Page 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-
menerus dan berkesinambungan. Pembangunan tersebut bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara adil,
makmur dan merata. Agar tujuan tersebut dapat terwujud maka dibutuhkan dana,
yang salah satunya berasal dari penerimaan pajak. Pajak merupakan pendapatan
negara yang cukup potensial, untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Penerimaan dari sektor pajak ternyata salah satu sumber penerimaan terbesar
negara. Negara akan maju kalau pajak tetap ada dan negara akan hancur kalau
tidak ada pajak. Buktinya, kontribusi pajak dalam APBN sejak tahun 2006 sampai
tahun 2010 terus meningkat. Pada tahun 2006 saja kontribusi pajak sudah 56,5%,
lalu tahun 2007 naik jadi 61,7%, tahun 2008 menjadi 70,3%, tahun 2009 menjadi
72,5% dan tahun 2010 hampir mencapai 80%, artinya bahwa kelangsungan hidup
bernegara didominasi dan ditentukan dari besarnya penerimaan pajak. Dari tahun
ke tahun terlihat bahwa penerimaan pajak terus meningkat dan memberi andil
besar dalam penerimaan negara, oleh sebab itu penerimaan dari sektor pajak
selalu dikatakan primadona dalam membiayai pembangunan nasional.
Peran fiskus dalam penerimaan pajak mempunyai andil besar sebagai
pengawas wajib pajak dalam melaporkan dan membayar kewajiban
perpajakannya guna mengurangi jumlah tunggakan pajak yang berpengaruh
terhadap penerimaan pajak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Page 2
2
Untuk mengamankan penerimaan negara dan meminimalisir wajib pajak
menunggak dalam pembayaran pajaknya, pemerintah khususnya Direktorat
Jenderal Pajak melakukan tindakan penagihan pajak yang dilindungi oleh payung
hukum berupa Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2000. Pelunasan utang pajak merupakan salah satu tujuan penting dari
pemberlakuan undang-undang ini. Penagihan pajak yang efektif merupakan sarana
yang tepat untuk mencapai target penerimaan pajak yang maksimal. Apabila
kekurangan pajak sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak dan Surat
Tagihan Pajak tersebut sampai dengan jatuh tempo, maka penagihan pajak
dianggap perlu untuk dilaksanakan sebagai salah satu upaya pencapaian
penerimaan pajak. Adapun dalam pelaksanaan penagihan pajak tersebut turut
melibatkan peran aktif dari aparatur pajak yang biasa disebut fiskus.
Namun hal yang paling penting untuk diperhatikan oleh fiskus dalam
penagihan pajak yaitu suatu kewajiban perpajakan dianggap telah hilang atau
gugur apabila telah melewati jangka waktu tertentu. Dengan mencegah daluwarsa
penagihan pajak, berarti juga menyelamatkan penerimaaan pajak negara. Peran
aktif fiskus dalam pelaksanaan pencairan tunggakan pajak sebagai upaya untuk
meningkatkan penerimaan dari sektor pajak dapat dilakukan dengan cara
menerbitkan Surat Paksa.
Menelaah lebih jauh tentang penagihan pajak khususnya penerbitan Surat
Paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara, Oleh karena itu penulis
mengambil judul “ Penerbitan Surat Paksa Sebagai Upaya Penagihan Aktif
Dan Kontribusinya Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Pada KPP
Pratama Makassar Utara.”
Page 3
3
1.2. Rumusan Masalah
Penulis akan mengangkat dan membatasi lingkup permasalahan sebagai berikut:
1. Seberapa besar efektivitas dan kontribusi penagihan pajak dengan Surat Paksa
terhadap pencairan tunggakan pajak ?
2. Apa sajakah kendala yang timbul dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan
Surat Paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara ?
3. Bagaimana cara mengatasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Makassar Utara ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini diantaranya:
1. Memberikan gambaran tindakan penagihan pajak dengan Surat Paksa yang
dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara,
2. Memahami efektivitas dan kontribusi penagihan pajak dengan Surat Paksa
dalam rangka pencairan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Makassar Utara,
3. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Makassar Utara,
4. Untuk mengetahui cara mengatasi permasalahan-permasalahan dalam
pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Kantor Pelayanan Pajak
Makassar Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini diantaranya:
Page 4
4
1. Bagi Mahasiswa, untuk dapat menambah pengetahuan dan wawasan di bidang
perpajakan dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan peneliti tentang penagihan pajak dengan surat
paksa, dalam hal ini kontribusi dan efektivitas dari penagihan pajak dengan
surat paksa.
2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara, dapat digunakan
sebagai bahan evaluasi atas hasil kinerja sehingga dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam memperbaiki kinerja
sehingga dapat berjalan lebih baik.
3. Bagi masyarakat, diharapkan dapat memberi informasi tentang penagihan
pajak dengan surat paksa yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Makassar Utara.
4. Sebagai bahan perbandingan penelitian yang telah ada dan sebagai bahan
masukan dan rujukan bagi peneliti yang akan melaksanakan penelitian yang
sejenis.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulis membagi pembahasan skripsi ini dalam lima bab untuk memudahkan
pembahasan, diantaranya:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai latar belakang, perumusan
masalah mengenai topik yang diangkat, tujuan dan manfaat penelitian, serta
sistematika penulisan skripsi yang menguraikan secara ringkas mengenai isi
setiap bab dari skripsi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Page 5
5
Dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai definisi pajak secara umum,
definisi utang pajak serta penagihan pajak berdsarkan undang-undang
perpajakan yang berlaku.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang objek penelitian, metode pengumpulan data,
jenis dan sumber data, dan metode analisis.
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menggambarkan secara singkat dari tempat yang
menjadi objek penelitian, dalam hal ini yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP
Pratama Makassar Utara). Selain itu, penulis juga menjelaskan apa yang
menjadi visi dan misi KPP tersebut, serta kegiatan operasional yang
dijalankan di KPP tersebut.
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Disini penulis mencoba menganalisa data-data, khususnya data Penagihan
Pajak terutama yang berkaitan dengan Surat Paksa terhadap pencairan
tunggakan pajak serta melakukan pembahasan dari analisa yang telah dibuat.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini terdiri atas kesimpulan dan saran-saran
Page 6
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pajak
2.1.1 Pengertian Pajak
Pada dasarnya pajak merupakan salah satu perwujudan dan kewajiban
kenegaraan yang merupakan sarana peran serta masyarakat dalam pembiayaan
negara dan pembangunan nasional. Dalam hal ini pajak yang dipunggut oleh
negara digunakan untuk menjalankan roda pemerintahan demi menjamin
kelangsungan hidup serta meningkatkan mutu kehidupan bangsa Indonesia yang
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang 1945 yang bertujuan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta
dalam melaksanakan ketertiban dunia.
Oleh karena itu sangat penting kita simak beberapa pengertian pajak dibawah
ini yang dikemukakan oleh para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan
pengertian yang berbeda namun pada inti dan tujuannya sama.
1. Menurut undang-undang No. 6 tahun 1983 sebagaimana diubah dengan
undang-undang No. 6 tahun 2007: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.”
2. Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (mardiasmo,2009:1):
“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang
Page 7
7
dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi),
yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.”
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-
unsur:
a. Iuran dari rakyat kepada negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang
(bukan barang).
b. Berdasarkan undang-undang
Pajak di pungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaanya.
c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat
ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.1.2 Fungsi pajak
Fungsi pajak menurut Mardiasmo dalam bukunya “Perpajakan” (2009:1)
adanya 2 fungsi pajak, yaitu:
1. “Fungsi Penerimaan (Budgeteir)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
2. Fungsi Mengatur (Reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di
bidang sosial dan ekonomi.”
Page 8
8
Contoh:
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang mewah untuk menekan perilaku
konsumtif masyakat.
b. Dan yang marak dibicarakan belakangan ini tarif pajak yang tinggi dikenakan
terhadap Film impor (Hollywood) agar masyarakat lebih mencintai Seni dan
Budaya Indonesia, khususnya Film dalam negeri.
2.1.3 Jenis-Jenis Pajak
Masalah perpajakan tidaklah sederhana hanya sekedar menyerahkan sebagian
penghasilan atau kekayaan seseorang kepada negara, tetapi coraknya bermacam-
macam tergantung pada pendekatannya. Jenis pajak menurut Wirawan B. Ilyas
(2007:19) dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu menurut sifat, sasarannya
dan lembaga pemungutnya:
1. “Menurut sifat
a. Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya harus dipikul sendiri oleh
Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain, serta dikenakan
secara berulang-ulang pada waktu tertentu.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan
kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-
peristiwa tertentu saja.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2. Menurut Sasarannya
a. Pajak subyektif, adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama
memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (subjeknya). Setelah diketahui
Page 9
9
keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya
pikul apakah dapat dikenakan pajak atau tidak.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
b. Pajak objektif, adalah jenis pajak yang dikenakan pertama-tama
memerhatikan/melihat objeknya baik berupa keadaan perbuatan atau
peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah
diketahui objeknya barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan
hukum dengan objek yang telah diketahui.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
3. Menurut lembaga pemungut
a. Pajak pusat (negara), adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang
dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan khususnya
Dirjen Pajak. Hasil dari pemungutan pajak pusat dikumpulkan dan
dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
Contoh: PPh, PPN, PPnBM dan sebagainya.
b. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang dalam
pelaksanaannya sehari-hari dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah
(Dispenda). Hasil dari pemungutan pajak daerah dikumpulkan dan
dimasukkan sebagai bagian dari peerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).” Sesuai Undang-undang no.18 tahun 1997 sebagaimana
yang telah diubah dengan UU no. 34 tahun 2000.
Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak reklame, dll.
2.1.4 Tarif Pajak
Ada 4 macam tarif pajak menurut Mardiasmo (2009:9), yaitu:
Page 10
10
1. “Tarif sebanding/proporsional, yaitu tarif berupa persentase yang tetap,
terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang
terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai.
Contoh: Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan
dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
2. Tarif tetap, yaitu tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun
jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh: Besarnya tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai
nominal berapapun adalah Rp 1.000,00.
3. Tarif progresif, yaitu persentase tarif yang digunakan semakin besar bila
jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Contoh : Pasal 17 UU Pajak Penghasilan (PPh)
4. Tarif degresif, persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah
yang dikenai pajak semakin besar.
2.1.5 Asas Pemungutan Pajak
Untuk mencapai tujuan pemungut pajak perlu memegang teguh asas
pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya. Maka terdapat keserasian
pemungut pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi yaitu
pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Asas-asas pemungut pajak menurut
Waluyo (2008:13) menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan
pada :
1. “Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata yaitu pajak dikenakan
kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar
pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil
dimaksudkan bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan uang untuk
pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan dan manfaat yang
diminta.
Page 11
11
2. Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenag-wenang. Oleh karena itu, Wajib
Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti pajak yang terutang, kapan
harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
3. Convenience
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-
saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak, sebagai contoh pada saat Wajib
Pajak memperoleh penghasilan.
4. Economy
Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak
bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban
yang dipikul Wajib Pajak.”
2.1.6 Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka
menurut Waluyo (2008:20) pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
1. “Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan).
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan. Undang-undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan
diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya
yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan,
penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada pertimbangan
Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (syarat yuridis).
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik Negara
maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi).
Page 12
12
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial).
Sesuai fungsi budgeteir, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
Sistem pemungutan sederhana akan memudahkan dalam mendorong
masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah
dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.
Contoh:
a. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.
b. Bea meterai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif,
yaitu Rp 6000 dan Rp 3000.
2.1.7 Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2009:7), Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi:
1. “Official Assessment System, Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang.
Ciri-ciri Official Assessment System:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus
sehingga Wajib Pajak bersifat pasif.
b. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2. Self Assessment System, Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang
memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk
Page 13
13
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya
pajak yang harus dibayar.
