BAB I Nabi, Sang Panutan Sebagai seorang muslim, tentu semua tahu, bahwa Nabi Muhammad S.a.w adalah panutan terbaik bagi kita. Semua apapun yang beliau lakukan adalah bentuk dari pembelajaran dan percontohan untuk menuntun kita pada sebuah kehidupan dan masa depan yang lebih cerah. Beliau adalah contoh dalam segala hal. Jika ingin tahu tata cara bergaul yang baik, beliau telah mencontohkan. Jika ingin tahu tata cara transaksi yang fair, beliau juga mencontohkan. Tata cara menyikapi kehidupan sekaligus berbagai macam problematika dan konfliknya, beliau juga telah memberitahukan pada kita. Tata cara beribadah, apalagi. Dan lain sebagainya Bahkan dalam tata cara berpolitik dan strategi berperang pun, beliau telah memberi contoh dan pelajaran bagi kita. Semua itu bisa kita baca dan bisa kita ikuti dalam biografi hidup beliau yang telah terdeskripsikan di beberapa karya monumental para ulama’ terdahulu. Dan yang lebih daripada semua itu adalah, beliau juga ternyata memberi tahukan pada kita bagaimana tata cara mendidik dan mengajar yang baik. Bagaimana cara menyikapi perbedaan individu dan ketidaksamaan pemikiran dan cara berpikir murid-murid kita, siswa kita, santri kita, mahasiswa kita, umat kita, jamaah kita, atau apapun istilahnya, orang yang kita ajar. Semuanya telah beliau contohkan pada kita, dan beliau adalah seorang Guru Besar yang harus kita ikuti. Sebab bagaimanapun, jika kita berposisi sebagai pengajar, maka di hati kecil kita pasti terbersit sebuah keinginan agung nan mulia, yaitu mencerdaskan anak bangsa, dan itu terilustrasikan dengan keinginan sukses dalam mengajar, dan materi yang kita ajarkan bisa dipahami dengan baik oleh mereka-mereka yang kita ajar, juga bermanfaat bagi masa depan mereka, dan terpraktekkan dalam keseharian dan perikehidupan mereka. Puncak
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
Nabi, Sang Panutan
Sebagai seorang muslim, tentu semua tahu, bahwa Nabi Muhammad S.a.w adalah panutan terbaik bagi kita.
Semua apapun yang beliau lakukan adalah bentuk dari pembelajaran dan percontohan untuk menuntun kita pada
sebuah kehidupan dan masa depan yang lebih cerah. Beliau adalah contoh dalam segala hal. Jika ingin tahu tata
cara bergaul yang baik, beliau telah mencontohkan. Jika ingin tahu tata cara transaksi yang fair, beliau juga
mencontohkan. Tata cara menyikapi kehidupan sekaligus berbagai macam problematika dan konfliknya, beliau
juga telah memberitahukan pada kita. Tata cara beribadah, apalagi. Dan lain sebagainya
Bahkan dalam tata cara berpolitik dan strategi berperang pun, beliau telah memberi contoh dan pelajaran bagi
kita. Semua itu bisa kita baca dan bisa kita ikuti dalam biografi hidup beliau yang telah terdeskripsikan di beberapa
karya monumental para ulama’ terdahulu.
Dan yang lebih daripada semua itu adalah, beliau juga ternyata memberi tahukan pada kita bagaimana tata cara
mendidik dan mengajar yang baik. Bagaimana cara menyikapi perbedaan individu dan ketidaksamaan pemikiran
dan cara berpikir murid-murid kita, siswa kita, santri kita, mahasiswa kita, umat kita, jamaah kita, atau apapun
istilahnya, orang yang kita ajar.
Semuanya telah beliau contohkan pada kita, dan beliau adalah seorang Guru Besar yang harus kita ikuti. Sebab
bagaimanapun, jika kita berposisi sebagai pengajar, maka di hati kecil kita pasti terbersit sebuah keinginan agung
nan mulia, yaitu mencerdaskan anak bangsa, dan itu terilustrasikan dengan keinginan sukses dalam mengajar, dan
materi yang kita ajarkan bisa dipahami dengan baik oleh mereka-mereka yang kita ajar, juga bermanfaat bagi masa
depan mereka, dan terpraktekkan dalam keseharian dan perikehidupan mereka. Puncak dan tujuan utama dari
mengajar. Tanpa melihat materi pelajaran apa yang kita ajarkan, baik itu ilmu-ilmu umum atau (terlebih lagi) ilmu-
ilmu agama.
Semua telah Rosulullah S.a.w contohkan, tanpa terspesifikasi pada apa yang kita ajarkan. Sebab apa yang beliau
bawa, dan cara beliau membawa, adalah universal, mencakup keseluruhan, tidak membedakan profesi atau
apapun. Walau sebenarnya mengajar sendiri adalah profesi orisinal dari pada para Rosul dan Nabi dan tujuan asal
dari pengutusan mereka, alaihimus salam.
Dan ke-universal-an sistem mengajar beliau telah diakui oleh sejarah, peradaban, kehidupan, dan kemanusiaan.
Tak berlebihan – dan sangat tepat – jika Michael.H.Hart menempatkan beliau dalam puncak 100 tokoh
berpengaruh sepanjang masa, dalam masterpiece-nya “The 100“. Kurun waktu 1400 tahun ajaran beliau yang terus
diikuti, dan karisma yang terus bergaung, dan tanpa perubahan adalah bukti terbesar daripada itu.
Dan hal itu semua, beliau ekspresikan melalui metode mengajar dan mendidik beliau yang memiliki karakter
tersendiri yang khas dan kuat.
Setidaknya secara global beliau mempunyai 35 metode yang berbeda dalam mengajar. Dan ini sebenarnya hanya
sedikit yang bisa tertulis, karena pada dasarnya metode beliau dalam mengajar (dalam semua bidang ilmu dan
pendidikan) adalah lebih dari 1000, kalau tidak boleh dikatakan tidak terhitung. Karena sesungguhnya beliau
adalah Guru Besar dalam semua fakultas dan jurusan.
Mulai ilmu sosial sampai politik
Mulai ilmu tata bahasa sampai ilmu tata negara
Mulai ilmu kemasyarakatan (civitas,ijtima’) sampai hubungan internasional
Mulai militer sampai kedokteran
Dari geografi sampai astronomi
Dari olahraga sampai perniagaan
Dari sejarah peradaban yang telah punah sampai (bahkan) kejadian di masa depan.
Adapun ilmu-ilmu syariat yang menjelaskan hukum-hukum agama, ilmu yang berbicara seputar tasawwuf, aqidah,
akhlak, suluk, tauhid, fiqih, ilmu-ilmu yang mengatur interaksi antara makhluk dengan Penciptanya, dan ilmu
agama yang lainnya, memang itu adalah asal dan asli dari tujuan pengutusan beliau1.
Beliau adalah Guru Besar dengan nama, makna dan arti yang sebenarnya
Dan semua jurusan dan bidang ilmu yang tersebut tadi, telah terdeskripsikan dalam Al-Qur’an yang diturunkan
padanya dan Assunnah (Hadits) yang dibawa olehnya. Beliau S.a.w memiliki karakteristik mendidik tersendiri yang
tidak dipunyai oleh pengajar manapun, sebelum beliau dan sesudahnya.
Kalau Napoleon Bonaparte dalam diary pribadinya menyatakan kekaguman tertingginya pada beliau, maka kita
sebagai seorang pengajar yang muslim, sebagai umatnya, lebih berhak lagi atas kekaguman dan rasa bangga itu.
Dan sesungguhnya beliau diutus adalah sebagai seorang Pengajar. Beliau sendiri telah berstatemen :
� �مًا �ُت� ُم�َع�ِّل �َع�ْث �مًا ُب �َّن ِإ
“Sesungguhnya aku diutus sebagai seorang pengajar” (HR. Ibnu Majah)
1 Sebenarnya, agama dan kehidupan itu tidak terpisah. Ajakan pemikiran liberal untuk memisahkan semua aspek agama dan kehidupan adalah sebuah kekeliruan. Liberalisme yang dikembangkan cendekiawan non muslim jika diterapkan dalam islam sangatlah tidak tepat. Sebab pada dasarnya ajaran islam sama sekali tidak bertentangan dengan rasio. Hal itu terjadi pada awalnya adalah karena pengekangan yang di lakukan gereja terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Memang, liberalisme jika diterapkan dalam agama Kristen sangat tepat. Karena dalam ajaran mereka terjadi begitu banyak pemalsuan yang sangat bertentangan dengan rasio. Jika kita mau membaca sejarah, maka kita tidak akan terjebak dalam hal ini, yaitu, pemisahan agama (islam) dari kehidupan. Sebab (sekali lagi) ajaran islam sama sekali tidak bertentangan dengan rasio. Contoh dari itu, saat abad pertengahan, para ilmuwan yang menetapkan bahwa bumi bulat, maka mereka dikejar-kejar dan dibunuh dan dianggap sebagai tukang tenung, sehingga akibat tekanan itu, terjadilah pemberontakan di kalangan ilmuwan terhadap konsensus gereja yang menyatakan bahwa bumi itu datar. Hal ini berbeda dengan islam yang sejak awal menyatakan bahwa bumi adalah bulat. Jika kita mau teliti, tak ada satupun ajaran islam yang tidak masuk akal. Jika ada ajaran yang tidak bisa difaham akal, maka itu sebenarnya akal belum mampu menjangkaunya, dan pada saatnya nanti akan mampu dijangkau. Sebagaimana proses perkembangan janin, alqur’an telah menyebutkannya 14 abad yang lalu, tetapi iptek dan dunia kedokteran baru saja bisa membongkar rahasia ribuan tahun itu pada pertengahan abad 20 ini saja.
Oleh karena itu, sebagian orang bijak berkata, andai Rosululloh S.a.w tidak memiliki mukjizat apapun kecuali para
sahabat-sahabatnya, murid-murid terbaik didikan beliau, maka itu sudah cukup membuktikan akan kerasulan dan
kenabian beliau. Lewat para sahabatnya lah, pengikut pertama beliau, buah pendidikan keras itu terlihat sampai
kini.
Kala Nabi Isa A.s diangkat ke langit, beliau hanya punya 12 pengikut setia (Al-Hawariyyun). Maka Nabi kita memiliki
124.000 murid saat beliau wafat, 30.000 di antaranya adalah panglima, pemimpin dan tokoh-tokoh kapabel, ulung,
dan berkualitas yang diakui sejarah, dan di puncak mereka ada 4 sosok besar yang tak satupun manusia di muka
bumi ini yang tidak pernah mendengar namanya; Abu bakar r.a, Umar bin al-khottob r.a, Utsman bin Affan r.a, dan
Ali bin Abi tholib r.a.
Para pemimpin kaliber dunia yang terdidik dari satu tangan dingin, di kampus dan pesantren, sekaligus barak
militer yang sama, Masjid Nabawi, namun memiliki karakter dan kemampuan yang berbeda-beda, tidak sama
antara satu dengan yang lain! Walau sebenarnya secara umum Nabi dalam mengajar, tidak hanya Cuma di masjid
Nabawi. Sebagian besar beliau mengajar di sekolah alam, di tempat-tempat terbuka. Saat dalam bepergian, saat di
pasar, saat dalam peperangan, dan sebagainya.
Sangat jarang, bahkan tidak ada, pendidik dan pengajar sebagaimana Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam. Meskipun beliau terlahir dan muncul dengan background lingkungan padang pasir yang gersang, tandus,
keras, yang masyarakatnya nomaden, temperamental juga paganis, dan jauh dari modernitas, bahkan jauh dari
pusat-pusat peradaban dunia kala itu; Romawi, Persia, Palmeyra (yordania sekarang), Yaman dan Delta Sungai Nil
(Mesir). Namun beliau menghadirkan sesuatu yang sama sekali baru untuk dunia, kehidupan, peradaban,
1 Lihat al-bidayah wa an-nihayah karya Ibnu Katsir, atau tarikh milik ibnu Khaldun, saat khilafah dipegang oleh Daulah Abbasiyah, di masa kekhalifahan Ma’mun bin Harun Arrasyid
2 Dimulai dari Cyprus dan Nicosia
3 Bahkan saat masa pemerintahan S.Utsman bin Affan, delegasi khilafah telah sampai ke daratan Indonesia
4 Dinasti Sasanid runtuh pada abad 6 masehi saat khilafah S.Umar bin alkhattab, sedangkan Romawi timur kehilangan pengaruhnya dan runtuh total pada penghujung abad 14 di tangan Sultan Muhammad Al-Fatih, Khalifah dari Dinasti Ottoman (Turki Utsmani)
5 Salah seorang ulama caliber dunia, badi’uz zaman Syaikh Sa’id An-Nursi (w.1950 M) mengatakan, bahwa Eropa sekarang sedang mengandung Islam, dan sebentar lagi akan melahirkan.
kemanusiaan, dan untuk semuanya yang tidak sanggup dilakukan oleh siapapun. Saat yang sama, yang makin
menambah kehebatan beliau S.a.w, adalah beliau seorang ummiy (illiterate), yang tidak bisa baca dan tulis.
Tetapi bagaimana beliau bisa menjadi dan mendapat gelar setinggi itu? Guru Besar? Bukan sekedar Profesor
honoris Causa. Alangkah hebatnya beliau. Tentu saja sebuah keluarbiasaan jika orang yang tidak bisa baca dan
tulis, bisa menghilangkan buta huruf dan buta hati, dan membuka mata dunia, yang saat itu terkatup rapat 1.
Sementara orang yang bisa baca dan tulis, belum tentu dia mampu menghasilkan satu orang saja, alih-alih
merubah dunia.
Memang tentu para Nabi (termasuk Nabi Muhammad S.a.w) ada inayah ilahiyah (bantuan dari Allah ta’ala) di sana,
namun bantuan itu tidak akan datang begitu saja, kecuali kalau mereka mempunyai karakter khusus dan
kepribadian yang kuat juga kecerdasan di atas rata-rata. Sesuai hukum alam, ada sebab maka ada akibat2. Dan
memang mereka semua telah disiapkan oleh Allah ta’ala untuk kepentingan itu.
Jadi sudah seyogyanya dan seharusnya jika kita mengikuti dan mencontoh karakteristik beliau dalam mengajar.
Sebab apa yang beliau contohkan pada kita, di samping universal, juga relevan sepanjang masa, cocok dengan
segala keadaan dan cuaca. Itu jika memang kita ingin sukses dalam mendidik, mengajar dan mencerdaskan anak
bangsa. Tidak Cuma itu, tetapi kita dihormati dan nama kita dikenang dengan baik dan harum oleh murid-murid
kita, dan oleh tinta sejarah.
Sesungguhnya Allah telah menganugerahkan pada beliau ilmu yang tidak seorangpun bisa menyamainya. Tak
hanya itu, beliau juga diberi kepribadian sempurna, hal itu dinyatakan Allah ta’ala dalam firmanNya yang artinya :
“…dan Allah telah menurunkan kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum
kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.” (Q.S.Annisa: 113)
Lemah lembut dalam mengajar
1 Untuk lebih jelas, baca demografi keadaan dunia sebelum kelahiran dan diutusnya beliau, di kitab-kitab yang menerangkan biografi beliau. (kitab-kitab siroh Rosul)
2 Contoh dari itu adalah kemenangan orang islam pada pertempuran pertama mereka dalam sejarah, ekspedisi badar (april 624 M/romadlon 2 H), padahal saat itu tentara islam hanya berkekuatan 313 pasukan dengan persenjataan yang minim, sementara tentara paganis kafir quraisy berkekuatan 1000 tentara dengan persenjataan lengkap. Ada faktor non teknis memang, yaitu mukjizat dan bantuan dari malaikat, namun tentara islam sendiri saat itu, unggul secara
teknis dan strategi juga, dengan memilih posisi yang strategis, dan melancarkan serangan di waktu dan saat yang tepat sesuai perhitungan dan strategi tempur yang diatur sendiri oleh Nabi Muhammad S.a.w. Bantuan tidak akan datang begitu saja andai kaum muslimin hanya berdiri mematung tidak melakukan apa-apa saat itu.
Dan beliau pun lalu menyebarkan ilmu itu pada semua manusia. Beliau adalah pengajar pertama kebaikan
di muka bumi itu. Beliau pun memiliki keindahan susunan kata, ketajaman logika, sistem dan style mengajar yang
bijak, dada yang lapang, hati yang lembut, jiwa yang cerah dan bercahaya, kasih sayang, kebijaksanaan, kecerdasan
dan perhatian. Beliau sangat care terhadap ummatnya. Beliau tidak suka menggunakan cara yang keras dalam
mengajar, kecuali sesekali saja. Bahkan jika keadaan menuntut itu, semacam ada ketidak tepatan dari sahabatnya,
akhlak yang tidak pas, beliau tidak menegur atau membentak dengan terus terang, tetapi dengan kode ataupun
sindiran, sehalus mungkin.
Beliau tahu, bahwa ketika mengajar dengan cara keras apalagi cenderung kasar, justru reaksi yang terjadi adalah
sebaliknya. Bukannya ilmu yang masuk ke hati, yang ada adalah perlawanan. Malah terkadang keterus terangan
dalam membentak, atau mendidik dengan cara mengolok, bisa menjatuhkan wibawa seorang pengajar di depan
muridnya, karena bisa jadi murid menilai gurunya sebagai guru yang arogan. Dan tabiat umum manusia adalah
benci akan sikap kekerasan dan kearogansian.
Nah, saat murid apriori pada gurunya, maka secara otomatis guru itu tidak akan bisa menanamkan nilai dan ilmu
dalam hati muridnya. Sebab yang sangat dibutuhkan untuk masuknya sebuah ilmu dalam hati murid, adalah
ketulusan dan keikhlasan guru itu sendiri, di samping respon positif dari si murid.
Idza wujidat-il qoobiliyyah min-at tholib, ma’a nadhor-il mu’allim, lahashola fath-un adzim. Jika ada
respon positif dari murid serta ada perhatian dari guru, maka akan terjadi iluminasi dan pencerahan yang luar
biasa.
Maka, andaikata si murid merespon, sementara guru asal-asalan dalam mengajar, atau ada perhatian dari guru,
sementara murid tidak merespon apa yang diajarkan, meski mengajarnya sampai teriak-teriak, maka pencerahan
ilmiah itu tidak akan mungkin terjadi. Dengan kata lain, kegiatan belajar mengajar gagal.
Jadi, respon murid dan perhatian guru, adalah syarat mutlak suksesnya kegiatan belajar mengajar. Dari sini pula
kita tahu, tempat pendidikan1 yang
1 Pondok pesantren (ar: ma’had) ataupun sekolah umum, pada dasarnya adalah sama, tempat menimba ilmu. Yang berbeda adalah materi yang diajarkan dan karakteristik pendidikannya, serta kontribusi yang diberikan pada kehidupan dan masyarakat. Juga dari sisi hasil split personality-nya. Termasuk perbedaan yang menonjol adalah dari segi moralitas, integritas, loyalitas (bahkan fanatisme), penghargaan dan pengagungan murid pada gurunya.
Lebih dari pada itu, yang harus kita ketahui secara ijmali (global), perbedaan antara pesantren (beserta semua tingkatannya, mulai I’dadi, ibtida’I, tsanawi/wustho, aliyah, takhossusiy, ma’had aliy, dan dirosah ulya) dan pendidikan formal (mulai Playgroup,TK, SD/MI, SMP/Mts, SMU/SMK/MA,= =perguruan tinggi) adalah pesantren memiliki ta’lim, tadris, ta’dib dan tarbiyah, sedangkan pendidikan formal hanya ta’lim dan tadris saja.
Ta’lim adalah proses transfer ilmu dari guru pada murid, transfer of knowledge. Tadris atau psikomotorik. Ta’dib yaitu sudah mulai praktek. sedangkan tarbiyah adalah pengawasan, dan didikan langsung yang berupa penggemblengan hati dan pendadaran jiwa dan ruh agar mengenal Penciptanya, yang dilakukan guru pada murid secara terus menerus dalam 24 jam. Jadi di pesantren di samping membawa ilmu pengetahuan, yang kedua mengamalkan ilmu itu sendiri, yang ketiga membentuk kepribadian, dan yang keempat, meningkatkan, dan menambah kualitas ruhani.
Ta’lim bisa diperoleh dengan jangka waktu yang ditargetkan, meskipun pendek (3 tahun misalkan). Sedangkan tarbiyah tidak bisa dilakukan secara instant, bahkan terkadang membutuhkan waktu lama dan panjang, tergantung kepribadian dan suluk masing-masing individu si murid, dengan keharusan mulazamah (selalu bersama guru) selama 24 jam, sehingga dia tahu secara langsung apapun yang dilakukan sang guru dalam rangka mendidiknya.
berkualitas atau tidak, yang favorit atau non favorit, yang unggulan atau non unggulan, hanya sarana dan fasilitas
pendukung saja. Karena semua tetap kembali pada murid dan guru, itu saja, dua unsur terpenting dalam
pendidikan.
Namun tentu kita sebagai pengajar, tetap harus berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pemahaman
dan menularkan sekaligus mentransfer ilmu pada murid yang kita ajar. Oleh karena itu, metode apapun berusaha
kita gunakan.
Poin-poin umum yang harus selalu diperhatikan oleh seorang pengajar
Rendah hati
Lemah lembut, dan santun (sebab bisa dipastikan, jika seorang pengajar temperamen dan killer – tidak
pada waktunya – akan banyak murid yang kabur darinya)
Keep smile
Tidak mudah membentak dan memarahi murid saat melakukan kesalahan
Tidak langsung mencela, menjelekkan atau membodohkan murid saat melakukan kekeliruan
Tidak memuji murid secara langsung di hadapan teman-temannya
Sabar terhadap kenakalan yang muncul dari muridnya
Sebisa mungkin tidak melakukan hukuman fisik terhadap murid, karena yang mereka butuhkan
sebenarnya adalah perhatian, bukan kekerasan
Rata dalam perhatian, antara yang bodoh dan yang pintar, yang miskin dan yang kaya, yang bagus rupa
dan yang buruk rupa. Jangan sekalipun pilih kasih pada murid tertentu, dan ini adalah kunci untuk meraih
cinta dari semua murid, yang merupakan kunci utama kesuksesan mengajar
Bila ada pertanyaan yang tiba-tiba dan menyudutkan, atau logat yang kasar dan perlawanan dari murid,
tidak langsung marah, tetapi tetap senyum dan menghadapi dengan lembut
Memiliki ketegaran hati, dan keberanian menyampaikan sesuatu yang benar
Poin-poin di atas adalah sekian poin yang kesemuanya dicontohkan oleh Nabi kita. Allah ta’ala berfirman :
“…Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…” (QS.Ali
Imron : 159)
Ketika usai ekspedisi Hunain, Rosul membagi harta pampasan perang, tiba-tiba saat itu datang seorang arab dari
pedesaan 1 mendesak beliau meminta jatah dari harta itu, bahkan dia menarik selendang Nabi dengan keras,
sehingga beliau tertarik ke belakang dan di leher beliau terlihat bekas goresan selendang yang menjerat leher
beliau. Dan dalam keadaan seperti itu, beliau tetap mengulas senyum dan tidak marah.
Jadi sudah seyogyanya jika seorang pengajar muslim mencontoh Nabi S.a.w dalam semua perilakunya,
kepribadiannya, pemikirannya, moralitasnya, tindakannya, gaya interaksinya, kecakapannya dalam mengajar, juga
penampilannya 2
Atribut Moral dan Psikis yang harus dimiliki pengajar berkapasitas
1. Selalu menjadi contoh yang baik (Qudwah hasanah)
2. Murah hati, sabar, dan memiliki kontrol diri yang bagus
3. Lemah lembut, penuh dengan kasih sayang, belas kasihan, perasaan, perhatian dan cinta, terhadap murid-
seluruh sahabatnya untuk bertahallul memotong rambut. Namun tak seorangpun dari para sahabatnya
melakukannya, sebagian besar masih “ngambek” sebab kecewa tidak jadi masuk kota Mekkah.
Melihat hal itu, beliau agak gusar dan masuk ke tendanya lalu bercerita pada istrinya, S.Ummu Salamah, bahwa
para sahabatnya tidak menuruti perintahnya.
Sang istri segera memberikan isyarat agar beliau sendiri yang memulai bertahallul. Seketika itu pula beliau
memanggil tukang cukur pribadinya untuk memangkas rambut beliau. Demi melihat hal itu, serentak seluruh
sahabatnya yang tadinya tidak mau bertahallul, segera semuanya saling bertahallul memotong rambut mereka,
mencontoh apa yang Nabi S.a.w lakukan.
Alhasil, apapun yang beliau perintahkan, yang beliau larang, beliaulah orang pertama yang melaksanakan apa yang
diperintahkan, dan menjauhi apa yang dilarang.
Rosululloh S.a.w. mengajarkan pada kita nilai-nilai dan akhlak mulia, beliau sendiri dalam keseharian dan
tindakannya selalu berakhlak mulia.
Tentu tidak masuk akal bukan, saat kita menyuruh murid-murid kita untuk bersikap lemah lembut, tetapi di saat
yang sama kita selalu suka marah-marah?
Contoh daripada metode ini sangatlah banyak. Dan metode ini adalah metode yang paling sering beliau gunakan
dalam mengajar, juga metode beliau yang paling menonjol. Sebab pada dasarnya beliau memang diutus tidak
sekedar memberikan teori saja, tetapi sekaligus prakteknya. Hal itu telah disitir dalam al-qur’an yang artinya :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosululloh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak mengingat Allah.”
Dan tentu saja sebagai uswah hasanah (panutan yang baik) tidak mungkin lagi kecuali memberikan contoh dan
praktek secara langsung.
1 Sebagian besar ilmu ini berkisar pada ilmu-ilmu yang berhubungan dengan ibadah, semisal wudlu, sholat, haji, puasa, beramal baik, dst. Juga yang berhubungan dengan olahraga (seperti renang, berkuda, memanah) dan ilmu kemiliteran.
Setelah itu orang tadi pun pergi, beberapa hari kemudian Nabi S.a.w bertanya kepadaku : “Umar, kamu tahu tidak,
siapa orang yang (kemarin) bertanya padaku itu?”
“Allah dan Rosul lebih tahu”, jawabku
“Dia adalah Jibril, dia datang kepada kalian untuk mengajarkan pada kalian tentang (inti) agama yang kalian peluk”
(H.R. Muslim)
1 Maksudnya adalah jika kejadian pembangkangan anak pada orang tua (murid pada gurunya juga) semakin banyak, sehingga anak memperlakukan ayah ibunya layaknya majikan memperlakukan budaknya, dengan penghinaan, cacian, bahkan tak segan melancarkan pukulan, wal iyadzu billah.
1 Untuk sabda Rosul ini, kita harus mampu mencermati kata beliau dengan baik. Bukan lantas dengan itu berarti kaum wanita sedikit di surga, tetapi bahkan sebaliknya. Penduduk surga dari kalangan wanita juga lebih banyak bahkan berlipat dari pada kaum laki-laki. Dengan perhitungan dan perbandingan, setiap satu laki-laki di surga nanti, paling sedikit memiliki dua istri dari dunia (bagaimana jika yang di dunianya dia poligami lebih dari dua). Itu belum jumlah bidadari asli surga. Wallohu A’lam (lihat buku Maa laa ainu-n Ro-at, karya Dr.Sayyid Muhammad al-Maliky)
2 Dan pohon ini dipakai symbol gerakan kepramukaan oleh gerakan pramuka Saudi Arabia (Harokah Kassyafah Mamlakah Arobiyah Assa’udiyah), adapun gerakan pramuka kita menggunakan symbol pohon kelapa, yang memiliki kontur dan bentuk sama seperti pohon kurma, walau tak sekokoh pohon kurma (syajarotu-n Nahil)
Dalam banyak kesempatan saat mengajar, beliau S.a.w juga menggunakan metode allegori (perumpamaan), untuk
menjelaskan suatu makna dari ajaran yang beliau sampaikan. Dalam penjelasannya, beliau menggunakan media
benda yang banyak dilihat orang, atau yang mereka rasakan, atau yang mereka pegang.
Metode ini sangat memudahkan pelajar untuk mendeskripsikan suatu masalah yang mungkin kurang jelas baginya.
Metode ini umum digunakan oleh pengajar-pengajar sastra, dan telah disepakati oleh mereka bahwa penggunaan
alegori dan persamaan (tasybih) memiliki pengaruh besar dan sangat membantu dalam menjelaskan sebuah arti
yang samar dan kurang jelas.
Di Al-qur’an sendiri banyak sekali ayat yang menggunakan perumpamaan, dan tentu saja Nabi S.a.w banyak
mengikuti metode Al-qur’an ini dalam forum-forum pidato, orasi, dan cara mengajar beliau. 1
Salah satu contoh metode ini, sabda beliau S.a.w yang diriwayatkan Abu Daud: “Perumpamaan orang mukmin
yang membaca Alqur’an itu laksana Jeruk, wangi aromanya dan enak rasanya. Sedangkan mukmin yang tidak baca
Alqur’an itu seperti kurma, enak rasanya tetapi tidak ada aromanya. Adapun orang munafik yang membaca al-
qur’an, itu seperti bunga, baunya harum, tapi rasanya pahit. Sedang orang munafik yang tidak baca qur’an, itu
seperti jadam, pahit rasanya juga tidak ada aromanya”.
Atau sabda beliau yang lain: “Perumpamaan teman yang baik, itu seperti pedagang minyak wangi, jika kamu tidak
diberinya sedikit, maka kamu mendapat harum wanginya. Sedangkan teman yang buruk, itu seperti pandai besi,
jika kamu tidak terkena percikan kecil apinya, maka kamu terkena asapnya.”
Sebab dengan perumpamaan seperti itu, terkadang suatu permasalahan tampak lebih jelas dan lebih menancap
kuat dalam hati dan ingatan.
1 Ada beberapa ulama’ yang mengumpulkan hadits-hadits Nabi yang menggunakan perumpamaan (dhorbul Amtsal) dalam kitab yang menyendiri. Semisal Abul Hasan Al-Askari (w.310 H), atau Abu Ahmad Al-Askari, begitu juga Al-Qodhi Al-Hasan bin Abdurrahman Ar-Romahurmuzi. Kitab-kitab karya mereka telah dicetak dan beredar.