Top Banner
141

BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Apr 11, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia
Page 2: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Wilayah Sumatera Selatan secara geografis tidak terlepas

dari wilayah Nusantara sebagai satu kesatuan geografis yang dari masa ke masa luas wilayahnya selalu berbeda – beda maka pada awal fase awal perkembangan Islam di Nusantara daerah Sumatera Selatan dengan pusatnya di Palembang di mana berdiri kerajaan Sriwijaya pada permulaan abad ke-7 M.1

Fase pertama awal masuknya pendatang Islam sampai dengan abad 4 H atau abad ke-10 M Tidak ditemukan satu pun bukti sejarah yang kami maksud misalnya bangunan – bangunan masjid, makam, ataupula lainnya yang memberikan indikasi masyarakat Islam di Indonesia. Oleh karena itu fase ini (abad ke-1 sampai abad ke-4 H) merupakan fase pertama proses kedatangan Islam di Indonesia dengan kehadiran para pedagang Islam yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera Selatan yang dapat di catatat hanya berdasarkan sumber- sumber asing.

Fase kedua pemukiman Masyarakat Islam di Sumatera Selatan dan Jawa walaupun dalam abad ke- 1 sampai ke-4 H (7-10 M) jawa tidak di sebut sebagai tempat persiggahan para pedagang muslim, namun di Leran (Gresik) terdapat sebuah batu nisan dari Fatimah binti Maimun yang wafat tahun 475 H atau 1082 M. Kehadiran makam ini di antara kelompok makam di Leran. Beberapa makam di antaranya tidak berangkat tahun tapi bentuk nisan dan jiratnya makam – makam yang di temukan bersamaan dengan Fatimah binti Maimun menunjukan pola gaya hias makam dari abad ke-16 M.2

Fase ini sudah terjadi integrasi berupa orang – orang setempat untuk memeluk agama Islam yakni pada permulaan abad ke-13 M (abad ke-7 H) mungkin dalam kurun waktu abad ke-1 –

1 Uka Tjandrasasmita, Hasan Muarif Ambary. Sejarah Masuknya Islam Di Sumatera Selatan.( Jakarta: UI Press 1986). hlm 13

2 Uka Tjandrasasmita, Hasan Muarif Ambary. Sejarah Masuknya Islam Di Sumatera Selatan….hlm13

1

Page 3: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

ke-4 H terdapat hubungan perkawinan antara para pedagang dan masyarakat muslim asing yang menikah dengan penduduk setempat sehingga menjadikan mereka masuk Islam baik sebagai istrinya maupun keluarganya.

Fase ketiga berdirinya kerajaan Islam dan perkembangan Islam hingga abad 16 M, salah satunya adalah kerajaan Isam di Pasai. Sedangkan pada fase keempat mulai berkembangnya Islam di Nusantara mulai abad 16 sampai seterusnya.

Dari uraian tentang perkembanganga Islam di Nusantara ini, Palembang memiliki letak geografis yang sangat strategis. Palembang sudah sejak masa kuno menjadi tempat singgah para pedagang yang berlayar di selat malaka, baik yang akan pergi ke Cina dan daerah Asia Timur lainya maupun yang melalui jalur barat ke India dan Negeri Arab serta terus ke Eropa. Berdasarkan pendapat Sayid Naguib yang di kutip dari makalah Uka Candra Sasmita yang mengatakan kedua tempat di tepi Selat Malaka pada permulaan abad ke-7 H yang menjadi tempat singgah para musafir yang beragama Islam di terima dengan baik oleh para penguasa setempat yang belum beragama Islam ialah Palembang dan Kedah, jadi pada abad ke-7 di Palembang sudah ada masyarakat yang beragama Islam yang oleh penguasa setempat (raja Sriwijaya) telah di terima dengan baik dan dapat menjalankan ibadat menurut agama Islam.3

Sebelum datangnya Islam ke Nusantara telah terdapat lembaga pemerintahan yang pada umumnya di kuasai raja – raja Hindu - Budha. Priode ini berlangsung selama lebih kurang 11 abad sejak berdirinya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur pada abad ke-4 M hingga runtuhnya kerajaan Majapahit pada akhir abad ke-15 M sebagai kerajaan terbesar yang terakhir di pulau Jawa. Setelah datangnya agama Islam, secara berangsur terjadi perubahan. Peranan raja- raja Hindu- Budha melalui lembaga kerajaan yang selama ini mewarnai kehidupan politik di Nusantara

3 Uka Candra Sasmita. Hasan Muarif Umbary. Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Sumatera Selatan….hlm 19

2

Page 4: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

mulai berkurang, di gantikan oleh para Sultan dengan kesultananya.

Kesultanan Palembang merupakan sebuah kerajaan Melayu Islam bercorak maritim yang berkedudukan di Palembang. Ia mulai memainkan perannya dalam sejarah Indonesia pada pertengahan abad 16, dan berakhir pada abad ke-19 setelah secara sistematis dan berencana dapat di kuasai Belanda.

Kesultanan Palembang Darusalam pada priode ini mengalami krisis dalam hal politik, tidak demikian halnya dalam kehidupan keagamaan. Agama di zaman akhir ini justru memperlihatkan kemajuan kualitatif yang cukup berarti. Hal ini diumumkan, karena sultan Mahmud Badaruddin II yang merupakan Sultan ketujuh merupakan orang yang taat beragama.4

Sultan ini mulai mempimpin kepemerintahan dari tahun 1803 – 1821. Berdasarkan penelitian, dapat di simpulkan sikap hidup dan kepribadian Sultan Mahmud Badaruddin II, yaitu bahwa beliau memiliki kepribadian atau watak kesatria, seorang pemberani, watak sifat jantan, cepat dalam bertindak, seorang yang memiliki pandangan jauh ke depan, sehingga dapat menentukan waktu yang tepat, berpendirian teguh, seoarang yang alim, sabar dan bertakwa kepada Allah, mahir dalam karang mengarang, pemimpin perang yang cekatan, merupakan seorang taktikus dan ahli siasat (Strategi) yang ulung di zamanya, tahu akan martabat dan kedudukanya sebagai seorang raja yang agung, seorang pemimpin yang bijaksana, dapat menghargai sifat para sahabat, konsekwen hingga akhir hayatnya sebagai seorang yang anti imperialis dan anti kolonialis.5

Pada masa kepemimpinannya sultan Mahmud Badaruddin sendiri, menurut Tambo sering menjadi imam sembayang di Masjid. Ulama – ulama mendapat tempat tersendiri di dalam kehidupan Sultan. Beliau selalu berada di dekat ulama untuk mendiskusikan soal – soal keagamaan, bahkan dalam keadaan

4 Salman Aly. Sejarah Kesultanan Palembang. (Jakarta UI Press 1986). hlm159 5 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud

badarudin II.(Hasil Penelitian yang Belum di Terbitkan Palembang 1980). Hlm 9

3

Page 5: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

negeri sedang berperang, seperti yang di ceritakan dalam naskah yang d terbitkan Woelders (1976 : 132), ulama dijadikan sebagai pembantu dekatnya, dalam struktur kepemerintahan, ulama di beri gelar yang sama dengan pejabat – pejabat keraton lainya. terhadap pelanggar ajaran agama yang prinsipil, ia bersikap tegas, Sultan pernah menyuruh membunuh dan menganiaya (merajam) wanita – wanita jalang yang terang – terangan mengadakan hubungan dengan serdadu Belanda pada masa sebelum tahun 1819 (Sevenhoven) 1971: 42 tetapi sebagai seorang Sultan, beliau membiarkan begitu saja orang – orang Arab mengambil buku- buku koleksi perpustakaan, atau mengambil al-Qur’an. Untuk memenuh kebutuhan beribadat dari orang – orang Islam, disisihkan pendapatan negara dari tambang timah Bangka untuk mendirikan Masjid Agung, di samping langgar dan musholah yang tersebar di ibu kota.

Sultan Mahmud Badaruddin II juga sangat suka akan seni kesenangannya itu tergambar dari kebiasaannya yaitu: mengadakan perlombaan di antaranya pemuda dan pemudi maupun keluarga ataupun bukan keluarga beliau dalam berbagai bidang ketangkasan.6 Salah satunya perlombaan menulis ukiran al-Qur’an. Dari sini tergambar dengan jelas bahwa Sultan Mahmud Badaruddin II sangat peduli dengan hal yang berkenaan dengan agama yang mana pada saat itu agama Sultan adalah agama rakyat.

Hubungan Sultan Mahmud Badaruddin II, sangat erat dengan orang Arab di Palembang. Pada masa kepempinan Sultan Mahmud Badaruddin II, orang Arab di Palembang terdaftar sekitar 500 jiwa, bahkan diantara mereka ada yang diberi gelar dari Sultan, seperti pangeran Omar, orang – orang terpelajar, para ulama dan pujangga mereka sering membantu Sultan ketika Sultan membutuhkan. Sultan Mahmud Badaruddin II berhubungan baik dengan Orang Arab terlihat dari pemuka – pemuka agama Arab yang ingin mengambil buku dan Al-Qur’an di Perpustakaan

6 R.A.M. Akib. Sejarah dan Kebudayaan Palembang. (Jakarta Proyek Penerbitan Buku Sejarah 1983). hlm 42

4

Page 6: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

kesultanan kemudian di simpan di masjid –masjid sekitar Palembang

Karena begitu eratnya hubungan antara peneyebaran Islam dengan kesultanan Palembang pada masa itu, penulis tertarik untuk meneliti tentang Islam di Palembang masa sultan Mahmud Badaruddin pada Abad 19 M , dimana Sultan Mahmud Badaruddin II selain terkenal ketangguhannya melawan penjajah tapi juga terkenal dengan kepanatikannya terhadap Agama Islam dan setiap pemberontak yang ada di masa sultan Mahmud Badaruddin II yang belum beragama Islam serta bisa ditaklukan Sultan maka pemberontak di hukum serta di wajibkan untuk masuk agama Islam dan yang paling menarik bagi penulis dan semakin menyakinkan penulis untuk meneliti jejak Sultan dan perannya tehadap perkembangan islam di zamanya, yaitu di manan sultan mampu membangkitkan semangat rakyat untuk menumpas penjajah dengan mengatakan bahwa perlawanan ini adalah jihad di jalan Allah untuk mengusir kaum kafir yang menjajah daerah Palembang. Dari berbagai alasan di atas rasanya sudah cukup membuat penulis yakin untuk meneliti jejak Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang serta keadaan Islam pada masa kepemimpinanya dan berakhirnya kepemimpinanya .

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Penelitian ini mengambil batasan masalah hanya seputar ruang lingkup Islam di Palembang: Masa Sultan Mahmud Badaruddin II Abad ke-19 M. Adapun rumusan masalah antara lain:

1. Bagaimana teori masuknya Islam di Palembang 2. Bagaimana keadaan Islam Masa Sultan Mahmud Badaruddin II 3. Bagaimana keadaan Islam sesudah masa Sultan Mahmud

Badaruddin II

C . Manfaat dan Kegunaan Penelitian Penulisan tesis ini bermafaat untuk : 1. Agar Mengetahui teori masuknya Islam di Palembang

5

Page 7: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

2. Agar Mengetahui sejarah Islam masa Sultan Mahmud Badaruddin II Abad ke-19

3. Agar Memahami keadaan Islam dan masyarakat Palembang awal kepemerintahan kolonial di Palembang

Sedangkan tujuan dari penulisan tesis ini adalah: 1. Untuk Memperkaya khazanah sejarah di Palembang 2. Untuk Menginspirasi para peneliti yang akan melakukan

penelitian terhadap judul serupa 3. Untuk Mendorong institusi baik Negeri maupun Swasta untuk

melakukan kajian seputar peran kesultan terhadap perkembangan Islam di Palembang

4. Untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan guna mendapatkan gelar (magister)

D. Telaah Pustaka dan Tinjauan Teoritis Sejauh yang penulis ketahui, belum ada yang membahas

secara lengkap dan komprehensif mengenai judul yang akan di bahas. Namun begitu, beberapa buku agaknya telah memberi informasi yang kemudian penulis susun menjadi narasi yang logis diaantarnya adalah: 1. Desertasi Prof. Husni Rahim ‘’ Sistem Otoritas dan

Administrasi Islam Studi tentang Pejabat Agama Masa Kesultanan dan Kolonial di Palembang’’ menguraikan secar panjang lebar persoalan kesultanan pada masa kolonial. Dalam desertasi ini, juga menjelasakan bagaimana proses Islamisasi di Palembang melalui tiga fase dia antaranya: de komst (datang) di pengaruhi motif ekonomi, receptie (penerimaan) di dorong oleh motif agama, uitbreiding (pengembangan) di dorong oleh motif politik.7 Pergesaran jabatan pemuka agama di zaman kesultanan ke masa kepemimpinan kolonial abad 19. Karya ini

7 Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas dan Administrasi Islam: Studi Tentang Pejabat Agama Masa Kesultanan dan Kolonial di Palembang.( Jakarta PT Logos Wacana Ilmu 1998). hlm 49

6

Page 8: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

cukup memberi gambaran mengenai peran Islam dalam menegakkan hukum di kesultanan Palembang.

2. K.H.O. Gadjanata ‘’ Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan’’ kumpulan makalah yang disusu menjadi sebuah buku, menjelaskan awal masuknya Islam di Palembang. Islam masuk ke Palembang pada abad ke-7 H. Dalam kurun waktu abad tersebut terdapat hubungan perkawinan antara pedagang Arab yang menikah dengan penduduk setempat sehingga menjadikan Istri dan kelurganya Islam, adapun Islam di palembang pada abad ke-7 belum menyebar luas sedangkan masa berkembang secara luas di mulai pada abad ke 16 sampai seterusnya.8

Dalam buku ini juga dijelaskan, sislsilah kesultanan Darusalam dan peran sultan Mahmud Badaruddin II sebagai Sultan ke 7 dari kesultanan Darusalam serta peran ulama di belakan Sultan.

3. Team Perumus Hasil Diskusi Sekretariat Kota Madiyah Palembang. ‘’ Risalah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II ‘’ Sultan Mahmud Badaruddin II merupakan Sultan ketujuh dari kesultanan Darusalam yang mana di jelaskan di makalah, disebutkan bahwa Sultan Mahmud Badaruddin II sendiri adalah , seorang yang dalam sikap, ucapan dan perbuatannya seorang anti imperialis dan anti kolonialis yang konsekwen, terlihat dari fakta sejarah, ia tidak pernah menyerah kalah terhadap musuh – musuhnya, tidak pernah menanda tangani perjanjian ‘’kontrak panjang’’ maupun ‘’kontrak pendek’’. Keberanian dan kejantanan serta pendirian yang teguh, telah di tunjukan oleh Sultan Mahmud Badaruddin II kepada musuhnya, ketika jendral De Kock mengirim surat kepadanya supaya menyerah saja kepada belanda pada tanggal 10 juni 1821 setelah angkatan perang berlabuh di pulau Sala Nama siap untuk mengempur Palembang.9 Tanpa melalaikan kewajiban – kewajibannya

8 Salman Aly. Sejarah Kesultanan Palembang. …hlm 159 9 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud badarudin

II…. hlm 10

7

Page 9: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

terhadap Allah, sultan Mahmud Badaruddin II tetap berada bersama- sama rakyatnya mengadakan perlawanan terhadap Inggris dan Belanda. Dengan tindakan – tindakan dan sikap ini, tanpaklah bahwa Sultan Mahmud Badaruddin II, adalah seorang yang alim, sabar dan takwa.

4. Djohan Hanafiah ‘’ Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kota Madiyah Tingkat II Palembang’’. Dalam buku ini dijelaskan biografi Sultan Mahmud Badaruddin II, yang mempunyai nama asli Rahdin Moehamad Hasan di lahirkan pada tahun 1182 H atau tahun 1768 M, dan oleh karena ia adalah anak sulung, maka menurut adat istiadat kerajaan palembang ia di angkat menjadi raja. Mengantikan ayahnya dan dinobatkan sebagai raja atau Sultan Moehamad Badaruddin II Palembang Darusalam.