3. Withholding System, Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.”
Untuk mencapai target penerimaan, Pemerintah telah melakukan berbagai
perubahan diantaranya yaitu reformasi perpajakan (Tax Reform), langkah tersebut
diawali pada tahun 1984. Program ini telah mengubah sistem perpajakan
Indonesia, dari official assessment menjadi self assessment yang digunakan saat
ini.
Agar pelaksanaan sistem self assessment dapat berjalan dengan baik, maka
keterbukaan dan penegakan hukum (law enforcement) menjadi hal yang sangat
penting. Disini peran aktif Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya sangat diperlukan. Dengan kepercayaan dan tanggung jawab yang
diberikan, diharapkan Wajib Pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dengan demikian peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak dapat
meningkat.
2.1.8 Hambatan Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2009:8), Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat
dikelompokkan menjadi:
1. “Perlawanan pasif
Masyarakat tidak bersedia memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana
mestinya, yang dapat disebabkan antara lain:
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
Page 14
14
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan aktif
Pelawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung
ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya
antara lain:
a. Tax avoidance, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar
Undang-undang.
b. Tax evasion, yaitu usaha meringankan pajak dengan cara melanggar Undang-
undang namun tidak dipungkiri bahwa sebagian masyarakat terdapat
keengganan memenuhi kewajiban perpajakannya. Dalam hal yang demikian
timbul perlawanan terhadap pajak.”
2.2 Penagihan Pajak
2.2.1 Pengertian Penagihan Pajak
Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen
diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib
Pajak dalam membayarkan hutang pajaknya. Hal ini merupakan posisi strategis
dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak sehingga tindakan
penagihan pajak tersebut dapat menyelamatkan penerimaan pajak yang tertunda.
Kegiatan penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam menyelamatkan
penerimaan Negara yang tertunda, oleh sebab itu seksi penagihan merupakan
seksi produksi yang paling dibanggakan oleh Direktorat Jendral Pajak. Dalam
pelaksanaannya penagihan pajak haruslah dilandaskan pada peraturan perundang-
Page 15
15
undangan yang berlaku, sehingga mempunyai kekuatan hukum baik bagi Wajib
Pajak maupun aparatur pajaknya.
Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang
No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Undang-undang
ini mulai berlaku tanggal 23 Mei 1997. Undang-undang ini kemudian diubah
dengan Undang-undang No. 19 tahun 2000 yang mulai berlaku pada tanggal 1
Januari 2001.
Menurut pendapat para ahli penagihan pajak dapat didefinisikan:
Definisi penagihan pajak menurut Muhammad Rusjdi (2007:17): ”Penagihan
pajak adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak karena Wajib
Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang pajak, khususnya mengenai
pembayaran pajak yang terutang.”
Definisi lain menurut Mardiasmo (2009:13): “Penagihan pajak adalah
kegiatan yang dilakukan oleh fiskus karena Wajib Pajak tidak mematuhi
ketentuan Undang-undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang
terutang, penagihan pajak meliputi kegiatan, perbuatan dan pengiriman surat
peringatan, surat teguran, surat paksa, penyitaan, lelang, pencegahan dan
penyanderan.”
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penagihan pajak
adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak atau fiskus karena
Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang pajak, khususnya
mengenai pembayaran pajak dengan melaksanakan pengiriman surat peringatan,
surat teguran, surat paksa, penyitaan dan pelelangan.
Dasar penagihan pajak, antara lain:
1. Surat Tagihan Pajak (STP)
STP diterbitkan apabila pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang
dibayar, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda
administrasi dan/atau bunga. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan
terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau
Page 16
16
salah hitung. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama
dengan Surat Ketetapan Pajak.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
SKPKB ditebitkan tehadap wajib pajak yang nyata-nyata atau berdasarkan
hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan kewajiban material
Pepajakan.
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
SKPKBT dapat ditebitkan Dirjen Pajak dalam jangka waktu 10 tahun sesudah
saat terutang pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula
belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang
terutang.
4. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan diatas tidak atau
kurang dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, maka dapat
segera dilaksanakan tindakan penagihan aktif.
Istilah-istilah yang berhubungan dengan Penagihan Pajak :
a. “Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan oleh jurusita agar Penanggung
Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
(UU.PPSP ps 1 ayat ( 9) ).
b. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab
atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi
kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. (UU.PPSP ps 1 ayat (3) ).
c. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi
administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat
Page 17
17
ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. (UU.PPSP ps 1 ayat (8) ).
d. Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa
Penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak. (UU.PPSP ps
1 ayat (13) ).
e. Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang
dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari
semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak. (UU.PPSP ps 1 ayat (11) ).
f. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan
pajak. (UU.PPSP ps 1 ayat (12) ).
g. Pencegahan adalah larangan bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak
tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasar alasan
tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (UU.PPSP ps 1 ayat
(20) ).
h. Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang
Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak
menurut peraturan perundang-undangan.(UU.PPSP ps 1 ayat (14) ).
i. Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung
Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. (UU.PPSP ps 1 ayat (21) ).
j. Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran
harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau
calon pembeli. (UU.PPSP ps 1 ayat (17) ).”
2.2.2 Tindakan Penagihan Pajak
Tindakan penagihan pajak dilakukan apabila pajak yang terutang
sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), SKPKB, SKPKBT,
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang
menyebabkan pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang bayar
setelah lewat tanggal jatuh tempo pembayaran pajak yang bersangkutan. Dalam
bidang administrasi perpajakan dikenal beberapa bentuk tindakan penagihan yaitu
penagihan pasif, penagihan aktif dan penagihan dengan surat paksa.
1. Penagihan Pasif
Page 18
18
Penagihan pasif adalah tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak
dengan cara memberikan himbauan kepada Wajib Pajak agar melakukan
pembayaran pajak sebelum tanggal jatuh tempo. Penagihan pajak dilakukan
dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), SKPKB, SKPKBT, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak terutang menjadi lebih besar. Penagihan pasif
merupakan tugas pengawasan fiskus atau kepatuhan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
2. Penagihan Aktif
Penagihan aktif adalah penagihan yang didasarkan pada STP, SKPKB,
SKPKBT yang jatuh temponya telah ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan perpajakan yaitu 1 bulan terhitung mulai dari STP, SKPKB,
SKPKBT diterbitkan. Penagihan aktif ini merupakan kelanjutan dari
penagihan pasif, oleh sebab itu dalam upaya penagihan ini fiskus berperan
aktif, dalam arti tidak hanya mengirim STP atau SKP tetapi juga akan diikuti
dengan tindakan dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.
2.2.3 Dasar Hukum Penagihan Pajak
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana yang telah berulangkali
diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2007 selanjutnya disebut UU
KUP.
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 selanjutnya disebut
UU.PPSP.
Page 19
19
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK/.03.2008 sebagaimana yang
telah diubah dengan Nomor 83/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak.
4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000
Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika Dan Sekaligus Dan
Pelaksanaan Surat Paksa.
5. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 562/KMK.04/2000
Tentang Syarat-Syarat, Tata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian Juru Sita
Pajak.
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007 sebagaimana yang
telah diubah dengan Nomor 84/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Penerbitan
Surat Tagihan Pajak.
7. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008
sebagaimana yang telah diubah dengan Nomor 85/PMK.03/2010 Tentang
Perubahan Atas Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat
Paksa Dan Pelaksanaan Penagihan Seketika Dan Sekaligus.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2010 Tentang Prosedur Penerbitan
Kembali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, Dan Atau Surat Tagihan Pajak.
9. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-82/PJ/2010 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-
36/PJ/2010 Tentang Prosedur Penerbitan Kembali Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Dan Atau
Surat Tagihan Pajak.
Page 20
20
2.2.4 Tinjauan Umum Penagihan Pajak
1. Utang Pajak
Berdasarkan UU PPSP pasal 1 ayat (8), Utang Pajak adalah pajak yang masih
harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau
kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Penanggung Pajak
Berdasarkan UU PPSP pasal 1 ayat (3), Penanggung Pajak adalah orang
pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk
wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Penagihan Pajak
Dalam melaksanakan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, perlu diketahui
dan dipahami dalam beberapa pengertian yang telah ditetapkan dan dalam
Undang-Undang atau peraturan pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa.
4. Jurusita Pajak
Pengertian Jurusita berdasarkan UU PPSP pasal 1 ayat (6) adalah pelaksana
tindakan penagihan pajak yang meliputi Penagihan Seketika dan Sekaligus,
pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.
a. Syarat - syarat
Untuk dapat diangkat menjadi Jurusita Pajak harus memenuhi syarat-syarat yang
diatur dalam Pasal 2 KMK No.562/KMK.04/2000, yaitu:
1) Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang
setingkat dengan itu.
Page 21
21
2) Berpangkat serendah-rendanya Pengatur Muda/Golongan II/a.
3) Berbadan sehat.
4) Lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak.
5) Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian.
b. Tugas-tugas
Berdasarkan Pasal 5 UU PPSP, Jurusita bertugas antara lain:
1) Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.
2) Memberitahukan Surat Paksa.
3) Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat
Perintah Melaksanakan penyitaan.
4) Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah penyanderaan.
c. Wewenang dan Kewajiban
Wewenang Jurusita berdasar Pasal 5 UU PPSP adalah memasuki dan memeriksa
semua ruangan termasuk membuka lemari, laci dan tempat lain untuk
menemukan obyek sita di tempat usaha dan melaksanakan penyitaan tempat
kedudukan atau tempat tinggal Wajib Pajak/Penanggung Pajak atau tempat lain
yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan obyek sita. Sedangkan kewajiban
Jurusita Pajak adalah:
1) Memperlihatkan tanda pengenal Jurusita.
2) Memberitahukan dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa.
3) Membuat berita acara pemberitahuan Surat Paksa.
4) Membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa.
5) Melaksanakan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
6) Membuat berita acara pelaksanan sita
Page 22
22
7) Menempelkan segel sita pada barang-barang yang telah disita, bila dianggap
perlu.
8) Menempelkan Surat Paksa (salinan) pada papan pengumuman kantor Pejabat.
9) Meninggalkan Surat Paksa (salinan) dalam hal Penanggung Pajak menolak
menerima salinan Surat Paksa.
d. Pemberhentian Jurusita
Berdasakan Pasal 4 KMK No.562/KMK.04/2000, Jurusita diberhentikan apabila:
1) Meninggal dunia.
2) Pensiun.
3) Karena alih tugas kepentingan dinas lainnya.
4) Ternyata lalai atau cakap dalam menjalankan tugas.
5) Melakukan perbuatan tercela.
6) Melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak.
7) Sakit Jasmani atau rohani terus-menerus.
2.3 Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
2.3.1 Pengertian Surat Paksa
Dalam UU PPSP, dalam pasal 1 ayat (12) disebutkan bahwa: “Surat Paksa
adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.”
Sedangkan menurut Muhammad Rusdji (2007:25), yaitu: “surat yang diterbitkan
apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh
tempo.”
Dari pengertian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Surat Paksa
merupakan sebuah produk hukum yang bersifat eksekutorial yang diterbitkan atas
STP yang telah jatuh tempo dari terbitnya surat teguran. Dalam UU PPSP Pasal 7
Page 23
23
ayat (1) dijelaskan bahwa Surat Paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, mempunyai kekuatan eksekutorial dan
kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Agar tercapai efektivitas dan efesiensi penagihan pajak yang didasari Surat
Paksa, maka Ketentuan ini memberikan kekuatan eksekutorial serta memberi
kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan
perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, Surat
Paksa langsung dapat dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan lagi dan
tidak dapat diajukan banding, (Muhammad Rusjdi, 2007: 21). Surat Paksa bersifat
“Parate Eksekusi” yang berarti dapat dilakukan langsung tanpa melalui proses
Pengadilan Negeri.
