-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trans Pacific Partnership (TPPA) adalah suatu perjanjian
perdagangan
bebas yang memiliki tujuan untuk memperkuat kerjasama ekonomi
diantara
Amerika Serikat dan 11 negara lainnya yang berada dikawasan
Asia-Pasifik. TPPA
sendiri memiliki anggota sebanyak 12 negara yang mana total
Gross Domestic
Product (GDP) semua negara anggotanya mewakili sebesar 40%
total
perekonomian dunia.1 Negara-negara anggota TPPA antara lain
adalah Singapura,
Selandia Baru, Australia, Vietnam, Kanada, Jepang, Meksiko,
Cile, Peru, Malaysia,
Brunei Darrusalam dan Amerika Serikat.
Pada awalnya TPPA merupakan sebuah perjanjian yang diinisiasi
oleh
Singapura, Cile, Selandia Baru, dan Brunei Darrusalam yang
dahulunya bernama
Trans Pacific Strategic Economic Partnership Agreement (TPSEP)
yang dibentuk
pada tahun 2005.2 Keempat negara penginisiasi TPPA yang
tergabung dalam
TPSEP ini sering disebut sebagai Pacific four (P4). Ketika mulai
diberlakukannya
perjanjian ini pada tahun 2006, negara-negara yang tergabung
dalam P4 diharuskan
1 Ging Ginanjar, Plus Minus Niat Gabung Kemitraan Trans-Pasifik
TPPA, diakses dalam
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151027_indonesia_TPPA
(1/03/2017,
18:20 WIB) 2 Deborah Elms & C.L. Lim, The Trans Pacific
Partnership Agreement (TPPA) Negotiations:
Overview and Proospects. (RSIS Working Paper), Working Paer
No.232, Februari 2012,
S.Rajatnam School of International Studies Singapore.
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151027_indonesia_tpp
-
2
untuk mulai menghilangkan hambatan tarif secara berkala.3
Perjanjian TPSEP ini
pun mulai membuat negara-negara lain tertarik utuk
bergabung.
Amerika Serikat menunjukkan ketertarikannya untuk bergabung
dengan
TPSEP pada tahun 2008 dibawah masa pemerintahan Presiden Bush.4
Namun
karena adanya pergantian kepemimpinan, perundingan antara
Amerika Serikat
dengan negara-negara anggota TPSEP baru terlaksana pada tahun
2009 dibawah
masa pemerintahan Presiden Barack Obama.5 Setelah bergabungnya
Amerika
Serikat, Trans Pacific Strategic Economic Partnership (TPSEP)
berganti nama
menjadi Trans Pacific Partnership Agreement (TPPA). Bergabungnya
Amerika
Serikat dalam perjanjian perdagangan bebas ini, menjadi sebuah
daya tarik
tersendiri bagi negara-negara lain untuk turut bergabung dalam
TPPA.
Negara-negara yang menunjukkan ketertarikannya untuk bergabung
dalam
TPPA dan mulai melakukan negosiasi adalah diantaranya,
Australia, Peru,
Vietnam, Malaysia, Meksiko, Kanada, Jepang, Tiongkok dan Korea
Selatan.6
Setelah melalui berbagai proses negosiasi selama kurang lebih 8
tahun, akhirnya
pada 5 Oktober 2015 proses negosiasi pun berakhir dan perjanjian
ini resmi
ditandatangi oleh ke-12 negara anggotanya yaitu Selandia Baru,
Chile, Singapura,
3 Ministry Of Foreign Affairs and Trade, The New Zealand –
Singapore – Chile – Brunei
Darussalam Trans-Pacific Strategic Economic Partnership, diakses
dalam
https://www.mfat.govt.nz/assets/FTAs-agreements-in-force/P4/trans-pacificbooklet.pdf
(14/03/2018, 09:30 WIB) 4 The Small Bussiness Exporters
Association of The United States, Trans Pacific Partnership
(TPPA), diakses dalam
http://www.sbea.org/wp-content/uploads/2014/10/TPPA-Issue-Brief.pdf
(14/03/2018, 09:47 WIB) 5 Ibid. 6 Ibid.
https://www.mfat.govt.nz/assets/FTAs-agreements-in-force/P4/trans-pacificbooklet.pdfhttp://www.sbea.org/wp-content/uploads/2014/10/TPP-Issue-Brief.pdf
-
3
Brunei Darussalam, Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Peru,
Vietnam, Malaysia,
Australia dan Jepang pada 4 Februari 2016 di Auckland, Selandia
Baru. 7
Bergabungnya Amerika Serikat dalam TPPA, dilatar belakangi oleh
beberapa
alasan antara lain adalah krisis ekonomi yang terjadi di Amerika
Serikat pada tahun
2007 yang kemudian mendorong Amerika Serikat untuk bergabung
dalam
keanggotaan TPPA pada tahun 2008.8 Serta munculnya kekuatan
ekonomi baru dari
Asia, yaitu Tiongkok yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi
yang cukup
signifikan dari tahun ke tahun, sehingga membuat Amerika Serikat
merasa
waspada. Amerika Serikat mengganggap bahwa pertumbuhan ekonomi
Tiongkok
dapat mengancam posisi Amerika Serikat sebagai negara dengan
kekuatan ekonomi
utama di dunia.
Melihat potensi yang begitu besar yang dimiliki TPPA, Presiden
Barrack
Obama menjadikan TPPA sebagai salah satu agenda terbesar untuk
dicapai pada
masa pemerintahannya. Pada masa pemerintahan Barrack Obama,
bergabungnya
Amerika Serikat kedalam TPPA memiliki tujuan yang akan
disesuaikan dengan
kepentingan nasional Amerika Serikat pada saat itu. Amerika
Serikat menggunakan
TPPA sebagai sebuah sarana untuk memperluas pasar serta
dominasinya di
Kawasan Asia Pasifik melalui kebijakan Pivot to Asia. Namun
sayangnya, hingga
akhir masa pemeritahan Barrack Obama, perjanjian perdagangan
bebas ini tidak
7 Timeline of Discussion, diakses dalam
http://international.gc.ca/trade-commerce/trade-
agreements-accords-commerciaux/agr-acc/cpTPPA-ptpgp/timeline_negotiations-
chronologie_negociations.aspx?lang=eng (14/03/2018, 10:37 WIB) 8
Markus Hariyanto, Kepentingan Amerika Serikat Mendorong Jepang
Terlibat Dalam Trans
Pacific Partnership Agreement (TPPA), Skripsi, Pekanbaru:
Jurusan Hubungan Internasional,
Universitas Riau, hal 2.
