Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemukiman dan perumahan adalah kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh
manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup,
tetapi lebih jauh adalah proses bermukim manusia dalam rangka menciptakan suatu tatanan
hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. Namun demikian belum
semua anggota masyarakat dapat menikmati dan memiliki rumah yang layak, sehat, aman dan
serasi.Oleh karena itu, upaya pembangunan perumahan dan pemukiman terus ditingkatkan untuk
menyediakan jumlah perumahan yang makin banyak dengan harga terjangkau.1
Rumah atau tempat tinggal yang layak adalah kebutuhan yang paling penting bagi seluruh
masyarakat Indonesia, tetapi pada kenyataannya pemerintah lupa bahwa masih banyak
masyarakat yang belum memiliki tempat tinggal yang layak.Untuk selanjutnya dalam rangka
untuk peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan
pemukiman, serta meningkatkan efektivitas dalam penggunaan tanah terutama pada lingkungan
atau daerah yang padat penduduknya, maka perlu dilakukan penataan atas tanah, sehingga
pemanfaatan dari tanah betul-betul dapat dirasakan oleh masyarakat banyak.2Secara implisit,
kebutuhan tersebut diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945) yang
menegaskan bahwa:
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
1 Andi Hamzah, 2006, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, Rineka Cipta, Jakarta, h. 27
2 Andrian Sutedi, 2012, Hukum Rumah Susun Dan Apartemen, Sinar Grafika, Jakarta, h. 162
Page 2
maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan
bahwa : “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat.” Ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa salah satu
unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan perumahan, yang
merupakan kebutuhan dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia. setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat
strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya
membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif.
Pengaturan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan untuk
memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman,
mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional
melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang
untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber
daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi
lingkungan, baik dilingkungan hunian perkotaan maupun lingkungan hunian perdesaan, dan
menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat,
aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Penyelenggaraan perumahan
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi
peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, yang meliputi perencanaan perumahan,
Page 3
pembangunan perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian perumahan.Pengaturan
hukum mengenai perumahan saat ini telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (selanjutnya disingkat UU No. 1 Tahun 2011).
Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 memberi pengertian mengenai
perumahan yaitu : “Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik
perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.” Di dalam Pasal 1 angka 5 menjelaskan
mengenai pemukiman yaitu :“Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas
lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan
perdesaan.”Harga tanah dan bahan bangunan yang semakin meningkat, membuat kepemilikan
rumah sangat berat bagi sebagian orang.Untuk itu membeli rumah secara kredit, yang biasa
disebut Kredit Kepemilikan Rumah ( selanjutnya disingkatKPR), menjadi pilihan memiliki
rumah yang terjangkau bagi banyak orang. Penjualan rumah dengan cara KPR ini sering
digunakan oleh pengembang (developer) yang menawarkan beberapa unit rumah kepada calon
pembeli. Seringkali rumah yang ditawarkan pengembang itu dalam kondisi belum terbangun,
yaitu masih berupa kapling-kapling tanah.Pembangunan baru dimulai setelah ada calon pembeli
yang memesan rumah itu. Sistem ini dinamakan pre project selling yaitu cara penjualan properti
oleh pengembang sebelum bangunan fisik selesai dibangun.3
Minat masyarakat untuk memiliki rumah dengan sistem KPR semakin meningkat, namun hal
ini tidak diikuti dengan pemahaman mengenai proses hukum yang terkait dengan kepemilikan
rumah itu. Proses hukum pemilikan rumah berturut-turut mulai dari Surat Pesanan (selanjutnya
3 Anonim, Pakar Hukum : Apakah Kuasa Dalam PPJB Termasuk Dalam Kategori Kuasa Mutlak?,
http://m.propertykita.com/ diakses pada 10 Maret 2015, Pukul 08.00 WITA
Page 4
disingkat SP), Perjanjian Pengikatan Jual Beli (selanjutnya disingkat PPJB), Berita Acara Serah
Terima (selanjutnya disingkat BAST), Akta Jual Beli (selanjutnya disingkat AJB), sampai
dengan terbitnya sertipikat. Surat Pemesanan merupakan surat yang berisi pemesanan rumah
bagi masyarakat yang serius ingin membeli. Surat pemesanan ini merupakan transaksi awal
sebab setelah calon pembeli menandatanganinya harus membayar biaya-biaya seperti biaya
pemesanandan uang muka (selanjutnya disingkatdown payment/DP).Selain itu, calon pembeli
harus tunduk dan terikat pula dengan syarat dan ketentuan dalam surat pemesanan
tersebut.Selanjutnya, setelah pembeli membayar sejumlah tertentu (biasanya 30% dari harga
rumah), maka dilakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli.Perjanjian Pengikatan Jual Beli tersebut
ditandatangani oleh para pihak beserta saksi-saksi. Dalam proses ini, Surat Pemesanan menjadi
bagian lampiran yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli.4
Jual beli menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perjanjian bertimbal
balik dalam mana pihak yang satu (si penjual ) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu
barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas
sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
Menurut ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor
09/KPTS/1995 tanggal 23 Juni 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah, dinyatakan
bahwa ada dua pihak dalam perjanjian, yaitu :
