BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan danau merupakan sumberdaya alam yang dimiliki bersama oleh masyarakat (common property), sehingga dalam pemanfaatannya sering dilakukan secara bebas sesuai kebutuhannya. Sejalan dengan waktu, semakin intensif dan semakin beragam kebutuhan masyarakat, sehingga dalam perkembangannya dan dalam kewenangan pengelolaannya muncul kebijakan dan kepentingan bersifat multisektor (Lukman, 2011a.). Apalagi dengan berkembangnya otonomi daerah kepentingan wilayah adminstrasi akan lebih mewarnai variasi pemanfaatan perairan danau. Fungsi lingkungan perairan Danau Toba secara umum diperuntukkan dan dimanfaatkan sebagai sumber air untuk penyediaan air bersih, air industri, air pengairan pertanian, sebagai sumber daya pariwisata, sumber daya perikanan, sumber daya energi dan prasarana transportasi, tapi sekaligus sebagai penerima berbagai macam limbah. Kualitas perairan Danau Toba pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia, terutama pemukiman penduduk, peternakan, pertanian, kegiatan industri pariwisata, kegiatan perindustrian dan perdagangan termasuk pasar, hotel dan restoran, serta kegiatan transportasi air. Pengaruh terpenting dari seluruh kegiatan tersebut adalah produksi sampah dan limbah yang secara langsung maupun tidak langsung masuk ke dalam perairan Danau Toba. Universitas Sumatera Utara
15
Embed
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan danau ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perairan danau merupakan sumberdaya alam yang dimiliki bersama oleh
masyarakat (common property), sehingga dalam pemanfaatannya sering dilakukan
secara bebas sesuai kebutuhannya. Sejalan dengan waktu, semakin intensif dan
semakin beragam kebutuhan masyarakat, sehingga dalam perkembangannya dan
dalam kewenangan pengelolaannya muncul kebijakan dan kepentingan bersifat
multisektor (Lukman, 2011a.). Apalagi dengan berkembangnya otonomi daerah
kepentingan wilayah adminstrasi akan lebih mewarnai variasi pemanfaatan
perairan danau.
Fungsi lingkungan perairan Danau Toba secara umum diperuntukkan dan
dimanfaatkan sebagai sumber air untuk penyediaan air bersih, air industri, air
pengairan pertanian, sebagai sumber daya pariwisata, sumber daya perikanan,
sumber daya energi dan prasarana transportasi, tapi sekaligus sebagai penerima
berbagai macam limbah.
Kualitas perairan Danau Toba pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh
kegiatan-kegiatan manusia, terutama pemukiman penduduk, peternakan,
pertanian, kegiatan industri pariwisata, kegiatan perindustrian dan perdagangan
termasuk pasar, hotel dan restoran, serta kegiatan transportasi air. Pengaruh
terpenting dari seluruh kegiatan tersebut adalah produksi sampah dan limbah yang
secara langsung maupun tidak langsung masuk ke dalam perairan Danau Toba.
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan pemanfaatan sumber daya alam Kawasan Ekosistem Danau Toba
baik di Daerah Tangkapan Air di Danau Toba, maupun kegiatan di perairan
Danau Toba, telah menghasilkan berbagai limbah cair, limbah padat termasuk
sampah, serta meningkatnya logam berat dan zat kimia, serta peningkatan zat
organik. Kesemuanya ini dapat menimbulkan pencemaran dan kerusakan
lingkungan
Kegiatan lain yang telah berkembang di perairan Danau Toba adalah usaha
perikanan budidaya sistem keramba jaring apung (KJA), yang pertama kali dicoba
pada tahun 1980-an. Aktivitas budidaya ikan sistem KJA di perairan danau,
merupakan salah satu usaha peningkatan produksi perikanan dengan
memanfaatkan potensi perairan yang ada. Usaha KJA ini banyak menuai perhatian
masyarakat, terkait kontroversi antara kebutuhan sosial ekonomi masyarakat dan
kelestarian lingkungan, serta antara pencapaian produksi dan daya dukung
perairan.