2.3.2 Latar Belakang Penerbitan Surat Paksa
Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) beserta penjelasannya UU KUP, diatur
mengenai latar belakang terbitnya Surat Paksa, yaitu jumlah pajak yang terutang
berdasarkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat
Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan (SK), serta Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar
oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam
ketetapan tersebut (satu bulan sejak tanggal diterbitkan), ditagih dengan Surat
Paksa.
Menurut Pasal 9 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000
tentang Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa,
dijelaskan Surat Paksa diterbitkan apabila:
Page 24
24
1. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah
diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;
2. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan
Sekaligus; atau
3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
2.3.3 Isi dan Karakteristik Surat Paksa
Surat Paksa dapat dipandang dari dua segi, yaitu segi isi maupun segi
karakteristiknya.
1. Dalam UU PPSP Pasal 7 dijelaskan bahwa Surat Paksa berdasarkan segi
isinya sekurang-kurangnya harus memuat:
a. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;
b. Dasar Penagihan;
c. Besarnya Utang Pajak;
d. Dan Perintah untuk membayar dalam waktu 2 x 24 jam.
e. Tertanda Pejabat yang ditunjuk yaitu Kepala KPP/KP PBB
2. Surat Paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”. Sedangkan dari segi karakteristiknya Surat Paksa memuat:
a. Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Grosse Akte dari keputusan
hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat dimintakan banding lagi pada
hakim atasan.
b. Mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
c. Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan biaya penagihan pajak.
d. Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan, penyanderaan, dan pencegahan
Page 25
25
2.3.4 Prosedur Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Ini merupakan cara penagihan yang terakhir dimana fiskus melalui jurusita
pajak negara menyampaikan atau memberitahukan surat paksa, melakukan
penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap
barang milik Wajib Pajak. Penagihan dengan surat paksa ini dikenal dengan
penagihan yang “keras” dalam rangka melakukan Law-Enforcement di bidang
perpajakan. Namun langkah ini merupakan langkah terakhir yang dilakukan oleh
fiskus apabila tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan. Dalam pelaksanaan
penagihan aktif tersebut dapat dilakukan dengan 4 tahap, yaitu:
1. Surat Teguran
Penyampaian surat teguran merupakan awal pelaksanaan tindakan penagihan
oleh fiskus untuk memperingatkan Wajib Pajak yang tidak melunasi utang
pajaknya sesuai dengan keputusan penetapan (STP, SKPKB, SKPKBT)
sampai dengan saat jatuh tempo. Definisi surat teguran menurut Rusdji
(2007:23): “Surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur Wajib Pajak
agar melunasi utang pajaknya.”
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa surat teguran adalah
surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan Wajib
Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat teguran dikeluarkan apabila utang
pajak yang tercantum dalam SPT, SKPKB atau SKPKBT tidak dilunasi sampai
melewati waktu 7 hari dari batas waktu jatuh tempo 1 bulan sejak tanggal
diterbitkannya. Menurut keputusan Menteri Keuangan no. 561/KMK.04/2000
Pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa surat teguran tidak diterbitkan terhadap
penanggung pajak yang disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajaknya.
Page 26
26
2. Surat Paksa
Penagihan dengan surat paksa dilakukan apabila jumlah tagihan pajak tidak
atau kurang bayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, atau
sampai dengan jatuh tempo penundaan pembayaran atau tidak memenuhi
angsuran pembayaran pajak. Apabila Wajib Pajak lalai melaksanakan
kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh juru sita pajak.
Maka dapat disimpulkan bahwa surat paksa adalah surat perintah membayar
utang pajak dan biaya penagihan pajak yang diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak
melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo. Surat paksa
diterbitkan apabila Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak melunasi utang
pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo dan Penanggung Pajak tidak
memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan
pembayarannya. Secara teori surat paksa diterbitkan setelah surat teguran atau
surat peringatan atau surat lain sejenis yang diterbitkan oleh pejabat.
Surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
a. Penanggung pajak
b. Orang dewasa yang tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha
penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat
dijumpai
c. Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan
belum dibagi
d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan
telah dibagi.
Page 27
27
Surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
1) Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik
modal
2) Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila Jurusita
Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang dari Pengurus, kepala perwakilan,
kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal.
Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu
2x24 jam setelah surat paksa diberitahukan, maka pejabat menerbitkan surat
perintah melaksanakan penyitaan. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak
mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa dan apabila Wajib Pajak
dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas
atau Balai Harta Peninggalan. Sedangkan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar
atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang
dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator.
2.3.5 Jadwal dan Waktu Pelaksanaan Penagihan Aktif
Proses penagihan pajak dapat dibagi menjadi penagihan aktif dan penagihan
pasif. Dalam hal ini proses penagihan pajak yang melibatkan Jurusita Pajak adalah
penagihan aktif. Peran Jurusita Pajak dimulai dengan memberitahukan Surat
Teguran, Surat Paksa, pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan,
pengumuman lelang sampai pelaksanaan lelang. Berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Penagihan Seketika dan
Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa telah ditentukan jadwal waktu tindakan
penagihan pajak yaitu:
Page 28
28
1. Tindakan pelaksanaan penagihan pajak diawali dengan penerbitan Surat
Teguran oleh pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh pejabat tersebut setelah 7
hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
2. Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah
disetujui untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajaknya.
3. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh
penanggung pajak setelah lewat waktu 21 hari sejak diterbitkan Surat
Teguran, pejabat segera menerbitkan Surat Paksa.
4. Setelah menerima Surat Paksa yang telah diberi tanggal dan nomor Surat
Paksa dan telah ditandatangani oleh pejabat, Jurusita Pajak harus:
a. Memperlihatkan tanda pengenal Jurusita Pajak.
b. Memberitahukan dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa (salinan)
tersebut kepada Wajib Pajak/penanggung pajak.
c. Membuat Laporan Pelaksanaan Surat Paksa dan membuat Berita Acara
Pemberitahuan Surat Paksa dan lampirannya.
d. Menempelkan Surat Paksa (salinan) pada papan pengumuman kantor pejabat.
5. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh
penanggung pajak setelah lewat waktu 2 X 24 jam sejak Surat Paksa
diberitahukan kepadanya, pejabat segera menerbitkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan.
Page 29
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini,
penulis melakukan penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak Makassar Utara yang
berlokasi di jalan Urip Sumoharjo Km. 4 Gedung Keuangan Negara I Makassar.
1.2 Metode Pengumpulan Data
3.2.1 Studi Pustaka
Dalam metode ini penulis mempelajari dan mengumpulkan literatur seperti
Undang-Undang Perpajakan, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri
Keuangan, Keputusan Dirjen Pajak, Surat Edaran Dirjen Pajak, dan peraturan
pelaksanaan lainnya, serta buku-buku literatur lainnya sehingga dapat digunakan
penulis untuk memperoleh pengetahuan dasar, teori dan bahan-bahan yang akan
digunakan sebagai landasan teori penelitian dan acuan analisis permasalahan yang
dibahas.
3.2.2 Studi Lapangan (field research)
Penelitian ini dilakukan terhadap kegiatan dari seluruh objek penelitian yang
meliputi :
1. Metode Observasi atau Pengamatan
a. Yaitu dengan mengadakan pengamatan dan pengumpulan data secara
langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan
pelaksanaan penagihan pajak oleh Jurusita Pajak di KPP Pratama Makassar
Utara.
b. Membandingkan fakta-fakta dengan di lapangan dengan teori.
Page 30
30
2. Metode Interview atau Wawancara
Penulis mengumpulkan data dengan cara melakukan wawancara langsung
dengan Fiskus di KPP Pratama Makassar Utara dan Jurusita serta pihak-pihak
terkait pada seksi penagihan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mengumpulkan bahan-bahan yang tertulis berupa data
yang diperoleh dari perpustakaan maupun dari KPP Pratama Makassar Utara
yaitu data laporan realisasi penerbitan Surat Paksa dan Pencairan Tunggakan.
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Data Kualitatif, data yang berupa data verbal atau keterangan, seperti sejarah
singkat instansi, struktur organisasi beserta pembagian tugas, Undang-
Undang No.19 tahun 1997 sebagaimana telah dirubah terakhir Undang-
undang No.19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa,
Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan menteri Keuangan, dan data lain
yang relevan dengan objek penulisan.
2. Data Kuantitatif. Data yang berupa angka-angka seperti, jumlah penerbitan
surat paksa dan pencairan tunggakan, serta data lainnya yang dibutuhkan
dalam rangka penulisan skripsi ini.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Data Primer
Page 31
31
Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari perusahaan/instansi
melalui hasil pengamatan dan wawancara dengan karyawan bagian
pengolahan data dan informasi perusahaan/instansi tersebut.
2. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari sumber di luar perusahaan/instansi dalam
bentuk literatur-literatur akuntansi maupun informasi lain yang berhubungan
dengan penulisan skripsi ini.
3.4 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
deskriptif komparatif. Dengan metode ini, penulis menggambarkan efektivitas
dan kontribusi penerbitan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak
berdasarkan data yang dikumpulkan, terutama data mengenai Surat Paksa yang
terbit pada tahun 2009 dan 2010. Karena keterbatasan data, penulis hanya
membandingkan data dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 karena untuk
data tahun 2011 hanya sampai bulan Juni sehingga tidak dapat digunakan untuk
perbandingan. Data tersebut kemudian diolah untuk menghitung persentase dari
realisasi penerbitan Surat Paksa dan Pencairan tunggakan pajak. Data tersebut
dikumpulkan berdasarkan data penerbitan surat paksa dan pencairan tunggakan
pajak pada KPP Pratama Makassar Utara.
3.5 Analisis Data
3.5.1 Efektivitas
Dalam hal efektivitas penerbitan surat paksa, maka rumusnya adalah
perbandingan antara jumlah pencairan tunggakan pajak melalui penagihan dengan
surat paksa dengan potensi pencairan tunggakan pajak dengan surat paksa, dengan
asumsi bahwa potensi pencairan tunggakan pajak dengan surat paksa adalah
Page 32
32
semua tunggakan pajak yang diterbitkan surat paksa diharapkan dapat ditagih.
Efektivitas penyampaian Surat paksa dihitung dengan rumus berikut:
Efektivitas = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑢𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑎𝑘𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑦𝑎𝑟
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑢𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑎𝑘𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑏𝑖𝑡𝑘𝑎𝑛 x 100%
Untuk mengukur keefektifan menurut Jones dan Pendleburry (dalam Aldina Laila
Rahma, 2010) maka digunakan indikator sebagai berikut:
Tabel 3.1
Indikator Pengukuran Efektivitas
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0% - 40%
40% - 60%
60% - 80%
80% - 100%
Tidak Efektif
Kurang Efektif
Cukup Efektif
Efektif Sumber: Jones dan Pendleburry (dalam Aldina laila Rahma,2010)
3.5.2 Kontribusi Surat Paksa
Rasio Kontribusi penerbitan Surat Paksa terhadap pencairan tunggakan pajak
untuk mengukur seberapa besar kontribusi pencairan tunggakan pajak yang
berasal dari penerbitan Surat Paksa yang dilaksanakan oleh KPP Pratama
Makassar Utara maka:
Kontribusi penerbitan Surat Paksa terhadap pencairan tunggakan pajak
dihitung dengan menggunakan rumus:
Kontribusi =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑛𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑎 𝑎𝑘𝑚𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢𝑖 𝑠𝑢𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑠𝑎
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑒𝑛𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑎 𝑎𝑘 x 100%
Dalam penyusunan skripsi ini penulis ingin mengulas lebih jauh tentang
Surat Paksa yang dilihat dari prosedur pelaksanaan, penerbitan Surat Paksa
sebagai upaya penagihan aktif dan manfaat yang ditimbulkan dari adanya Surat
Paksa tersebut.
