting

bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan);

4) menambah wawasan ilmu geografi dalam pengembangan agropolitan.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang agropolitan telah banyak dikembangkan, antara lain

penelitian yang dilakukan oleh Supriadi (2007) tentang pengembangan

agroindustri perdesaan melalui percepatan inovasi, Sulistiono (2008) dengan topik

model pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan, I Wayan Rusastra,

dkk (2004) dengan topik kinerja dan perspektif pengembangan model agropolitan

mendukung pengembangan ekonomi wilayah berbasis agribisnis, Valentina A

(2009) dengan topik model spasial penggunaan lahan pertanian di Kecamatan

Kledung Kabupaten Temanggung.

Penelitian ini merupakan penelitian yang secara spesifik merancang

pengembangan agropolitan jagung di Kabupaten Pohuwato Gorontalo. Penelitian

ini mengintegrasikan faktor-faktor fisik dan manusia untuk memperoleh zona

pengembangan agropolitan berbasis tanaman jagung sebagai komoditas unggulan

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

20

di Kabupaten Pohuwato Gorontalo. Penelitian ini menemukan kawasan kota tani

yang secara fungsional sesuai dengan karakteristik wilayah dan potensi

sumberdaya lahan di Kabupaten Pohuwato, sehingga penelitian ini berbeda dan

belum pernah dilakukan sebelumnya, baik di Kabupaten Pohuwato maupun di

daerah lain.

Tabel 1.5.1 menunjukkan ringkasan beberapa penelitian yang telah

dilakukan, dan berkaitan dengan topik penelitian ini. Dengan melihat dan

membandingkan topik, metode, obyek, serta daerah penelitian ini, dapatlah

dinyatakan bahwa penelitian yang dilakukan ini asli, dan belum pernah dilakukan

sebelumnya.

Supriadi (2007), tentang pengembangan agroindustri perdesaan melalui

percepatan inovasi mengemukakan tentang faktor penentu keberhasilan

pengembangan agroindustri pedesaan melalui pendekatan dengan pemda dan

masyarakat, teknologi usaha tani, pengembangan budaya masyarakat yang kreatif,

infrastruktur, pasar, dan peningkatan nilai tambah usaha tani. Tujuan penelitian

untuk menganalisis faktor-faktor penentu keberhasilan dan kelemahan dari

pengembangan agroindustri skala perdesaan melalui progam akselerasi inovasi

secara terpadu. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa faktor penentu

keberhasilan terutama: (a). pendekatan awal BPTP yang pro aktif,partisipatif,dan

motivasi yang kuat, mendapat dukungan nyata dari Pemda maupun masyarakat,

(b). kelayakan teknologi usahatani (teknis, sosial, ekonomi dan budaya), (c).

Budaya masyarakat (rajin, ulet, kreatif,dan cepat menerima saran positif) d).

infrastruktur pertanian yang menunjang, (e). akses pasar [input,out put dan tenaga

kerja), dan (f). nilai tambah usahatani (kompos, bio urine, bio gas,dan peningkatan

produksi.

Sulistiono (2008) menjelaskan model pengembangan wilayah dengan

pendekatan agropolitan. Terdapat lima model yang dikembangkan untuk

mengukur kinerja pembanguan ekonomi daerah Kabupaten Banyumas. Tujuan

penelitiannya adalah menganalisis dan mengidentifikasi ukuran kinerja sistem

agropolitan, menganalisis kinerja pembangunan ekonomi daerah, menganalisis

hubungan antara kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

21

daerah, merekomendasikan model pengembangan wilayah dengan pendekatan

agropolitan. I Wayan Rusastra (2004) mengemukakan kinerja pengembangan

model agropolitan dalam mendukung pengembangan ekonomi berbasis agribisnis,

dimana pengembangan agropolitan telah mampu meningkatkan pendapatan

petani.

Shalaby, A. Y.O. Ouma and Tateishi, R (2006) dengan judul Land

suitability assessment for perennial crops using remote sensing and Geographic

Information Systems:A case study in northwestern Egypt. Penelitian tersebut

bertujuan untuk mengembangkan model yang Sistem Informasi berbasis

Geografis dalam menentukan nilai kesesuaian lahan untuk jambu biji, zaitun dan

kurma di pantai Utara-barat Mesir. Hasil penelitiannya adalah peta kesesuain

lahan yang berkelanjutan untuk tanaman jambu biji, zaitun dan kurma, baik

kesesuaian lahan aktual maupun kesesuaian lahan potensial.