Krismono (1998) mengemukakan bahwa perairan danau dan waduk di
Indonesia yang mencapai 2,1 juta ha berpotensi untuk budidaya ikan dengan
sistem KJA yang dapat mencapai produksi 800 ton ikan/hari. Batas toleransi
diperbolehkan mengoperasikan KJA di perairan Danau Toba yakni 443 ha.
Danau Toba dengan luas 110.000 ha saat ini sudah beroperasi 1.780 unit
KJA milik perusahaan dan 6.800 unit milik masyarakat. Bila satu unit KJA
memiliki luas 16 meter, maka luas Danau Toba yang dipergunakan untuk KJA
137,28 ha.
Jumlah KJA yang telah beroperasi di Danau Toba semakin meningkat dan
direncanakan akan dikembangkan lagi (Arifin, 2004). Diperlukan pertimbangan
Universitas Sumatera Utara
dan kebijakan berbeda dari setiap perairan untuk pengembangan KJA, mengingat
perbedaan karakter setiap perairan darat.
Usaha budidaya dengan KJA di perairan danau diperkirakan akan terus
berkembang sejalan dengan kebutuhan akan protein hewani dan kebijakan
pemerintahan setempat yang membutuhkan peningkatan pendapatan asli daerah
nya dari sumberdaya alam yang dimilikinya.
Semakin banyak jumlah KJA yang beroperasi di perairan Danau Toba
maka semakin banyak pula jumlah pakan yang ditabur ke perairan danau yang
merupakan salah satu sumber pencemaran di perairan Danau Toba. Pemeriksaan
laboratorium juga menyimpulkan, keruhnya air danau dan tumbuhnya enceng
gondok menjadi sebuah ancaman kebersihan dan keindahan danau. Dari berbagai
penelitian yang dilakukan memberikan indikasi telah terjadi penurunan kualitas
air di lokasi yang terkena dampak kegiatan masyarakat (Barus, 2007). Air Danau
Toba telah mengalami penurunan kualitas air, dan diperparah lagi dengan
pertumbuhan enceng gondok yang begitu subur menjadi indikator bahwa air kaya
akan zat-zat organik (pencemaran organik). Jenis pencemaran tersebut akan
menimbulkan gangguan pada kesehatan masyarakat setempat.
Panjaitan (2009) menulis bahwa salah satu perusahaan besar milik PMA
yang mengelola keramba jaring apung di Danau Toba adalah PT. Aquafarm
Nusantara dengan memasukkan pakan sebesar 200 ton setiap hari. Dari hasil
penelitiannya, diperoleh bahwa prosentasi nitrogen dari pakan yang menjadi
limbah di perairan Danau Toba adalah sebesar 69,00%, sehingga total limbah
nitrogen yang dihasilkan di perairan Danau Toba setiap hari sebanyak 13,80 ton
Universitas Sumatera Utara
setiap hari dengan asumsi 5% pakan tidak terkonsumsi oleh ikan. Hasil penelitian
ini juga mencatat bahwa prosentasi nitrogen pakan yang menjadi limbah di
perairan Danau Toba didukung oleh hasil penelitian sebelumnya (Beveridge, 1996
dalam Panjaitan, 2009) yang menunjukkan bahwa 70,00% nitrogen yang
dikonsumsi oleh ikan akan terbuang di perairan. Lebih lanjut total limbah fosfor
yang dihasilkan di periran Danau Toba setiap hari adalah sebanyak 2,27 ton,
dengan asumsi 5% pakan tidak terkonsumsi oleh ikan.
Berdasarkan survei awal penulis yang dilakukan di Kabupaten Toba
Samosir menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk menggunakan air danau
sebagai sumber air minum dan keperluan rumah tangga. Dengan begitu maraknya
pertumbuhan aktivitas KJA akan berpotensi mencemari lingkungan perairan
Danau Toba jika tidak dikendalikan dengan baik.