http://international.gc.ca/trade-commerce/trade-agreements-accords-commerciaux/agr-acc/cptpp-ptpgp/timeline_negotiations-chronologie_negociations.aspx?lang=enghttp://international.gc.ca/trade-commerce/trade-agreements-accords-commerciaux/agr-acc/cptpp-ptpgp/timeline_negotiations-chronologie_negociations.aspx?lang=enghttp://international.gc.ca/trade-commerce/trade-agreements-accords-commerciaux/agr-acc/cptpp-ptpgp/timeline_negotiations-chronologie_negociations.aspx?lang=eng
-
4
kunjung diratifikasi oleh Kongres Amerika Serikat. Meskipun
telah ditandatangani
secara resmi oleh seluruh pemimpin negara anggotanya, perjanjian
perdagangan
bebas ini baru bisa resmi berlaku apabila telah disetujui atau
diratifikasi oleh badan
legislative negara yang bersangkutan yang dalam kasus ini adalah
Kongres
Amerika Serikat. Kongres Amerika Serikat memutuskan untuk
menunda proses
ratifikasi TPPA hingga lame duck session berakhir.9 Hingga
akhirnya pada Januari
2017, Amerika Serikat dibawah kepemimpinan Presiden Donald John
Trump
memutuskan untuk keluar dari keanggotaan TPPA.
Amerika Serikat resmi keluar dari keanggotaan TPPA setelah
Donald Trump
selaku Presiden Amerika Serikat menandatangani presidential
memorandum pada
23 Januari 2017.10 Presidential memorandum sendiri merupakan
salah satu bentuk
dari executive action yang berhak dikeluarkan oleh Presiden
Amerika Serikat.
Melalui executive action ini, Presiden dapat mengeluarkan sebuah
kebijakan tanpa
harus meminta persetujuan anggota Kongres. Donald Trump selaku
pengambil
keputusan kebijakan memiliki pengaruh yang cukup besar pada
kebijakan Amerika
Serikat untuk keluar dari keanggotaan TPPA, mengingat kebijakan
ini dikeluarkan
melalui presidential memorandum yang berarti tidak memerlukan
pertimbangan
atau persetujuan anggota Kongres.
9 Lame Duck Session adalah keadaan dimana anggota Kongres
periode sebelumnya mengadakan
pertemuan untuk membahas berbagai kebijakan sebelum penggantinya
di era presiden selanjutnya
resmi diangkat, namun tidak memiliki hak untuk memutuskan sebuah
kebijakan. 10 David Smith, Trump Withdraws from Trans-Pacific
Partnership Amid Flurry of Orders, diakses
dalam
https://www.theguardian.com/us-news/2017/jan/23/donald-trump-first-orders-trans-pacific-
partnership-tpp (15/03/2018, 12:05 WIB)
https://www.theguardian.com/us-news/2017/jan/23/donald-trump-first-orders-trans-pacific-partnership-tpphttps://www.theguardian.com/us-news/2017/jan/23/donald-trump-first-orders-trans-pacific-partnership-tpp
-
5
Keinginan untuk keluar dari keanggotaan TPPA, telah dinyatakan
oleh Donald
Trump semenjak masa kampanyenya sebagai calon Presiden Amerika
Serikat.
Donald Trump menilai bahwa TPPA merupakan sebuah bencana bagi
Amerika
Serikat karena hanya akan membawa kerugian bagi kalangan buruh
dan sektor
industri Amerika Serikat. Hal ini selaras dengan slogan
kampanyenya yaitu “Make
America Great Again” yang mana berarti Donald Trump akan lebih
berfokus pada
permasalahan dalam negeri untuk mensejahterakan kembali rakyat
Amerika
Serikat. Dibawah kepemimpinan Donald Trump, arah kebijakan
politik luar negeri
Amerika Serikat lebih cenderung untuk memperhatikan permasalahan
dalam negeri
karena adanya gagasan “American First”. 11
Gagasan “American First” memiliki arti bahwa segala bentuk
kebijakan politik
luar negeri Amerika Serikat akan mendahulukan kepentingan rakyat
Amerika
Serikat baik untuk urusan dalam negeri maupun luar negeri.12
Dengan gagasan yang
diusungnya, maka dapat dikatakan pandangan Donald Trump memiliki
pengaruh
yang cukup besar terhadap arah politik luar negeri Amerika
Serikat dan kebijakan
yang akan dikeluarkannya. Jika ditelaah lebih lanjut, sebuah
kebijakan luar negeri
suatu negara tentunya tidak dapat dilepaskan dari adanya
pengaruh dari para
pembuat kebijakan terutama pemimpin negara.
Penulis dalam penelitian ini mengkaji lebih lanjut mengenai
faktor personalitas
atau kepribadian Donald Trump yang memberikan pengaruh pada
keputusannya
11 Maya Saputri, “Trump Tekankan Kebijakan “America First”,
diakses melalui
https://tirto.id/trump-tekankan-kebijakan-america-first-chrg
(17/10/2019, 17:25 WIB) 12 Ibid.
https://tirto.id/trump-tekankan-kebijakan-america-first-chrg
-
6
untuk menarik Amerika Serikat keluar dari keanggotaan TPPA.
Mengingat
Amerika Serikat merupakan negara penginisiasi terbentuknya TPPA
dan negara
pemimpin dalam perjanjian perdagangan bebas tersebut, tentunya
keluarnya
Amerika Serikat dari keanggotaan TPPA dibawah pemerintahan
Donald J Trump
yang dipengaruhi oleh kepribadian Donald J Trump akan menjadi
suatu hal yang
menarik untuk dikaji. Maka dari itu untuk mengkaji lebih jauh
mengenai keluarnya
Amerika Serikat dari keanggotaan TPPA yang diputuskan oleh
Donald Trump
selaku pembuat keputusan kebijakan, penulis mengangkat judul
“Analisa
Karakteristik Kepribadian Donald J Trump Dalam Kebijakan
Keluarnya
Amerika Serikat dari Keanggotaan Trans Pacific Partnership
Agreement
(TPPA)”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas,
maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh
kepribadian Donald
John Trump terhadap pembuatan kebijakan luar negeri Amerika
Serikat untuk
keluar dari Trans Pacific Partnership Agreement (TPPA)?”
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini, maka
tujuan dari
penelitian ini adalah
1. Menjelaskan prinsip-prinsip politik Donald Trump sebagai
presiden
Amerika Serikat
2. Menjelaskan nilai-nilai hidup Donald Trump sebagai seorang
pengusaha.
-
7
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
Secara akademis, dengan dilakukannya penelitian ini
diharapkan
mampu memperdalam kajian dan memperluas pemahaman fenomena
dalam
Ilmu Hubungan Internasional terutama dalam pengaruh individu
dalam
pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini nantinya diharapkan mampu
menambah
wawasan, informasi dan juga gagasan bagi penulis serta bagi
semua pihak yang
membaca penelitian ini agar mampu mengkaji serta meneliti
penelitian yang
berkaitan dengan pengaruh faktor kepribadian pemimpin suatu
negara dalam
pembuatan kebijakan yang dalam penelitian ini adalah faktor
kepribadian
Donald J Trump pada kebijakan Amerika Serikat untuk keluar
dari
keanggotaan TPPA.
