Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trans Pacific Partnership (TPPA) adalah suatu perjanjian perdagangan bebas yang memiliki tujuan untuk memperkuat kerjasama ekonomi diantara Amerika Serikat dan 11 negara lainnya yang berada dikawasan Asia-Pasifik. TPPA sendiri memiliki anggota sebanyak 12 negara yang mana total Gross Domestic Product (GDP) semua negara anggotanya mewakili sebesar 40% total perekonomian dunia. 1 Negara-negara anggota TPPA antara lain adalah Singapura, Selandia Baru, Australia, Vietnam, Kanada, Jepang, Meksiko, Cile, Peru, Malaysia, Brunei Darrusalam dan Amerika Serikat. Pada awalnya TPPA merupakan sebuah perjanjian yang diinisiasi oleh Singapura, Cile, Selandia Baru, dan Brunei Darrusalam yang dahulunya bernama Trans Pacific Strategic Economic Partnership Agreement (TPSEP) yang dibentuk pada tahun 2005. 2 Keempat negara penginisiasi TPPA yang tergabung dalam TPSEP ini sering disebut sebagai Pacific four (P4). Ketika mulai diberlakukannya perjanjian ini pada tahun 2006, negara-negara yang tergabung dalam P4 diharuskan 1 Ging Ginanjar, Plus Minus Niat Gabung Kemitraan Trans-Pasifik TPPA, diakses dalam http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151027_indonesia_TPPA (1/03/2017, 18:20 WIB) 2 Deborah Elms & C.L. Lim, The Trans Pacific Partnership Agreement (TPPA) Negotiations: Overview and Proospects. (RSIS Working Paper), Working Paer No.232, Februari 2012, S.Rajatnam School of International Studies Singapore.
29

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/57140/2/BAB I.pdf1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trans Pacific Partnership (TPPA) adalah suatu perjanjian perdagangan bebas

Feb 06, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Trans Pacific Partnership (TPPA) adalah suatu perjanjian perdagangan

    bebas yang memiliki tujuan untuk memperkuat kerjasama ekonomi diantara

    Amerika Serikat dan 11 negara lainnya yang berada dikawasan Asia-Pasifik. TPPA

    sendiri memiliki anggota sebanyak 12 negara yang mana total Gross Domestic

    Product (GDP) semua negara anggotanya mewakili sebesar 40% total

    perekonomian dunia.1 Negara-negara anggota TPPA antara lain adalah Singapura,

    Selandia Baru, Australia, Vietnam, Kanada, Jepang, Meksiko, Cile, Peru, Malaysia,

    Brunei Darrusalam dan Amerika Serikat.

    Pada awalnya TPPA merupakan sebuah perjanjian yang diinisiasi oleh

    Singapura, Cile, Selandia Baru, dan Brunei Darrusalam yang dahulunya bernama

    Trans Pacific Strategic Economic Partnership Agreement (TPSEP) yang dibentuk

    pada tahun 2005.2 Keempat negara penginisiasi TPPA yang tergabung dalam

    TPSEP ini sering disebut sebagai Pacific four (P4). Ketika mulai diberlakukannya

    perjanjian ini pada tahun 2006, negara-negara yang tergabung dalam P4 diharuskan

    1 Ging Ginanjar, Plus Minus Niat Gabung Kemitraan Trans-Pasifik TPPA, diakses dalam

    http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151027_indonesia_TPPA (1/03/2017,

    18:20 WIB) 2 Deborah Elms & C.L. Lim, The Trans Pacific Partnership Agreement (TPPA) Negotiations:

    Overview and Proospects. (RSIS Working Paper), Working Paer No.232, Februari 2012,

    S.Rajatnam School of International Studies Singapore.

    http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151027_indonesia_tpp

  • 2

    untuk mulai menghilangkan hambatan tarif secara berkala.3 Perjanjian TPSEP ini

    pun mulai membuat negara-negara lain tertarik utuk bergabung.

    Amerika Serikat menunjukkan ketertarikannya untuk bergabung dengan

    TPSEP pada tahun 2008 dibawah masa pemerintahan Presiden Bush.4 Namun

    karena adanya pergantian kepemimpinan, perundingan antara Amerika Serikat

    dengan negara-negara anggota TPSEP baru terlaksana pada tahun 2009 dibawah

    masa pemerintahan Presiden Barack Obama.5 Setelah bergabungnya Amerika

    Serikat, Trans Pacific Strategic Economic Partnership (TPSEP) berganti nama

    menjadi Trans Pacific Partnership Agreement (TPPA). Bergabungnya Amerika

    Serikat dalam perjanjian perdagangan bebas ini, menjadi sebuah daya tarik

    tersendiri bagi negara-negara lain untuk turut bergabung dalam TPPA.

    Negara-negara yang menunjukkan ketertarikannya untuk bergabung dalam

    TPPA dan mulai melakukan negosiasi adalah diantaranya, Australia, Peru,

    Vietnam, Malaysia, Meksiko, Kanada, Jepang, Tiongkok dan Korea Selatan.6

    Setelah melalui berbagai proses negosiasi selama kurang lebih 8 tahun, akhirnya

    pada 5 Oktober 2015 proses negosiasi pun berakhir dan perjanjian ini resmi

    ditandatangi oleh ke-12 negara anggotanya yaitu Selandia Baru, Chile, Singapura,

    3 Ministry Of Foreign Affairs and Trade, The New Zealand – Singapore – Chile – Brunei

    Darussalam Trans-Pacific Strategic Economic Partnership, diakses dalam

    https://www.mfat.govt.nz/assets/FTAs-agreements-in-force/P4/trans-pacificbooklet.pdf

    (14/03/2018, 09:30 WIB) 4 The Small Bussiness Exporters Association of The United States, Trans Pacific Partnership

    (TPPA), diakses dalam http://www.sbea.org/wp-content/uploads/2014/10/TPPA-Issue-Brief.pdf

    (14/03/2018, 09:47 WIB) 5 Ibid. 6 Ibid.

    https://www.mfat.govt.nz/assets/FTAs-agreements-in-force/P4/trans-pacificbooklet.pdfhttp://www.sbea.org/wp-content/uploads/2014/10/TPP-Issue-Brief.pdf

  • 3

    Brunei Darussalam, Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Peru, Vietnam, Malaysia,

    Australia dan Jepang pada 4 Februari 2016 di Auckland, Selandia Baru. 7

    Bergabungnya Amerika Serikat dalam TPPA, dilatar belakangi oleh beberapa

    alasan antara lain adalah krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun

    2007 yang kemudian mendorong Amerika Serikat untuk bergabung dalam

    keanggotaan TPPA pada tahun 2008.8 Serta munculnya kekuatan ekonomi baru dari

    Asia, yaitu Tiongkok yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup

    signifikan dari tahun ke tahun, sehingga membuat Amerika Serikat merasa

    waspada. Amerika Serikat mengganggap bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok

    dapat mengancam posisi Amerika Serikat sebagai negara dengan kekuatan ekonomi

    utama di dunia.