Semasa kecilnya Raden Moehamad Hasan hidup secara tertip dan sederhana, meskipun dari keluarga Sultan Raden Muhamad Hasan mempunyai kemauan yang besar untuk belajar, di samping mempunyai otak yang cerdas ( pinter ) serta mendapat didikan secara Islam yang kuat untuk memangku jabatan kerajaan. Sebelum menjadi raja maka Raden Muhamad Hasan suda menguasai bahasa Arab dan Portugis serta hafal kitab suci al-Qur’an Karim.

Buku ini juga menjelaskan perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II dalam mengusir dan melawan penjajah yang ingin menguasai Palembang pada Adad 19 M.

5. Darmawijayah, ‘’ Kesultanan Islam Nusantara’’ Pada masa pemerintahan Muhammad Baha’uddin, Sultan ke enam sebelum masa kepemimpinan Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang telah hidup seorang ulama tasawuf yang terkenl yaitu syaikh Abdul Smad Al-Palembani, syaikh ini lahir pada 1704 dan setelah remaja pergi berkelana ke negeri Arab untuk memperdalam ilmu agama dan Ilmu tasawuf.10 Pada 1772

10 Darmawijaya. Kesultanan Islam Nusantara. Jakarta Pusta Al- Kausar 2010. hlm 56-

57

8

Page 10: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

syaikh Abdul Samad Al- Palembani kembali ke Palembang dengan membawa ajaran gurunya, yaitu syaikh Muhammad Saman dalam bidang tasawuf. Di jelaskan bahwa syaikh Abdul Shamad Al- Palembani adalah ulama yang tidak suka menerima keadaan hidup dengan begitu saja, terutama melihat negerinya, Palembang, dan negeri – negeri Nusantara lainnya dijajah oleh kompeni Belanda, atas dasar itu dia menulis kitab yang menjelaskan tentang anjuran dan keutamaan jihad. Kitab itu adalah Nasihat Al- Muslimin wa Tadzkirat Al- Mukminin fi Fadha’ il Al- Jihad fi Sabilillah. Kitab jihad yang ditulis ini mengangkat semangat jihad Sultan Palembang beserta rakyat dalam melawan kompeni Belanda.

Ada kemungkinan, beberapa karyanya tersebar di kalangan penguasa di Jawa Tengah, bahkan sampai ke daerah Malaka dan Aceh. Pada dasarnya ajaran yang di sebarkan mengandung doktrin yang bersifat anti kafir dan tersebar luas di kalangan penduduk di daerah ini, melalui suatu cara tersendiri dengan mempergunakan lagu, yaitu ‘’ratif Samad’’ yang di baca setiap kali berulang – ulang setelah sholat lima waktu selesai.11 Menurut ajaranya, yang berdasarkan Hadist Nabi atau surah- surah di dalam al-Qur’an, perang melawan penjajahan terhadap orang Barat dianggap sebagai perang jihad (Holy War), dan oleh karena itu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk melawan kafir. Dasar pemikiran yang bersumberkan pada ajaran Islam tesebut telah tertanam sedemikian rupa, baik di kalangan istana kesultanan Palembang maupun penduduk di daerah pedalaman yang pada awal abad 19 M telah di manfaatkan oleh Sultan Mahmud Badaruddin II mengusir orang Inggris, Prancis dan Belanda di Sumatera Selatan.

Dari berbagai penjelasan di atas lebih di kuatkan lagi dengan keterangan bahwa Sultan Mahmud Badaruddin II selain seorang Sultan beliau adalah seorang khalifatul mukminin

11 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sejarah Perlawanan Tehadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Sumatera Selatan.( Jakrta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1983). hlm 17

9

Page 11: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Sayidil Imam, yaitu selain seorang raja ia juga menjadi seorang imam besar di Masjid Agung (Masjid Negara) Palembang.12

Dari penjelasan beberapa buku dan makalah di atas belum banyak memberikan informasi yang menyeluruh sebagai bahan penulis, namun paling tidak dapat memberikan gambaran tambahan mengenai jejak Islam di Palembang masa Sultan Mahmud Badaruddin II abad 19 M.

E. Metodelogi Penelitian

Dalam penelitian penulis menggunakan metode sejarah kritis. Metode sejarah kritis adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekeman dan peningalan masa lampau. Rekonstruksi yang imajinatif dari masa lampau berdasakan data yang diperoleh dengan menempuh proses yang di sebut historiograf. Metode penelitian tersebut tersebut terdiri dari beberapa tahapan berikutnya saling berkaitan satu sama lain, secara garis besar tahapan metode sejarah terdiri dari 4 tahapan, yaitu: 1. Heuristik

Berasal dari bahasa Yunani heuristiken, yaitu penulisan sejarah berupa narasi tanpa menfaatkan teori dan metodelogi.13 Dalam kaitan dengan sejarah tentulah yang di maksud dengan sumber yaitu sumber sejarah yang tersebar berupa catan, kesaksian, dan fakta-fatka lain yang dapat memberikan penggambaran tentang sebuah peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia. Hal ini bisa dikatagorikan sebagai sumber sejarah.

Bahan-bahan sebagai sumber sejarah kemudian dijadikan alat, bukan tujuan. Dengan kata lain, orang harus mempunyai data terlebih dahulu untuk menulis sejarah. Kajian tentang sumber-sumber ialah suatu ilmu tersendiri yang di sebut heuristik.

12DJhohan Hanafiah. Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kota Madiyah Tingkat II Palembang.(Palembang Pemerintah Kota Madiyah 1978). hlm 21-22

13 M. Dien Madjid, Johan Wahyudi. Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar.( Jakarta Prenada Media Group 2014). hlm 219

10

Page 12: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Pencarian dan pengumpulan sumber data ( heuristik) yang baik yang berupa sumber – sumber tertulis maupun sumber – sumber lisan. Baik yang bersipat sumber primer maupun sumber skunder. Sumber primer diperoleh melacak arsif maupun dokumen yang terkait dengan kegiatan penulis, yakni dengan melakukan studi perpustakaan ( library rearch) dengan mengunjugi berbagai perpustakaan yag terdapat di Palembang seperti perpustakaan wilayah propinsi Sumatera Selatan, UNSRI, musium Sultan Mahmud Badaruddin II, Perpustakaan Nasional( PNRI ) Jakarta, Perpustakaan UIN Jakarta, Perpustakaan Kementerian dan Kebudayaan Nasional. Di perpustakaan Nasioal sendiri terdapat beberapa naskah di antaranya adalah: Tambo Sriwijaya sampai akhir kesultanan Palembang dan di perpustakaan provinsi palembang terdapat naskah perang Menteng. Dari kedua naskah bisa dijadikan sebagai sumber primer . Sedangkan sumber lisan dilakukan dengan melakukan wawancara kepada para nara sumber yang memiliki otoritas yang berkaitan dengan tema penelitian diatas, seperti sejarawan, keturunan kesultan Palembang Darusalam yaitu Sultan Mahmud Badruddin III, ketua mesium sultan Mahmud Badaruddin II, tokoh masyarakat dan budayawan,

2. Kritik Sumber Yaitu tahapan penyelesaian sumber – sumber sejarah

meliputi kritik eksteren dan kritik interen. Kritik eksteren ini dilakukan untuk menguji tingkat keabsaan sumber ( otentissitas sumber ) sedangkan kritik interen dilakukan untuk menguji tingkat kepercayaan sumber ( kredibilias sumber). Termasuk dalam cakupan perhatian krtik ini, adalah mengetahui keaslian jenis kertasnya, materai, tintanya, gaya penulisan bahasanya termasuk seluruh spek yang mencakup bentuk fisiknya.14

3. Interpretasi

14 Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang, 1995) hlm. 99-100; lihat juga Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press, 2006) hlm. 98-99 dan 112

11

Page 13: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

yaitu tahap penafsiran terhadap sumber sumber yang telah diseleksi melalui upaya analisa dan sentesa fakta- fakta sejarah. Fakta-fakta sejarah yang telah dikumpulkan belum banyak bercerita. Fakta-fakta tersebut harus disusun dan digabungkan satu sama lain sehingga membentuk suatu cerita sejarah.15

Hubungan kualitas antar fakta menjadi penting untuk melanjutkan pekerjaan interprestasi. Orang sering kali mengalami kegagalan interprestasi yang disebabkan oleh bebrapa fakta yang ternyata tidak memiliki kualitas, misalnya dalam menginterpretasikan sejarah politik kolonial bangsa Eropa. Terdapat fakta-fakta perang dunia ke II, beberapa bangsa Eropa melakukan politik ‘’dekolonisasi’’ lalu Negara-negara di sekitar Asia Tenggara memproklamasikan kemerdikaanya, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei. Berdasarkan fakta-fakta itu lalu timbul interpretasi bahwa ‘’ keerdekaan Indonesia akibat penerapan politik dekolonisasi bangsa-bangsa Eropa.

Hal tersebut merupakan interpretasi yang keliru atas fakta-fakta. Kemerdekaan Indonesia sama sekali tidak ada kaitanya dengan politik dekolonisasi Eropa, dalam hal ini Belanda justru bebrapa kali mencoba untuk menguasa kembali Indonesia.

4. Historiografi

Yaitu tahap penulisan sejarah pada tahap terakhir ini akan di lakukan koreksi baik secara tahapan total. Aspek kronologis selalu dikedapnkan agar setiap sejarah di tampilkan secara urut dan runut.16 Metode koreksi bertahap dan koreksi total diterapkan guna menghindari kesalahan – kesalahan yang sifatnya subtantial, sehingga menghasilkan penulisan sejarah analitis struktural yang akurat serta dapat dipertanggung jawabkan secara ilmia.

15 M. Dien Madjid, Johan Wahyudi. Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar….hlm 225 16 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Tangerang: Logos Wacana Ilmu,

1999) hlm. 91-93.

12

Page 14: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Secara umum penulisan, dalam metode sejarah, penulisan sejarah (historiografi) merupakan fase atua langka akhir dari beberapa fase yang biasanya harus dilakukan oleh penelitih sejarah. Penulisan sejarah (historiografi) merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang dilakukan.

Pengisahan sejarah ini jelas sebagai suatu kenyataan subyektif, karena setiap orang atau setiap generasi dapat mengarakan sudut pandangnya terhadap apa yang telah terjadi dengan berbagai interpertasi yang erat kaitanya dengan sikap hidup, pendekatan, atau orentasinya. Oleh karena itu, perbedaan pandangan terhadap peristiwa masa lampau, yang pada dasarnya ialah objektif dan absolute, pada giliranya akan jadi kenyataan yang relatif.

Sartono Kartodirdjo, di dikutip dari buku Prof Dien Madjid, Ilmu sejarah sebuah penganta, menawarkan beberapa prinsip organisasi penyusunan kisah masa lampau, antara lain:

a. Jika uraian bersifat diskriptif-naratif, maka perlu adanya penyusunan moder serial, yakni dengan merununutkan kejadian-kejadian bersandar pada ketentuan diatas.

b. Dua peristiwa yang terjadi secara bersamaan harus dipaparkan secara terpisa.

c. Apabilah ditemukan suatu peristiwa kompleks, terjadi dari banyak kejadian kecil, maka prelu dipilih mana yang perlu dikedepankan karena dianggap yang paling penting.

d. Suatu kejadian dengan cakupan waktu dan ruang yang cukup besar kerap kali membutuhkan periodisasi atas seri-seri, misalnya gerakan sosial, munculnya pemimpin dan idiologi, masa akselerasi konflik, konrontasi, dan masa damai kembali.

e. Perkembangan metodelogi sejarah kekinian ternyata tidak lagi mengedepankan pembuatan pembuatan diskriptif-analitis, tetap di dominasi oleh penyusunan deskriptif-analitis, pengerjaanya berkisar pada tema atau topik di satu sisi, permasalahan disisi lainya.

F. Sistematika Pembahasan

13

Page 15: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Bab I : Berisikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah

Bab II : Biografi Sultan Mahmud Badaruddin II (Selayang Pandang)

Bab III : Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II Dalam Mempertahankan Palembang

Bab IV : Kondisi Islam Masa Sultan Mahmud Badaruddin II Bab V : Pengaruh Islam Terhadap Masyarakat Palembang

Pertengahan Abad 19 M. Bab VI : Kesimpulan dan saran

14

Page 16: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

BAB II BIOGRAFI SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

(SELAYANG PANDANG)

A. Sultan-Sultan Palembang

Kesultanan Palembang pertama kali didirikan oleh Pangeran Ario Kesomo. Kesultanan ini bebas dari Mataram ( tidak bernaung di bawah kerajaan Mataram) . Beliau menjadi Sultan yang pertama dengan gelar Sultan Abdurahman Kholifatul Mukminin Sayyidul Imam yang wafat dalam tahun 1707 M. Dalam tahun 1703 beliau menobatkan seorang putranya anak dari Ratu Agung, sebagai Raja Palembang Darussalam yang kedua dengan gelar Sultan Muhammad Mansur ( 1706-1714).1

Dalam tahun 1709 Sultan Muhammad Mansur telah menobatkan putranya yang sulung Raden Abubakar menjadi pangeran Ratu Porbuyo. Pewaris mahkota ini tidak sempat menjadi raja karena wafat teraniaya.

Sultan Muhammad Mansur digantikan oleh adiknya (sesuai dengan wasiatnya Sultan Muhammad Mansur) benama Raden Uju yang kemudian dinobatkan menjadi Sultan Palembang Darussalam yang ketiga dengan gelar sultan Agung Komarudin Sri Trono (1714-1724). anak Sultan Muhammad Mansur yang tertua seharusnya dinobatkan menjadi Sultan meningal di medan perang. Dengan diangkatnya sultan Agung Komaruddin menjadi sultan maka kedua anak sultan Muhammad Mansur, yaitu Pangeran Lembu ( Jayo Wikramo) dan pangeran Adipati Mengkubumi menolak keputusan itu maka mereka mengadakan perlawanan.

Melihat situasi sedemikian rupa Sultan Agung Komaruddin kemudian berinisiatif berdamai dengan kedua

1 Team Perumusan Hasil Diskusi, Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II….hlm 8

15

Page 17: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

keponakanya itu, dengan mengangkat pangeran Adipati Mengkubumi Alimuddin sebagai Sultan Anom Alimuddin dan Pangeran Lembu ( Jayo Wikramo) sebagai pangeran ratu Jayo Wikramo, dengan demikian kesultanan Palembang pada masa itu mempunyai tiga pemimpin (Sultan) hanya saja pada sturktur kepemerintahan Sultan Komaruddin tetap yang tertinggi.

Hal itu tetap saja tidak membuat pangeran Adipati Mangkebumi Alimuddin puas karena, pangeran Ratu Jayo Wikromo diuntungkan ia mendapatkan istri dari putri sulung Sultan Agung Komaruddin yang bernama Ratu Ragda. Hal itu membuat terjadinya konflik antara Adipati Mengkubumi dan Ratu Jayo Wikramo konflik itu dimenagkan oleh Pangeran Ratu Jayo Wikramo dan menghatarkanya menjadi Sultan Ratu Jayo Wikramo ( Sultan Mahmud Badaruddin I)

Sultan Komaruddin digantikan oleh kemenakanya pangeran Ratu Jayo Wikramo dengan gelar Sultan Mahmud Badaruddin I yaitu Sultan Palembang Darusallam yang ke empat memerintah dari tahun 1724-1758.2

Sultan Palembang Darusalam yang ke lima adalah pangeran Adi Kesomo putra kedua dari Sultan Mahmud Badaruddin I adik dari Raden Jailani pangeran Ratu yang wafat kena amuk, dengan gelar Sultan Amad Najamuddin I dan memerintah dari tahun 1758-1776.