1.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu pertama yang akan dijadikan penulis sebagai
referensi
adalah skripsi dari Andri dengan judul “Kebijakan Amerika
Serikat Untuk
Mememenuhi Kepentingan Ekonominya Melalui Trans Pacific
Partnership
Periode 2011-2013”.13 Penelitian Andri bersifat deskriptif
analitis dan
13 Andri, 2013, Kebijakan Amerika Serikat Untuk Memenuhi
Kepentingan Ekonominya Melalui
Trans Pacific Partnership Periode 2011-2013, Skripsi, Jakarta:
Jurusan Hubungan Internasional,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, diakses
melalui
-
8
menggunakan perspektif neoliberal institusionalisme, teori
comparative advantage,
kepentingan nasional, dan konsep kebijakan luar negeri. Dalam
skripsinya tersebut
Andri bertujuan untuk menjelaskan kepentingan ekonomi Amerika
Serikat untuk
bergabung dalam TPPA. Selama bergabung dengan TPPA Amerika
Serikat
berusaha untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya dengan
mengajukan
beberapa di TPPA. Upaya dan kebijakan yang dikeluarkan oleh
Amerika Serikat
adalah pertama, mengusulkan kepentingan nasionalnya dalam proses
negosiasi dan
kedua, mengupayakan penambahan sumber daya atau anggota TPPA.
Pemenuhan
kepentingan nasional Amerika Serikat didasari oleh kemunduran
ekonomi yang
dialami Amerika Serikat pasca terjadinya krisis finansial yang
terjadi pada tahun
2007.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah
masing-masing
dari penelitian ini sama-sama membahas tentang TPPA. Dalam
substansinya
penelitian diatas lebih melihat kepentingan ekonomi Amerika
Serikat selama
bergabung dengan TPPA. Hal tersebut yang kemudian menjadi
pembeda yang
cukup jelas dari penelitan ini dikarenakan penelitian ini
menganalisa pengaruh
kepribadian yang dimiliki oleh Donald J Trump selaku Presiden
Amerika Serikat
dalam keputusannya untuk keluar dari keanggotaan TPPA.
Kedua, skripsi Dwi Yekti Renita Meikorini yang berjudul
“Alasan
Bergabungnya Amerika Serikat ke Dalam Trans Pacific Partnership
(TPPA)”.14
Dalam skripsinya tersebut, Dwi bertujuan untuk menjelaskan
alasan Amerika
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24085/3/ANDRI%20-%20HI%20-
%20FISIP%20-%20109083000032_NoRestriction.pdf 14 Meikorini, Op.
Cit.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24085/3/ANDRI%20-%20HI%20-%20FISIP%20-%20109083000032_NoRestriction.pdfhttp://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24085/3/ANDRI%20-%20HI%20-%20FISIP%20-%20109083000032_NoRestriction.pdf
-
9
Serikat untuk bergabung ke dalam Trans Pacific Partnership yang
disebabkan oleh
faktor internal dan faktor eksternal. Dalam skripsinya tersebut,
diperoleh jawaban
bahwa alasan Amerika Serikat untuk bergabung dengan TPPA yang
dipengaruhi
oleh faktor internal dikarenakan sebagai suatu cara untuk
Amerika Serikat
mengembalikan stabilitas perekonomian pasca terjadinya krisis
ekonomi dalam
negeri yang berdampak pada terjadinya krisis global pada tahun
2007.
Disisi lain, kebijakan luar negeri Amerika Serikat untuk
memutuskan
bergabung dengan TPPA yang dipengaruhi oleh faktor eksternal
dikarenakan
kemunculan Tiongkok sebagai sebuah kekuatan ekonomi baru di
wilayah Asia yang
sangatlah berpotensi untuk menggeser dominasi Amerika Serikat
sebagai negara
dengan kekuatan ekonomi utama dunia. Dengan kata lain,
bergabungnya Amerika
Serikat dalam TPPA akan memperkuat posisi hegemoni Amerika
Serikat dalam
perdagangan internasional di kawasan Asia-Pasifik guna
menandingi Tiongkok.
Dalam skripsinya Dwi Yekti Renita Meikorini menggunakan teori
kebijakan luar
negeri dan stabilitas hegemoni untuk mengkerangkai
penelitiannya. Dwi
menggunakan jenis penelitian eksplanatif yang dimana penelitian
eksplanatif
bertujuan untuk menjelaskan mengapa baik individu, kelompok,
negara, kelompok
negara dan juga sistem internasional berpola atau
berperilaku.15
Dalam penelitian diatas tentu memiliki kesamaan dalam topik
pembahasan yang
diangkat dalam penelitian ini, namun yang menjadi perbedaan
antara penelitian
diatas dengan penelitian ini adalah terletak pada fokus yang
dituju oleh peneliti.
Pada penelitian di atas, peneliti berfokus pada alasan
bergabungnya Amerika
15 Ibid., hal. 22
-
10
Serikat dalam keanggotaan TPPA, sedangkan dalam penelitian ini
berfokus pada
keluarnya Amerika Serikat dari keanggotaan TPPA.
Ketiga adalah working paper yang ditulis oleh Jeronim Capaldo,
Alex Izurieta
dan Jomo Kwame Sundaram yang berjudul “Unemployment, Inequality
and Other
Risk of Trans-Pacific Partnership Agreement”.16 Dalam working
paper tersebut
Jeronim dkk menganalisa keuntungan-keuntungan dan juga resiko
yang akan
didapatkan dari TPPA. Jeronim dkk menggunakan United Nations
Global Policy
Model untuk meneliti konsekuensi makro ekonomi TPPA serta
bagaimana proyeksi
dari masa depan TPPA. Dari penelitiannya tersebut Jeremi dkk
menemukan hasil
bahwa terdapat efek negative yang terjadi pada pertumbuhan
ekonomi di Amerika
Serikat dan juga Jepang. Jeremi dkk juga menemukan adanya
peningkatan
ketidaksetaraan dan kehilangan pekerjaan di semua negara yang
berpartisipasi
dalam TPPA.
Dalam penelitian terdahulu ini, persamaan yang dimiliki dengan
penelitian ini
adalah pembahasannya yang sama-sama membahas TPPA. Sedangkan
yang
menjadi pembeda adalah alat analisa dan juga fokus dari
penelitian tersebut. Dalam
penelitian diatas lebih berfokus pada analisa keuntungan serta
resiko yang akan
didapatkan dari TPPA.