1. Pihak Perusahaan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman atau Developer atau Pelaku
Usaha yang bertindak sebagai penjual rumah; dan
2. Pihak Konsumen selaku pembeli rumah.
Dalam banyak praktek membuat surat perjanjian sering dimasukan klausul sebagai
berikut: jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka pihak yang lain dapat
4ibid
Page 5
membatalkan perjanjian. Sebenarnya klausul semacam ini tidak perlu dimasukan kedalam
perjanjian, karena hukum perdata telah menerapkan prinsip umum dalam perjanjian
berupa syarat batal.Suatu syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian (semua
perjanjian) apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya.
Pasal 1266 KUHPerdata: “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan
yang timbal balik, andai kata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.” Syarat
batal merupakan suatu batasan, dimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya
dalam perjanjian (wanprestasi), maka pihak yang lain dalam perjanjian itu dapat membatalkan
perjanjian secara sepihak (tanpa persetujuan pihak yang wanprestasi). Klausul semacam ini
dianggap selalu ada dalam setiap perjanjian, sehingga meskipun suatu perjanjian tidak
menentukannya dalam bunyi pasal-pasalnya, prinsip ini tetap berlaku.
Tetapi keberlakuan prinsip ini tidak serta merta.Meskipun syarat bataldianggap selalu berlaku
pada semua perjanjian, namun batalnya perjanjian itu tidak dapat terjadi begitu saja, melainkan
harus dimintakan pembatalannya kepada pengadilan.Pihak yang menuduh pihak
lainnya wanprestasi, harus mengajukan pembatalan itu kepada pengadilan.Tanpa adanya putusan
pengadilan yang menyatakan bahwa salah satu pihak telah wanprestasi dan karenanya perjanjian
dibatalkan, maka bisa dikatakan tidak ada perjanjian yang batal.
Dalam banyak perjanjian pula Pasal 1266 Kitab Undang – undang Hukum Perdata(selanjutnya
disingkatKUHPerdata) tersebut seringkali dikesampingkan. Dalam praktek, banyak perjanjian
memasukan klausul sebagai berikut: perjanjian ini mengesampingkan berlakunya Pasal 1266 dan
1267 KUHPerdata. Maksud dari klausul tersebut adalah agar para pihak dapat membatalkan
perjanjiannya secara sepihak tanpa perlu mengajukan pembatalan melalui pengadilan.Karena
Page 6
Pasal 1266 KUHPerdata berlaku secara mutlak, maka percuma saja memasukan klausul tersebut
karena ujung-ujungnya pembatalan itu harus ditempuh juga lewat pengadilan.5
Dalam penelitian skripsi ini mengetengahkan sebuah fenomena hukum yang terjadi pada PT.
Bali Dewata Mas, dimana konsumennya membatalkan perjanjian jual beli yang telah disepakati
sebelumnya dengan pihak PT. Bali Dewata Mas selaku Developer, hal ini tentunya menimbulkan
kerugian bagi pihak Developer, karena pembangunan atas rumah yang sebelumnya sudah
disepakati dalam perjanjian telah mulai direalisasikan. Tentunya dalam hal ini menarik untuk
dikaji mengenai perlindungan bagi pihak developer itu sendiri.Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan diatas maka menarik untuk dibahas lebih lanjut dalam skripsi ini dengan
mengangkat judul “Pembatalan Perjanjian Secara Sepihak Oleh Konsumen Kepada PT Bali
Dewata Mas Sebagai Pengembang Perumahan.”
1.2 Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang hendak diangkat dalam skripsi ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah akibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara
sepihak oleh konsumen kepada PT. Bali Dewata Mas sebagai pengembang perumahan?
2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap pengembang dalam hal adanya
pembatalan perjanjian secara sepihak?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari agar pembahasan dalam skripsi ini tidak keluar atau melenceng dari pokok
permasalahan, maka diperlukan adanya batasan-batasan terhadap permasalahan yang akan
dibahas yaitu sebagai berikut:
5Legal Akses, Syarat Batal Perjanjian, http://www.legalakses.com/syarat-batal-perjanjian/, diakses pada 18 Mei
2015, Pukul 10.00 WITA
Page 7
Pada permasalahan pertama dibahas mengenai akibat hukum terhadap pembatalan perjanjian
yang dilakukan secara sepihak dan pada permasalahan kedua membahas mengenai bentuk
perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pengembang apabila konsumen membatalkan
perjanjian jual beli secara sepihak.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudulPembatalan Perjanjian Secara
Sepihak Oleh Konsumen Kepada PT Bali Dewata Mas Sebagai Pengembang Perumahanadalah
sepenuhnya hasil pemikiran dan tulisan yang ditulis oleh penulis sendiri dengan menggunakan 3
(tiga) skripsi sebagai referensi. Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan dengan penelitian
ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
No NAMA & NIM JUDUL RUMUSAN MASALAH
1 Wulan Cinta
Utami
09600122
Tanggung Jawab Hukum
Developer Terhadap Pembeli
Perumahan Terkait Belum
Dipenuhinya Perizinan Menurut
Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2011 Tentang
Perumahandan Kawasan
Permukiman
1. Bagaimana akibat hukum
terhadap perumahan yang
dibangun di atas tanah yang
belum mendapatkan izin?