Sultan Ahmad Najamuddin I digantikan oleh putra mahkota yang setelah dinobatkan menjadi Sultan Palembang Darussalam bergelar Sultan Mahmud Badaruddin. Sultan ini pernah memerintah dari tahun 1776-1803. Raja yang ke enam ini wafat pada hari isnen tanggal 21 zulhijah tahun 1218 H. Waktu Asyar ( 03 April 1803).3

Sultan Mahmud Badaruddin digantikan oleh putra sulunganya Raden Hasan dengan gelar Sultan Mahmud

2 Team Perumusan Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II….hlm 8

3 Team Perumusan Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II….hlm 8

16

Page 18: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Badaruddin II sebagai Sultan Palembang yang ketujuh dan memerintah dari tahun 1803-1821.4

B. Biografi Sultan Mahmud Badaruddin II Sultan Muhammad Baha’udin meningal pada hari

isnin tanggal 21 Zulhijjah 1218 Hijriah jam 4.00, bersamaan dengan bulan april tahun 1804 Masehi. Dari sejumlah 23 (dua puluh tiga) anaknya, yaitu 14 putra dan 9 putri yang terkenal dari 1 (satu) ibu adalah 4 (empat) orang yaitu: a. Rahdin Moehammad Hasan, yang pada waktu ayahnya

diangkat menjadi Sultan ia dinobatkan menjadi Pangeran Prabu Negara (Crown Prince) dan kemudian sesudah ayahnya wafat, ia dinobatkan menjadi pengganti ayahnya dengan gelar Sri Sultan Mahmoed Badaruddin Syah Alam Palembang Darusallam.5

b. Rahdin Moehammad Husin, Pangeran Adimenggala yang kemudian diangkat menjadi Pangeran Adipatih Negara.

c. Pangeran Adikusuma yang kemudian diangkat menjadi Pangeran Ariyakusuma

d. Pangeran Natakusuma yang kemudian diangkat menjadi Pangeran Suriya Kusuma.

Adapun Rahdin Moehamad Hasan yang tersebut pada No. 1 di atas dilahirkan pada tahun 1181 Hijriah atau tahun 1767 Masehi, dan oleh karena ia adalah anak sulung, maka menurut adat -istiadat Sil-sila Kerajaan Palembang ia diangkat menjadi Raja menggatikan ayahnya yang dinobatkan sebagai raja atau Sultan dengan memakai nama Dynasti kerajaan: ‘’ Sri Sultan Mahmud Badaruddin Palembang Darussalam’’ yang kemudian oleh rakyat Sumatera Selatan digelari dengan nama ‘’ Sri Paduka Duli

4 Team Perumusan Hasil Diskusi. RisalahSejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II…hlm 9

5 Djohan Hanafiah. Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kota Madya Daerah Tingkat II Palembang…. hlm 16

17

Page 19: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Sultan Mahmud Badaruddin Syah Alam Palembang Darussalam’’.6

Rahdin Muhammad Hasan ini mempunyai kemauan yang besar untuk belajar, disamping mempunyai otak yang cerdas (pintar) serta mendapat didikan secara Islam yang kuat untuk memangku jabatan kerajaan. Sebelum menjadi raja, maka Rahdin Mohammad Hasan ini sudah menguasai bahasa Arab dan portugis serta hafal kitab suci Al Qur’anul Karim.

Sri Sultan Mahmud Badaruddin II Ternate dalam Sil-sila sejarah No. 34, adalah buyut dari susuhunan Mahmud Badaruddin Lemahabang ( No.31) ia ini adalah cucu dari Susuhanan Abdurahman Cinde Walang (No.29), dan ia adalah buyut dari Maulana Abdullah (No.26) dan ia adalah anak dari Maulana Mahmud Ali Nurdin Pangeran Wirokusuma Cirebon ( Temenggung Malik) (No. 25), ia adalah ipar dari Maulana Hasanuddin Sultan Banten. Ia (No.25) adalah anak dari Sunan Giri (Gresik) Maulana Masmal Mouhammad Ainul Yakni Wali Sembilan (No.24) dan ia adalah anak Maulana Ishak (No.23) dan ia (No.23) adalah saudara dari R. Achmad Rahmatullah, Sunan Ampel Surabaya. Ia adalah cucu dari Sayidina Emir Abdulmalik Adam At Chan, wafat di- Hindustan (No.12), ia adalah buyut dari Isyi’in Akib (Isja), wafat di-Madinah Tahun 148 (No.6) ia adalah buyut dari Sayidinah Husein, wafat di Karbala Tahun 64 (No.3) dan ia adalah cucu dari Nabi Besar Muhammad SAW.(No.1).7

C. Karakteristik Sultan mahmud Badaruddin II

Menurut penjelasan orang tua-tua yang pernah melihat dan menyaksikan orangnya sendiri, bahwa perawakan, paras dan rupa Sulta Mahmud Badaruddin II pada waktu mudanya adalah sebagai berikut: rambut ikal, hitam dan panjang sampai bahu, alis mata tebal hitam

6 Djohan Hanafiah. Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kota Madya Daerah Tingkat II Palembang….hlm 36

7 R.H.M. Akib. Sejarah Perjuangan Sri Sultan Mahmud Badaruddin II….hlm 45

18

Page 20: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

bertangkup, warna parasnya putih kuning-sawo, badan tinggi, besarnya sedang dan tegab, dada bidang terbentang (militer) , Mata Hitam terang dan tajam, ciri-ciri lainya, kumis pendek lancip, jenggot pendek lancip, tahi lalat sebelah kanan mulut. Adapun karakteristik lainya adalah: a. Sastrawan dan Ilmu Pengetahuan

Dalam kehidupan sehari- hari, maka Sri Sultan Mahmud Badaruddin II tidak pernah meluangkan waktunya. Sebagian besar dari waktu yang terlowong itu selalu ia pergunakan untuk kesibukan, karena ia sangat pandai membagi waktunya. Selain sebagai seorang raja dan prajurit, ia adalah seorang alim ulama, pengarang kitab – kitab dan hafal diluar kepala kitab suci Al-qur’anul Karim. Ia juga seorang olah ragawan yang baik, ia sangat gemar membaca dan menulis, mempelajari ilmu pengetahuan, yang berhubungan dengan ilmu – ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat.

Selain seorang Sultan, Mahmud Badaruddin II merupakan seorang penulis di antara karyanya yang ditemukan antara lain: Nasib Seorang Kesatria Singnor Kastro, Syair Nuri, Pantun Sipelipur Hati, dan Sejarah Raja Martalaya. Buku-buku tersebut tersebar sampai ke Malaysia dan Singapore.dari berbagai macam kesibukan Sultan selalu menyempatkan diri untuk menjadi imam sholat di Masjid Agung kota Palembang maka deri itu dia mendapatkan gelar Khalifah Tul Mukminin Sayidil Imam.kecintaanya terhadap seni dituangkannya dengan sering diadakannya lomba membaca Al-qur’an dan untuk bidang olah raga seperti pencak silat, bola keranjang cakraw, bidar, dan kesenian lainya.8

b. Apa Kata Lawan Dan Kawan

Menurut Dr. M.O. Woelders dalam bukunya: ‘’ Het Sultan Palembang (1811-1825) halaman 2 dan 3

8 Djohan Hanafiah. Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kota Madya Daerah Tinggkat II Palembang….hlm 21

19

Page 21: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

sebagai berikut: dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai berikut:

Tokoh ulama dari drama yang menghaslkan

sebagian sejarah dari Historiografi Indonesia ini tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa ia adalah Mahmud Badaruddin II , yang menurut kesaksian dari pihak kawan dan lawan adalah seorang yang bermartabad luhur, agung dalam sifat- sifat yang baik dan begitupun yang kurang baik. Dan oleh sebab kepemimpinanya yang begitu kuat, maka Ahmad Najamuddin sebagai sainganya dan begitu juga seluruh anggota keluarganya didalam istana berada dibawah bayanganya. Mahmud Badaruddin II dilukiskan oleh teman semasanya sebagai seorang penguasa Timur yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas, yang mengginsyafi sesungguhnya akan martabat kerajaan dan mengetahui bagaimana menempatkan norma-norma yang biasa dipunyai oleh manusia. Dalam kedudukanya yang tidak dapat diganggu gugat dapatlah ia berbuat segala sesuatunya sampai pada kekejaman- kekejaman dan tindakan – tindakan diluar batas, tanpa mengurangi kekuasaan sendiri.9

Seorang Inggris yang sezaman menyebut sultan

Mahmud Badaruddin II, orang yang berbudi bahasa, tegap dan wajah yang tampan dan pernyataan-pernyataan orang-orang Belanda itu tidak kurang simpatik; sementara itu kenyataan-kenyataan mengajarkan kepada kita, bahwa dibelakang muka yang terhormat, tersembunyi, seorang yang pemberani, dan seorang yang penuh tipu daya dan licik, hanya dapat

9 Djohan Hanafiah. Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kota Madya Daerah Tinggkat II Palembang….hlm 23

20

Page 22: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

ditakut-takuti hanya suatu politik kekuatan dan kebijaksanaan.10

Mahmud Badaruddin II adalah seorang yang cerdas, dan terpelajar, seorang organisator yang baik, seorang diplomad yang licin dan cerdas dan seorang akhli pertahanan yang pintar dan cekatan. Perhatinya yang amat luas itu didalam bermacam lapangan, meliputi pula ilmu sastra.

Seorang penulis Belanda, De Strurler (1855), menyebutkan sultan itu sangat sopan, sunguh-sunguh, tetep hati dan bijaksana, cerdik dan sebagainya.11 Seorang penulis asing bernama H.A. Lovell dalam karanganya ‘’ Never a Teme Tiger’’ mengakatakan bahwa Sultan Mahmud Badaruddi II selalu berjuang untuk mempertahankan negara samapai hembusan nafas terakhir12.

Dengan tidak berlebih-lebihan sultan Mahmud Badruddin II bersama rakyatnya di daerah ini ikut berpartisipasi secara aktif dan muncul dalam kepribadian menjalankan tugas sejarahnya bukan sebagai obyek, tetapi tetap sebagai subyek yang ikut menentukan nasib sendiri, percaya akan kekuatan tenaga sendiri. Karenanya berhasil untuk masa itu memancangkan buktinya yang gemilang, sesuai dengan ritme dan gaya potensi Nasional.13

Periode pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II ( 1803-1821) yang disibukan dengan perjuangan dan perlawanan menghadapi imperialis dan kolonialis Inggris dan Belanda, sudah dimulai sejak delapan tahun memegang tepuk pemerintahan, perjuangan tersebut selalu didukung oleh rakyat Palembang baik secara

10 P.DE.ROO.DEE. Faille. Dari Zaman Kesultanan Palembang. (Jakarta Bhratara 1971). hlm 35

11 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sum-Sel. Syair Perang Palembang.Palembang Mesium Bala Putra Dewa 1994. Hlm 7

12 P.DE.ROO.DEE. Faille. Dari Zaman Kesultanan Palembang. …hlm 36 13 P.DE.ROO.DEE. Faille. Dari Zaman Kesultanan Palembang. …hlm 36

21

Page 23: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

terbuka maupun bergerilya, yang berlangsung lebih dari sepuluh tahun.14

Masa kepemimpinan sultan Mahmud Badaruddin II memerintah kesultanan selama dua priode yakni, priode pertama 1803-1813 dan priode ke dua 1818-1821. 15

Dari uraian-uraian diatas dengan jelas menerankan bahwa Sultan Mahmud Badaruddin II bukan saja seorang negarawan yang cekatan, tetapi juga seorang ahli strategi dan komandan perang yang tak kenal menyerah. Ini dapat dilihat dari caranya yang menyusun sistem pertahanan dan merencanakan taktik perang terbuka dan perang gerilya yang perna ditaklukanya.

Apabila kesan-kesan dan bukti-bukti hasil perjuangan sultan Mahmud Badaruddi II hanya dikemukan oleh bangsa sendiri pastilah akan bersifat subyektif, akan tetapi apabila hal itu dikemukan oleh pihak ketiga lebih-lebih lagi oleh pihak lawan, maka sifatnya obyektif, tidak memihak ataupun berat sebelah. Terhadap sultan Mahmud Badaruddin II dapat diketengahkan beberapa kesan kepemimpinan dan bukti-bukti hasil perjuanganya menghadapi musuh-musuhnya yang berasal dari pihak lawan dan sumber asingnya.16

Dr. M.O. Woelders dalam Desertasinya berjudul ‘’ Het Sultanaat palembang (1811-1825) menjelaskan bahwa tokoh utama dari drama yang menghasilkan sebagian sejarah historiografi Indonesia ini tidak di sangsikan lagi adalah Mahmud Badaruddin II, yang menurut kesaksian pihak kawan dan lawan adalah orang besar ( ‘’ ee Man Van Formaat’’), sorang raja yang agung dengan amal-amalnya yang baik dan yang kurang baik; keran kepribadian yang kuat maka baik Ahmad

14 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Perjungan Sultan Mahmud Badaruddin II... hlm 44

15 Puspa Swara. Pahlawan Nasional Indonesia. (Jakarta Puspa Suara Group 2010) . hlm 194

16 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Perjungan Sultan Mahmud Badaruddin II... Hal 44

22

Page 24: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Najamuddin maupun angota-angota kelurganya sepenuhnya berada dibawa pengaruhnya.

Sultan Mahmud Badaruddin II dilukiskan oleh teman semasanya sebagai seorang penguasa Timur yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas, yang menyadari sepenuhnya martabatnya yang tinggi sebagai raja dan pandai menepatkan norma-norma yang berlaku bagi orang-orang biasa dibawah pengaruhnya. Perhatinya yang meliputi banyak segi itu mencakup pula ilmu sastra.17

W.L. De Sturler, mengenai sikap dan kepribadian sultan Mahmud Badaruddin II menyebutkan, ‘’ kawan dan lawan mengakui sultan memiliki kepribadian yang kuat , seorang kesatria, pemberani, jantan, cepat bertindak, cekatan memenfaatkan waktu yang tepat, tanguh pendirian; disamping itu diakui bahwa Sultan adalah akhli taktik pertahanan(taktikus strategi) yang ulung di zamanya, bijaksana pandai menghargai sahabat-sahabatnya dan memperhatikan nasehat para krabatnya; akhirnya dikatakan bahwa sultan sampai akhir hayatnya tetap konsekwen dalam sikap anti kolonialis dan anti imperialis.

‘’Never a Time Tiger’’ judul karya tulis R.A. Lovell suda mengambarkan sikap sultan Mahmud Badaruddin II laksana ‘’ Harimau yang tak dapat dijinakan’’, pada akhir tulisan itu dikatakanya bahwa sultan-sultan Palembang telah berjuang untuk kemerdekaan negerinya sampai detik nafas terakhir.18

Gubernur Jendral Belanda Van Der Capellen sebagai lawan dari sultan Mahmud Badaruddin II menulis dalam buku harianya, dimuat dalam Tijdshrift van Nederlandsch Indie Tahun ke-17(1855), bahwa dia pernah mengunjungi tempat pengasingan sultan

17 Djohan Hanafiah. Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kota Madya Daerah Tinggkat II Palembang….hlm 25

18 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II.... hlm 45

23

Page 25: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Mahmud Badaruddin II di Ternate ketika keliling di Maluku tahun 1824, menyatkan bahwa sultan Mahmud Badaruddin II sama sekali tidaklah biadab, dalam peperangan ia tahu mempertahankan kedudukanya, oran ini betul-betul memperlihatkan sifat-sifatnya sebagai raja, pada waktu kedatanganya itu sultan Mahmud Badaruddin II tidak bersedia menyambutnya.

c. Sikap Hidup Dan Kepribadian Sultan Mahmud

Badaruddin II Berdasarkan penelitian, dapat disimpulakan

beberapa sikap hidup dan kepribadian Sultan Mahmud Badaruddin II, memiliki keunggulan di dalam segala hal baik menjadi seorang pemimpin ataupun dalam bidang agama sifat itulah yang menjadikan sultan Mahmud Badaruddin II tercata menjadi pahlawan Nasional, martabat dan kedudukanya sebagai seoang Sultan yang agung, seorang pemimpin yang bijaksana, dapat menghargai sikap para sahabat , handai taulana dan terutama kaum kerabatnya, konsekwen hingga akhir hayatnya sebagai seorang yang anti imperialis dan anti kolonialis.19 Sikap hidup dan kepribadian itu akan ternyata dalam peristiwa- peristiwa berikut ini.