Page 33
33
BAB IV
GAMBARAN UMUM INSTANSI
4.1 Gambaran Umum Instansi
4.1.1 Sejarah Singkat Berdirinya Instansi
Berdirinya kantor pelayanan pajak (KPP) di seluruh Indonesia didirikan atas
dasar hukum. Pada mulanya, KPP di seluruh Indonesia bernama Kantor Inspeksi
Pajak yang bertugas memungut pajak disekitar propinsi yang bersangkutan pada
tahun 1925. Untuk menampung penghasilan negara dalam bidang perpajakan,
maka pemerintah pada tahun 1953 mendirikan sebuah kantor yang bertugas
mengatur kekayaan negara di bidang perpajakan yang nama Inspective Van
Financjen.
Sejak kemerdekaan, nama tersebut masih sipakai beberapa tahun lamanya
tetapi nama tersebut masih dipakai beberapa tahun lamanya tetapi nama tersebut
dipandang tidak sesuai lagi di zaman kemerdekaan, maka pada tahun 1959 diganti
menjadi Kantor Jawatan Pajak dan seteah beberapa tahun lamanya tugas-tugas
yang ada semakin berat fungsinya bukan hanya mengurus satu masalah saja, maka
pada tahun 1963 nama tersebut digantimenjadi Kantor Inspeksi Keuangan dan
secara nasional menjadi Direktorat Jenderal Pajak, sedang untuk daerah Tingkat I
dengan nama Kantor Inspeksi Pajak.
Pada tahun 1958, nama Inspeksi Keuangan diganti menjadi Inspeksi Pajak,
demikian pula wilayahnya yang semakin luas dan telah berkembangnya
perekonomian, seperti Sulawesi, maka dirasa perlu untuk dipisahkan menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Kantor Inspeksi Ujung Pandang
Page 34
34
Kantor Inspeksi Pajak Ujung Pandang wilayahnya meliputi propinsi Sulawesi
Selatan dan Sulawesi tenggara (Sulselra).
2. Kantor Inspeksi Manado
Kantor Inspeksi Manado wilayahnya meliputi Propinsi Sulawesi Utara dan
Sulawesi Tengah.
Pada tahun 1989 nama Kantor Inspeksi Pajak diganti menjadi Kantor
Pelayanan Pajak sesuai dengan SK Menteri Keuangan RI No.
KEP/276/KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989. Untuk mengawasi para Wajib
Pajak yang tersebar di kotakota lain selain Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Tenggara, maka dibangunlah Kantor Dinas Luar pada Daerah Tingkat I dan
daerah Tingkat II. Kantor yang ada di Gedung Keuangan Negara Ujung Pandang,
yaitu:
Kantor tersebut beralamatkan di Jl. Urip Sumiharjo Km.4 Makassar dengan
satu gedung dengan nama Gedung Keuangan Negara Ujung Pandang.
4.1.2 Kedudukan Tugas Dan Fungsi
Kantor Pelayanan Pajak adalah unsur pelaksana Direktorat Jenderal Pajak
yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor
Wilayah Kantor Pelayanan Pajak, yang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
operasional pelayanan perpajakan di bidang pajak penghasilan, pajak pertambahan
nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM) serta pajak tidak
langsung lainnya dalam daerah wewenangnya berdasarkan kebijakan teknis yang
diterapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Untuk menyelenggarakan tugas
tersebut di atas, KPP mempunyai fungsi:
1. Pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan,
penggalian potensi pajak, serta ekstensifikasi wajib pajak.
Page 35
35
2. Penatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Masa dan Tahunan serta
berkas Wajib Pajak.
3. Penatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Masa serta pemantauan
penyusunan laporan pembayaran masa PPh, PPN, PPnBM, dan Pajak Tidak
Langsung.
4. Penatausahaan penerimaan, penagihan, penyelesaian keberatan dan restitusi
PPh, PPN, PPnBM, dan Pajak Tidak Langsung.
5. Verifikasi dan penerapan sanksi perpajakan.
6. Mengadministrasikan pengeluaran Surat Ketetapan Pajak (SKP).
7. Mengurus Tata Usaha Rumah Tangga KPP.
a. Struktur Organisasi Instansi dan Pembagian Tugas
1. Jenis Kantor Pelayanan Pajak
Kantor Pelayanan Pajak modern terbagi dalam tiga jenis, yaitu:
a. Kantor Pelayanan Pajak Besar
b. Kantor Pelayanan Pajak Madya
c. Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Dalam proses reorganisasinya, Kantor Pelayanan Pajak modern baru
dibentuk dan dioperasikan di Pulau Jawa, Pulau Bali, sebagian Pulau Sumatera,
sebagian Pulau Sulawesi dan Batam.
2. Bagian Kantor pelayanan Pajak
Kantor Pelayanan Pajak konvensional terdiri dari delapan seksi, yaitu:
a. Sub Bagian Tata Usaha
b. Seksi Tata Usaha Perpajakan
c. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
d. Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Page 36
36
e. Seksi Pajak penghasilan badan
f. Seksi pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan
g. Seksi pajak pertambahan nilai
h. Seksi penagihan
i. Seksi penerimaan dan keberatan
Sejak tahun 2002, kantor Pelayanan Pajak dengan modernisasi administrasi
perpajakan, dilakukan pembenahan organisai, tugas, dan fungsi antara Kantor
Wilayah maupun KPP sebagai unit operasional perpakan di lapangan. Yakni,
menyangkut tugas-tugas pelayanan perpajakan kepada masyarakat. Dalam rangka
pelaksanaan good governance, dilakukan pemisahan tugas dan fungsi yang jelas
antarakedua unit vertical DJP tersebut yang menjelas area (domain) kerja dan
tanggung jawab masing-masing, sehingga selain menghilangkan duplikasi
pelayanan, juga sebagai bagian dari sistem pengendalian intern (international
control) perpajakan nasional.
Modernisasi perpajakan di linngkup Kantor Wilayah pertama kali
diimplementasikan dengan membentuk Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar (
Large Taxpayers Regional Office, LTRO) melalui keputusan Menteri Keuangan
No. 65/KMK.01/2002. Implementasi modernisasi ini sekaligus sebagai pilot
project, sehingga dapat diantisipasi kemungkinan adanya kekurangan atau
hambatan. Kemudian, diimplementasikan di Kantor Wilayah DJP Jakarta khusus
(Keputusan Menteri Keuangan No. 254/KMK.01/2004), yang diubah lagi dengan
Keputusan menteri Keuangan No. 132/KMK.01/2006.
Dalam implementasinya ada 3 model atau jenis KPP modern, yaitu:
1. KPP Wajib Pajak Besar (Large Taxpayers Office, LTO)
Page 37
37
KPP wajib pajak besar mengelola Wajib Pajak skala besar secara nasional
dengan jenis badan dan terbatas jumlahnya. Di KPP ini tidak ada kegiatan
ekstensifikasi, karena jumlah wajib pajaknya sudah tetap sekitar 200-300
yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Jika di tanah air.
Tidak semua jenis pajak dikelola, melainkan hanya PPh, PPN, PPnBM, dan
Bea materai. Kedudukannya hanay berada di Jakarta dan hingga kini 3 (tiga)
kantor saja.
2. KPP Madya (Medium Taxpayers Office, MTO)
KPP Madya mengelola Wajib Pajak besar jenis badan dalam skala regional
(Lingkup Kantor Wilayah) dan juga terbatas jumlahnya. Di KPP Madya juga
tidak ada kegiatan ekstensifikasi, jumlah WajibPajaknya juga sudah tetap
sekitar 200-500 yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak. Jika suatu saat
ditambah wajib pajaknya berasal dari seluruh KPP di wilayah Kantor
Wilayah. Sama seperti KPP Wajib Pajak Besar, jenis pajak yang dikelola juga
hanya PPh, PPN, PPnBM, dan bea materai. Kedudukannya berada dibeberapa
kantor Wilayah DJP di tanah air, yang hingga saat ini di Medan, Pekanbaru,
Batam, Palembang, Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bandung, Semarang,
Surabaya, Sidoarjo, Malang, Balikpapan dan Makassar. Di Jakarta, selain di
wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan
Jakarrta Utara, termasuk KPP khusus yang melayani Wajib Pajak penanaman
modal asing, badan dan orang asing, serta perusahaan masuk bursa. Wilayah
kerjanya sama dengan Kantor Wilayah DJP atasannya.
3. KPP Pratama (Small Taxpayers Office, STO)
Sedangkan KPP Pratama mengelola Wajib Pajak menengah ke bawah yakni
jenis badan di luar yang telah dikelola di KPP Wajib Pajak Besar dan KPP
Page 38
38
madya serta orang pribadi. Di KPP Pratama ada kegiatan ekstensifikasi Wajib
Pajak, sehingga jumlah Wajib Pajaknya dapat selalu bertambah seirama
dengan penambahan orang pribadi yang memperoleh penghasilan di atas
penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau melakukan kegiatan usaha d
wilayah kerjanya. Dengan demikian, jenis Wajib Pajak yang dikelola terdiri
atas orang pribadi, badan, maupun pemotong atau pemungut pajak (seperti
bendaharawan instansi pemerintah). Jenis pajak yang dikelola semuanya,
yakni PPh, PPN, PPnBM, bea materai, PBB, dan BPHTB. Kedudukannya
berada di semua Kantor Wilayah di tanah air, kecuali di kantor wilayah Pajak
Besar dan Kator Wilayah Jakarta Khusus.
Pembagian seksi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama adlah sebagai berikut:
a. Sub Bagian Umum
b. Seksi Pelayanan
c. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
d. Seksi ekstensifikasi
e. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
f. Seksi Penagihan
g. Seksi Pemerikasaan
4.3 Struktur Organisasi KPP Makassar Utara
1. Kepala Kantor bertugas untuk mengelola pelaksanaaan penyuluhan,
pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang perpajakan dalam wilayah
wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Kepala Sub Bagian Umum bertugas untuk melaksanakan pelayanan
kesekertariatan dengan cara mengukur kegiatan tata usaha dan kepegawaian,
Page 39
39
keuangan, rumah tangga, serta perlengkapan untuk menunjang kelancaran
tugas Kantor Pelayanan Pajak.
a. Penelaah bahan telaah bertugas untuk membantu pelaksanaan tugas
pelayanan kesekertariatan melalui kegiatan tata usaha dan kepegawaian,
keuangan, rumah tangga, serta perlengkapan untuk menunjang kelancaran
tugas Kantor Pelayanan Pajak.
b. Pemroses Bahan Telaahan bertugas untuk memproses urusan kesekretariatan
melalui kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan rumah tangga, serta
perlengkapan untuk menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak.
c. Sekretaris bertugas untuk melaksanakan pengurusan administrasi persuratan
serta mengatur jadwal kegiatan pimpinan sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Pembuat daftar gaji bertugas untuk menyusun rencana anggaran dan
menyelenggarakan urusan keuangan lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
e. Pengelola arsip bertugas untuk melaksanakan pengurusan administrasi
persuratan serta arsip-arsip.
f. Bendahara Pengeluaran berutugas untuk menerima, menyimpan, dan
membayarkan gaji/TKPKN kepada para pegawai dan menyelenggarakan
pengelola anggaran di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak berdasarkan
ketentuan yang berlaku.
g. Penatausahaan bertugas untuk melaksanakan pencatatan dan pengiriman
surat, dokumen, atau barang sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi bertugas untuk melaksanakan
pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman
Page 40
40
dokumen perpajakan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan
aplikasi e-SPT dan e-Filling serta laporan kinerja.
a. Penelaah bahan telaahan bertugas untuk membantu pelaksanaan
pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan,perekaman
dokumen perpajakan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan
aplikasi e-SPT dan e-Filling serta penyiapan laporan kinerja.
b. Pemroses bahan telaahan bertugas untuk memproses data, penyajian
informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, pelayanan dukungan
teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling serta penyiapan
laporan kinerja.
c. Penyaji bahan telaahan menyajikan data, penyajian informasi perpajakan,
perekaman dokumen perpajakan, pelayanan dukungan teknis komputer,
pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling serta penyiapan laporan kinerja.
d. Operator Console bertugas untuk melaksanakan pemeliharaan dan
monitoring data, progaram administrasi perpajakan, pengecekan,perbaikan
komputer dan perangkat penunjangnya, serta mengawasi pengoperasian
komputer dan back-up data dalam rangka memenuhi pelayanan terhadap
pemakai.
