1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki era revolusi industri yang semakin pesat ini, terdapat banyak perkembangan dan kemajuan yang terjadi khususnya di dalam teknologi, organisasi maupun instansi pemerintah. Di dalam instansi pemerintah sendiri diperlukannya perkembangan dari sumber daya manusia yang unggul. Sumber daya manusia merupakan aset dan pelaku yang memiliki peran penting untuk mencapai tujuan organisasi. Selain itu, sumber daya manusia juga merupakan bentuk investasi jangka panjang yang perlu dikembangkan dengan baik untuk kelangsungan hidup organisasi. Maka dari itu, apabila sumber daya manusianya buruk maka akan berdampak buruk juga pada operasional kegiatan internal yang terjadi pada organisasi. Menurut laporan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dari United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2018, Indonesia menempatkan posisinya ke dalam kategori pembangunan manusia yang tinggi dan menjadi peringkat 111 dari 189 negara dan wilayah. Untuk pertama kalinya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) Indonesia masuk pada kategori yang tinggi sejak IPM diluncurkan pada tahun 1990. Laporan IPM Indonesia naik 34,6 persen menjadi 70,7 persen pada tahun 2018 dibanding tahun 1990 yang hanya 52,5 persen. Dikarenakan adanya peningkatan pendidikan, fasilitas kesehatan dan ekonomi.
30
Embed
BAB I PENDAHULUANrepository.unpas.ac.id/51023/3/BAB I.pdf · 2021. 3. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki era revolusi industri yang semakin pesat ini,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Memasuki era revolusi industri yang semakin pesat ini, terdapat banyak
perkembangan dan kemajuan yang terjadi khususnya di dalam teknologi,
organisasi maupun instansi pemerintah. Di dalam instansi pemerintah sendiri
diperlukannya perkembangan dari sumber daya manusia yang unggul. Sumber
daya manusia merupakan aset dan pelaku yang memiliki peran penting untuk
mencapai tujuan organisasi. Selain itu, sumber daya manusia juga merupakan
bentuk investasi jangka panjang yang perlu dikembangkan dengan baik untuk
kelangsungan hidup organisasi. Maka dari itu, apabila sumber daya
manusianya buruk maka akan berdampak buruk juga pada operasional
kegiatan internal yang terjadi pada organisasi.
Menurut laporan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dari United
Nations Development Programme (UNDP) tahun 2018, Indonesia
menempatkan posisinya ke dalam kategori pembangunan manusia yang tinggi
dan menjadi peringkat 111 dari 189 negara dan wilayah. Untuk pertama
kalinya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index
(HDI) Indonesia masuk pada kategori yang tinggi sejak IPM diluncurkan pada
tahun 1990. Laporan IPM Indonesia naik 34,6 persen menjadi 70,7 persen
pada tahun 2018 dibanding tahun 1990 yang hanya 52,5 persen. Dikarenakan
adanya peningkatan pendidikan, fasilitas kesehatan dan ekonomi.
2
Sebanyak 17,4 persen dari nilai IPM Indonesia pun hilang dikarenakan
masalah ketimpangan atau ketidakmerataan, lebih besar daripada Negara Asia
Timur dan Pasifik (penurunan rata-ratanya adalah 16,6 persen). Pemerintah
sendiri menyadari adanya ketimpangan tersebut dan akan lebih fokus dalam
tingkatan pembangunan IPM Indonesia serta kualitas sumber daya
manusianya, agar organisasi yang berada di Indonesia sendiri dapat
mengantisipasi dinamika perekonomian dunia yang terus bergerak dan
berubah secara dinamis.
Instansi pemerintah harus melakukan pemberdayaan manusia secara
merata di dalam lingkungan internalnya. Manusia yang dimaksud adalah
pegawai negeri instansi pemerintah yang telah memenuhi syarat-syarat
tertentu menurut undang-undang yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang
berwenang, melaksanakan tugas sesuai dengan jabatan Negeri atau tugas
Negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
diberikan kompensasi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Peraturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian, pegawai negeri instansi pemerintah terdiri dari 3
bagian yaitu: PNS (Pegawai Negeri Sipil), Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Anggota Tentara Nasional Indonesia. Namun peraturan
tersebut sekarang tidak berlaku dan berganti menjadi Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara atau ASN bahwa pegawai negeri
instansi pemerintah terdiri dari 2 bagian yaitu : PNS (Pegawai Negeri Sipil)
dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK/P3K).
3
PNS (Pegawai Negeri Sipil) atau civil servant disebut sebagai pelayan
publik. Maksudnya adalah PNS memiliki tugas utama yaitu untuk melayani
kepentingan publik kepada masyarakat. Oleh karena itu, kinerja sumber daya
manusia yang berkualitas dan profesionalitas di dalam PNS atau Pegawai
Negeri manapun sangat penting dan sangat diperlukan bagi institusi
pemerintah serta sebagai bukti keberhasilan dari suatu organisasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Reformasi Birokrasi (PERMENPAN RB) Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi Atas Implementasi Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang dimana terdapat program
penguatan akuntabilitas kinerja dalam rangka reformasi birokrasi untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi,
Nepotisme), meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, dan
meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.
Akuntabilitas Kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu instansi
pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan program dan kegiatan yang telah diamanatkan para pemangku
kepentingan dalam rangka mencapai misi organisasi secara terukur dengan
sasaran atau target kinerja yang telah ditetapkan melalui laporan kinerja
instansi pemerintah yang disusun secara periodik.
Penguatan akuntabilitas kinerja dilakukan dengan cara penerapan
SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) yang sesuai
dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang SAKIP dan
4
evaluasi implementasi SAKIP yang berfungsi untuk mendorong adanya
peningkatan kinerja instansi pemerintah secara konsisten serta mewujudkan
capaian kinerja (hasil) instansinya sesuai yang diamanahkan dalam RPJMN
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) atau RPJMD (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah).
SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) merupakan
rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat dan prosedur yang dirancang
untuk tujuan penetapan dan pengukuran, pengumpulan data,
pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi
pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja
instansi pemerintah.
Evaluasi atas implementasi SAKIP adalah aktivitas analisis yang
sistematis, pemberian nilai, atribut, apresiasi, dan pengenalan permasalahan,
serta pemberian solusi atas masalah yang ditemukan untuk tujuan peningkatan
akuntabilitas dan kinerja instansi/unit kerja pemerintah. Berikut merupakan
penilaian kategori akuntabilitas kinerja instansi pemerintah :
Tabel 1.1
Penilaian Kategori Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
No. Kategori Nilai Angka Interpretasi
1. AA >90 – 100 Sangat Memuaskan
2. A >80 – 90 Memuaskan
3. BB >70 – 80 Sangat Baik
4. B >60 – 70 Baik
5. CC >50 – 60 Cukup/Memadai
6. C >30 – 50 Kurang
7. D 0 - 30 Sangat Kurang
Sumber : PERMENPAN RB Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015
5
Berdasarkan Tabel 1.1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
tingkatan nilai kategori instansi pemerintah yang berfungsi untuk menentukan
di posisi mana instansi pemerintah tersebut yang memiliki tingkat kinerja
akuntabilitas sangat memuaskan sampai kinerja akuntabilitas yang sangat
kurang. Penilaian tersebut berfungsi juga sebagai bahan pembanding yang
kemudian di evaluasi dari segi kelayakan, efisiensi dan efektivitasnya. Berikut
adalah hasil evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP)
seluruh perangkat daerah yang berada di Provinsi Jawa Barat pada Tahun
2018 dan Tahun 2019 :
Tabel 1.2
Hasil Evaluasi AKIP Seluruh Perangkat Daerah di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2018 dan Tahun 2019
No. Komponen Yang Dinilai
(Kabupaten/Kota)
Predikat
Tahun 2018 Tahun 2019
1. Kabupaten Majalengka B B
2. Kabupaten Kuningan B B
3. Kabupaten Sumedang B B
4. Kabupaten Purwakarta B B
5. Kabupaten Sukabumi B B
6. Kabupaten Tasikmalaya B B
7. Kabupaten Garut BB BB
8. Kabupaten Bogor B B
9. Kabupaten Cirebon B B
10. Kabupaten Indramayu B B
11. Kabupaten Bandung BB BB
12. Kabupaten Bekasi B B
13. Kabupaten Ciamis B B
14. Kabupaten Bandung Barat B B
15. Kabupaten Cianjur B B
16. Kabupaten Pangandaran B B
17. Kabupaten Karawang B B
18. Kabupaten Subang B B
19. Kota Tasikmalaya BB BB
20. Kota Cirebon B B
21. Kota Banjar B B
6
Lanjutan Tabel 1.2
No. Komponen Yang Dinilai
(Kabupaten/Kota)
Predikat
Tahun 2018 Tahun 2019
22. Kota Sukabumi BB BB
23. Kota Depok B B
24. Kota Bogor B BB
25. Kota Bekasi B B
26. Kota Cimahi B B
27. Kota Bandung A BB
Sumber : Biro Organisasi Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat (2019)
Berdasarkan Tabel 1.2 di atas, menunjukkan bahwa Kota Bandung
mengalami penurunan dari nilai A pada tahun 2018 menjadi nilai BB pada
tahun 2019 dalam hasil evaluasi AKIP dari keseluruhan perangkat daerah
yang berada di provinsi Jawa Barat. Hal ini menggambarkan akan adanya
penurunan dari segi kinerja seluruh perangkat daerah di Kota Bandung. Maka
dari itu diperlukannya perbaikan atau pun evaluasi kembali agar Kota
Bandung memiliki nilai perangkat daerah yang tertinggi di antara Kabupaten
dan Kota yang lain di provinsi Jawa Barat seperti pada tahun 2018. Seluruh
perangkat daerah memuat seluruh dinas daerah, badan daerah, sekretariat,
satuan polisi pamong praja (SATPOL PP) dan instansi pemerintah lainnya.
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) merupakan perangkat
pemerintah daerah baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Indonesia
yang bertanggung jawab kepada Gubernur/Bupati/Walikota dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan dekonsentrasi/tugas
pemerintahan di bidang tertentu di daerah provinsi, kabupaten, atau kota.
Pembentukan SKPD yaitu pada tahun 2004 di dalam Undang-Undang Pasal
120 No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
7
Untuk lebih jelas mengenai perbedaan peringkat SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah) yang berada di Kota Bandung. Berikut merupakan Nilai
Evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Kota
Bandung Tahun 2017 sampai Tahun 2019 :
Tabel 1.3
Nilai Evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP) Kota Bandung Tahun 2017 - 2019
No. Nama SKPD Nilai Kriteria
2017 2018 2019
1. Sekretariat Daerah BB BB A
2. Sekretariat DPRD Kota Bandung BB BB A
3. Dinas Pendidikan BB BB A
4. Dinas Kesehatan BB BB A
5. Dinas Tenaga Kerja B BB A
6. Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil B BB A
7. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata B BB A
8. Dinas Komunikasi dan Informatika B B A
9. Dinas Pemuda dan Olahraga B B A
10. Satuan Polisi Pamong Praja B BB A
11. Badan Perencanaan Pembangunan
Penelitian dan Pengembangan B B A
12. Dinas Pekerjaan Umum BB A A
13. Dinas Penataan Ruang B B A
14. Dinas Sosial dan Penanggulangan
Kemiskinan B B A
15.
Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak dan Pemberdayaan
Masyarakat
BB BB A
16. Dinas Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana BB BB A
17. Dinas Pangan dan Pertanian BB BB A
18. Dinas Lingkungan Hidup dan
Kebersihan BB BB A
19. Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah BB BB A
20. Dinas Perdagangan dan Perindustrian BB BB A
21. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu BB BB A
22. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan B BB A
8
Lanjutan Tabel 1.3
No. Nama SKPD Nilai Kriteria
2017 2018 2019
23. Dinas Kebakaran dan Penanggulangan
Bencana B B A
24. Badan Kepegawaian Pendidikan dan
Pelatihan BB BB A
25. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset BB BB A
26. Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah BB BB A
27. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik B BB BB
28.
Dinas Perumahan dan Kawasan
Permukiman Pertanahan dan
Pertamanan
B BB BB
29. Dinas Perhubungan B B BB
Sumber : Inspektorat Kota Bandung, lakip.bandung.go.id, olah data (2019)
Berdasarkan Tabel 1.3 tersebut menunjukkan bahwa Dinas
Perhubungan berada di posisi terakhir dari 29 SKPD di atas. Dari tahun 2017
dan tahun 2018, nilai evaluasi SAKIP Dinas Perhubungan tidak mengalami
peningkatan yaitu dengan nilai B, lalu pada tahun 2019 Dinas Perhubungan
mengalami peningkatan dalam nilai evaluasi SAKIP yaitu dengan nilai BB.
Namun apabila dibandingkan dengan SKPD Kota Bandung yang lain yaitu
memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan Dinas Perhubungan
yang masih rendah dalam hal nilai evaluasi SAKIP di Kota Bandung. Hal ini
membuktikan bahwa Dinas Perhubungan perlu meningkatkan kembali nilai
evaluasi SAKIP nya supaya bisa meraih posisi terbaik di dalam SKPD Kota
Bandung dan reputasi di mata masyarakat yang semakin baik.
Dinas Perhubungan merupakan salah satu dari Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Pemerintah yang melaksanakan urusan Pemerintah Daerah
dan pelayanan umum kepada masyarakat dalam bidang perhubungan. Dinas
Perhubungan dalam melayani publik seperti pengelolaan parkir, pengelolaan
9
angkutan dan terminal, pengelolaan sarana dan operasional, penertiban jalan