Keempat, skripsi yang ditulis oleh Kriesna Adi Pratama yang
berjudul
“Pengaruh Idiosyncratic Mahmoud Ahmadinejad Terhadap Hubungan
Luar
16 Jeronim Capald, Alex Izurieta & Jomo Kwame Sundaram,
Trading Down: Unemployment,
Inequality and Other Risks of the Trans Pacific Agreement,
Global Development and Environment
Institute, Working Paper No. 16-01, January 2016, Tutfs
University.
-
11
Negeri Iran-Amerika Serikat (2005-2008)”.17 Penelitian ini
menekankan
penjelasan mengenai karakteristik idiosyncratic pemimpin negara
yang dalam
kasus ini adalah Mahmoud Ahmaddinejad selaku presiden Iran
dapat
mempengaruhi kebijakan luar negeri serta hubungan luar negeri
Iran dengan negara
lain. Dalam penelitian ini, Kresna menggunakan berbagai konsep
seperti konsep
politik luar negeri, konsep pengaruh dan juga teori
idiosyncratic oleh Margaret
Hermann sebagai alat untuk mengalisa fenomena yang dibahas.
Skripsi ini
kemudian lebih lanjut menjelaskan mengenai bagaimana karakter
idiosyncratic
pemimpin negara yang dalam kasus ini adalah Mahmoud Ahmaddinejad
dapat
mempengaruhi hubungan diplomatis Iran dengan negara lain yaitu
Amerika
Serikat.
Kresna menjelaskan bahwa hubungan diplomatis antara Iran dan
Amerika
Serikat tidaklah harmonis semenjak terjadinya revolusi islam
yang terjadi di Iran
pada tahun 1979 dan dipelopori oleh Ayyatullah Khomeini. Tidak
harmonisnya
hubungan diplomatis Iran dan Amerika Serikat terus berlanjut
hingga Iran berada
dibawah kepemimpinan Mahmoud Ahmaddinejad. Dalam pandangan
Mahmoud
Ahmaddinejad, Amerika Serikat hanya membawa pengaruh buruk bagi
negara dan
juga rakyat Iran serta bertentangan dengan ideologiya. Karena
pada saat sebelum
terjadinya revolusi islam yang pertama pada tahun 1979, pengaruh
yang diberikan
Amerika Serikat pada budaya Iran sangatlah besar dan dinilai
berdampak negative
untuk rakyat Iran. Hal inilah yang kemudian membuat
Ahmaddinejad
17 Kriesna Adi Pratama, Pengaruh Idiosyncratic Mahmoud
Ahmadinejad Terhadap Hubungan
Luar Negeri Iran-Amerika Serikat (2005-2008), Skripsi, Bandung:
Jurusan Hubungan
Internasional, Universitas Komputer Indonesia
-
12
menginginkan Iran dibawah kepemimpinannya menjadi negara dengan
model
pemerintahan yang modern, maju dan islami.
Melalui penelitian ini, Kresna menemukan bahwa Ahmaddinejad
termasuk
dalam golongan pemimpin yang active independent. Salah satu
indicator yang
menunjukkan bawa Ahmaddinejad adalah seorang pemimpin yang
active
independent adalah memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Hal
ini terlihat dari
penolakan Ahmaddinejad terhadap budaya barat yang dinilai dapat
membawa
pengaruh buruk bagi negara dan juga rakyat Iran. Karakter
idiosyncratic yang
active independent yang dimiliki oleh Ahmaddinejad turut
mempengaruhi politik
luar negeri Iran dan juga hubungan diplomatis Iran dengan
negara-negara lain. Hal
ini yang akhirnya mendorong Iran untuk memutuskan hubungan
diplomatic dengan
Amerika Serikat pada masa kepemimpinan Ahmaddinejad.
Penulis menggunakan penelitian Kresna sebagai penelitian
terdahulu
dikarenakan terdapat kesamaan dalam cakupan kajian yaitu
mengenai karakteristik
kepribadian pemimpin negara dapat mempengaruhi kebijakan luar
negeri
negaranya. Hal yang membedakan antara penelitian terdahulu
dengan penelitian ini
adalah objek yang akan diteliti, dimana dalam penelitian ini
akan membahas
mengenai kepribadian Donald John Trump.
Kelima, skripsi Fairuz Nadea Velatsani yang berjudul “President
Donald
Trump and United States Immigrant Policy”.18 Dalam
penelitiannya, Fairuz
menggunakan teori idiosyncratic sebagai alat analisa untuk
menganalisis faktor apa
18 Fairuz Nadea Velatsani, 2018, President Donald Trump and
United States Immigrant Policy,
Skripsi, Yogyakarta: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
-
13
saja yang mendasari Donald Trump selaku presiden Amerika Serikat
untuk
mengambil keputusan mengeluarkan kebijakan pelarangan masuknya
imigran yang
berasal dari 7 negara muslim dan menggunakan metode penelitian
deskripstif
kualitatif. Fairuz menggunakan teori idiosyncratic dikarenakan
kebijakan Amerika
Serikat untuk melarang masuknya imigran dari 7 negara muslim
tersebut
dikeluarkan oleh Donald Trump melalui executive order yang mana
hal ini berarti
keputusan murni atas dasar keputusan presiden dan tidak
memerlukan persetujuan
anggota kongres untuk dapat diberlakukan.
Berdasarkan lima faktor yang terdapat dalam teori idiosinkratik
yang
digunakan, Fairuz menemukan bahwa hal yang paling mempengaruhi
Donald
Trump untuk mengeluarkan kebijakan tersebut berasal dari faktor
persepsi
bagaimana Trump memandang islam. Trump merupakan penganut agama
kristen
yang taat. Hal ini menjadikan Trump sebagai Evangelist yang mana
dalam agama
kristiani, ia bertugas untuk menyebarkan ajaran-ajaran Jesus.
Terdapat sebuah
tradisi dimana seorang evangelist menjadi seorang pemimpin serta
memiliki hasrat
untuk memaksa orang lain untuk mengikuti ajarannya. Trump
bahkan
mengeluarkan sebuah pernyataan “Islam Hate Us” untuk menyebarkan
kebencian
pada umat islam. Pandangannya terhadap islam dan serangkaian
kebijakannya
untuk melarang imigran yang berasal dari 7 negara muslim masuk
ke Amerika
Serikat, membuat pemerintahannya dipandang sebagai pemerintahan
yang
islamophobic dan xenophobia.
Persamaan antara penelitian Fairuz dengan penelitian ini adalah
objek yang
akan diteliti yaitu Donald John Trump. Sedangkan yang menjadi
pembeda antara
-
14
penelitian ini dengan penelitian Fairuz adalah studi kasusnya,
dimana dalam
penelitiannya Fairuz mengangkat kebijakan pelarangan masuknya
imigran yang
berasal dari 7 negara muslim sebagai studi kasus. Sementara
dalam penelitian ini,
penulis mengangkat kebijakan keluarnya Amerika Serikat dari
keanggotaan TPPA.
Serta perbedaan alat analisa, dimana dalam penelitian ini
penulis menggunakan
faktor kepribadian individu pemimpin.
-
15
Tabel 1.1 Posisi Penelitian
No. Judul dan Pengarang Konsep/ Teori &
Jenis Penelitian
Hasil
1. Skripsi :
Andri. “Kebijakan
Amerika Serikat Untuk
Mememenuhi
Kepentingan Ekonominya
Melalui Trans Pacific
Partnership Periode 2011-
2013”
Neoliberal
Institusionalisme, Teori
Comparative
Advantage, kepentingan
nasional, dan konsep
kebijakan luar negeri.
(Deskriptif)
Bergabungnya Amerika Serikat dengan TPPA dikarenakan untuk
memenuhi
kepentingan nasional Amerika Serikat dengan cara mengajukan
beberapa
kebijakan di TPPA. Cara yang dilakukan oleh Amerika Serikat
untuk
memenuhi kepentingan nasionalnya adalah dengan mengusulkan
kepentingan
nasionalnya dalam proses negosiasi dan mengupayakan penambahan
anggota
TPPA. Pemenuhan kepentingan nasional Amerika Serikat didasari
oleh
kemunduran ekonomi yang dialami Amerika Serikat pasca terjadinya
krisis
finansial yang terjadi pada tahun 2007.
2. Skripsi :
Dwi Yekti Renita
Meikorini. “Alasan
Bergabungnya Amerika
Serikat ke Dalam Trans
Pacific Partnership
(TPPA)”.
Teori kebijakan luar
negeri dan stabilitas
hegemoni.
(Eksplanatif)
Bergabungnya Amerika Serikat dengan TPPA dipengaruhi oleh dua
faktor
yaitu faktor internal dan juga faktor eksternal. Faktor internal
dikarenakan saat
itu Amerika Serikat sedang mengalami krisis ekonomi, sehingga
dengan
bergabung dengan TPPA diharapkan mampu mengembalikan kondisi
perekonomian Amerika Serikat. Sedangkan faktor eksternal
dikarenakan
kemunculan Tiongkok sebagai kekuatan ekonomi baru di wilayah
Asia yang
mampu menggeser dominasi Amerika Serikat sebagai negara dengan
kekuatan
ekonomi utama di dunia.
3 Working Paper : Jeronim
Capaldo, Alex Izurieta dan
Jomo Kwame Sundaram.
Working Paper.
“Unemployment,
Inequality and Other Risk
United Nations Global
Policy Model. (Working
Paper)
Dengan adanya TPPA maka akan memberikan berbagai dampak baik
positive
maupun negative. Beberapa proyeksi mengenai dampak yang akan
ditimbulkan TPPA pada negara anggota antara lain berupa: TPPA
akan
membuat GDP Amerika Serikat dan Jepang berkurang, TPPA akan
membuat
banyak pekerja kehilangan pekerjaannya di seluruh negara anggota
atau
dengan kata lain akan ada total 771.000 orang yang kehilangan
pekerjaan
dengan yang terbanyak adalah Amerika Serikat sebanyak 448.000.
Tidak
-
16
of Trans-Pacific
Partnership Agreement”.
hanya itu TPPA juga akan menyebabkan pada semakin tingginya
angka
kesenjangan social yang ada serta TPPA juga akan menyebabkan
menurunnya
GDP dan banyak orang kehilangan pekerjaannya di negara-negara
non TPPA.
4. Skripsi : Kriesna Adi
Pratama. “Pengaruh
Idiosyncratic Mahmoud
Ahmadinejad Terhadap
Hubungan Luar Negeri
Iran-Amerika Serikat
(2005-2008)”.
Konsep Politik Luar
Negeri, Konsep
Pengaruh Teori
Idiosyncratic.
(Deskriptif)
Tidak harmonisnya hubungan antara Iran dan Amerika Serikat pada
masa
pemerinahan Mahmoud Ahmaddinejad disebabkan oleh pandangan
Ahmaddinejad yang melihat Amerika Serikat hanya akan membawa
pengaruh
buruk bagi rakyat dan juga negara Iran seperti saat sebelum
terjadinya revolusi
islam tahun 1979. Dengan karakternya yang active independent
dengan
kecenderungan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi,
akhirnya
Ahmaddinejad memutuskan untuk menghentikan hubungan
diplomatic
dengan Amerika Serikat.
5. Skripsi : Fairuz Nadea
Velatsani. “President
Donald Trump and
United States Immigrant
Policy”
Teori Idionsyncratic
(Deskriptif)
Kebijakan Amerika Serikat mengenai pelarangan masuknya imigran
yang
berasal dari 7 negara muslim ke Amerika Serikat dipengaruhi oleh
persepsi
Donald Trump terhadap islam dan keyakinannya yaitu Evangelist.
Keputusan
Donald Trump untuk melakukan pelarangan masuknya imigran ini
membuat
pemerintahannya dilabeli dengan pemrintahan yang islamophobic
dan
xenophobia.
6.. Skripsi :
Putri Nabilla. “Analisa
Karakteristik
Idiosinkratik Donald J
Trump Dalam Kebijakan
Keluarnya Amerika
Serikat dari
Keanggotaan
Trans-Pacific Partnership
Agreement (TPPA)
”
Teori Tipologi
Kepribadian.
(Eksplanatif)
Kebijakan Amerika Serikat untuk keluar dari keanggotaan TPPA
tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh pemimpin negara yaitu Donald Trump
selaku
pembuat keputusan. Untuk menganalisa hal-hal yang mempengaruhi
Donald
Trump hingga dapat memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan
keluar dari
TPPA maka penulis menggunakan teori kepribadian untuk
menganalisa
karakteristik yang membentuk kepribadian Trump yang kemudian
memberikan pengaruh dalam pengambilan kebijakan.
-
17
1.6 Teori / Konsep
1.6.1 Teori Kepribadian
Dalam memahami fenomena yang terjadi dalam hubungan
internasional,
diperlukan metode ataupun kerangka konseptual yang tepat. Salah
satu metode atau
kerangka konseptual yang dapat digunakan untuk menganalisa
berbagai fenomena
dalam hubungan internasional adalah pendekatan peringkat
analisis (level of
analysist). Pendekatan peringkat analisis pertama kali digagas
oleh pakar HI
beraliran neorealis yaitu Kenneth Waltz.19 Secara umum,
pendekatan peringkat
analisis dibagi menjadi tiga level yaitu, individual level,
state level, dan
international system level.
Pendekatan peringkat analisis dalam studi hubungan internasional
dapat
diartikan sebagai sebuah metode atau perangkat konseptual yang
digunakan untuk
menjelajahi atau mengeksplorasi masalah-masalah internasional.
Menurut Marc
Genest, konsep peringkat analisis adalah alat yang digunakan
untuk membantu para
peneliti dalam bidang hubungan internasional untuk memahami
bahwa hubungan
internasional merupakan hasil dari sejumlah sumber yang mana
setiap tingkatannya
memiliki pandangan dan fokus masalah yang berbeda-beda.20
Menetapkan
peringkat analisis dapat membantu untuk memahami politik luar
negeri suatu
negara atau hal apa saja yang mendorong suatu negara untuk
berperilaku dalam
hubungan internasional. Dalam penelitian ini, peringkat analisis
yang digunakan
19 Umar Suryadi Bakry, Pengaruh Faktor Individu Dalam Politik
Luar Negeri: Sebuah Kajian
Idiosinkratik, Jurnal Alternatif, Vol.6, No.2 (2016), Jakarta
Timur: Universitas Jayabaya, hal. 103. 20 Marc A. Genest, Conflict
and Cooperation: Evolving Theories on International Relations
(Belmont, CA: Wadsworth, 2004), hal. 3 dalam Umar Suryadi Bakry,
Pengaruh Faktor Individu
Dalam Politik Luar Negeri: Sebuah Kajian Idiosinkratik, Jurnal
Alternatif, Vol.6, No.2 (2016),
Jakarta Timur: Universitas Jayabaya, hal. 103.
-
18
adalah individual level. Peringkat analisis pada individual
level dapat digolongkan
sebagai micro-level analysis. Pendekatan micro-level analysis
menurut penganut
aliran saintifik lebih memperhatikan tentang gaya kepemimpinan
individu
negarawan yang menekankan pada perilaku idiosinkratik
elit.21
Idiosyncratic berasal dari penggabungan kata ideology dan
syncratic. Idelogy
menurut Anthonio Gramsci merupakan kerangka atau paradigma
analisis yang
digunakan unruk memahami dan menyelesaikan berbagai masalah.
Sedangkan
syncratic adalah perpaduan segala hal baik dari semua yang
ada.22 Analisis
idiosinkratik merupakan sebuah kajian tentang manusia sebagai
individu dan
bagaimana karakter pribadi setiap pemimpin turut membentuk
keputusan-
keputusan yang dibuatnya.23 Menurut John Rourke dan Mark Boyer,
terdapat lima
faktor yang dapat digunakan untuk menganalisis individu melalui
teori
idiosyncratic, diantaranya adalah:24
1. Faktor Kepribadian (Personality)
Kepribadian seorang pemimpin negara merupakan sebuah elemen yang
dapat
memberikan pengaruh pada kebijakan luar negeri. Hal ini dapat
dilihat dari
orientasi dasar seorang pemimpin terhadap dirinya dan orang
lain, pola perilaku,
serta sikapnya mengenai konsep-konsep yang relevan secara
politis seperti otoritas
atau kekuasaan. Kepribadian seorang pemimpin terbentuk dari
sejumlah sumber
21 Theodore A. Couloumbis dan James H. Wolfe, Introduction to
International Relations: Power
and Justice (New Delhi: Prentice-Hall of India, 1981), hal. 26
dalam Umar Suryadi Bakry,
Pengaruh Faktor Individu Dalam Politik Luar Negeri: Sebuah
Kajian Idiosinkratik, Jurnal
Alternatif, Vol.6, No.2 (2016), Jakarta Timur: Universitas
Jayabaya, hal. 103. 22 Pratama, Op. Cit., hal 21. 23 Bakry, Op.
Cit., hal 103. 24 John T. Rourke dan Mark A. Boyer, 2009,
International Politics on the World Stage, New York:
McGraw-Hill Education, hal 133-142.
-
19
seperti faktor genetika, sosialisasi semasa kanak-kanak, serta
pengalaman pada
masa dewasa awal.25 Faktor kepribadian memiliki pengaruh yang
kuat pada
bagaimana seorang pemimpin memandang dan berfikir mengenai
permasalahan
internasional dan politik luar negeri negaranya.
Terdapat skala kategori untuk menganalisa kepribadian politik
seorang
pemimpin, yaitu active-passive scale dan positive-negative
scale. Pemimpin yang
aktif adalah seorang innovator kebijakan sedangkan pemimpin yang
pasif
merupakan seorang yang reactor. Sementara itu pemimpin yang
berkepribadian
positif biasanya memiliki kepribadian yang cukup kuat untuk
menerima lingkungan
politik yang berbeda atau bersifat kontroversial dan cenderung
lebih
memperhatikan permasalahan domestic atau inward looking,
sedangkan pemimpin
yang berkepribadian negative cenderung merasa terbebani oleh
kritik-kritik politik.
2. Faktor kesehatan jiwa dan fisik (Physical and Mental
Health)
Kesehatan jiwa dan juga fisik seorang pemimpin merupakan sebuah
faktor
penting dalam pembuatan keputusan politik luar negeri. Pemimpin
yang memiliki
kondisi jiwa dan fisik yang terganggu maka dapat berpotensi
untuk membuat
kebijakan atau keputusan politik luar negeri yang kurang tepat
bagi negaranya.
3. Faktor Ego dan Ambisi (Ego and Ambitions)
Faktor ketiga yang mempengaruhi seorang pemimpin dalam
pengambilan
kebijakan luar negeri negaranya adalah ego serta ambisi pemimpin
itu sendiri. Ego
dari seorang pemimpin seringkali membuat keputusan pemimpin
mengenai
25 Joseph Grisco, John Ikenberry, dan Michael Mastanduno,
Introduction to International Relations
(New York: Palgrave Macmillan, 2015), hal. 113 dalam Umar
Suryadi Bakry, Pengaruh Faktor
Individu Dalam Politik Luar Negeri: Sebuah Kajian Idiosinkratik,
Jurnal Alternatif, Vol.6, No.2
(2016), Jakarta Timur: Universitas Jayabaya
-
20
kebijakan luar negerinya tidak lagi mencerminkan kepentingan
nasionalnya,
melainkan untuk memenuhi egonya sebagai seorang pemimpin. Selain
itu,
terkadang ego membuat seorang pemimpin ingin terlihat kuat. Sama
halnya dengan
ego, ambisi seorang pemimpin juga memiliki pengaruh dalam hal
pengambilan
keputusan. Ambisi seorang pemimpin negara untuk mempertahankan
kekuasaanya
akan mendorongnya untuk menciptakan kebijakan yang sesuai dengan
ambisinya
tersebut.
4. Faktor Pengalaman Pribadi dan Politik (Political and Personal
History)
Masa lalu dan pengalaman seorang pemimpin memiliki peranan
penting dalam
membentuk pendekatan atau cara pandang pemimpin terkait
penyelesaian masalah
yang sedang dihadapi. Terdapat dua jenis masa lalu yang
mempengaruhi pembuatan
keputusan yaitu: pengalaman politik dan pengalaman pribadi.
Melalui pengalaman
politik terdahulu, pemimpin dapat merumuskan kebijakan yang
sesuai dan berkaca
dari pengalaman sebelumnya. Sedangkan pengalaman pribadi dalam
hal ini lebih
difokuskan pada sejarah atau pengalaman politik pribadi pemimpin
seperti
pandangan politiknya yang dapat dilihat dari partai apa yang ia
ikuti.
5. Faktor Persepsi (Perception)
Persepsi yang dimiliki seorang pemimpin negara memiliki peran
penting dalam
pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara. Persepsi seorang
pemimpin
menciptakan pandangan terhadap dunianya. Persepsi memiliki peran
penting
dikarenakan persepsi membentuk realitas operasional pada diri
seorang pemimpin
yang membuat pembuat kebijakan cenderung bertindak berdasarkan
persepsi yang
ia yakini. Terkadang terdapat kesamaan persepsi yang dimiliki
antara pemimpin
-
21
negara dengan rakyatnya seperti dalam hal nilai-nilai
kebudayaan, pengalaman
sejarah dan lainnya.
Berdasarkan faktor idiosyncratic yang telah dipaparkan
sebelumnya, pada
penelitian ini penulis akan mengambil fokus pada faktor
kepribadian atau
personalitas Donald John Trump selaku pemimpin negara yang
memberikan
pengaruh dalam kebijakan keluarnya Amerika Serikat dari
TPPA.
Kepribadian seorang pemimpin dapat dilihat melalui pengukuran
karakteristik
individu yang ia miliki. Menurut Margaret G Hermann, terdapat
enam karakter
karakteristik kepribadian dalam individu seorang pemimpin yang
dapat membentuk
perilaku kebijakan luar negeri yaitu:26
1. Nationalism
Pengaruh keterikatan emosi yang dimiliki pemimpin terhadap
bangsanya,
khususnya rasa cinta tanah air. Kemudian adanya tekanan atau
keinginan untuk
menegakkan kehormatan dan kedaulatan bagi negaranya.
2. Believe in one’s own ability to control events
Karakteristik ini melihat kemampuan individu dan pemerintah
dapat
melakukan kontrol atas situasi dimana sesuai dengan kepentingan
mereka
sendiri.
26 Lawrence S. Falowski, 1979, Psycological Models in
International Politics: West view special
studies in International Relations, West View Press, Boulder,
hal 18-19 dalam Kriesna Adi
Pratama, Pengaruh Idiosyncratic Mahmoud Ahmadinejad Terhadap
Hubungan Luar Negeri Iran-
Amerika Serikat (2005-2008), Skripsi, Bandung: Jurusan Hubungan
Internasional, Universitas
Komputer Indonesia hal 54-55
-
22
3. Need for power
Karakteristik ini melibatkan keinginan untuk mempengaruhi,
mengendalikan atau mendominasi orang dan kelompok lain.
4. Need for affiliation
Kebutuhan seorang individu pemimpin untuk menjalin hubungan
kekerabatan dan menjaga persatuan kedamaian dengan negara-negara
lainnya.
5. Conceptual complexity
Sebuah tingkatan pembeda untuk menunjukkan individu dalam
menggambarkan atau mendiskusikan permasalahan. Hal ini
mempengaruhi
individu dalam hal melihat alternatif dalam suatu kebijakan.
Individu dengan
tingkat conceptual complexity yang tinggi akan mempertimbangkan
berbagai
altenatif pilihan dalam membuat keputusan karna ia melihat
permasalahan
tersebut secara luas. Sedangkan individu dengan conceptual
complexity yang
rendah akan memandang permasalahan sebagai baik-buruk,
hitam-putih dan
tidak memiliki alternaif pilihan dalam keputusannya.
6. Distrust of others
Ketidakpercayaan terhadap orang lain yang melibatkan perasaan
akan
keraguan, ketidaknyamanan, rasa was-was serta kekhawatiran
mengenai
perilaku orang lain yang menyebabkan adanya kecenderungan
untuk
mencurigai motif dan tindakan orang lain.
Tingkat karakteristik individu yang berbeda pada setiap pemimpin
akan
menghasilkan kepribadian yang juga berbeda dimana ini akan
memberikan
pengaruh pada perilaku pemimpin dalam menentukan kebijakan luar
negeri
-
23
negaranya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tingkatan
karakteristik
pribadi seorang pemimpin akan merefleksikan perilaku kebijakan
luar negeri yang
terbagi menjadi 2 perilaku yaitu aggressive dan
conciliatory.
Pemimpin dengan perilaku aggressive memiliki kecenderungan
untuk
memiliki gaya kebijakan luar negeri yang independent dengan
tidak terlalu terlibat
dalam hubungan dengan negara lain atau bergabung dalam sistem
internasional.
Karena dalam pandangan mereka, menjalin interaksi dengan negara
lain atau
terlibat dalam sebuah sistem internasional mungkin saja
menyebabkan negara lain
akan bergantung pada negara mereka. Selain itu pemimpin dengan
perilaku
aggressive juga cenderung untuk memiliki kecurigaan terhadap
motif para
pemimpin negara lain. Apabila interaksi dengan pihak lain memang
dibutuhkan,
para pemimpin dengan perilaku ini akan melakukannya sesuai
dengan kepentingan
negaranya. Pemimpin dengan perilaku aggressive memiliki
karakteristik
kepribadian high nasionalism, low conceptual complexity, high
need for power,
high distrust on others, dan high belief in one’s own ability to
control event.
Sementara pemimpin dengan perilaku kebijakan luar negeri
conciliatory
memiliki kecenderungan untuk membangun dan menjaga hubungan baik
antara
negaranya dengan negara lain. Mereka turut berpartisipasi secara
aktif dalam sistem
internasional dengan menjadi responsive terhadap berbagai
masalah-masalah yang
timbul. Pemimpin dengan perilaku conciliatory memiliki
karakteristik kepribadian
low nationalism, high need of affiliation, high conceptual
complexity, low belief
ability in one’s own control event, low distrust of others.
-
24
Tipe Perilaku Indikator
Aggressive
• High Nationalism
• High Belief in one’s own ability to control event
• Low Conceptual Complexity
• High Distrust of Other
• High Need for Power
Conciliatory
• Low Nationalism
• Low Belief in one’s own ability to control event
• High Conceptual Complexity
• Low Distrust of Other
• Low Need for Power
Berdasarkan dua perilaku kebijakan luar negeri yang telah
dijelaskan
sebelumnya, peneliti melihat bahwa Donald Trump memenuhi tiga
dari lima
karakteristik kepribadian pemimpin dengan perilaku aggressive.
Karakteristik
kepribadian tersebut adalah high nationalism, high belief’s in
one own ability to
control event, dan high distrust of other.
1.7 Metode Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian eksplanatif.
Dimana tujuan
dari penelitian eksplanatif adalah untuk menjelaskan hubungan
antara dua variabel.
Terdapat suatu hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi
Donald J Trump
dalam pengambilan keputusan dengan kebijakan Amerika Serikat
untuk keluar dari
keanggotaan TPPA
-
25
1.7.2 Tingkat Analisa dan Variabel Penelitian
Guna mempermudah analisis serta menghindari terjadinya
kesalahan
metodologi maka diperlukan adanya penyederhanaan ke dalam
variabel dan level
analisa. Adapun variabel dependen atau unit analisis yang
perilakunya akan
dijelaskan adalah keluarnya Amerika Serikat dari keanggotaan
Trans Pacific
Partnership Agreement (TPPA). Sedangkan variabel independen atau
unit
eksplanasi yang digunakan untuk menjelaskan objek analisis
adalah karakteristik
kepribadian Donald Trump dalam kebijakan Amerika Serikat keluar
dari Trans
Pacific Partnership Agreement (TPPA). Hubungan antar variabel
dalam penelitian
ini adalah bersifat reduksionis dikarenakan level analisa dalam
penelitian ini berada
pada level yang berbeda dimana kedudukan unit eksplanasi
(individu) lebih rendah
dari unit analisa (negara)
1.7.3 Ruang Lingkup Penelitian
A. Batasan Waktu
Dalam penelitian ini batasan waktu yang digunakan oleh penulis
adalah
mulai dari bergabungnya Amerika Serikat dengan TPPA pada tahun
2008 hingga
Amerika Serikat keluar dari TPPA pada tahun 2017.
B. Batasan Materi
Batasan materi pada penelitian ini menggunakan batasan materi
yang
berfokus aspek-aspek Donald John Trump yang memutuskan Amerika
Serikat
untuk keluar dari keanggotaan TPPA.
-
26
1.7.4 Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini, teknik analisa data yang digunakan oleh
penulis adalah
teknik analisa kualitatif. Teknik analisa kualitatif digunakan
untuk menganalisis
jenis data yang berupa teks yang telah dikumpulkan dengan
berbagai macam cara
yang kemudian diproses sebelum akhirnya siap digunakan.27
Terdapat tiga tahapan
analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman yaitu:
reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.28 Pada tahap
reduksi data
terdapat proses pemilihan data sehingga data-data yang telah
didapatkan akan
disederhanakan dan dirangkum sesuai dengan data yang dibutuhkan
dan membuang
data yang tidak diperlukan. Selanjutnya pada tahap penyajian
data, peneliti akan
menyajikan sekumpulan data yang memungkinkan untuk ditariknya
sebuah
kesimpulan. Lalu pada tahap terakhir yaitu penarikan
kesimpulan/verifikasi,
penulis mulai mencari pola-pola, penjelasan dan alur sebab
akibat suatu fenomena
yang kemudian kesimpulan yang telah didapatkan diverifikasi
selama penelitian
tengah berlangsung.
1.7.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi
pustaka. Sumber penelitian diperoleh dengan cara mencari
data-data yang berkaitan
dengan fokus permasalahan melalui buku, surat kabar, jurnal,
artikel, laporan
penelitian berupa skripsi, thesis maupun disertasi, e-book dan
data-data dari
27 Ulber Silalahi, 2012, Metode Penelitian Sosial, Bandung:
Refika Aditama, hal. 339-341. 28 Ibid.
-
27
internet. Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan diolah
serta diidentifikasi
untuk kemudian mendukung uraian penelitian dalam menjawab
rumusan masalah.
1.8 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan teori
kepribadian
yang digunakan dalam penelitian ini, kebijakan keluarnya Amerika
Serikat untuk
keluar dari keanggotaan TPPA dipengaruhi oleh karakteristik
kepribadian Donald
Trump sebagai pemimpin negara. Dimana kebijakan ini lebih
menonjolkan
pengaruh Donald Trump sebagai pemimpin negara dibandingkan
Amerika Serikat
sebagai negara secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan, Donald
Trump
mengeluarkan kebijakan keluarnya Amerika Serikat dari
keanggotaan TPPA
melalui presidential memorandum yang mana berarti kebijakan
tersebut tidak
memerlukan persetujuan dari anggota Kongres. Karakteristik
kepribadian Donald
Trump yang mempengaruhi pembuatan kebijakan keluarnya Amerika
Serikat dari
TPPA antara lain, high nationalism, high distrust of other dan
high belief in one’s
own control over event.
-
28
1.9 Sistematika Penulisan
Bab Judul Pembahasan
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3
Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Penelitian Terdahulu
1.6 Landasan Teori & Kerangka Konseptual 1.7 Metodologi
Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian 1.7.2 Tingkat Analisa dan Variabel
Penelitian
1.7.3 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.4 Teknik Analisa Data 1.7.5
Teknik Pengumpulan Data
1.8 Hipotesa 1.9 Sistematika Penulisan
Bab II Gambaran umum
Trans Pacific
Partnership
Agreement (TPPA)
dan Peran Amerika
Serikat dalam
Trans Pacific
Partnership
(TPPA)
Membahas mengenai gambaran TPPA secara
umum dan bergabungnya Amerika Serikat
dalam TPPA untuk mewujudkan kepentingan
nasionalnya
2.1 Sejarah Terbentuknya TPPA
2.1.1 TPSEP Cikal Bakal terbentuknya
TPPA
2.1.2 Bergabungnya Amerika Serikat dalam
TPSEP dan terbentuknya TPPA
2.2 Tujuan TPPA
2.3 Kepentingan Nasional Amerika Serikat
dalam TPPA
2.4 Pro dan Kontra TPPA di Amerika Serikat
Bab III Terpilihnya Donald
J Trump sebagai
Presiden Amerika
Serikat dan
Keluarnya Amerika
Serikat dari TPPA
Membahas mengenai karakteristik
kepribadian Donald J Trump
3.1 Donald Trump
3.1.1 Profil Donald John Trump
3.1.2 Bangkrut dan Bangkitnya Donald
Trump
3.1.3 Donald Trump: Presiden Amerika
Serikat ke 45
3.2 Karakteristik Pribadi Donald Trump yang
Mempengaruhi Kebijakan Keluarnya
Amerika Serikat dari TPPA
3.2.1 High Nationalism
3.2.2 High Believe in Own Control Over
Event
3.2.3 High Distrust of Other
-
29
BAB IV Kesimpulan Merupakan bagian akhir dari penelitian
yang
mencakup kesimpulan dan saran penulis bagi
penelitian berikutnya.
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran