Page 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan
makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), kualitas
sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal pembangunan nasional
perlu dipelihara dan ditingkatkan secara terus-menerus, termasuk derajat
kesehatannya.
Berkaitan dengan hal tersebut, perlu ditingkatkan pula derajat
kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan rakyat melalui upaya peningkatan di bidang pengobatan dan
pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan narkotika
jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta melakukan pencegahan
dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika.
Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di
bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat
merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan
pengawasan yang ketat dan saksama. Oleh karena itu mengimpor, mengekspor,
memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menggunakan
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 2
2
narkotika perlu pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama serta harus
sesuai peraturan perundang-undangan narkotika agar tidak merugikan dan
menimbulkan bahaya bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa, dan negara
serta ketahanan nasional Indonesia;
Tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan
dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung
oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban,
terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
Dalam rangka mewujudkan Indonesia negeri bebas narkoba, Badan
Narkotika Nasional (BNN) mencanangkan tahun 2014 sebagai tahun
penyelamatan penyalahguna narkoba. Program ini dilakukan sebagai langkah
antisipasi untuk menekan jumlah penyalahguna narkoba, mengingat setiap
tahunnya jumlah penyalahguna narkoba cenderung terus meningkat.1 Pada saat ini
jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia sudah mencapai 4,2 juta jiwa. Untuk
itu perlu langkah konkrit dalam menekan jumlah penyalahguna narkoba. Secara
khusus upaya preventif telah dilakukan misalnya oleh aparat penegak hukum yang
berkepentingan khususnya dari BNN, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan
Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) maupun melalui partisipasi aktif masyarakat
dengan munculnya lembaga–lembaga yang didirikan oleh masyarakat termasuk
masyarakat kampus2 yang peduli akan bahaya narkoba.
1“http://news.liputan6.com/read/819336/2-napi-dibekuk-saat-memproduksi-narkoba-di-lapas-
cipinang”,Liputan 6 News. 2 Ibid, hlm. 37
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 3
3
Upaya represif juga telah dilakukan mulai dari penangkapan sampai
dengan proses hukum di pengadilan. Akan tetapi sampai saat ini jumlah
penyalahguna narkoba belum berkurang bahkan cenderung bertambah. Oleh
masyarakat maupun aparat penegak hukum sendiri, penyalahguna narkoba
dianggap sebagai pelaku tindak pidana yang harus dijatuhi pidana penjara. Situasi
ini mengakibatkan timbulnya masalah lain seperti beban lembaga pemasyarakatan
(Lapas) menjadi kelebihan kapasitas (over capacity), Beberapa Lapas justru
menjadi tempat aman bagi penyalahguna narkoba dan munculnya tindak pidana
lain yang diakibatkan oleh penyalahgunaan narkoba di dalam Lapas, bahkan
beberapa kali ditemukan produksi narkoba di dalam Lapas.3 Pendekatan terhadap
solusi menurunkan angka penyalahguna narkoba selama ini dapat dilihat dari 2
(dua) sudut pandang yang berbeda, pertama yang mengutamakan upaya
penegakan hukum dengan penjatuhan sanksi pidana kepada penyalahguna
narkoba agar mendapatkan efek jera, sedangkan di sisi lain menggunakan upaya
rehabilitasi yang diasumsikan dapat berpengaruh pada turunnya demand
(permintaan) terhadap narkoba.
Penyalahgunaan pemakaian narkotika saat ini sudah sangat
memprihatinkan karena sudah merambah keberbagai kalangan mulai pelajar,
anak di bawh umur, sampai para pejabat sipil, anggota Polri dan TNI. Kalangan
pemakai narkotika tidak terbatas pada keluarga yang tidak harmonis tetapi
anggota keluarga yang mapan dan harmonis bisa menjadi pengguna narkotika
yang dapat berakibat fatal serta menyebabkan yang bersangkutan mengalami
3.“http://news.liputan6.com/read/819336/2-napi-dibekuk-saat-memproduksi-narkoba-di-lapas-
cipinang”,Liputan 6 News.
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 4
4
ketergantungan pada narkotika. Ketergantungan semacam ini akan sangat
merusak kehidupan, menghilangkan masa depan yang bersangkutan, dan
merugikan masyarakat. Dalam ketergantungan yang amat sangat dimana
seseorang benar-benar dalam keadaan ketagihan, maka yang bersangkutan akan
mengalami kegoncangan jiwa yang hebat sehingga dapat melakukan apa saja
demi memperoleh narkotika yang dibutuhkan. Dalam keadaan yang demikiaan
seseorang akan mudah melakukan tindakan kriminal yang dapat berakibat fatal
demi untuk memperoleh sedikit narkotika.
Menurut ahli narkotika Arifin Hidayat pada Tahun 1987, efek buruk
yang merugikan serta bahaya yang ditimbulkan narkotika bagi pemakai yang
tidak dengan pengawasan, antara lain ketergantungan pada bahan narkotika itu
sehingga apabila yang bersangkutan tidak memperolehnya dalam waktu tertentu
akan timbul perasaan tercekik, sakit kepala, tubuh menggigil, berkeringat
banyak, mudah tersinggung dan sebagainya.
Penderita ketergantungan terhadap narkotika di berbagai negara dari
tahun ketahun memperlihatkan gejala yang semakin meningkat. Keadaan
demikian ini berarti akan meningkatkan permintaan terhadap narkotika secara
tidak sah. Hal ini merupakan keadaan yang menguntungkan bagi para pedagang
gelap narkotika untuk memperoleh keuntungan yang berlipat ganda, karena
tidak mudah untuk memperoleh narkotika yang dilarang pengedaran dan
penggunaanya secara bebas. Sehingga walaupun terdapat sanksi yang sangat
berat serta diketahui bahwa perbuatan mereka penuh dengan resiko, para
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 5
5
pengedar narkotika tetap berani berspekulasi berusaha mendapatkan dan
mengedarkan narkotika.
Untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan bahaya-bahaya
yang dapat ditimbulkan oleh narkotika. Saat ini telah berlaku berbagai peraturan
dalam rangka mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan narkotika antara
lain: UU RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, UU RI No. 8 Tahun 1981
Tentang Hukum Acara Pidana4, Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011
Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika5, namun demikian
penyalahgunaan narkotika masih banyak terjadi.
Dari latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik untuk memilih
judul “Pelaksanaan Rehabilitasi Medik Terhadap Pelaku Penyalahguna
Narkotika”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Faktor – faktor apakah yang menjadi penyebab penyalahgunaan narkotika
saat ini ?
2. Bagaimanakah pelaksanaan rehabilitasi medik terhadap penyalah guna
narkotika ?
4. UU RI No.8 Tahun 1981 KUHAP, LNRI Tahun 1981 No. 76 TLNRI No.3258
5. PP RI No.25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, LNRI 2011
No.46 TLNRI No.5211
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 6
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Hasil penelitian ini bertujuan:
a. Untuk mengetahui dan memahami mengenai faktor-faktor penyebab
terjadinya penyalahgunaan narkotika saat ini.
b. Untuk mengetahui dan memahami mengenai pelaksanaan rehabilitasi
medik terhadap pelaku penyalah guna narkotika.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis maupun
secara praktis sebagai berikut:
Secara teoritis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran untuk pengembangan ilmu hukum khususnya
dibidang hukum pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika.
Secara praktis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan bagi penegak hukum dalam penanganan rehabilitasi medis bagi
pelaku penyalahgunaan narkotika.
D. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori
a. Teori Perlindungan Hukum
Tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat
yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Beberapa teori
tentang tujuan hukum yang terdapat dalam literature :
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 7
7
1) Teori Etis.
Menurut teori etis hukum semata-mata bertujuan keadilan. Isi
hukum ditentukan oleh keyakinan kita yang etis yang adil dan
tidak. Menurut teori ini hukum bertujuan merealisir atau
mewujudkan keadilan.
2) Teori Utilistis.
Menurut teori ini hukum ingin menjamin kebahagiaan yang
terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-
banyaknya. Pada hakikatnya menurut teori ini tujuan hukum
adalah manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau
kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang terbanyak.
3) Teori Campuran
Menurut Mochtar Kususmaatmadja tujuan pokok dan pertama
dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini
syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat
manusia yang teratur. Di samping ketertiban tujuan lain dari
hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan
ukurannya menurut masyarakat dan zamannya.6
Menurut teori etis, hukum semata-mata bertujuan keadilan. Isi hukum
ditentukan oleh keyakinan kita yang etis tentang yang adil dan tidak. Dengan
6 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005, hlm. 77-
80.
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 8
8
perkataan lain hukum menurut teori ini bertujuan merealisir atau mewujudkan
keadilan.7
Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles
membedakan adanya dua macam keadilan, yaitu :
a. Justitia distributive (distributive justice, verdelende atau begevende
gerechtigheid)
Menuntut setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau
jatahnya. Jatah ini tidak sama untuk setiap orangnya, tergantung
pada kekayaan, kelahiran, pendidikan kemampuan dan sebagainya,
sifatnya adalah proporsional.
b.Justitia commutative (remedial justice, vergeldende atau
ruilgerechtigheid).
Justitia commutative, yakni memberi kepada setiap orang sama
banyaknya. Disini yang dituntut adalah kesamaan. Yang adil ialah
apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang
kedudukan dan sebagainya.8
b. Undang-Undang Yang Berkaitan Dengan Rehabilitasi
Penyalahguna Narkotika
Berdasarkan UU RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yang
berkaitan tentang pengobatan dan rehabilitasi yaitu:
7 Ibid 8 Ibid., hlm. 78-79.
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 9
9
Bagian Kesatu
Pengobatan
Pasal 53
(1) Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis,
dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan
III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(2) Pasien sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat memiliki,
menyimpan, dan/atau membawa Narkotika untuk dirinya sendiri.
(3) Pasien sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) harus mempunyai
bukti yang sah bahwa Narkotika yang dimiliki, disimpan,
dan/atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Rehabilitasi
Pasal 54
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Pasal 55
(1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup
umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat,
rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 10
10
sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan
pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial.
(2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri
atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah
Pasal 56
(1) Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit
yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi
pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis
Pecandu Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri.
Pasal 57
Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan
Pecandu Narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah
atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 11
11
Pasal 58
Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika diselenggarakan baik
oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat.
Pasal 59
(1) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan
Pasal 57 diatur dengan Peraturan Menteri.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58
diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang sosial.
2. Kerangka Konseptual
a. Pengertian Pelaksanaan Rehabilitasi Medik Terhadap Pelaku
Penyalahguna Narkoba
Dalam rangka melindungi masyarakat dari dampak buruk
narkoba, telah ditegaskan dalam Pasal 54 UU RI No. 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika bahwa korban penyalahgunaan narkotika wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkotika dilakukan
dengan maksud untuk memulihkan dan/atau mengembangkan
kemampuan fisik, mental, dan sosial penderita yang bersangkutan.
Rehabilitasi medis9 adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara
terpadu untuk membebaskan korban penyalahgunaan dari
9 Pasal 1 Butir 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2011 Tentang
Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 12
12
ketergantungan narkotika. Rehabilitasi sosial10
adalah suatu proses
kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial,
agar korban penyalahgunaan narkotika dapat kembali melaksanakan
fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam UU RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, diatur
mengenai sanksi pidana berupa pidana kurungan atau pidana denda
bagi orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur yang
sengaja tidak melapor, korban penyalahgunaan narkotika yang sudah
cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri, dan juga bagi
keluarga korban penyalahguna narkotika yang dengan sengaja tidak
melaporkan korban penyalahguna narkotika yang sudah cukup umur.
Bertitik tolak dari ketentuan ini maka orang tua atau wali dari korban
penyalahguna narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan
kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh
pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan
melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Penyalahguna narkotika yang sudah cukup umur juga wajib
melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat
kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah untuk
10 Ibid
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 13
13
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor selanjutnya diatur
melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2011
Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Korban Penyalahguna Narkotika.
Korban penyalahguna narkotika wajib melaporkan diri secara
sukarela kepada Institusi Penerima Wajib Lapor selanjutnya disebut
dengan IPWL agar mendapatkan perawatan. IPWL adalah pusat
kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi
medis dan lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah.
Bagi korban penyalahguna narkotika yang sedang menjalani
proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi medis
dan/atau rehabilitasi sosial yang merupakan kewenangan penyidik,
penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan
setelah mendapatkan rekomendasi dari tim dokter.
Kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi
sosial berlaku juga bagi korban penyalahguna narkotika yang
diperintahkan berdasarkan putusan pengadilan jika korban
penyalahguna narkotika terbukti bersalah melakukan tindak pidana
narkotika; atau penetapan pengadilan jika korban penyalahguna
narkotika tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 14
14
Prosedur penerimaan korban penyalahguna narkotika yang telah
mendapatkan penetapan atau putusan pengadilan dalam program
rehabilitasi ditentukan sebagai berikut: 11
1) Korban penyalahguna narkotika yang telah mendapatkan penetapan
atau putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap
untuk menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui
rehabilitasi, diserahkan oleh pihak kejaksaan ke sarana rehabilitasi
medis terpidana narkotika yang ditunjuk.
2) Penyerahan dilakukan pada jam kerja administratif rumah sakit
yang ditunjuk.
3) Penyerahan korban penyalahguna narkotika yang telah
mendapatkan penetapan dari pengadilan untuk menjalani
rehabilitasi dilakukan oleh pihak kejaksaan dengan disertai berita
acara penetapan pengadilan, dengan melampirkan salinan / petikan
surat penetapan pengadilan, dan surat pernyataan kesanggupan dari
pasien untuk menjalani rehabilitasi medis sesuai rencana terapi
yang ditetapkan oleh tim asesmen yang ditandatangani oleh pasien
dan keluarga / wali.
4) Penyerahan korban penyalahgunaan narkotika yang telah
mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap dari
pengadilan untuk menjalani rehabilitasi, penyerahan oleh kejaksaan
11
Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan No. 46 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang
dalam Proses atau yang Telah Diputus oleh Pengadilan
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 15
15
disertai dengan surat perintah pelaksanaan putusan dan berita acara
pelaksanaan putusan pengadilan, dengan melampirkan salinan/
petikan surat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, dan surat pernyataan kesanggupan dari pasien untuk
menjalani rehabilitasi medis sesuai rencana terapi yang ditetapkan
oleh tim asesmen yang ditandatangani oleh pasien dan keluarga
wali.
5) Berita acara ditandatangani oleh petugas kejaksaan, pasien yang
bersangkutan dan tenaga kesehatan pada sarana rehabilitasi medis
terpidana narkotika yang menerima pasien.
6) Pelaksanaan program rehabilitasi medis sesuai rencana terapi yang
disusun.
Rehabilitasi adalah fasilitas yang sifatnya semi tertutup,
maksudnya hanya orang–orang tertentu dengan kepentingan khusus
yang dapat memasuki area ini. Rehabilitasi narkoba adalah tempat
yang memberikan pelatihan ketrampilan dan pengetahuan untuk
menghindarkan diri dari narkoba.
Pengertian rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkotika
adalah usaha untuk memulihkan dan menjadikan pecandu narkotika
hidup sehat jasmaniah dan rohaniah sehingga dapat menyesuaikan dan
meningkatkan kembali ketrampilan, pengetahuan, serta
kepandaiannya dalam lingkungan hidup.12
12 Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, Rineka Cipta, Jakarta, 1990 , hlm.87
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 16
16
Menurut UU RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, ada dua
jenis rehabilitasi, yaitu:
1) Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan
secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari
ketergantungan narkotika.
2) Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan
secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas
pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi
sosial dalam kehidupan masyarakat.
Pusat atau Lembaga Rehabilitasi yang baik haruslah memenuhi
persyaratan antara lain :
1) Sarana dan prasarana yang memadai termasuk gedung,
akomodasi, kamar mandi/WC yang higienis, makanan dan
minuman yang bergizi dan halal, ruang kelas, ruang
rekreasi, ruang konsultasi individual maupun kelompok,
ruang konsultasi keluarga, ruang ibadah, ruang olah raga,
ruang ketrampilan dan lain sebagainya;
2) Tenaga yang profesional (psikiater, dokter umum, psikolog,
pekerja sosial, perawat, agamawan/rohaniawan dan tenaga
ahli lainnya/instruktur). Tenaga profesional ini untuk
menjalankan program yang terkait;
3) Manajemen yang baik;
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 17
17
4) Kurikulum/program rehabilitasi yang memadai sesuai
dengan kebutuhan;
5) Peraturan dan tata tertib yang ketat agar tidak terjadi
pelanggaran ataupun kekerasan;
6) Keamanan (security) yang ketat agar tidak memungkinkan
peredaran NAZA di dalam pusat rehabilitasi (termasuk
rokok dan minuman keras).13
Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No.04 Tahun 2010
tentang Penempatan penyalahgunaan, korban penyalahgunaan dan
pecandu narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial, untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi,
sehingga wajib diperlukan adanya keterangan ahli dan sebagai standar
dalam proses terapi dan rehabilitasi adalah sebagai berikut :
1) Program Detoksifikasi dan Stabilisasi : lamanya 1 (satu)
bulan
2) Program Primer : lamanya 6 (enam) bulan
3) Program Re-Entry : lamanya 6 (enam) bulan.
Menurut artikel Nugroho Prasetyo Hendro, SH., pecandu
narkoba wajib menjalani rehabilitasi yaitu sebagai berikut:14
13 Dadang Hawari. Terapi (Detoksifikasi) dan Rehabilitasi Pasien Naza (Narkotik, Alkohol, dan
Zat Adiktif lain), Jakarta: UI Press, 2004. 14 http://www.kompasiana.com/tigoragustinussimanjuntak/siapakah-pecandu-narkoba-yang-perlu-
direhabilitasi_54f7c916a3331182208b496a
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 18
18
1) Pecandu narkoba ditangkap/tertangkap tangan sedang
memakai atau memiliki narkoba oleh pihak Polisi ataupun
pihak dari BNN itu sendiri. Untuk narkoba yang
terdapat/tertangkap tangan pada saat penangkapan
diharuskan minimal 0,5 gram (metadon), 1 gram (Sabu-
sabu, fentanil, petidin dan lainnya), 1,8 gram (Heroin,
kokain, morfin, dan lainnya), 2, 4 gram (ectasy, LSD, dll.),
3 gram (psylosybin, Phencyclidine, dll.), 5 gram (ganja,
daun koka, meskalin, dll.) dan berat lainnya yang tidak
dapat disebut satu persatu.
2) Pecandu narkoba yang tidak sengaja ditangkap/tertangkap
tangan tetapi setelah diuji laboratorium oleh penyidik
dengan hasil positif menggunakan narkoba.
3) Ada kalanya pecandu narkoba tidak pernah tertangkap
tangan/ditangkap memakai atau memiliki narkoba begitu
juga diuji pada laboratorium hasilnya negatif sehingga pada
saat persidangan menunjukkan adanya kelainan gangguan
jiwa/gangguan syaraf maka hakim berhak memeriksakan
pecandu narkoba kepada psikolog/psikiater untuk
mendapatkan hasil apakah pecandu narkoba tersebut positif
atau tidak sehingga dalam surat keterangan tersebut dapat
menjadi putusan hakim untuk direhabilitasi si pecandu
narkoba.
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 19
19
4) Bilamana si pecandu narkoba tersebut terbukti bersalah dan
terlibat dalam peredaran narkoba maka si pecandu narkoba
harus menjalani masa rehabilitasi sesuai dengan
hukumannya.
5) Pecandu narkoba yang dilaporkan oleh orangtuanya sendiri
ataupun keluarganya dengan syarat harus disetujui
orangtuanya (bilamana orangtuanya tidak setuju maka
keluarganya dapat juga melaporkan orangtuanya juga)
dikarenakan orangtuanya khawatir terhadap masa depan
anaknya dalam kategori ini ada dua yaitu si pecandu sudah
lebih dari 17 tahun tetapi tidak ingin merehabilitasikan
dirinya dan satu lagi adalah si pecandu narkoba belum
cukup umur.
6) Jika masyarakat melaporkan maka terlebih dahulu
mendapat persetujuan dari rukun warga atau rukun tetangga
dan pada saat pelaporan mesti didampingi oleh ketua
RT/RW setempat, bila orangtua setuju maka orangtua juga
harus hadir pada saat pelaporan tersebut. Jika orangtua si
pecandu tidak setuju maka masyarakat dapat melaporkan
juga orangtuanya tersebut.
7) Yang terakhir adalah jika pecandu narkoba melaporkan diri
sendiri untuk direhabilitasi tanpa atau dengan didampingi
orangtua sehingga institusi penerima wajib lapor
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 20
20
memprioritaskan melaporkan diri sendiri untuk tidak
memberikan syarat yang rumit.
b. Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahguna, yaitu orang yang menggunakan narkotika tanpa
hak atau secara melawan hukum.15
Untuk korban penyalahgunaan
narkotika, tidak disebutkan pengertiannya dalam UU RI No.35 Tahun
2009, namun merujuk pada ketentuan umum Peraturan Bersama 7
(Tujuh) Lembaga Republik Indonesia mengenai penanganan korban
penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi, pengertian
korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja
menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa,
dan atau diancam untuk menggunakan narkotika.
Penyalahgunaan/ketergantungan narkotika merupakan penyakit
endemik dalam masyarakat modern, penyakit kronik yang berulang
kali kambuh dan merupakan prose gangguan mental adiktif.16
Menurut Hawari, penyalahguna NAZA dapat dibagi dalam 3
golongan besar, yaitu :17
1) Ketergantungan primer, ditandai dengan adanya kecemasan
dan depresi, yang pada umumnya terdapat pada orang
dengan kepribadian tidak stabil. Mereka ini sebetulnya
15 Pasal 1 angka 15 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika ,LNR I Tahun 2009 Nomor
143, TLNRI Tahun 2009 Nomor 5062 16
Ibid, hal. 5 17
Ibid. Hal. 6
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 21
21
dapat digolongkan orang yang menderita sakit (pasien)
namun salah atau tersesat ke NAZA dalam upaya untuk
mengobati dirinya sendiri yang seharusnya meminta
pertolongan ke dokter (psikiater). Golongan ini memerlukan
terapi dan rehabilitasi dan bukannya hukuman.
2) Ketergantungan reaktif, yaitu (terutama) terdapat pada
remaja karena dorongan ingin tahu, bujukan dan rayuan
teman, jebakan dan tekanan serta pengaruh teman kelompok
sebaya (peer group pressure). Mereka ini sebenarnya
merupakan korban (victim); golongan ini memerlukan terapi
dan rehabilitasi dan bukannya hukuman.
3) Ketergantungan simtomatis, yaitu penyalahgunaan
ketergantungan NAZA sebagai salah satu gejala dari tipe
kepribadian yang mendasarinya, pada umumnya terjadi
pada orang dengan kepribadian antisosial (psikopat) dan
pemakaian NAZA itu untuk kesenangan semata. Mereka
dapat digolongkan sebagai kriminal karena seringkali
mereka juga merangkap sebagai pengedar (pusher). Mereka
ini selain memerlukan terapi dan rehabilitasi juga hukuman.
Faktor penyebab penyalahgunaan NAZA, yaitu :
1) Faktor psikis, antara lain :
a) Mencari kesenangan dan kegembiraan
b) Mencari inspirasi
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 22
22
c) Melarikan diri dari kenyataan
d) Rasa ingin tahu, meniru, mencoba, dan sebagainya.
2) Faktor sosial kultural, antara lain :
a) Rasa setia kawan
b) Upacara-upacara kepercayaan/adat
c) Tersedia dan mudah diperoleh dan sebagainya
d) Faktor medik, antara lain :
Seseorang yang dalam perkembangan jiwanya mengalami
gangguan, lebih cenderung untuk menyalahgunakan narkotika.
Misalnya : Untuk menghilangkan rasa malu, rasa segan, rasa rendah
diri dan kecemasan. 18
Efek dari penyalahgunaan narkoba, antara lain :
1) Halusinogen, efek dari narkoba bisa mengakibatkan bila
dikonsumsi dalam sekian dosis tertentu dapat
mengakibatkan seseorang menjadi berhalusinasi dengan
melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada / tidak
nyata contohnya kokain & LSD.
2) Stimulan, efek dari narkoba yang bisa mengakibatkan kerja
organ tubuh seperti jantung dan otak bekerja lebih cepat
dari kerja biasanya sehingga mengakibatkan seseorang lebih
bertenaga untuk sementara waktu, dan cenderung membuat
18 Soedjono Dirjosisworo, Hukum Narkotika di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990,
hlm. 97
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 23
23
seorang pengguna lebih senang dan gembira untuk
sementara waktu.
3) Depresan, efek dari narkoba yang bisa menekan sistem
syaraf pusat dan mengurangi aktivitas fungsional tubuh,
sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa membuat
pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Contohnya putaw.
4) Adiktif, Seseorang yang sudah mengkonsumsi narkoba
biasanya akan ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam
narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat pasif,
karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf–
syaraf dalam otak, contoh: ganja, heroin, putaw.
5) Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka
lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah
melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan
akhirnya kematian.19
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis
normative. Dengan demikian dalam penelitian ini hanya menggunakan
data sekunder berupa bahan primer, sekunder dan bahan hukum tersier.
2. Data Penelitian: Data atau materi penelitian diperoleh melalui penelitian
kepustakaan dengan melakukan penelusuran:
19
id.wikipedia.org/wiki/Narkoba
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 24
24
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, antara lain
berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
narkotika:
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika;
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana;
3) Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 2011 tentang
Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika;
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
tentang bahan hukum primer seperti tulisan ilmiah yang berkaitan
dengan masalah penelitian, jurnal dan hasil penelitian yang berkaitan
dengan masalah penelitian yang diteliti. 20
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan informasi lebih
lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
antara lain Kamus Hukum Indonesia, dan Kamus Bahasa Inggris-
Indonesia.
3. Teknik Analisis Data
Data sekunder yang telah diperoleh dari penelusuran kepustakaan
dianalisis secara deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan bertitik
tolak pada pendekatan yuridis normatif yaitu menganalisis undang-
undang yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006 hlm.
155
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016
Page 25
25
F. Sistematik Penulisan
Bab I : PENDAHULUAN; terdiri dari Latar Belakang; Rumusan Masalah;
Tujuan & Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, dan Sistematika Pemulisan.
Bab II : TINJAUAN PUSTAKA: Bab ini membahas, A. Narkotika &
Penyalahgunaannya, B.Perlindungan Hukum Terhadap Korban
Penyalahgunaan Narkotika, dan C.Rehabilitasi Medik.
Bab III : Dalam bab ini dibahas mengenai A.Penyalahguna Narkotika dan
B.Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Penyalahgunaan Narkotika Saat Ini.
Bab IV : Pembahasan dalam bab ini mengenai A.Pengertian Tentang Pelaku
Penyalahguna Narkotika, B.Dasar Hukum & Pelaksanaan Rehabilitasi Medik
Terhadap Pelaku Penyalahguna Narkotika.
Bab V : PENUTUP: KESIMPULAN DAN SARAN.
Pelaksanaan Rehabilitas..., Jessica, Pascasarjana, 2016