Sultan Mahmud Badaruddin II telah menunjukan keksatrianya dengan menolak penyerahan adiknya Sultan Modo ketika Muntighe (tentara V.OC) datang di Palembang dalam tahun 1917 dan menolak pula tuntutan Muntinghe supaya menyerahkan putra sulungnya pangeran Ratu beserta Pangeran- Pangeran pengiringnya dalam tahun 1819.

Kecepatan Sultan Mahmud Badaruddin II dalam bertindak ialah dengan mengusir Belanda dari Loji sungai Aur pada tanggal 14 september 1811, setelah beliau mengetahui perkembangan di Pulau Jawa.

19 Djohan Hanafiah. Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kota Madiyah Tinggat II Palembang.... hal 63

24

Page 26: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Keberanian, kejantanan dan pendirian yang tanguh, telah ditunjukan oleh sultan Mahmud Badaruddin II kepada musuhnya, ketika jendral De Kock mengirim surat kepadanya supayah menyerah saja kepada Belanda pada tanggal 10 Juni 1821 setelah angkatan perang belanda berlabuh dipulau Sala Nama siap untuk menggempur Palembang.

Tanpa melalaikan kewajiban- kewajibanya terhadap Allah, sultan Mahmud Badaruddin II tetap berada bersama- sama rakyatnya mengadakan perlawanan terhadap Inggris dan Belanda. Dengan tindakan- tindakan dan sikapnya ini, tampaklah bahwa sultan Mahmud Badaruddin II adalah seorang yang alim, sabar dan bertakwa.

Dengan mempersiapkan ketahana dan perlawanan yang diaturnya di sungai dan pedalaman, begitu rupa sehingga musuh tidak dapat menebusnya dan didalam pertempuran-pertempuran beliau sendiri yang yang memimpinya sehingga musuh dipukul mundur, menunjukan bhwa beliau adalah seorang pemimpin perang yang cekatan, seoarang ‘’ strateeeg’’ dan seorang taktikus.

Hijrahnya Sultan Mahmud Badaruddin II ke pedalaman dan dengan menunjukan adiknya Pangeran Adipati sebagai Sultan Mudo tetap berada ditengah- tengah rakyat di Palembang, ketika pasukan Inggris menduduki kota di tahun 1812, membuktikan sikap dan tindakan yang bijak sana dengan penuh perhitungan. Bahwa sultan Mahmud Badaruddin II adalah seorang pemimpin yang bijaksana dan selalu menghargai para sahabat, handai taulana dan kaum kerabatnya, dapat dilihat dari diadakanya musyawarah-musyawarah dengan mereka, para pembesar alim ulama, dan pemuka-pemuka masyarakat bila beliau dihadapkan pada masalah yang pelik dan memerlukan keputusan- keputusan tentang penyelesaianya.

Tahu akan martabat dan kedudukanya sebagai seorang raja yang agung dan berwibawa dapat

25

Page 27: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

disimpulkan dari catatan harian gubernur jendral Baron Van Der Capellen ketika ia singgah melihat tawananya di Ternate dalam tahun 1824.20

Adapun sultan Mahmud Badaruddin II adalah seorang yang dalam sikap, ucapan dan perbuatan seoarang anti imperialis dan anti kolonialis yang konsekwen, terlihat dari fakta sejarah, ia tidak perna menyerah kalah terhadap musuh-musuhnya, tidak perna menandatangani perjanjian ‘’ kontrak panjang maupun kotrak pendek’’.21

20 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II.... hlm 11

21 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II.... hlm 45

26

Page 28: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

27

Page 29: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

BAB III PERJUANGAN SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

DALAM MEMPERTAHANKAN PALEMBANG

A. Gelora Perlawanan Rakyat Palembang Pada tahun 1804 Sultan Mahmud Badaruddin II naik

tahta, menggantikan ayahnya, tanpa terjadi sesuatu huru-hara. Berdasarkan pengakuan pihak lawan, baik Belanda maupun Inggris, Sultan Mahmud Badaruddin II merupakan tokoh terkuat yang sangat disegani dari sejarah tokoh-tokoh kesultanan Palembang.1 Antara lain pengakuan Gubernur Jendral Van Der Capellen dalam ‘’ Dagboenya’’ yang dimuat dalam Tiydschrift Van Ned. Indie, tahun ke 17 (1855).2 Van Der Capellen perna menggunjugi Sultan Mahmud Badaruddin II ditempat pengasinganya di Ternate, ketika ia berkeliling di Maluku tahun 1824 M. ia menyatakan, bahwa Sultan Mahmud Badaruddin II sama sekali tidak biadab, dalam perperangan ia tahu mempertahankan kedudukanya; orang ini betul-betul memperlihatkan sifat-sifat ia sebagai raja.

Seorang penulis lain berpendapat, bahwa Sultan Mahmud Badarudin II memerintah dengan sepenuh tenaga, cerdik, berani, mahir ilmu perang, manis budi, tetap hati, rajin mengagungkan kebanaran. Sedangkan seorang penulis Belanda menyebutkan Sultan itu, sangat sopan ‘’ sunguh-sunguh’ bijaksana dan sebagainya. Pertempuran yang sengit terjadi antara pasukan Inggris dengan laskar Palembang. Setelah mengadakan perlawanan yang cukup lama, Sultan Mahmud Badruddin II dengan laskarnya mundur ke pedalaman. Dengan mundurnya Sultan Mahmud Badaruddin II dengan laskarnya di pedalaman, terbukalah peluang oleh pihak Inggris digunakan dengan sebaik-baiknya, yaitu

1 Atja. Syair Perang Palembang. (Palembang Mesium Negeri Palembang 1994). hlm 05

2 Atja. Syair Perang Palembang…..hlm 06

27

Page 30: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

dengan mengunakan siasat adu domba suatu siasat yang sangat mashur kemampuannya.

Didekatinyala adik Sultan Mahmud Badaruddin II dan diangkatnya Sultan sebagai gelar Sultan Ahmad Najamuddin. Ia berpangkat Sultan muda, sedangakan Sultan yang mundur ke pedalaman di sebut Sultan tua. Pada tanggal 17 April 1812M, Sultan Ahmad Najamuddin mennandatangi perjanjian denganwakil Inggris yang diantarnya menyebutkan bahwa Bangka dan sekitarnya di serahkan kepada Inggris.

Cara ini diniatkan hanya untuk mengadu domba antara kedua kakak beradik ini, tak lama kemudian Robenson yang pada saat itu menyadari kekuatan laskar Sultan Mahmud Badaruddin II di pedalaman tak mungkin bisa dikalahkan, karena itu dia menghubungi Sultan Mahmud Badaruddin II dan mengajukan perdamaian dengan syarat Sultan akan di makzulkan dan memimpin kembali kesultanan Palembang.

B. Perlawanan Terhadap Belanda Yang Pertama

Sultan Mahmud Badaruddin II seorang yang memiliki figur yang kuat dan fanatik kepada agama Islam. Ia dihadapkan kepada situasi yang tidak menguntungkan, terutama dalam menghadapi exspansi kolonial Belanda dan Inggris, kehadiran Belanda dan Inggris di daerah ini menjadikan Palembang sebagai tumpuhan harapan bangsa Eropa dalam memperebutkan hasil-hasil dari daerah Palembang dan sekitarnya.3 Sikap yang tegas dari pribadi Sultan, yaitu menolak semua campur tangan dari pihak kafir yang ingin menguasai secara penuh daerah Palembang.

Persiapan menunggu datangnya serangan dari Batavia akhirnya berkembang menjadi sebuah tindakan menghancurkan kependudukan Belanda di Loji Sungai Aur.4

3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan kolonialisme di Daerah SumSel…. hlm 25

4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Melawan Impriliasme dan Kolonialisme....hlm 45

28

Page 31: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Peristiwa ini dilatar belakangi oleh perkembangan politik serta perang-perang di Eropa. Kekhawatiran Raffles benar terjadi.5 Pada suratnya yang pertama kepada Sultan Mahmud Badaruddin II, berisikan bujukan untuk mengusir Belanda dari Palembang belum dibalas oleh Sultan, Sultan Mahmud Badaruddin tau benar tujuan Raffles yang sebenarnya ia hanya ingin menguasai Palembang dengan cara memperalat Sultan dan rakyat Palembang.

Pemerintah Kolonial Inggris di Pulau Penang dipegang oleh Raffles, ia seorang pejabat yang mempunyai minat yang besar terhadap Semenanjung Malaya dan Indonesia. Ketidak senangan Raffles terhadap sistem kolonial Belanda di Indonesia mendorongnya untuk menghancurkan kekuasaan Belanda di Indonesia dan menggantikanya dengan sistem kekuasaan Inggris. Rencana Raffles itu baru terwujudkan dalam bentuk tindakan setelah dia diangkat sebagai ‘’ Agent To Governor-General’’ pada bulan Oktober 1810. Dalam menyusun rencananya, ia berpendapat bahwa Palembang merupakan tempat yang penting yang dapat menunjang pelaksanaan tersebut.

Berita kalahnya Jansens serta jatuhnya Batavia oleh Inggris diterimah oleh Sultan Mahmud Badaruddin II dari seorang Arab yang bernama Said Zain Bafakih. Sultan mengetahui dengan jatuhnya Batavia oleh Inggris berarti kedudukan Belanda di Palembang tidak akan mendapat dukungan lagi dari pemerintah pusatnya di Batavia. Sedangkan Raffles sudah menyetujui usaha pengusiran terhadap orang-orang Belanda dari Palembang, dengan siasat yang cerdik, pada tanggal 14 September 1811, Sultan menggundang Residen J. Groen Hof Van Woorman ke istana untuk ber tamah-tamah, kemudian pasukan menyerbu dan memasuki Loji dan mendudukinya. Dua puluh empat orang Belanda yang terdiri dari pria, wanita serta anak-anak dan 63

5 Djohan Hanafiah. Kuto Besak: Upaya Kesultanan Palembang Menegakkan Kemerdekaan. (Jakarta Cv Haji Masagung 1989). hlm 59

29

Page 32: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

pelayan serdadu jawa dilucuti dan ditawan.6 Hanya seoran Indo-Eropa yang berkerja sebagai juru tulis bernama Willem Van De Wateringbuys berhasil melarikan diri dengan menyamar sebagai pribumi bersama-sama dengan saudara perempuan ia pun tertangkap oleh seorang penduduk kemudian ia dibuang ke uluan, yaitu dusun Buri dan diharuskan memeluk agama Islam.7

Para tawanan dimuatkan ke dalam dua buah kapal dan diberitakan akan dikirim ke Jawa, tetapi setibanya di pangkalan Kidemang Saleh Sungsang, orang-orang Eropa yang dimuat dalam satu kapal itu semuanya mati terbunuh dengan keris. Sedangkan orang-orang Jawa di kapal yang lain dibunuh pula dengan ditengelamkan, dengan cara memaku ruang kapal, kemudian melobangi dasar kapal dengan kapak dan membiarkan kapal itu tengelam begitu saja. Terhadap peristiwa ini Sultan memerintahkan kepada para pelaku tutup mulut dan harus membenarkan bahwa kapal-kapal tersebut berlayar menuju pulau Jawa. Setelah itu Loji telah dikosongkan beserta bagunan lainya disamaratakan dengan tanah, dan ditanami dengan tumbuh-tumbuhan dan semak-semak yang cepat besar untuk memberi kesan bahwa tempat itu telah lama ditingalkan orang.8

Segera sesudah penghancuran Loji tersebut, Sultan mulai memperluas pertahanan di tempat-tempat yang strategis di sepanjang sungai-sungai dan pulau di tengah sungai Musi, satuan-satuan meriam terapung, perahu-perahu dan rakit-rakit dengan bahan-bahan yang mudah terbakar yang berguna terhadap pembakar kapal-kapal musuh yang menerobos masuk. Sementara itu di dalam Benteng Palembang yang terletak didalam Kraton telah disiapkan 224 pucuk meriam. Dengan pengusiran Belanda yang berada di Loji Sungai Aur belum berarti perjuangan berhenti karena

6 Djohan Hanafiah. Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kota Madiyah Tingkat II Palembang....hlm 85

7 Djohan Hanafiah. Sejarah Perkembangan Pemerintah Kota Madiyah Tingkat II Palembang….hlm 86

8 Djohan Hanafiah. Sejarah Perkembangan Pemerintah Kota Madiyah Tingkat II Palembang….hlm 86

30

Page 33: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Sultan yakin pihak Inggris akan menyerang dan ingin mengambil alih Palembang dari tangan Belanda.9

C. Perlawanan Terhadap Inggris

Hubungan Sultan Mahmud Badruddin II dengan Raffles cukup baik sebelum takluknya Belanda dari Inggris. Bahkan pada bulan Desember 1810 ia berkirim surat kepada Sultan Mahmud Badaruddin II yang isinya mempengaruhi dan menghasut supaya Sultan mengusir Belanda dari Palembang. Surat menyurat semcam ini barjalan sampai 1811, bahkan Inggris juga mengirim senjata tetapi atas maksud Inggris ini Sultan tetap berhati-hati, karena ia tidak menghendaki terlalu memihak kepada siapapun juga.10 Ketika Raffles dari Malaka, sebagai wakil diploma Inggris, membujuk Sultan Mahmud Badaruddin II untuk mengusir Belanda sambil mengirimkan kepadanya senapan dan peluru, maka kesempatan itu terlalu buruk untuk diletakkan, untuk melepaskan diri dari orang-orang asing yang dibencinya, yang menetap di tanahnya dan mengawasi tingkah lakunya, berbuat sesuatu semaunya tanpa dihukum. Sejak lama Inggris selalu mengincar pulau Bangka yang menghasilkan Timah, untuk dikuasai, sehubungan dengan peristiwa sungai Aur Inggris yang tak mengetahui kejadian sebenarnya, kemudian mengirimkan utusan utusan yang tiba di Palembang 2 November 1811, salah satunya adalah William Hare. Tujuan utusan ini antara lain untuk menempatakan residen Inggris yang pertama di Palembang, selain daripada itu menawarkan kepada Sultan bantuan-bantuan yang dapat menopang kekuasaanya, tetapi sebetulnya yang terpenting adalah Inggris ingin mendapatkan pengguasaan pulau Bangka dan monopoli timahnya. Tetapi Sultan selalu menolak pembicaraan menyangkut timah Bangka dan tidak memberi kesempatan meninjau Loji Sungai Aur yang telah rata

9 Djohan Hanafiah. Sejarah Perkembangan Pemerintah Kota Madiyah Tingkat II Palembang….hlm 87

10 Djohan Hanafiah. Perang Palembang Melawan V.O.C.(Palembang Karyasari 2003). hlm 56

31

Page 34: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

dengan tanah. Akibatnya utusan ini merasa dikecewakan oleh Sultan dan membuat kemarahan Raffles.11

MackDonald seorang utusan Raffles datang menemuai Sultan. Ia tidak berhasil menemui Sultan Mahmud Badaruddin II, tapi ia bertemu dengan pangeran syarif Muhammad seorang itusan Raffles yang lainya, ia bertemu di Pulau Bangka, dalam pertemauan ini pangeran menceritakan kepada MackDonald bahwa ia tidak dapat diterima oleh Sultan sebagai wakil Raffles, karena tidak dapat menunjukan surat-surat resmi dari Raffles.

Setelah mendengar berita-berita dari petugasnya maka Raffles merasa perlu untuk menentukan kebijakan yang tepat terhadap Palembang. Raffles pada awalnya tertarik dengan tambang Timah Bangka sebelum merisaukan serangan Belanda terhadap palembang. sekarang ia harus menentukan kejelasan tujuannya, yaitu menjamin kemerdekaan Palembang dengan syarat menyerahkan pulau Bangka kepadanya, seandainya nanti pulau Jawa harus diserahkan kembali ke Belanda.

