BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangIndonesia secara geografis terletak di antara
dua benua, yaitu Benua Asia dan Australia serta di antara dua
samudera, yaitu samudera hindia dan samudera pasifik. Kondisi ini
membuat letak indonesia sangat strategis karena posisi indonesia
yang terletak di antara dua benua dan dua samudra memungkinkan
menjadi persimpangan lalu lintas dunia, baik lalu lintas udara
maupun laut dan sebagai titik persilangan kegiatan perekonomian
dunia, antara perdagangan negara - negara industri dan negara -
negara yang sedang berkembang.
Secara astronomis, indonesia terletak antara 6 lintang utara
sampai 11 lintang selatan dan 95 sampai 141 bujur timur yang
meliputi rangkaian pulau antara sabang sampai merauke. Menurut data
dari Badan Informasi Geospasial ( BIG ), indonesia adalah negara
kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau 13.466, luas
daratan 1.922.570 km dan luas perairan 3.257.483 kmLuasan wilayah
dalam peta negara kesatuan republik indonesia dari masa ke masa
memperlihatkan wilayah negara kesatuan republik indonesia yang
mengalami beberapa perubahan. Saat ini peta indonesia yang terbaru
memperlihatkan penambahan luas wilayah yurisdiksi kelautan republik
indonesia di luar 200 mil laut seluas 4.209 Km yang terletak di
sisi barat laut pulau sumatera, yang disetujui dan disahkan oleh
PBB tanggal 17 Agustus 2010 lalu, saat menggelar sidang di new york
amerika serikat.
Berdasarkan peraturan menteri dalam negeri nomor 66 tahun 2011
tentang kode dan data wilayah administrasi pemerintahan kementerian
dalam negeri menunjukkan bahwa pada tahun 2012 secara administratif
wilayah Indonesia terbagi atas 33 provinsi, 497 kabupaten / kota (
399 kabupaten dan 98 kota ), 6.994 kecamatan, 8.216 kelurahan (
Profil Kesehatan Indonesia, 2012 ).
Menurut undang - undang republik indonesia nomor 36 tahun 2009
tentang kesehatan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan
salah satu unsur kesejahterahan yang harus diwujudkan sesuai dengan
cita - cita bangsa indonesia sebagaimana dimaksud dalam pancasila
dan undang - undang dasar negara republik indonesia tahun 1945,
setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi - tingginya dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif dan
berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia
Indonesia serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi
pembangunan nasional.Efusi pleura merupakan penyakit menular
saluran pernapasan yang kronis. Menurut World Healt Organitation (
Who ) Penyakit ini bukan merupakan suatu disease entity tapi
merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam
jiwa penderita ( Dep. Kes. RI, 2008 ).Secara geografis penyakit ini
terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problem utama di negara -
negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Hal ini
disebabkan karena faktor lingkungan dan lebih banyak di sebabkan
oleh infeksi tuberkulosis, penyakit efusi pleura dapat ditemukan
sepanjang tahun dan jarang dijumpai secara sporadis tetapi lebih
sering bersifat epindemik di suatu daerah.
Efusi pleura adalah keadaan terdapat cairan dalam jumlah
berlebihan didalam rongga pleura. Penyebabnya utamanya yaitu efusi
pleura transudate, efusi pleura eksudatif, klien efusi pleura
secara khas memperlihatkan keluhan dan gejala yang berkaitan dengan
kondisi patologis yang mendasari yaitu sesak napas, nyeri pleuritik
dada, gambaran klinis lain tergantung pada penyebab efusi.
Komplikasi pada efusi pleura dapat meliputi kerusakan ventilasi dan
pleuritis ( Kowalak dkk, 2013 ).Sebagaimana penderita penyakit yang
lain, pada klien efusi pleura akan mengalami suatu perubahan pada
kebutuhan dasar manusia yaitu bio, psiko, sosial dan spiritual yang
akan selalu menimbulkan dampak yang diakibatkan oleh proses
penyakit atau pengobatan dan perawatan. Pada umumnya klien dengan
efusi pleura akan tampak sakit, suara nafas menurun adanya nyeri
pleuritik terutama pada akhir inspirasi, febris, batuk dan yang
lebih khas lagi adalah adanya sesak nafas, rasa berat pada dada
akibat adanya akumulasi cairan di kavum pleura ( Bararah 2013 : 37
- 38 )Pengetahuan yang dalam tentang efusi pleura dan segalanya
merupakan pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan yang tetap.
Disamping pemberian obat, penerapan proses keperawatan yang tepat
memegang peranan yang sangat penting dalam proses penyembuhan dan
pencegahan, guna mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat
efusi pleura. Peran perawat dalam perawatan klien dengan efusi
pleura termasuk penerapan regimen medis. Perawat menyiapkan serta
memposisikan klien untuk tindakan torakosintesis dan memeberikan
dukungan sepanjang prosedur dilakukan. Karena peura yang terkena,
maka akan terjadi nyeri yang hebat, oleh karenanya klien dibantu
untuk mengambil posisi yang paling sesuai yang diresepkan dan
sesuai yang dibutuhkan. Jika drainase selang dada dan system
water-seal yang digunakan, perawat bertanggung jawab untuk
pemantauan fungsi system dan mencatat jumlah drainase pada interval
yang diharuskan. Asuhan keperawatan yang berhubungan dengan
penyebab dasar efusi pleura akan spesifik tergantung pada kondisi
tersebut ( Brunner & Suddarth, 2002 ).Berdasarkan data dari
rekam medik di rumah sakit angkatan udara dr. M. Salamun kota
bandung, klien yang dirawat pada tahun 2014 periode januari sampai
desember berjumlah 6520 kasus dan efusi pleura berjumlah 3 kasus.
Angka kejadian efusi pleura tidak termasuk dalam sepuluh besar
penyakit yang ada di rumah sakit angkatan udara dr. M. Salamun.
Pada periode Tanggal 1 - 29 Januari 2015 jumlah klien yang dirawat
inap di rumah sakit ini sebanyak 112 orang dan pada saat pengkajian
tanggal 20 januari 2015 didapatkan penderita efusi pleura di ruang
parkit rumah sakit angkatan udara dr. M. Salamun sebanyak 1
orang.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka penulis tertarik
memilih judul ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.N DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERNAPASAN EFUSI PLEURA Diruang Parkit Rumah Sakit Angkatan Udara
dr. M. Salamun Kota Bandung Tahun 2015, karena penyakit ini
merupakan salah satu penyakit menular kronis yang berdampak pada
pemenuhan kebutuhan dasar manusia terutama gangguan pernapasan
seperti sesak napas / gagal napas.Dalam menangani kasus ini, selain
penatalaksanaan dan pengobatan oleh tim medis serta tidak kalah
pentingnya yaitu pengetahuan dan pengenalan yang lebih jauh tentang
penyakit efusi pleura dapat menjadi pedoman dalam memberikan asuhan
keperawatan dalam rangka mengurangi angka kejadian dari penyakit
efusi pleura ini.B. Tujuan Penulisana. Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
yang meliputi bio, psiko, sosial, kultural dan spiritual yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan dalam usaha membantu
klien mengatasi masalahnya dengan pendekatan proses
keperawatan.
b. Tujuan Khusus
Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada Tn. N, dengan gangguan system pernafasan : Efusi
pleura, dengan langkah - langkah sebagai berikut :a. Mampu
melakukan pengkajian, analisa data dan merumuskan diagnosa
keperawatan yang terjadi pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan efusi pleura.
b. Mampu dalam merumuskan rencana asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem pernapasan efusi pleura.
c. Mampu dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem pernapasan efusi pleura.
d. Mampu dalam melakukan evaluasi pada klien dengan gangguan
sistem pernapasan efusi pleura.
e. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem pernapasan efusi pleura.C. Metode Penulisan dan
Teknik Pengumpulan DataDalam penulisan karya tulis ilmiah ini,
penulis menggunakan metode studi kasus yang dilakukan dengan teknik
pengumpulan data, yaitu:1. Observasi
Kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan
menggunakan seluruh alat panca indera yang dapat dilakukan melalui
penglihatan dan pendengaran.2. WawancaraPenulis melakukan dialog
dengan klien dan keluarga, untuk mendapatkan data yang
diperlukan.3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan langsung kepada klien dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi, yang diawali dengan pemeriksaan dari kepala
sampai telapak kaki atau pendekatan persistem.4. Studi
Dokumentasi
Pengumpulan data, mencatat dan mengelola data perawatan dari
hasil laporan perawat dan klien.5. Partisipasi Aktif
Dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan, penulis langsung
bertanya kepada klien dan keluarga, sehingga ada hubungan timbal
balik antara penulis dan klien.6. Studi Kepustakaan
Mempelajari buku - buku ilmu keperawatan dan sumber - sumber
lainnya seperti internet yang berhubungan dengan kasus yang
dihadapi untuk memperoleh kepustakaan dan pembahasaan.D.
Sistematika PenulisanSistematika penulisan karya tulis ini meliputi
:BAB IPENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang, tujuan, metode penulisan dan teknik
pengumpulan data.BAB IITINJAUAN TEORITISMengenai teori dan konsep
dasar efusi pleura yang meliputi pengertian, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan laboratorium,
tindakan medis dan dampak efusi pleura terhadap sistem tubuh,
manajemen umum medik dan konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan efusi pleura yang terdiri dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi.BAB
IIITINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
Terdiri dari laporan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan
kepada Tn. N dengan diagnosa efusi pleura melalui pengkajian,
perencanaan, implementasi dan evaluasi. Membahas kesenjangan yang
didapat serta alternatif pemecahan masalah dalam melakukan asuhan
keperawatan.
BAB IVPENUTUPTerdiri dari kesimpulan pada pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
rekomendasi.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRANBAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR SISTEM PERNAPASAN1. Anatomi Sistem
PernapasanSistem pernapasan terbagi menjadi 2, yaitu traktus
respiratorius bagian atas dan traktus respiratorius bagian bawah.
Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari hidung, faring,
laring. Sementara struktur yang membentuk bagian dari traktus
respiratorius bagian bawah adalah trakea, bronkus, rongga toraks,
paru - paru, alveoli, pleura, otot - otot pernapasan( Muttaqin,
2008 : 4 ).Berikut ini adalah gambar anatomi saluran pernapasan
Gambar 2.1
Anatomi sistem pernapasanSumber : ( Muttaqin. 2008 : 4
).Gangguan Sistem Pernapasana. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian
Atas
Gambar 2.2Saluran Pernapasan Atas
Sumber : ( Somantri. 2009 : 5 ).Gangguan sistem Pernapasan
(a) Hidung
Nares anterior adalah saluran - saluran didalam lubang hidung.
Saluran - saluran itu bermuara ke dalam bagian yang di kenal
sebagai vestibulum ( rongga ) hidung. Vestibulum ini di lapisi
epitelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares
anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang di tutupi bulu
kasar. Kelenjar - kelenjar itu bermuara ke dalam rongga hidung,
rongga hidung di lapisi selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir
semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.
Daerah penafasan di lapisi epitelium silinder dan sel epitel
berambut yang mengandung sel cangkir atau sel lendir. Sekresi sel
itu membuat permukaan nares basah dan berlendir.Di atas septum
nasalis dan konka, selaput lendir ini paling tebal, yang di uraikan
di bawah. Tiga tulang kerang ( konka ) yang di selaputi epitalium
pernapasan yang menjorok dari dinding lateral hidung ke dalam
rongga, sangat memperbesar permukaan selaput lendir tersebut.
Sewaktu udara melalui hidung, udara di saring oleh bulu - bulu yang
terdapat di dalam vestibulum. Karena kontak dengan permukaan lendir
yang di laluinya udara menjadi hangat dan karena penguapan air dari
permukaan selaput lendir udara menjadi lembab.Hidung merupakan
pintu masuk pertama udara yang kita hirup. Udara masuk dan keluar
sistem pernapasan melalui hidung, yang terbentuk dari dua tulang
hidung dan beberapa kartilago. Terdapat dua pintu pada dasar hidung
- nostril ( lubang hidung ) atau nares eksternal yang dipisahkan
oleh septum nasal dibagian tengahnya ( Pearce, 2010 : 255 ).
Menurut Somantri 2009 : 4, Fungsi hidung secara umum adalah
sebagai berikut :1) Sebagai jalan nafas
2) Sebagai pengatur udara
3) Sebagai pengatur kelembaban udara
4) Sebagai pengatur suhu
5) Sebagai pelindung dan penyaring udara
6) Sebagai indra pencium
7) Sebagai resonator suara
(b) Faring
Faring, tenggorokan ( tekak ) adalah pipa berotot yang berjalan
dari dasar tengkorak sampai ke persambungannya dengan usofagus pada
ketinggian tulang rawan krikoid terletak di posterior rongga nasal
dan oral dan dianterior vertebra servikalis. Secara deskriptif
faring dibagi menjadi 3 ( tiga ) sekmen lanjutan; belakang hidung (
nasofaring ), di belakang mulut ( orofaring ) dan di belakang
laring ( faring - laringeal ),( Pearce, 2010 : 257 ).
Menurut Irman Somantri 2009 : 6, Faring berdasarkan letaknya
terbagi menjadi tiga yaitu :
(1) Nasofaring letaknya superior ( atas )
(2) Orofaring letaknya posterior ( depan )
(3) Laringo faring letaknya inferior ( bawah )
(c) Laring
Laring biasa disebut dengan voice box. Dibentuk oleh struktur
epitelium - lined yang berhubungan dengan faring ( atas ) dan
trakea ( bawah ). Lokasinya berada dianterior tulang vertebra ke -
4 dan ke - 6, bagian atas dari esophagus berada di posterior
laring.
Fungsi utama dari laring adalah untuk vocalization, selain itu
juga berfungsi sebagai proteksi jalan nafas bawah dari benda asing
dan memfasilitasi batuk. Laring terdiri dari epiglotis, glotis,
tiroid kartilago, krikoid kartilago, arytenoid kartilago, pita
suara ( Somantri, 2009 : 5 ).b. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian
Bawah.
Gambar : 2.3Saluran Pernapasan bawah
Sumber : ( Somantri. 2009 : 8 ). Gangguan Sistem Pernapasan
1) Trakea
Trakea adalah sebuah tabung yang berdiameter 2,5 cm dengan
panjang 11 cm. Trakea terletak setelah laring dan memanjang ke
bawah setara dengan vertebra torakalis ke - 5. Ujung trakea bagian
bawah bercabang menjadi dua bronkus ( bronki ) kanan dan kiri.
Percabangan bronkus kanan dan kiri dikenal sebagai karina ( carina
). Trakea tersusun atas 16 - 20 kartilago hialin berbentuk huruf C
yang melekat pada dinding trakea dan berfungsi untuk melindungi
jalan udara ( Muttaqin, 2008 : 7 )2) Bronkus
Bronkhus merupakan tuba yang mengalirkan udara kedalam dan
keluar dari paru - paru. Bronkus mempunyai struktur serupa dengan
trakea. Bronkus kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih
pendek, lebih lebar, dan arahnya hampir vertical dengan trakea,
Sebaliknya bronchus kiri lebih panjang, lebih sempit, dan sudutnya
pun lebih runcing. Bentuk anatomi yang khusus ini memiliki
implikasi klinis tersendiri seperti jika ada benda yang
terinhalasi, maka benda itu lebih memungkinkan berada di bronkus
kanan dibandingkan dengan bronkus kiri karena arah dan lebarnya (
Muttaqin, 2008 : 7 )
3) Rongga Toraks
Rangka dada yang terdiri atas tulang dan tulang rawan. Sebelah
kanan dan kiri rongga dada terisi penuh oleh paru - paru beserta
pembungkus pleuranya, pleura ini membungkus setiap belah dan
membentuk batas lateral pada mediastinum ( ruang didalam rongga
dada antara kedua paru - paru ) ( Pearce, 2010 : 260 ).4) Paru -
ParuParu merupakan organ elastis, berbentuk kerucut dan terletak
dalam rongga thoraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum
sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Paru
kanan lebih besar dari paru kiri. Selain itu, paru juga dibagi
menjadi lima lobus, tiga lobus pada paru kanan dan dua lobus pada
paru kiri. Lobus - lobus tersebut dibagi menjadi beberapa segmen,
yaitu 10 segmen pada paru kanan, 9 segmen pada paru kiri, proses
patologis seperti atelektasis dan pneumoni sering kali terbatas
pada satu lobus atau suatu segmen saja ( Muttaqin, 2008 : 13 ).5)
Alveoli
Parenkim paru merupakan area kerja dari jaringan paru , dimana
pada daerah tersebut mengandung berjuta - juta unit alveolar.
Alveolar bentuknya sangat kecil, alveoli merupakan kantong udara
pada akhir bronkiolus respirtatorius yang memungkinkan terjadinya
pertukaran oksigen dan karbondioksida. Seluruh unit alveolar ( zona
respirasi ) terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolar
dan kantong alveoli ( alveoli sacs ). Fungsi utama alveolar adalah
pertukaran oksigen dan karbondioksida diantara kapiler pulmonare
dan alveoli ( Somantri, 2009 : 7 ).6) Pleura
Dari segi anatomi, permukaan rongga pleura berbatasan dengan
paru sehingga cairan pleura mudah bergerak dari satu rongga ke
rongga lainnya. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga
kosong diantara kedua pleura, karena biasanya hanya terdapat
sekitar 5 - 15 mililiter cairan yang merupakan lapisan tipis serosa
yang selalu bergerak secara teratur.
Setiap saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih
dari cukup untuk memisahkan kedua pleura. Jika terjadi, maka
kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (
yang membuka secara langsung ) dari rongga pleura ke mediastinum.
Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral pleura
parietalis memerlukan keseimbangan antara produksi cairan pleura
oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Oleh
karena itu, rongga pleura disebut sebagai ruang potensial, karena
ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang
fisik yang jelas ( Muttaqin, 2008 : 126 ).Pleura merupakan kantung
tertutup yang terbuat dari membran serosa ( masing - masing untuk
setiap paru ) yang didalamnya mengandung cairan serosa. Bagian
pleura yang melekat kuat pada paru disebut pleura viseralis dan
lapisan paru yang membatasi rongga thoraks disebut pleura
parietalis. ( Muttaqin, 2008 : 14 )Tekanan dalam rongga pleura
lebih rendah dari tekanan atmosfer. Perbedaan tekanan ini berguna
untuk mencagah terjadinya kolaps paru ( Muttaqin, 2008 : 15 ).7)
Otot - Otot PernapasanOtot - otot pernapasan merupakan sumber
kekuatan untuk menghembuskan udara. Diafragma ( dibantu oleh otot -
otot yang dapat mengangkat tulang rusuk dan tulang dada ) merupakan
otot utama yang ikut berperan meningkatan volume paru. Saat
inspirasai, otot sternokleidomastoideus, otot skalenes, otot
pektoralis minor, otot serratus anterior dan otot interkostalis
sebelah luar mengalami kontaraksi sehingga menekan diafragma ke
bawah dan mengangkat rongga dada untuk membantu udara masuk ke
dalam paru.Pada fase ekspirasi, otot - otot transversal dada, otot
interkostalis sebelah dalam dan otot abdominal mengalami kontraksi,
sehingga mengangkat diafragma dan menarik rongga dada untuk
mengeluarkan udara dari paru ( Muttaqin, 2008 : 15 - 16 ).8)
Hystologi Sistem Pernapasan
Merupakan kombinasi antara sel epitel dan lamina propria dan
biasa disebut dengan mukosa respirasi. Mukosa ini berada pada zona
konduksi saluran pernapasan dan kaya akan pembuluh darah yang dapat
menghangatkan udara seketika saat udara itu dihirup oleh
hidung.
1) Sel Epitel
Secara umum saluran pernapasan yang dimulai dari rongga hidung
hingga percabangan bronkial dilapisi oleh sel epitel batangbersilia
dan berlapis semu. Dalam sel epitel tersebut terdapat sel goblet
yang memproduksi dan mengsekrsikan mucus ( lendir ). Jenis sel
epitel yang berbeda ditemukan pada epitel faring.perbedaan jenis
epitel ini terkait dengan peran laring sebagai penghubung antara
rongga mulut dan rongga hidung.
2) Lamina Propria
Lamina propria merupakan lapisan jaringan konektif yang terletak
diantara sel epitel dengan kartilago. Biasanya terdiri dari atas
sekumpulan serat otot polos yang tersebar dibawah sel
epitel.Dibeberapa bagian tertentu lamina propria mengalami
modifikasi menjadi bentuk seperti pipa tebal yang mengelilingi
lumen, lamina propria juga kaya akan pembuluh darah arteri,vena dan
kapiler lainnya yang membawa zat gizi dan air menuju ke sel
sekretori. Lamina propria pada nasal konka juga mengandung banyak
pembuluh darah vena, banyaknya pembuluh darah vena membuat udara
yang masuk melalui rongga hidung dapat dengan segera dihangatkan
dan dilembabkan ( Mutaqqin, 2008 : 2 - 3 )2. Fisiologi Sistem
PernapasanFungsi paru - paru ialah pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida. Pada pernapasan melalui paru - paru atau pernapasan
eksterna, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut pada waktu
bernafas oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli
dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris.
Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli - kapiler, yang
memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran ini dan
dipungut oleh hemoklobin sel darah merah dan dibawah kejantung.
Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah
meninggalkan paru - paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada
tingkat ini hemoklobinnya 95 persen jenuh oksigen.
Didalam paru - paru, karbondioksida salah satu hasil buangan
metabolisme, menembus membrane alveolar - kapiler, dari kapiler
darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial ke trakea,
dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Menutut Pearce 2010 : 265, Ada 4 ( empat ) proses yang
berhubungan dengan pernapasan paru - paru, yaitu :a. Ventilasi
pulmoner, yaitu gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
b. Arus darah melalui paru - paru.
c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga
jumlah tepat dari setiapnya dapat mencapai semua bagian tubuh.
d. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan
kalpiler. Karbondioksida ( CO2 ) lebih mudah berdifusi dari pada
oksigen ( O2 )
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang
meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat karbondioksida dan
oksigen. Pada waktu gerak badan lebih banyak darah datang di paru -
paru membawa terlalu banyak karbondioksida dan terlampau sedikit
oksigen, karbondioksida itu tidak dapat di keluarkan, maka
konsentrasinya dalam darah arteri bertambah, hal ini merangsang
pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan
dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan
karbondioksida dan memungut lebih banyak oksigen.3. Mekanisme
Pengaturan Sistem Pernapasan
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan dua faktor utama
yaitu kimiawi dan pengendalian oleh saraf. Beberapa faktor tertentu
merangsang pusat pernapasan yang terletak didalam medula oblongata
dan kalau dirangsang pusat itu mengeluarkan impuls yang disalurkan
saraf spinalis ke otot pernapasan yaitu otot diafragma dan otot
interkostalis.
a. Pengendalian oleh saraf
Pusat pernapasan ialah suatu pusat otomatik didalam medulla
oblongata yang mengeluarkan implus eferen ke otot pernapasan
memlalui beberapa radiks saraf servikalis impuls ini diantarkan
oleh diafragma oleh saraf frenikus. Dibagian yang lebih rendah pada
sumsum belakang, impulsnya berjalan dari daerah toraks melalui
saraf interkostalis untuk merangsang otot interkotalis. Impuls ini
menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan interkostalis
yang berkecepatan kira - kira lima belas setiap menit.
Impuls aferen yang dirangsang pemekaran gelembung udara
diantarkan saraf vagus ke pusat pernapasan di dalam medula.
b. Pengendalian Secara Kimiawi
Faktor kimiawi ini adalah factor utama dalam pengendalain dan
pengaturan frekuensi, kecepatan dan kedalaman gerakan
pernapasan.
Pusat pernapasan di dalam sumsum sangat peka pada reaksi : kadar
alkali darah harus dipertahankan. Karbon dioksida adalah produk
asam dari metabolisme dan bahan kimia yang asam ini merangsang
pusat pernapasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja
atas otot pernapasan. Kedua pengendalian , baik melalui saraf
maupun secara kimiawi , adalah penting. Tanpa salah satunya orang
tidak dapat bernapas terus ( Pearce, 2010 : 267 - 268 ). B. KONSEP
DASAR PENYAKIT EFUSI PLEURA1. Pengertian Efusi PleuraAda beberapa
pengertian mengenai efusi pleura, yaitu sebagai berikut :
a. Efusi pleura dapat terjadi akibat penyakit atau suatu trauma
seperti infeksi, gagal jantung kongestif, neoplasma, tromboemboli
defek kardiovaskular dan reaksi imunologis ( Bararah, 2013 : 222
).b. Efusi pleura adalah adanya cairan dalam rongga pleura yang
disebabkan oleh beberapa macam penyakit ( Murwani, 2011 :18 ).c.
Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi
oleh cairan / terjadi penumpukan cairan dalam rongga pleura (
Somantri, 2009 : 106 ).d. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana
terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau
eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidak seimbangan antara
produksi dan absorbsi di kapiler dan pleura viseralis ( Muttaqin,
2008 : 126 ).e. Efusi pleura adalah cairan didalam rongga pleura,
dapat disebabkan oleh penyakit pleura atau penyakit sistemik (
Hayes, 1997 : 107 ).2. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura terbagi
lagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragi :
a. Transudat yaitu dapat disebabkan oleh kegagalan jantung
kongestif ( gagal jantung kiri ), sindrom nefrotik, asites ( oleh
karena sirosis hepatis ), sindrom vena kava superior, tumor dan
sindrom Meigs.
b. Eksudat yaitu dapat disebabkan oleh infeksi TB paru,
Pneumoni, tumor, infark paru, radiasi dan penyakit kolagen
c. Hemoragi yaitu dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,
infark paru dan tuberculosis
Menurut Muttaqin 2008 : 126, berdasarkan lokasi cairan yang
terbentuk, dibagi menjadi :
a. Unilateral
Tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya.
b. Bilateral
Ditemukan pada penyakit kegagalan jantung kongestif, sindrom
nefrotik, lupus eritematosus sistemis, asites, infark paru, tumor
dan tuberculosis.3. Manifestasi Klinis
Menurut Murwani, 2011 : 18, manifestasi klinis yang muncul yaitu
:
a. Timbulnya cairan dimulai dengan adanya rasa sakit karena
adanya gesekan antara pleura.
b. Kemudian rasa sakit berkurang jika cairan bertambah
banyak.
c. Dipsnu bila cairan bertambah banyak.
d. Batuk - batuk.
e. Keluar mukus / lendir.
f. Keluar keringat pada malam hari.g. Krepitasi pada dada (
suara cairan di rongga dada )
h. Sukar tidur pada bagian yang sakit Pemeriksaan fisik dalam
keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah ( raba dan vocal ), pada perkusi
didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung ( Garis Ellis Damoiseu ).
Di dapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani dibagian atas garis Ellis Damoiseu. Segitiga Grocco -
Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum
kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah
dengan ronki.( Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar
krepitasi pleura ).( Padila, 2012 : 120 )
4. Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat 5 - 15 mili liter cairan yang
cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan
pleura viseralis. Cairan ini di hasilkan oleh kapiler pleura
parietalis, karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan
daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserab kembali oleh
kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya ( 10 -
20% ) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini
mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini
terjadi bila keseimbangan produksi dan absorbsi terganggu misalnya
pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic
( hipoalbuminemia ), peningkatan tekanan vena ( gagal jantung ).
Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan
eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung
karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik dan
sirosis hepatik karena tekanan osmotik koloid yang menurun. Eksudat
dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan
keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat
jenisnya tinggi ( > 30 g / l ). Cairan ini juga mengandung
banyak sel darah putih, sebaliknya transudat kadar proteinya rendah
( < 30 g / l ) sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah
( Padila, 2012 : 121 )Menurut Muttaqin 2008 : 127, Efusi pleura
berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Proses akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat
beberapa proses yang meliputi :
a. Penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura
b. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan
tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan
transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura.
c. Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma, juga memungkinkan
terjadinya transudasi cairan yang berlebihan
d. Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun
pada permukaan pleura dari rongga pleura, dapat menyebabkan
pecahnya membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma
dan cairan ke dalam rongga secara cepat.
Gambar 2.4
Efusi Pleura
Sumber : ( www.xa-dewie.blogspot.com ) tanggal 04 - 03 -
2015
Tabel 2.1
Patofisiologi Efusi Pleura yang mengarah pada terjadinya masalah
keperawatan
Sumber : Muttaqin, 2008 :127
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Padila 2012 : 121 - 122, Ada 5 ( lima ) macam
pemeriksaan penunjang, yaitu :
a. Pemeriksaan radiologik ( rontgen dada ), pada permulaan
didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300
mililiter, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin
terdapat pergeseran di mediastinum.
b. Ultrasonografi
c. Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan,
warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura
diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke -
8, didapati cairan yang mungkin serosa ( serotorak ), berdarah (
hemotoraks ), pus ( piotoraks ) atau kilus ( kilotoraks ). Bila
cairan serosa mungkin berupa transudat ( hasil bendungan ) atau
eksudat ( hasil radang ).
d. Cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan
gram, basil tahan asam ( untuk tuberculosis ), hitung sel darah
merah dan putih, pemeriksaan kimiawi ( glukosa, amylase, laktat
dehidrogenase ( LDH ), protein), analisis sitologi untuk sel - sel
malignan dan pH.
e. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan6. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari efusi pleura yaitu :
a. Menurut Kowalak, Welsh, Mayer, 2013 : 251, yaitu kerusakan
ventilasi dan pleuritis.b. Menurut Rani, Soegondo, Nazir ( Soegondo
dkk, 2008 ), yaitu efusi pleura berulang, efusi pleura
terlokalisir, empyema dan gagal napas.7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Padila 2012 : 122 - 123, Ada 3 ( tiga ) cara
penatalaksanaan medis efusi pleura meliputi :
a. Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar,
untuk mencegah penumpukan kembali cairan dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dipsneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada
penyebab dasar ( gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis ).
b. Torakosentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk
mendapatkan spesimen guna keperluan analisis dan untuk
menghilangkan dipsneu.
c. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali
dalam beberapa hari atau minggu, torakosentesis berulang
mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit serta kadang
pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan
selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke sistem drainase
water - seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan
pengembangan paru.
d. Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin
dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleura
dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
e. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk
radiasi dinding dada, bedah plerektomi dan terapi diuretik.
9. Dampak Masalah Terhadap Individu dan Keluarga
a. Dampak masalah terhadap individu
Sebagaimana penderita penyakit yang lain, pada klien efusi
pleura akan mengalami suatu perubahan baik bio, psiko, sosial dan
spiritual yang akan selalu menimbulkan dampak yang diakibatkan oleh
proses penyakit atau pengobatan dan perawatan. Pada umumnya Klien
dengan efusi pleura akan tampak sakit, suara nafas menurun adanya
nyeri pleuritik terutama pada akhir inspirasi, febris, batuk dan
yang lebih khas lagi adalah adanya sesak nafas, rasa berat pada
dada akibat adanya akumulasi cairan di kavum pleura.
b. Dampak masalah terhadap keluarga
Menurut Bararah 2013 : 37 - 38, Pada umumnya keluarga klien akan
merasa dituntut untuk selalu menjaga dan memenuhi kebutuhan klien.
Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit sehingga
keluarga klien akan memberi perhatian yang lebih pada klien.
Keluarga menjadi cemas dengan keadaan klien karena mungkin sebagai
orang awam keluarga klien kurang mengerti dengan kondisi klien dan
tentang bagaimana perawatannya. Lamanya perawatan klien banyaknya
biaya pengobatan merupakan masalah bagi klien dan keluarganya
terlebih untuk keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah. Secara
langsung peran klien sesuai statusnya pun akan mengalami perubahan
bahkan gangguan selama klien dirawat di rumah sakit.10. Water Seal
Drainase ( WSD )a. Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk
mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada ( Padila, 2012 :
123 )b. Indikasi
1) Pneumothoraks karena ruptur bleb dan luka tusuk tembus2)
Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, paska
bedah toraks3) Torakotomi4) Efusi pleura5) Empiema karena penyakit
paru serius dan kondisi inflamasi
c. Tujuan Pemasangan
1) Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga
pleura2) Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura3)
Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian4)
Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
d. Tempat pemasangan
1) Apikal
(a) Letak selang pada interkosta III mid klavikula
(b) Dimasukkan secara antero lateral
(c) Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura2)
Basal
(a) Letak selang pada interkostal V - VI atau interkostal VIII -
IX mid aksiller
(b) Fungsi : Untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
e. Jenis WSD ( water seal drainase ) 1) Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada
klien dengan simple pneumotoraks
2) Sistem dua botol
Pada sistem ini, botol pertama mengumpulkan cairan / drainase
dan botol kedua adalah botol water seal.
3) Sistem tiga botol
Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke sistem
dua botol. Sistem tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah
penghisapan.( Padila, 2012 : 123 - 124 )
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Efusi
Pleura Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam kelangsungan
hidup klien dan aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitative dan
preventif perawatan kesehatannya. Untuk sampai pada hal ini,
profesi keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan masalah
yang menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni
keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori,
dengan menggunakan metode ilmiah
Kajian selama bertahun - tahun, penggunaan dan perbaikan telah
mengarahkan perawat pada pengembangan proses keperawatan menjadi 5
( lima ) langkah yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi ( Bararah, 2013 : 9 ).1.
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan
meliputi data biologis, psikologis, social dan spiritual.
Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah pengumpulan data objektif
dan subjektif dari klien ( Somantri, 2009 : 109 ).a. Biodata
Sesuai dengan etiologi penyebabnya, efusi pleura dapat timbul
pada seluruh usia. Status ekonomi ( tempat tinggal ) sangat
berperan terhadap timbulnya penyakit ini terutama yang di dahului
oleh tuberculosis paru. Klien dengan tuberculosis paru sering
ditemukan di daerah padat penduduk dengan kondisi sanitasi
kurang.
1) Identitas Klien Biodata klien mencakup nama, usia, jenis
klamin, pendidikan, status perkawinan, suku / bangsa, agama,
tanggal masuk rumah sakit, nomor rekam medik, tanggal pengkajian,
diagnosa medis dan alamat.2) Identitas Penanggung JawabBiodata
penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong klien
mencari pertolongan atau berobat kerumah sakit, biasaanya pada
klien dengan efusi pleura di dapatkan keluhan berupa sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritis akibat iritasi pleura yang
bersifat tajam dan terlokalisasi terutama pada saat batuk dan
bernapas serta batuk nonproduktif ( Muttaqin, 2008 : 128 )
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan sumber data yang subjektif tentang status kesehatan
klien yang memberikan gambaran tentang masalah kesehatan aktual
maupun potensial. Riwayat merupakan penuntun pengkajian fisik yang
berkaitan informasi tentang keadaan fisiologis, psikologis, budaya
dan psikososial untuk membantu klien dalam mengutarakan masalah -
masalah atau keluhan secara lengkap, maka perawat dianjurkan
menggunakan analisa simptom PQRST, yaitu :(a) Provokatif atau
Paliatif
Apakah yang dapat memperberat / memperingan kondisi klien. Pada
klien dengan efusi pleura apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila
beristirahat.
(b) Qualitatif atau Kuantitatif
Seberapa berat apa yang dirasakan klien atau seperti apa rasa
sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien, apakah rasa
sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi atau
kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam melakukan
pernapasan
(c) Region atau Area Radiasi
Pada daerah mana yang dirasakan klien atau di mana rasa berat
dalam melakukan pernapasan.
(d) Severity atau Skala
Seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien
(e) Timing
Berapa lama rasa sesak berlangsung, kapan, bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan
- lahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejala secara terus -
menerus atau hilang timbul ( intermitten ), apa yang sedang
dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya ( durasi ),
kapan gejala tersebut pertama kali timbul ( onset ).
Klien dengan efusi pleura biasanya akan di awali dengan adanya
keluhan seperti batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat
pada dada dan berat badan menurun. Perlu juga ditanyakan sejak
kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan - keluhan tersebut (
Muttaqin, 2008 : 128 ).3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pula apakah klien pernah menderita penyakit
seperti TB paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites, dan
sebagainya. Hal ini perlu diketahui untuk melihat ada tidaknya
kemungkinan faktor predisposisi ( Muttaqin, 2008 : 128 ).4) Riwayat
Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit - penyakit yang mungkin dapat menyebabkan efusi pleura
seperti kanker paru, asma, TB paru dan lain sebagainya ( Muttaqin,
2008 : 128 ).c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda
vital, berat badan, dan nilai GCS ( Glassgow Coma Scalle ). Keadaan
fisik secara keseluruhan dari semua sistem organ tubuh, pada klien
dengan Efusi pleura dilakukan pemeriksaan fisik sebagai berikut
:
1) Keadaan Umum dan Tanda - tanda VitalKeadaan umum pada klien
dengan Efusi pleura dapat dilakukan secara selintas pandang dengan
menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu di
nilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos
mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Hasil
pemeriksaan tanda - tanda vital pada klien dengan efusi pleura
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan,
frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi
biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan
adanya penyulit seperti hipertensi.
2) Sistem PernapasanPemeriksaan fisik pada klien dengan efusi
pleura merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri atas inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi.(a) InspeksiBentuk dada dan
pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan efusi pleura
biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi
diameter bentuk dada antero - posterior dibandingkan proporsi
diameter lateral. Apabila ada penyulit dari efusi pleura, maka
terlihat adanya ketidaksimetrian rongga dada, pelebaran
intercostalis space ( ICS ) pada sisi yang sakit. Efusi pleura yang
disertai atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak
simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan
intercostalis space ( ICS ) pada sisi yang sakit. Pada klien dengan
efusi pleura minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan
pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika
terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim
paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak napas,
peningkatan frekuensi napas, dan menggunakan otot bantu napas.
(b) PalpasiGerakan dinding thoraks anterior / ekskrusi
pernapasan. Efusi pleura tanpa komplikasi pada saat dilakukan
palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal seimbang antara
bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan
biasanya ditemukan pada klien efusi pleura dengan kerusakan
parenkim paru yang luas. Pada getaran suara ( fremitus vocal ),
getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di dada
klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh
penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk
membuat dinding dada dalam gerakan resonan, teerutama pada bunyi
konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut
taktil fremitus.(c) PerkusiPada klien dengan efusi pleura minimal
tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan resonan atau sonor pada
seluruh lapang paru. Pada klien dengan efusi pleura yang berat akan
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai banyaknya
akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks,
maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks
ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
(d) Auskultasi
Pada klien dengan Efusi pleura didapatkan bunyi napas tambahan (
ronkhi ) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya
ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbica
disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan efusi pleura yang
disertai komplikasi seperti pneumopthoraks akan didapatkan
penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.3) Sistem
KardiovaskulerKemungkinan terjadi penurunan tekanan darah,
takikardi, peningkatan Jugularis Vena Presure, perubahan jumlah
hemoglobin / hematokrit dan leukosit, bunyi jantung S1 dan S2
mungkin meredup. Selain itu Pada klien dengan efusi pleura biasanya
denyut nadi perifer melemah, batas jantung mengalami pergeseran
pada efusi pleura berat dan pneumotoraks mendorong ke sisi sehat
dan tekanan darah biasanya normal serta bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.4) Sistem Gastro Intestinal
Kaji adanya lesi pada bibir, kelembaban mukosa, nyeri
stomatitis, keluhan waktu menguyah. Amati bentukabdomen, lesi,
nyeri tekan adanya massa, bising usus. Biasanya ditemukan keluhan
mual dan anorexia, palpalasipada hepar dan limpe biasanya mengalami
pembesaran bila telah terjadi komplikasi.
5) Sistem Muskuloskeletal
Kaji pergerakan ROM dari pergerakan sendi mulai dari kepala
sampai anggota gerak bawah, kaji nyeri pada waktu klien bergerak.
Pada klien efusi pleura ditemukan keletihan, perasaan nyeri pada
tulang - tulang dan intolerance aktivitas pada saat sesak yang
hebat.
6) Sistem Integumen
Kaji keadaan kulit meliputi tekstur, kelembaban, turgor,warna
dan fungsi perabaan, kaji turgor kulit dan perubahan suhu. Pada
klien efusi pleura ditemukan fluktuasi suhu pada malam hari, kulit
tampak berkeringat dan perasaan panaspada kulit. Bila klien
mengalami tirah baring lama akibatpneumothorax / pemasangan selang
WSD, maka perlu dikaji adalah kemerahan pada sendi sendi / tulang
yang menonjol sebagai antisipasi dari dekubitus.
7) Sistem PerkemihanPengukuran volume output urine berhubungan
dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor
adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
Klien di informasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna
jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal
sebagai ekskresi karena meminum OAT ( obat anti tuberculosis )
terutama rifampisin.
8) Sistem PersyarafanKaji tingkat kesadaran, penurunan sensori,
nyeri, refleks, fungsi syaraf kranial dan fungsi syaraf serebal.
Pada klien efusi pleura bisa terjadi komplikasi meningitis yang
berakibat penurunan kesadaran,penurunan sensasi, kerusakan nervus
kronial, tanda kernig dan bruzinsky serta kaku kuduk yang
positif.9) Sistem Endokrin
Dikaji kelenjar tiroid membesar / tidak, hiperglikemi,
hipoglikemi, luka gangren, ada pus / tidak, juka ada keluhan, data
penunjang di tulis dalam kolom lain - lain. Kolom masalah diisi
dengan masalah yang ditemukan ( Nursalam, 2008 : 55 - 56 ).d. Pola
Aktivitas Sehari - hari
Menurut Wartonah 2006 : 87, pola aktivitas sehari - hari
meliputi : 1) Nutrisi
Nutrisi meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan,
frekuensi minum serta jenis minuman, porsi dan berapa gelas /
hari.
2) Eliminasi buang air besar ( BAB ) dan buang air kecil ( BAK
)Frekuensi, konsistensi, warna, bau dan masalah.3) Istirahat
Tidur
Lamanya tidur, tidur siang, tidur malam, masalah dan jam
tidur.4) Personal Hygiene
Personal hygiene : frekuensi mandi, gosok gigi, keramas dan
gunting kuku.5) Aktivitas meliputi
Rutinitas sehari - hari dan olah raga.e. Data Psikososial
1) Status Emosi
Pengendalian emosi mood yang dominan, mood yang dirasakan saat
ini, pengaruh ataspembicaraan orang lain, kestabilan emosi.2)
Konsep Diri
Bagaimana klien melihat dirinya sebagai seorang pria, apa yang
disukai dari dirinya, sebagaimana orang lain menilai dirinya, klien
dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan.3) Gaya
Komunikasi
Cara klien bicara, cara memberi informasi, penolakan untuk
berespon, komunikasi nonverbal, kecocokan bahasa verbal dan
nonverbal.4) Pola Interaksi
Kepada siapa klien menceritakan tentang dirinya, hal yang
menyebabkan klien merespon pembicaraan, kecocokan ucapan dan
perilaku, tanggapan terhadap orang lain, hubungan dengan lawan
jenis.5) Pola KopingApa yang dilakukan klien dalam mengatasi
masalah, adalah tindakan adaptif, kepada siapa klien mengadukan
masalah. Sosial tingkat pendidikan, pekerjaan, hubungan sosial,
teman dekat, cara pemanfaatan waktu dan gaya hidup.f. Data
Spiritual
Data yang harus dikaji meliputi arti kehidupan yang penting
dalam kehidupan klien, keyakinan tentang penyakit dan proses
kesembuhan, hubungan kepercayaan dengan Tuhan, ketaatan menjalankan
ritual agama, keyakinanbantuan Tuhan dalam proses kesembuhan yang
diyakini tentang kehidupan dan kematian.
g. Data Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
Pada fluroskopi maupun foto toraks patologi anatomi cairan yang
kurang dari 300 mili liter tidak bisa dilihat mungkin kelainan yang
tampak hanya berupa penumpukan kostofernikus. Pada efusi pleura
subpulmonal, meskipun cairan pleura lebih dari 300 mili liter,
frenicocosialis tampak tumpul dan diafragma kelihatan meninggi.
Untuk memastikannya perlu dilakukan dengan foto toraks lateral dari
sisi yang sakit ( lateral dekubitus ).
Foto ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura
sedikit. Pemeriksaan radiologi foto toraks juga diperlukan sebagai
monitor akan intervensi yang telah diberikan dimana keadaan keluhan
klinis yang membaik dapat lebih dipastikan dengan penunjang
pemeriksaan foto toraks.
2) Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura
melalui biopsi jalur perkutaneus. Biopsi ini dilakukan untuk
mengetahui adanya sel - sel ganas atau kuman - kuman penyakit (
biasanya kasus pleuritis, tuberkulosa dan tumor pleura ).3)
Pengukuran Fungsi Paru
Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara residual ke
kapasitas total paru dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronis
tahap lanjut.4) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan memeriksa
cairan pleura agar dapat menunjang intervensi lanjutan. Analisa
cairan pleura dapat dinilai untuk mendeteksi kemungkinan penyebab
dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil torakosentesis
secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan hemoragi, eksudat
dan transudat.
1) Haemoragik pleural effusion, biasanya terjadi pada klien
dengan adanya keganasan paru atau akibat infark paru terutama
disebabkan oleh tuberkulosis.2) Yellow eksudate pleural effusion,
terutama terjadi pada keadaan gagal jantung kongestif, sindrom
nefrotik, hipoalbuminemia dan pericarditis konstriktif.3) Clear
transudate pleural effusion, sering terjadi pada klien dengan
keganasan ekstrapulmoner ( Muttaqin, 2008 : 131 )
h. Penatalaksanaan Medis
Pengolahan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit
dasar dan pengosongan cairan ( thorakosentesis ). Indikasi untuk
melakukan thorakosintesis adalah :
1) Menghilangkan sesak nafas yang disebabkan oleh akumulasi
cairan dalam rongga pleura
2) Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau
gagal.
3) Bila terjadi reakumulasi cairan.
2. Analisa DataMenurut Nursalam, 2008 : 60 - 61, Perawat harus
memahami tentang standar keperawatan agar dapat membandingkan
keadaan kesehatan klien yang tidak sesuai dengan standar
tersebut.
Data - data klien yang telah diperoleh dari proses pengumpulan
data dikelompokkan berdasarkan masalah kesehatan yang dialami klien
dan sesuai dengan kriteria permasalahannya. Setelah data di
kelompokkan maka perawat dapat mengidentifikasi masalah kesehatan
klien dan dapat mulai menegakkan diagnosia keperawatannya.3.
Diagnosa KeperawatanDiagnosia keperawatan adalah suatu pernyataan
yang menjelaskan respon manusia ( status kesehatan atau resiko
perubahan pola ) dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi,
mencegah, dan mengubah ( Nursalam, 2008 : 59 ).Diagnosa yang
mungkin muncul pada gangguan sistem pernapasan efusi pleura,
Menurut :
a. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam
rongga pleura ( Muttaqin, 2008 ).b. Ketidakefektifan bersihan jalan
napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan,
upaya batuk buruk, edema trakeal / faringeal ( Muttaqin, 2008 ).c.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan
ekspansi paru dan kerusakan membran alveolar kapiler ( Muttaqin,
2008 ).d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : Kurang dari
kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan metabolisme
tubuh dan penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder
terhadap penekanan struktur abdomen ( Muttaqin, 2008 ).e. Gangguan
ADL ( activity daily living ) yang berhubungan dengan kelemahan
fisik umum, keletihan sekunder dan adanya sesak nafas.( Wartonah,
2006 ).
f. Resiko tinggi trauma pernapasan yang berhubungan dengan
pemasangan WSD ( Muttaqin, 2008 ).g. Kurangnya pengetahuan ( Cemas
) yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai
proses penyakit dan pengobatan ( Muttaqin, 2008 ).h. Resiko tingggi
terpapar infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entre
akibat penusukan dari tindakan WSD ( Muttaqin, 2008 ).i. Gangguan
pola tidur dan istirahat yang berhubungan dengan perubahan suasana
lingkungan ( Wartonah, 2006 ).Penentuan prioritas masalah bukan
berarti memberi penomoran kepada tiap diagnosa keperawatan dari
satu sampai sekian menurut keutamaan akan berarti bahwa setelah
ditegakan beberapa diagnosa keperawatan, diagnosa yang paling
penting diseleksi dan kegiatan mula - mula diarahkan terhadap
diagnosa tersebut.4. PerencanaanMerupakan rencana tindakan yang
disusun berdasarkan prioritas masalah yang meliputi tujuan dengan
kriteria intervensi dan rasionalisasi.a. Ketidakefektifan pola
pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.Tujuan
:
Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi klien mampu
mempertahankan fungsi paru secara normal.
Kriteria Hasil :
1) Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan berada dalam batas
normal ( reguler, 12 - 24 x / menit )2) Pada pemeriksaan ronsen
thoraks tidak ditemukan adanya akumulasi cairan3) Bunyi nafas
terdengar jelas.Tabel 2.2
Intervensi dan Rasional Diagnosa pertamaIntervensiRasional
12
a. Identifikasi faktor penyebabb. Kaji kualitas frekuensi dan
kedalaman pernapasan serta melaporkan setiap perubahan yang
terjadi.c. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi
duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 - 90 derajat.d.
Observasi tanda - tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah,
pernapasan dan respon klien )e. Kolaborasi dengan tim medis lain
untuk pemberian oksigen.a. Dengan mengidentifikasi penyebab, kita
dapat menentukan jenis efusi pleurab. Dengan mengkaji kualitas,
frekuensi
dan kedalaman pernapasan, kita dapat mengetahui sejauh mana
perubahan kondisi klien.
c. Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi
paru bisa maksimal.d. Peningkatan frekuensi nafas dan tacikardi
merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
e. Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernapasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hipoventilasi.
Sumber : Arif Muttaqin, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasanb. Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis,
kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema
bronkial.Tujuan :Dalam waktu 2 x 24 jam Setelah diberikan
intervensi gangguan pertukaran gas tidak terjadi.Kriteria Hasil :
1) Melaporkan tidak terjadi dispnuea.2) Menunjukkan perbaikan
ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA ( gas darah
arteri ) dalam rentang normal ( PaO2 > 90%, PCO2 35 - 45 )3)
Bebas dari gejala distress pernapasan
Tabel 2.3
Intervensi dan Rasional Diagnosa Ke Dua
IntervensiRasional
12
a. Kaji dipsnue, takipnue, bunyi pernapasan abnormal ( ronki,
weezing ), peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada
dan kelemahan.
b. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda - tanda
sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa dan warna
kuku.1c. Tunjukan dan dukung pernapasan bibir selama ekspirasi
khususnya untuk klien
d. Dengan fibrosis dan kerusakan parenkim.e. Anjurkan untuk
bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
f. Kolaborasi cek analisa gas darah ( AGD )g. Pemberian oksigen
sesuai kebutuhan tambahan.
a. Efusi pleura dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam
paru-paru yang berasal dari tuberculosis bronko pneumonia yang
meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleura efusion dan meluasnya
fibrosis dengan gejala - gejala respirasi distress.b. Akumulasi
sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat mengganggu
oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.2c. Membuat tahanan
melawan udara luar untuk mencegah koleps atau penyempitan jalan
nafas sehingga d. Membantu menyebarkan udara melalui paru dan
mengurangi nafaspendek.e. Mengurangi konsumsi oksigen pada periode
respirasi.f. Menurunnya kadar O2 ( PO2 ) dan peningkatan CO2 (
PCO2) menunjukkan kebutuhan untuk intervensi atau perubahan program
terapi.g. Terapi dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat
penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru.
Sumber : Muttaqin, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan.c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan
metabolisme tubuh nafsu makan terganggu akibat sesak nafas sekunder
yang menekan abdomen.Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhiKriteria
hasil :
1) Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan,2) Berat badan normal ( N
: 52 - 62 kg )Tabel 2.4
Intervensi dan Rasional Diagnosa Ke Tiga
IntervensiRasional
12
a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
b. Auskultasi suara bising usus.
c. Anjurkan klien oral hygiene setiap hari.
d. Sajikan makanan semenarik mungkin.
e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
f. Kolaborasi dengan tim gizi 1dalam pemberian diit tinggi
kalori tinggi protein ( TKTP )g. Kolaborasi dengan dokter
pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya jika
Intake diit terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.a. Kebiasaan
makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama,
ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi
tubuh.
b. Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi pencernaan.
c. Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d. Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu
makan.
e. Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi banyak
sehingga memudahkan reflek menelan2f. Diit tinggi kalori tinggi
protein sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan
antibody.g. Menyediakan kalori dan semua asam amino esensial,
peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam
lemak dalam tubuh.
Sumber : Muttaqin, 2008, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan.d. Gangguan ADL ( activity daily living
) yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan sekunder
dan adanya sesak nafasTujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas
seoptimal mungkin.
Kriteria hasil:
1) Terpenuhinya aktivitas secara optimal2) Klien kelihatan segar
dan bersemangat3) Personal hygiene klien cukup.Table 2.5Intervensi
dan Rasional Diagnosa Ke Empat
IntervensiRasional
12
a. Evaluasi respon klien saat beraktivitas, catat keluhan dan
tingkat aktivitas serta adanya 1perubahan tanda - tanda vital.
b. Bantu klien memenuhi kebutuhannyac. Awasi klien saat
melakukan aktivitas.
d. Libatkan keluarga dalam perawatan klien.
e. Jelaskan pada klien tentang perlunya keseimbangan antara
aktivitas dan istirahat.a. Mengetahui sejauh mana kemampuan klien
dalam melakukan aktivitas.
2b. Memacu klien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.c.
Memberi pendidikan pada klien dan keluarga dalam perawatan
selanjutnya
d. Kelemahan suatu tanda klien belum mampu beraktivitas secara
penuh.
e. Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
Sumber : Muttaqin, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan.f. Resiko tinggi trauma pernapasan yang
berhubungan dengan pemasangan WSD ( water seal drainase )Tujuan.
:
Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi resiko
trauma pernapasan tidak terjadi Kriteria hasil :
1) Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal
( 12 - 24 x / menit )2) Pada pemeriksaan rongen thoraks terlihat
adanya pengembangan paru bunyi nafas terdengar jelas
Tabel 2.6
Intervensi dan Rasional Diagnosa Ke Lima
IntervensiRasional
12
a. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan, laporkan
setiap perubahan yang terjadi
b. Observasi tanda - tanda vital( nadi, pernapasan )
c. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi
duduk
d. Perhatikan undulasi pada selang WSD (water seal drainase )e.
Anjurkan klien untuk memegang selang apabila akan mengubah
posisi
f. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh klien1g. Beri
penjelasan pada klien tentang perawatan WSDa. Dengan mengkaji
kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan perawat dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien
b. Peningkatan pernapasan dan tacikardi merupakan indikasi
adanya perubahan fungsi paru
c. Posisi duduk atau setengah duduk dapat mengurangi resiko pipa
/ selang WSD terjepit
d. Undulasi ( pergerakan cairan diselang dan adanya gelembung
udara yang keluar dari dalam botol WSD merupakan indikator bahwa
drainase selang dalam keadaan optimal.
e. Menghindari tarikan spontan pada selang WSD yang mempunyai
resiko tercabutnya selang dari rongga dada
f. Gravitasi udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi
ke tekanan2 yang rendah
g. Meningkatkan sikap kooperatif klien dan mengurangi resiko
trauma pernapasan
Sumber : Muttaqin, 2008, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan.f. Kurangnya pengetahuan ( Cemas ) yang
berhubungan dengan informasi mengenai proses penyakit, perawatan
dan pengobatan
Tujuan :
Klien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan
pengobatan.Kriteria hasil :
1) Klien dan keluarga menyatakan paham tentang penyebab
masalah.
2) Klien dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala
yang memerlukan evaluasi medik.
3) Klien dan keluarga mengikuti program pengobatan dan
menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah
terulangnya masalah.Tabel 2.7Intervensi dan Rasional Diagnosa Ke
Enam
IntervensiRasional
12
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit
efusi pleura1b. Kaji hasil patologi anatomi masalah individu.
c. Berikan informasi yang akurat tentang proses penyakit d.
Berikan keyakinan kepada klien bahwa perawat, dokter dan tim
kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik
dan seoptimal mungkin mungkina. Untuk memberikan informasi pada
klien / keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi
2atau pengetahuan yang diketahui klien / keluargab. Memberikan
pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya
intervensi terapeutik selanjutnya.c. Informasi yang akurat tentang
penyakitnya dapat mengurangi beban pikiran kliend. Sikap positif
dari tim kesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang
dirasakan klien
Sumber : Muttaqin, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasang. Resiko tinggi terpapar infeksi yang
berhubungan dengan adanya port de entre akibat penusukan dari
tindakan WSDTujuan :
Tidak terjadi infeksiKriteria hasil :1) Suhu tubuh tidak
meningkat antara 36 - 37,5 C2) Tanda infeksi tidak ada ( rubor,
dolor, kalor, tumor, fungsi lesi )
Tabel 2.8Intervensi dan Rasional Diagnosa Ke Tujuh
IntervensiRasional
12
a. Rawat luka secara aseptikb. Observasi daerah bekas tusukan
selang WSD dari adanya tanda - tanda infeksic. Observasi tanda -
tanda vital
d. Laksanakan program dokter
( Antibiotik, Antipiretik )
e. Berikan minum air putih yang cukup - 2 liter / 24 jam.( 5 -
10 gelas ).a. Keadaan luka, balutan yang kotor merupakan media yang
baik untuk berkembang biaknya mikroorganisme
b. Dapat membantu mengetahui intervensi apa yang akan dilakukan
sesuai dengan tanda - tanda infeksi apa yang muncul
c. Dengan mengetahui tanda - tanda vital klien, dapat membantu
untuk menilai keadaan umum klien
d. Secara umum pemberian obat antibiotik dan antipiretik dapat
meminimalisir perkembangan
mikroorganisme dan menurunkan ambang suhu tubuh
e. Intake cairan peroral cukup dapat menjaga keseimbangan cairan
tubuh.
Sumber :Muttaqin, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasanh. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang
berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, kelemahan, upaya
batuk buruk, edema trakeal / faringealTujuan :
Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi,bersihan
jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
1) Klien mampu melakukan batuk efektif2) Pernapasan klien normal
( 12 - 24 x / menit ) tanpa ada penggunaan otot bantu nafas3) Bunyi
nafas dan pergerakan pernapasan normal (Broncovesikular)Tabel
2.9
Intervensi dan Rasional Diagnosa Ke Delapan
IntervensiRasional
12
a. Kaji fungsi pernapasan ( bunyi nafas, kecepatan, irama,
kedalaman dan penggunaan otot bantu nafas )b. Kaji kemampuan
memngeluarkan secret, catat 1karakter dan volume sputumc. Berikan
posisi semi fowler / fowler tinggi dan bantu klien latihan nafas
dalam dan batuk efektifd. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea,
bila perlu melakukan pengisapan ( suktion )e. Kolaborasi pemberian
obat bronkodilatator : jenis aminofilina. Penurunan bunyi nafas
menunjukkan atelektasis, ronkhi menunjukkan akumulasi sekret dan
ketidakefektifan pengeluaran sekret yang selanjutnya dapat
menimbulkan penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan kerja
pernapasanb. Pengeluaran akan sulit bila sekret sangat kental (
efek infeksi dan 2hidrasi yang tidak adekuat )
c. Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan memurunkan
upaya bernafas, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan nafas besar untuk di
keluarkan
d. Mencegah obstruksi dan aspirasi, pengisapan di perlukan bila
klien tidak mampu mengeluarkan
sekret,eliminasi lender dengan suktion sebaiknya dilakukan dalam
jangka waktu kurang dari 10 detik dengan pengawasan efek samping
suktion
e. Bronkodilatator meningkatkan diameter lumen percabangan
tracheobronkial sehingga menurunkan tekanan terhadap aliran
udara
Sumber :Muttaqin, 2008, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasani. Gangguan pola tidur dan istirahat yang
berhubungan dengan perubahan suasana lingkunganTujuan :
Gangguan pola tidur teratasi
Kriteria hasil :
1) Klien dapat tidur 6 - 8 jam setiap malam2) Secara verbal
klien mengatakan dapat lebih rileks dan lebih segar
Tabel 2.10Intervensi dan Rasional Diagnosa Ke
SembilanIntervensiRasional
12
a. Kaji masalah gangguan tidur klien, penyebab kurang tidur
b. Lakukan persiapan untuk tidur malam seperti jam 21.00 sesuai
pola tidur klien
c. Atur keadaan tempat tidur yang nyaman, bersih dan bantal yang
nyaman
d. Bunyi telpon, alarm di kecilkana. Memberikan informasi dasar
dalam menentukan rencana perawatan
b. Mengatur pola tidur
c. Meningkatkan tidur
d. Mengurangi gangguan tidur
Sumber : Wartonah, 2006 Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan
5. Pelaksanaan / ImplementasiMenurut Wartonah 2006 : 6 - 7,
pelaksanaan / implementasi merupakan tindakan yang sudah
direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup
tindakan mandiri ( independen ) dan tindakan kolaborasi
a. Tindakan Mandiri ( independen ) adalah aktivitas perawat yang
didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan merupakan
bukan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain
b. Tindakan Kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil
keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain
Agar lebih jelas dan akurat dalam melakukan implementasi
diperlukan perencanaan keperawatan yang spesifik dan
operasional.
Bentuk implementasi keperawatan adalah sebagai berikut :
a. Bentuk perawatan, pengkajian untuk mengidentifikasi masalah
baru atau mempertahankan masalah yang ada.b. Pengajaran /
pendidikan kesehatan pada klien untuk membantu menambah pengetahuan
tentang kesehatanc. Konseling klien untuk memutuskan kesehatan
kliend. Konsultasi dengan tenaga profesional kesehatan lainnya
sebagai bentuk perawatan holistik.e. Bentuk penatalaksanaan secara
spesifik atau tindakan untuk memecahkan masalah kesehatanf.
Membantu klien dalam melakukan aktivitas sendiri
Perencanaan yang dapat di implmentasikan tergantung pada
aktivitas berikut ini :
a. Kesinambungan pengumpulan data.b. Penentuan prioritas.c.
Bentuk intervensi keperawatand. Dokumentasi asuhan keperawatane.
Pemberian catatan perawatan secara verbal.f. Mempertahankan rencana
pengobatan
Pelaksanaan merupakan tindakan keperawatan berdasarkan tujuan
dan intervensi yang telah ditetapkan tindakan ini bersifat
intelektual, interpersonal dan teknikal berupa berbagai upaya untuk
dapat terpenuhinya kebutuhan klien, aspek kreatif dari seni dan
kiat keperawatan sangat berperan dalam implementasi.
6. Evaluasi
Tipe pernyataan formatif atau sumatif diketahui kedua pernyataan
tersebut dapat dibuat pada point yang alamiah dalam pemberian
asuhan keperawatan terhadap klien. Contohnya, adalah perawatan
klien sehari - hari, masuk rumah sakit,rujukan atau pulang.
a. Evaluasi FormatifPernyataan formatif merefleksikan observasi
dan analisis perawat terhadap respon klien pada intervensi
keperawatan mengenai apa yang sedang terjadi pada klien pada saat
itu. Contoh berjalan selama 15 menit di ruang masuk, tidak ada
keluhan atau sesak nafas yang diobservasi pada klien
b. Evaluasi SumatifPernyataan sumatif merefleksikan rekapitulasi
dan synopsis observasi dan analisa mengenai status kesehatan klien
terhadap waktu. Pernyataan - pernyataan ini menguraikan kemajuan
terhadap pencapaian kondisi sesuai kriteria hasil yang diharapkan.
Perawat menggunakan data pengkajian yang di dokumentasikan. Tanpa
adanya data ini evaluasi sumatif tidaklah mungkin karena tidak ada
standar lain yang dapat dibandingkan dengan perkembangan klien.
Untuk menulis pernyataan sumatif, perawat perlu merujuk pada
catatan data seperlunya dan harus menguji / memeriksa pengaruh
perawatan kumulatif ( Nursalam, 2008 : 192 - 193 ).BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN1. Pengumpulan Dataa. Identitas Klien
Nama
: Tn. N
Umur
: 48 TahunJenis Kelamin
: Laki - Laki
No. Rekam medik: 219673
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Suku / Bangsa
: Sunda / Indonesia
Pekerjaan
: Swasta
Diagnosa Medis: Gangguan Sistem Pernapasan : Efusi Pleura
Tanggal Masuk: 14 Januari 2015
Tanggal Pengkajian: 20 Januari 2015Alamat: Jln. Setia Budi Gg.
Toha No.65 Rt 01 / 05 Kota Bandungb. Identitas Penanggung Jawab
Nama: Ny. R
Umur: 48 Tahun
Agama: Islam
Pendidikan: SMA
Hubungan dengan Klien : IstriAlamat: Jln. Setia Budi Gg. Toha
No. 65 Rt 01 / 05 Kota Bandung
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
(a) Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
Pada tanggal 14 januari 2015 klien masuk rumah sakit lewat
klinik TB paru RSAU dr. M. Salamun pukul 14.00 wib, klien kiriman
dr. R Sp.P dengan keluhan sesak nafas, badan terasa lemah, nyeri
dada kanan bawah, terasa mual, muntah tidak ada, tekanan darah 100
/ 60, nadi 100 x / menit, pernapasan 34 x / menit, suhu 37,3 Cb)
Keluhan Utama Saat di Kaji
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 20 januari 2015, keadaan
umum klien masih lemah, klien sudah tidak merasa sesak lagi, sesak
dirasakan bila melakukan aktivitas / tidur terlentang dan berkurang
saat klien setengah duduk / duduk, mengeluh nyeri skala nyeri 2 (
skala bourbanis 1 - 10 ) dibagian luka WSD
( water seal drainasse ) terutama pada saat menarik nafas dan
batuk, nafsu makan berkurang, mulut pahit dan kering, buang air
kecil kuning keruh, buang air besar lembek, wajah klien terlihat
cemas, klien dan istrinya menanyakan tentang sakit yang dialami,
tekanan darah 100 / 60 mmhg, nadi 90 kali permenit, pernapasan 28
kali permenit, suhu 36,5 C.
2) Riwayat Kesehatan Terdahulu
Klien mengatakan pernah dirawat dengan penyakit yang sama pada
tanggal 10 - 15 desember 2014 di ruangan parkit rumah sakit
angkatan udara dr. M. Salamun kota bandung.3) Riwayat Kesehatan
Keluargaa) Penyakit Menurun
Menurut keterangan klien dan istrinya, bahwa dalam anggota
keluarga tidak ada yang pernah mengalami penyakit yang sama dan
tidak ada yang pernah menderita penyakit menular seperti
tuberculosis, HIV - AIDS, hepatitis dan kusta serta penyakit paru
lainnya.
b) Penyakit Keturunan
Menurut keterangan klien dan istrinya, bahwa dalam anggota
keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit keturunan seperti
diabetes militus, hipertensi dan asma
d. Pola Aktivitas Sehari - hari ( Activiti Day Living )
Tabel 3.1
NoPola ADLSebelum SakitSaat Sakit
1234
1
Nutrisi
a. Makanan
- Jenis
- Frekuensi
- Porsi
- Masalah b. Minuman
- Jenis
- Frekuensi
- MasalahNasi putih, ikan, sayur, tahu, tempe, daging, roti.
3 x / hari
1 porsi habis
Tidak adaAir putih, teh manis, kopi
5 - 6 gelas / hari (200 ml)
Tidak adaBubur, daging ayam, tahu, tempe, telur rebus
3 x / hari
Habis porsi
Mulut pahit, nafsu makan berkurang
Air putih, teh manis, susu
5 - 6 gelas / hari (150 ml)
Tidak ada
2
1
Eliminasi
BAB
- Konsistensi
- Frekuensi
- Warna
- Masalah2BAK
- Frekuensi
- Warna
- MasalahLunak / Lembek
1 x / hari
Kuning
Tidak ada35 - 6 x / hari
Kuning bersih
Tidak adaLunak / Lembek1 x / hari
Kuning
Perut kembung
46 - 7 x / hari
Kuning keruh
Tidak ada
3Istirahat
- Tidur siang
- Tidur malam
- KeluhanTidak menentu
5 - 6 jam ( 23.00 - 05.00 )
Tidak ada1 - 2 jam
7 - 8 jam ( 21.00 - 05.00 )
Tidak ada
4Personal Hygiene
Mandi- Gosok gigi
- Keramas- Gunting kuku2 x / hari2 x / hari
1 x 2 minggu1 x / mingguKlien hanya di lap dengan air hangat
setiap pagi
1 x / hari
Belum pernah selama di rawat
1 x / Minggu
51Aktivitas2
Mengerjakan pekerjaan
sebagai kepala rumah tangga seperti mencari nafkah ( sopir ),
membersihkan mobil secara mandiri. Kegiatan3di waktu luang klien
sering nonton televisi dirumah.Klien hanya berbaring
ditempat tidur dan pemenuhan kebutuhan dibantu oleh keluarga (
istri )
4
e. Pemerikasaan Fisik
1) Keadaan Umum
: Klien tampak lemah, Compos mentis (CM)Tekanan Darah
: 100 / 60 mmHg ( N : 100 - 139 / 60-90 )
Nadi
: 90 x / menit ( N : 60 - 90 x / menit )
Respirasi
: 28 x / menit ( N :12 - 25 x / menit )
Suhu
: 36,5 C ( N : 36 - 37,5 )
Berat Badan sebelum sakit : 59 Kg ( N : 52 - 62 kg )Berat Badan
sekarang: 49 Kg
Tinggi Badan
: 162 Cm
IMT
: 49 Kg
(1,62 m)2
: 18,67 kg ( N : 18,5 - 24,9 kg / m2 )2) Sistem Persyarafan
Kesadaran Compos mentis GCS 14 ( E = 4, V = 5, M = 5 ) orientasi
klien terhadap orang dan tempat baik, terbukti klien mengenali
istri dan ibunya ataupun anaknya dan mengetahui bahwa klien sedang
di rumah sakit. Orientasi terhadap waktu cukup baik terbukti klien
mengetahui saat pagi atau sore.(a) Nervus Olvaktorius ( N I )
Fungsi penciuman baik, terbukti klien bisa membedakan bau kopi
dan minyak kayu putih.
(b) Nervus Optikus ( N II )
Klien dapat membuka mata dengan spontan dan penglihatannya masih
jelas, terbukti bahwa klien bisa membaca papan nama perawat dari
jarak 1 meter.
(c) Nervus Okulomotorius, Trochlearis, Abduscen ( N III, N IV, N
VI )
Reflek pupil terhadap cahaya +/+ ( membesar-mengecil ) dan
kelopak mata bisa berkedip secara spontan. Klien mampu menggerakkan
bola matanya kesegala arah yaitu kearah bawah, atas dan samping.(d)
Nervus Trigeminus ( N V )
Klien dapat membuka mulut, dapat menggerakkan maksila dan dapat
menggerakkan mandibula dengan baik.
(e) Nervus Facialis ( N VII )
Klien dapat membedakan antara rasa asin dan rasa manis serta
klien mampu mengerutkan dahi.
(f) Nervus Auditorius ( N VIII )
Klien dapat mendengarkan bisikan dan suara dengan jelas.
(g) Nervus Glossofaringeus ( N IX )
Reflek menelan klien baik terbukti klien dapat merasakan rasa
asinnya garam dan manisnya gula(h) Nervus Vagus ( N X )
Fungsi pencernaan klien kurang baik, terbukti klien masih merasa
mual dan klien merasa mual bertambah setelah habis makan, kurang
nafsu makan dan mulut pahit serta perutnya kembung
(i) Nervus Asesorius ( N XI )
Klien dapat menggerakan leher dan dapat mengangkat bahu kiri dan
kanan.
(j) Nervus Hipoglossus ( NXII )
Klien dapat menggerakan lidah ke segala arah.3) Sistem
PernapasanBentuk hidung simetris, tidak terdapat sekret / sumbatan,
sinus tidak nyeri, tidak ada polip, tidak terdapat nyeri tekan,
tidak ada pernapasan cupping hidung, bentuk dada simetris,
pengembangan dada tidak simetris karena ada pemasangan WSD setinggi
costa V, bunyi nafas ronki, irama nafas cepat dan dangkal,
pernapasan 28 x / menit, hasil perkusi pada dada terdengar dullnes
dan ada nyeri saat batuk di daerah dada tempat pemasangan selang
WSD, skala nyeri 2 ( skala bourbanis 1 - 10 )4) Sistem
Kardiovaskuler
Bunyi jantung normal lup - dup, tidak ada peningkatan vena
jugularis, capilary rating time kembali kurang dari 3 detik, akral
teraba hangat, tekanan darah 100 / 60 mmHg, nadi 90 x / menit.
5) Sistem Pencernaan
Bentuk bibir simetris, mukosa kering, gigi terdapat 2 buah
berlubang, sisa akar 4 buah, gigi tanggal 4 buah dan jumlah gigi 28
buah, warna lidah merah muda sedikit keputih - putihan, mulut
pahit, kurang nafsu makan, bentuk perut sedikit kembung dan pada
saat diperkusi terdengar pekak, tidak ada nyeri tekan pada daerah
perut dan bising usus 7 x / menit.
6) Sistem Endokrin
Berdasarkan hasil pengkajian pada sistem endokrin tidak terdapat
pembesaran kelenjar tyroid dan paratyroid serta kelenjar getah
bening. 7) Sistem Perkemihan
Vesika urinaria klien kosong, ginjal tidak teraba, tidak ada
pembesaran pada ginjal dan tidak ada nyeri tekan pada ginjal kiri
dan kanan.8) Sistem Muskuloskeletal
(a) Ekstremitas Atas
Bentuk simetris, bisa bergerak ke segala arah, tidak terdapat
nyeri pada persendian dan tulang. Kekuatan otot 4 4 reflek bisef
+/+, reflek trisef +/+, reflek radius +/+ dan terpasang infus di
tangan kiri dengan cairan futrolit 20 tetes / menit.(b) Ekstremitas
Bawah
Bentuk kaki simetris, kekuatan otot kaki adalah 5 5 reflek
patela +/+, reflek babinsky +/+, reflek achilles +/+, gerakan aktif
dan dapat melawan tahanan penuh.
9) Sistem Integumen
Kulit kepala bersih, rambut tidak lengket, warna rambut hitam
agak beruban, warna kulit sawo matang, turgor kulit bila di tekan
dapat kembali kurang dari 3 detik, kulit tubuh tidak lengket dan
terdapat luka post operasi pemasangan selang WSD pada dada kanan
setinggi costa V dengan diameter 5 centi meter.
10) Sistem Pendengaran
Bentuk telinga simetris, dapat mendengarkan bisikan, getaran
garputala dan suara dengan jelas11) Sistem Penglihatan
Bentuk mata simetris, konjungtiva pucat, sklera berwarna putih
kekuningan, reflek kedua pupil terhadap cahaya +/+ yaitu pupil
mengecil - membesar pada saat terkena cahaya.f. Data Psikologis
1) Status Emosi
Penampilan klien tampak tenang.2) Kecemasan
Klien bertanya kepada perawat tentang penyakitnya karena klien
dan keluarga tidak tahu penyakit efusi pleura dan prosedur
perawatan, pengobatan dan pencegahannya.3) Pola Koping
Klien merasa tenang dirawat dirumah sakit karena dengan
perhatian, perawatan dan pengobatan yang sudah diberikan dari pihak
rumah sakit, klien percaya dapat terhindar dari komplikasi penyakit
efusi pleura seperti kanker paru dan kematian serta keadaanya akan
semakin membaik.
4) Gaya Komunikasi
Klien kooperatif dan mau bekerja sama, terbukti klien selalu
menjawab pertanyaan dari perawat, klien mampu berkomunikasi dengan
jelas, baik dengan perawat, dokter ataupun tim kesehatan lain.
5) Konsep Diri
(a) Gambaran Diri
Klien merasa bahwa dirinya tidak malu dengan penyakit yang
dideritanya, klien sangat bersyukur atas pemberian Allah SWT karena
klien menyukai tubuhnya dan tidak ada yang berubah.
(b) Harga Diri
Klien mengatakan bahwa tidak malu dengan keadaannya sekarang.
Karena menurut klien ini merupakan cobaan yang diberikan oleh Allah
SWT.(c) Peran
Peran klien didalam keluarga sebagai kepala rumah tangga
terganggu karena selama sakit klien tidak bisa bekerja untuk
mencari nafkah.(d) Identitas Diri
Klien mengatakan bahwa dirinya adalah laki - laki, seorang suami
dan kepala rumah tangga.
(e) Ideal Diri
Klien berharap penyakitnya bisa cepat sembuh dan berharap ingin
cepat pulang agar dapat melakukan kegiatannya seperti biasanya.g.
Data Sosial
Hubungan klien dengan keluarga baik - baik saja, terbukti klien
selalu ditemani oleh istrinya, hubungan klien dengan perawat dan
dokter baik.
h. Data Spiritual
Klien mengatakan pasrah tentang apa yang menimpa dirinya, karena
klien menyadari bahwa ini cobaan dari Allah SWT. Klien mengatakan
juga selalu berdoa kepada Allah SWT, agar diberi kesembuhan.i. Data
Penunjang
1) Hasil LaboratoriumTabel 3.2
TanggalPemeriksaanHasilNilai NormalSatuan
12345
14-1-2015
1
Hemoglobin
Leukosit
HematokritTrombosit2GDS
Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT11,7
5.900
33
334.0003100
12
0,90
113
99L: 14 - 17, P: 12 16
4000 - 10.000P: 35 - 45, L: 40 - 50
150.000 - 450.0004< 120
10 - 50
P: 0,45 - 75,L:0,6 - 1,1 P: 0 - 35, L:0 - 50
P: 0 - 35, L:0 - 50gr/dl
/mm
%/mm5Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
U/L/370 C
U/L/370 C
20-1-2015Leukosit Proten Total
Albumin
PaO2PCO28.600
65
2,8
97
404000 - 10.0006,0 - 8,0
3,4 - 4,8
> 90
35 - 45/mm'g/dl
g/dl
%
%
2) Hasil Rongen Thorax ( 14 - 01 - 2015 )
Cordis : Batas Kanan terobliterasi. Sinuses dan diafragma kanan
terselubung
Pulmo : Hemithorak kanan terselubung homogen, tak tampak bercak
infiltrate di paru kiri
Kesan : Efusi pleura kanan
3) Hasil Rongen Thorax ( 15 - 01 - 2015 ) Pulmo : Perselubungan
di paru kanan sedikit berkurang, ujung kateter WSD terletak
setinggi Costae V Kesan : Efusi pleura kanan sedikit perubahan (
berkurang )4) Laboratorium Patologi ( 15 - 01 - 2015 ) Makroskopik
: Cairan pleura sebanyak 20 mili liter, kemerahan Mikroskiopik :
Keenam sedian apus ( 2x Prosesing ) berupa endapan proteinous
dengan sel eritrosit.Diantaranya ditemukan relative sedikit sel
limfosit matur.
Tidak ditemukan sel limfoid atau sel epithelial atipik ataupun
sel maligna lain
Kesimpulan : Tidak ditemukan sel maligna pada sampleKemungkinan
infeksi spesifik belum dapat di singkirkan
j. Program dan Rencana Pengobatan
Tanggal 14 - 01 - 2015 Terapi :
1) Infus Futrolit 30 tetes / menit
2) Cefotaxime ( Intra vena ) 3 x 1 gram3) Coditam ( Oral ) 3 x
1
4) Paracetamol ( Oral ) 3 x 1
5) Ranitidine ( Oral ) 2 x 1
6) Provital ( Oral ) 3x17) Ganti Perban 1 x sehari2. Analisa
Data
Tabel 3.3NoDataInterpretasiMasalah
1234
1DS :
Klien mengatakan batuk
Sesak saat beraktifitas / tidur terlentang
DO :
Keadaan umum klien lemah, batuk kering
Sesak nafas bila tidur terlentang
Klien tampak bernafas cepat dan dangkal
Pernapasan 28 x / menitSistem pernapasanPaO2 menurun
PCO2 meningkat
Sesak nafas
pola nafas tidak efektif
Ketidakefektifan pola pernapasan
2
1DS :
Klien mengatakan mulut pahit dan nafsu makan berkurangDO :
Lidah klien terlihat putih dan kemerahan, bibir 2kering
Klien hanya mampu menghabiskan porsi makananSistem
pencernaan
Efek hiperventilasi
Produksi asam lambung meningkat
Peristaltik menurun
3
Mulut pahit, nyeri lambung
Ketidakseimbangan nutrisi
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisiGangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4
3
1
DS :
Klien mengatakan lemah dan tidak kuat untuk melakukan aktivitas
mandiriDO :
Keadaan umum lemah
Aktivitas klien dibantu istri dan perawat
2Sistem muskuloskletal
Penurunan suplai oksigen kejaringan
Peningkatan metabolisme anaerob
Peningkatan produksi asam laktat
3Kelemahan fisik umum
Intoleransi aktivitasIntoleransi aktivitas
4
4DS :
Klien mengatakan nyeri daerah pemasangan selang WSD, terutama
bila batuk
DO :
Terpasang WSD pada intracosta V
Adanya luka pada dada kanan costa V
Nadi 90 x / menitTerpasang bullow drainase dada
Respon nyeri
Resiko tinggi trauma
Resiko tinggi trauma /
Penghentian nafas
5
1DS:
Klien dan keluarga menanyakan tentang penyakit efusi pleura.
2DO :
Wajah klien dan keluarga terlihat antusias untuk mengetahui
tentang penyakit efusi pleura
Klien dan keluarga terlihat aktif bertanya tentang penyakit
efusi pleura.Respon psikososial
Sesak nafas / Tindakan invasif
3Kooping tidak efektif
KecemasanKurang pengetahuan
( cemas ) klien dan keluarga mengenaiPenyakit
4
6
1DS :
Klien mengatakan perban luka post pemasangan selang WSD belum di
ganti
Tidak ada nyeri dan rasa panas pada lukaDO :
Akral klien hangat Luka post pemasangan selang WSD kering dan
tidak terlihat kemerahan
2 serta bengkak Terlihat terpasang selang WSD pada dada kanan
intracosta V
Tekanan darah 100 / 60 mmhg
Nadi 90 x / menit
Pernapasan 28 x / menit
Suhu 36,5 C Leukosit 8.600 /mmTerpasang bullow drainase /
WSD
Adanya luka paska pemasangan bullow drainase
Resiko tinggi infeksi
3
Resiko tinggi terpapar infeksi
4
3. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas MasalahTabel
3.4
NoDiagnosa KeperawatanTanggal DitemukanNama PerawatTanda
Tangan
12345
1Ketidakefektifan Pola Pernapasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga
pleura20 - 01 - 2015Amandus Lando
2Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh yang berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh nafsu
makan terganggu akibat sesak nafas sekunder yang menekan abdomen20
- 01 - 2015Amandus Lando
3
1Gangguan ADL ( activity daily living ) yang berhubungan dengan
kelemahan fisik umum,
2keletihan sekunder dan adanya sesak nafas20 - 01 - 2015
3
Amandus Lando
4
5
4Resiko tinggi trauma Pernapasan yang berhubungan dengan
pemasangan WSD20 - 01 - 2015Amandus Lando
5Kurangnya pengetahuan (cemas) yang berhubungan dengan informasi
yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan20 - 01 -
2015Amandus Lando
6Resiko tingggi terpapar infeksi yang berhubungan dengan adanya
port de entre akibat penusukan dari tindakan WSD20 - 01 -
2015Amandus Lando
4. Perencanaan
Tabel 3.5
NoDiagnosa KeperawatanTujuanIntervensiRasional
12345
1
11Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga
pleura yang di tandai dengan :
DS : Klien mengatakan :
Badannya lemah
Batuk dan sesak napas saat beraktivitas / tidur terlentang
2DO :
Keadaan umum klien lemah, batuk kering Sesak nafas bila tidur
terlentang dan berkurang bila duduk / setengah duduk Klien tampak
bernafas cepat dan dangkal
Pernapasan 28 x / menit
2Klien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil :
1. Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas
normal
2. Pada pemeriksaan rongen thoraks
3tidak ditemukan adanya akumulasi cairan
3. Bunyi nafas terdengar normal
( Broncovesikular )3
1. Identifikasi faktor penyebab
2. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan, laporkan
setiap perubahan yang terjadi.
43. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk
/ setengah duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 - 90
derajat.
4. Observasi tanda - tanda vital ( suhu, nadi , tekanan darah,
pernapasan )
45. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian oksigen
1. Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan
jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang
tepat.