Menurut Payne (1986), konsentrasi zat-zat yang terdapat di danau
merupakan hasil dari zat-zat yang berasal dari aliran air yang masuk, ini terjadi
karena pada umumnya perairan danau menerima masukan air dari daerah
tangkapan air di sekitar danau, sehingga perairan danau cenderung menerima
bahan-bahan terlarut yang terangkut bersamaan dengan air masuk. Jadi kualitas
perairan danau sangat tergantung pada pengelolaan atau pengendalian daerah
aliran sungai (DAS) yang berada diatasnya.
Pencemaran yang terjadi di perairan danau merupakan masalah penting
yang perlu memperoleh perhatian dari berbagai pihak. Hal ini disebabkan
beragamnya sumber bahan pencemar yang masuk dan terakumulasi di danau.
Sumber-sumber bahan pencemar tersebut antara lain berasal dari kegiatan
Universitas Sumatera Utara
produktif dan non produktif di up land (lahan atas), dari pemukiman dan dari
kegiatan yang berlangsung di badan perairan danau itu sendiri, dan sebagainya.
Jenis bahan pencemar utama yang masuk ke perairan danau terdiri dari beberapa
macam, antara lain limbah organik dan anorganik, residu pestisida, sedimen dan
bahan-bahan lainnya.
Keberadaan bahan pencemar tersebut dapat menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas perairan danau, sehingga tidak sesuai lagi dengan jenis
peruntukkannya sebagai sumber air baku air minum, perikanan, pariwisata dan
sebagainya. Selain itu pencemaran juga dapat menyebabkan hilangnya keaneka
ragaman hayati, khususnya spesies endemik (asli) danau tersebut (Khosla et al.,
1995., Kumurur, 2002). Dampak negatif lain dari pencemaran perairan danau
tidak hanya dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis dan ekologis berupa
penurunan produktivitas hayati perairan, tetapi juga dapat membahayakan
kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian manusia yang memanfaatkan
perairan danau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Fakhrudin et al., 2002).
Nilai penting lainnya dari keberadaan Danau Toba adalah adanya jenis ikan
endemik, yakni ikan Batak yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Keberadaan ikan tersebut sudah semakin terancam akibat semakin meningkatnya
beban pencemaran yang masuk ke badan air danau, sehingga menyebabkan
kualitas perairan danau semakin menurun.
Meningkatnya beban pencemaran yang masuk ke perairan danau juga
disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang berdomisili di sekitar danau seperti
membuang limbah domestik, baik limbah cair maupun padatnya yang dapat
Universitas Sumatera Utara
memberikan tekanan terhadap ekosistem perairan danau (Haryani, 2004).
Berbagai aktivitas penduduk yang ada di sempadan danau, seperti
permukiman, perhotelan, pertanian dan peternakan merupakan sumber bahan
pencemar yang masuk ke perairan danau. Kegiatan di badan perairan danau,
berupa pembudidayaan ikan dengan teknik keramba jaring apung (KJA) juga
merupakan sumber limbah yang potensial mencemari perairan danau.
Menurut hasil pusat penelitian limnologi LIPI, Lukman (2011b) bahwa
produksi ikan perairan Danau Toba pada saat ini telah melebihi daya dukung
danau dan sebagai penyebab utama penurunan kualitas air Danau Toba adalah
akibat dari kegiatan KJA yang sudah melampaui daya dukung perairan Danau
Toba. Kualitas perairan Danau Toba cenderung terus menurun dari waktu ke
waktu, yang diakibatkan oleh semakin tingginya tingkat pencemaran dari buangan
limbah domestik dan pertanian.
Saat ini kepedulian terhadap ekosistem Danau Toba semakin kurang
diperhatikan oleh hampir seluruh pengguna ekosistem perairan danau tersebut.
Prinsip-prinsip ekologis bahwa perairan danau memiliki daya dukung dan daya
asimilasi terhadap limbah yang terbatas tidak dipahami oleh sebagian besar
masyarakat pengguna danau. Sebagai contoh : pemanfaatan danau untuk kegiatan
KJA yang meningkat setiap tahunnya (10%) yang akan memberikan tekanan
terhadap perairan danau semakin meningkat. Keberadaan keramba jaring apung
diperairan Danau Toba menambah beban pencemaran akibat adanya limbah
berupa sisa pakan ikan.
Universitas Sumatera Utara
Di satu sisi pengembangan usaha budidaya ikan dalam KJA akan
memberikan dampak positip berupa penciptaan lapangan pekerjaan baru dan
peningkatan pendapatan masyarakat setempat, namun disisi lain usaha ini juga
akan membawa dampak negatif tehadap ekosistem perairan danau. Dalam hal ini,
kegiatan dengan budidaya ikan dengan KJA secara langsung akan mempengaruhi
(menurunkan) kualitas perairan danau (Barus, 2007). Pengaruh tersebut
disebabkan oleh limbah pakan dan zat pemberantas hama perikanan. Bila
konsentrasinya melebihi ambang batas, dapat mencemari dan meracuni biota di
perairan danau tersebut. Kematian masal ikan dalam KJA sebanyak kurang lebih
700 ton yang terjadi pada tahun 2005 yang menelan miliyaran rupiah,
mengindikasikan telah terjadi penurunan kualitas perairan di Danau Toba.
Masuknya limbah pakan ke perairan danau dalam jumlah yang berlebih
dapat menyebabkan perairan menjadi kelewat subur, sehingga akan menstimulir
ledakan populasi fitoplankton dan mikroba air yang bersifat patogen. Limbah zat
hara dan organik baik dalam bentuk terlarut maupun partikel, berasal dari pakan
yang tidak dimakan dan ekresi ikan, yang umumnya dikarakterisasi oleh
peningkatan total padatan tersuspensi (TSS), Biochemical Oxygen Demand
(BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan kandungan C, N dan P. Secara
potensial penyebaran dampak buangan limbah yang kaya zat hara dan bahan
organik tersebut dapat meningkatkan sedimentasi, siltasi, hipoksia,
hipernutrifikasi dan perubahan produktivitas serta struktur komunitas bentik
(Barg, 1992).
Fenomena-fenomena tersebut menunjukkan bahwa pencemaran yang
terjadi di perairan Danau Toba semakin mengkhawatirkan karena dapat mengan-
Universitas Sumatera Utara
cam kelestarian fungsi danau. Hal ini merupakan masalah yang perlu segera
ditangani secara serius agar tidak meluas dan semakin parah di kemudian hari.
Oleh sebab itu penting sekali dilakukan pengkajian nilai-nilai sosial dan
ekonomi dari perairan danau, tidak semata-mata dari pendekatan presepektif
biofisik. Klessig (2001) mengemukakan bahwa danau hanya dapat memberikan
keuntungan sosial yang optimal jika kebijakan pengelolaannya mengakui
settingsepenuhnya dari kontribusi potensial danau yang dapat dibuat untuk
masyarakat serta kebijakan pengelolaan tersebut terintegrasi untuk memberikan
perhatian yang seimbang pada seluruh nilai-nilai yang dapat danau berikan
Ekosistem danau merupakan suatu sistem, terdiri dari komponen biotik
dan abiotik yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Fenomena tentang
penurunan kualitas perairan (pencemaran) yang terjadi di perairan Danau Toba,
menunjukkan permasalahan yang kompleks dan sulit dipahami jika hanya meng-
gunakan satu disiplin keilmuan. Konsep sistem yang berlandaskan pada unit
keanekaragaman dan selalu mencari suatu keterpaduan antar komponen melalui
pemahaman secara menyeluruh dan utuh, merupakan suatu alternatif pendekatan
yang baru dalam memahami dunia nyata. Pendekatan sistem merupa-kan cara
penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap
sejumlah kebutuhan, sehingga dapat menhasilkan sejumlah operasi sistem yang
efektif (Eriyatno, 2002). Oleh karena itu, kajian tentang pengelolaan KJA
berkelanjutan di perairan Danau Toba dapat dilakukan dengan pendekatan sistem
dalam membangun model pengelolaan KJA berkelanjutan di perairan Danau Toba
dalam upaya mewujudkan perairan danau yang bersih dan lestari, sehingga
pemanfaatan fungsi danau dapat berkesinambungan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam literatur terdapat beberapa publikasi yang mengetengahkan model
kualitas air danau. Dahl et al. (2006) mengajukan model persamaan differensial
untuk memodelkan kualitas air danau yang tercemar oleh adanya partikel padat
dan posfor. Penelitian mereka ini terutama terpakai untuk danau-danau yang
kurang dalam (kedalaman maksimum 27 m). Model kualitas air yang dinamis
dipergunakan oleh McKellar et al. (2008) dalam penelitian mereka tentang
kualitas danau Greenwood di South Carolina, Amerika Serikat. Namun mereka ini
hanya mempergunakan perangkat lunak CE-QUAL-W2. Kemudian Rippey dan
McSorley (2009) menyajikan model kualitas air danau yang terkontaminasi oleh
logam berat sehingga kadar oksigen air danau menurun. Penelitian mereka ini
terutama untuk sendimentasi pada danau. Penelitian yang juga terkait dengan
sendimen danau dikemukakan oleh Rippey (2010). Namun dia hanya meneliti
tentang konsentrasi Pb dan biphenyl terklorinasi. Terlihat bahwa model-model
yang telah diajukan oleh beberapa peneliti tadi belum ada yang menyinggung
tentang pemodelan kualitas air danau yang di sekitar danau terdapat kerambah
apung. Dalam literatur terdapat beberapa publikasi yang mengetengahkan model
kualitas air danau. Dahl et al. (2006) mengajukan model persamaan differensial
untuk memodelkan kualitas air danau yang tercemar oleh adanya partikel padat
dan posfor. Penelitian mereka ini terutama terpakai untuk danau-danau yang
kurang dalam (kedalaman maksimum 27 m). Model kualitas air yang dinamis
dipergunakan oleh McKellar et al. (2008) dalam penelitian mereka tentang
kualitas danau Greenwood di South Carolina, Amerika Serikat. Namun mereka ini
hanya mempergunakan perangkat lunak CE-QUAL-W2. Kemudian Rippey dan
McSorley (2009) menyajikan model kualitas air danau yang terkontaminasi oleh
Universitas Sumatera Utara
logam berat sehingga kadar oksigen air danau menurun. Penelitian mereka ini
terutama untuk sedimentasi pada danau. Penelitian yang juga terkait dengan
sedimentasi danau dikemukakan oleh Rippey (2010). Namun dia hanya meneliti
tentang konsentrasi Pb dan biphenyl terklorinasi. Terlihat bahwa model-model
yang telah diajukan oleh beberapa peneliti tadi belum ada yang menyinggung
tentang pemodelan kualitas air danau yang disekitar danau terdapat kerambah
jaring apung.
1.2 Perumusan Masalah
Pada saat ini telah berlangsung berbagai kegiatan usaha di perairan dan
berkembang dengan pesat, di antaranya adalah kegiatan KJA. Di perairan Danau
Toba ini tempo dulu masih dijumpai ikan asli yaitu ikan batak dan pora-pora.
Tetapi saat ini sudah jarang bahkan mungkin sudah hilang dan tidak jelas apa
penyebabnya. Pada tahun 1996 usaha perikanan di perairan Danau Toba mulai
berkembang dalam bentuk KJA dan hingga saat ini mencapai luas lebih kurang
443 ha. Menurut laporan LP USU tahun 1999, luas perairan yang digarap baru
mencapai 0,4% dari ambang luas yang diizinkan sebesar 1% dari luas perairan
Danau Toba. Yang menjadi masalah adalah penyebaran lokasi KJA tersebut
berada dalam kawasan daerah wisata. Contoh: turis yang datang ke Tomok rata-
rata enggan berenang di danau karena airnya kotor. Demikian juga di Haranggaol,
sepanjang pantainya penuh dengan KJA sehingga mengganggu sekaligus sebagai
kota tujuan wisata potensial di Kabupaten Simalungun dan banyak lagi kota lain
di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir. Dengan demikian sudah terjadi konflik
penggunaan/pemanfaatan perairan Danau Toba antara para petani KJA dengan
Universitas Sumatera Utara
pariwisata. Demikian juga dengan transportasi perairan danau (perhubungan)
dapat terganggu apabila penempatan KJA yang sembarangan (Tumiar, 2004).