Guna mendapatkan kepastian, maka sultan Mahmud Badaruddin II perlu di ikat dalam suatu perjanjian yang isinya antara lain: membubarkan residen dan seluruh awak Belanda di Palembang atau orang-orang asing lainya, kecuali orang-orang Inggris yang nantinya ingin membuka Loji di sana. Demikian juga kontrak yang pernah dibuat oleh Belanda harus dipindahkan ke Inggris.12

Atas surat perjanjian itu Sultan Mahmud Badaruddin II telah sangat hati-hati menanganinya, Sultan menyatakan dalam suratnya bahwa ia tidak ingin terlibat dalam peperangan antara Inggris dan Belanda , disamping itu ia tidak ingin cenderung bekerjasama dan terikat dengan Belanda, mengenai pengusiran orang-orang Belanda, Sultan menjelaskan bahwa akan berusaha bekerja keras sendiri tanpa bantuan siapapun.

11 Djohan Hanafiah, Perang Palembang Melawan V.O.C….hlm 68 12 Team Perumus Hasil Diskusi. Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud

Badaruddi II….hlm28

32

Page 35: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Pada tanggal 18 September 1811 peresmian akta penyerahan dari pihak Belanda kepada pihak Inggris (Perjanjian Tuntang).13 Pulau Jawa dan daerah daerah taklukanya, Timor, Makasar, dan Palembang berikut daerah-daerah jajahan Inggris. Di Timor dan maksar penyerahan tersebut tidaklah mengalami banyak kesulitan, tetapi ketika utusan- utusan Raffles tiba di Palembang untuk mengambil ahli Loji Belanda di Sungai Aur, mereka ditolak oleh Sultan Mahmud Badaruddin II, karena kekuasaan Belanda di Palembang sebelum kapatilasi Tuntang sudah tidak ada lagi.

Raffles tidak dapat menerima alasan penolakan Sultan dan berdalih bahwa berpindahnya kekuasaan atas Loji Sungai Aur itu terjadi sesudah perjanjian Tuntang, dan oleh karenanya Sultan wajib menghormati perjanjian antara Inggris dan Belanda, tegasnya menuntut agar Sultan menyerahkan sepenuhnya tambang-tambang timah di Pulau Bangka, dan Belitung.

Terhadap tuntutan Inggris Sultan tetap berpendirian bahwa beliau telah menjadi tuan dirumahnya sendiri dan karenanya pula, tidaklah dapat menerima Inggris sebagai pewaris Belanda.

Pada tanggal 20 Maret 1812 Raffles mengirim ekspedisi ke Palembang yang dipimpin oleh Jendral Mayor Robert Rollo Gillespie. Di lain pihak Sultan Mahmud Badaruddi II dan rakyat sudah bersiap siaga untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi semenjak utusan- utusan Raffles tersebut ke Betawi.

Ternyata benar, karena beberapa hari kemudian banyak serdadu turun dari kapal-kapal perang, naik perahu-perahu menuju Palembang. Hal itu oleh Pangeran Adi Menggalo segera dilaporkan ke Palembang. Sultan Mahmud Badaruddin II selalu mengadakan persiapan-persiapan pertahanan dengan tak lupa mengungsikan terlebih dahulu wanita-wanita dan anak-anak.

13 Djohan Hanafiah. Perang Palembang Melawan V.O.C…. hlm 70

33

Page 36: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Sementara itu Inggris sudah mengempur benteng Pulau Borang. Pangeran Adi Menggalo, setelah menyadari bahwa persenjataan yang dimilikinya begitu juga dengan jumlah pasukanya tidak mungkin dapat menandingi persenjataan musuh yang jauh lebih kuat dan jumlah serdadu lebih banyak, maka pangeran tersebut segera ke Palembang menghadap ke Sultan.

Bijaksana dengan keadaan itu Sultan Mahmud Badaruddin II menempuh mengambil posisi pada pertahanan berikutnya ke arah Muara Rawas ( April 1812) setelah beliau terlebih dulu menyerahkan pimpinan kesultanan kepada Pangeran Adipati ( R. Husin), dan memerintahkanya supaya tetap berada di Palembang. Sultan Mahmud Badaruddin II melarang Pangeran Adipati untuk menaikan bendera Inggris, dan demikian pula untuk mengadukan perjanjian apapun dengan pihak Inggris.

Sepeningal kepergian Sultan Mahmud Badaruddin II ke daerah pedalaman , Gillespie tidak berhasil bertemu dengan Sultan yang ditinjau dari sudut kemiliteran merupakan suatu kegagalan, lalu Inggris mulai melaksanakan politik ‘’Davide Et Impera’’nya. Lalu oleh Gillespie diakui pangeran Adipati sebagai Sultan Palembang dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin II hari Kamis 22 Jumadil 1227 H= 14 Mei 1812. Sebagai lanjutan daripada pengakuan Inggris terhadap Sultan Ahmad Najamuddin II tersebut dibuatlah perjanjian tersendiri bahwa Pulau Bangka dan Belitung di serahkan kepada Inggris. Dalam perjalanan pulang ke Betawi lewat Mentok oleh Gillespie, kedua pulau itu diresmikan menjadi jajahan kerajaan Inggris dengan diberi nama ‘’ Duke Of York Islands’’ ( 20 Mei 1812).14

Kapten Meares yang menggantikan Gillespie meneruskan usaha- usaha bertemu dengan Sultan Mahmud Badaruddin II, tetapi ia tidak berhasil, karena kena peluru diperutnya ketika kontak senjata dengan grilyawan di Bailangua, sehingga terpaksa bersama dengan pasukanya

14 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II….hlm 28

34

Page 37: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

kembali ke Betawi lewat Mentok, namun meninggal disana ( 15 September 1812).

Selama pasukan-pasuka asing itu pergi meningalkan Palembang, Sultan Mahmud Badaruddi II memperkuat pertahananya dengan benteng-benteng baru seperti Benteng Tanjun Muara Rawas, benteng seberang Musi dan benteng Tanjung Rawas.

Selama bergerilya itu Sultan Mahmud Badaruddin II dibantu sepenuhnya oleh seluruh rakyat di pedalaman yang terdiri dari berbagai suku selain dari penduduk setempat, seperti orang- orang Jambi, Bangka, Belitung, Minang, Aceh, Riau, dan Jawa dibawa pimpinan golongan masing-masing.

Dengan bergerak cepat membuat pertahanan di tebing-tebing sungai dibuat kubu- kubu pertahanan dengan lobang-lobang tembak, dan dibuat tembok-tembok penghalang perahu musuh , Kapten Mearos digantikan Mayor Robenson, yang yakin bahwa Sultan Mahmud Badaruddin II tidak mungkin dikalahkan dengan kekuatan senjata. Robenson menempuh jalan damai, dan berhasil bertemu dengan Sultan Mahmud Badaruddin II. Sultan kembali ke Palembang dan menepati Kraton Koto Besak.15 Ia berkuasa seperti sebelum hijrah, didampingi adiknya Raden Husin sebagai Sultan Modo yang menepati keraton Koto Lamo ( 13 Juni 1813).

Kebijaksanaan Mayor Robinson itu tidak dibenarkan oleh Raffles, ia dipecat dari jabatanya, bukan saja karena kebijaksanaanya tersebut, tetapi juga dituduh bersalah berhubungan dengan kekacauan di bidang keuangan.

Sebulan kemudian tiba di Palembang suatu komisi yang di pimpin oleh Mayor Robinson. Setelah Golebrooke mengumumkan ‘’ pernyataan Raflles tanggal 14 Agustus 1813’’, lalu Sultan Mahmud Badaruddin II di dimakzulkan dan Sultan Ahmad Najamuddin II di akui kembali sebagai Sultan Palembang ( 14-8-1813). Tanda-tanda kebesaran

15 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II....hlm 36

35

Page 38: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Sultan Palembang tetap pada Sultan Mahmud Badaruddin II, tidak diserahkan kepada Sultan Ahmad Najamuddin II.

Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai rakyat biasa bebas bergerak kemana-mana, bagaikan ‘Harimau’’ yang bergerak bebas seperti Kucing’’, sehingga ia senantiasa diperhatikan di awasi pihak Inggris yang sangat memaklumi ketinggian martabat Sultan dan mengetahui benar bahwa seluruh rakyat tetap setia berada di belakangnya. Sultan Mahmud Badaruddin II dalam keadaan penuh prihatin, tetap sabar tetapi waspada akan siasat adu domba musuhnya.

Keadaan itu segerah berubah sebagai akibat Konvensi London 13 Agustus1814, yang menetapkan Inggris harus menyerahkan kembali daerah-daerah kekuasaan Belanda di Indonesia.16

Pelaksaan serah terimah tersebut agak terhalang di sebabkan kembalinya Napoleon dari pulau Elba. Barulah pada tanggal 19 Agustus 1816 Belanda berkuasa kembali di Indonesia, dengan demikian tamatlah priode perjuangan Palembang melawan Inggris dan mulailah perlawanan Palembang terhadap Belanda.

D. Perang Melawan Belanda yang Kedua dan Yang

Terakhir Ketika Muntighe melakukan ekspedisi di daerah Musi

Rawas, untuk menelitih apakah di daerah disekitar Muara Beliti benar-benar sudah bersih dari tentara Inggris, dia dan rombonganya mendapat perlawanan-perlawanan dari rakyat sana dan mengalami banyak korban.

Sultan Mahmud Badaruddin II menghimpun rakyatnya, punggawa, manteri, segala pucukan Batang Hari Sembilan untuk mengerjakan dan memelihara semua benteng dan kubu pertahanan, memperbaiki saluran-saluran air dan sungai-sungai sesuai menurut kegunaanya, yaitu strategi peperangan dan keamanan. Oleh Sultan dikeluarkan perintah untuk memperkuat penjagaan negeri, begitu juga

16 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II....hlm 29

36

Page 39: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

pengawasan di Kuala dan tempat-tempat lainya, yang letaknya strategis. Semua peralatan di dalam benteng diperiksa kembali dan apabilah perlu ditambah, hingga akan berfungsi dengan baik. Kemungkinan-kemungkinan tempat masuknya musuh dari luar telah dipelajari dan diperhitungkan oleh Sultan Mahmud Badruddin II dengan matang.17

Dan satu-satunya pintu masuk yang harus diperkuat adalah Sungai Musi dari muaranya seberang menyebrang hingga jauh ke pedalaman. Oleh sebab itu pulah maka semua Benteng dan kubu pertahanan di pinggir pintu masuk ini di perkuat.

Kubu-kubu pertahanan dan benteng-benteng kerajaan Palembang itu antara lain adalah sebagai berikut: - Benteng Sungsang - Benteng Upang - Benteng Borang (Barang) - Benteng Anjar dan Banjar - Benteng Rawo Sekampung - Benteng Mangutama - Benteng Muara Sala Nama - Benteng Martapura - Benteng Tambak Baya - Benteng Gunung Meru - Benteng Kuto Gawang - Benteng Ratu Ampar - Benteng Muara Tengkurok - Benteng Kuto Besak - Benteng Buaya Lungu - Benteng Muara Rawas - Benteng Kurungan Nyawa Ogan - Benteng Kurungan Nyawa Komering - Pertahanan Cerucup

Letak kota Palembang yang jauh ke dalam pinggir sungai yang kiri ke kanan dibagian hilirnya ditumbuhi oleh

17 Djohan Hanafiah. Sejarah Perkembangan Kota Madiyah Tingkat II Palembang.... hlm 38

37

Page 40: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

hutan belukar dan rawa-rawa yang satu-satunya hubungan jalan dari lautan memberikan pada kota ini suatu lindungan alam yang sangat baik terhadap musuh yang akan memasuki sungai yang arusnya juga sangat di perhitungkan.

Selain dari itu, maka Palembang pada tahun 1658 dan sebelumnya telah dapat membangun suatu kompleks pertahanan yang sangat kuat dan strategis. Letaknya diselah hilir kota Palembang, yaitu satu kompleks benteng, Kombinasi benteng air dan benteng daratan di Pulau kembara dan Muara Plaju berikut pancangan Cerucup penutup Sungai Musi dan Sungai Komering dengan rantai besi, hinga dengan demikian menjadi penghalang lajunya lalu lintas angkatan laut musuh. Di pulau-pulau dibuat pula benteng-benteng pertahanan dengan dilengkapi dengan persenjataan yang siap siagakan. Selain kapal-kapal yang sudah ada, dibuat lagi kapal-kapal dan perahu-perahu yang dilengkapi dengan persenjataanya. Juga benteng-benteng mengapung di atas air, dan rakit-rakit yang diisi dengan bahan bakar untuk menabrak dan membakar kapal-kapal musuh.

Jumlah meriam yang beada di Benteng- benteng pertahanan Induk adalah sebagai berikut - Benteng di Muara Plaju : 91 Meriam - Benteng di Pulau Kembara Barat : 29 Meriam - Benteng di Pulau Kembara Laut : 21 Meriam - Benteng di Keraton Palembang : 242 Meriam

Perang Palembang melawan Belanda secara terbuka pada tahun 12 Juni 1813, kapal-kapal Belanda yang pada saat itu berlabuh di Muara Ogan bergerak ke hilir sambil menembaki Benteng Kuto Besak untuk membantu kapal-kapal lainnya. dari kapal-kapal itu diturunkan pasukan-pasukan keperahu-perahu kecil menyusuri sungai Tengkuruk, naik kedarat; mereka menggalas pintu keraton tetapi dapat perlawanan dari pasukan Palembang.18

Serbuan dan gempuran Belanda disambut dan dibalas dengan gencaranya oleh laskar Palembang, sehingga kucar-

18 Djohan Hanafiah. Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kotamadya Daerah Tingkat II Palembang….hlm 42

38

Page 41: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

kacir dibuatnya. Pasukan-pasukan di keraton Kuto Lama yang tengah sibuk dipindahkan ke Loji Sungai Aur tak sempat lagi menyusun formasi tempur, sehingga lari pontang panting, diantaranya banyak yang mati.

Karena merasa sudah terdesak, maka Muntighe mengirim utusan menghadap Sultan untuk meminta menangguhkan perperangan selama beberapa hari. Secara kesatria namun dengan penuh kewaspadaan, dan permintaan pihak musuh itu dikabulkanya. Dengan sikap dan perbuatan ini Sultan Mahmud Badaruddin II memperlihatkan kebesaran jiwa, kepercayaan atas diri sendiri dan keberanian terhadap lawannya.19

Kedua belah pihak selama masa penangguhan perang ( 15 Juni 1819) Muntighe kembali menyerang dengan sehebat-hebatnya, namun dibalas dengan tidak kalah hebatanya dengan pihak Palembang. Di luar dugaan dan perkiraan pihak Belanda kali ini Palembang mempergunakan rakit-rakit api buatannya sendiri, yang didorong ke arah kapal-kapal perang dan sekoci-skoci mereka, sehinggah banyak yang terbakar, Loji Sungai Aur kali ini tepat berada dalam jarak tembak meriam-meriam Keraton Kuto Besak, sehingga hancur lebur karenanya.

Pertahanan Palembang sehebat itu benar-benar menakjubkan Belanda. Muntighe soreh hari itu ( 15 Juni 1819 ) menderita begitu banyak kekalahan. Dia mundur dengan sisa pasukan dan perlengkapan-perlengkapanya ke Bangka, dan disana ke Betawi (19 Juni 1819) setelah sampai di Betawi tanggal 15 Juni 1819) waktu itu Gubernu Jenderal Van Der Cabellen sedang dalam perjalanan ke Cirebon, Muntighe menyusulnya dan bersama-sama ke Semarang kemudian mengadakan rapat bersama Gubernur tesebut, dalam rapat itu dibicarakan cara bagaiman menyerang dan melumpuhkan pertahan Palembang.

