Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk yang padat. Tidak jarang penduduk Indonesia sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal tersebut juga berdampak kepada penduduk Indonesia penyandang disabilitas. Banyak penduduk Indonesia penyandang disabilitas dipandang sebelah mata bahkan tidak mendapatkan tempat yang layak di dalam masyarakat, sehingga tidak mengherankan tidak sedikit penduduk Indonesia penyandang disabilitas sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan perusahaan maupun hotel - hotel. Penduduk Indonesia penyandang disabilitas memiliki kesempatan yang terbatas untuk dipekerjakan dibandingkan dengan penduduk Indonesia non disabilitas. Disabilitas adalah istilah yang digunakan untuk mengganti kata penyandang cacat yang sebelumnya digunakan secara umum oleh masyarakat. Disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari serapan kata bahasa Inggris yaitu disability yang artinya cacat atau ketidakmampuan. Disabilitas adalah orang yang memiliki perbedaan/keterbatasan dengan orang pada umumnya yang berupa keterbatasan fisik maupun sistem biologisnya yang dapat mengganggu dalam berinteraksi dengan masyarakat. Salah satu jenis disabilitas adalah disabilitas fisik.
27

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

Mar 06, 2019

Download

Documents

dinhnhan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk

yang padat. Tidak jarang penduduk Indonesia sangat sulit untuk mendapatkan

pekerjaan yang layak. Hal tersebut juga berdampak kepada penduduk Indonesia

penyandang disabilitas. Banyak penduduk Indonesia penyandang disabilitas

dipandang sebelah mata bahkan tidak mendapatkan tempat yang layak di dalam

masyarakat, sehingga tidak mengherankan tidak sedikit penduduk Indonesia

penyandang disabilitas sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan –

perusahaan maupun hotel - hotel. Penduduk Indonesia penyandang disabilitas

memiliki kesempatan yang terbatas untuk dipekerjakan dibandingkan dengan

penduduk Indonesia non disabilitas.

Disabilitas adalah istilah yang digunakan untuk mengganti kata penyandang

cacat yang sebelumnya digunakan secara umum oleh masyarakat. Disabilitas

merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari serapan kata bahasa Inggris yaitu

disability yang artinya cacat atau ketidakmampuan. Disabilitas adalah orang yang

memiliki perbedaan/keterbatasan dengan orang pada umumnya yang berupa

keterbatasan fisik maupun sistem biologisnya yang dapat mengganggu dalam

berinteraksi dengan masyarakat. Salah satu jenis disabilitas adalah disabilitas fisik.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

2

Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna

rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan dan tidak dapat

berbicara atau bisu. Penyandang disabilitas seperti disabilitas fisik (tuna rungu

wicara) memiliki hak untuk mendapatkan suatu perlakuan khusus dalam arti

mendapatkan upaya untuk perlindungan dari tindakan diskriminasi dan pelanggaran

hak asasi manusia. Perlakuan khusus tersebut harus ditafsirkan sebagai upaya

maksimalisasi penghormatan, pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan Hak Asasi

Manusia (selanjutnya disebut dengan HAM) universal.1

Fakta global saat ini, 82 (delapan puluh dua) persen dari penyandang

disabilitas berada di negara – negara berkembang dan hidup di bawah garis

kemiskinan dan kerap kali menghadapi keterbatasan akses atas kesehatan,

pendidikan, pelatihan, dan pekerjaan yang layak. Hampir sebanyak 785 (tujuh ratus

delapan puluh lima) juta perempuan dan laki – laki dengan disabilitas berada pada

usia kerja, namun mayoritas dari mereka tidak bekerja.2

Perusahaan khususnya hotel – hotel di Indonesia dalam merekrut pekerja

sangat berhati – hati dengan maksud mendapatkan pekerja yang memiliki kualitas.

Hal ini karena pekerja dapat mempengaruhi kegiatan yang ada di dalam perusahaan

karena pekerja merupakan bagian dari faktor produksi yang dapat mempengaruhi

1Majda El Muhtaj, 2008, Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, Budaya,

Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.273

2International Labour Organization, “Inklusi Penyandang Disablitas di Indonesia”, URL :

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo

jakarta/documents/publication/wcms_233426.pdf diakses tanggal 5 Desember 2015

1

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

3

faktor produksi yang lain, sehingga pekerja memiliki kedudukan yang sangat penting

bagi perusahaan.

Perusahaan – perusahaan lebih banyak mempekerjakan pekerja non disabilitas

dibandingkan dengan pekerja disabilitas fisik. Pekerja disabilitas fisik (tuna rungu

wicara) dipandang tidak memiliki keahlian dan keterampilan dalam bekerja, sehingga

dianggap tidak dapat bekerja secara maksimal. Suatu kekurangan yang ada dalam

penyandang disabilitas fisik (tuna rungu wicara) seharusnya tidak menjadi hambatan

untuk mendapatkan hak memperoleh pekerjaan. Setiap warga negara memiliki hak

untuk mendapatkan penghidupan dan pekerjaan yang layak, sehingga suatu

penyetaraan hak termasuk hak memperoleh kesempatan kerja yang sama adalah suatu

hal yang wajib dilakukan. Jim Ife menyatakan:

In many cases they are simply claims for human rights that are dinied to

particular groups: people with disabilities, for example, many find it

especially difficult to obtain employment, and hence the right to meaningful

work (recognized as a universal human right) takes on extra significance for

people with disabilities and is included as part of statement of their specific

rights. In this case the right itself is no different from the right of other

member of the population, but the point is that oppressive structures and

discourses mean that it is hard for this particular group to exercises that

right, and hence special provision need to be made. 3

Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan

yang layak sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 27 ayat (2) Undang – Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945).

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja disabilitas fisik (tuna rungu wicara)

3Jim Ife, 2008, Human Rights And Social Work, Cambrige University Press, Port Melbourne,

hlm. 13

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

4

memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan kepada pekerja disabilitas fisik

sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan yang dimiliki.

Hotel The Westin Resort Nusa Dua Bali adalah salah satu hotel di Bali yang

mempekerjakan pekerja disabilitas fisik yaitu tuna rungu wicara (selanjutnya disebut

pekerja disabilitas fisik). Hotel The Westin Resort Nusa Dua mempekerjakan pekerja

disabilitas fisik untuk menjalankan Pasal 14 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1997

tentang Penyandang Cacat (selanjutnya disebut UU Penyandang Cacat) disebutkan

yang pada prinsipnya bahwa perusahaan wajib memberikan kesempatan dan

perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang

cacat sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya,

yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan atau kualifikasi

perusahaan. Walaupun Hotel The Westin Resort Nusa Dua Bali telah memenuhi

ketentuan Penjelasan Pasal 14 UU Penyandang Cacat, belum tentu Hotel The Westin

Resort Nusa Dua Bali telah melaksanakan Pasal 67 ayat (1) Undang – Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU

Ketenagakerjaan) yaitu memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat

kecacatan pekerja penyandang disabilitas yang dipekerjakannya. Bentuk

perlindungan tersebut berupa penyediaan aksesibilitas, pemberian alat kerja dan alat

pelindung diri yang disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatannya sebagaimana

yang ditentukan dalam Penjelasan Pasal 67 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Pasal 31

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan

Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas (selanjutnya disebut Perda Bali tentang

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

5

Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas) mempertegas bahwa

salah satu bentuk perlindungan yang wajib diberikan oleh pengusaha yang

mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas adalah dengan memberikan

fasilitas kerja yang aksesibel sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja penyandang

disabilitas

Berdasarkan latar belakang tersebut, akan dilakukan suatu penelitian hukum

dengan mengambil judul “Pelaksanaan Perlindungan Hukum Teknis Terhadap

Pekerja Disabilitas Fisik Pada Hotel The Westin Resort Nusa Dua Bali” dalam

bentuk skripsi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dalam penelitian ini

dirumuskan beberapa permasalahan yaitu:

1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum teknis terhadap pekerja

disabilitas fisik pada Hotel The Westin Resort Nusa Dua Bali?

2. Apakah kendala yang dihadapi dan upaya yang ditempuh dalam pelaksanaan

perlindungan hukum teknis terhadap pekerja disabilitas fisik pada Hotel The

Westin Resort Nusa Dua Bali?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Dalam penulisan penelitian, apabila suatu ruang lingkup masalah tidak

dibatasi, maka pembahasan akan menjadi luas atau tidak terbatas. Sesuai dengan

permasalahan yang telah dirumuskan dan untuk mendapatkan pembahasan yang

sistematis dan tidak menyimpang dari permasalahan dalam penelitian ini, maka

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

6

batasan ruang lingkup permasalahannya adalah pelaksanaan perlindungan hukum

teknis terhadap pekerja disabilitas fisik pada Hotel The Westin Resort Nusa Dua Bali

dan kendala yang dihadapi dan upaya yang ditempuh dalam pelaksanaan

perlindungan hukum teknis terhadap pekerja disabilitas fisik pada Hotel The Westin

Resort Nusa Dua Bali.

1.4. Orisinalitas Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian skripsi, mahasiswa diwajibkan untuk

membuat suatu orisinalitas penelitian sebagai pembanding. Terdapat 2 (dua) tesis

yang penulis gunakan sebagai pembanding yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sariman, tahun 2005, dengan judul Kajian

Yuridis Jaminan Hak Atas Pekerjaan Bagi Penyandang Cacat Tubuh Menurut

Pasal 14 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat

di Kota Surakarta.

2. Penelitian yang dilakukan Saru Arifin, tahun 2007, dengan judul Analisis

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Penyandang Cacat dalam Meraih

Pekerjaan (Studi Kasus di Yogyakarta).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

No Peneliti Judul Rumusan Masalah

1 Sariman Kajian Yuridis Jaminan

Hak Atas Pekerjaan Bagi

1.Mengapa kuota 1 (satu)

persen tentang jaminan hak

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

7

Penyandang Cacat Tubuh

Menurut Pasal 14

Undang – Undang

Nomor 4 Tahun 1997

tentang Penyandang

Cacat di Kota Surakarta.

atas pekerjaan di perusahaan

bagi penyandang cacat tubuh

sebagaimana diatur di dalam

Pasal 14 Undang – Undang

Nomor 4 Tahun 1997 tidak

terpenuhi?

2. Apakah yang seharusnya

dilakukan agar hak atas

pekerjaan di perusahaan

bagi penyandang cacat

tubuh tersebut bisa

terpenuhi sesuai kuota yang

ada?

2. Saru Arifin Analisis Perlindungan

Hukum Terhadap Hak

Penyandang Cacat dalam

Meraih Pekerjaan (Studi

Kasus di Yogyakarta).

1. Bagaimana perlindungan

hukum terhadap kesetaraan

hak – hak penyandang cacat.

2. Bagaimanakah kebijakan

Pemerintah dan kalangan

pengusaha terhadap hak –

hak penyandang cacat dalam

memperoleh pekerjaan.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

8

3. Faktor – faktor apa saja

yang mendukung dan

menghambat kesetaraan hak

para tenaga kerja

penyandang cacat dalam

meraih peluang kerja

Sedangkan judul penelitian ini adalah Pelaksanaan Perlindungan Hukum

Pekerja Disabilitas Fisik Pada Hotel The Westin Resort Nusa Dua Bali dan rumusan

masalah yang diangkat adalah:

1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum teknis terhadap pekerja

disabilitas fisik pada Hotel The Westin Resort Nusa Dua Bali?

2. Apakah kendala yang dihadapi dan upaya yang ditempuh dalam pelaksanaan

perlindungan hukum teknis terhadap pekerja disabilitas fisik pada Hotel The

Westin Resort Nusa Dua Bali.

1.5. Tujuan Penelitian.

Tujuan penelitian dapat dibedakan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus

sebagai berikut:

1.5.1. Tujuan umum

a. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum teknis terhadap pekerja

disabilitas fisik pada Hotel The Westin Resort Nusa Dua Bali;

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

9

b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dan upaya yang ditempuh dalam

pelaksanaan perlindungan hukum teknis terhadap pekerja disabilitas fisik

pada Hotel The Westin Resort Nusa Dua Bali.

1.5.2. Tujuan khusus

Dengan berdasarkan tujuan umum, maka tujuan khusus yang ingin dicapai

dalam penulisan ini adalah:

a. Untuk memahami pelaksanaan perlindungan hukum teknis terhadap pekerja

disabilitas fisik pada Hotel The Westin Resort Nusa Dua Bali;

b. Untuk memahami kendala yang dihadapi dan upaya yang ditempuh dalam

pelaksanaan perlindungan hukum teknis terhadap pekerja disabilitas fisik pada

Hotel The Westin Resort Nusa Dua Bali.

1.6. Manfaat Penelitian

Terdapat beberapa manfaat yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini.

Pada hakikatnya terdapat 2 (dua) manfaat yang ingin penulis capai terhadap kedua

permasalahan diatas yaitu manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat

praktis.

1.6.1. Manfaat teoritis.

Manfaat teoritis dari penelitian dan penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perlindungan

hukum teknis terhadap pekerja disabilitas fisik.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

10

2. Untuk dapat memberi sumbangan pemikiran terhadap pengembangan –

pengembangan hukum ketenagakerjaan.

3. Diharapkan pekerja disabilitas fisik dan pengusaha mengetahui dan

memahami hak dan kewajiban masing – masing sehingga nantinya hak –

hak pekerja disabilitas fisik dapat terjamin dan menciptakan suatu

kesejahteraan.

1.6.2. Manfaat praktis.

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah

melalui Dinas Tenaga Kerja dan perusahaan – perusahaan Negara yang

meliputi badan usaha milik Negara (BUMN) dan badan usaha milik

daerah (BUMD), serta perusahaan swasta untuk mempekerjakan pekerja

disabilitas fisik dengan kuota 1% (satu persen) dan memberikan

perlindungan hukum teknis kepada pekerja disabilitas fisik sesuai dengan

jenis dan derajat kecacatannya;

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu pedoman bagi kalangan

praktisi maupun Pemerintah di dalam menyelesaikan permasalahan –

permasalahan sejenis mengenai pelaksanaan perlindungan hukum teknis

pekerja disabilitas fisik.

1.7. Landasan Teoritis

Negara Indonesia sebagai Negara hukum berkewajiban untuk memberikan

perlindungan dan pengakuan terhadap hak – hak asasi warganegara termasuk hak –

hak yang dimiliki oleh tenaga kerja. Perlindungan tenaga kerja merupakan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

11

perlindungan yang bersifat dasar dan menyeluruh agar tercapai keadilan sosial.

Secara yuridis dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 memberikan perlindungan bahwa

setiap berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam

Pasal 6 UU Ketenagakerjaan mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan

perlakuan yang sama tanpa adanya suatu tindakan diskriminasi dari pengusaha.

Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan

pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan

tersebut diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak – hak yang

diberikan oleh hukum.4

Perlindungan pekerja dapat dilakukan, baik dengan jalan memberikan

tuntunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak – hak asasi manusia,

perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang berlaku

dalam lingkungan kerja itu.5 Menurut Imam Soepomo, perlindungan pekerja dapat

dibedakan menjadi 3 (tiga) macam yaitu:6

a. Perlindungan ekonomis yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan

usaha – usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang

4I Guti Ngurah Agung Udra Sanjaya, 2010, “Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam

Kontrak Kerjasama Pemberian Kredit Terhadap Karyawan Tetap (Kretap) di PT. BRI (Persero) Tbk,

Cabang Denpasar”, Tesis Magister Kenotariatan, Universitas Brawijaya, hlm. 27

5Kartasapoetra, G. dan Rience Indraningsih, 1982, Pokok – pokok Hukum Perburuhan, Cet. I,

Armico, Bandung, hlm. 43

6Zainal Asikin et.al., 2012, Dasar – Dasar Hukum Perburuhan, Cet. IX, Rajawali Prs, Jakarta,

hlm. 97

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

12

cukup memenuhi keperluan sehari – hari baginya beserta keluarganya,

termasuk dalam hal pekerja tersebut tidak mampu bekerja karena sesuatu di

luar kehendaknya. Perlindungan ini disebut dengan jaminan sosial;

b. Perlindungan sosial yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha

kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan

memperkembangkan prikehidupannya sebagai manusia pada umumnya, dan

sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga; atau yang biasa disebut

disebut kesehatan kerja;

c. Perlindungan teknis yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan

usaha – usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang dapat

ditimbulkan oleh pesawat – pesawat atau alat kerja lainnya atau oleh bahan

yang diolah atau dikerjakan perusahaan. Perlindungan ini disebut dengan

keselamatan kerja. Norma keselamatan kerja meliputi keselamatan kerja yang

bertalian dengan mesin, pesawat, alat – alat kerja bahan dan proses

pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan lingkungan serta cara – cara

melakukan pekerja.

Suatu perlindungan hukum teknis yang diberikan oleh pengusaha kepada

pekerja hanya dapat dilakukan apabila telah terdapat suatu hubungan kerja antara

pengusaha dengan pekerja. Hubungan kerja memuat mengenai hak dan kewajiban

pekerja dan pengusaha. Kewajiban kerja para pihak berlangsung secara timbal balik,

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

13

artinya kewajiban pengusaha merupakan hak pekerja/buruh dan sebaliknya kewajiban

pekerja/buruh merupakan hak tenaga kerja.7

Hubungan kerja ialah hubungan – hubungan dalam rangka pelaksanaan kerja

antara tenaga kerja dengan pengusaha dalam suatu perusahaan yang berlangsung

dalam batas – batas perjanjian kerja dan peraturan kerja yang telah disepakati

bersama oleh kedua belah pihak.8

UU Ketenagakerjaan merupakan salah satu pedoman bagi tenaga kerja. Pasal

1 angka 2 UU Ketenagakerjaan menyebutkan “Tenaga kerja adalah setiap orang yang

mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk

memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.

Pekerja dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu pekerja dengan kondisi fisik yang

sempurna (non disabilitas) dan pekerja dengan keterbatasan/memiliki kekurangan

(disabilitas). Pasal 1 angka (1) UU Penyandang Cacat disebutkan

Penyandang Cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik

dan/atau mental, yang menggangu atau merupakan rintangan dan hambatan

baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari:

a. Penyandang cacat fisik;

b. Penyandang cacat mental;

c. Penyandang cacat fisik dan mental.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Penyandang Cacat terdapat ketentuan bahwa

salah satu bagian dari penyandang cacat/disabilitas adalah penyandang cacat

7Abdul Khakim, 2009, Dasar – Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, hlm.46

8G. Kartasapoetra, R.G Kartasapoetra, dan A.G. Kartasapoetra, 1992, Hukum Perburuhan di

Indonesia Berdasarkan Pancasila, Cet III, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.18

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

14

fisik/disabilitas fisik. Disabilitas fisik adalah penderita mengalami anggota fisik yang

kurang lengkap seperti cacat tulang, cacat sendi otot, tungkai, lengan, dan lumpuh.

UU Penyandang Cacat memberikan landasan hukum yang kuat bagi pekerja

disabilitas fisik untuk mendapatkan kesempatan, hak, kewajiban yang sama dengan

pekerja yang non disabilitas, sehingga diskriminasi di tempat kerja yang didapatkan

disabilitas dapat dihindari. Dalam UU Ketenagakerjaan memberikan perlindungan

hukum teknis terhadap pekerja disabilitas yang berupa aksesibilitas, alat kerja dan

alat pelindung diri yang disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatannya.

Pengusaha memikul tanggungjawab utama dan secara moral pengusaha

mempunyai kewajiban untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga

kerja.9 Perlindungan tenaga kerja ditunjukan kepada perbaikan upah, syarat kerja,

kondisi kerja dan hubungan kerja, keselamatan kerja, jaminan sosial di dalam rangka

perbaikan kesejahteraan tenaga kerja secara menyeluruh.10

Pekerja disabilitas fisik memiliki hak, kewajiban, kesempatan, dan peran yang

sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak sebagaimana yang

didapatkan oleh pekerja non disabilitas. Hal tersebut telah ditegaskan di dalam Pasal

5 UU Ketenagakerjaan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama

untuk memperoleh pekerjaan tanpa adanya suatu diskriminasi.

9Imam Soepomo, 1987, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta,

hlm. 81

10G. Kartasapoetra, R.G Kartasapoetra, dan A.G Kartasapoetra, Op.cit.,hlm.127

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

15

Pekerja disabilitas seperti disabilitas fisik selalu terikat perjanjian kerja

dengan pengusaha. Mansoer Wiriaatmaja menyatakan bahwa

Mengingat keberadaan perjanjian kerja sebagai lembaga hukum bagi pekerja

secara individu dalam memusyawarahkan tentang syarat – syarat kerja, hak –

hak dan kewajibannya dengan pengusaha sebagai imbalan dari penunaian

kerjanya untuk pengusaha dalam suatu proses barang maupun jasa, tidak dapat

ditiadakan eksistensinya untuk berdampingan bersama – sama Peraturan

Perusahaan dan Perjanjian Perburuhan.11

Perjanjian kerja merupakan dasar dari terbentuknya hubungan kerja.12

Perjanjian kerja menurut Wirdjono Prodjodikoro sesuai pasal 1601a ada menyebut

tentang persetujuan perburuhan.13

Pengertian Perjanjian kerja yang umum dapat

dilihat dalam Pasal 1601a Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (selanjutnya

disebut KUHPerdata) yang disebutkan sebagai berikut “Perjanjian kerja ialah suatu

persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu buruh mengikatkan diri untuk menyerahkan

tenaganya kepada pihak lain, yaitu majikan, dengan upah selama waktu yang

tertentu”.

Menurut Wiwoho Soedjono, “Perjanjian kerja adalah hubungan hukum antara

seseorang yang bertindak sebagai pekerja/buruh dengan seseorang yang bertindak

sebagai pengusaha/majikan, atau perjanjian orang – perorangan pada satu pihak

11

Djumadi, 2008, Hukum Perburuhan “Perjanjian Kerja”, RajaGrafindo Persada, Jakarta,

hlm.1

12

Asri Wijayanti, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Cet. II, Sinar Grafika,

Jakarta, hlm.41

13

Wirjono Prodjodikoro, 1981, Hukum Perdata Tentang Persetujuan – Persetujuan Tertentu,

Cet.VII, Sumur, Bandung, hlm.67

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

16

dengan pihak lain sebagai pengusaha untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan

mendapat upah”.14

Soebekti ada menyebut perjanjian kerja sebagai perjanjian perburuhan yang

sejati. Menurut Soebekti, Perjanjian Perburuhan yang sejati memiliki beberapa sifat –

sifat khusus sebagai berikut:15

1. Ia menerbitkan suatu hubungan diperatas, yaitu suatu hubungan antara

buruh dan majikan, berdasarkan mana pihak yang satu berhak memberikan

perintah – perintah kepada pihak yang lain tentang bagaimana ia harus

melakukan pekerjaannya;

2. Selalu diperjanjikan suatu gaji atau upah, yang lazimnya berupa uang,

tetapi ada juga yang (sebagian) berupa pengobatan dengan percuma,

kendaraan, makan, penginapan, pakaian dan lain sebagainya;

3. Ia dibuat untuk sewaktu – waktu tententu atau sampai diakhiri oleh salah

satu pihak.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 14 Undang – Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan “Perjanjian kerja adalah perjanjian antara

pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat – syarat

kerja, hak, dan kewajiban para pihak”. Subjek hukum di dalam perjanjian kerja

terdiri atas pengusaha/pemberi kerja dengan pekerja/buruh.

Syarat – syarat suatu perjanjian kerja dapat dibedakan menjadi dua yaitu

syarat materiil dan syarat formil. Syarat materiil dari suatu perjanjian kerja diatur

dalam Pasal 52 UU Ketenagakerjaan yang dibuat atas dasar:

a. Kesepakatan kedua belah pihak;

14

Zaeni Asyhadie, 2007, Hukum Kerja “Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja”,

RajaGrafindo Persada, Jakarta, (selanutnya disingkat Zaeni Asyhadie I), hlm. 49

15

Soebekti, 1960, Pokok – Pokok Hukum Perdata, Cet.V, CV. Pembimbing Masa, Jakarta,

hlm.131

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

17

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan;

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban

umum, kesusilaan, dan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Syarat formil suatu perjanjian kerja diatur di dalam Pasal 54 UU

Ketenagakerjaan yaitu:

a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;

c. Jabatan atau jenis pekerjaan;

d. Tempat pekerjaan;

e. Besarnya upah dan cara pembayarannya;

f. Syarat – syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan

pekerja/buruh;

g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan

i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Perjanjian kerja adalah salah satu bagian dari perjanjian, sehingga, di dalam

membuat suatu perjanjian kerja terdapat hal – hal yang perlu diperhatikan

sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang terdiri atas:

1. Adanya persetujuan kehendak antara pihak yang membuat perjanjian

(consensus);

2. Adanya kecakapan pihak – pihak untuk membuat perjanjian (capacity);

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

18

3. Adanya suatu hal tertentu (object);

4. Adanya suatu sebab hal (causa)

Sepakat yang dimaksudkan adanya kesepakatan antara pihak – pihak yang

melakukan perjanjian.16

Secara yuridis, kesepatan yang terjadi harus bebas dengan

kata lain tidak terdapat cacat kehendak yang meliputi adanya dwang, dwaling, dan

bedrog (penipuan, paksaan, dan kekhilafan).

Subekti menyebutkan sepakat sebagai perizinan, yaitu kedua subjek hukum

yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju, atau seia sekata mengenai hal –

hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang

satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama

secara timbal balik.17

Syarat kedua yaitu kecakapan berbuat hukum. Ketentuan Pasal 1320 ayat (2)

KUHPerdata yaitu adanya kecakapan untuk membuat perikatan. Orang yang

membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya setiap orang

yang sudah dewasa atau akil baliq dan sehat pikirannya adalah cakap menurut

hukum.18

Dalam bidang hukum ketenagakerjaan, seseorang dikatakan dewasa apabila ia

telah berumur 18 tahun. Ditinjau dalam ketentuan Pasal 2 ayat (3) Undang – Undang

Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 138 mengenai usia

16

Asri Wijayanti, op.cit. hlm. 43

17

Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, (selantunya disingkat Subekti I),

hlm.17

18

Ibid., hlm.55

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

19

minimum untuk diperbolehkan bekerja, yaitu usia minimum yang ditetapkan adalah

tidak boleh kurang dari usia tamat sekolah wajib dan paling tidak, tidak boleh kurang

dari 15 tahun. Dalam Pasal 3 ayat (1) yaitu usia minimum untuk diperbolehkan

masuk kerja setiap jenis pekerjaan atau kerja yang karena sifatnya atau karena

keadaan lingkungan dimana pekerjaan itu harus dilakukan mungkin membahayakan

kesehatan, keselamatan, atau moral orang muda tidak boleh kurang dari 18 tahun.19

Berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata memberikan batasan dalam hal siapa –

siapa saja yang dikatakan tidak cakap di dalam membuat persetujuan – persetujuan

seperti:

1. Orang yang belum dewasa;

2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;

3. Orang – orang perempuan yang telah kawin dalam hal ditentukan undang -

undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang – undang dilarang

untuk membuat persetujuan tertentu.

Ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata tidak belaku semuanya karena

berdasarkan Pasal 31 ayat (1) Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan) yaitu hak dan kewajiban istri

adalah seimbang dengan hak dan kewajiban suami dalam kehidupan rumah tangga

dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Dalam Pasal 31 ayat (2) UU

Perkawinan yaitu masing – masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum,

19

Asri Wijayanti, op.cit., hlm. 44

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

20

sehingga dengan demikian apabila seorang wanita dewasa yang telah menikah tidak

akan mengakibatkan status kedewasaannya hilang.

Selanjutnya ditentukan dalam Pasal 433 KUHPerdata disebutkan bahwa

“Setiap orang dewasa, yang selalu berada di dalam keadaan dungu, gila atau mata

gelap, harus ditempatkan dibawah pengampuan, walaupun terkadang ia dapat

menggunakan pikirannya dengan baik. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan

dibawah pengampuan karena keborosan.”

Syarat ketiga yaitu adanya hal tertentu. Hal tertentu yang dimaksudkan adalah

setiap orang dapat melakukan hubungan kerja dengan memiliki objek pekerjaan yang

jelas yaitu melakukan pekerjaan.20

Syarat keempat adalah causa yang dibenarkan.

Causa yang dibenarkan memandang kepada objek hubungan kerja dapat melakukan

pekerjaan apapun dengan tidak bertentangan kepada peraturan perundang –

undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.21

Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif, artinya harus dipenuhi semuanya

kemudian dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kemampuan,

kecakapan dan kemauan bebas kedua belah pihak dalam membuat perjanjian pada

hukum perdata disebut syarat subjektif karena menyangkut mengenai orang yang

membuat perjanjian, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan hal

itu harus halal disebut syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian. Apabila

syarat objektif tidak dipenuhi oleh syarat subjektif, maka akibat dari perjanjian

20

Asri Wijayanti, op.cit., hlm. 45

21 Asri Wijayanti, loc.cit

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

21

tersebut adalah dapat dibatalkan, pihak – pihak yang tidak memberikan persetujuan

secara tidak bebas, demikian juga orang tua/wali atau pengampun bagi orang yang

tidak cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalan perjanjian itu kepada

hakim, sehingga perjanjian tersebut mempunyai ketentuan hukum belum dibatalkan

oleh hakim.22

1.8. Metode Penelitian

Agar suatu penyusunan penelitian ini memenuhi kriteria ilmiah, diperlukan

penggunaan metode – metode tertentu. Metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

1.8.1. Jenis penelitian

Sesuai dengan maksud dan judul dari penelitian ini, maka jenis penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian empiris. Penelitian hukum

empiris istilah lain yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis dan dapat

disebut dengan penelitian lapangan.23

1.8.2. Jenis pendekatan

Di dalam suatu penelitian hukum terdapat beberapa macam pendekatan yang

digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai suatu isu yang diteliti. Penelitian

hukum normatif umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan yakni:

a. Pendekatan kasus (the case approach);

22

Lalu Husni, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Cet. III, Grafindo

Persada, Jakarta, hlm. 43

23

Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Cet. 3, Sinar Grafika, Jakarta,

hlm.15

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

22

b. Pendekatan perundang-undangan (the statute approach);

c. Pendekatan fakta (the fact approach);

d. Pendekatan analisis konsep hukum (analytical &conceptual approach);

e. Pendekatan frasa (words & phrase approach);

f. Pendekatan sejarah (historical approach)

g. Pendekatan perbandingan (comparative approach).

Dalam penelitian ini, untuk membedah permasalahan dipergunakan 2 (dua)

jenis pendekatan masalah. Pendekatan tersebut adalah pendekatan perundang –

undangan (The Statute Approach), dan pendekatan fakta (The Fact Approach).

1. Pendekatan Perundang – undangan (The Statute Approach).

Suatu pendekatan dengan menelaah dan menganalisa semua undang – undang

dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani.24

2. Pendekatan Fakta (The Fact Approach).

Pendekatan fakta adalah adalah suatu pendekatan yang menelaah kepada fakta

– fakta dari pelanggaran hukum teknis yang terjadi. Dalam penelitian ini, penulis

melihat fakta – fakta yang ada dalam Hotel The Westin Resort Nusa Dua Bali

berkaitan dengan pelaksanaan perlindungan hukum teknis terhadap pekerja disabilitas

fisik pada Hotel The Westin Resort Nusa Dua Bali dan kendala yang dihadapi dan

upaya yang ditempuh dalam pelaksanaan perlindungan hukum teknis kepada pekerja

disabilitas fisik.

24

Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,

hlm.93

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

23

1.8.3. Sifat Penelitian

Penelitian hukum empiris yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam

penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, yaitu

penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat – sifat suatu

individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau ada untuk menentukan ada

tidaknya hubungan antar suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian

ini menggambarkan pelaksanaan perlindungan hukum teknis pekerja disabilitas fisik

pada Hotel The Westin Resort Nusa Dua Bali.

1.8.4. Data dan sumber data

1. Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari penelitian di

lapangan yang dilakukan dengan menggunakan metode wawancara yang

dilaksanakan dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan sebagai

pedoman dan pertanyaan – pertanyaan lain sesuai dengan wawancara ketika

wawancara dilakukan.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Data sekunder terdiri

dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang

berhubungan dengan permasalahan penelitian.

1. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang isinya memiliki kekuatan

mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam penelitian ini

menggunakan bahan hukum primer yang terdiri atas:

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

24

a. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

c. Undang – Undang Nomor Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang

Cacat;

d. Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

e. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan

Convenstion On The Rights Of Person With Disabilities (Konvensi

Mengenai Hak – Hak Penyandang Disabilitas);

f. Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;

g. Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja;

h. Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial;

i. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

j. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;

k. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan

Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat;

l. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2015 tentang

Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas;

m. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Repubik Indonesia Nomor : KEP-

205/MEN/1999 tentang Pelatihan Kerja dan Penempatan Tenaga Kerja

Penyandang Cacat;

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

25

n. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.

2. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer seperti buku – buku, makalah, internet, skripsi,

tesis, dan bahan – bahan tertulis yang lain yang berkaitan dengan pelaksanaan

perlindungan hukum teknis terhadap pekerja disabilitas fisik.

3. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum dipergunakan untuk menjelaskan

terkait bahan hukum primer maupun sekunder, bahan hukum tersier dapat

berupa kamus hukum dan ensiklopedia.

1.8.5. Teknik pengumpulan data

1. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik studi dokumen.

Studi dokumen terdiri atas bahan hukum dan perundang – undangan yang

berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan dan dalam hal melakukan penelitian ini

dengan cara mengumpulkan data berdasarkan bentuk bahan hukum sesuai dengan

permasalahan yang ada yang peraturan relevansinya dengan masalah yang diteliti

berupa pelaksanaan perlindungan hukum teknis pekerja disabilitas fisik.

2. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara.

Wawancara adalah proses interaksi dan komunikasi serta cara untuk

memperoleh informasi dengan cara bertanya secara langsung kepada narasumber.

Wawancara dilakukan dengan teknik tanya jawab dan berlangsung terarah,

sehingga tanya jawab harus dikembangkan dalam pokok permasalahan. Dalam

penelitian ini, wawancara dilakukan untuk mendukung data – data yang diperoleh

melalui studi dokumen. Penelitian yang dilakukan di Hotel The Westin Resort

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

26

Nusa Dua Bali, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung, dan Sekolah

Luar Biasa B Jimbaran, Bali.

1.8.6. Teknik penentuan sampel penelitian

Dalam penelitian ini, teknik penentuan sampel penelitian yang digunakan

adalah teknik Non Probability Sampling. Teknik ini digunakan memperoleh subyek –

subyek yang ditunjuk sesuai dengan tujuan penelitian. Tidak semua populasi

memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Teknik pengumpulan sampel

dengan teknik Non Probability Sampling yang digunakan dalam penelitian ini

memfokuskan kepada Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah salah satu

bentuk dari Non Probability Sampling yang penarikan sampel dilakukan berdasarkan

tujuan tertentu yakni sampel dipilih oleh peneliti. Penunjukan dan pemilihan sampel

didasarkan kepada pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan

karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasi.

1.8.7. Teknik pengolahan dan analisis data

Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, tahap

selanjutnya adalah tahap pengolahan data. Data yang telah terkumpul secara lengkap

selanjutnya diolah secara kualitatif yang artinya memilih bahan hukum yang relevan

dan berkaitan dengan permasalahan yang diangkat. Tahap selanjutnya adalah

mengkualifikasikan dan mengumpulkan data berdasarkan kerangka penulisan secara

menyeluruh yang selanjutnya data yang diklasifikasikan tersebut dianalisis secara

deskriptif kualitatif. Deskriprif kualitatif adalah cara menggambarkan secara tepat

tentang hal – hal yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf2 Tuna rungu wicara adalah salah satu bagian dari jenis disabilitas fisik. Tuna rungu wicara adalah seseorang yang tidak dapat mendengarkan

27

Setelah data diolah dan dianalisa, maka akan mendapatkan suatu kebenaran

yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini

yang akan disusun secara sistematis untuk mendapatkan suatu kesimpulan.