BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan kategorinya, sastra berbeda dengan psikologi. Meskipun berbeda, sastra dan psikologi memiliki kesamaan, yaitu keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian. Berbicara tentang manusia, psikologi jelas terlibat erat karena psikologi mempelajari perilaku manusia yang tidak lepas dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakunya (Siswantoro, 2005: 29). Oleh karena itu, psikologi dapat digunakan untuk menginterpretasikan dan menilai karya sastra. Salah satu bentuk karya sastra yang didalamnya terdapat berbagai peristiwa dan perilaku yang dialami serta diperbuat oleh manusia (tokoh) adalah drama. Secara etimologis, kata “drama” berasal dari kata Yunani draomai yang berarti „berbuat‟, „berlaku‟, „bertindak‟, „bereaksi‟, dan sebagainya (Dewojati, 2012: 7). Menurut KBBI, drama memiliki dua pengertian. Pertama, drama merupakan komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. Kedua, drama merupakan cerita atau kisah yang melibatkan konflik atau emosi yang khusus disusun untuk pertunjukan teater. Pengertian drama tidak hanya ada di KBBI saja, dalam kamus Naver (2015) bahasa Korea juga terdapat pengertian dari drama. Menurut kamus Naver, drama merupakan seni sandiwara yang dipertunjukkan 1
22
Embed
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/100345/potongan/S1-2016... · menggunakan teori gangguan kejiwaan yang berhubungan dengan gangguan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berdasarkan kategorinya, sastra berbeda dengan psikologi. Meskipun berbeda,
sastra dan psikologi memiliki kesamaan, yaitu keduanya berangkat dari manusia
dan kehidupan sebagai sumber kajian. Berbicara tentang manusia, psikologi jelas
terlibat erat karena psikologi mempelajari perilaku manusia yang tidak lepas dari
aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakunya (Siswantoro,
2005: 29). Oleh karena itu, psikologi dapat digunakan untuk menginterpretasikan
dan menilai karya sastra.
Salah satu bentuk karya sastra yang didalamnya terdapat berbagai peristiwa
dan perilaku yang dialami serta diperbuat oleh manusia (tokoh) adalah drama.
Secara etimologis, kata “drama” berasal dari kata Yunani draomai yang berarti
„berbuat‟, „berlaku‟, „bertindak‟, „bereaksi‟, dan sebagainya (Dewojati, 2012: 7).
Menurut KBBI, drama memiliki dua pengertian. Pertama, drama merupakan
komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan
watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. Kedua, drama
merupakan cerita atau kisah yang melibatkan konflik atau emosi yang khusus
disusun untuk pertunjukan teater. Pengertian drama tidak hanya ada di KBBI saja,
dalam kamus Naver (2015) bahasa Korea juga terdapat pengertian dari drama.
Menurut kamus Naver, drama merupakan seni sandiwara yang dipertunjukkan
1
2
kepada penonton melalui gerakan dan perkataan tokoh atau berdasarkan pada
skenario suatu kejadian yang diperankan oleh aktor (http://krdic.naver.com). Dari
pengertian-pengertian drama tersebut, dapat disimpulkan bahwa drama
merupakan cerita sandiwara atau kisah yang dapat menggambarkan tentang
kehidupan yang melibatkan konflik atau emosi.
Di Indonesia, istilah drama bisa disebut juga dengan teater, yaitu cerita yang
diperagakan di atas panggung berdasarkan naskah. Berbeda dengan di Indonesia,
istilah drama di Korea digunakan untuk menyebut sandiwara bersambung yang
disiarkan oleh stasiun televisi, atau di Indonesia lebih populer dengan istilah
sinetron (sinema elektronik). Dalam drama atau sinetron terdapat tokoh-tokoh
yang biasanya memiliki karakter khas sehingga dapat menimbulkan konflik.
Konflik tersebut kemudian semakin lama semakin besar dan sampailah pada titik
klimaks (Dewojati, 2012: 27). Tema-tema yang disajikan biasanya berkisar
seputar kehidupan manusia, seperti kehidupan dan permasalahan remaja, cinta,
keluarga, pekerjaan, dan lain sebagainya. Tema-tema tersebut juga sering diangkat
dalam drama Korea.
Salah satu drama Korea yang bertema tentang cinta adalah drama Kill Me,
Heal Me. Akan tetapi, selain bertemakan cinta, berdasarkan judul drama tersebut
dapat dilihat bahwa drama Kill Me, Heal Me juga mengangkat tema psikologi.
Drama Kill Me, Heal Me menceritakan kehidupan cucu konglomerat bernama Cha
Do Hyun yang memiliki gangguan kejiwaan karena pengalaman traumatik di
masa lalu. Selain drama Kill Me, Heal Me, tema psikologi juga sering diangkat
dalam drama Korea, seperti It’s Okay, that’s Love (괜찮아, 사랑이야) dan Hyde,
3
Jekyll Me (하이드 지킬, 나). It’s Okay, that’s Love adalah drama yang
menceritakan kehidupan seorang novelis dan DJ bernama Jang Jae-Yeol yang
memiliki gangguan mental karena pengalaman traumatik yang dialami saat kanak-
kanak dan Hyde, Jekyll Me adalah drama yang menceritakan kehidupan seorang
konglomerat bernama Gu Seo Jin yang memiliki kelainan psikologis berupa
kepribadian ganda karena kejadian traumatis di masa kecilnya. Ketiga drama
tersebut menceritakan gangguan kejiwaan sebagai dampak dari pengalaman
traumatik.
Jalan cerita drama Kill Me, Heal Me menjadi berbeda dengan drama lainnya
karena tokoh Cha Do Hyun diceritakan memiliki tujuh kepribadian yang berbeda
dan gangguan kejiwaan dalam drama tidak hanya digambarkan pada tokoh utama
saja, melainkan juga pada tokoh pendukung. Selain itu, pengalaman traumatik
yang diangkat dalam drama Kill Me, Heal Me adalah tindak kekerasan terhadap
anak, baik fisik maupun psikis yang menyebabkan gangguan kejiwaan pada tokoh.
Hal tersebut membuat drama ini semakin menarik karena Korea merupakan salah
satu negara maju yang masih banyak terjadi kasus kekerasan terhadap anak.
Berdasarkan data statistik dari EBS News pada tanggal 30 Juli 2015, kasus
kekerasan terhadap anak yang terjadi di Korea dari tahun 2010 sampai tahun 2014
terus mengalami peningkatan. Bahkan pada tahun 2014 terdapat tujuh belas anak
yang meninggal akibat kekerasan (www.ebs.co.kr). Drama Kill Me, Heal Me yang
mengangkat gangguan kejiwaan sebagai dampak dari kekerasan anak diduga
membuat masyarakat sadar akan bahaya kekerasan terhadap anak. Hal tersebut
4
terlihat dari para penonton yang mengadakan donasi untuk anak korban kekerasan
setelah menonton drama ini (http:www.kapanlagi.com).
Pada dasarnya, karya sastra hadir karena ada pengarang yang menciptakannya.
Pengarang menggunakan daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, gagasan,
dan pikiran pengarang untuk menciptakan karya sastra dan secara tidak sadar
maupun secara sadar memasukan teori psikologi yang dianutnya ke dalam bentuk
intrinsik cerita. Oleh karena itu, untuk menganalisis psikologi dalam karya sastra
diperlukan teori psikologi untuk mengetahui teori yang dianut oleh pengarang dan
bidang interdisipliner antara ilmu sastra dan ilmu psikologi yang disebut dengan
psikologi sastra. Dalam psikologi sastra, terdapat berbagai macam teori yang
dapat digunakan untuk menganalisis kejiwaan dalam karya sastra. Akan tetapi,
salah satu teori yang menjadi dasar dalam psikologi sastra adalah teori
psikoanalisis sastra.
Teori psikoanalisis yang dikemukakan Freud digunakan untuk menganalisis
gejala psikologi yang ada pada bahasa yang diungkapkan pengarang dan juga
digunakan untuk menilai karya sastra sebagai proses kreatif. Dalam proses
kreatifnya, pengarang akan menangkap gejala kejiwaan yang kemudian diolah ke
dalam teks yang dilengkapi dengan kejiwaan. Dalam teks tersebut biasanya
terdapat gagasan yang berisi amanat pengarang yang tersembunyi dalam alam
bawah sadar pengarang. Gagasan tersebut terproyeksi dari fenomena psikologis
yang dialami diri pengarang dan atau fenomena psikologis dari pengalaman hidup
di sekitar pengarang. Fenomena-fenomena psikologis tersebut kemudian
dituliskan oleh pengarang ke dalam teks sastra secara imajiner. Karya sastra yang
5
dipandang sebagai fenomena psikologis akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan
melalui tokoh-tokohnya, jika teks berupa drama maupun prosa.
Dalam drama Kill Me, Heal Me tentunya juga terdapat ide, gagasan, dan
pikiran pengarang yang tersembunyi dalam imajinasi pengarangnya, yaitu Jin Soo
Wan. Jin Soo Wan mengangkat gangguan kejiwaan sebagai dampak dari
kekerasan anak ke dalam teks drama Kill Me, Heal Me sebagai gagasan yang
berisi mimpi-mimpinya yang tersembunyi dalam alam bawah sadar yang mungkin
terproyeksi dari fenomena psikologis yang dialami diri Jin Soo Wan dan atau dari
pengalaman hidup di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, teori psikoanalisis
dapat digunakan untuk menganalisis mimpi Jin Soo Wan yang terdapat dalam
gagasan drama Kill Me, Heal Me.
Jin Soo Wan merupakan salah satu penulis naskah drama terkenal di Korea
Selatan. Dia dilahirkan di Korea Selatan pada tanggal 20 Juli 1970. Lulusan
Duksung Women‟s University (덕성여자대학교) jurusan Bahasa dan Sastra Korea.
Jin Soo Wan sudah menulis beberapa karya naskah drama, di antaranya: 눈꽃
(Snow Flower, 2000), 학교 4 (School 4, 2001), 형수님은 열아홉 (Man 19 Year Old
Sister in Law, 2004), 경성스캔들 (Scandal in Old Seoul, 2007), 해를 품은 달 (The
Moon Embracing The Sun, 2012), dan 킬미,힐미 (Kill Me, Heal Me, 2015).
Kesuksesan drama Kill Me, Heal Me, mengantarkannya menjadi penulis buku
dengan judul Kill Me, Heal Me, yang diterbitkan pada awal tahun 2016 lalu.
Karya Jin Soo Wan tidak hanya menarik perhatian penonton di Korea saja,
tetapi juga penonton luar negeri. Pada tahun 2013, karya Jin Soo Wan yang
6
berjudul The Moon Embracing The Sun mendapatkan penghargaan di Worldfest-
Houston International Film & Video Festival, yang merupakan acara
pengahargaan film dan video festival independen tertua di dunia. Karya Jin Soo
Wan kembali mendapatkan penghargaan sebagai drama terbaik di Worldfest-
Houston International Film & Video Festival pada tahun 2016 dengan karyanya
yang berjudul Kill Me, Heal Me (www.asiakoe.com).
Melalui drama Kill Me, Heal Me, Jin Soo Wan juga sempat mendapatkan
pujian dari psikolog asal Kuba yang tinggal di Florida. Psikolog tersebut
mengirimkan surat untuk Jin Soo Wan dan menuliskan pujian untuk Jin Soo Wan
karena drama Kill Me, Heal Me menggambarkan penyakit gangguan identitas
disosiatif dengan “kekakuan dalam batas-batas fiksi” dan “rekreasi yang sangat
baik dari unsur psikopatologis dan memberikan sudut pandang yang mendalam
indah dari terapi tanpa mengabaikan sisi drama”. Psikolog tersebut juga
mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Jin Soo Wan karena sudah
menggunakan pendekatan dari kekerasan terhadap anak dan membuat protagonis
memaafkan tindakan kekerasan tersebut (http://beritake.com).
Berdasarkan uraian di atas, alasan pemilihan drama Kill Me, Heal Me sebagai
objek penelitian yaitu, drama Kill Me, Heal Me merupakan drama yang
menampilkan gangguan kejiwaan sebagai dampak dari tindak kekerasan terhadap
anak yang merupakan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat secara
universal, sehingga drama ini menjadi menarik untuk diteliti. Gangguan kejiwaan
sebagai dampak dari kekerasan anak yang dijadikan gagasan dalam drama ini
7
menjadikan teori psikoanalisis sebagai kajian yang tepat untuk meneliti obsesi dan
amanat pengarang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah
yang akan dibahas sebagai berikut.
a. Gangguan kejiwaan apa saja yang merupakan dampak dari tindak
kekerasan terhadap anak dalam drama Kill Me, Heal Me (킬미, 힐미)?
b. Amanat apakah yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam drama Kill
Me, Heal Me (킬미, 힐미) dan hubungannya dengan kekerasan terhadap
anak?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, berikut merupakan rumusan tujuan-
tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini.
a. Mengetahui gangguan kejiwaan yang merupakan dampak dari tindak
kekerasan tehadap anak dalam drama Kill Me, Heal Me (킬미, 힐미).
b. Mengetahui amanat pengarang dalam drama Kill Me, Heal Me (킬미, 힐미)
dan hubungannya dengan kekerasan terhadap anak.
8
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoretis dan praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk menguatkan teori
psikoanalisis yang bersangkutan dengan objek penelitian. Penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan informasi tentang gangguan kejiwaan sebagai
dampak kekerasan terhadap anak sekaligus sebagai referensi untuk penelitian
yang menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu para pembaca dalam
memahami drama Korea serta tokoh cerita drama secara mendalam melalui
tinjauan psikoanalisis.
1.5 Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, penulis merujuk pada penelitian-penelitian yang terlebih
dahulu menggunakan teori psikoanalisis dan menganalisis gagasan pengarang
dalam lingkungan Fakultas Ilmu Budaya UGM. Di antaranya adalah penelitian
yang berjudul “Kecenderungan Mythomania pada Tokoh Gyeon Woo sebagai
Representasi Mimpi dan Gagasan Pengarang pada Film “엽기적인그녀 (My Sassy
Girl)”: Kajian Psikoanalisis Sastra” karya Aria Prawira Dhana. Penelitian ini
membahas kecenderungan mythomania yang dialami tokoh Gyeon Woo. Dengan
9
menggunakan teori psikoanalisis, penelitian ini menganalisis ide dan gagasan dari
mythomania yang muncul dalam film merupakan hasil dari proses kreatif
pengarang yang mempresentasikan alam bawah sadar dan mimpi pengarang.
Penulis juga menjadikan penelitian “Film Hello Ghost sebagai Mimpi dan
Representasi Gagasan Pengarang” oleh Oktavianie Wulan Sari tahun 2015
sebagai tinjauan pustaka. Penelitian ini menganalisis kejiwaan tokoh utama Sang-
man dan mimpi-mimpi yang dialami oleh pengarang dan juga masyarakat serta
fenomena bunuh diri di lingkungan masyarakat Korea Selatan. Psikoanalisis
dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap dan mendeskripsikan aspek id,
ego, dan superego dalam kepribadian tokoh utama.
Dari kedua penelitian analisis psikologis yang dipaparkan di atas, penelitian
yang membahas gangguan kejiwaan tokoh dan gagasan pengarang dengan
menggunakan teori psikoanalisis sastra memang sudah pernah dilakukan. Akan
tetapi, objek data penelitian dan hasil yang diharapkan dari penelitian ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya hanya membahas gangguan
kejiwaan yang dialami tokoh utama saja, sedangkan penelitian ini akan membahas
gangguan kejiwaan yang dialami tokoh utama dan tokoh pendukung dalam drama.
Dengan meneliti keseluruhan gangguan kejiwaan yang terdapat dalam drama,
diharapkan hasil penelitian ini akan lebih maksimal dalam memberikan
pengetahuan tentang gangguan kejiwaan dan amanat pengarang sesungguhnya
dalam drama.
10
1.6 Landasan Teori
1.6.1 Gangguan Kejiwaan
Karya sastra dipandang sebagai gejala psikologis yang menampilkan
aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokohnya jika teks berupa prosa atau drama.
Oleh karena itu, karya sastra dapat dianalisis dengan menggunakan teori
psikologi. Teori psikologi yang digunakan dalam membantu menganalisis drama
Kill Me, Heal Me adalah teori gangguan kejiwaan. Teori ini membantu penulis
untuk menentukan gejala-gejala dan faktor penyebab gangguan kejiwaan yang
ditampilkan dalam drama Kill Me, Heal Me. Oleh karena itu, penulis akan
menggunakan teori gangguan kejiwaan yang berhubungan dengan gangguan
kejiwaan yang dimunculkan dalam drama.
1.6.1.1 Gangguan Identitas Disosiatif
Gangguan identitas disosiatif adalah gangguan kejiwaan yang berasal
dari akibat simpangan trauma parah pada masa kanak-kanak (umur 3-11 tahun)
dan remaja (umur 12-18 tahun). Penderita gangguan identitas disosatif
biasanya mengalami pengalaman traumatis yang cukup ekstrem dan terjadi
berulang kali sehingga mengakibatkan terbentuknya dua atau lebih
kepribadian yang berbeda. Masing-masing kepribadian tersebut memiliki
ingatan, kepercayaan, perilaku, pola pikir, serta cara melihat lingkungan dan
diri mereka sendiri dengan cara yang berbeda-beda.
Istilah gangguan identitas disosiatif merupakan sebuah istilah baru
karena sebelumnya gangguan ini dikenal dengan gangguan kepribadian
11
majemuk ataupun banyak yang menyebutnya kepribadian ganda. Penderita
gangguan identitas disosiatif memiliki beberapa gejala, yaitu:
a. Gejala depersonalisasi dan derealisasi
Pada gejala ini penderita biasanya akan mengalami perasaan tidak nyata,
merasa terpisah dari diri sendiri baik secara fisik maupun mental dan merasa
seperti mengamati dirinya sendiri seolah-olah sedang menonton diri mereka
dalam sebuah film.
b. Gejala distorsi waktu, amnesia, dan penyimpangan waktu
Pada gejala ini penderita biasanya mengalami kehilangan waktu dan
amnesia. Mereka kadang-kadang menemukan sesuatu yang tidak diketahuinya
ataupun tersadar di suatu tempat yang tidak dikenal, sementara mereka tidak
sadar kapan pergi ke tempat itu.
c. Sakit kepala
Penderita akan mengalami sakit kepala dan juga akan mendengar banyak
suara-suara di kepalanya, seperti gejala skizofrenia.
d. Keinginan bunuh diri
Penderita juga biasanya memiliki keinginan untuk bunuh diri karena
beberapa kepribadian mendorong mereka untuk melakukannya.
e. Fluktuasi tingkat kemampuan dan gambaran diri
12
Berubah-ubahnya kondisi dan kemampuan penderita terjadi saat satu
kepribadian bertukar dengan kepribadian lainnya. Perubahan yang terjadi tidak
hanya pada kemampuan diri penderita, tapi juga pada gambaran dirinya.
Gambaran diri penderita akan berbeda-beda tergantung dari kepribadian mana
yang muncul.
f. Perilaku menyakiti diri sendiri
g. Kecemasan dan depresi
Pada gejala ini penderita biasanya akan mengalami perasaan cemas dan
depresi karena tidak mampu mengingat kejadian-kejadian yang dilakukannya