Rapat itu memutuskan akan dikirim ekspedisi militer yang kuat ke Palembang. rapat itu memutuskan pula,

19 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II....hlm 34

39

Page 42: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Muntighe harus ikut dalam ekspidisi, Sultan Mahmud Badaruddin II harus di makzulkan dan digantikan oleh putra ketiga Sultan Ahmad Najmuddin II , pangeran Jayo Nigrat. Pada tanggal 10 Oktober 1819, kemudian berlabuh disungai Kundur. Muntighe mengutus kawan Sultan Ahmad Najamuddin II menemui Sultan Mahmud Badaruddin II membawa anjuran agar menyerah saja. Seruan Muntighe itu ditolak oleh Sultan, dan mulailah Belanda bergerak menuju Palembang. Armada mengalami hambatan, sehingga kapal- kapal besar tidak dapat segera masuk muara, sehingga memakan waktu lebih dua bulan untuk sampai ke Pulau Kemaro. Tanggal 18 Oktober 1819, diluar dugaan Belanda, Benteng Tambak Bayo menembaki kapal-kapal perang mereka dengan gencarnya, sehingga menjadi kacau balau.

Dalam keadaan panik Wolterbeek masih berpikir untuk mengkukuhkan diplomasi, mengirim utusan kepada Sultan supaya menyerah saja. Sultan telah terbiasa dengan diplomasi sepeti itu dan menolaknya. Wolterbeek meminta semua kapal perangnya menggempur Palembang. tidak diduga sama sekali oleh Belanda, tiap benteng dengan tiada henti-hentinya memuntahkan peluruhnya ke arah kapa-kapal mereka.

Benteng Martapura telah pula melepaskan tembakan-tembakan terhadap kapal-kapal pendarat musuh dan beberapa sekoci hancur dan tengelam. Serdadu-serdadu Belanda banyak yang mati atau luka-luka. Kali ini Belanda sangat heran dan kagum akan pertahanan Palembang, bagaimana Sultan Mahmud Badaruddin II dalam waktu empat bulan itu dapat mengatur serta menempatkan posisi-posisi meriam-meriam disepanjang sungai Musi sejak dari Pulau Kemaro sampai ke Plaju, di pulau-pulau dan tebing-tebing. Hal sedemikian itu menurut Belanda adalah diluar kemampuan orang Palembang. Bukan itu saja yang menabjukan Belanda tapi juga perihal cara meletakan meriam-meriam begitu rapi, sehingga dapat melakukan tembakan silang, selanjutnya pemasangan-pesangan cerucup-cerucup yang rapat dan kokoh untuk menutup dan merintangi kapal-kapal musuh; persiapan rakit api dengan bahan bakarnya di beberapa

40

Page 43: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

tempat penting. Pertempuran ini dimenangkan oleh Palembang.

Tanggal 20 Juni 1821 (malam hari) Jendral De Kock mengarahkan seluruh kekuatanya menembus perlawanan Palembang.Di tembakkinya pertahanan Sultan sambil menepatkan posisi kapal-kapal perangnya. Dinihari itu juga kapal-kapal Belanda mulai beriaksi lagi mencabuti cerucup-cerucup yang ditanam ditengah sungai Musi.

Pihak Palembang melancarkan tembakan-tembakan balasan yang hebat pula. Kapal-kapal meriam dan menembaki Pulau Kemaro dan benteng-benteng terapung ditengah-tengah sungai Musi yang oleh Belanda dinamakan “Water atterijen”. Kapal “ Nassau” dan Van Der Werf’’ mengambil posisinya, kemudian disusul oleh kapal “Degeraad” guna membantu kapal “Venus” dan “Ayak” gemburan-gempuran Belanda ini sangat dasyatnya namun pihak Palembang memikirkan perlawanan secara gagah berani pula. Korban berjatuhan dikedua belah pihak. Serangan De Kock ini tidak berhasil membuat pertahanan Sultan Mahmud Badaruddin II. Esok harinya Jum’at De Kock tidak melakukan serangan lalu Sultan Mahmud Badaruddin II mengira bahwa Belanda menghormati hari suci umat Islam.20

Sultan ingin membalas sikap Belanda yang baik itu, lalu beliau memerintahkan pada hari Ahad nanti perang dihentikan untuk menghoramati hari suci umat Kristen.

Pada hari Ahad dini hari tanggal 24 Juni 1821 menjelang fajar Sultan yang mengira bahwa Belanda tidak akan melakukan serangan, lalu benar-benar menugaskan sekedar beberapa orang saja untuk berjaga-jaga, para priyayi dan laskar serta rakyat kembali ke tempat masing-masing begitu juga dengan Sultan.

Kali ini Belanda berhasil dengan siasatnya, pancinganya tidak menyerang dihari Jum’at itu berhasil melengahkan Sultan, pada hari Ahad tanggal 24 juni 1821, setelah Belanda mencabuti cerucup-cerucup antara sungai

20 Djohan Hanafiah. Perang Melaan V.O.C....hlm 36

41

Page 44: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Lais dan Pulau Kemaro mereka berhasil meloloskan kapal-kapal perangnya lalu bergerak ke hulu.

Pihak Sultan barulah sadar akan siasat Belanda yang licik, sewaktu dikejutkan oleh tembakan-tembakan meriam-meriam musuh. Pulau Kemaro dapat diduduki oleh musuh, dan dengan melalui perairan antara Pulau Kemaro dan Terusan Barang, kapal-kapal perang Belanda maju menuju kubu Martopuro di Bagus Kuning, dengan menduduki Benteng ini, maka seluruh pertahanan Sultan diperairan Musi sudah tidak berdaya lagi, sehingga kapal-kapal perang musuh bergerak maju ke muara sungai Ogan untuk menghalangi Sultan mundur kepedalaman.

Setelah itu Belanda mulai menyerang Keraton Kuto Besak serangan De Kock pada dini hari Ahad tanggal 24 Juni 1821 itu merupakan pertempuran yang terbesar dan terdasyat yang pernah dilakukan oleh para raja-raja di Indonesia ini.

Berita kemenangan Jendral De Kock atas Palembang Tahun 1821 diterima di negeri Belanda tanggal 06 November 1821, disambut dengan dentuman meriam sebanyak 101 kali, diramaikan dengan pertunjukan-pertunjukan yang melukiskan kebangsaan nasional, dibuatkan medali peringatan yang mengabadikan peristiwa kemenangan itu, dan akhirnya sidang khusus parlemen Belanda mengadakan peringatan kemenangan tersebut, raja Willem I sendiri mengucapkan “Pidato Selamat’’ kepada gubernur jendral atas nama dewan.

E. Peristiwa Sungai Aur

Perdagangan Belanda dengan Palembang terutama menyebutkan komoditi ladah dan kemudian timah setelah diketemukan di Bagka, perwakilan dagang teh diadakan sejak permulaan abad ke-17.21 VOC sejak tahun 1619 ingin mendirikan Loji yaitu kantor dan gudan di Palembang, kontrak ditanda tanggani tahun 1642, tetapi pelaksanaanya baru tahun 1662. Pembangunan Loji dari batu mengalami kesulitan kerena pada saat yang sama didirikan bangunan-

21 .Djohan Hanafiah. Perang Palembang Melawan V.O.C….hlm 11

42

Page 45: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

bangunan antara lain keraton di Beringin Janggut, Masjid Agung dan lain-lainya. Mula-mula didirikan diatas rakit, kemudian bangunan dari kayu letaknya di 10-Ulu sekarang diatas sebuah pulau yang dikelilingi sungai Musi, sungai Tangga Aur, sungai Lumpur serta sambungan dari sungai Tembok. Bangunan permanen dari batu baru dibuat pada tahun 1742.

Pada permulaan abad ke-19 terjadi perebutan kekuasaan di Nusantara antara Inggris dan Belanda. Peristiwa ini adalah dalam rangka perang yang terjadi di Eropa antara Inggris dan Prancis semasa kekuasaan Nepoleon Bonaparte. Negeri Belanda menjadi bagian dari Prancis yaitu Bataafse Republik, oleh karena itu milik Belanda yang ada di Nusantara pun di rebut oleh Inggris. Terjadi penyerbuan tentara Inggris yang berpangkalan di Malaka dan Penang ke Batavia pada bulan Agustus 1811, kemudian menyerahkan kekuasaan Belanda kepada Inggris pada tanggal 14 September 1811 Sultan Mahmud Badaruddin II meminta Residen Belanda beserta pasukannya meningalkan Loji ia mula menolaknya

Surat Sultan Mahmud Badaruddin II kepada Gubernur Jendral H.W. Daendels tertangal 13 rabi’ul awal tahun 1224 H.22 (1809) mengenai kontrak pelunasan dan pengisian timah oleh Belanda, dibalas dengan congkak diiringi ancaman bahwa harga timah putih akan diturunkan dan apabila pada pengiriman berikutnya tidak terdapat timah putih, maka Palembang akan digempur. Karena ancaman itu Sultan Mahmud Badaruddin II segera mengadakan persiapan-persiapan perang setelah hal itu dimusyawarahkan dengan para pembesar dan pemuka-pemuka rakyat, yaitu memperkuat semua Benteng dan Kubu pertahanan, memeriksa dan menelitih saluran-saluran air (terus menerus) dan sungai-sungai untuk kepentingan strategi pertahanan. Penjagaan diperkuat kesiapan-kesiapan masyarakat

22 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Sultan Mahmud Badaruddin II....hlm 23

43

Page 46: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

ditingkatkan, demikian pula penjagaan Kuala Sungsang ditempat-tempat lain yang tempatnya strategis.

Sementra itu Sultan Mahmud Badaruddin II mengutus dua orang menteri ke Pulau Pinang secara rahasia untuk menyelidiki apa maksud Inggris yang sebenarnya. Kenyataan yang diperoleh kedua utusan tersebut ialah bahwa angkatan bersenjata Inggris telah dipesiapakan dan dipusatkan di Malaka.

Setelah mendengar keterangan-keterangan para utusan itu Sultan tetap menunggu pekembangan selanjutnya dengan penuh kewaspadaan, karena beliau sadar bahwa Inggris dan Belanda mempunya ambisi yang sama.

Setelah mendapat berita dari seorang keluarga pembantunya yang baru tiba dari Betawi bahwa Belanda di Pulau Jawa terlibat dalam perperangan melawan Inggris, Sultan kembali mengadakan musyawarah, dalam musyawarah itu dilaporkan oleh priyayi-priyayi yang ditugaskan mencari informasi itu, bahwa Belanda sedang menghadapi serbuan Inggris dekat Betawi dan bahwa saat itulah merupakan waktu yang sebaik- baiknya dan sangat tepat untuk mengusir kekuasaan Belanda dari Palembang.

Pada tanggal 14 September 1811 Kyai Temenggung Lanang dengan didampingi empat orang priyayi lainya, menemui Reseden Jancob Van Woortman, untuk menyampaikan perintah Sultan, supaya Loji hari itu juga dikosongkan oleh Belanda, tapi Residen Woortman menolak untuk memenuhi perintah itu, karena dia belum mendapat perintah dari atasanya. Temenggung Lanang kembali ke Kantor untuk melapor, sedangkan kepada keempat orang priyayi yang mendampinginya berikut pasukan yang mengawal mereka diperintahkan tetap berjaga-jaga dengan penuh kewaspadaan disekitar Loji. Ia mula-mula menolaknya, kemudian 87 orang digiring niak ke kapal di tenggelamkan.

Hari itu juga lewat tengah hari, Temenggung Lanang kembali ke Loji, dengan dikawal lebih kurang 500 pasukan dan masyarakat. Setibanya di Loji Temenggung Lanang menyerahkan surat sultan kepada Reseden Woortman yang

44

Page 47: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

menjelaskan, bahwa pulau jawa telah dikuasai oleh Inggris, dan oleh karena itu supaya Loji segerah dikosongkan. Residen Woortman masih tetap pada pendirianya semula. Utusan Sultan kembali ke keraton untuk melapor, soreh harinya pasukan dibawa pimpinan priyayi tersebut, dengan dibantu oleh masyarakat melucuti senjata serdadu-serdadu dan orang- orang Belanda yang berada di dalam Loji setelah itu semua diangkot ke Sungsang. Di tengah jalan, tawanan itu memberontak dan melawan, sehingga banyaklah yang terbunuh, yaitu 24 orang Eropa dan 63 orang Jawa kecuali beberapa orang saja yang selamat, yaitu seorang juru bahasa yang bernama Willem Van De Weetrenge Buijs, seorang Portugis dan 3 orang wanita Belanda.23

Peristiwa itu membuktikan bahwa Sultan Mahmud Badaruddin II benar-benar seorang negarawan yang mempunyai pandangan yang jauh kedepan yakni dengan memilih saat yang tepat yaitu 4 hari sebelum Belanda dihancurkan tentara Inggris di Jatinegara (Mr. Gornelis) telah memerdekakan kesultanan Palembang dari pengaruh kekuasaan asing.

F. Latar Belakang Perperangan24

1. Sudah sejak lama Belanda tidak percaya lagi dengan raja-raja di Palembang. oleh karena itu Muntinghe mengusulkan untuk menggatikan dengar raja-raja Mataram atau Banten, usul ini tidak dapat diterima oleh Gubernur Jendral Van Der Capellen.

2. Sultan Mahmud Badaruddin II adalah lawan yang sangat tanguh buat kolonial, baik Inggris maupun Belanda. Menghancurkanya di daerah pedalaman, adalah mustahil. Ini semua disebabkan atas karisma, legimitasi yang dipunyainya atas kerajaan Palembang, kepemimpinan, kesetian, pengikutnya serta kekayaan

23 Team Perumus Hasil Diskusi. Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II….hlm 25

24 Djohan Hanafiah. Perang Palembang Melawan V.O.C..... hlm 65

45

Page 48: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

yang menopang. Isi benteng Sungai Aur, masih merupakan luka yang tak terobati buat Belanda.

3. Konsolidasi kekuasaan Kolonial mengalami hambatan dimana-mana. Reaksi kembalinya Belanda ini mendapat perlawanan antara lain Cerebon dan Maluku. Dengan kondisi inilah, pilihan kepemimpinan jatuh kepada Sultan Mahmud Badaruddin II. Maksudnya memperkecil lawan-lawan Belanda. Suatu kondisi yang menyakitkan , buat fikiran lebih baik memelihara ‘’Anak Macan’’ kalau-kalau dapat macan Sirkus’’

4. Kepergian Raffles Yang tidak rela itu, meningalkan Bom waktu baik di Palembang Maupun di Aceh. Kondisi ini pulah membuat posisi Belanda mengalami hambatan dapat di lihat bagaimana perundingan tukar menukar tempat Antara Bengkulu dengan Malaka dan Singapur. Syarat yang diminta Raffles adalah kemerdekaan Aceh, tidak boleh digangu oleh Belanda. Syarat ini bukan untuk kepentingan Aceh, tapi kepentinga Inggris untuk mengamankan jalan perdagangan di Selat Malaka Demikian pula dengan masalah Bangka dan Belitung.

5. Kecurigaan terhadap Sultan Mahmud Badaruddin II yang sangat besar bagi Muntighe atas siasat yang menerima kondisi yang dibuat Belanda. Untuk membuktikan ini Muntighe mengadakan penjajakan kedaerah pedalaman, dengan alasan mengadakan inspeksi dan inventarisasi daerah, kenyataanya pasukanya diserang oleh pengikut Sultan Mahmud Badaruddin II dibekas bentengnya di Muara Rawas, atas kenyataan inilah Muntighe tidak ingin mengambil resiko lebih jauh lagi. Kembalinya ke Palembang, dia menuntut Putra Mahkota (Pangeran Ratu) untuk diserahkan kepadanya. Mungkin untuk dijadikan sebagai sandra dalam menjamin kesetian dan loyalitas Sultan Mahmud Badaruddin II. Sudah jelas hal itu ditolak tegas oleh Sultan.

6. Daerah pertanian Palembang, dipecah-pecah dalam rangka membatasi punggung ekonomi Sultan Palembang.

46

Page 49: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

7. Muntighe sebagai komisaris dengan sengaja dan lancang membuat kebijakan-kebijakan pemerintahan tanpa konsultasi dengan Sultan Palembang Darussalam.