2. Bagaimana tanggungjawab
developer terhadap pembeli
atas tanah perumahan yang
belum mendapatkan izin?
3 Dimas Surya
Harja
2008-20-058
Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli
Rumah Antara Konsumen
Dengan Pengembang
(Developer) Sebagai Upaya
Perlindungan Konsumen Dalam
Bidang Perumahan Di
Kabupaten Kudus
1. Bagaimanakah pelaksanaan
perjanjian jual beli rumah
antara konsumen dengan
pengembang (developer)
sebagai upaya perlindungan
konsumen dalam bidang
perumahan di Kabupaten
Page 8
Kudus
2. Bagaimanakah penyelesaian
sengketa bila pengembang
(developer) terjadi
wanprestasi dalam
pelaksanaan perjanjian jual
beli rumah antara konsumen
dengan pengembang?
.
Pada penelitian Wulan Cinta Utami membahas tentang Tanggung Jawab Hukum Developer
Terhadap Pembeli Perumahan Terkait Belum Dipenuhinya Perizinan Menurut Undang – Undang
Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Sedangkan dalam
penelitian ini membahas tentangPembatalan Perjanjian Secara Sepihak Oleh Konsumen Kepada
PT Bali Dewata Mas Sebagai Pengembang Perumahan.
Dalam permasalahan pertama dalam penelitian Wulan Cinta Utami sama sama mengenai akibat
hukum tetapi dalam penelitian Wulan Cinta Utami mengetengahkan akibat hukum terhadap
perumahan yang dibangun di atas tanah yang belum mendapatkan izin, sedangkan dalam
penelitian ini membahas tentang akibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan
secara sepihak oleh konsumen kepada PT. Bali Dewata Mas sebagai pengembang perumahan.
Sedangkan dalam permasalahan kedua penelitian Wulan Cinta Utami mengetengahkan tentang
tanggung jawab developer terhadap pembeli atas tanah perumahan yang belum mendapatkan
izin.Dalam penelitian ini permasalahan yang kedua membahas tentang bentuk perlindungan
hukum terhadap pengembang dalam hal adanya pembatalan perjanjian secara sepihak.Dengan
demikian penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini.
Page 9
Pada penelitian Koko Hermawan membahas tentang Perjanjian Baku Jual Beli Perumahan
Dengan Klausula Eksonerasi.Sedangkan dalam penelitian ini membahas tentangPembatalan
Perjanjian Secara Sepihak Oleh Konsumen Kepada PT Bali Dewata Mas Sebagai Pengembang
Perumahan.
Dalam permasalahan pertama penelitain Koko Hermawan membahas mengenai perjanjian jual
beli perumahan dalam bentuk kontrak baku berklausula eksonerasi sah ditinjau dari Kitab
Undang – Undang Hukum Perdata dan Undang – Undang Perlindungan Konsumen. Penelitian
ini mengetengahkanakibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak
oleh konsumen kepada PT. Bali Dewata Mas sebagai pengembang perumahan.
Sedangkan dalam permasalahan kedua penelitian Koko Hermawan mengetengahkan tentang
akibat hukum apabila perjanjian baku jual beli perumahan dengan klausula eksonerasi tidak
dipenuhi oleh konsumen. Dalam penelitian ini permasalahan kedua membahas tentang bentuk
perlindungan hukum terhadap pengembang dalam hal adanya pembatalah perjanjian secara
sepihak.Dengan demikian penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini.
Pada penelitian Dimas Surya Harja membahas tentang Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Rumah
Antara Konsumen Dengan Pengembang (Developer) Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen
Dalam Bidang Perumahan Di kabupaten Kudus.Sedangkan dalam penelitian ini membahas
tentangPembatalan Perjanjian Secara Sepihak Oleh Konsumen Kepada PT Bali Dewata Mas
Sebagai Pengembang Perumahan.
Dalam permasalahan pertama penelitian Dimas Surya Harja membahas mengenai pelaksanaan
perjanjian jual beli rumah antara konsumen dengan pengembang (developer) sebagai upaya
perlindungan konsumen dalam bidang perumahan di kabupaten kudus.Dalam penelitian ini
Page 10
mengetengahkanakibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak
oleh konsumen kepada PT. Bali Dewata Mas sebagai pengembang perumahan.
Sedangkan dalam permasalahan kedua penelitian Dimas Surya Harja mengetengahkan tentang
penyelesaian sengketa bila pengembang (developer) terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan
perjanjian jual beli rumah antara konsumen dengan pengembang.Dalam penelitian ini
permasalahan kedua membahas tentang bentuk perlindungan hukum terhadap pengembang
dalam hal adanya pembatalan perjanjian secara sepihak.Dengan demikian penelitian tersebut
berbeda dengan penelitian ini.
1.5 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah dalam kerangka pengembangan ilmu hukum
sehubungan dengan paradigma science as a process(ilmu sebagai suatu proses). Dalam
penelitian ini ilmu hukum dijadikan sebagai alat untuk mencapai kebenaran.Dalam hubungannya
dengan pembatalan perjanjian secara sepihak oleh konsumen.Paradigma ilmu tidak akan berhenti
dalam penggaliannya atas kebenaran dalam bidang perjanjian dan perumahan, khususnya yang
berkaitan dengan Pembatalan Perjanjian Secara Sepihak Oleh Konsumen Kepada PT Bali
Dewata Mas Sebagai Pengembang Perumahan.
b. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang hendak dicapai dari penelitian skripsi ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahuiakibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara
sepihak antara pengembang dengan konsumen.
Page 11
2. Untuk mengetahui dan menganalisa lebih lanjut mengenai bentukperlindungan hukum
terhadap pengembang dalam hal adanya pembatalan perjanjian secara sepihak.
1.6 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat positif bagi
perkembangan ilmu hukum, khususnya bidang Hukum Perjanjian dan Hukum Perdata terutama
yang berkaitan denganPembatalan Perjanjian Secara Sepihak Oleh Konsumen Kepada PT Bali
Dewata Mas Sebagai Pengembang Perumahan.Adapun manfaat teoritis yang hendak dicapai
yaitu:
(a) Sumbangan pemikiran pengembangan ilmu hukum tentang perumahan
(b) Untuk mengetahui masalah masalah dalam kepemilikan rumah
(c) Asas-asas perjanjian kepemilikan rumah
b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat bagi pihak Pengembang
Bagi pihak pengembang, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran
agar lebih berhati-hati juga dalam menerima konsumen yang hendak membeli rumah
hal ini untuk menghindari kerugian apabila dikemudian hari pihak konsumen secara
tiba-tiba membatalkan perjanjian jual beli yang telah disepakati sebelumnya namun
rumah sudah mulai dibangun .
2. Manfaat bagi Masyarakat
Page 12
Bagi masyarakat pada umumnya hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
referensi bagi masyarakat khususnya mengenai hukum perjanjian.Bagi kalangan
mahasiswa penelitian ini diharapkan menjadi tambahan referensi bagi yang ingin
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perjanjian jual beli perumahan ditinjau dari
aspek hukumnya.
1.7 Landasan Teoritis
Untuk meneliti mengenai suatu permasalahan hukum, maka pembahasan adalah relevan
apabila dikaji menggunakan teori-teori hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum.
Teori hukum dapat digunakan ”untuk menganalisis dan menerangkan pengertian hukum dan
konsep yuridis, yang relevan untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian
hukum.”6Menurut pendapat Mukti Fadjar dan Yulianto Achmad, teori adalah ”suatu penjelasan
yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenaisuatu fenomena atau teori juga
merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya
umum.”7
Teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang membahas atau menganalisis tidak sekedar
menjelaskan atau menjawab pertanyaan atau permasalahan secara kritis ilmu hukum maupun
hukum positif dengan menggunakan interdisipliner. Dikatakan secara kritis karena pertanyaan-
pertanyaan atau permasalahan teori hukum tidak cukup dijawab secara “otomatis” oleh hukum
positif karena memerlukan argumentasi atau penalaran.8
6 Salim H.S., 2010, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali, Jakarta, h. 54
7 Mukti Fadjar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar,
Yogjakarta, h. 134 8Sudikno Mertokusumo, 2012, Teori Hukum (edisi revisi), Cahaya Atma Pusaka, Yogjakarta,h. 87.
Page 13
Landasan teoritis atau kerangka teori adalah upaya untuk mengidentifikasi, konsep-konsep
hukum, asas-asas hukum, aturan-aturan hukum, norma-norma dan lain-lain yang akan dipakai
sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Untuk membahas permalasahan
yang diangkat dalam skripsi ini maka digunakan beberapa teori hukum, diantaranya yaitu:
1) Teori Perjanjian
Menurut Subekti Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada orang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan
hukum antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan, perjanjian itu menerbitkan suatu
perikatan antara dua orang yang membuatnya. Pengertian perikatan adalah “suatu perhubungan
hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan
itu.”9Dalam penelitian ini digunakan teori perjanjian karena berkaitan dengan pembatalan
perjanjian secara sepihak oleh konsumen.Pendapat lain juga dikemukakan oleh R. Setiawan yang
menyatakan bahwa persetujuan adalah “suatu perhubungan hukum, dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadapsuatu orang atau lebih.”10
Terdapat beberapa teori yang berkaitan dengan perjanjian yaitu sebagai berikut:
a. Teori Kehendak (wilstheorie)
Menurut teori kehendak, faktor yang menentukan adana perjanjian adalah kehendak. Meskipun
demikian, terdapat hubungan yang tidak terpisahkan antara kehendak dan pernyataan.Oleh
karena itu suatu kehendak harus dinyatakan.Namun apabila terdapat ketidak sesuaian antara
kehendak dan pernyataan, maka tidak terbentuk suattu perjanjian. Kelemahan dari teori ini
adalah akan timbul kesulitan apabila terdapat ketidak sesuaian antara kehendak dan pernyataan.
9Subekti R, 2002,Hukum Perjanjian, Cet. XIII, Intermasa, Jakarta, h. 1
10Setiawan. R, 2000,Pokok – pokok Hukum Perikatan, Cet. XII, Bina Cipta, Bandung, h.49
Page 14
Karena dalam kehidupan sehari-hari seseorang harus mempercayai apa yang dinyatakan oleh
orang lain.Teori kehendak ini digunakan untuk menganalisa permasalahan pertama yaitu akibat
hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak antara pengembang
dengan konsumen.
b. Teori Pernyataan (verklaringstheorie)
Menurut teori pernyataan, pembentukan kehendak terjadi dalam ranah kejiwaan seseorang.
Sehingga pihak lawan tidak mungkin mengetahui apa yang sebenarnyaterdapat didalam benak
seseorang. Dengan demikian suatu kehendak yang tidak dikenali oleh pihak lain tidak mungkin
menjadi dasar dari terbentuknya suatu perjanjian. Agar suatu kehendak dapat menjadi perjanjian,
maka kehendak tersebut harus dinyatakan. Sehingga yang menjadi dasar terikatnya seseorang
terhadap suatu perjanjian adalah apa yang dinyatakan oleh orang tersebut. Lebih lanjut menurut
teori ini, jika ketidak sesuaian antara kehendak dan pernyataan, maka hal ini tidak akan
menghalangi terbentukanya perjanjian. Teori pernyataan lahir sebagai jawaban terhadap
kelemahan teori kehendak.Namun teori ini juga memiliki kelemahan karena teori pernyataan
hanya berfokus pada pernyataan dan tidak memperhatikan kehendak seseorang.Sehingga
terdapat potensi kerugian yang terjadi apabila tidak terdapat kesesuaian antara kehendak dan
pernyataan.
c. Teori Kepercayaan (vertrouwenstheorie)
Teori kepercayaan berusaha untuk mengatasi kelemahan dari teori pernyataan.Oleh karena itu
teori ini juga dapat disebut sebagai teori pernyataan yang diperlunak.Menurut teori ini, tidak
semua pernyataan melahirkan perjanjian. Suatu pernyataan hanya akan melahirkan perjanjian
apabila pernyataan tersebut menurut kebiasaan yang berlaku didalam masyarakat menimbulkan
kepercayaan bahwa hal yang dinyatakan memang benar dikehendaki. Dengan kata lain, hanya
Page 15
pernyataan yang disampaikan sesuai dengan keadaan tertentu (normal) yang menimbulkan
perjanjian. Lebih lanjut menurut teori ini terbentuknya perjanjian tergantung pada kepercayaan
atau pengharapan yang muncul dari pihak lawan sebagai akibat dari pernyataan yang
diungkapkan.Teori kepercayaan digunakan untuk menganalisa permasalahan pertama yaitu
akibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak antara pengembang
dengan konsumen.
d. Teori Kesepakatan (Konsensualitas)
Sebagaimana yang tersirat dalam pasal 1320 KUHPerdata, bahwa sebuah kontrak sudah
terjadi dan karenannya mengikat para pihak dalam kontrak sejak terjadi kata sepakat tentang
unsur pokok dari kontrak tersebut. Dengan kata lain, kontrak sudah sah apabila sudah tercapai
kesepakatan mengenai unsur pokok kontrak dan tidak diperlukan formalitas tertentu. Banyak
pertanyaan, kapan saatnya kesepakatan dalam perjanjian itu terjadi. Kesepakatan itu akan timbul
apabila para pihak yang membuat perjanjian itu pada suatu saat bersama-sama berada disatu satu
tempat dan disitulah terjadi kesepakatan itu. Akan tetapi dalam praktek tidak sedemikian sering
terjadi, dan banyak perjanjian terjadi melalui surat menyurat, sehingga juga timbul persoalan
kapan kesepakatan itu terjadi. Hal ini penting dikarenakan untuk perjanjian-perjanjian yang
tunduk pada azas konsensualitas, saat terjadinya kesepakatan merupakan saat terjadinya
perjanjian.Kekuatan mengikat dari suatu kontrak adalah “lahir ketika telah adanya kata sepakat,
atau dikenal dengan asas konsensualitas, dimana para pihak yang berjanji telah sepakat untuk
mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian hukum.”11
Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan bahwa menurut ajaran yang lazim
dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang melakukan
11
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Azas-azas Hukum Perdata, Alumni Bandung 2000, Hal.214
Page 16
penawaran (efferter) menerima yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah dapat
dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Bahwa mungkin ia tidak membaca menjadi
tanggungjawabnya sendiri. Ia dianggap sepantasnya membaca surat-surat yang diterimanya
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.12
2) Teori Kepastian Hukum
Kepastian hukum atau rechtszekerheid menurut J.M.Otto, dalam buku Tatiek Sri Djatmiati
terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut :13
a. Adanya aturan yang konsisten dan dapat diterapkan yang ditetapkan negara.
b. Aparat pemerintah menerapkan aturan hukum tersebut secara konsisten dan
berpegang pada aturan hukum tersebut.
c. Rakyat pada dasarnya tunduk pada hukum.
d. Hakim yang bebas dan tidak memihak secara konsisten menerapkan aturan
hukum tersebut.
e. Putusan hakim dilaksanakan secara nyata.
Pengertian kepastian hukum dalam buku Peter Mahmud Marzuki dengan mengutip pendapat
Van Apeldorn menyatakan sebagai berikut:
Pertama, kepastian hukum berarti dapat ditentukan hukum apa yang berlaku untuk
masalah-masalah konkrit. Dengan dapat ditentukan masalah-masalah konkrit, pihak-
pihak yang berperkara sudah dapat mengetahui sejak awal ketentuan-ketentuan apakah
yang akan dipergunakan dalam sengketa tersebut.
Kedua, kepastian hukum berarti perlindungan hukum, dalam hal ini pihak yang
bersengketa dapat dihindarkan dari kesewenang-wenangan penghakiman.14
Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang
bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh
12
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta Cet VI. 1979, Hal.29-30. 13
Tatiek Sri Djatmiati, 2002, Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia, Disertasi, PPS Unair, Surabaya, h.18. 14
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h. 59.
Page 17
dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah
karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja
yang boleh dibabankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan
hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam
putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang
serupa yang telah di putuskan.15
Teori kepastian hukum terkait dengan permasalahan pertama
dalam skripsi ini yaitu apabila ada pihak yang membatalkan perjanjian secara
sepihak.Pembatalan perjanjian ini tentunya mempunyai akibat hukum bagi para piak yang terikat
di dalamnya.Teori kepastian hukum digunakan untuk mengkaji permasalahan pertama mengenai
akibat hukum terhadap pembatalan perjanjian secara sepihak antara pengembang dengan
konsumen, dan permasalah kedua mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap pengembang
dalam hal adanya pembatalan perjanjian secara sepihak.Dengan tujuan untuk menjamin
kepastian hukum dari pihak pengembang perumahan.
3) Teori Perlindungan Hukum
Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek hukum yang
dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban.Hak dan kewajiban yang timbul dari
hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum, sehingga anggota masyarakat merasa
aman dalam melaksanakan kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum
dapat diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang
akanmendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang bersangkutan
merasa aman.
15 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, h. 158
(selanjutnya disebut Peter II)
Page 18
Pendapat Sunaryati Hartono mengatakan bahwa “hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah
dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan
sosial.”16
Berdasarkan uraian diatas, orang yang lemah dimaksudkan yaitu masyarakat yang
awam tentang hukum dan juga bagi masyarakat yang tidak mampu.Lemah disini artinya
masyarakat memerlukan perlindungan dari tindakan–tindakan yang bisa mengakibatkan kerugian
bagi dirinya.
Menurut Fitzgerald, beliau menjelaskan teori pelindungan hukum Salmond bahwa “hukum
bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat
karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya
dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.”17
Kepentingan
hukum adalah “mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas
tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.”18
Menurut
Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah “memberikan pengayoman terhadap hak asasi
manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat
agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.”19
Teori perlindungan hukum dalam penelitian ini tentunya didasari oleh teori perlindungan hukum
yang dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, dimana perlindungan hukum yang dilakukan dalam
wujud perlindungan hukum preventif, artinya “ketentuan hukum dapat dihadirkan sebagai upaya
pencegahan atas tindakan pelanggaran hukum.Upaya pencegahan ini diimplementasikan dengan
membentuk aturan-aturan hukum yang bersifat normatif.”20
Ada dua macam bentuk perlindungan
hukum, yaitu perlindungan hukum yang bersifat preventif dan represif.Preventif artinya
16
Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, h. 55 17
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 53 18
Ibid, h. 69 19
Ibid, h. 54 20
Budi Agus Riswandi, 2005, Aspek Hukum Internet Banking, Persada, Jogjakarta, h.200
Page 19
perlindungan yang diberikan sebelum terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan
hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang muncul apabila terjadi suatu
pelanggaran terhadap norma-norma hukum dalam peraturan perundang-undangan.
Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan
hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya
merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-
anggota masyarakat dan antara perseroan dengan pemerintah yang dianggap mewakili
kepentingan masyarakat.Dalam kaitannya dengan penelitian dalam skripsi ini, pihak Developer
tentunya juga perlu mendapatkan perlindungan hukum apabila pihak konsumen tiba-tiba
membatalkan perjanjian jual beli yang telah disepakati sebelumnya secara sepihak.Teori
perlindungan hukum untuk mengkaji permasalah kedua mengenai bentuk perlindungan hukum
terhadap pengembang dalam hal adanya pembatalan perjanjian secara sepihak. Digunakannya
teori perlindungan hukum bertujuan untuk menganalisa perlindungan hukumapa yang diberikan
oleh Undang–undang kepada pengembang perumahan dalam hal pembatalan perjanjian secara
sepihak antara pengembang perumahan dengan konsumen.
1.8 Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian hukum
empiris, yaitu “penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan dan mengenai
pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, Undang-Undang atau
kontrak) secara in action/in abstractopada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat
(in concreto).”21
Penelitian empiris harus dilakukan dilapangan dengan metode dan teknik
21
Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 134
Page 20
penelitian lapangan yaitu mengadakan kunjungan dan berkomunikasi dengan para pihak yang
berkaitan langsung.Dalam kaitannya dengan penelitian skripsi ini maka penelitian dilakukan di
PT. Bali Dewata Mas.Dengan mengkaji pembatalan perjanjian secara sepihak yang dilakukan
oleh konsumen kepada pengembang perumahan.
1. Jenis Pendekatan
Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan adalah bahan untuk mengawali sebagai dasar
sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan analisis. Pendekatan
yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu :
a. Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) hal ini dimaksudkan bahwa peneliti
menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar awal melakukan analisis.
Morris L. Cohen and Kent C. Olson dalam bukunya yang berjudul Legal Research
menyatakan bahwa: “legal research is an essential component of legal practice. It is the
process of finding the law that governs an activity and materials that explain or analyze
that law”22
dalam terjemahan bebasnya bahwa penelitian hukum yang berdasarkan kaidah
perundang-undangan sebagai suatu hal yang penting dalam penerapan hukum secara
praktek. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan perundang–undangan (UUD NRI
Tahun1945, KUH Perdata, UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/1995
tanggal 23 Juni 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual beli Rumah) untuk mengkaji
pembatalan perjanjian secara sepihak antara pengembang perumahan dengan konsumen.
22Morris L. Cohen and Kent C. Olson, 2000, Legal Research, http://www.opensiuc.lib.siu.edu, diakses pada 20 Mei
2015, Pukul 13.00 WITA
Page 21
b. Pendekatan analitis (Analytical Approach). Dalam penelitian ini digunakan pendekatan
analitis untuk mengkaji permasalahan pertama mengenai akibat hukum terhadap
pembatalan perjanjian oleh konsumen yang dilakukan secara sepihak antarapengembang
dengan konsumen dan permasalahan kedua mengenai bentuk perlindungan hukum
terhadap pengembang dalam hal adanya pembatalan perjanjian secara sepihak.
c. Pendekatan kasus (case approach), pendekatan kasus dalam penelitian hukum bertujuan
“untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang diterapkan dalam praktik
hukum.”23
Dalam pendekatan kasus dilakukan di PT Bali Dewata Mas Denpasar.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang
bersifat deskriptif analitis bertujuan “untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang
manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya,”24
maka dapat diambil data obyektif karena ingin
menggambarkan kenyataan yang terjadi pada PT. Bali Dewata Mas dalam menyelesaikan
permasalahan konsumen yang membatalkan perjanjian jual beli secara sepihak.
3. Data dan Sumber Data
Dalam penelitian hukum empiris data dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Data primer, yaitu “data yang diperoleh terutama dari penelitian yang dilakukan
langsung didalam masyarakat.”25
Sumber data primer yang diperoleh dari penelitian
ini dengan melakukan penelitian yang berlokasi di PT. Bali Dewata Masatas kasus
yang terjadi dimana developer mengalami kerugian karena konsumen tiba-tiba
membatalkan perjanjian jual beli secara sepihak. Penelitian ini menggunakan teknik
23
Mukti Fadjar, dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar,
Yogjakarta, h. 185-190 24
Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, UI press, Jakarta, (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto
II) h. 10. 25
Ibid, h. 156
Page 22
wawancara dengan informan dan responden yang ada pada lokasi penelitian tersebut.
Informan, adalah orang atau individu yang memberikan informasi data yang
dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang diketahuinya. Informan diperlukan didalam
penelitian empiris untuk mendapatkan data secara kualitatif. Responden, adalah
“seseorang atau individu yang akan memberikan respons terhadap pertanyaan yang
diajukan oleh peneliti. Responden ini merupakan orang atau individu yang terkait
secara langsung dengan data yang dibutuhkan.”26
2. Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaandengan menggunakan bahan-
bahan hukum sebagai berikut:27
(a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
(c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
(d) Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/1995 tanggal
23 Juni 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah
(e) Literatur-literatur, buku-buku, makalah dan jurnal yang ditulis oleh para ahli
dan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan masalah yang dibahas.
(f) Kamus hukum dan kamus Bahasa Indonesia.28
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data primer yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode
wawancara dengan mengambil sampel secara Non Random Sampling, yaitu suatu cara
26
Ibid, h. 174 27
Ronny Hanitijo Soemitro, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 24.
28
Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, 2004, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 120
Page 23
menentukan sampel dimana peneliti telah menentukan atau menunjuk sendiri sampel dalam
penelitiannya. Sesuai dengan judul dalam penulisan skripsi ini maka dalam penelitian ini sampel
yang digunakan yaitu PT. Bali Dewata Masdengan mewawancarai para direktur atau staff yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.
Teknik pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini menggunakan konsep – konsep hukum
antara lain teknik studi dokumen melalui kepustakaan dipergunakan dengan cara mencatat data-
data yang bersumber pada bahan hukum primer maupun dari bahan hukum sekunder yang
berupa buku-buku tulisan dari para sarjana dan bahan hukum tersier yang berupa kamus hukum
dan kamus bahasa indonesia.
5. Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Adapun lokasi Penelitian dalam penyusunan penelitian ini pada PT. Bali Dewata
Mas.Terpilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian dikarenakan pada PT Bali Dewata Mas
terjadi permasalahan sebagaimana yang hendak dibahas lebih lanjut dalam skripsi ini.
Dalam Penelitian ini metode sampel yang digunakan adalah sampel secara Non Random
Sampling, yaitu suatu cara menentukan sampel dimana peneliti telah menentukan atau menunjuk
sendiri sampel dalam penelitiannya. Sesuai dengan judul dalam penulisan skripsi ini maka dalam
penelitian ini sampel yang digunakan yaitu PT. Bali Dewata Mas.
Penentuan informan dilakukan dengan teknik penentuan informan dengan menggunakan
metode snowball sampling yang dipilih berdasarkan penunjukan atau rekomendasi dari sampel
sebelumnya. Sampel pertama yang diteliti ditentukan sendiri oleh peneliti yaitu dengan mencari
informan kunci, kemudian informan berikutnya yang akan dijadikan sampel tergantung dari
rekomendasi yang diberikan oleh informan kunci. Yang diawali dengan menunjuk sejumlah
informan yaitu informan yang mengetahui, memahami, dan berpengalaman sesuai dengan objek
Page 24
penelitian ini yakni Direktur PT. Bali Dewata Mas dan Bidang Pemasaran PT. Bali Dewata
Mas.Peneliti menentukan sampel di PT. Bali Dewata Mas, memilih informan kunci yaitu dengan
mencari Direktur kemudian informan berikutnya tergantung pada rekomendasi dari direktur
tersebut, menyangkut orang – orang yang mengetahui, memahami dan berpengalaman dalam
objek dari penelitian ini.
6. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data dilapangan pada PT
Bali Dewata Mas sehingga siap pakai untuk dianalisa.29
Setelah data dikumpulkan kemudian
data diolah secara kualitatif dengan melakukan studi perbandingan antara data di PT. Bali
Dewata Mas dengan data kepustakaan sehingga akan diperoleh data yang bersifat saling
menunjang antara teori dengan praktik.
7. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisa data yang telah dikumpulkan tersebut, digunakan metode analisis deskriptif,
yaitu “menggambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori
untuk memperoleh kesimpulan.”30
Dalam metode analisis deskriptif, setelah data dianalisis
kemudian disusun kembali secara sistematis sehingga mendapatkan kesimpulan tentangakibat
hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak antara pengembang
dengan konsumen dan bentuk perlindungan hukum terhadap pengembang dalam hal adanya
pembatalan perjanjian secara sepihak.
29Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h. 72
30Suharsini Arikunto, 1986, Prosedur Penelitian, Bina Aksara, Jakarta, h. 194.