Valentina (2009) menganalisis model spasial penggunaan lahan pertanian

di Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung, dengan tujuan mengkaji

hubungan penggunaan lahan pertanian dengan produksi tanaman, mengkaji peran

pengelolaan penggunaan lahan pertanian terhadap pendapatan petani, dan

menemukan model spasial pengelolaan penggunaan lahan pertanian

berkelanjutan. Penelitiannya menjelaskan bahwa 1) pengunaan lahan pertanian

pada daerah berlereng 40% hinga 50% memberikan hasil relatif tinggi, 2)

pengelolaan penggunaan lahan dengan pola kemitraan mempunyai peran penting

dalam jumlah dan kualitas produksi, 3) menemukan model spasial pengelolaan

penggunaan lahan berkelanjutan.

Martin, D and Saha (2009), Land evaluation by integrating remote sensing

and GIS for cropping system analysis in a watershed; mengemukakan tentang

pola tanam di Daerah Aliran Sungai (DAS) tipe penggunaan lahan (land

utilization type=Lut) di DAS yang didasarkan atas evaluasi tanah FAO (1990).

Hasil penelitiannya diperoleh Lut-I (padi), Lut-II (gandum), Lut-III (jagung),

Lut-IV (mustard) dan Lut-V (tebu) evaluasi lahan menggunakan RS dan GIS.

Ilahude (2012) mengkaji pengembangan agropolitan jagung berdasarkan

potensi sumberdaya alam (kemampuan dan kesesuaian lahan), penggunaan lahan,

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

22

infra struktur, dan menemukan zona sebagai pusat-pusat simpul kota tani dan

sentra produksi yang terintegrasi secara menyeluruh dan memiliki keterkaitan

secara fungsional dalam satu kawasan regional Kabupaten Pohuwato.

Berdasarkan uraian berbagai penelitian yang telah dilaksanakan, lebih

banyak menjelaskan aspek sosial ekonomi dan agribisnis, belum dikemukakan

kajian tentang pengembangan agropolitan melalui analisis potensi sumberdaya

lahan seperti aspek kemampuan lahan, kesesuaian lahan, dan infrastruktur untuk

pengembangan komoditas jagung khususnya di Kabupaten Pohuwato.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

23

Tabel 1.5.1 Penelitian Terdahulu yang Terkait dan yang akan

Dilakukan

No. Peneliti Tahun Judul Tujuan

1. Supriadi Herman 2007 Pengembangan Agroindustri Perdesaan melalaui Percepatan inovasi

Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor penentu keberhasilan dan kelemahan dari pengembangan agroindustri skala perdesaan melalui progam akselerasi inovasi secara terpadu

Data ddigali mpendek(ParticAppraikuesionrumah

2. D. Martin, and S. K. Saha

2009 Land evaluation by integrating remote sensing and GIS for cropping system analysis in a watershed

Untuk menentukan pola tanam di DAS

Evaluamenggdan GI

3. Shalaby, A. Y.O. Ouma and Tateishi, R

2006 Land suitability assessment for perennial crops using remote sensing and Geographic Information Systems: A case study in northwestern Egypt

untuk mengembangkan model yang Sistem Informasi berbasis Geografis untuk penilaian kesesuaian lahan untuk jambu biji, zaitun dan kurma di pantai Utara-barat Mesir.

IntegraCitra L

4. Sulistiono 2008 Model Pengembangan Wilayah dengan Pendekatan Agropolitan

1. Menganalisis dan mengidentifikasi ukuran kinerja sistim agropolitan.

2. Menganalisis kinerja pembangunan ekonomi daerah

3. Menganalisis hubungan antara kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah.

4. Merekomendasikan model pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan.

1) analidenvarisistdanpemeko

2) menindekineagrokinepemeko

3) clus4) Spa

5. I Wayan Rusastra, 2004 Kinerja dan perspektif 1. Mengevaluasi siklus dan 1) Eva

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

24

dkk pengembangan model agropolitan mendukung pengembangan ekonomi wilayah berbasis agribisnis

struktur (tata ruang) keterkaitan desa-kota dan pembangunan

2. wilayah dalam perspektif membangun kelembagaan agropolitan berbasis agribisnis;

3. Mengevaluasi kinerja produksi produk primer dan produk olahan komoditas pertanian

4. unggulan dan strategi kebijakan pengembangan usahatani dan agroindustri;

5. Mengevaluasi kinerja pasar input dan strategi kebijakan yang terkait dengan pasar sarana

6. produksi utama; Mengevaluasi kinerja pasar output dan strategi kebijakan yang terkait dengan pasar

7. produk primer dan olahan komoditas pertanian unggulan;

danproagroAnadesmeman amarpaskeleana(revsint

(2) Evpelaproagromemsejuinfo

6. Valentina Arminah 2009 Model Spasial Penggunaan Lahan Pertanian di Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung

1) Mengkaji hubungan 2) penggunaan lahan pertanian

dengan produksi tanaman, 3) mengkaji peran pengelolaan

penggunaan lahan pertanian terhadap pendapatan petani,

4) menemukan model spasial pengelolaan penggunaan lahan pertanian berkelanjutan

Analispendekekologkeruanlahan sanalisi

7. Abiud L. Kaswamila and Alexander N. Songorw

2009 Participatory land-use planning and conservation in northern Tanzania rangelands

Menilai proses dan dampak rencana penggunaan lahan partisipatif

Pengumwawankelompteknik kualitamultiplcodingmemor

8. Zulzain Ilahude 2012 Kajian Pengembangan Spasial Agropolitan jagung Berkelanjutan di Kabupaten Pohuwato Gorontalo

1) menganalisis distribusi pola keruangan penggunaan lahan saat sekarang di Kabupaten Pohuwato;

2) menganalisis kemampuan dan

Metodeyang dadalah cara deberupa

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

25

kesesuaian lahan untuk tanaman jagung di Kabupaten Pohuwato;

3) mengevaluasi pola keruangan infrastruktur untuk mendukung agropolitan tanaman jagung di Kabupaten Pohuwato;

4) mengkaji kondisi agropolitan sekarang dan arahan pengembangan agropolitan jagung di Kabupaten Pohuwato

data daFGD, pdata, dpemetadata sppada SNasionPeta ruIndonetematikdiguna

Sumber : Pustaka Geografi (2010)

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

26

1.6 Batasan operasional

Beberaapa batasan dari istilah penting dijelaskan di bawah ini untuk

mempermudah mengikuti uraian selanjutnya.

1. Agropolitan : upaya pengembangan kawasan pertanian yang tumbuh dan

berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis, yang

diharapkan dapat melayani dan mendorong kegiatan pembangunan petanian

(Departemen Pertanian, 2001).

2. Bentang lahan (landscape) adalah sebagian ruang permukaan bumi yang

terdiri atas system-sistem, yang dibentuk oleh interaksi dan interpendensi

antara bentuklahan, batuan, bahan pelapukan batuan, tanah, air, udara,

tumbuhan, hewan, laut tepi pantai, energy dan manusia dengan aktivitasnya,

yang secara keseluruhan membentuk satu kesatuan (Surastopo, 1982 dalam

http://mezoq.wordpress.com/catatan-ku/pengertian-bentang-lahan/ dikutip

tahun 2014).

3. Bentuklahan (landform) merupakan kenampakan permukaan bumi yang

terjadi akibat genesis tertentu, sehingga menimbulkan bentuk khas yang

dicirikan oleh sifat fisik material akibat proses alami yang dominan, dan

dalam perkembangannya dapat dkaitkan dengan struktur tertentu (Sunarto,

2004 dalam http://geo.fis.unesa.ac.id/web/index.php/en/geomorfologi-

terapan/132-definisi-a-objek, dikutip tahun 2014).

4. Desa pusat pertumbuhan adalah desa yang memiliki karakteristik

aksesbilitas lokasi strategis, hirarki pelayanan yang tinggi, dan sector basis

pengembangan yang bervariasi (Muta’ali, 2003).

5. Evaluasi lahan adalah Suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk

tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yan sudah

teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan arahan

penggunaan lahan sesuai dengan keperluan.

6. Identifikasi adalah proses pengenalan/penentuan jati diri sesuatu

bedasarkan faktor-faktor tertentu.

7. Analisis keruangan merupakan pendekatan studi dalam geografi mengenai

keanekaragaman ruang muka bumi dengan membahas masing-masing

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

27

aspek-aspek keruangannya. Aspek-aspek ruang muka bumi meliputi faktor

lokasi, kondisi alam, dan kondisi sosial budaya masyarakatnya dengan

memperhatikan faktor letak, distribusi (persebaran), interrelasi serta

interaksinya. Karena itu, analisis keruangan dapat dijadikan dasar untuk

perencanaan penggunaan lahan tertentu (http://www.sentra-

edukasi.com/2011/09/pendekatan-dalam-geografi.html, 2013).

8. Kawasan agropolitan : kawasan pertanian yang terdiri atas satu atau lebih

pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai system produksi pertanian

dan engelolaan sumberdaya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya

keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan system permukiman

dan system agrobisnis (UU RI No.26, 2007).

9. Kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) terdiri dari kota pertanian

dan desa-desa sentra produksi pertanian yang ada di sekitarnya, dengan

batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administratif pemerintahan,

tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi kawasan yang

ada. Kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) merupakan kota

pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan

usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela

kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.

10. Komoditas pertanian unggulan adalah komoditas pertanian yang

mempunyai prospek pasar dan ada permintaan pasar, baik permintaan pasar

lokal, pasar domestik ataupun pasar internasional, yang cocok

dibudidayakan oleh masyarakat setempat karena kesesuaian sumberdaya

alam, budaya dan teknologi.

11. Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi.

Misalnya kemiringan lereng, curah hujan, tekstur tanah, kapasitas air

tersedia, kedalaman efektif, dan sebaginya. Data ini digunakan untuk

keperluan interpretasi dan evaluasi lahan.

12. Kemampuan lahan adalah satu lahan yang digunakan sebagai usaha

pertanian yan paling intensif (termasuk tindakan pengelolaannya) tanpa

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

28

menyebabkan tanahnya menjadi rusak dalam jangka waktu yang tidak

terbatas (Ananto, 1991).

13. Kesesuaian lahan (land suitability) adalah kecocokan suatu lahan untuk

penggunaan tertentu. Misalnya lahan sesuai untuk irigasi, tambak, pertanian

tanaman tahunan, pertanian tanaman semusim. Kesesuaian lahan ditinjau

dari sifat fisik yang terdiri dari iklim, tanah, topografi, hidrologi, drainase,

sesuai untuk usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif.

14. Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian lahan (komponen-komponen

lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori

berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam

penggunaannya secara lestari (Arsyad, 2006).

15. Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yan terdiri atas iklim, relief, tanah,

air, dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya

terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976 dalam Arsyad, 2006).

16. Pengembangan wilayah adalah berbagai jenis kegiatan, baik yang mencakup

dalam sektor pemerintahan maupun masyarakat, dilaksanakan dan diatur

dalam rangka usaha-usaha memperbaki tingkat kesejahteraan hidup

masyarakat. Usaha-usaha itu pada dasarnya bersifat meningkatkan

pemanfaatan sumberdaya serta meningkatkan pemenuhan berbagai jenis

kegiatan tersebut membawa pengaruh peningkatan pada kawasan, walau

seberapapun besarnya, baik dalam arti kualitas dan jenis maupun luas serta

jumlahnya (Poernomosidi, 1975).

17. Perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai setelah

memperhatikan faktor-faktor pembatas dalam mencapai tujuan tersebut dan

memilih serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.

18. Perkembangan adalah suatu proses perubahan keadaan dari suatu keadaan

ke keadaan yang lain yang lebih baik dalam waktu yang bebeda. Dalam hal

ini menyangkut proses yang berjalan secara alamiah maupun yang secara

artificial.

19. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini,

meramalkan perkembangan berbagai faktor non-controllable yang relevan,

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67140/potongan/S3-2014... · penting tentang distribusi, ... untuk seluruh Indonesia hanya peta pada skala

29

memperkiran faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang

diperkirakan dapat dicapai, menetapkan langkah-langkah untuk mencapai

tujuan/sasaran tersebut.

20. Perangkat lunak (software) Land Clasification and land use planning

(LCLP) adalah metode komputerisasi analisis data kemampuan lahan dan

kesesuaian lahan, yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, berdasarkan

global data yang digunakan (Suratman, 2004).

21. Penggunaan lahan adalah sebagai bentuk intervensi (campur tangan)

manusia terhadap lahan dalam ranga memenuhi kebutuhan hidupnya baik

materil maupun spiritual (Arsyad, 1989).

22. Potensi wilayah adalah suatu daya/ kekuatan berupa sumberdaya alam dan

manusia serta sumberdaya hasil budidaya manusia yan terdapat dalam suatu

wilayah dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia.

23. Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang kompleks dari

suatu satuan lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan

(performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan

tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land

characteristics). Kualitas lahan dapat diestimasi secara langsung di

lapangan, tetapi umumnya ditetapkan dari karaakteristik lahan.

24. Satuan lahan adalah suatu area di permukaan bumi yang mempunyai

kualitas lahan dan karakteristik lahan yang khas, yang dapat ditentukan

batasnya pada peta (Mangunsukardjo, 1995).

25. Sistem Informasi Geografi adalah alat yan digunakan untuk pengumpulan,

penyimpanan, mendapat kembali, transformasi dan termasuk penayangan

suatu data untuk tujuan tertentu (Borough, 1986).

26. Wilayah adalah daerah tertentu yang di dalamnya tercipta homogenitas

struktur ekonomi dan sosial sebagai perwujudan kombinasi antara faktor-

faktor lingkungan dan demografi.