Menurut Southwick (1976), terjadinya pencemaran di perairan danau
dapat ditentukan oleh dua hal, yaitu (1) adanya pengkayaan unsur hara yang
tinggi, sehingga komunitas biota dengan produksi yang berlebihan, (2) air
diracuni oleh zat kimia toksik yang menyebabkan lenyapnya organisme hidup,
bahkan mencegah semua kehidupan di perairan. Sama dengan Saeni (1989)
menyatakan bahwa pencemaran yang terjadi di perairan dapat ditentukan oleh tiga
jenis, yaitu (1) pencemaran kimiawi berupa zat-zat beracun, bahan-bahan organik,
mineral, dan radioaktif, (2) pencemaran fisik berupa lumpur dan uap panas, dan
(3) pencemaran biologis berupa berkembangbiaknya ganggang, tumbuh-
tumbuhan pengganggu air, kontaminasi organismo mikro yang berbahaya atau
dapat berupa kombinasi dari ketiga pencemaran tersebut.
Pencemaran yang terjadi di Danau Toba diduga berasal dari aliran
(masukan) beban limbah dari kegiatan masyarakat yang berlangsung di
indogenous (badan air danau) dan di exogenous (luar danau). Limbah yang berasal
dari kegiatan yang berlangsung di badan air bersumber dari kegiatan KJA
masyarakat maupun industri. Porpraset (1989) mengatakan, limbah organik
merupakan sisa atau buangan dari aktivitas manusia, yang biasanya tersusun dari
karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya. Sutamihardja
(1992) menyatakan bahwa bahan pencemaran yang menurunkan kualitas air dapat
menyebabkan gangguan pada kesehatan (health hazard), sanitari (sanitary
hazard) dan kerugian-kerugian secara ekonomi dan sosial.
Universitas Sumatera Utara
Beban limbah organik yang bersumber dari KJA berupa sisa pakan dan
feses ikan dapat menurunkan kualitas perairan danau. Selain itu penurunan
kualitas perairan danau juga disebabkan oleh limbah yang berasal dari luar danau
berupa limbah domestik, limbah dari kegiatan pertanian, dan peternakan yang
berada di sekitar perairan Danau Toba.
Penumpukan unsur hara hasil dekomposisi bahan organik yang berlebihan
di perairan danau, akan menimbulkan permasalahan karena, unsur hara yang
berlebihan akan menyebabkan perairan mengalami pengkayaan unsur hara
(eutrofikasi). Gejala eutrofikasi yang disebabkan oleh penumpukan zat hara ini
dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi biomassa di bgian epilimnion danau
dan tingginya laju pengendapan alga ke bagian kolom air, sehingga menyebabkan
kondisi anaerobik pada daerah hipolimnion (Gather dan Imboden, 1985). Hal
yang sama juga dikemukakan oleh Agustiyani (2004), meningkatnya unsur hara
pada perairan danau akan mengakibatkan meningkatnya biomassa organismo
primer tetapi akan menurunkan jenis konsumer yang selanjutnya mengakibatkan
melimpahnya salah satu jenis saja dan mengurangi varietas dan kualitas. Setianna
(1996) menyatakan bahwa proses masuknya unsur hara ke badan perairan dapat
melalui dua cara, yaitu: 1) penapisan air drainase lewat pelepasan hara tanaman
terlarut dari tanah; dan 2) lewat erosi permukaan tanah atau gerakan dari partikel
tanah halus masuk ke sistem drainase. Proses tersebut membutuhkan waktu yang
cukup lama, namun dapat dipercepat oleh berbagai aktivitas penduduk disekitar
perairan danau.
Dekomposisi bahan organik yang berlebihan juga akan menyebabkan
perairan mengalami kekurangan oksigen (anoxia). Proses dekomposisi tanpa
Universitas Sumatera Utara
adanya oksigen akan menyebabkan terbentuknya senyawa-senyawa toksik
(beracun) sehingga berdampak buruk terhadap organisme akuatik dan manusia
yang memanfaatkan perairan danau tersebut.
Pendangkalan yang terjadi di danau diduga berasal dari erosi yang berasal
dari tangkapan air danau (DTA) dan sempadan danau. Erosi yang tinggi pada
daerah tersebut akan terbawa oleh aliran sungai yang pada akhirnya akan
mengendap sebagai sedimen di dasar danau. Akumulasi dari erosi yang terjadi
terus-menerus akan mengarah pada terjadinya pendangkalan danau, penurunan
kuantitas dan kualitas air serta dapat merusak habitat di badan perairan danau.
Oleh sebab itu diperlukan upaya-upaya pengendalian sumber pencemaran yang
masuk ke perairan danau melalui pendekatan kesisteman dan kebijakan yang
dapat diterima oleh berbagai pihak.
Menurut Manetsch dan Park (1997), suatu pendekatan sistem akan dapat
berjalan dengan baik apabila kondisi-kondisi berikut terpenuhi: 1) Tujuan sistem
didefenisikan dengan baik dan dapat dikenali jika tidak dapat dikuantifikasikan, 2)
prosedur pembuatan keputusan dalam sistem riiladalah tersentralisasi atauj cukup
jelas batasannya, dan 3) dalam perencanaan jangka panjang memungkinkan untuk
dilakukan. Sedangkan menurut Ford (1999), mendefinisikan sistem sebagai suatu
kombinasi dari dua atau lebih elemen yang saling terkait dan memiliki
ketergantungan antar komponen.
Menurut Jorgensen (1989) dalam Marganof (2007) penggunaan model
sangat cocok untuk memecahkan permasalahan lingkungan yang kompleks.
Penggunaan model dalam masalah ekologi adalah keharusan jika ingin memahami
Universitas Sumatera Utara
tentang fungsi sistem yang kompleks seperti dalam ekosistem. Berdasarkan latar
belakang dan rumusan masalah tersebut terlihat bahwa ada keterkaitan fungsi
danau dengan dampak dari pencemaran yang terjadi di perairan danau. Oleh sebab
itu, maka dalam konteks pengelolaan KJA di Danau Toba diajukan beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kualitas perairan dan tingkat pencemaran perairan di Danau Toba?
2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kehadiran keramba jaring apung
yang dikelola oleh masyarakat?
3. Bagaimana Model Pengelolaan keramba jaring apung (KJA) masyarakat yang
berkelanjutan di perairan Danau Toba?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah membangun model pengelolaan KJA
masyarakat berkelanjutan di perairan Danau Toba. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan kegiatan-kegiatan :
1. Menganalisis kualitas perairan dan tingkat pencemaran perairan Danau Toba.
2. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap kegiatan perikanan keramba jaring
apung (KJA) di sekitar Danau Toba.
3. Membangun model yang pengelolaan keramba jaring apung (KJA) masyarakat
berkelanjutan di perairan Danau Toba.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
berbagai pihak, terutama:
1. Bagi pemerintah daerah, informasi ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan atau acuan dalam memformulasi kebijakan dalam pengelolaan
keramba jaring apung (KJA) masyarakat di perairan Danau Toba.
2. Bagi masyarakat sebagai informasi dalam pemanfaatan dan pelestarian
sumberdaya di perairan Danau Toba.
3. Sebagai sumber informasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam
menyelesaikan masalah pengelolaan keramba jaring apung (KJA) masyarakat,
khususnya di Danau Toba.
1.5 Novelty
Model hasil penelitian ini sebagai acuan pengelolaan keramba jaring