G. Akhir Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II Tanggal 27 Juni 1821 pangeran Adipati

Tuo datang ke kapal perang Jenderal De Kock penyampaikan protes atas nama Sultan mengenai penyerbuan Belanda pada hari Ahad yang mana hari itu adalah hari suci umat Kristen yang di hormati Sultan dan rakyat Palembang; juga disampaikan bahwa Sultan bersediah menyerahkan pemerintahan kesultanan kepada saudaranya, asal beliau diizinkan tinggal di Palembang. Jendral De Kock menolak permintaan itu, Sultan harus menyerah dan akan dikirim ke Betawi.25 Setelah menjelaskan itu jendaral De Kock dan pasukannya menjaukan kapal sejauh tembakkan pistol dari dinding keraton. Dua kapal meriam, dua ‘’Korvet’’ dan satu ‘’ Brik’’ berada jauh dari situ didekat kapal-kapal pengankut, tetapi sedikit disebelah hilir keraton berlabuh ‘’ Brik’’ Elesabeth Jacob dengan raja-raja Palembang di dalamnya.26

Kira-kira disanalah pada waktu bersamaan kapal-kapal perang mendarat menurukan pasukan-pasukan infantri, guna menunjang serangan kapal-kapal perang terhadap keraton-kraton dari darat, memasang meriam-meriam, menembak dan memasang sejenis mortir, menembak ‘’Bres’’, atau menyerbu benteng-benteng dengan tangga. Tiba-tiba jendral De Kock memerintahkan memberhentikan pendaratan pasukan-pasukanya, bahkan yang sudah berada didaratpun diperintahkan kembali ke kapal, karena melihat pangeran Adipati Mudo datang membawa kabar, bahwa kakanya Sultan Mahmud Badaruddin II bersediah memenuhi tuntutan De Kock, asal diberikan waktu padanya beserta keluarganya

25 Team Perumus Hasil Diskusi. Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II….hlm 40

26 Djohan Hanafiah, Perang Palembang Melawan V.O.C....Hal .98.

47

Page 50: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

mempersiapkan keberangkatan. Sultan diberi waktu untuk bersiap-siap selama dua hari, asal mau menyingkirkan meriam-meriam dari benteng.

Hal itu dilaksanakan keesokan harinya. Setalah waktu bersiap diri dua hari yang diberikan kepadanya, tapi Sultan belum juga muncul menyerahkan diri. Karena sikap Sultan itu, atas perintah jendral De Kock kapten Elout mendesak Sultan segerah naik kapal ( 30 Juni 1821).

Tanggal 1 Juli 1821 dalam keadaan yang sangat terjepit, Sultan mengutus putranya pangeran Prabu Kesumo Abdul Hamid dan menantunya Pangeran Kramo Jayo Abdul Azim menemui Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom dan Susuhunan Husin Dhiauddin menyerahkan pemerintahan kesultanan. Setelah itu Sultan dan keluarganya beristirahat di rumah pangeran Adipati Tuo.

Setiap hari sejak tanggal 1 Juli itu De Kock memerintahkan kapten Elout mendesak Sultan mau diberangkatkan, namun Sultan tetap mengabaikan desakan itu, melihat sikap Sultan demikian itu, Belanda kehilangan kesabaranya lalu menawannya, kemudian menaikan beliau ke kapal Fregat Dageread ( 3 Juli 1821), berangkat ke Betawi tanggal 6 Juli 1821, tiba disana pada tanggal 28 Juli 1821, setelah itu dibuang ke Banda dan terakhir di Ternate ( Maret 1822).

Menurut catatan yang ada pada keluarganya di Palembang dan di Ternate, di tempat pengungsianya ( Ternate) disediah kan bagi Sultan Mahmud Badaruddin II dan keluarganya serta sanak famili terdekat suatu komplek perkampungan tersendiri, yang sekarang ini menjadi komplek Bank Indonesia dan tidak jauh dari sana terdapat komplek pemakaman terbuaka ( Jambangan) Almarhum dan keluarganya.

Sultan mahmud Badaruddin II dikenal rakyat Ternate sebagai Sultan Ternate karena beliau semasa hayatnya memang diakuai sebagai Sultan sewaktu kesultanan Ternate dikalahkan itu sedang Vakum (dibuang Belanda); kuatir akan pengaruh Sultan Mahmud Badaruddin II seperti keadaan dia di Palembang, lalu buru-buru Sultan Ternate dikembalikan.

48

Page 51: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Kesan mendalam, sikap dan pembawaan Sultan Mahmud Badaruddin II dihati sanubari masyarakat Ternate, dialami sendiri oleh Team sejarah yang dikirim Gubernur Sumatera Selatan dibulan Juli tahun 1977 ke sana.27 Sikap pembawa dan wibawa seorang pejuang yang anti imperialis dan anti kolonialis itu tetap dihayati sampai akhir usianya, seperti dialami Gubernur jendral Van Der Capellen yang singgah di Ternate dalam perjalanan kelilingnya ke Maluku, dan tercatat dalam buku hariannya berbunyi: Sultan Mahmud Badruddin II sama sekali tidaklah biadab, dalam perperangan ia tahu mempertahankan kedudukanya dan orang ini betul-betul memiliki sifat- sifat sebagai Raja.

Pengaruh Belanda di daerah pedalaman kesultanan Palembang bermula dengan kekalahan Sultan Mahmud Badaruddin II (1 Juni 1921), sejak kekalahan ini, kekuasaaan Sultan penggantinya telah sangat dikurangi dengan penempatan seorang patih (Krama Jaya) yang bertanggung jawab atas pengawas daerah pedalaman.28 Setelah kekalahan Sultan Mahmud Badaruddin II, yang menjadi residen Palembang ialah J.L. Ven Sevenhoven. Dialah yang menyodorkan kontrak pada Sultan yang baru untuk menyerahkan segala sesuatu mengenai pemerintahan kepada Belanda dengan menerima tunjangan yang tetap, pada tahub 1823 menjadi sedemikian sulitnya, sehingga ia terpakasa menyerahkan kekuasaan dengan penggantinya uang untuknya dan pembesar-pembesarnya. Resedin inilah yang meletakan politik penjajahan yang pertama di Palembang dan dengan ini hapuslah Kesultanan Palembang.

27 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badruddin II.... hlm 43

28 Marzuki Ab Yass. Kerusuhan-Kerusuhan di Daerah Pedalaman Kesultanan Palembang Abad 19. Jakarta Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional 1984.hlm 85

49

Page 52: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

50

Page 53: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

BAB IV

KONDISI ISLAM MASA SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

A. Islam Selayang Pandang Masa Sultan Mahmud

Badaruddin II Islam mulai masuk di Palembang pada abad ke-7 M,

dimaksudkan sebagai proses datangnya Islam. pada abad ke-7 Palembang masih merupakan pusat kerajaan Sriwijaya. Ketika itu kerajaan Sriwijaya masih berdiri kokoh. Di masa itulah datang pedagang-pedagang Islam dan bermukim di pelabuhan Palembang.1

Meskipun Islam masuk di Palembang pada abad ke-7 tapi baru di abad ke-16 mulai menampakkan aktifitasnya dengan telah berdiri Masjid atau langgar sebagai pusat kegiatan masyarakat Islam setempat. Hal itu sesuai dengan kebiasaan umat Islam mendirikan Masjid atau langgar dimanapun di kota-kota Bandar bila telah terbentuk masyarakat Islam. Masjid menduduki tempat penting dalam kehidupan masyarakat; ia merupakan pusat pertemuan orang-orang beriman dan menjadi lambang persatuan jemaat.2 Menurut sumber ada ada banya pendapat masuknya Islam di Sumatera Selatan antara lain.3 1. Pengaruh kekuasaan politik Islam di masa itu, yaitu

khulafaur Rasydin 632-662 M- Dinasti Ummayah 661-670 M- Dinasti Abbasiyyah 750- 1268 M- Dinasti Umayyah di Spanyol 757-1492 M-Dinasti Fatimah di Mesir 919-1171 M.

2. Penguasaan jalan laut perdagangan oleh bangsa Arab jauh lebih maju dari bangsa Barat saat itu bangsa

1 Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas dan Administrasi Islam di Tengah Pejabat Agama Kesultanan dan Kolonial di Palembang…hlm 50 2 Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas dan Administrasi Islam di Tengah Pejabat Agama Kesultanan dan Kolonial di Palembang…hlm 52 3 Http://www.Sum-Sel. Kemenag. . Sejarah Islam Di Palembang. di ambil hari Rabu, 03-09-2015, Jam 12-30 Wib.

50

Page 54: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Arab sudah menguasai perjalanan laut dari Samudra India yang mereka namakan samudra Persia pada saat itu.

3. Islam masuk di daerah Sriwijaya dapatlah dipastikan pada bahwa Dinasti Tang yang memberitakanya utusan Tache (sebutan untuk orang Arab) ke Kalinga pada tahun 674 M. Karena Sriwijaya sering dikunjugi pedagang Arab dalam jalur pelayaran, maka Islam pada saat itu merupakan proses awal Islamisasi atau permulaan perkenalan dengan agama Islam.

4. Seperti yang dikisahkan oleh penulis Arab yaitu Ibnu Rusta (900 ), Sulaiman (890 M) dan Abu Zaid (950M), maka hubungan dagang antara Khalifah Abbasiyah (750 M-1268M) dengan kerajaan Sriwijaya tetap berlangsung. Khusus untuk kawasan Sumatera Selatan, masuknya Islam selain dari bangsa Arab pedagang dari utusan Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah juga pedagang Sriwijaya sendiri berlayar kenegara-negara Timur Tengah. Pendapat lainya:

1. Drs. M. Dien Majid dalam makalahnya berjudul “ Selintas Tentang Keberadaan Islam di Bumi Sriwijaya” menulis: Arya Damar, seorang adipati kerajaan Majapahit di Palembang, secara sembunyi-sembunyi telah memeluk agama Islam, karena di ajari oleh Raden Rahmat ( Sunan Ampel) ketika singah di Palembang dari Champa yang akan meneruskan perjalanan kekerajaan Majapahit. Kemudian Arya Damar yang dikenal dengan nama Arya Dillah atau Abdullah, berguru dengan Sunan Ampel di Denta ketika beliau menetap di sana. Dan ketika Arya Damar kembali ke Palembang, ia selalu menjalin hubungan dengan ulama Arab yang bermukim di Palembang.4

4 Http://www.Sum-Sel. Kemenag. Sejarah Islam Di Palembang. di ambil hari Rabu, 03-09-2015, Jam 12-30 Wib.

51

Page 55: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

2. Dr. Taufik Abdullah dalam makalanya yang berjudul “ Beberapa Aspek Perkembangan Islam di Sumatera Selatan”: menulis Van Sevenhoven pada tahun 1822 Masehi membawa 55 manuskrip Arab dan Melayu yang ditulis sangat indah serta dijilid rapi yang merupakan kepunyaan Sultan Mahmud Badaruddin. Raden Patah yang menurut tradisi historis adalah anak raja Majapahit, Prabu Brawijaya dengan puteri Cina, dilahirkan dan berguru di Palembang. Maka setidaknya sejak akhir abad ke-16 Palembang merupakan salah satu "enclave" Islam terpenting atau bahkan Pusat Islam di bagian Selatan Pulau Emas ini. Hal ini bukan saja karena reputasinya sebagai pusat perdagangan yang banyak dikunjungi oleh pedagang Arab Islam pada abad-abad kejayaan Kerajaan Sriwijaya, tetapi juga dibantu oleh kebesaran Malaka yang tidak pernah melepaskan keterikatannya dengan Palembang sebagai tanah asal. Kejadian ini berarti peng-Islaman Palembang telah lebih lama daripada Minangkabau atau pedalaman Jawa, bahkan jauh lebih dahulu dari Sulawesi Selatan (kerajaan Gowa dan kerajaan Laikang). Diceritakan dalam buku sejarah "Sulu Mindanau" bahwa seorang Syarif yang bernama Syarif Abubakar yang berasal dari Palembang, telah menyebarkan Islam ke Sulu dan Mindanau, yang kemudian kawin dengan puteri setempat bernama Paramisuri.

3. Menurut Salmad Aly didalam makalahnya yang berjudul "Sejarah Kesultanan Palembang" menulis: Pada waktu Gede Ing Suro mendirikan Kesultanan Palembang, agama Islam telah lama ada dikawasan ini. Islam masuk Palembang kira-kira pada tahun 1440 M., dibawa oleh Raden Rachmat (Sunan Ampel). Pada waktu itu Palembang berada dibawah kepemimpinan Arya Damar dan merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit. Mengenai Raden Rachmat ini, diceritakan oleh Arnold sebagai berikut : "Salah seorang puteri raja Campa, sebuah negara kecil di

52

Page 56: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Kamboja, di Timur Teluk Siam, kawin dengan seorang Arab yang datang ke Campa untuk tugas dakwah Islam. Dari perkawinan ini lahir Raden Rachmat yang diasuh dan dididik oleh ayahnya menjadi seorang Islam sejati." Selanjutnya, Kyai Gede Ing Suro ini, menurut Faile, adalah turunan Panembahan Palembang dan istrinya asal dari keluarga Sunan Ampel, ia adalah dari garis keturunan Panembahan Parwata, Pangeran Kediri dan Pangeran Surabaya. Sementara dari sumber-sumber Palembang, diperoleh keterangan bahwa ia adalah putera Sideng Laut, salah seorang turunan Pangeran Surabaya. Dia masih memiliki hubungan silsilah dengan Sayidina Husein, putera dari Ali bin Abu Thalib, sepupu dan menantu langsung dari Nabi Muhammad Saw dari puteri kandung beliau Fatimah az-Zahra. Salah seorang cucu Sayidina Husein merantau ke Campa, memperistrikan salah seorang puteri Campa yang kemudian melahirkan Maulana Ishaq dan Maulana Ibrahim. Dari beberapa pendapat di atas memberi gambara

bagaimana proses masuknya Islam di Sumatera Selatan, adapu sejarah kesultanan Palembang terjadi dalam abad ke-17 M dan ke-18 M sampai dengan permulaan abad 19 M. Tempatnya adalah di kota Palembang dan sekitaranya, baik disebelah hilir sungai Musi termasuk Pulau Bangka dan Pulau Belitung maupun disebelah hulu sungai Musi dan anak-anak sungainya, lebih dikenal dengan Batang Hari Sembilan. Kota Palembang merupakan bandar yang keadaanya sangat strategis, karena terletak di kedua tepi Sungai Musi yang lebar dan dalam, sehingga dapat dilayari oleh kapal-kapal sampai jauh ke hulu sungai-sungai. Letaknya tidak terlalu jauh dari Kuala (+ 90 km), yang bermuara di selat Bangka. Di kota Palembang kapal-kapal dapat berlabuh dengan aman, bebas dari bahaya perampok dan serangan dari badai. Selain itu, hasil bumi berupa rempah-rempah tersediah untuk diperdagangkan ke luar negeri, ditambah dengan timah hasil pertambangan dari

53

Page 57: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Barang dari luar negeri dan lain-lain wilayah dari Nusantara banyak diperjual belikan. Dengan letaknya yang sangat strategis dalam hubungan dagang laut serta potensi hasil bumi dan hasil pertambanganya, membuat kesultanan Palembang menjadi suatu kekuasaan maritim dan perdagangan.5

Gambaran Palembang sebagai pusat perdagangan di masa kesultanan dapat disimak dalam tulisan Sivenhoven yang secara populer menggambarkan kesibukan pelabuhan Palembang pada siang maupun malam hari, dimana bebagai jenis perahu mulai dari rakit sampai perahu pesiar orang Eropa hilir mudik dengan berbagai aktifitas dagang, mulai dari pedagang eceran sampai dengan pedagang besar Cina, Arab, dan Eropa.6

Demikian halnya di Palembang, sejak awal para Sultan yang berkuasa telah memberikan kontribusi atas terciptanya atmosfir keilmuan di wilayah ini. Para Sultan Palembang priode awal, misalnya, sangat pro-aktif melakukan usaha-usaha untuk menarik perhatian sejumlah ulama Arab agar mau berkunjung dan tinggal di wilayahnya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh para Sultan Palembang adalah melalui kerjasama ekonomi. Hasilnya para migran Arab, terutama daria Hadhramaut, mulai berdatangan ke Palembang dalam jumlah yang begitu besar pada abad ke-17, bahkan sebagian diantara merika memilih untuk menjalin hubungan kekerabatan melalui pernikahan , dan akhirnya tingal menetap di Palembang. Upaya upaya Sultan tidak hanya dilakukan kepada orang Arab , tetapi juga terhadap etnis lain.