4. Kepala seksi pelayanan bertugas untuk melaksanakan penetapan dan
penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan
penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan
berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan, serta
penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan regitrasi
Wajib Pajak, dan kerja sama perpajakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Page 41
41
a. Penelaah Bahan telaahan bertugas untuk membantu pelaksanaan penetapan
dan penerbitan produk hukum perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat
pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, dan
pelaksanaan registrasi Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Pemroses bahan telahaan bertugas untuk memproses penetapan dan
penerbitan produk hukum perpajakan, penerimaan dan penholahan surat
pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, dan
pelaksanaan registrasi Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Penyaji Bahan Telaahan bertugas untuk menatausahakan dan mengarsipkan
berkas wajib pajak serta memenuhi permintaan konfirmasi dan klarifikasi
PPh, PPN, dari unit terkait sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Kepala seksi penagihan bertugas untuk melaksanakan urusan penatausahaan
piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif,
usulan penghaspusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen
penagihan sesuai ketentuan yang berlaku.
a. Penelaah bahan telaahan bertugas untuk menatausahakan piutang pajak,
penundaan dan angsuran tunggakan pajak, usulan penghapusan piutang pajak,
serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
b. Pemroses bahan telaahan bertugas untuk memproses piutang pajak,
penundaan dan angsuran tunggakan pajak, usulan penghapusan piutang pajak,
serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
c. Penyaji bahan telaahan bertugas untuk menyajikan piutang pajak, penundaan
dan angsuran tunggakan pajak, usulan penghapusan piutang pajak, serta
penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
Page 42
42
d. Jurusita bertugas untuk melakukan urusan penundaan dan angsuran
tunggakan pajak, penagihan aktif, penatausahaan usulan penghapusan piutang
pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
6. Kepala seksi pemeriksaan bertugas untuk melaksanakan penyusunan rencana
pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan
penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan
perpajakan lainnya.
a. Penelaah bahan telaahan bertugas untuk menyiapkan penyusunan rencana
pemeriksaaan, penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak,
serta administrasi pemeriksaan pajak lainnya.
b. Pemroses bahan telaahan bertugas untuk memproses penyusunan rencana
pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak,
serta administrasi pemeriksaan pajak lainnya.
c. Penyaji bahan telaahan bertugas untuk menyajikan bahan penyusun rencana
pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak,
serta administrasi pemeriksaan pajak lainnya.
7. Kepala seksi pengawasan dan konsultasi bertugas untuk melaksanakan
pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak,
bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan,
penyusunan Profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsilisasi
data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan
evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.
a. Account Representative bertugas untuk melaksanakan pengawasan kepatuhan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak
dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis
Page 43
43
kinerja wajib pajak, rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan
intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan
yang berlaku.
b. Penelaah bahan telaahan bertugas untuk membantu pelaksanaan penyusunan
Profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak
dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding
berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk meningkatakan pemahaman dan
kepatuhan Wajib Pajak.
c. Pemroses bahan telaahan bertugas untuk memproses pelaksanaan penyusunan
Profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib
Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil
banding berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk meningkatakan
pemahaman dan kepatuhan wajib pajak.
d. Penyaji bahan telaahan bertugas untuk melaksanakan pengurusan surat
keluar, penggandaan dan penyimpanan surat dan dokumen sesuai ketentuan
yang berlaku.
8. Kepala seksi ekstensifikasi perpajakan bertugas untuk melaksanakan
pengamatan potensi perpajakan, pencairan data dari pihak ketiga, pendataan
objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak dalam rangka ekstensifikasi
perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
a. Penelaah bahan telaahan bertugas untuk membantu pelaksanaan pengamatan
potensi perpajakan, pencairan data dari pihak, pendataan subjek dan objek
pajak, penilaian objek pajak dalam rangka ekstensifikasi perpajakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku serta menyiapkan konsep surat tugas dalam
Page 44
44
rangka pelaksanaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan
subjek pajak, penilaian objek pajak.
b. Pemroses bahan telaahan bertugas untuk memproses pengamatan potensi
perpajakan, pencairan data dari pihak ketiga, pendataan subjek dan objek
pajak, penilaian objek pajak dalam rangka ekstensifikasi perpajakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku serta menyiapkan konsep surat tugas dalam
rangka pelaksanaan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan
subjek pajak, penilaian objek pajak.
c. Penyaji bahan telaahan bertugas untuk melaksanakan pengurusan surat masuk
dan surat keluar, penggandaan dan penyimpanan surat dan dokumen sesuai
ketentuan yang berlaku.
Page 45
45
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis data yang digunakan penulis dalam pembahasan penelitian ini adalah
analisis deskriptif komparatif untuk membandingkan penagihan pajak dengan
surat paksa tahun 2009 dengan tahun 2010 serta pencairan tunggakan pajak tahun
2009 dengan tahun 2010, dengan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak,
dan analisis rasio untuk mengetahui tingkat efektivitas penagihan pajak dengan
surat paksa dan kontribusi penagihan pajak dengan Surat Paksa terhadap seluruh
pencairan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara.
Dengan metode ini, penulis menggambarkan efektivitas dan kontribusi
penerbitan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak berdasarkan data yang
dikumpulkan, terutama data mengenai Surat Paksa, data tersebut kemudian diolah
untuk menghitung persentase dari realisasi penerbitan Surat Paksa dan Pencairan
tunggakan pajak. Data tersebut dikumpulkan berdasarkan data penerbitan Surat
Paksa dan pencairan tunggakan pajak pada KPP Pratama Makassar Utara.
Dalam bab ini, penulis membahas lebih jauh tentang Surat Paksa yang dilihat
dari pelaksanaan penerbitan Surat Paksa serta pencairan tunggakan pajak yang
diakibatkan terbitnya Surat Paksa pada KPP Pratama Makassar Utara tahun 2009
dan 2010. Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa merupakan tindakan
penagihan yang dilaksanakan langsung oleh Jurusita Pajak dengan meyampaikan
Surat Paksa kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya
penagihannya.
Page 46
46
5.1 Data Tunggakan Pajak
Berikut ini adalah data mengenai tunggakan pajak tahun 2009 dan Tahun 2010
yang tertuang pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.2
Tabel 5.1 Tunggakan Per jenis Pajak Tahun Pajak 2009
KPP Pratama Makassar Utara
(dalam ribuan rupiah)
N
o JENIS PAJAK
NILAI
TUNGGAKAN
NILAI
PEMBAYARAN
SISA
TUNGGAKAN
1 2 3 4 5
1 PPh Psl. 25 OP
3,354,165.00
193,285.00
3,160,880.00
2 PPh Psl. 25 Badan
14,079,450.00
580,156.00
13,499,294.00
3 PPh Psl. 21
4,256,060.00
112,978.00
4,143,082.00
4 PPh Psl. 22
13,670.00
400.00
13,270.00
5 PPh Psl. 23
2,120,420.00
228,875.00
1,891,545.00
6 PPh Psl. 26
-
-
-
7 PPh Psl.4 Ayat (2)
103,458.00
65,987.00
37,471.00
8 PPN
24,500,456.00
4,874,854.00
19,625,602.00
9 PPn BM
2,054.00
-
2,054.00
10 Bunga Penagihan
208,765.00
12,396.00
196,369.00
11 PKK
-
-
-
TOTAL 48,638,498.00 6,068,931.00 42,569,567.00
Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Makassar Utara (data diolah 2011)
Berdasarkan tabel 5.1 di atas dapat dijelaskan bahwa nilai tunggakan
akhir tahun 2009 sebesar Rp. 48,638,498,000.00 nilai ini merupakan hasil dari
akumulasi tunggakan awal tahun 2009 yang merupakan tunggakan akhir tahun
2008 dengan tunggakan pajak pada tahun berjalan 2009. Adanya pengurangan
Page 47
47
tunggakan pajak akibat adanya penagihan maupun dari kesadaran Wajib Pajak itu
sendiri sebesar Rp. 6,068,931,000.00 sehingga sisa nilai tunggakan pajak pada
akhir tahun 2009 sebesar Rp 42,569,567,000.00.
Tabel 5.2 Tunggakan Per jenis Pajak Tahun Pajak 2010
KPP Pratama Makassar Utara
(dalam ribuan rupiah)
N
o JENIS PAJAK
NILAI
TUNGGAKAN
NILAI
PEMBAYARAN
SISA
TUNGGAKAN
1 2 3 4 5
1 PPh Psl. 25 OP 3,698,632.00 207,283.00 3,491,349.00
2 PPh Psl. 25 Badan 14,398,627.00 607,202.00 13,791,425.00
3 PPh Psl. 21 4,457,671.00 128,625.00 4,329,046.00
4 PPh Psl. 22 14,830.00 400.00 14,430.00
5 PPh Psl. 23 2,164,726.00 300,806.00 1,863,920.00
6 PPh Psl. 26 - - -
7 PPh Psl.4 Ayat (2) 103,543.00 68,505.00 35,038.00
8 PPN 25,114,496.00 5,097,129.00 20,017,367.00
9 PPn BM 2,054.00 - 2,054.00
10 Bunga Penagihan 239,968.00 12,446.00 227,522.00
11 PKK - - -
TOTAL 50,194,547.00 6,422,396.00 43,772,151.00
Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Makassar Utara (data diolah 2011)
Dari tabel 5.2 di atas dapat dijelaskan bahwa nilai tunggakan akhir tahun
2010 sebesar Rp. 50,194,547,000.00 nilai ini merupakan hasil dari akumulasi
tunggakan awal tahun 2010 yang merupakan tunggakan akhir tahun 2009 dengan
tunggakan pajak pada tahun berjalan 2010. Adanya pengurangan tunggakan pajak
akibat adanya penagihan maupun dari kesadaran Wajib Pajak itu sendiri sebesar
Rp. 6,422,396,000.00, sehingga sisa nilai tunggakan pada akhir tahun 2010
Page 48
48
sebesar Rp 43,772,151,000.00. Dalam tahun 2010 terjadi penambahan tunggakan
pajak sebesar Rp. 1,556,049,000.00 dari tahun 2009 akibat akumulasi tunggakan
Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya selama tahun 2010.
Tunggakan pajak terjadi karena adanya Wajib Pajak yang tidak memenuhi
kewajiban perpajakannya dalam hal membayar kewajiban perpajakannya atau
belum bisa membayar pajak terutangnya karena jumlahnya yang cukup besar.
5.2 Penatausahaan Penerbitan Surat Paksa
Seksi Penagihan KPP Pratama Makassar Utara mempunyai tugas melakukan
urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak,
penagihan aktif, usulan penghapusan piutang, serta penyimpanan dokumen-
dokumen penagihan. Saat ini terdapat dua orang Jurusita yang aktif dan dua
pelaksana di Seksi Penagihan.
