Page 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
PT MATOA INDONESIA DIGDAYA adalah adalah inovasi Eco Watch
atau jam ramah lingkungan yang di ciptakan oleh Lucky Perdana Aria kelahiran
Bandung, 23 Maret 1986. Lucky bersama Matoa berhasil membawa Matoa dikenal
dan diminati warga dunia. Eco Watch adalah produk jam ramah lingkungan.
Disebut Eco Watch, karena Matoa memproduksi jam dengan bahan limbah kayu.
Limbah kayu didapat dari perusahaan-perusahaan mebel yang sudah tidak
menggunakan kayu bekas produksi. Diutamakan kayu yang diambil adalah kayu
jenis eboni yang tidak rusak terutama bolong. Kayu jenis tersebut diambil karena
termasuk kayu berwarna hitam, kuat dan eksotis sehingga kesan premium dan
elegan bisa terlihat dari produk jam yang dihasilkan. Dengan menggunakan limbah
kayu, otomatis biaya pada produksi menjadi lebih sedikit di bandingan
menggunakan bahan seperti plastik, alumunium, besi dan lainnya. Agar seimbang
dengan kondisi lingkungannya karena banyaknya manusia yang mendapatkan kayu
dengan cara yang salah sehingga lucky memutuskan menanam bibit pohon baru
sebanyak jumlah jam yang terjual. Pada saat ini Matoa sudah dapat menjual 100
buah perbulannya sehingga pada setiap bulan Matoa dapat menanam 100 bibit
pohon baru.
Gambar 1.1 Lucky dan Matoa
Page 2
2
Sumber: www.matoa-indonesia.com
Lucky memulai usahannya di awal tahun 2011, dengan riset selama 1 tahun.
Ia pernah memiliki jam tangan kayu buatan Amerika yang teryata bahan dari jam
tersebut berasal dari Indonesia. Lucky juga melihat industri yang paling maju di
Amerika salah satunya adalah industri kayu yang bisa di inovasikan dengan
menciptakan produk untuk gaya hidup. Di tengah riset yang dilakukan, lucky
semakin termotivasi saat membaca tweet dari Dino Patti Djalal, yang merupakan
Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Dino Patti Djalal memberi tantangan
kepada orang Indonesia untuk membuat jam tangan dari kayu yang di belinya dari
Hawai. Selama 1 tahun melakukan trial and error akhirnya Lucky berhasil
membuat jam tangan dari kayu dan mulai melakukan pemasaran melalui website,
dan memulai produksi pada tahun 2012. Selain itu Lucky berhasil bertemu dengan
Dino Patti Djalal dan memperlihatkan Eco Watch buatannya. Dino Patti Djalal
memberikan respon yang positif kepada Lucky terhadap jam tangan yang dibuatnya
dengan merek Matoa. Semenjak itu Eco Watch buatan Lucky banyak di pesan oleh
setiap diplomat dalam menghadiri suatu acara dan membawa dan mengenalkan
Matoa sebagai free gift kepada rekan sejawat atau tamu kenegaraan.
Gambar 1.2 Eco-Watch Matoa
Sumber: www.matoa-indonesia.com
Lucky memilih nama “Matoa”, selain mudah diucapkan matoa merupakan
nama sebuah pohon yang berada hanya di Indonesia, yaitu di Papua. Jadi sangat
Page 3
3
teridentifikasi dan membuktikan matoa merupakan produk yang benar-benar
berasal dari Indonesia. Selain itu jenis-jenis jam tangan juga ia beri nama pulau-
pulau di Indonesia, seperti Mori, Alor, Gili, Rote, Sunda, Moyo, Flores, dan Sumba.
Sejauh ini sudah ada 8 jenis jam tangan kayu yang di produksi Matoa. Sampai saat
ini jenis kayu yang digunakan adalah kayu jenis maple dan kayu eboni yang
terkenal dengan kualitasnya. Sementara mesin jam masih memakai merek Minnolta
dari Jepang.
Visi dan Misi
Visi: Membuat benchmark industri kreatif menjadi patokan industri kreatif
di Indonesia ke Matoa dengan tujuan selanjutnya ingin menjadi
patokan di dunia.
Misi: Membuat produk yang kompetitif serta sumber daya manusia yang
kompetitif.
Tabel 1.1 Koleksi Produk Matoa
No Nama Produk Jam Harga Persebaran
1 Matoa Mori Rp 880.000
Local dan
International
2 Matoa Alor Rp 1.100.000
3 Matoa Gili Rp 980.000
4 Matoa Rote Rp 980.000
5 Matoa Sunda Rp. 1.100.000
6 Matoa Moyo Rp 980.000
7 Matoa Flores Rp 980.000
8 Matoa Sumba Rp 980.000
Sumber: www.matoa-indonesia.com
Matoa sekarang adalah produk Eco Watch yang sangat digemari oleh
banyak kalangan dikarenakan desain yang unik dan menarik. Hinga saat ini matoa
sudah dapat menjual dan memasarkan produknya baik local dan international.
Matoa House berada di Jl. Kanayakan Dalam No. 28 Bandung 40135. Jawa Barat,
Indonesia sedangkan Matoa House di Indonesia sudah menyebar di berbagai kota
Page 4
4
seperti Jakarta, Yogyakarta, Makassar, Bali, Solo, Surabaya, Semarang dan
Lampung. Untuk international yaitu, China, Jepang, Malaysia, Singapore dan
Amerika.
Matoa di bidang Ecopreneurship terbilang sukses. Selain itu untuk menjaga
keseimbangan alam di bumi, hingga saat ini Matoa melakukan sebuah kegiatan
menanam pohon sesuai dengan Eco Watch yang berhasil dijual oleh Matoa. Pada
saat ini Matoa sudah dapat menjual 100 buah perbulannya sehingga pada setiap
bulan Matoa dapat menanam 100 bibit pohon baru. Kegiatan ini dilakukan agar
alam tetap terjaga. Dilihat dari kegiatan menanam pohon tersebut, matoa
merupakan perusahaan yang bergerak di bidang ecopreneurship yang perduli
dengan permasalahan lingkungan.
1.2. Latar Belakang
Industrialisasi dan modernisasi di negara-negara maju saat ini mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melihat dari kesuksesan negara maju
akhirnya negara berkembang mulai menerapkannya untuk kesejahteraan
masyarakatnya. Akan tetapi industralisasi dan modernisasi yang tidak merusak
lingkungan menjadi salah satu penyebab terjadinya kerusakan lingkungan. Di era
sekarang, manusia menciptakan teknologi dengan maksud agar lebih mudah,
praktis, efisien dan tidak banyak mengalami kesulitan. Namun tidak jarang
teknologi yang di ciptakan oleh manusia menimbulkan masalah serius bagi
kehidupan makhluk hidup dan lingkungan.
Indonesia merupakan negara berkembang yang mendapat dampak dari
industralisasi ini. Hal ini dapat di lihat dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun
2008 yaitu Kebijakan Industri Nasional bahwa pengembangan industri nasional
yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri, memiliki struktur yang
sehat dan keadilan, berkelanjutan, serta mampu memperkokoh ketahanan nasional
memerlukan sebuah kebijakan industri nasional yang jelas (kemendagri.go.id)
Namun disisi lain, masyarakat Indonesia belum begitu matang dan siap
dalam menghadapinya. Banyak manusia yang belum siap secara mental dan
pengetahuan masuk kedalam kondisi ini yang akhirnya berdampak pada
Page 5
5
permasalahan lingkungan. Mindset atau cara pandang bahwa perusahaan harus
mengedepankan profit mulai banyak dipertanyakan setelah terjadinya berbagai
kerusakan lingkungan sebagai impact dari aktivitas bisnis dalam meraih profit.
Salah satu masalah lingkungan yang dihadapi oleh Indonesia adalah tingginya
volume kerusakan hutan dan kebakaran hutan yang di lakukan oleh masyarakat
Indonesia untuk tujuan tertentu. Berikut adalah forest loss totals di Indonesia dari
tahun 2000-2012:
Gambar 1.3
Annual Forest loss Totals for Indonesia from 2000 to 2012
Sumber: M. C. Hansen et al. (2013:852)
Seperti pada gambar di atas dapat dilihat jumlah kerusakan hutan dari tahun
2000 hingga 2012 terus meningkat dan sudah mencapai 20000 𝑘𝑚2. Sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat pesat, permintaan pasar akan
produk kehutanan juga meningkat dan sering kali harus di penuhi secara cepat
sehingga aspek-aspek pengelolaan hutan yang bertanggung jawab terabaikan.
Menurut data statistik Kementerian Kehutanan tahun 2011, laju deforestasi di
Indonesia pada periode 2000-2010 melesat hingga 1,2 juta hektar hutan
alam setiap tahun. Walaupun angka ini telah menunjukkan penurunan sejak
Page 6
6
2010, bahaya deforestasi masih mengancam dari pola produksi dan konsumsi yang
tidak bertanggung jawab (wwf.or.id).
Gambar 1.4
Perkembangan Kasus Tindak Pidana Kehutanan Sampai Tahun 2013
Sumber: Kementerian Hidup dan Kehutanan Tahun 2014
Seperti dapat dilihat pada gambar di atas tingkat kasus tindak pidana
kehutanan sampai tahun 2013 sangat tinggi dan mencapai jumlah 600. Ancaman
terbesar pada hutan alam Indonesia adalah fungsi hutan menjadi perkebunan,
penebangan liar, perambatan, kebakaran hutan serta eksploitasi hutan secara tidak
lestari untuk pengembangan pemukiman dan industri.
Menyadari pentingnya peran hutan terhadap industri, ekonomi, sosial dan
lingkungan termasuk perannya dalam mitigasi perubahan iklim, pemerintah telah
berupaya menangani permasalahan di bidang kehutanan antara lain dengan
menetapkan kebijakan pemberantasan pencurian dan perdagangan kayu illegal,
penanggulangan kebakaran hutan, rehabilitasi dan konversi sumberdaya hutan serta
desentralisasi sektor kehutanan. Untuk periode tahun 2009-2014 telah disusun
program prioritas Kementerian Kehutanan yang bertujuan untuk mencapai
pengelolaan hutan yang lestari (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.70/Menhut-II/2009) yaitu penetapan kawasan hutan, rehabilitasi hutan dan
peningkatan daya dukung daerah aliran sungai(DAS), pengamanan hutan dan
pengendalian kebakaran hutan, konservasi keanekaragaman hayati, revitalisasi
pemanfaatan hutan dan industri kehutanan, pemberdayaan masyarakat di sekitar
Page 7
7
hutan, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan serta penguatan
kelembagaan kehutanan (rimbawan.com). Berbagai kegiatan kehutanan yang telah
dilaksanakan selama ini berupaya untuk meningkatkan jumlah dan kualitas hutan
melalui kegiatan penanaman. Kegiatan penanaman yang penting diantaranya adalah
reboisasi (penghutanan kembali kawasan hutan yang telah rusak), penghijauan
(penanaman tanaman tahunan di lahan milik). Dengan melakukan kegiatan tersebut,
membuat hutan akan terus terjaga dan lestari.
Sekarang ini banyak perusahaan yang bergerak di bidang ecopreneurship
karena peduli terhadap lingkungan sekitar. Banyaknya pemakaian bahan baku yang
tidak seimbang dengan alam serta pembuangan limbah yang seenaknya, memicu
banyak perusahaaan lahir dan bergerak di bidang ecopreneurship, salah satunya PT
Matoa Indonesia Digdaya. Matoa merupakan perusahaan ecopreneurship yang
dikategorikan sebagai perusahan menengah. Menurut Pasal 6 beserta
penjelasannya, pada UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM yaitu (Saiman,
2009:9) untuk bisa dikatakan usaha mikro, hasil penjualan selama setahun berkisar
< Rp 300.000.000 , untuk bisa dikataan usaha kecil, hasil penjualan selama setahun
berkisar > Rp 300.000.000 – Rp 2.500.000.000, untuk bisa dikatakan usaha
menengah, hasil penjualan berkisar > Rp 2.500.000.000 – Rp 50.000.000.000.
Dalam sebulan Matoa dapat memproduksi sebanyak 500 buah eco watch dengan
harga Rp 980.000 – Rp 1.200.000. Dengan begitu dalam setahun matoa bisa
mendapatkan omset hingga Rp 6.000.000.000 maka dari itu Matoa dikategorikan
sebagai perusahaan menengah. Contoh lain bisnis yang bergerak di bidang
ecopreneurship Woodka yang merupakan pesaing dari Matoa dengan menciptakan
eco watch dengan kombinasi kayu dan kain tenun di kota bandung.
Sementara itu, Ecopreneurship berbeda dengan entrepreneurship.
Perbedaannya adalah ecopreneurship berdiri dengan tujuan berorientasi
melestarikan lingkungan. Menggunakan istilah “ecopreneur”, seorang individu
sudah mempunyai tujuan sosial dan ekologi dengan cara berorientasi pada bisnis
hijau (Isaak 1999 dalam Nugroho Ratna L, 2014:224). Sejalan dengan itu, seorang
ecopreneur melihat dan menilai sumber daya serta peluang yang di dapat
berdasarkan komitmen terhadap lingkungan (Keogh dan Polonsky 1998 dalam
Page 8
8
Nugroho Ratna L, 2014:224). Ecopreneurship adalah konsep kewirausahaan yang
tidak berorientasi terhadap keuntungan saja melainkan memperhatikan lingkungan
dan sosial. Ecopreneurship merupakan perilaku entrepreneurship yang
memperhatikan atau mementingkan keberlangsungan berlanjutan lingkungan pada
masa yang akan datang. Semua kegiatan dalam proses kewirausahaan ramah
terhadap lingkungan seperti memaksimalkan penggunaan bahan-bahan yang sudah
tidak terpakai.
Suatu produk biasa dikategorikan sebagai ecopreneurship jika memenuhi
salah satu dari 4 keriteria utama yaitu, pengurangan berat produk, penggunaan
bahan yang sudah tidak terpakai (recycle), efisien dalam penggunaan energi dan
konservasi lingkungan (ises2015.com). Berdasarkan 4 kategori diatas eco watch
buatan matoa bisa dikategorikan sebagai ecopreneurship karena termasuk 2 dari 4
kategori tersebut yaitu recycle dan konservasi lingkungan. Dengan menggunakan
limbah kayu sebagai bahan baku serta penanaman benih pohon baru sebanyak
jumlah eco-watch yang terjual, eco-watch buatan matoa termasuk dalam bisnis
berdampak positif terhadap lingkungan dan bisa disebut ecopreneurship.
Dengan munculnya perusahaan-perusahaan dan pesaing di bidang
ecopreneurship seperti diatas, lebih mendorong matoa untuk terus berinovasi untuk
mengembangkan bisnisnya di bidang ecopreneurship. Untuk mengidentifikasi
keberlanjutan bisnis perusahaan matoa, digunakan konsep Triple Bottom Line
dengan tiga fokus utama yaitu People, Profit dan Planet. Ini adalah upaya bersama
untuk menggabungkan pertimbangan ekonomi, lingkungan dan sosial menjadi
sebuah perusahaan serta evaluasi dan pengambilan keputusan (Wang dan Lin dalam
Jackson Aimee, Boswell Katherine dan Davis Dorothy, 2011:56).
Oleh karena itu, Sekarang ini banyak bermunculan perusahaan yang
memiliki konsep ecopreneurship dengan melakukan aksi nyata dalam
menyelesaikan masalah lingkungan sekitarnya. Adanya kerusakan hutan yang
disebabkan oleh perusahaan-perusahaan yang tidak bertanggung jawab dan hanya
mementingkan profit saja membuat beberapa perusahaan peduli dan lahir karena
permasalahan yang ada, salah satunya adalah Matoa. PT. Matoa Indonesia Digdaya
yang berdiri sejak tahun 2011 peduli terhadap permasalahan lingkungan tersebut
Page 9
9
dengan menciptakan sebuah produk berupa eco-watch dari bahan kayu yang sudah
tidak digunakan dengan berbagai macam model jam eco-watch dengan nama-nama
yang berasal di Indonesia. Matoa di bidang ecopreneurship terbilang sukses dan
dapat menghabiskan 500-1000 buah jam tantangan eco-watch setiap tahunnta.
Selain itu untuk menjaga keseimbangan dibumi, matoa melakukan konservasi
lingkungan dengan menanam benih pohon baru sebanyak dengan jumlah jam
tangan yang terjual. Kegiatan ini dilakukan agar alam dan lingkungan tetap terjaga.
Akan tetapi permasalahan yang ada didalam matoa adalah konservasi lingkungan
yang sesuai dengan jumlah penjualan eco-watch sehingga bagian pemasaran harus
bekerja keras agar target penjualan terpenuhi dan konservasi dapat dilakukan serta
susahnya mengajak masyarakat untuk menjaga lingkungan. Dengan begitu proses
dalam konservasi lingkungan pun kurang lengkap atau puas jika masyarakat sekitar
juga tidak turun tangan untuk melestarikan lingkungan. Melestarikan lingkungan
merupakan salah satu tujuan matoa dalam berbisnis. Dengan terlaksananya
konservasi lingkungan maka berpengaruh juga terhadap keberlanjutan bisnisnya.
Seperti yang sudah diungkapkan di atas, Matoa merupakan salah satu
perusahaan yang bergerak di bidang ecopreneurship dengan berpartisipasi dalam
melestarikan lingkungan. Lucky selaku owner matoa berhasil menciptakan usaha
baru dari permasalahan lingkungan yang ada. Dengan begitu penulis mengambil PT
MATOA INDONESIA DIGDAYA sebagai objek penelitian untuk kemudian
diidentifikasi menggunakan konsep Triple Bottom Line oleh karena itu penulis
tertarik untuk melakukan pebelitian dengan judul “IDENTIFIKASI KONSEP
TRIPLE BOTTOM LINE TERHADAP KEBERLANJUTAN BISNIS (STUDI
KASUS PADA PT. MATOA INDONESIA DIGDAYA DI KOTA
BANDUNG)”.
1.3. Perumusan Masalah
Industralisasi dan modernisasi di negara-negara maju sekarang ini mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan diciptakannya berbagai macam
teknologi dengan maksud agar lebih mudah dan efisien. Namun teknologi yang di
gunakan menimbulkan masalah yang serius bagi kehidupan makhluk hidup dan
Page 10
10
lingkungan. Salah satu masalah lingkungan yang dihadapi oleh Indonesia adalah
tingginya volume kerusakan hutan dan kebakaran hutan yang dilakukan masyarakat
karena tujuan tertentu.
Akan tetapi dari sekian banyaknya kerusakan lingkungan yang disebabkan
oleh pihak yang tak bertanggung jawab, masih ada beberapa yang peduli terhadap
lingkungan salah satunya adalah matoa. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
matoa yang bergerak di bidang ecopreneurship, menggunakan konsep Triple
Bottom Line dengan tiga fokus utama yaitu People, Profit dan Planet. Dengan
metode tersebut, sangat cocok untuk melihat orientasi bisnis matoa dari ketiga
komponen tersebut.
1.4. Pertanyaan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang pada rumusan masalah, maka pertanyaan
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan profit terhadap keberlanjutan bisnis pada
perusahaan matoa?
2. Bagaimana penerapan People terhadap keberlanjutan bisnis pada
perusahaan matoa?
3. Bagaimana penerapan Planet terhadap keberlanjutan bisnis pada
perusahaan matoa?
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini sesuai dengan penjabaran rumusan masalah yang telah
di buat, yaitu:
1. Mengetahui penerapan Profit terhadap keberlanjutan bisnis pada
perusahaan matoa.
2. Mengetahui penerapan People terhadap keberlanjutan bisnis pada
perusahaan matoa.
3. Mengetahui penerapan Planet terhadap keberlanjutan bisnis pada
perusahaan matoa.
Page 11
11
1.6. Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian ini dapat memeberi manfaat dilihat dari aspek teoritis
dan aspek praktisnya, yaitu:
1.6.1. Manfaat Teoritis
a) Mampu menambah pemahaman mengenai ilmu dan teori pada
bidang ecopreneurship yang berkaitan dengan lingkungan.
b) Berguna sebagi referensi bagi penelitian selanjutnya bagi yang
berminat untuk mempelajari penelitian ini.
1.6.2. Manfaat Praktis
a) Bagi Ecopreneur
Sebagai informasi dan masukan tambahan kepada pelaku
ecopreneurship, yaitu matoa dalam menjalankan bisnis untuk
kedepannya.
b) Bagi Entrepreneur
Sebagai masukan kepada entrepreneur agar dapat memberikan
sesuatu yang bermanfaat kepada lingkungannya dalam
menjalankan usaha sehingga tidak hanya berorientasi pada
keuntungan semata tetapi juga dapat memperhatikan
kesejahteraan lingkunan sekitar.
c) Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat akan pentingnya
kepedulian terhadap lingkungan. Tidak hanya untuk keperluan
pribadi atau perusahaan akan tetapi harus melakukan timbal
balik kepada alam agar tetap lestari.
1.7. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas bisnis yang bergerak di bidang ecopreneurship
yaitu matoa yang diidentifikasi menggunakan konsep Triple Bottom Line terhadap
keberlanjutan bisnis yang berfokus pada profit, people dan planet. Dari tiga fokus
Page 12
12
tersebut, bagaimana matoa yang merupakan bisnis yang bergerak di bidang
ecopreneurship menerapkannya untuk perusahaan dari segi keuntungan, sosial dan
lingkungan mengingat banyaknya masalah yang terjadi pada lingkungan serta
mereka yang lebih berorientasi pada keuntungan semata dan tidak melakukan
timbal balik kepada lingkungan.
Sejalan dengan itu, seorang ecopreneur melihat dan menilai sumber daya
serta peluang yang di saring berdasarkan komitmen terhadap lingkungan (Keogh
dan Polonsky 1998 dalam Nugroho Ratna L, 2014:224). Ecopreneurship
merupakan perilaku entrepreneurship yang memperhatikan atau mementingkan
keberlangsungan berlanjutan lingkungan pada masa yang akan datang. Semua
kegiatan dalam proses kewirausahaan ramah terhadap lingkungan seperti
memaksimalkan penggunaan bahan-bahan yang sudah tidak terpakai.
Penelitian ini menggunakan objek yaitu matoa sebagai sampel untuk di
wawancarai secara langsung yang di kaitkan dengan konsep Triple Bottom Line
dengan tiga fokus yaitu profit, people dan planet. Dengan menggunakan konsep
tersebut, dapat mengetahui apakah matoa sudah menerapkan konsep tersebut
terhadap keberlanjutan bisnisnya yang bergerak di bidang ecopreneurship.
1.8. Sistematika Penelitian
Sistematika penulisan dibuat untuk memberi gambaran umum
tentang penelitian dan hasil penelitian yang dilakukan. Berikut ini urutan
penulisannya :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian secara singkat mengenai gambaran umum perusahaan
gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batas penelitian dan
sistematika penelitian tugas akhir.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN
Bab ini berisi Kajian Pustaka yang mendeskripsikan teori-teori yang
berkaitan dan dianggap berhubungan dengan penelitian ini, serta literatur
Page 13
13
dari penelitian terdahulu yang menunjang penelitian dan gambaran dari
kerangka pemikiran.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi uraian tentang desain penelitian yang akan digunakan,
penjabaran operasional variabel, prosedur pengumpulan data, serta teknik
analisis yang ditunjang dengan teori yang berhubungan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi pembahasan dari hasil analisa pengolahan data yang telah
dilakukan dan dikaitkan dengan teori yang mendasarinya seperti yang telah
diuraikan dalam Bab II.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi hasil akhir berupa rangkuman dan kesimpulan yang dapat
diambil dari penelitian ini, serta diakhir terdapat saran yang penulis berikan
dilihat dari hasil penelitian.