1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu unsur reformasi total adalah tuntutan pemberian otonomi luas kepada daerah kabupaten dan kota. Tuntutan seperti ini adalah wajar, paling tidak untuk dua sebab yakni: 1) intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar di masa lalu telah menimbulkan masalah rendahnya kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah, 2) tuntutan pemberian otonomi itu juga muncul sebagai jawaban untuk memasuki era new game yang membawa new rules pada semua aspek kehidupan manusia di masa depan. Di era seperti ini dimana globalization cascade sudah semakin meluas, pemerintah akan semakin hilang kendali pada banyak persoalan, seperti pada perdagangan internasional, informasi dan ide, serta transaksi keuangan. Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 1 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 2 merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah. Misi utama kedua undang-undang tersebut adalah desentralisasi fiskal, yang diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata yaitu: pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan di 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
79
Embed
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/470/4/4_bab1sd3.pdf · Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok.4 Diantara sumber pendapatan asli daerah yang berasal
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu unsur reformasi total adalah tuntutan pemberian otonomi luas
kepada daerah kabupaten dan kota. Tuntutan seperti ini adalah wajar, paling tidak
untuk dua sebab yakni: 1) intervensi pemerintah pusat yang terlalu besar di masa
lalu telah menimbulkan masalah rendahnya kapabilitas dan efektivitas pemerintah
daerah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di
daerah, 2) tuntutan pemberian otonomi itu juga muncul sebagai jawaban untuk
memasuki era new game yang membawa new rules pada semua aspek kehidupan
manusia di masa depan. Di era seperti ini dimana globalization cascade sudah
semakin meluas, pemerintah akan semakin hilang kendali pada banyak persoalan,
seperti pada perdagangan internasional, informasi dan ide, serta transaksi
keuangan.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah1 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah2 merupakan titik awal
berjalannya otonomi daerah. Misi utama kedua undang-undang tersebut adalah
desentralisasi fiskal, yang diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata yaitu:
pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat
dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan di
1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah
2
seluruh daerah. Kedua, memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui
pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang lebih
rendah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di
Indonesia. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa pengembangan otonomi
pada daerah kabupaten dan kota diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-
prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan
dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada
pemerintah daerah secara proporsional. Artinya, pelimpahan tanggungjawab akan
diikuti oleh pengaturan pembagian, pemanfaatan dan sumber daya nasional yang
berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Perkembangan administrasi negara dewasa ini baik di negara maju
maupun di negara berkembang mengarah pada peningkatan efisiensi dan
profesionalisme pelayanan publik. Semua yang bergerak dalam administrasi
publik harus tertata secara rasional, efisien serta dinamis dalam melayani
masyarakat. Apalagi di dalam era globalisasi sekarang ini harus dilihat dalam
konteks bagaimana mengoptimalkan fungsi-fungsi pemerintahan dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat karena kehadiran pemerintah
merupakan keinginan masyarakat dan salah satu tugas umum pemerintah yang
utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu,
3
pemerintah harus mempersiapkan konsep pelayanan yang berkualitas dan dapat
dipertanggungjawabkan serta berusaha meminimalkan ketidakpuasan pelanggan
dengan memberikan pelayanan yang prima, baik di pusat maupun di daerah.
Salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan sumber-sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dilakukan antara lain dengan jalan
meningkatkan penerimaan sektor pajak daerah dan retribusi daerah, baik melalui
intensifikasi maupun ekstensifikasi pungutan. Hal ini diatur dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah3.
Undang-undang ini menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan
pedoman kebijaksanaan dan arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan
pajak dan retribusi, sekaligus menetapkan peraturan untuk menjamin penerapan
prosedur umum perpajakan daerah.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 2 tentang
Jenis Pajak Provinsi yaitu terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok.4
Diantara sumber pendapatan asli daerah yang berasal dari sektor pajak
daerah yang cukup penting dan potensial adalah Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) karena banyak
menunjang pembiayaan daerah.
3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 2 tentang Jenis Pajak Provinsi
4
Pengelolaan pemungutan dan pengurusan Pajak Kendaraan Bermotor
dilakukan pada satu kantor yang melibatkan beberapa unsur yang terkait didalam
pengelolaannya. Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor yang dilaksanakan pada
satu kantor ini dikenal dengan istilah SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal
Satu Atap). Pedoman tata laksana SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal
Satu Atap) diatur dalam Intruksi Bersama (INBERS) Menteri Pertahanan dan
Keamanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor
INS/03/M/X/1999, Nomor 29 Tahun 1999, Nomor 6/IMK.014/1999 tentang
pelaksanaan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) dalam
penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Surat Tanda Coba
Kendaraan Bermotor (STCK), Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB),
Tanda Coba Kendaraan Bermotor (TCKB) dan pemungutan Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) serta
Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) tertuang
dalam Surat Keputusan Bersama yang ditandatangani oleh Kepala POLRI,
Direktur Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah serta Direktur PT.
Jasa Raharja (Persero). Isi keputusan tersebut antara lain:
1. Bahwa dalam rangka usaha peningkatan, pengamanan dan penertiban
pelaksanaan pemungutan pajak-pajak daerah khususnya pemungutan
PKB dan BBN-KB maka perlu lebih ditingkatkan kerjasama antara
aparat Gubernur kepada daerah dan Aparat Komando daerah
Kepolisian diseluruh Indonesia.
2. Bahwa makin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, maka
peningkatan penerimaan disektor ini harus diimbangi dengan usaha-
usaha efisiensi baik dalam sistem, administrasi dan kebijaksanaan
pemungutan.
3. Bahwa pemungutan PKB dan BBN-KB serta Sumbangan Wajib Dana
Kecelakaan lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) adalah sangat erat
hubungannya dengan pengeluaran STNK, sehingga penelitian tentang
5
utang STNK setiap tahun akan berarti pula penelitian pelunasan Pajak-
pajak Kendaraan Bermotor dan pelunasan SWDKLLJ.
4. Bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan yang sebaik-baiknya
kepada pemilik kendaraan bermotor, perlu diadakan penyederhanaan
cara membayar pungutan-pungutannya yang kaitannya dengan
kendaraan bermotor, maka untuk itu perlu adanya suatu tempat (loket)
dimana pemilik kendaraan bermotor sekaligus dapat menyelesaikan
pembayaran biaya administrasi kendaraan bermotor, pajak dan
Sumbangan Wajib Dana kecelakaan lalu Lintas Jalan.5
Ketiga instansi pemerintah di atas masing-masing mendelegasikan kepada
dinas-dinas dibawahnya untuk menangani tugas-tugas yang bersifat operasional di
lapangan. Menteri Pertahanan dan Keamanan mendelegasikan kepada Kepolisian
Republik Indonesia (POLRI), Menteri Keuangan mendelegasikan kepada PT. Jasa
Raharja (Persero) dan Menteri Dalam Negeri mendelegasikan kepada Dinas
Pendapatan Provinsi yang masing-masing membuka cabang pada masing-masing
Kabupaten dan Kota dengan tugas:
1. Dinas Pendapatan, bertugas untuk memungut Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-
KB).
2. Kepolisian, bertugas memberi pelayanan registrasi dan identifikasi
Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Surat Tanda Coba
Kendaraan Bermotor (STCK), Tanda Nomor Kendaraan Bermotor
(TNKB), dan Tanda Coba Kendaraan Bermotor (TCKB).
3. PT. Jasa Raharja (Persero), bertugas memungut Sumbangan Wajib
Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ).6
Pajak Kendaraan Bermotor yang dipungut sebagai sumber pendapatan
daerah, kewenangannya berada ditangan Gubernur yang meliputi pendaftaran/
pendataan, penetapan, penyetoran, pembukuan dan pelaporan, keberatan dan
5 Inbers Menteri Pertahanan dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan
Nomor INS/03/M/X/1999, Nomor 29 Tahun 1999, Nomor 6/IMK.014/1999 tentang
pelaksanaan SAMSAT 6 Inbers Menteri Pertahanan dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan
Nomor INS/03/M/X/1999, Nomor 29 Tahun 1999, Nomor 6/IMK.014/1999 tentang
pelaksanaan SAMSAT
6
banding, penagihan, pembetulan, pembatalan, pengurangan, penghapusan atau
pengurangan sanksi administrasi dan pengambilan kelebihan pembayaran yang
kesemuanya dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Provinsi.
Dalam upaya peningkatan pengamanan dan penertiban pelaksanaan
pemungutan pajak-pajak daerah khususnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB),
perlu ditekankan kerjasama antara aparat Gubernur Kepala Daerah dengan aparat
Komando Daerah Kepolisian Republik Indonesia. Perlunya kerjasama tersebut
adalah karena pekerjaan yang dilakukan Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan
Daerah melalui seksi PKB dan BBN-KB berkaitan dengan pekerjaan polisi.
Hasil yang diperoleh dari pendapatan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
berada di bawah Koordinasi Dinas Pendapatan Daerah. Dinas Pendapatan Daerah
dalam melaksanakan tugasnya serta untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat, membentuk cabang-cabang yang langsung bersentuhan dengan
masyarakat. Cabang-cabang pelaksana kebijakan dari Dinas Pendapatan Daerah
dikenal dengan nama Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan (CPDP) Daerah. Di
Daerah Provinsi Jawa Barat, Dinas Pendapatan Daerah Provinsi membentuk
Cabang-cabang Pelayanan Dinas Pendapatan (CPDP) yang tersebar di 34 unit di
seluruh Jawa Barat. Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah dibentuk
berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2010 tentang
Tugas Pokok dan Fungsi Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Dinas Pendapatan
Daerah Provinsi Jawa Barat.7
7 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2010 tentang Tugas Pokok dan Fungsi
Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat
7
Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah memiliki tugas pokok
melaksanakan pelayanan, pengembangan, pelatihan konservasi dan pelestarian
dibidangnya sesuai dengan kebijaksanaan Gubernur. Khusus untuk daerah Kota
dan Kabupaten Bandung terdapat lima Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan
Daerah (CPDP) yaitu: CPDP Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung I Pajajaran,
CPDP Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan, CPDP Daerah
Provinsi Wilayah Kota Bandung III Soekarno-Hatta, CPDP Daerah Provinsi
Wilayah Kabupaten Bandung I Rancaekek, dan CPDP Daerah Provinsi Wilayah
Kabupaten Bandung II Soreang yang berada dibawah Dinas Pendapatan Daerah
Provinsi tetapi berkoordinasi dengan instansi yang berkaitan dengan kelancaran
pemasukan Pajak Kendaraan Bermotor. Dalam hal ini instansi yang dimaksud
adalah Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan PT. Jasa Raharja (Persero).
SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) dalam menjalankan
tugasnya melibatkan tiga instansi yang berbeda yaitu Dinas Pendapatan Daerah
Provinsi Jawa Barat, Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) dan PT.
Jasa Raharja (Persero), untuk itu maka diperlukanlah koordinasi untuk
menertibkan jalannya kegiatan operasional di lapangan. Pelaksanaan koordinasi
diantara Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat, POLRI dan PT. Jasa
Raharja (Persero) bukan sekedar menyangkut persoalan mengkomunikasikan
informasi ataupun membentuk struktur-struktur administrasi yang cocok,
melainkan menyangkut pula persoalan yang lebih mendasar, yakni praktek
pelaksanaan kekuasaan. Hal ini sama dengan pelaksanaan pengarahan yaitu
membimbing, membina, mengarahkan dan menggerakkan orang-orang agar mau
8
bekerjasama untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi yang kompleks terdiri
dari tiga instansi yang berbeda, dimana tiap instansi membawa tugas pokok dan
fungsi masing-masing yang akan menimbulkan bertambahnya masalah
komunikasi yang sukar untuk memperoleh koordinasi yang baik. Kesulitan-
kesulitan dalam koordinasi itu akan timbul, baik yang bersifat horizontal maupun
yang bersifat vertikal.
Pelaksanaan koordinasi dan pengarahan merupakan integral yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain dan dapat mempengaruhi efektivitas individu,
efektivitas kelompok dan efektivitas organisasi. Integrasi kegiatan melalui
koordinasi tentunya akan membantu mewujudkan tujuan tiap instansi. Untuk
menunjang agar tujuan tersebut dapat tercapai, masing-masing instansi
mempunyai wewenang dan tugas yang dapat dipertanggungjawabkan kepada
atasannya masing-masing. Namun demikian, wewenang dan tanggungjawab
tersebut perlu dikoordinasikan secara bersama-sama sepanjang terkait dengan
pelaksanaan teknis SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap). Oleh
karena itu SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) dalam
melaksanakan kinerjanya dibina dan dibimbing secara terus menerus oleh Tim
Pembina SAMSAT yang telah ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
Jawa Barat.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan8, SAMSAT mengadakan penyesuaian
sehubungan dengan Pasal 70 ayat (2) yang menyatakan bahwa Surat Tanda
8 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
9
Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor berlaku
selama 5 (lima) tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun.
Pengesahan dilakukan oleh POLRI, apabila Wajib Pajak telah membayar PKB
dan SWDKLLJ serta melaksanakan komputerisasi administrasi kendaraan
bermotor pada setiap SAMSAT secara nasional.
Pengaturan dan penataan yang dilaksanakan oleh SAMSAT bertujuan
untuk:
1. Memberikan kemudahan kepada masyarakat pemilik kendaraan bermotor
untuk memenuhi kewajiban membayar pajaknya, sehingga dapat memberikan
pelayanan yang berkualitas serta sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
masyarakat dan pemerintah, khususnya dalam pengurusan STNK dimana
prosedur pengurusan mudah serta cepat dan Wajib Pajak hanya datang ke satu
tempat.
2. Meningkatkan daya guna pelaksanaan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB) karena pungutan PKB/ BBN-KB dan SWDKLLJ sangat erat kaitannya
dengan pengeluaran STNK sehingga penelitian ulang setiap tahun akan berarti
pula pelunasan PKB dan SWDKLLJ.
3. Pengawasan dan penertiban pelaksanaan pungutan PKB/ BBN-KB dan
SWDKLLJ dengan penelitian ulang tiap tahun, maka dari segi penertiban
terhadap pemilik kendaraan bermotor oleh pihak kepolisian serta
terselenggaranya pengamanan terhadap pemilik dari tindakan melanggar
hukum serta dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak.
10
Adapun tugas koordinator berdasarkan Intruksi Bersama Menteri
Pertahanan dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor
INS/03/M/X/1999, Nomor 29 Tahun 1999, Nomor 6/IMK.014/1999 mengenai
pelaksanaan SAMSAT dalam penerbitan STNK, STCK, TNKB, TCKB dan
Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), BBN-KB serta SWDKLLJ
adalah:
1. Mengkoordinir kegiatan di luar teknis administrasi;
2. Melakukan pengaturan tata kerja dan tata ruang gedung Kantor Bersama
SAMSAT.9
Dengan melaksanakan pelayanan tersebut diperlukanlah koordinasi oleh
semua instansi yang terlibat agar dapat memperoleh suatu hasil yang efektif di
dalam suatu pelayanan, baik POLRI bertugas memberi pelayanan registrasi dan
identifikasi STNK, STCK, TNKB, TCKB, Dinas Pendapatan Daerah yang
bertugas memungut PKB dan BBN-KB dan PT. Jasa Raharja (Persero) bertugas
memungut Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ).
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tugas pokok Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi yakni bertanggungjawab dalam melaksanakan
koordinasi antar instansi dalam proses pelayanan SAMSAT, maka Cabang
Pelayanan Dinas Pendapatan berkoordinasi dengan instansi yang terkait agar
diperoleh kerjasama yang sinergi dalam melayani wajib pajak pada SAMSAT.
Adapun salah satu SAMSAT yang ada di kota Bandung yaitu SAMSAT Cabang
Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II
9 Inbers Menteri Pertahanan dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan
Nomor INS/03/M/X/1999, Nomor 29 Tahun 1999, Nomor 6/IMK.014/1999 tentang
pelaksanaan SAMSAT
11
Kawaluyaan melakukan koordinasi dengan instansi terkait yaitu POLRI dan PT.
Jasa Raharja (Persero) provinsi Jawa Barat.
Adapun komposisi wajib pajak yang melakukan registrasi dan identifikasi
kendaraan bermotor, pembayaran PKB, BBN-KB dan SWDKLLJ pada SAMSAT
Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II
Kawaluyaan dapat dilihat pada total penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor
dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) pada tabel dibawah ini:
Tabel 1.1
Total Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor
Pada SAMSAT CPDP Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II
Kawaluyaan
Terhitung dari Januari s/d Maret 2013
No Bulan SKPD Pajak Kendaraan Bermotor
1. Januari 18,355
2. Februari 16,245
3. Maret 16,909
JUMLAH 51,509
Sumber: Bagian Bendahara Penerimaan CPDP Daerah Provinsi Wilayah Kota
Bandung II Kawaluyaan.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa wajib pajak yang harus
mendapatkan pelayanan yang prima semakin banyak, hal ini menuntut para
penyedia pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) yaitu
Dispenda, POLRI dan PT. Jasa Raharja (Persero) untuk lebih meningkatkan
koordinasi diantara mereka agar efektivitas pelayanan tercapai, sehingga wajib
pajak merasa puas dengan pelayanan yang diberikan sebagai tanggungjawab pihak
pemerintah dalam mewujudkan tujuannya.
12
Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan pada SAMSAT (Sistem
Administrasi Manunggal Satu Atap) unit Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan
(CPDP) Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan, diketahui bahwa
efektivitas pelayanan belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal ini
terlihat pada beberapa indikasi sebagai berikut:
1. Rasa empaty dalam pelayanan rendah, dibuktikan dengan adanya perlakuan
yang tidak adil oleh petugas dalam memberikan pelayanan kepada wajib
pajak. Contoh kasus yang terjadi dilapangan yaitu wajib pajak yang
mempunyai hubungan saudara atau hubungan teman dengan petugas,
pengurusan dalam pelayanannya sering kali didahulukan.
2. Kemudahan dan kesederhanaan persyaratan administrasi pengurusan STNK
masih kurang dikarenakan wajib pajak harus menyiapkan beberapa
persyaratan dalam pengurusan STNK. Contoh untuk proses mutasi, BBN-KB
dan STNK ulang lima tahun kendaraan harus dilakukan cek fisik terlebih
dahulu; memfotocopy beberapa berkas; dan untuk proses BBN-KB II
pengambilan berkas untuk tahun 2008 ke bawah masih dilakukan di SAMSAT
Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Bandung III
Soekarno Hatta.
Penulis beranggapan bahwa salah satu faktor tidak tercapainya efektivitas
pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang
Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan ini
disebabkan karena lemahnya koordinasi fungsional antara instansi terkait sebagai
pelaksana operasional.
13
Maka berdasarkan dari indikasi-indikasi permasalahan di atas, penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dengan menuangkannya dalam
bentuk skripsi yang berjudul: “Pengaruh Koordinasi Antar Instansi terhadap
Efektivitas Pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap)
pada Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota
Bandung II Kawaluyaan.”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis
merumuskan identifikasi masalah dengan indikasi-indikasi masalah sebagai
berikut:
1. Koordinator intern yaitu unsur kepolisian kurang memonitoring dan
menertibkan seluruh pelaksanaan kegiatan lapangan yang berkaitan dengan
mekanisme pembayaran PKB/ BBN-KB, pembayaran SWDKLLJ sampai
dengan penyerahan STNK kepada wajib pajak.
2. Tidak ada evaluasi kinerja antar instansi terhadap penanganan keluhan atau
masalah wajib pajak yang berkaitan dengan pengurusan surat-surat kendaraan
bermotor, seperti kesalahan dalam pengetikan nomor dan alamat wajib pajak.
Keluhan wajib pajak hanya ditangani oleh masing-masing instansi tanpa
adanya koordinasi diantara mereka. Hal ini menyebabkan wajib pajak sulit
untuk mengajukan pengaduan dan penanganan keluhan wajib pajak menjadi
terhambat. Monitoring hanya dilakukan oleh masing-masing Kepala Seksi dari
ketiga instansi tersebut yaitu Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan (CPDP)
Daerah, POLRI dan PT. Jasa Raharja (Persero).
14
3. Kurangnya informasi yang mengalir kepada koordinator mengenai kondisi
yang sedang berlangsung dan kesulitan-kesulitan yang dialami dalam
penyelesaian tugas masing-masing anggota sehingga masalah dan kesulitan
tersebut tidak dapat dijadikan bahan pembahasan bersama dalam evaluasi
kerja.
4. Tidak ada forum komunikasi bersama guna memecahkan masalah yang
berkaitan dengan adanya pelayanan penyelesaian STNK. Kegiatan rapat
koordinasi masih belum berjalan efektif karena belum terjadwalkan secara
rutin mengenai rapat tersebut. Rapat hanya dilakukan pada keadaan yang
memang perlu untuk dilakukan. Sehingga penyelesaian masalah-masalah
mengenai pelayanan SAMSAT belum dapat terselesaikan.
1.3 Rumusan Masalah
Bertitik tolak pada identifikasi masalah tersebut di atas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh kesatuan tindakan terhadap efektivitas pelayanan
SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang
Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II
Kawaluyaan.
2. Seberapa besar pengaruh komunikasi terhadap efektivitas pelayanan
SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang
Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II
Kawaluyaan.
15
3. Seberapa besar pengaruh pembagian kerja terhadap efektivitas pelayanan
SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang
Pelayanan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II
Kawaluyaan.
4. Seberapa besar pengaruh disiplin terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT
(Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan.
5. Seberapa besar pengaruh kesatuan tindakan, komunikasi, pembagian kerja dan
disiplin secara simultan terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem
Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan.
1.4 Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memiliki dua tujuan yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
koordinasi antar instansi terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem
Administrasi Manunggal Satu Atap) yang ada pada Cabang Pelayanan Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan.
16
2. Tujuan Khusus
Secara khusus, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa
besar:
a. Pengaruh kesatuan tindakan terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT
(Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan.
b. Pengaruh komunikasi terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem
Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan.
c. Pengaruh pembagian kerja terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT
(Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan.
d. Pengaruh disiplin terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem
Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan.
e. Pengaruh kesatuan tindakan, komunikasi, pembagian kerja dan dispilin
secara simultan terhadap efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem
Administrasi Manunggal Satu Atap) pada Cabang Pelayanan Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan.
17
1.5 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini yang menjadi harapan penulis adalah:
1.5.1 Kegunaan Teoritis
1. Bagi Penulis
a. Untuk menerapkan ilmu atau teori-teori serta memberikan pemikiran bagi
penulis mengenai pengembangan ilmu Administrasi Negara.
b. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang organisasi dan manajemen
khususnya mengenai koordinasi antar instansi pemerintah.
2. Bagi Lembaga
a. Penelitian ini dapat berguna sebagai pengembangan ilmu Administrasi
Negara mengenai fungsi manajemen khususnya mengenai koordinasi dan
efektivitas pelayanan.
b. Sebagai bahan masukan untuk pertimbangan dan sumbangan pemikiran
yang bermanfaat bagi kalangan akademis.
3. Bagi Instansi
a. Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang
pentingnya koordinasi diantara instansi dalam mewujudkan efektivitas
pelayanan yang baik.
b. Dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu administrasi termasuk
pemecahan masalah administrasi khususnya mengenai koordinasi terhadap
efektivitas pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu
Atap).
18
1.5.2 Kegunaan Praktis
1. Bagi Penulis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan,
kependidikan khususnya dalam membuka pola pikir penulis yang lebih
terarah.
b. Memenuhi salah satu syarat untuk menempuh Ujian Sidang Munaqasah
Strata Satu (S1) pada jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
2. Bagi Lembaga
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi mereka
(mahasiswa) lain yang akan menindaklanjuti penelitian ini dengan
mengambil penelitian yang sama dan dengan informan penelitian yang
lebih baik.
b. Dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ilmu Administrasi Negara.
3. Bagi Instansi
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang konstruktif
bagi instansi yang terkait dalam pelayanan Sistem Administrasi
Manunggal Satu Atap (SAMSAT).
b. Memberikan masukan bagi instansi terkait untuk dijadikan sumbangan
pemikiran khususnya bagi pelayanan SAMSAT pada Cabang Pelayanan
Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan.
19
1.6 Kerangka Pemikiran
Dalam suatu studi penelitian perlu adanya kejelasan titik tolak atau
landasan berpikir untuk memecahkan dan membahas masalah. Untuk itu perlu
disusun suatu kerangka teori sebagai pedoman yang menggambarkan darimana
sudut masalah tersebut disorot.
Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan
penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel
atau pokok masalah yang ada dalam penelitian.10
Sebelum melakukan penelitian
yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai
landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti
masalah yang dipilihnya.
Suatu organisasi dibentuk karena adanya tujuan yang akan dicapai. Agar
tujuan organisasi tersebut tercapai, diperlukan usaha-usaha yang dilakukan oleh
sekelompok orang melalui kerjasama. Kerjasama yang baik akan memungkinkan
tercipta jika diantara komponen-komponen di dalam organisasi tersebut terjalin
suatu koordinasi yang baik. Melalui koordinasi, keselarasan usaha dari bagian-
bagian tersebut kearah pencapaian tujuan bersama dapat dilakukan. Tanpa
koordinasi, individu-individu dan unit-unit dalam organisasi akan kehilangan
pegangan atas peranan mereka dalam organisasi. Mereka mulai mengejar
kepentingan sendiri yang sering merugikan tercapainya tujuan organisasi secara
keseluruhan.
10
Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta, hlm: 92
20
Adapun pengertian koordinasi menurut Harold Koontz, Cyril O’Donnell
dan Heinz Weihrich yang dikutip oleh Moekijat dalam bukunya “Koordinasi:
Suatu Tinjauan Teoritis”, mengemukakan bahwa koordinasi adalah pencapaian
keselarasan dari usaha individu dan kelompok ke arah pencapaian maksud dan
tujuan kelompok”.11
Handayaningrat dalam bukunya “Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan
Manajemen”, mendefinisikan koordinasi merupakan usaha yang mengarahkan dan
menyatukan kegiatan-kegiatan dalam satuan kerja organisasi, sehingga organisasi
bergerak sebagai satuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi
yang diperlukan untuk mencapai tujuannya”.12
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Stoner dan Freeman yang
mendefinisikan koordinasi sebagai berikut.
Koordinasi adalah proses pemaduan sasaran dan kegiatan unit-unit kerja
(bagian atau bidang-bidang fungsional) yang terpisah untuk dapat
mencapai tujuan organisasi secara efektif tanpa koordinasi para individu
dan bagian-bagian akan kehilangan pemahaman akan peran mereka dalam
organisasi dan tergoda untuk mengejar kepentingan khususnya
kepentingan mereka sendiri, seringkali dengan mengorbankan tujuan
organisasi yang lebih besar.13
Kemudian Handoko menyatakan pula mengenai pengertian koordinasi
yang berbeda. Menurutnya koordinasi (coordination) adalah proses
pengintegrasian tujuan-tujuan dari kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang