1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Kitab Undang-Undang Perdata, terutamanya Undang-Undang mengenai Sengketa Ketenagakerjaan yang biasa disebut penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yang dimana suatu sengketa atau perselisihan timbul disebabkan adanya perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara Pengusaha atau gabungan Pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu Perusahaan. 1 Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Perselisihan Hubungan Industrial dikenal dengan istilah perselisihan perburuan yakni pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh berhubungan dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja . 2 Adanya sengketa ketenagakerjaan di suatu daerah disebabkan oleh para pihak yang berselisih yang dimana adanya perbedaan pendapat atau kepentingan mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum di atur dalam perjanjian kerja, ada juga disebabkan karena kelalaian atau ketidakpatuhan sala satu atau para pihak dalam melaksanakan ketentuan normatif yang telah diatur 1 Pasal 1 angka 1 UU No. 2. Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial. 2 Farid Mu’azd,. Pengadilan Hubungan Industrial, dan Alternatif Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Luar Pengadilan, Ind-Hill-co, Jakarta Selatan, 2006,. hlm. 7.
24
Embed
BAB I PENDAHULUANrepository.ubb.ac.id/1964/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 19. · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1Pasal 1 angka 1 UU No. 2. Tahun 2004 tentang Perselisihan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lahirnya Kitab Undang-Undang Perdata, terutamanya Undang-Undang
mengenai Sengketa Ketenagakerjaan yang biasa disebut penyelesaian
perselisihan hubungan industrial, yang dimana suatu sengketa atau perselisihan
timbul disebabkan adanya perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara Pengusaha atau gabungan Pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan
mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan
kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu
Perusahaan.1 Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 Perselisihan
Hubungan Industrial dikenal dengan istilah perselisihan perburuan yakni
pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh
atau gabungan serikat buruh berhubungan dengan tidak adanya persesuaian
paham mengenai hubungan kerja .2
Adanya sengketa ketenagakerjaan di suatu daerah disebabkan oleh para
pihak yang berselisih yang dimana adanya perbedaan pendapat atau
kepentingan mengenai keadaan ketenagakerjaan yang belum di atur dalam
perjanjian kerja, ada juga disebabkan karena kelalaian atau ketidakpatuhan sala
satu atau para pihak dalam melaksanakan ketentuan normatif yang telah diatur
1Pasal 1 angka 1 UU No. 2. Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial.2Farid Mu’azd,. Pengadilan Hubungan Industrial, dan Alternatif Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial di Luar Pengadilan, Ind-Hill-co, Jakarta Selatan, 2006,. hlm. 7.
2
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau
peraturan perundang-undangan. Sengketa ketenagakerjaan sering disebut juga
perselisihan hubungan industrial yang dimana telah diatur dalam Undang-
Undang No. 2 Tahun 2004 yang mengatur mengenai penyelesaian perselisihan
hubungan industrial, yang dimana perselisihan menurut Bahasa Indonesia
berasal dari kataselisih yang berarti beda atau kelainan. Perselisihan berari
perbedaan atau (pendapat), atau pertikaian, sengketa, percekcokan.3
Maka dalam hal ini dilakukan pembinaan dan pengawasan di bidang
ketenagakerjaan, penjelasan Pasal 173 menjelaskan bahwa pembinaan
merupakan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berasil guna
untuk memperoleh hasil yang lebih baik untuk meningkatkan dan
mengembangkan semua kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan,
dan pengawasan ketenagakerjaan merupakan kegiatan mengawasi dan
menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan.4
Perselisihan hubungan industrial menurut Pasal 1 Angka 1 UU No. 2
Tahun 2004, didefinisikan sebagai perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh
atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan karena hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Sebelumya, menurut UU No. 22 Tahun 1957, perselisihan hubungan industrial
3Ibid.hlm. 54 Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm 22-23
3
dikenal dengan istilah perselisihan perburuan, Dari pengertian perselisihan
hubungan industrial tersebut, UU No. 2 Tahun 2004 mengembangkan dan
melembagakan secara yuridis ada 4 (empat) jenis perselisihan hubungan
pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan.5
Arti dari hukum perburuhan itu sendiri suatu himpunan peraturan, tertulis
maupun yang tidak tertulis , yang berkenaan dengan kejadian dimana seorang
bekerja pada orang lain dengan menerima upah, “seorang bekerja pada orang
lain dengan menerima upah” maksudnya adalah hampir sama dengan yang
disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, yaitu orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.6 Hukum Perburuhan atau Ketenagakerjaan bisa
digolongkan juga dalam dua bagian, yaitu hukum materil dan hukum formil.
Hukum materil adalah seperangkat aturan yang memuat hak-hak atau
kewajiban buruh dan majikan dalam hubungan kerja serta sanksi-sanksi yang
dikenakan apabila ada pihak yang melakukan pelanggaran. Contoh; Undang-
undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Menurut Pasal 165
diatur bahwa pengusaha dapat melakukan phk terhadap pekerja atau buruh
apabila perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja atau buruh berhak atas
uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 Ayat (2), uang
5Ibid.hlm. 86.Hotma P.D.Sitompoel, Hukum Acara Perburuhan(Menyelesaikan Perselisihan Hubungan
Industrial menurut UU No 2 Tahun 2004), DSS PUBLISHING, hlm 3
4
penghargaan semasa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 Ayat (3)
dan uang penggantian hak sesuai dengan pasal 156 ayat (4).7
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa
pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui
koordiniasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Asas pembangunan
ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan
nasional,khususnya asas demokrasi,asas adil,dan merata. Hal ini dilakukan
karena pembangunan ketenagakerjaan menyangkut multidimensi dan terkait
dengan berbagai pihak, yaitu antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja/buruh.
Oleh karenanya, pembangunan ketenagakerjaan dilakukan secara terpadu
dalam bentuk kerjasama yang salingmendukung. Jadi,asas hukum
ketenagakerjaan adalah asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas
sektoral pusat dan daerah.8 Adapun suatu kewajiban pengusaha dan serikat
pekerja/buruh dalam perjanjian kerja bersama mulai berlakunya setelah
didaftarkan dan sejak itu pengusaha dan serikat pekerja/ serikat buruh terikat
dan mempunyai kewajiban masing-masing.9 Sebelumnya telah diuraikan,
bahwa suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa
dikatakan sebagai suatu perjanjian yan sah dan sebagai akibatnya perjanjian
akan mengikat sebagai Undang-Undang yang mereka buatkan.10
7Pasal 165 dan 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.8Abdul Hakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (bedasarkan Undang-
Undang nomor 13 tahun 2003) PT.Citra Aditya Bakti, bandung , 2003, hlm 6.9 Djumialdji, Perjanjian Kerja, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 81
10.Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, PT. Rajadrafindo Persada, jakarta2008, hlm 17
5
Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 bahwa
pembangunan ketenagakerjaan bertujuan, memberdayakan dan
mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi, mewujudkan
pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan
kebutuhan pembangunan nasional dan daerah, memberikan perlindungan
kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan, dan meningkatkankan
kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Sudah disebutkan sebelumnya
bahwa hukum ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja antara tenaga kerja
dan pengusaha, yang berarti mengatur kepentingan orang perorangan. Atas
dasar itulah, maka hukum ketenagakerjaan bersifat prifat (perdata). Disamping
itu, dalam pelaksanaan hubungan kerja untuk masalah-masalah tertentu
diperlukan campur tangan pemerintah, karenanya hukum ketenagakerjaan
bersifat publik.
Pada zaman Hindia Belanda perjanjian perburuhan ini diatur dalam
Pasal-pasal 1601-1603 redaksi lama KUHPer, yang berlaku bagi golongan
yang bukan bangsa Eropa, yang diundangkan dalam asas konkordasi. Dengan
adanya asas konkordasi, maka pasal-pasal tersebut dikonkordinasikan dengan
pasal-pasal 1637-1639 redaksi baru KUHPer Belanda, dan ketentuan-ketentuan
baru ini dimasukkan kedalam KUHPer Indonesia pada tahun 1927 yang
diundangkan dalam S.1929 No.335,jis 458,565 serta S.1927 No.108.11
Hubungan hukum antara buruh/pekerja dengan pengusaha pada
hakikatnya bersifat timpang. Artinya kewajiban pekerja/buruh lebih banyak
11. C.S.T. Kansil, Christine S.T.Kansil,. Modul Hukum Perdata, (termasuk asas-asas hukumperdata), PT.Pradnya Paramita jalan Bunga 8-8A Jakarta 13140,2000, hlm 243.
6
dari pengusaha, misalnya hak usaha atas hasil kerja menjadi kewajiban buruh
diiringi oleh kewajiban-kewajiban pekerja/buruh lainnya, buruh wajib masuk
kerja, buruh wajib mengenain pakaian dinas dengan segala atributnya, buruh
wajib masuk kerja jam 08.00 wib, buruh wajib mengisi daftar presensi, dan
seterusnya. Hal ini di sebabkan posisi buruh yang kurang beruntung
dibandingkan dengan posisi pengusaha sebagai pemilik perusahaan12
Operasional Hukum ketenagakerjaan secara sistematik dan
pengelompokan peraturan perundang-undangan terbagi menjadi 3 (tiga)
kelompok, yaitu yang mengatur masa sebelum bekerja dan massa setelah
bekerja.13Yang dimaksud dengan masa sebelim bekerja(pre-Employment)
masala pengadaan tenaga kerja yang meliputi pengaturan lowongan kerja,
pengarahan dan penempatan tenaga kerja merupakan hal penting dalam upaya
pemenuhan kebutuhan tenaga kerja. Mengingat pentingnya hal tersebut
beberapa peraturan telah ditetapkan antara lain Undang-undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun
1980 tentang wajib lapor lowongan pekerjaan, Peraturan Menteri Muda
Perburuhan Nomor 11 Tahun 1959 tentang Antar Kerja Antar Daerah
(AKAD), Peraturan Mentri Tenaga Kerja Nomor 4 Tahun 1970 tentang
Pengarahan Tenaga Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-
02/MEN/1994 tentang Antar Kerja Antar Negara (AKAN), Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1984 Tentang Rencana penggunaan tenaga
12. Aloysius Uwiyono, Asas-Asas Hukum Perburuhan, PT. Rajagrafindo Persada, Depok,2014, hlm 10
13. Abdul khakim, Op. Cit.hlm. 9
7
kerja warga Negara Asing pendatang.14Masa selama bekerja (During
Employment), During Employmentalic adalah tampaknya masa selama
hubungan kerja mendapatkan perhatian, karena masa itu merupakan substansi
dari hukum ketenagakerjaan. Sedemikian pentingnya, maka pemerintah perlu
campur tangan dan mengatur selama hubungan kerja berlangsung. Melalui
langka inilah semua pihak dapat dilindungi secara adil agar tercapai
ketenangan kerja dan kelangsungan berusaha. Di samping terdapat dalam Buku
III KUH Perdata dan Buku II KUH Dagang, mengenai hubungan kerja diatur
pula dalam beberapa ketentuan, antara lain; Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib
Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000
tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun
1954 tentang Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan, Peraturan
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Setelah hubungan
kerja juga perlu perhatian seksama sehingga tenaga kerja tetap mendapatkan
perlindungan sesuai keadilan.
Permasalahan seperti sakit berkepanjangan, hari tua, pensiun,
tunjangan kematian dan sebagainya tidak dapat diabaikan begitu saja, untuk ini
pemerintah mengambil peranan dengan menetapkan beberapa perundangan
ketenagakerjaan antara lain; Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
14Ibid.hlm. 10
8
Ketenagakerjaan (Pasal 150 sampai dengan Pasal 172), Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perburuhan, Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1964 tentang pemutusan hubungan kerja di perusahaan
swasta, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial. 15
Dengan melihat setiap etensi terutamanya di bidang ketenagakerjaan
pasti mempunyai suatu sengketa, baik di daerah, Profensi/Kota sengketa
ketenagakerjaan akan selalu ada, terutama yang akan dikupas sengketa yang
ada di Kota Pangkalpinang,dimana sengketa ini mengenai kasus yang ada di
SD Muhammadiyah Pangkalpinang yaitu pemecatan 3 guru yang mengajar di
SD tersebut,dimana ketiga guru tersebut tidak mengetahui penyebab mereka
dipecat oleh pihak sekolah, dan patut diketahui setiap sengketa pasti ada suatu
proses penyelesaiannya, sebagai contoh, dalam kasuspemecatan tiga guru
Muhammadiyah secara sepihak.16Dimana ke tiga guru tersebut
mempertanyakan pemecatan yang dilakukan pihak sekolah terhadap mereka.
Menurut H. Ubaidillah selaku Pimpinan Daerah Muhammadiyah
(PDM) Pangkalpinang,mengatakan bahwa pemecatan tersebut bukan tanpa
alasan yang jelas. Menurutnya tiga oknum guru tersebut telah melakukan
pelanggaran norma agama. Salah satu guru misalnya saat upacara bendera
tidak mau hormat, jika mengajar (diduga) ada yang mencium anak-anak.
Ujarnya banyak saksi-saksi yang mengatakan hal tersebut dari pihak guru,
maupun para orang tua siswa. Hasil rapat dengan Pimpinan