Seksi Penagihan di KPP Pratama Makassar Utara telah menggunakan SIDJP
yang telah terhubung secara intranet. Seiring dengan modernisasi perpajakan di
Direktorat Jenderal Perpajakan, agar lebih mempermudah dalam administrasi
perpajakannya sarana komputer digunakan. Meskipun telah menggunakan media
elektronik dalam penatausahaan penagihan pajak, pencatatan secara manual masih
tetap dilakukan untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,
misalnya pencatatan pemberkasan dan kartu pengawasan tunggakan pajak masih
dicatat secara manual. Dalam hal proses penagihan, terutama tata cara penerbitan
dan pemberitahuan Surat Paksa, seksi penagihan di KPP Pratama Makassar Utara
mengacu kepada Standard Operating Procedures Departemen Keuangan
Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak nomor KPP40-0011 yang disahkan
pada tanggal 13 Maret 2008, isinya adalah:
Page 49
49
1. Berdasarkan data Surat Teguran yang telah lewat waktu dari sistem, Jurusita
Pajak meneliti dan mencetak konsep Surat Paksa dan Berita Acara
Pemberitahuan Surat Paksa serta menyampaikannya kepada Kepala Seksi
Penagihan.
2. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep Surat Paksa dan Berita
Acara Pemberitahuan Surat Paksa serta menyampaikannya kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak.
3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani Surat Paksa
kemudian menyampaikannya kepada Jurusita Pajak.
4. Jurusita Pajak menerima Surat Paksa dan memberitahukan Surat Paksa dan
Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa kepada Wajib Pajak/ Penanggung
Pajak.
5. Jurusita Pajak membuat sekaligus menandatangani Laporan Pelaksanaan
Surat Paksa (LPSP) dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
6. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan menandatangani Laporan Pelaksanaan
Surat Paksa (LPSP) kemudian menyerahkannya kembali kepada Jurusita
Pajak untuk ditatausahakan.
7. Jurusita menatausahakan LPSP dengan cara mencatat pada Kartu Pengawasan
serta mengarsipkan LPSP.
8. Proses selesai. Gambar prosedur penerbitan dan pemberitahuan Surat Paksa
bisa dilihat pada lampiran.
5.3 Proses Penagihan Aktif
Penagihan secara aktif di KPP Pratama Makassar Utara dilakukan oleh dua
orang Jurusita Pajak. Selain seorang kepala seksi penagihan, terdapat juga dua
orang pelaksana yang membantu proses pengadministrasian arus data serta
Page 50
50
pemberkasannya. Seksi Penagihan KPP Pratama Makassar Utara aktif dalam
mencairkan tunggakan pajak, terbukti dengan banyaknya Surat Teguran dan Surat
Paksa serta proses penagihan aktif lainya yang dilakukan. Berikut ini data
pelaksanaan surat teguran dan surat paksa sebagai bentuk penagihan aktif pada
KPP Pratama Makassar Utara.
Tabel 5.3
Pelaksanaan Penagihan Aktif Tahun 2009
KPP Pratama Makassar Utara
(dalam satuan rupiah)
Pelaksanaan Surat Teguran 2009 Pelaksanaan Surat Paksa 2009
Jumlah Surat
Teguran
Pencairan
Piutang
(Rp)
Jumlah Surat
Paksa
Pencairan
Piutang
(Rp)
(lbr) (Rp) (lbr) (Rp)
1 2 3 4 5 6
1652 5,999,896,314 1,954,167,009 328 2,665,250,389 755,605,448
Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Makassar Utara (data diolah 2011)
Dari tabel 5.3 di atas dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan penagihan aktif
dengan cara penerbitan surat teguran pada tahun 2009 sebanyak 1652 lembar
dengan nilai nominal sebesar Rp. 5,999,896,314.00, berhasil mencairkan
tunggakan pajak sebesar Rp. 1,954,167,009.00 dengan demikian sisa tunggakan
yang tidak dapat ditagih dengan surat teguran sebesar Rp. 4,045,729,305.00. Sisa
tunggakan pajak yang tidak dapat ditagih tersebut ditindaklanjuti dengan
penerbitan surat paksa sebagai prosedur upaya penagihan aktif setelah
diterbitkannya surat teguran. Berdasarkan data diatas pada tahun 2009 penerbitan
surat paksa terhadap Wajib Pajak yang menunggak sebanyak 328 lembar dengan
nilai nominal sebesar Rp. 2,665,250,389.00 dan berhasil mencairkan tunggakan
Page 51
51
pajak sebesar Rp. 755,605,448.00. Dengan demikian pencairan tunggakan pajak
akibat akumulasi penagihan aktif pada tahun 2009 sebesar Rp. 2,709,772,457.00.
Tabel 5.4
Pelaksanaan Penagihan Aktif tahun 2010
KPP Pratama Makassar Utara
(dalam satuan rupiah)
Pelaksanaan Surat Teguran 2010 Pelaksanaan Surat Paksa 2010
Jumlah Surat
Teguran
Pencairan
Piutang
(Rp)
Jumlah Surat Paksa
Pencairan
Piutang
(Rp)
(lbr) (Rp) (lbr) (Rp)
1 2 3 4 5 6
7051 9,471,500,162.00 382,033,416.00 892 8,530,515,202.00 6,167,662,417
Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Makassar Utara (data diolah 2011)
Dari tabel 5.4 di atas dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan penagihan aktif
dengan cara penerbitan surat teguran pada tahun 2010 sebanyak 7051 lembar
dengan nilai nominal sebesar Rp. 9,471,500,162.00 berhasil mencairkan
tunggakan pajak sebesar Rp. 382,033,416.00 dengan demikian sisa tunggakan
yang tidak dapat ditagih dengan surat teguran sebesar Rp. 8,530,515,202.00. Sama
halnya pada tahun 2009, sisa tunggakan pajak yang tidak dapat ditagih tersebut
ditindaklanjuti dengan penerbitan surat paksa. Berdasarkan data diatas pada tahun
2010 penerbitan surat paksa terhadap Wajib Pajak yang menunggak sebanyak 892
lembar dengan nilai nominal sebesar Rp. 8,530,515,202.00, berhasil mencairkan
tunggakan pajak sebesar Rp. 6,167,662,417.00. Dengan demikian pencairan
tunggakan pajak akibat penagihan aktif pada tahun 20010 sebesar Rp.
6,54,695,833.00.
Dari tabel 5.4 dan 5.3 penagihan aktif dengan surat paksa mengalami
peningkatan baik dari jumlah lembar surat paksa maupun jumlah nilai nominal
yang tertera dalam surat paksa. Penagihan pajak dengan surat paksa pada tahun
Page 52
52
2009 sebanyak 328 lembar dengan nilai nominal sebesar Rp. 2,665,250,389.00,
sedangkan pada tahun 2010 sebanyak 892 lembar dengan nilai nominal sebesar
Rp. 8,530,515,202.00, berarti ada peningkatan jumlah lembar surat paksa
sebanyak 564 lembar dan jika dilihat dari nilai nominalnya, peningkatannya
sebesar Rp. 5,865,264,813.00, hal ini disebabkan Jurusita Pajak berperan aktif
dalam penerbitan dan penyampaian surat paksa.
5.4 Hambatan-Hambatan Penagihan Pajak
Dalam menjalankan kewajibannya, petugas di seksi penagihan berupaya
semaksimal mungkin agar target pencairan tunggakan dapat tercapai. Akan tetapi,
dalam kenyataanya seksi penagihan menemui berbagai dalam menjalankan
tugasnya. Hambatan-hambatan tersebut antara lain:
1. Jumlah Jurusita Pajak masih kurang.
Seksi penagihhan KPP Pratama Makassar Utara hanya memiliki dua orang
Jurusita Pajak saja. Dengan jumlah Jurusita Pajak hanya 2 orang jelas tidak
sebanding dengan jumlah Surat Ketetapan Pajak yang beribu-ribu jumlahnya.
Apalagi ditambah dengan sedikitnya pegawai pajak yang berminat menjadi
Jurusita pajak.
2. Tidak semua tunggakan pajak ditindaklanjuti dengan Surat Paksa Biaya
penagihan pajak harus sebanding dengan utang pajak yang akan ditagih.
Apabila biaya penagihan pajak terlalu besar sedangkan Wajib Pajak tidak
mampu membayar pajak yang akan ditagih, maka hal itu akan merugikan kas
negara.
3. Kesadaran pembayaran pajak yang masih rendah.
Kurangnya pengetahuan Wajib Pajak mengenai pajak menjadi penyebab
rendahnya kepatuhan membayar pajak. Wajib pajak seringkali mengelak
Page 53
53
ketika disampaikan surat paksa dengan mengaku tidak memiliki tunggakan
pajak.
4. Akses SIDJP lambat dan sering mengalami error
Terbatasnya bandwitdh SIDJP memperlambat proses pekerjaan sehingga
banyak waktu yang terbuang. Bahkan ketika system mengalami error pegawai
menjadi tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya.
5. SIDJP belum bisa menampilkan data sesuai Keadaan yang sesungguhnya.
Dengan adanya intranet seharusnya data-data lebih mudah diakses. Namun
beberapa kegiatan harus dilaksanakan dengan cara manual. Misalnya ketika
mencari data perkembangan tunggakan pajak masih kosong, sehingga untuk
memprosesnya harus dengan cara manual.
6. Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan oleh Jurusita Pajak Apabila jurusita
pajak tidak bisa menemukan penagguung pajak otomatis proses penagihan
pajak akan terhenti. Wajib pajak yang pindah alamat seringkali tidak
memberitahu KPP Pratama Makassar Utara. Jurusita pajak kadang tidak dapat
menemui Penanggung pajak karena dihalangi oleh petugas keamanan.
Administrasi Wajib Pajak tidak valid kadang menyebabkan kesalahan
pencarian alamat Wajib Pajak.
7. Jurusita Pajak kesulitan mengidetifikasi obyek sita
Apabila proses penagihan telah mencapai tahap penyitaan, Jurusita pajak
harus mencari objek milik penaggung pajak sebagai jaminan pelunasan
pajaknya. Akan tetapi, pengidentifikasian objek sita menjadi kendala dalam
hal ini.
Ada beberapa faktor penghambat dalam proses ini, seperti:
a. Objek sita tidak ditemukan atau sudah dipindahtangankan.
Page 54
54
b. Jurusita Pajak tidak diperbolehkan oleh wajib pajak/penanggung pajak untuk
memasuki rumah atau tempat dimana terdapat barang-barang yang akan
disita.
c. Wajib pajak/penanggung pajak ataupun wakilnya tidak mau menandatangani
Berita Acara Sita.
5.5 Evaluasi Atas Penerbitan Surat Paksa
Sebelumnya telah diuraikan data-data mengenai penagihan pajak pada tahun
2009 dan 2010, Oleh karena itu untuk mengetahui peran proses penagihan dengan
menerbitkan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama
Makassar Utara akan dibahas sebagai berikut.
1. Rasio jumlah tunggakan dengan jumlah seluruh pencairan tunggakan pajak,
Rasio ini menggambarkan besarnya proporsi realisasi pencairan tunggakan
pajak terhadap jumlah seluruh tunggakan pajak.
Maka dihitung dengan rumus:
Rasio pencairan tunggakan = Jumlah seluruh pencairan tunggakan
Jumlah seluruh tunggakan pajak x 100%
Pada tahun 2009
Jumlah seluruh pencairan Rp 6,068,931,000
Jumlah tunggakan akhir pajak Rp 42.569,567,000
RASIO: 6,068,931,000 = 14,25 %
42.569,567,000
Pada tahun 2010
Jumlah seluruh pencairan Rp 6,422,396,000
Jumlah tunggakan akhir pajak Rp 43,772,151,000
RASIO: 6,422,396,000 = 14,67 %
43,772,151,000
Page 55
55
Rasio di atas menggambarkan pencairan tunggakan pajak pada tahun 2010
lebih besar yaitu sebesar 14,25% dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya
sebesar 14,67%. Hal ini disebabkan jumlah kegiatan penagihan aktif lebih
banyak dilakukan pada tahun 2010 daripada tahun 2009.
2. Rasio surat Teguran dan Surat Paksa
Rasio ini menunjukkan seberapa besar Surat Teguran yang ditindaklanjuti
dengan penerbitan Surat Paksa. Pada tahun 2009 jumlah surat teguran yang
diterbitkan 1652 lembar, sementara surat paksa yang terbit hanya 328 lembar.
Maka rasio penerbitan surat paksa terhadap surat teguran dapat dihitung
dengan rumus:
Rasio surat paksa terhadap surat teguran = Jumlah surat paksa yang terbit
Jumlah surat teguran yang terbit x
100%
Pada tahun 2009:
RASIO: 328 = 19,85 %
1652
Sementara itu untuk tahun 2010
surat teguran terbit : 7051lembar
surat paksa : 892 lembar
RASIO: 892 = 12,65 %
7051
Dari data di atas diketahui bahwa tidak semua surat teguran yang diterbitkan
ditindaklanjuti dengan proses penerbitan surat paksa. Pada tahun 2009 surat
teguran yang berlanjut ke surat paksa sebesar 19,85% dan untuk tahun 2010
surat paksa yang terbit hanya sebesar 12,65% dari surat teguran. Kondisi ini
disebabkan oleh mahalnya biaya penagihan pajak apabila semua proses
Page 56
56
penagihan ditindaklanjuti dengan surat paksa. Selain itu juga karena wajib
pajak langsung membayar tunggakan pajak setelah diberi surat teguran.
5.6 Efektivitas dan Kontribusi Surat Paksa Terhadap Pencairan Tunggakan
5.6.1 Analisis Efektivitas Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Dalam hal efektivitas penerbitan surat paksa, maka rumusnya adalah
perbandingan antara jumlah pencairan tunggakan pajak melalui penagihan dengan
surat paksa dengan potensi pencairan tunggakan pajak dengan surat paksa, dengan
asumsi bahwa potensi pencairan tunggakan pajak dengan surat paksa adalah
semua tunggakan pajak yang diterbitkan surat paksa diharapkan dapat ditagih.
Efektivitas penyampaian Surat paksa dihitung dengan rumus berikut:
Efektivitas = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑢𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑎𝑘𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑦𝑎𝑟
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑢𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑎𝑘𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑏𝑖𝑡𝑘𝑎𝑛 x 100%
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan penerbitan Surat paksa,
pembayaran Surat Paksa, dan tingkat efektivitas penagihan pajak dengan Surat
Paksa data tersebut diolah berdasarkan data pada KPP Pratama Makassar Utara
untuk tahun 2009 dan 2010.
Tabel 5.5.1
Pembayaran Surat Paksa di KPP Pratama Makassar Utara
Tahun 2009 dan 2010
(dalam ribuan rupiah)
Tahun SP Terbit SP Bayar Tingkat Efektivitas
Lmbr Nilai Lmbr Nilai Lmbr Nilai
2009 328 2,665,250
135 755,605
41,15% 28,35%
2010 892 8,530,515
685 6,167,662
76,79% 72,30%
Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Makassar Utara (data diolah 2011)
Ditinjau dari sisi jumlah lembar surat paksa yang diterbitkan, pada tahun
2009, penerbitan surat paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratma Makassar Utara
Page 57
57
tercatat 328 lembar sedangkan surat paksa yang dibayarkan sebanyak 135 lembar,
atau hanya sekitar 41,15% surat paksa yang dibayarkan. Pada tahun 2010 terjadi
peningkatan penerbitan surat paksa yaitu sebanyak 892 lembar surat paksa dan
sebanyak 685 lembar surat paksa yang dibayarkan atau sekitar 76,79% surat paksa
yang dibayarkan. Maka pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara tergolong cukup efektif
disebabkan terjadi peningkatan drastis pada tahun 2010.
Jika ditinjau dari segi nilai nominalnya, pembayaran surat paksa pada tahun
2009 sebesar Rp. 755.605.000,- dari Rp. 2.665.250.000,- nilai utang pajak dalam
surat paksa yang diterbitkan atau sekitar 28,35%. Penerbitan surat paksa tahun
2009 tergolong tidak efektif, namun pada tahun 2010 pembayaran surat paksa
sebesar Rp. 6.167.662.000,- dari Rp. 8.530.515.000,- dari total nilai utang pajak
dalam Surat Paksa yang diterbitkan atau sekitar 72,30%. Jika melihat persentase
pada tahun 2010, maka penagihan pajak dengan Surat Paksa dapat dikategorikan
cukup efektif.
5.6.2 Kontribusi Surat Paksa Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak
Rasio pencairan tunggakan dengan penerbitan surat paksa terhadap total nilai
pencairan tunggakan selama tahun 2009, Surat Paksa yang diterbitkan ada 328
lembar, dari penerbitan surat paksa tersebut bisa mencairkan tunggakan senilai Rp
755,605,448. Sementara pencairan tunggakan Rp 6,068,931,000.
Maka untuk menghitung rasio kontribusi surat paksa dalam pencairan tunggakan
pajak digunakan rumus:
Kontribusi penerbitan surat paksa =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑛𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑎 𝑎𝑘𝑚𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢𝑖 𝑠𝑢𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑠𝑎
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑒𝑛𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑎 𝑎𝑘 x
100%
Page 58
58
Maka untuk tahun 2009, kontribusi surat paksa sebesar:
RASIO: 755,605,448 = 12,45 %
6,068,931,000.
Untuk tahun 2010
Pencairan tunggakan dengan surat paksa Rp 6,167,662,000
Total nilai Pencairan tunggakan Rp 6,422,396,000
RASIO: 6,167,662,000 = 96 %
6,422,396,000
Dalam hal ini, rasio pencairan tunggakan dengan penerbitan Surat Paksa
terhadap total nilai pencairan tunggakan menggambarkan peran Surat Paksa dalam
proses penagihan Surat Paksa secara keseluruhan. Jika ditinjau dari data diatas,
peran Surat Paksa cukup besar. Proporsi tahun 2009 hanya sebesar 12,45% dan
mengalami peningkatan drastis menjadi 96% pada tahun 2010. Hal ini disebabkan
karena akumulasi tunggakan pajak pada tahun sebelumnya dan peran aktif
Jurusita Pajak pada tahun 2010.
Dari rasio-rasio diatas dapat disimpulkan bahwa kontribusi penerbitan surat
paksa terhadap pencairan tunggakan pajak pada KPP Pratama Makassar Utara
cukup besar. Ini dapat dilihat pada rasio tahun 2010 sebesar 96% pencairan
tunggakan pajak melalui Surat Paksa.
Berdasarkan standar prestasi kegiatan penagihan pajak menurut Surat Edaran
Nomor SE-03/PJ.75/2004 diketahui bahwa standar penagihan aktif adalah sebagai
berikut:
1. Penyampaian Surat Paksa 12 per jurusita pajak per bulan
Page 59
59
2. Pelaksanaan SPMP 3 per jurusita pajak per bulan
3. Pengumuman lelang 3 per triwulan per KPP
Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan penerbitan Surat Paksa lebih efektif
dibandingkan dengan kegiatan penagihan yang lain. Dari standarnya yang hanya
144 Surat Paksa pertahun, Jurusita Pajak dapat menerbitkan 328 Surat Paksa pada
tahun 2009 dan 892 Surat Paksa pada tahun 2010. Mengingat hanya terdapat dua
orang Jurusita Pajak, maka dapat dikatakan penerbitan Surat Paksa di KPP
Pratama Makassar Utara efektif.
5.7 Alternatif Pemecahan Masalah
Pada sub bab 5.4, penulis telah menyebutkan hambatan-hambatan yang
dihadapi Jurusita Pajak dalam menjalankan tugasnya mencairkan tunggakan
pajak. Agar kendala tersebut dapat diatasi dan diminimalisir pengaruhnya
terhadap proses pencairan tunggakan pajak, penulis mencoba memberi beberapa
alternatif pemecahan masalah agar Jurusita Pajak dapat lebih optimal dalam
bekerja.
1. Perekrutan pegawai dan pemberian insentif untuk Jurusita Pajak
Untuk mengatasi kekurangan jumlah Jurusita Pajak perlu diadakan perekrutan
pegawai baru sebagai Jurusita Pajak. Agar bayak yang berminat mendaftar
sebagai jurusita pajak maka perlu pemberian insentif khusus bagi Jurusita
Pajak mengingat tugas Jurusita Pajak yang berat dan banyak.
2. Pengintensifan mapping penunggak pajak terbesar
Karena tidak semua tunggakan pajak ditindaklanjuti dengan penerbitan surat
paksa, seksi penagihan harus rutin membuat pengelompokkan penunggak pajak
terbesar agar dalam menagih tunggakan pajak lebih efektif dan efisien.
Page 60
60
3. Penggencaran sosialisasi perpajakan dan pembekalan materi Jurusita Pajak
Kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak dapat ditingkatkan dengan
penggencaran sosialisasi pajak. Selain itu program stimulus fiskal bagi wajib
pajak juga harus sering diadakan untuk membatu ekonomi wajib pajak. Jurusita
Pajak sendiri secara berkala harus diberi pembekalan materi perpajakan untuk
meningkatkan kemampuannya. Hal ini penting dilakukan mengingat Jurusita
pajak berhadapan langsung dengan wajib pajak.
4. Upgrade dan Maintenance SIDJP secara berkala
Untuk meningkatkan akses data dalam menggunakan SIDJP, perlu adanya
peningkatan performa hardware maupun software yang digunakan dalam
SIDJP baik dengan perbaikan secara berkala maupun mengganti barang lama
dengan alat yang lebih canggih. Tidak perlu lagi ada waktu terbuang karena
sistem yang lambat bekerja atau karena sering error.
5. Pemberian diklat kepada pegawai tentang SIDJP
Meskipun SIDJP sudah dibuat sedemikianrupa, tetapi apabila penggunanya
kurang kompeten atau kurang disiplin dalam menjalankan sistem tersebut maka
SIDJP tidak dapat berfungsi secara optimal. SIDJP tidak dapat
menggambarkan kondisi mengenai informasi perpajakan terkini karena banyak
pegawai belum mengupload data sesuai kewenangannya. Saat ini banyak
informasi dalam SIDJP yang susah didapatkan karena masih kosong. Oleh
karena itu, perlu adanya diklat khusus mengenai SIDJP secara berkala.
6. Pemutakhiran data secara berkala
Apabila terjadi perubahan data mengenai wajib pajak, seksi PDI maupun
pegawai pajak yang lain, harus tanggap untuk memutakhirkan perubahan data
tersebut. Dengan adanya data yang tepat, pemberian keputusan pajak juga bisa
Page 61
61
tepat karena sesuai dengan kondisi wajib pajak. Sehngga masalah seperti
alamat wajib pajak yang tidak ditemukan dapat diminimalisir.
7. Peningkatan kerjasama dengan pihak-pihak terkait
Dalam UU. PPSP Tahun 2000 Pasal 5 ayat (4) Jurusita Pajak berwenang untuk
meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi
hukum dan perundang-undangan, Pemerintah Daerah setempat, Badan
Pertanahan Nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan
Negeri, Bank atau pihak lain. Kerjasama-kerjasama ini perlu ditingkatkan agar
Jurusita pajak lebih mudah dalam bertugas. Bekerjasama dengan pihak bank
akan mempermudah Jurusita dalam mencari objek sita terutama kekayaan yang
disimpan dalam bank. Jurusita pajak akan sangat terbantu dalam mencari lokasi
objek pajak apabila bekerjasama dengan pihak Pemda. Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak yang menghalang-halangi jurusita pajak dalam
melaksanakan tugasnya diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama
4 bulan 2 minggu berdasarkan pasal 216 KUHP. Bekerjasama dengan pihak
kepolisian akan mempermudah Jurusita pajak dalam proses pemberitahuan
Surat Paksa dan proses penyitaan.
Page 62
62
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab V,
maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan yaitu:
1. Pada tahun 2010 terjadi penambahan tunggakan pajak sebesar Rp.
1.556.049.000,00 dari tahun 2009 akibat akumulasi tunggakan Wajib Pajak
yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya selama tahun 2010.
Tunggakan pajak terjadi karena adanya Wajib Pajak yang tidak memenuhi
kewajiban perpajakannya dalam hal membayar kewajiban perpajakannya atau
belum bisa membayar pajak terutangnya karena jumlahnya yang cukup besar.
2. Dalam penatausahaan penagihan pajak, pencatatan secara manual masih tetap
dilakukan untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,
misalnya pencatatan pemberkasan dan kartu pengawasan tunggakan pajak
masih dicatat secara manual. Dalam hal proses penagihan, terutama tata cara
penerbitan dan pemberitahuan Surat Paksa, seksi penagihan di KPP Pratama
Makassar Utara mengacu kepada Standart Operating Procedures Departemen
Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pajak nomor KPP40-0011
yang disahkan pada tanggal 13 Maret 2008.
3. Proses penagihan aktif dengan Surat Paksa mengalami peningktan Jumlah
lembar Surat Paksa sebanyak 564 lembar dari tahun 2009 dan jika dilihat dari
nomminalnya, peningkatannya sebesar Rp. 5,865,264,813.00, hal ini
disebabkan Jurusita Pajak berperan aktif dalam penerbitan dan penyampaian
Surat Paksa, sehingga proses penagihan aktif dapat berjalan optimal.
Page 63
63
4. Jurusita pajak memegang peranan penting dalam pembayaran tunggakan
pajak. Namun melaksanakan kegiatan penagihan di lapangan, Jurusita pajak
seringkali tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan optimal, karena banyak
hambatan-hambatan yang mempengaruhi baik dari dalam maupun dari luar
Kantor Pelayan Pajak.
5. Penagihan pajak melalui penerbitan Surat Paksa tahun 2009 tergolong tidak
efektif, namun pada tahun 2010 pembayaran Surat Paksa sebesar Rp.
6,167,662,000.00 dari Rp. 8,530,515,000.00 dari total niali utang pajak dalam
Surat Paksa yang diterbitakan atau sekitar 72,30%. Jika melihat presentase
pada tahun2010, maka penagihan pajak dengan Surat Paksa dapat
dikategorikan cukup efektif, penyebab pembayaran Surat Paksa tidak
mencapai 100% antara lain penanggung pajak tidak mengakui adanya utang
pajak, penanggung pajak mengajukan permohonan angsuran pembayaran
karena kondisi keuangan tidak memungkinkan jika dibayarkansekaligus,
penanggung pajak mengajukan keberatan atas jumlah tunggakan pajaknya,
dan penanggung pajak lalai.
6. Kontribusi penerbitan surat paksa terhadap pembayaran tunggakan pajak pada
KPP Pratama Makassar Utara cukup besar. Ini dapat dilihat pada rasio tahun
2010 sebesar 96% pencairan tunggakan pajak melalui Surat Paksa. Hal ini
disebabkan karena akumulasi tunggakan pajak pada tahun sebelumnya dan
peran aktif Jurusita pajak 2010
Page 64
64
6.2 SARAN
Untuk mengatasi kendala Jurusita Pajak dalam menjalankan tugasnya agar
lebih optimal, penulis memberikan alternative solusi untuk menghilangkan
beberapa kendala atau sebisa mungkin meminimalisirnya dengan cara sebagai
berikut:
1. Direktorat Jenderal Pajak agar lebih banyak mlakukan perekrutan pegawai
dan pemberian insentif untuk Jurusita Pajak
2. Kantor Pelayanan Pajak harus mengintensifkan kegiatan mapping penunggak
pajak terbesar agar penagihan pajak lebih efektif.
3. Direktorat Jenderal Pajak agar lebih menggencarkan sosialisasi perpajakan
terhadap wajib pajak tentang peraturan-peraturan dan agar kesadaran wajib
pajak dalam membayar pajak meningkat.
4. Upgrade dan Maintenance SIDJP secara berkala harus dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak dan Pemberian diklat kepada pegawai tentang
SIDJP agar sistem tersebut dapat berfungsi secara optimal.
5. Jurusita Pajak meningkatan kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam
proses penagihan pajak agar lebih memudahkan Jurusita pajak dalam
menjalankan tugasnya.
Page 65
65
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2007.
-------------, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2000.
-------------,Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Nomor
562/KMK.04/2000 tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan
Pemberhentian Jurusita Pajak.
-------------,Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Nomor
83/PMK.03/2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 23/PMK/.03.2008 Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan
Pajak.
Rusjdi, Muhammad. 2007. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Jakarta : PT.
Indeks.
Waluyo.2007. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Ilyas, Wirawan B. 2007. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Mardiasmo. 2009. Perpajakan.Edisi Revisi.Jogjakarta: Andi
Fahmi, Ismail. 2010. Tindakan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
Didownload dari https//www.repository.upi.edu/skripsilist.php. Agustus 2011.
Rahma, Aldila Laila.2010. Efektifitas menurut Jones and Pendlebury(1996).
Didownload dari https//www.digilb.uns.ac.id/pengguna.php. Juli 2011
Page 67
67
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH SULSEL, SULBAR & SULTRA
KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAKASSAR UTARA
Kepada Yth. DIREKTUR
Nama : DARTA YUSUF, SH
NPWP : 01.753.766.3-801.000
Alamat : JL. KORBAN 40.000 JIWA NO.75 RT.005 RW.003
TALLO WALA-WALAYA
MAKASSAR
TEGURAN
Nomor : 0000845/WPJ.15/KP.0104/2011
Menurut tata usaha kami hingga saat ini Saudara masih mempunyai tunggakan pajak sebagai berikut :
Jenis
Pajak
Tahun
Pajak
No & Tgl.STP/SKPKB/
SKPKBT/SK.Pembetulan/
SK.Keberatan/Putusan Banding
*)
Tanggal Jatuh Tempo
Pembayaran
Jumlah Tunggakan
Pajak (Rp)
PPN 2009 00711/107/09/801/11
31-05-2011
29-06-2011 500.000
Jumlah Rp. 500.000
(# lima ratus ribu rupiah #)
Untuk mencegah tindakan penagihan pajak dengan Surat Paksa berdasarkan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP) maka diminta kepada
Saudara agar melunasi jumlah tunggakan pajak dalam waktu 21 ( dua puluh satu ) hari sejak diterbitkannya surat teguran ini.
Dalam hal Saudara telah melunasi tunggakan pajak tersebut di atas, dimohon agar Saudara segera melaporkan kepada kami ( Seksi Penagihan
).
MAKASSAR, 03 Agustus 2011
KEPALA KANTOR
ttd
Page 68
68
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH SULSEL, SULBAR & SULTRA
KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAKASSAR UTARA
SURAT PAKSA
Nomor : 0000055/WPJ.15/KP.0104/2011
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
KEPALA KANTOR PELAYANAN PAJAK
Menimbang bahwa :
Nama Wajib Pajak/
Penanggung Pajak : STELLA
NPWP : 07.701.890.1-801.000
Alamat :
PAI BIRINGKANAYA
MAKASSAR
menunggak pajak sebagaimana tercantum di bawah ini :
No. Jenis
Pajak
Tahun
Pajak
No & Tgl.STP/SKPKB/
SKPKBT/SK.Pembetulan/
SK.Keberatan/Putusan Banding
*)
Tanggal Jatuh
Tempo
Pembayaran
Jumlah Tunggakan
Pajak (Rp)
1. Pasal 25/29 OP 2002 04005/105/02/801/03
10-11-2003
10-12-2003 100.000
2. Pasal 25/29 OP 2001 03179/105/01/801/03
06-02-2003
08-03-2003 100.000
Jumlah Rp. . 200.000
(# dua ratus ribu rupiah #)
Dengan ini :
1. Memerintahkan Wajib Pajak/Penanggung Pajak untuk membayar jumlah tunggakan pajak tersebut ke Bank Persepsi / Kantor Pos,
ditambah dengan biaya penagihan dalam waktu 2 (dua) kali dua puluh empat jam sesudah pemberitahuan Surat Paksa ini.
2. Memerintahkan kepada Jurusita yang melaksanakan Surat Paksa ini atau Jurusita lain yang ditunjuk untuk melanjutkan pelaksanaan
Surat Paksa untuk melakukan penyitaan atas barang-barang milik Wajib Pajak / Penanggung Pajak apabila dalam jangka waktu 2 (dua) kali dua puluh empat jam perintah sebagaimana disebut dalam butir 1 di atas tidak dipenuhi.
Ditetapkan di MAKASSAR
Pada tanggal 26 M e i 2010
KEPALA KANTOR
Ttd
Page 69
69
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH SULSEL, SULBAR & SULTRA
KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAKASSAR UTARA
BERITA ACARA PEMBERITAHUAN SURAT PAKSA
Pada hari ini ……………. tanggal ……………. bulan ……………. tahun ……………. atas
permintaan Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang memilih tempat kedudukan di KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAKASSAR UTARA di MAKASSAR 90232 saya, Jurusita
Pajak pada KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAKASSAR UTARA bertempat
kedudukan di alamat JL. URIP SUMOHARJO (GKN) KM. 4 MAKASSAR MAKASSAR
MAKASSAR.
MEMBERITAHUKAN DENGAN RESMI
Kepada STELLA bertempat tinggal di PAI BIRINGKANAYA MAKASSAR berkedudukan
sebagai ……………………. Surat Paksa di sebaliknya ini tertanggal 26 M e i 2010 dan saya,
Jurusita Pajak, berdasarkan ketentuan Surat Paksa tersebut memerintahkan kepada Penanggung
Pajak supaya dalam waktu 2 (dua) kali dua puluh empat jam, memenuhi isi Surat Paksa dan oleh
karena itu harus menyetor ke Bank Persepsi / Kantor Pos dan Giro
……………………….………………… sebanyak Rp. . 200.000 dengan tidak mengurangi
kewajiban untuk membayar biaya-biaya penagihan pajak ini dan biaya selanjutnya, dan jika ia
tidak membayar dalam waktu yang telah ditentukan, maka harta bendanya baik yang berupa
barang bergerak maupan barang tidak bergerak akan disita dan dijual dimuka umum / dijual
langsung kepada pembeli dan hasil penjualannya digunakan untuk membayar hutang pajak, denda,
bunga, dan biaya-biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan penagihan ini.
Surat Paksa ini dapat dilanjutkan dengan tindakan PENCEGAHAN dan PENYANDERAAN.
Saya, Jurusita Pajak, telah menyerahkan salinan Surat Paksa ini kepada Wajib Pajak/Penanggung
Pajak, dan saya lakukan di tempat tinggal / kedudukan orang pribadi / badan yang menanggung
pajak.
Penyerahan salinan Surat Paksa ini dilakukan kepada
……………………….…………................................ bertempat tinggal di
……………………………………………………….. disebabkan
……………………………………………….. .
Yang menerima salinan Surat Paksa Jurusita Pajak
…………………………………… ……………………………………
Jabatan NIP.
Biaya pelaksanaan Surat Paksa sebagai berikut :
Biaya Harian Jurusita Rp. ……………..……..
Biaya Perjalanan Rp. ………………...…. +
Page 70
70
Daftar Pertanyaan Wawancara:
1. Apa yang melatarbelakangi penerbitan Surat Paksa ?
2. Bagaimana prosedur penerbitan Surat Paksa ?
3. Apakah semua Surat Teguran ditindaklanjuti dengan Surat Paksa ?
4. Bagaimana proses penagihan aktif di KPP Pratama Makassar Utara ?
5. Bagaimana jika Surat Paksa diabaiakan oleh Wajib pajak yang menunggak ?
6. Siapakah yang bertugas menerbitkan dan menyampaikan Surat Paksa ?
7. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh Jurusita pajak dalam
menyampaikan Surat Paksa ?
8. Bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi ?
9. Bagaimana jika Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya setelah menerima
Surat Paksa ?
10. Apa-apa saja tugas Jurusita Pajak ?