    Melihat potensi yang begitu besar yang dimiliki TPPA, Presiden Barrack

    Obama menjadikan TPPA sebagai salah satu agenda terbesar untuk dicapai pada

    masa pemerintahannya. Pada masa pemerintahan Barrack Obama, bergabungnya

    Amerika Serikat kedalam TPPA memiliki tujuan yang akan disesuaikan dengan

    kepentingan nasional Amerika Serikat pada saat itu. Amerika Serikat menggunakan

    TPPA sebagai sebuah sarana untuk memperluas pasar serta dominasinya di

    Kawasan Asia Pasifik melalui kebijakan Pivot to Asia. Namun sayangnya, hingga

    akhir masa pemeritahan Barrack Obama, perjanjian perdagangan bebas ini tidak

    7 Timeline of Discussion, diakses dalam http://international.gc.ca/trade-commerce/trade-

    agreements-accords-commerciaux/agr-acc/cpTPPA-ptpgp/timeline_negotiations-

    chronologie_negociations.aspx?lang=eng (14/03/2018, 10:37 WIB) 8 Markus Hariyanto, Kepentingan Amerika Serikat Mendorong Jepang Terlibat Dalam Trans

    Pacific Partnership Agreement (TPPA), Skripsi, Pekanbaru: Jurusan Hubungan Internasional,

    Universitas Riau, hal 2.

    http://international.gc.ca/trade-commerce/trade-agreements-accords-commerciaux/agr-acc/cptpp-ptpgp/timeline_negotiations-chronologie_negociations.aspx?lang=enghttp://international.gc.ca/trade-commerce/trade-agreements-accords-commerciaux/agr-acc/cptpp-ptpgp/timeline_negotiations-chronologie_negociations.aspx?lang=enghttp://international.gc.ca/trade-commerce/trade-agreements-accords-commerciaux/agr-acc/cptpp-ptpgp/timeline_negotiations-chronologie_negociations.aspx?lang=eng

  • 4

    kunjung diratifikasi oleh Kongres Amerika Serikat. Meskipun telah ditandatangani

    secara resmi oleh seluruh pemimpin negara anggotanya, perjanjian perdagangan

    bebas ini baru bisa resmi berlaku apabila telah disetujui atau diratifikasi oleh badan

    legislative negara yang bersangkutan yang dalam kasus ini adalah Kongres

    Amerika Serikat. Kongres Amerika Serikat memutuskan untuk menunda proses

    ratifikasi TPPA hingga lame duck session berakhir.9 Hingga akhirnya pada Januari

    2017, Amerika Serikat dibawah kepemimpinan Presiden Donald John Trump

    memutuskan untuk keluar dari keanggotaan TPPA.

    Amerika Serikat resmi keluar dari keanggotaan TPPA setelah Donald Trump

    selaku Presiden Amerika Serikat menandatangani presidential memorandum pada

    23 Januari 2017.10 Presidential memorandum sendiri merupakan salah satu bentuk

    dari executive action yang berhak dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat.

    Melalui executive action ini, Presiden dapat mengeluarkan sebuah kebijakan tanpa

    harus meminta persetujuan anggota Kongres. Donald Trump selaku pengambil

    keputusan kebijakan memiliki pengaruh yang cukup besar pada kebijakan Amerika

    Serikat untuk keluar dari keanggotaan TPPA, mengingat kebijakan ini dikeluarkan

    melalui presidential memorandum yang berarti tidak memerlukan pertimbangan

    atau persetujuan anggota Kongres.

    9 Lame Duck Session adalah keadaan dimana anggota Kongres periode sebelumnya mengadakan

    pertemuan untuk membahas berbagai kebijakan sebelum penggantinya di era presiden selanjutnya

    resmi diangkat, namun tidak memiliki hak untuk memutuskan sebuah kebijakan. 10 David Smith, Trump Withdraws from Trans-Pacific Partnership Amid Flurry of Orders, diakses

    dalam https://www.theguardian.com/us-news/2017/jan/23/donald-trump-first-orders-trans-pacific-

    partnership-tpp (15/03/2018, 12:05 WIB)

    https://www.theguardian.com/us-news/2017/jan/23/donald-trump-first-orders-trans-pacific-partnership-tpphttps://www.theguardian.com/us-news/2017/jan/23/donald-trump-first-orders-trans-pacific-partnership-tpp

  • 5

    Keinginan untuk keluar dari keanggotaan TPPA, telah dinyatakan oleh Donald

    Trump semenjak masa kampanyenya sebagai calon Presiden Amerika Serikat.

    Donald Trump menilai bahwa TPPA merupakan sebuah bencana bagi Amerika

    Serikat karena hanya akan membawa kerugian bagi kalangan buruh dan sektor

    industri Amerika Serikat. Hal ini selaras dengan slogan kampanyenya yaitu “Make

    America Great Again” yang mana berarti Donald Trump akan lebih berfokus pada

    permasalahan dalam negeri untuk mensejahterakan kembali rakyat Amerika

    Serikat. Dibawah kepemimpinan Donald Trump, arah kebijakan politik luar negeri

    Amerika Serikat lebih cenderung untuk memperhatikan permasalahan dalam negeri

    karena adanya gagasan “American First”. 11

    Gagasan “American First” memiliki arti bahwa segala bentuk kebijakan politik

    luar negeri Amerika Serikat akan mendahulukan kepentingan rakyat Amerika

    Serikat baik untuk urusan dalam negeri maupun luar negeri.12 Dengan gagasan yang

    diusungnya, maka dapat dikatakan pandangan Donald Trump memiliki pengaruh

    yang cukup besar terhadap arah politik luar negeri Amerika Serikat dan kebijakan

    yang akan dikeluarkannya. Jika ditelaah lebih lanjut, sebuah kebijakan luar negeri

    suatu negara tentunya tidak dapat dilepaskan dari adanya pengaruh dari para

    pembuat kebijakan terutama pemimpin negara.

    Penulis dalam penelitian ini mengkaji lebih lanjut mengenai faktor personalitas

    atau kepribadian Donald Trump yang memberikan pengaruh pada keputusannya

    11 Maya Saputri, “Trump Tekankan Kebijakan “America First”, diakses melalui

    https://tirto.id/trump-tekankan-kebijakan-america-first-chrg (17/10/2019, 17:25 WIB) 12 Ibid.

    https://tirto.id/trump-tekankan-kebijakan-america-first-chrg

  • 6

    untuk menarik Amerika Serikat keluar dari keanggotaan TPPA. Mengingat

    Amerika Serikat merupakan negara penginisiasi terbentuknya TPPA dan negara

    pemimpin dalam perjanjian perdagangan bebas tersebut, tentunya keluarnya

    Amerika Serikat dari keanggotaan TPPA dibawah pemerintahan Donald J Trump

    yang dipengaruhi oleh kepribadian Donald J Trump akan menjadi suatu hal yang

    menarik untuk dikaji. Maka dari itu untuk mengkaji lebih jauh mengenai keluarnya

    Amerika Serikat dari keanggotaan TPPA yang diputuskan oleh Donald Trump

    selaku pembuat keputusan kebijakan, penulis mengangkat judul “Analisa

    Karakteristik Kepribadian Donald J Trump Dalam Kebijakan Keluarnya

    Amerika Serikat dari Keanggotaan Trans Pacific Partnership Agreement

    (TPPA)”

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan

    masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh kepribadian Donald

    John Trump terhadap pembuatan kebijakan luar negeri Amerika Serikat untuk

    keluar dari Trans Pacific Partnership Agreement (TPPA)?”

    1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini, maka tujuan dari

    penelitian ini adalah

    1. Menjelaskan prinsip-prinsip politik Donald Trump sebagai presiden

    Amerika Serikat

    2. Menjelaskan nilai-nilai hidup Donald Trump sebagai seorang pengusaha.

  • 7

    1.4 Manfaat Penelitian

    1.4.1 Manfaat Akademis

    Secara akademis, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan

    mampu memperdalam kajian dan memperluas pemahaman fenomena dalam

    Ilmu Hubungan Internasional terutama dalam pengaruh individu dalam

    pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara.

    1.4.2 Manfaat Praktis

    Secara praktis, penelitian ini nantinya diharapkan mampu menambah

    wawasan, informasi dan juga gagasan bagi penulis serta bagi semua pihak yang

    membaca penelitian ini agar mampu mengkaji serta meneliti penelitian yang

    berkaitan dengan pengaruh faktor kepribadian pemimpin suatu negara dalam

    pembuatan kebijakan yang dalam penelitian ini adalah faktor kepribadian

    Donald J Trump pada kebijakan Amerika Serikat untuk keluar dari

    keanggotaan TPPA.

    1.5 Penelitian Terdahulu

    Penelitian terdahulu pertama yang akan dijadikan penulis sebagai referensi

    adalah skripsi dari Andri dengan judul “Kebijakan Amerika Serikat Untuk

    Mememenuhi Kepentingan Ekonominya Melalui Trans Pacific Partnership

    Periode 2011-2013”.13 Penelitian Andri bersifat deskriptif analitis dan

    13 Andri, 2013, Kebijakan Amerika Serikat Untuk Memenuhi Kepentingan Ekonominya Melalui

    Trans Pacific Partnership Periode 2011-2013, Skripsi, Jakarta: Jurusan Hubungan Internasional,

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, diakses melalui

  • 8

    menggunakan perspektif neoliberal institusionalisme, teori comparative advantage,

    kepentingan nasional, dan konsep kebijakan luar negeri. Dalam skripsinya tersebut

    Andri bertujuan untuk menjelaskan kepentingan ekonomi Amerika Serikat untuk

    bergabung dalam TPPA. Selama bergabung dengan TPPA Amerika Serikat

    berusaha untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya dengan mengajukan

    beberapa di TPPA. Upaya dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat

    adalah pertama, mengusulkan kepentingan nasionalnya dalam proses negosiasi dan

    kedua, mengupayakan penambahan sumber daya atau anggota TPPA. Pemenuhan

    kepentingan nasional Amerika Serikat didasari oleh kemunduran ekonomi yang

    dialami Amerika Serikat pasca terjadinya krisis finansial yang terjadi pada tahun

    2007.

    Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah masing-masing

    dari penelitian ini sama-sama membahas tentang TPPA. Dalam substansinya

    penelitian diatas lebih melihat kepentingan ekonomi Amerika Serikat selama

    bergabung dengan TPPA. Hal tersebut yang kemudian menjadi pembeda yang

    cukup jelas dari penelitan ini dikarenakan penelitian ini menganalisa pengaruh

    kepribadian yang dimiliki oleh Donald J Trump selaku Presiden Amerika Serikat

    dalam keputusannya untuk keluar dari keanggotaan TPPA.

    Kedua, skripsi Dwi Yekti Renita Meikorini yang berjudul “Alasan

    Bergabungnya Amerika Serikat ke Dalam Trans Pacific Partnership (TPPA)”.14

    Dalam skripsinya tersebut, Dwi bertujuan untuk menjelaskan alasan Amerika

    http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24085/3/ANDRI%20-%20HI%20-

    %20FISIP%20-%20109083000032_NoRestriction.pdf 14 Meikorini, Op. Cit.

    http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24085/3/ANDRI%20-%20HI%20-%20FISIP%20-%20109083000032_NoRestriction.pdfhttp://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24085/3/ANDRI%20-%20HI%20-%20FISIP%20-%20109083000032_NoRestriction.pdf

  • 9

    Serikat untuk bergabung ke dalam Trans Pacific Partnership yang disebabkan oleh

    faktor internal dan faktor eksternal. Dalam skripsinya tersebut, diperoleh jawaban

    bahwa alasan Amerika Serikat untuk bergabung dengan TPPA yang dipengaruhi

    oleh faktor internal dikarenakan sebagai suatu cara untuk Amerika Serikat

    mengembalikan stabilitas perekonomian pasca terjadinya krisis ekonomi dalam

    negeri yang berdampak pada terjadinya krisis global pada tahun 2007.

    Disisi lain, kebijakan luar negeri Amerika Serikat untuk memutuskan

    bergabung dengan TPPA yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dikarenakan

    kemunculan Tiongkok sebagai sebuah kekuatan ekonomi baru di wilayah Asia yang

    sangatlah berpotensi untuk menggeser dominasi Amerika Serikat sebagai negara

    dengan kekuatan ekonomi utama dunia. Dengan kata lain, bergabungnya Amerika

    Serikat dalam TPPA akan memperkuat posisi hegemoni Amerika Serikat dalam

    perdagangan internasional di kawasan Asia-Pasifik guna menandingi Tiongkok.

    Dalam skripsinya Dwi Yekti Renita Meikorini menggunakan teori kebijakan luar

    negeri dan stabilitas hegemoni untuk mengkerangkai penelitiannya. Dwi

    menggunakan jenis penelitian eksplanatif yang dimana penelitian eksplanatif

    bertujuan untuk menjelaskan mengapa baik individu, kelompok, negara, kelompok

    negara dan juga sistem internasional berpola atau berperilaku.15

    Dalam penelitian diatas tentu memiliki kesamaan dalam topik pembahasan yang

    diangkat dalam penelitian ini, namun yang menjadi perbedaan antara penelitian

    diatas dengan penelitian ini adalah terletak pada fokus yang dituju oleh peneliti.

    Pada penelitian di atas, peneliti berfokus pada alasan bergabungnya Amerika

    15 Ibid., hal. 22

  • 10

    Serikat dalam keanggotaan TPPA, sedangkan dalam penelitian ini berfokus pada

    keluarnya Amerika Serikat dari keanggotaan TPPA.

    Ketiga adalah working paper yang ditulis oleh Jeronim Capaldo, Alex Izurieta

    dan Jomo Kwame Sundaram yang berjudul “Unemployment, Inequality and Other

    Risk of Trans-Pacific Partnership Agreement”.16 Dalam working paper tersebut

    Jeronim dkk menganalisa keuntungan-keuntungan dan juga resiko yang akan

    didapatkan dari TPPA. Jeronim dkk menggunakan United Nations Global Policy

    Model untuk meneliti konsekuensi makro ekonomi TPPA serta bagaimana proyeksi

    dari masa depan TPPA. Dari penelitiannya tersebut Jeremi dkk menemukan hasil

    bahwa terdapat efek negative yang terjadi pada pertumbuhan ekonomi di Amerika

    Serikat dan juga Jepang. Jeremi dkk juga menemukan adanya peningkatan

    ketidaksetaraan dan kehilangan pekerjaan di semua negara yang berpartisipasi

    dalam TPPA.

    Dalam penelitian terdahulu ini, persamaan yang dimiliki dengan penelitian ini

    adalah pembahasannya yang sama-sama membahas TPPA. Sedangkan yang

    menjadi pembeda adalah alat analisa dan juga fokus dari penelitian tersebut. Dalam

    penelitian diatas lebih berfokus pada analisa keuntungan serta resiko yang akan

    didapatkan dari TPPA.

    Keempat, skripsi yang ditulis oleh Kriesna Adi Pratama yang berjudul

    “Pengaruh Idiosyncratic Mahmoud Ahmadinejad Terhadap Hubungan Luar

    16 Jeronim Capald, Alex Izurieta & Jomo Kwame Sundaram, Trading Down: Unemployment,

    Inequality and Other Risks of the Trans Pacific Agreement, Global Development and Environment

    Institute, Working Paper No. 16-01, January 2016, Tutfs University.

  • 11

    Negeri Iran-Amerika Serikat (2005-2008)”.17 Penelitian ini menekankan

    penjelasan mengenai karakteristik idiosyncratic pemimpin negara yang dalam

    kasus ini adalah Mahmoud Ahmaddinejad selaku presiden Iran dapat

    mempengaruhi kebijakan luar negeri serta hubungan luar negeri Iran dengan negara

    lain. Dalam penelitian ini, Kresna menggunakan berbagai konsep seperti konsep

    politik luar negeri, konsep pengaruh dan juga teori idiosyncratic oleh Margaret

    Hermann sebagai alat untuk mengalisa fenomena yang dibahas. Skripsi ini

    kemudian lebih lanjut menjelaskan mengenai bagaimana karakter idiosyncratic

    pemimpin negara yang dalam kasus ini adalah Mahmoud Ahmaddinejad dapat

    mempengaruhi hubungan diplomatis Iran dengan negara lain yaitu Amerika

    Serikat.

    Kresna menjelaskan bahwa hubungan diplomatis antara Iran dan Amerika

    Serikat tidaklah harmonis semenjak terjadinya revolusi islam yang terjadi di Iran

    pada tahun 1979 dan dipelopori oleh Ayyatullah Khomeini. Tidak harmonisnya

    hubungan diplomatis Iran dan Amerika Serikat terus berlanjut hingga Iran berada

    dibawah kepemimpinan Mahmoud Ahmaddinejad. Dalam pandangan Mahmoud

    Ahmaddinejad, Amerika Serikat hanya membawa pengaruh buruk bagi negara dan

    juga rakyat Iran serta bertentangan dengan ideologiya. Karena pada saat sebelum

    terjadinya revolusi islam yang pertama pada tahun 1979, pengaruh yang diberikan

    Amerika Serikat pada budaya Iran sangatlah besar dan dinilai berdampak negative

    untuk rakyat Iran. Hal inilah yang kemudian membuat Ahmaddinejad

    17 Kriesna Adi Pratama, Pengaruh Idiosyncratic Mahmoud Ahmadinejad Terhadap Hubungan

    Luar Negeri Iran-Amerika Serikat (2005-2008), Skripsi, Bandung: Jurusan Hubungan

    Internasional, Universitas Komputer Indonesia

  • 12

    menginginkan Iran dibawah kepemimpinannya menjadi negara dengan model

    pemerintahan yang modern, maju dan islami.

    Melalui penelitian ini, Kresna menemukan bahwa Ahmaddinejad termasuk

    dalam golongan pemimpin yang active independent. Salah satu indicator yang

    menunjukkan bawa Ahmaddinejad adalah seorang pemimpin yang active

    independent adalah memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Hal ini terlihat dari

    penolakan Ahmaddinejad terhadap budaya barat yang dinilai dapat membawa

    pengaruh buruk bagi negara dan juga rakyat Iran. Karakter idiosyncratic yang

    active independent yang dimiliki oleh Ahmaddinejad turut mempengaruhi politik

    luar negeri Iran dan juga hubungan diplomatis Iran dengan negara-negara lain. Hal

    ini yang akhirnya mendorong Iran untuk memutuskan hubungan diplomatic dengan

    Amerika Serikat pada masa kepemimpinan Ahmaddinejad.

    Penulis menggunakan penelitian Kresna sebagai penelitian terdahulu

    dikarenakan terdapat kesamaan dalam cakupan kajian yaitu mengenai karakteristik

    kepribadian pemimpin negara dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri

    negaranya. Hal yang membedakan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini

    adalah objek yang akan diteliti, dimana dalam penelitian ini akan membahas

    mengenai kepribadian Donald John Trump.

    Kelima, skripsi Fairuz Nadea Velatsani yang berjudul “President Donald

    Trump and United States Immigrant Policy”.18 Dalam penelitiannya, Fairuz

    menggunakan teori idiosyncratic sebagai alat analisa untuk menganalisis faktor apa

    18 Fairuz Nadea Velatsani, 2018, President Donald Trump and United States Immigrant Policy,

    Skripsi, Yogyakarta: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

  • 13

    saja yang mendasari Donald Trump selaku presiden Amerika Serikat untuk

    mengambil keputusan mengeluarkan kebijakan pelarangan masuknya imigran yang

    berasal dari 7 negara muslim dan menggunakan metode penelitian deskripstif

    kualitatif. Fairuz menggunakan teori idiosyncratic dikarenakan kebijakan Amerika

    Serikat untuk melarang masuknya imigran dari 7 negara muslim tersebut

    dikeluarkan oleh Donald Trump melalui executive order yang mana hal ini berarti

    keputusan murni atas dasar keputusan presiden dan tidak memerlukan persetujuan

    anggota kongres untuk dapat diberlakukan.

    Berdasarkan lima faktor yang terdapat dalam teori idiosinkratik yang

    digunakan, Fairuz menemukan bahwa hal yang paling mempengaruhi Donald

    Trump untuk mengeluarkan kebijakan tersebut berasal dari faktor persepsi

    bagaimana Trump memandang islam. Trump merupakan penganut agama kristen

    yang taat. Hal ini menjadikan Trump sebagai Evangelist yang mana dalam agama

    kristiani, ia bertugas untuk menyebarkan ajaran-ajaran Jesus. Terdapat sebuah

    tradisi dimana seorang evangelist menjadi seorang pemimpin serta memiliki hasrat

    untuk memaksa orang lain untuk mengikuti ajarannya. Trump bahkan

    mengeluarkan sebuah pernyataan “Islam Hate Us” untuk menyebarkan kebencian

    pada umat islam. Pandangannya terhadap islam dan serangkaian kebijakannya

    untuk melarang imigran yang berasal dari 7 negara muslim masuk ke Amerika

    Serikat, membuat pemerintahannya dipandang sebagai pemerintahan yang

    islamophobic dan xenophobia.

    Persamaan antara penelitian Fairuz dengan penelitian ini adalah objek yang

    akan diteliti yaitu Donald John Trump. Sedangkan yang menjadi pembeda antara

  • 14

    penelitian ini dengan penelitian Fairuz adalah studi kasusnya, dimana dalam

    penelitiannya Fairuz mengangkat kebijakan pelarangan masuknya imigran yang

    berasal dari 7 negara muslim sebagai studi kasus. Sementara dalam penelitian ini,

    penulis mengangkat kebijakan keluarnya Amerika Serikat dari keanggotaan TPPA.

    Serta perbedaan alat analisa, dimana dalam penelitian ini penulis menggunakan

    faktor kepribadian individu pemimpin.

  • 15

    Tabel 1.1 Posisi Penelitian

    No. Judul dan Pengarang Konsep/ Teori &

    Jenis Penelitian

    Hasil

    1. Skripsi :

    Andri. “Kebijakan

    Amerika Serikat Untuk

    Mememenuhi

    Kepentingan Ekonominya

    Melalui Trans Pacific

    Partnership Periode 2011-

    2013”

    Neoliberal

    Institusionalisme, Teori

    Comparative

    Advantage, kepentingan

    nasional, dan konsep

    kebijakan luar negeri.

    (Deskriptif)

    Bergabungnya Amerika Serikat dengan TPPA dikarenakan untuk memenuhi

    kepentingan nasional Amerika Serikat dengan cara mengajukan beberapa

    kebijakan di TPPA. Cara yang dilakukan oleh Amerika Serikat untuk

    memenuhi kepentingan nasionalnya adalah dengan mengusulkan kepentingan

    nasionalnya dalam proses negosiasi dan mengupayakan penambahan anggota

    TPPA. Pemenuhan kepentingan nasional Amerika Serikat didasari oleh

    kemunduran ekonomi yang dialami Amerika Serikat pasca terjadinya krisis

    finansial yang terjadi pada tahun 2007.

    2. Skripsi :

    Dwi Yekti Renita

    Meikorini. “Alasan

    Bergabungnya Amerika

    Serikat ke Dalam Trans

    Pacific Partnership

    (TPPA)”.

    Teori kebijakan luar

    negeri dan stabilitas

    hegemoni.

    (Eksplanatif)

    Bergabungnya Amerika Serikat dengan TPPA dipengaruhi oleh dua faktor

    yaitu faktor internal dan juga faktor eksternal. Faktor internal dikarenakan saat

    itu Amerika Serikat sedang mengalami krisis ekonomi, sehingga dengan

    bergabung dengan TPPA diharapkan mampu mengembalikan kondisi

    perekonomian Amerika Serikat. Sedangkan faktor eksternal dikarenakan

    kemunculan Tiongkok sebagai kekuatan ekonomi baru di wilayah Asia yang

    mampu menggeser dominasi Amerika Serikat sebagai negara dengan kekuatan

    ekonomi utama di dunia.

    3 Working Paper : Jeronim

    Capaldo, Alex Izurieta dan

    Jomo Kwame Sundaram.

    Working Paper.

    “Unemployment,

    Inequality and Other Risk

    United Nations Global

    Policy Model. (Working

    Paper)

    Dengan adanya TPPA maka akan memberikan berbagai dampak baik positive

    maupun negative. Beberapa proyeksi mengenai dampak yang akan

    ditimbulkan TPPA pada negara anggota antara lain berupa: TPPA akan

    membuat GDP Amerika Serikat dan Jepang berkurang, TPPA akan membuat

    banyak pekerja kehilangan pekerjaannya di seluruh negara anggota atau

    dengan kata lain akan ada total 771.000 orang yang kehilangan pekerjaan

    dengan yang terbanyak adalah Amerika Serikat sebanyak 448.000. Tidak

  • 16

    of Trans-Pacific

    Partnership Agreement”.

    hanya itu TPPA juga akan menyebabkan pada semakin tingginya angka

    kesenjangan social yang ada serta TPPA juga akan menyebabkan menurunnya

    GDP dan banyak orang kehilangan pekerjaannya di negara-negara non TPPA.

    4. Skripsi : Kriesna Adi

    Pratama. “Pengaruh

    Idiosyncratic Mahmoud

    Ahmadinejad Terhadap

    Hubungan Luar Negeri

    Iran-Amerika Serikat

    (2005-2008)”.

    Konsep Politik Luar

    Negeri, Konsep

    Pengaruh Teori

    Idiosyncratic.

    (Deskriptif)

    Tidak harmonisnya hubungan antara Iran dan Amerika Serikat pada masa

    pemerinahan Mahmoud Ahmaddinejad disebabkan oleh pandangan

    Ahmaddinejad yang melihat Amerika Serikat hanya akan membawa pengaruh

    buruk bagi rakyat dan juga negara Iran seperti saat sebelum terjadinya revolusi

    islam tahun 1979. Dengan karakternya yang active independent dengan

    kecenderungan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi, akhirnya

    Ahmaddinejad memutuskan untuk menghentikan hubungan diplomatic

    dengan Amerika Serikat.

    5. Skripsi : Fairuz Nadea

    Velatsani. “President

    Donald Trump and

    United States Immigrant

    Policy”

    Teori Idionsyncratic

    (Deskriptif)

    Kebijakan Amerika Serikat mengenai pelarangan masuknya imigran yang

    berasal dari 7 negara muslim ke Amerika Serikat dipengaruhi oleh persepsi

    Donald Trump terhadap islam dan keyakinannya yaitu Evangelist. Keputusan

    Donald Trump untuk melakukan pelarangan masuknya imigran ini membuat

    pemerintahannya dilabeli dengan pemrintahan yang islamophobic dan

    xenophobia.

    6.. Skripsi :

    Putri Nabilla. “Analisa

    Karakteristik

    Idiosinkratik Donald J

    Trump Dalam Kebijakan

    Keluarnya Amerika

    Serikat dari

    Keanggotaan

    Trans-Pacific Partnership

    Agreement (TPPA)

    Teori Tipologi

    Kepribadian.

    (Eksplanatif)

    Kebijakan Amerika Serikat untuk keluar dari keanggotaan TPPA tidak dapat

    dilepaskan dari pengaruh pemimpin negara yaitu Donald Trump selaku

    pembuat keputusan. Untuk menganalisa hal-hal yang mempengaruhi Donald

    Trump hingga dapat memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan keluar dari

    TPPA maka penulis menggunakan teori kepribadian untuk menganalisa

    karakteristik yang membentuk kepribadian Trump yang kemudian

    memberikan pengaruh dalam pengambilan kebijakan.

  • 17

    1.6 Teori / Konsep

    1.6.1 Teori Kepribadian

    Dalam memahami fenomena yang terjadi dalam hubungan internasional,

    diperlukan metode ataupun kerangka konseptual yang tepat. Salah satu metode atau

    kerangka konseptual yang dapat digunakan untuk menganalisa berbagai fenomena

    dalam hubungan internasional adalah pendekatan peringkat analisis (level of

    analysist). Pendekatan peringkat analisis pertama kali digagas oleh pakar HI

    beraliran neorealis yaitu Kenneth Waltz.19 Secara umum, pendekatan peringkat

    analisis dibagi menjadi tiga level yaitu, individual level, state level, dan

    international system level.

    Pendekatan peringkat analisis dalam studi hubungan internasional dapat

    diartikan sebagai sebuah metode atau perangkat konseptual yang digunakan untuk

    menjelajahi atau mengeksplorasi masalah-masalah internasional. Menurut Marc

    Genest, konsep peringkat analisis adalah alat yang digunakan untuk membantu para

    peneliti dalam bidang hubungan internasional untuk memahami bahwa hubungan

    internasional merupakan hasil dari sejumlah sumber yang mana setiap tingkatannya

    memiliki pandangan dan fokus masalah yang berbeda-beda.20 Menetapkan

    peringkat analisis dapat membantu untuk memahami politik luar negeri suatu

    negara atau hal apa saja yang mendorong suatu negara untuk berperilaku dalam

    hubungan internasional. Dalam penelitian ini, peringkat analisis yang digunakan

    19 Umar Suryadi Bakry, Pengaruh Faktor Individu Dalam Politik Luar Negeri: Sebuah Kajian

    Idiosinkratik, Jurnal Alternatif, Vol.6, No.2 (2016), Jakarta Timur: Universitas Jayabaya, hal. 103. 20 Marc A. Genest, Conflict and Cooperation: Evolving Theories on International Relations

    (Belmont, CA: Wadsworth, 2004), hal. 3 dalam Umar Suryadi Bakry, Pengaruh Faktor Individu

    Dalam Politik Luar Negeri: Sebuah Kajian Idiosinkratik, Jurnal Alternatif, Vol.6, No.2 (2016),

    Jakarta Timur: Universitas Jayabaya, hal. 103.

  • 18

    adalah individual level. Peringkat analisis pada individual level dapat digolongkan

    sebagai micro-level analysis. Pendekatan micro-level analysis menurut penganut

    aliran saintifik lebih memperhatikan tentang gaya kepemimpinan individu

    negarawan yang menekankan pada perilaku idiosinkratik elit.21

    Idiosyncratic berasal dari penggabungan kata ideology dan syncratic. Idelogy

    menurut Anthonio Gramsci merupakan kerangka atau paradigma analisis yang

    digunakan unruk memahami dan menyelesaikan berbagai masalah. Sedangkan

    syncratic adalah perpaduan segala hal baik dari semua yang ada.22 Analisis

    idiosinkratik merupakan sebuah kajian tentang manusia sebagai individu dan

    bagaimana karakter pribadi setiap pemimpin turut membentuk keputusan-

    keputusan yang dibuatnya.23 Menurut John Rourke dan Mark Boyer, terdapat lima

    faktor yang dapat digunakan untuk menganalisis individu melalui teori

    idiosyncratic, diantaranya adalah:24

    1. Faktor Kepribadian (Personality)

    Kepribadian seorang pemimpin negara merupakan sebuah elemen yang dapat

    memberikan pengaruh pada kebijakan luar negeri. Hal ini dapat dilihat dari

    orientasi dasar seorang pemimpin terhadap dirinya dan orang lain, pola perilaku,

    serta sikapnya mengenai konsep-konsep yang relevan secara politis seperti otoritas

    atau kekuasaan. Kepribadian seorang pemimpin terbentuk dari sejumlah sumber

    21 Theodore A. Couloumbis dan James H. Wolfe, Introduction to International Relations: Power

    and Justice (New Delhi: Prentice-Hall of India, 1981), hal. 26 dalam Umar Suryadi Bakry,

    Pengaruh Faktor Individu Dalam Politik Luar Negeri: Sebuah Kajian Idiosinkratik, Jurnal

    Alternatif, Vol.6, No.2 (2016), Jakarta Timur: Universitas Jayabaya, hal. 103. 22 Pratama, Op. Cit., hal 21. 23 Bakry, Op. Cit., hal 103. 24 John T. Rourke dan Mark A. Boyer, 2009, International Politics on the World Stage, New York:

    McGraw-Hill Education, hal 133-142.

  • 19

    seperti faktor genetika, sosialisasi semasa kanak-kanak, serta pengalaman pada

    masa dewasa awal.25 Faktor kepribadian memiliki pengaruh yang kuat pada

    bagaimana seorang pemimpin memandang dan berfikir mengenai permasalahan

    internasional dan politik luar negeri negaranya.

    Terdapat skala kategori untuk menganalisa kepribadian politik seorang

    pemimpin, yaitu active-passive scale dan positive-negative scale. Pemimpin yang

    aktif adalah seorang innovator kebijakan sedangkan pemimpin yang pasif

    merupakan seorang yang reactor. Sementara itu pemimpin yang berkepribadian

    positif biasanya memiliki kepribadian yang cukup kuat untuk menerima lingkungan

    politik yang berbeda atau bersifat kontroversial dan cenderung lebih

    memperhatikan permasalahan domestic atau inward looking, sedangkan pemimpin

    yang berkepribadian negative cenderung merasa terbebani oleh kritik-kritik politik.

    2. Faktor kesehatan jiwa dan fisik (Physical and Mental Health)

    Kesehatan jiwa dan juga fisik seorang pemimpin merupakan sebuah faktor

    penting dalam pembuatan keputusan politik luar negeri. Pemimpin yang memiliki

    kondisi jiwa dan fisik yang terganggu maka dapat berpotensi untuk membuat

    kebijakan atau keputusan politik luar negeri yang kurang tepat bagi negaranya.

    3. Faktor Ego dan Ambisi (Ego and Ambitions)

    Faktor ketiga yang mempengaruhi seorang pemimpin dalam pengambilan

    kebijakan luar negeri negaranya adalah ego serta ambisi pemimpin itu sendiri. Ego

    dari seorang pemimpin seringkali membuat keputusan pemimpin mengenai

    25 Joseph Grisco, John Ikenberry, dan Michael Mastanduno, Introduction to International Relations

    (New York: Palgrave Macmillan, 2015), hal. 113 dalam Umar Suryadi Bakry, Pengaruh Faktor

    Individu Dalam Politik Luar Negeri: Sebuah Kajian Idiosinkratik, Jurnal Alternatif, Vol.6, No.2

    (2016), Jakarta Timur: Universitas Jayabaya

  • 20

    kebijakan luar negerinya tidak lagi mencerminkan kepentingan nasionalnya,

    melainkan untuk memenuhi egonya sebagai seorang pemimpin. Selain itu,

    terkadang ego membuat seorang pemimpin ingin terlihat kuat. Sama halnya dengan

    ego, ambisi seorang pemimpin juga memiliki pengaruh dalam hal pengambilan

    keputusan. Ambisi seorang pemimpin negara untuk mempertahankan kekuasaanya

    akan mendorongnya untuk menciptakan kebijakan yang sesuai dengan ambisinya

    tersebut.

    4. Faktor Pengalaman Pribadi dan Politik (Political and Personal History)

    Masa lalu dan pengalaman seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam

    membentuk pendekatan atau cara pandang pemimpin terkait penyelesaian masalah

    yang sedang dihadapi. Terdapat dua jenis masa lalu yang mempengaruhi pembuatan

    keputusan yaitu: pengalaman politik dan pengalaman pribadi. Melalui pengalaman

    politik terdahulu, pemimpin dapat merumuskan kebijakan yang sesuai dan berkaca

    dari pengalaman sebelumnya. Sedangkan pengalaman pribadi dalam hal ini lebih

    difokuskan pada sejarah atau pengalaman politik pribadi pemimpin seperti

    pandangan politiknya yang dapat dilihat dari partai apa yang ia ikuti.

    5. Faktor Persepsi (Perception)

    Persepsi yang dimiliki seorang pemimpin negara memiliki peran penting dalam

    pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara. Persepsi seorang pemimpin

    menciptakan pandangan terhadap dunianya. Persepsi memiliki peran penting

    dikarenakan persepsi membentuk realitas operasional pada diri seorang pemimpin

    yang membuat pembuat kebijakan cenderung bertindak berdasarkan persepsi yang

    ia yakini. Terkadang terdapat kesamaan persepsi yang dimiliki antara pemimpin

  • 21

    negara dengan rakyatnya seperti dalam hal nilai-nilai kebudayaan, pengalaman

    sejarah dan lainnya.

    Berdasarkan faktor idiosyncratic yang telah dipaparkan sebelumnya, pada

    penelitian ini penulis akan mengambil fokus pada faktor kepribadian atau

    personalitas Donald John Trump selaku pemimpin negara yang memberikan

    pengaruh dalam kebijakan keluarnya Amerika Serikat dari TPPA.

    Kepribadian seorang pemimpin dapat dilihat melalui pengukuran karakteristik

    individu yang ia miliki. Menurut Margaret G Hermann, terdapat enam karakter

    karakteristik kepribadian dalam individu seorang pemimpin yang dapat membentuk

    perilaku kebijakan luar negeri yaitu:26

    1. Nationalism

    Pengaruh keterikatan emosi yang dimiliki pemimpin terhadap bangsanya,

    khususnya rasa cinta tanah air. Kemudian adanya tekanan atau keinginan untuk

    menegakkan kehormatan dan kedaulatan bagi negaranya.

    2. Believe in one’s own ability to control events

    Karakteristik ini melihat kemampuan individu dan pemerintah dapat

    melakukan kontrol atas situasi dimana sesuai dengan kepentingan mereka

    sendiri.

    26 Lawrence S. Falowski, 1979, Psycological Models in International Politics: West view special

    studies in International Relations, West View Press, Boulder, hal 18-19 dalam Kriesna Adi

    Pratama, Pengaruh Idiosyncratic Mahmoud Ahmadinejad Terhadap Hubungan Luar Negeri Iran-

    Amerika Serikat (2005-2008), Skripsi, Bandung: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas

    Komputer Indonesia hal 54-55

  • 22

    3. Need for power

    Karakteristik ini melibatkan keinginan untuk mempengaruhi,

    mengendalikan atau mendominasi orang dan kelompok lain.

    4. Need for affiliation

    Kebutuhan seorang individu pemimpin untuk menjalin hubungan

    kekerabatan dan menjaga persatuan kedamaian dengan negara-negara lainnya.

    5. Conceptual complexity

    Sebuah tingkatan pembeda untuk menunjukkan individu dalam

    menggambarkan atau mendiskusikan permasalahan. Hal ini mempengaruhi

    individu dalam hal melihat alternatif dalam suatu kebijakan. Individu dengan

    tingkat conceptual complexity yang tinggi akan mempertimbangkan berbagai

    altenatif pilihan dalam membuat keputusan karna ia melihat permasalahan

    tersebut secara luas. Sedangkan individu dengan conceptual complexity yang

    rendah akan memandang permasalahan sebagai baik-buruk, hitam-putih dan

    tidak memiliki alternaif pilihan dalam keputusannya.

    6. Distrust of others

    Ketidakpercayaan terhadap orang lain yang melibatkan perasaan akan

    keraguan, ketidaknyamanan, rasa was-was serta kekhawatiran mengenai

    perilaku orang lain yang menyebabkan adanya kecenderungan untuk

    mencurigai motif dan tindakan orang lain.

    Tingkat karakteristik individu yang berbeda pada setiap pemimpin akan

    menghasilkan kepribadian yang juga berbeda dimana ini akan memberikan

    pengaruh pada perilaku pemimpin dalam menentukan kebijakan luar negeri

  • 23

    negaranya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tingkatan karakteristik

    pribadi seorang pemimpin akan merefleksikan perilaku kebijakan luar negeri yang

    terbagi menjadi 2 perilaku yaitu aggressive dan conciliatory.

    Pemimpin dengan perilaku aggressive memiliki kecenderungan untuk

    memiliki gaya kebijakan luar negeri yang independent dengan tidak terlalu terlibat

    dalam hubungan dengan negara lain atau bergabung dalam sistem internasional.

    Karena dalam pandangan mereka, menjalin interaksi dengan negara lain atau

    terlibat dalam sebuah sistem internasional mungkin saja menyebabkan negara lain

    akan bergantung pada negara mereka. Selain itu pemimpin dengan perilaku

    aggressive juga cenderung untuk memiliki kecurigaan terhadap motif para

    pemimpin negara lain. Apabila interaksi dengan pihak lain memang dibutuhkan,

    para pemimpin dengan perilaku ini akan melakukannya sesuai dengan kepentingan

    negaranya. Pemimpin dengan perilaku aggressive memiliki karakteristik

    kepribadian high nasionalism, low conceptual complexity, high need for power,

    high distrust on others, dan high belief in one’s own ability to control event.

    Sementara pemimpin dengan perilaku kebijakan luar negeri conciliatory

    memiliki kecenderungan untuk membangun dan menjaga hubungan baik antara

    negaranya dengan negara lain. Mereka turut berpartisipasi secara aktif dalam sistem

    internasional dengan menjadi responsive terhadap berbagai masalah-masalah yang

    timbul. Pemimpin dengan perilaku conciliatory memiliki karakteristik kepribadian

    low nationalism, high need of affiliation, high conceptual complexity, low belief

    ability in one’s own control event, low distrust of others.

  • 24

    Tipe Perilaku Indikator

    Aggressive

    • High Nationalism

    • High Belief in one’s own ability to control event

    • Low Conceptual Complexity

    • High Distrust of Other

    • High Need for Power

    Conciliatory

    • Low Nationalism

    • Low Belief in one’s own ability to control event

    • High Conceptual Complexity

    • Low Distrust of Other

    • Low Need for Power

    Berdasarkan dua perilaku kebijakan luar negeri yang telah dijelaskan

    sebelumnya, peneliti melihat bahwa Donald Trump memenuhi tiga dari lima

    karakteristik kepribadian pemimpin dengan perilaku aggressive. Karakteristik

    kepribadian tersebut adalah high nationalism, high belief’s in one own ability to

    control event, dan high distrust of other.

    1.7 Metode Penelitian

    1.7.1 Jenis Penelitian

    Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian eksplanatif. Dimana tujuan

    dari penelitian eksplanatif adalah untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel.

    Terdapat suatu hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi Donald J Trump

    dalam pengambilan keputusan dengan kebijakan Amerika Serikat untuk keluar dari

    keanggotaan TPPA

  • 25

    1.7.2 Tingkat Analisa dan Variabel Penelitian

    Guna mempermudah analisis serta menghindari terjadinya kesalahan

    metodologi maka diperlukan adanya penyederhanaan ke dalam variabel dan level

    analisa. Adapun variabel dependen atau unit analisis yang perilakunya akan

    dijelaskan adalah keluarnya Amerika Serikat dari keanggotaan Trans Pacific

    Partnership Agreement (TPPA). Sedangkan variabel independen atau unit

    eksplanasi yang digunakan untuk menjelaskan objek analisis adalah karakteristik

    kepribadian Donald Trump dalam kebijakan Amerika Serikat keluar dari Trans

    Pacific Partnership Agreement (TPPA). Hubungan antar variabel dalam penelitian

    ini adalah bersifat reduksionis dikarenakan level analisa dalam penelitian ini berada

    pada level yang berbeda dimana kedudukan unit eksplanasi (individu) lebih rendah

    dari unit analisa (negara)

    1.7.3 Ruang Lingkup Penelitian

    A. Batasan Waktu

    Dalam penelitian ini batasan waktu yang digunakan oleh penulis adalah

    mulai dari bergabungnya Amerika Serikat dengan TPPA pada tahun 2008 hingga

    Amerika Serikat keluar dari TPPA pada tahun 2017.

    B. Batasan Materi

    Batasan materi pada penelitian ini menggunakan batasan materi yang

    berfokus aspek-aspek Donald John Trump yang memutuskan Amerika Serikat

    untuk keluar dari keanggotaan TPPA.

  • 26

    1.7.4 Teknik Analisa Data

    Dalam penelitian ini, teknik analisa data yang digunakan oleh penulis adalah

    teknik analisa kualitatif. Teknik analisa kualitatif digunakan untuk menganalisis

    jenis data yang berupa teks yang telah dikumpulkan dengan berbagai macam cara

    yang kemudian diproses sebelum akhirnya siap digunakan.27 Terdapat tiga tahapan

    analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman yaitu: reduksi data,

    penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.28 Pada tahap reduksi data

    terdapat proses pemilihan data sehingga data-data yang telah didapatkan akan

    disederhanakan dan dirangkum sesuai dengan data yang dibutuhkan dan membuang

    data yang tidak diperlukan. Selanjutnya pada tahap penyajian data, peneliti akan

    menyajikan sekumpulan data yang memungkinkan untuk ditariknya sebuah

    kesimpulan. Lalu pada tahap terakhir yaitu penarikan kesimpulan/verifikasi,

    penulis mulai mencari pola-pola, penjelasan dan alur sebab akibat suatu fenomena

    yang kemudian kesimpulan yang telah didapatkan diverifikasi selama penelitian

    tengah berlangsung.

    1.7.5 Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

    pustaka. Sumber penelitian diperoleh dengan cara mencari data-data yang berkaitan

    dengan fokus permasalahan melalui buku, surat kabar, jurnal, artikel, laporan

    penelitian berupa skripsi, thesis maupun disertasi, e-book dan data-data dari

    27 Ulber Silalahi, 2012, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Aditama, hal. 339-341. 28 Ibid.

  • 27

    internet. Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan diolah serta diidentifikasi

    untuk kemudian mendukung uraian penelitian dalam menjawab rumusan masalah.

    1.8 Hipotesis

    Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan teori kepribadian

    yang digunakan dalam penelitian ini, kebijakan keluarnya Amerika Serikat untuk

    keluar dari keanggotaan TPPA dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian Donald

    Trump sebagai pemimpin negara. Dimana kebijakan ini lebih menonjolkan

    pengaruh Donald Trump sebagai pemimpin negara dibandingkan Amerika Serikat

    sebagai negara secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan, Donald Trump

    mengeluarkan kebijakan keluarnya Amerika Serikat dari keanggotaan TPPA

    melalui presidential memorandum yang mana berarti kebijakan tersebut tidak

    memerlukan persetujuan dari anggota Kongres. Karakteristik kepribadian Donald

    Trump yang mempengaruhi pembuatan kebijakan keluarnya Amerika Serikat dari

    TPPA antara lain, high nationalism, high distrust of other dan high belief in one’s

    own control over event.

  • 28

    1.9 Sistematika Penulisan

    Bab Judul Pembahasan

    Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Penelitian Terdahulu 1.6 Landasan Teori & Kerangka Konseptual 1.7 Metodologi Penelitian

    1.7.1 Jenis Penelitian 1.7.2 Tingkat Analisa dan Variabel

    Penelitian

    1.7.3 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.4 Teknik Analisa Data 1.7.5 Teknik Pengumpulan Data

    1.8 Hipotesa 1.9 Sistematika Penulisan

    Bab II Gambaran umum

    Trans Pacific

    Partnership

    Agreement (TPPA)

    dan Peran Amerika

    Serikat dalam

    Trans Pacific

    Partnership

    (TPPA)

    Membahas mengenai gambaran TPPA secara

    umum dan bergabungnya Amerika Serikat

    dalam TPPA untuk mewujudkan kepentingan

    nasionalnya

    2.1 Sejarah Terbentuknya TPPA

    2.1.1 TPSEP Cikal Bakal terbentuknya

    TPPA

    2.1.2 Bergabungnya Amerika Serikat dalam

    TPSEP dan terbentuknya TPPA

    2.2 Tujuan TPPA

    2.3 Kepentingan Nasional Amerika Serikat

    dalam TPPA

    2.4 Pro dan Kontra TPPA di Amerika Serikat

    Bab III Terpilihnya Donald

    J Trump sebagai

    Presiden Amerika

    Serikat dan

    Keluarnya Amerika

    Serikat dari TPPA

    Membahas mengenai karakteristik

    kepribadian Donald J Trump

    3.1 Donald Trump

    3.1.1 Profil Donald John Trump

    3.1.2 Bangkrut dan Bangkitnya Donald

    Trump

    3.1.3 Donald Trump: Presiden Amerika

    Serikat ke 45

    3.2 Karakteristik Pribadi Donald Trump yang

    Mempengaruhi Kebijakan Keluarnya

    Amerika Serikat dari TPPA

    3.2.1 High Nationalism

    3.2.2 High Believe in Own Control Over

    Event

    3.2.3 High Distrust of Other

  • 29

    BAB IV Kesimpulan Merupakan bagian akhir dari penelitian yang

    mencakup kesimpulan dan saran penulis bagi

    penelitian berikutnya.

    4.1 Kesimpulan

    4.2 Saran