Asal-usul penduduk Palembang dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan priyayi dan rakyat.7 Priyayi adalah status keturunan raja-raja yang diperoleh

5 Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam: Di Tengah Pejabat Agama Kesultan Dan Kolonial Di Palembang....hlm 59

6 Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam: Di Tengah Pejabat Agama Kesultan Dan Kolonial Di Palembang....hlm 59

7 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II....hlm13

54

Page 58: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

karena keturunan kelahiran atau atas perkenalan Sultan. Diantara priyayi-priyayi itu ada yang memiliki sejumlah dusun dan mereka hidup dari kerajinan tangan dan kesibukan-kesibukan lainya, seperti membuat barang-barang dari emas dan perak, kerajinan-kerajinan tangan halus, berdagang atau bertani. Para priyayi yang mempunyai dusun-dusun atas marga diwajibkan untuk membatu Sultan jika ada perang, bantuan itu berupa laskar dan perlengkapan-perlengkapan perang, seperti perahu-perahu yang dipersenjatai dan mereka membantu menyediakan kayu. Segala sesuatu yang diperlukan priyayi-priyayi golongan ini diperoleh dari dusun-dusun dan miji-miji yang dimilikinya.

Rakyat terbagi atas orang-orang Miji, dan orang-orang Senan. Orang-orang Miji di ibu kota sama kedudukannya dengan yang di pedalaman, dengan catatan bahwa mereka tidak dikenakan pajak dan tidak menghasilkan pajak. Mereka mencari orang-orang untuk membantu Sultan berperang, dan orang-orang yang dapat melakukan pekerjaan tangan dan karya-karya seni. Orang-orang Senan adalah golongan yang lebih rendah dari Miji, mereka tidak boleh bekerja untuk siapapun selain hanya untuk Sultan, rumah para priyayi atau mendayung perahu Sultan.8

Mengenai agama, sebagian besar penduduk Palembang beragama Islam, disamping itu beberapa gelintir pendatang memeluk agama Hindu, Budha atau Kristen.

Golongan priyayi memiliki marga atau dusun tetapi ada juga yang tidak memiliki dusun, bagi priyayi yang tidak mendapatkan dusun atau marga, menyuruh orang-orang mengerjakan sawah atau pekerjaan lainya, ada yang menyewakan perahu-perahu tambing, ada yang berlayar keliling tiap hari untuk mendapat barang muatan.9

Pemerintahan kesultanan diatur rapi, begitu juga aparatur keamanannya. Diadakanlah peraturan-peraturan bagi

8 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II....hlm14

9 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II....hlm14

55

Page 59: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

para pedagang dan penduduk pendatang. Pemegang kekuasaan tertinggi adalah Sultan. Dalam menentukan keputusan-keputusan selalu didasarkan atas Al-Qur’an, undang-undang dan Piagam-Piagam.

Di Palembang juga masih berlaku hukum adat, yang bersumber pada kitab undang-undang ‘’Simbur Cahaya’’ kemudian ditambah lagi dengan undang-undang wilayah, yaitu sindang Merdeka.10

Di bidang peradilan dikenal dengan dua macam peradilan, pertama yang mengadili dalam perkara-perkara keagamaan yang dipimpin oleh Pangeran Penghulu Nato Agamo, yang membawahi pengeran-pengeran penghulu. Kedua yang mengadili dalam perkara-perkara yang diancam hukum badan pimpinan Temenggung Karto Negaro.

Hubungan dengan luar negeri sejak dahulu kala adalah semata-mata hubungan dagang, berdasarkan perjanjian dengan kontrak dagang atau tidak dengan hak monopoli, umpanya kontrak dengan V.O.C. sudah ada semenjak pertengahan abad ke-17 sampai dengan awal abad ke-19.11

Pedagang kain linen terbesar adalah orang Arab, ada yang mempunyai kapal dan perahu sendiri, namun kebanyakan mereka adalah pengurus barang dagang orang lain dari luar Palembang. Sesudah orang Arab menyusul orang Cina yang membeli barang-barang dari perahu. Sedangkan hasil dari kesultanan Palembang dan diekspor adalah: rotan, damar, kapur barus, kemenyan, kayu lokal, lilin, gading dan pasir emas.

Hukum adat Sumatera Selatan menunjukkan di seluruh daerah begitu banyak sifat-sifat kekeluargaan, sehingga membentuk suatu lingkungan hukum tersendiri. Di daerah yang begitu luas ini pengaruh-pengaruh terhadapnya tidaklah sama di segala tempat, oleh karenanya, maka

10Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II....hlm15

11 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II....hlm16

56

Page 60: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

perkembangan dari Hukum Adat telah berjalan dengan cara yang tidak sama pula, dikarenakan berbagai pengaruh dari luar maka bagian-bagian tentu menjadi daerah hukum adat tersendiri dengan segala penyimpangan dan variasinya. Salah satu dari lingkungan hukum adat dari kesultanan Palembang.12

Dalam soal adat istiadat jelas diatur dan dipelihara secara baik, terbukti dengan adanya kitab hukum adat ‘’Simbur Cahaya’’ di zaman Sultan Palembang sampai dizaman pemerintahan Kolonial Belanda. Kebudayaan meliputi selain dari hukum adat seperti diuraikan diatas adat istiadat dan kebiasaan, kesenian, kerajaan dan kesusastraan.13

Di bidang sastra Palembang tidak ketinggalan, misalnya Sultan Mahmud Badaruddin II sendiri adalah seorang peminat dan ahli di bidang kesusastraan, terbukti dengan perpustakaannya yang luas, adapun di bidang sistem pertahanan sejak tahun 1819 sampai dengan tahun 1821 sangatlah mengagumkan pihak musuh. Hal ini diakui oleh pihak Belanda waktu menyerang benteng-benteng pertahanan di Pulau Kemaro dan Tambak Bayo di Plaju di tahun 1819 dan tahun 1821, yang menyebabkan mereka sampai beberapa kali gagal mencapai Keraton Kuto Besak.

Dengan adanya sistem kepemerintahan dan pengadilan seperti yang diungkapkan di atas, ketertiban masyarakat terjamin. Dengan tertib masyarakat itu orang-orang merasa aman dan tentram, sehingga berkembanglah berbagai kegiatan didalam masyarakat, seperti pertanian, perdagangan dan kesusastraan.

Orang Palembang tidak bisa terlepas dari orang Arab dan Cina karena peran orang Arab dan Cina sangat peting dalam hal perdagangan. Orang-orang Palembang membeli barang dari orang Arab dan Cina, lalu membawanya ke pedalaman untuk dijual di sana. Belum ada orang Cina

12 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II....hlm17

13 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II....hlm17

57

Page 61: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

ataupun orang Arab yang berani sendiri berdagang ke daerah pedalaman, mereka takut dirampok. Sedangkan jumlah orang Hindustan tidak terlalu banyak. Mereka sering disebut orang keling ( Hitam) dan ada juga yang menyebutnya orang Tambi. Kebanyakan dari mereka hidup dari berdagang.

Orang Eropa yang bertempat tinggal di Palembang, kebanyakan orang Inggris dan Belanda. Mereka tinggal di Loji yang dibuat khusus, tetapi ada juga yang tinggal di rakit atas kehendak sendiri. Rakit mereka terbuat dari kayu, beratap genteng dan lebih lebar dan rapi. Oleh karena itu perahu orang Eropa tidak begitu banyak menghadapi bahaya terbalik, meskipun arus deras terutama pada bulan Desember sampai Maret. Mereka membeli rempah-rempah, hasil hutan dan berbagai kerajinan seperti lada, lilin, kemenyan, getah, pohon, pewarna, gading gajah dan kayu.14

Para Sultan Palembang mempunyai minat khusus pada agama, dan mereka mendorong pengetahuan dan keilmuan Islam dibawa patronase mereka. Para Sultan tampaknya melakukan usaha-usaha tertentu untuk menarik para ulama Arab agar menetap di wilayah Palembang.15

Sebagaimana halnya orang Cina yang berperan sebagai kelompok pedagang perantara, orang-orang Arab di Palembang pada masa kesultanan, juga terlibat dalam proses tersebut. Menurut Sevenhoven pada masa kesultanan Palembang, orang Arab memiliki peranan yang cukup penting dalam lapangan ekonomi, orang Arab merupakan pedagang linen terbesar, bahkan ada diantara mereka yang memiliki kapal dan perahu sendiri, Sevenhoven juga menambahkan orang-orang Arab sebagai kelompok masyarakat yang taat beragama, rajin melaksanakan sholat, berpuasa dan mengerjakan kewajiban lainnya serta sering membantu Sultan, bahkan karena jasanya kepada Sultan,

14 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II....hlm17

15 Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA.Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII. (Jakarta Kencana 2007)hlm 105

58

Page 62: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

orang Arab diberi gelar pangeran oleh Sultan, seperti pangeran Omar.

Kesultanan pada masa Sultan Mahmud Badaruddin II sangat intens dan menaruh minat dalam pengembangan sastra dan lingkungan istana. Bahkan di kabarkan Sultan Mahmud Badaruddin II memiliki perpustakaan yang agak luas. Namun di ahir perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II semua koleksi (manuskrip, naskah karya sastra dan agama) milik Keraton Palembang di bahwa Sevebhoven ke Belanda ialah yang pertama menjarah kekayaan intelektual kesultanan Palembang.

Sultan memberikan posisi istimewah kepada ulama pujangga yang sebagian besar merupakan keturunan Arab. Selain itu, orang-orang yang terpelajar merupakan ‘’masyarakat penikmat’’ hasil karya ulama pujangga keraton, selain kesenanganya terhadap ilmu agama. Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badruddin II lahir ulama pujangga yang sangat dekat dengan Sultan dan para pembesar kerajaan.16 Bahkan diantara ulama keturunan Arab memiliki reputasi internasional seperti Syekh Abdul Shamad Al-Palembani. Adapun ulama pujangga pribumi seperti Kemas Fahruddin, abad 18 menjadi salah satu centoref excellent bagi pengembangan ilmu pengetahuan agama dan sastra di dunia melayu, terlepas dari pasang surut hubungan antara keraton (Sultan) dengan orang Arab, warisan entelektual yang menjadi salah satu sumbangan penting orang Arab bagi kemajuan kebudayaan masyarakat Palembang pada masa lampau, merupakan kenyataan sejarah.17

Keraton sebagai pusat sastra dan ilmu agama Islam tampaknya tumbuh seiring dengan perkembangan Islam di Nusantara. Tentunya pesatnya kemajuan dalam bidang ini, lebih banyak ditentukan oleh seberapa jauh

16 Jumhari Lim Imanuddin. Arab Palembang dari Masa Kesultanan sampai Kolonial Belanda.( Balai Kajian Padang Sejarah dan Nilai Kajian Nasional 2005). hlm 57

17 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II....hlm 20

59

Page 63: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

penguasa kerajaan-kerajaan Islam tersebut memiliki perhatian dalam hal ini. Tapi tidak semua Sultan memberikan dorongan dan perhatian yang sama dalam bidang sastra dan ilmu agama Islam sehingga pada akhirnya sebagaimana fenomena sejarah berkembangnya intelektual Islam di Nusantara mengalami pasang surut.

Dalam bidang sastra Sultan Mahmud Badaruddin II termasuk diantara lima penulis yang di kenal Dunia. Perhatian Sultan terhadap ilmu agama dan sastra tersebut, menjadikan keraton sebagai pusat perpustakaan, keraton sebagai pusat sastra dan ilmu agama tampaknya merupakan ciri perkembangan Islam. Yang berbeda dengan raja dunia Barat atau Sultan di Timur tengah yang tidak menjadikan keraton sebagai pusat keilmuan. Akan tetapi dibentuk lembaga sendiri untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Lembaga pendidikan inilah yang didorong raja atau Sultan untuk mengembangkan ilmu. Ilmu pengetahuan mengalami perkembangan tanpa selalu tergantung pada sikap dan perhatian raja terhadap ilmu.18

Boleh jadi karena keraton bukan madrasah atau pesantren yang menjadi lembaga pengembangan ilmu agama Islam di Palembang maka akibatnya perkembangan agama dan sastra di Palembang kurang berakar.

Keterlibatan keraton Palembang dalam tradisi satra Islam mirip dengan Aceh ( Melayu) ketimbang (Mataram) Jawa. Meskipun begitu pengaruh Jawa tampak pula dengan banyaknya karya sastra yang populer di Jawa, seperti wayang. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tradisi sastra Palembang merupakan tradisi sastra Melayu Jawa.

Posisi Palembang sebagai salah satu pusat keilmuan dan sastra mulai surut, sejak kekuasaan kesultanan Palembang (Sultan mahmud Badaruddin II) takluk kepada

18 Team Perumus Hasil Diskusi. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II....hlm34

60

Page 64: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Belanda. Banyak koleksi perpustakaan keraton yang dibawa oleh Belanda.19

Islam diawal abad 19 merupakan agama resmi, yang harus di pelihara oleh struktur kekuasaan, terlihat peranan ‘’birokrat agama’’ tidak saja terdapat pada tingkat pusat kerajaan, tetapi juga di tingkat marga dan bahkan di tingkat dusun.

Ada beberapa faktor yang memupuk kelanjutan tradisi keraton Melayu-Jawa ini berkembang di Palembang disamping kontinuitas kultural dari keraton Palembang yang berorentasi pada Jawa, tetapi tak terlepas dari dunia ‘’Selat Malaka’’ heterogenitas penduduk serta terbukanya Palembang sebagai kota pelabuhan, adalah faktor-faktor penunjang. Bisa jadi saat-saat akhir zaman pemerintahan Sultan Mahmud Badruddin II terjadi ketegangan hubungan antara ‘’ orang-orang Arab’’ yang umumnya pedagang, dengan keraton, tetapi sudah jelas hal ini tidaklah terjadi sejak semula. Fakta bahwa ada tokoh-tokoh Arab yang menjadi kaki tangan Sultan ataupun perantara dengan dunia luar, khususnya dengan peralihan politik yang sering terjadi akibat persaingan Inggris dan Belanda, membuktikan bahwa orang-orang Arab memang mempunyai kedudukan yang khusus juga di mata keraton. Karena itu, bisa pulalah dimengerti bahwa sebagian yang cukup penting dari para ulama-pujangga yang dinaungi oleh para Sultan adalah orang-orang Arab.20

Jadi perkembangan Islam ke dalam struktur dan kekuasaan sebenarnya telah lebih mendalam dari apa yang diajukan oleh Sevenhoven.21 Van Sevenhoven sangat memuji keterampilan pribumi Palembang dalam hal kerajinan dan ketertiban dalam memegang catatan dan perdagangan tetapi katanya dalam hal sastra mereka terbelakang. Tidak ada

19 Jumhari Lim Imanuddin. Arab Palembang dari Masa Kesultanan sampai Kolonial Belanda….hlm 58

20 Taufik Abdullah. Beberapa Aspek Perkembangan Islam Di Sumatera Selatan. (Jakarta UI Press 1986). hlm 57

21 Taufik Abdullah. Beberapa Aspek Perkembangan Islam Di Sumatera Selatan...hlm 55

61

Page 65: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

orang seperti di Jawa yang dapat disebut terpelajar atau sastrawan. Selanjutnya, dikatakan bahwa orang Palembang hanya mengetahui agama secara lahiriah sedangkan pengetahuan mereka tentang ajaran Islam sedikit sekali. Sultan Mahmud Badaruddin II merupakan pengecualian dalam hal ini. Ia mempunyai suatu perpustakaan yang agak luas. Dalam hal ini ternyata Van Sevenhoven tak menceritakan sepenuhnya apa yang dialaminya. Padahal dialah yang pertama melakukan ‘’pemburuan harta’’ keraton dan dia pulalah yang telah mengirimkan, di tahun 1822 ke Batavia/Betawi 55 manuskrif Arab dan Melayu yang ditulis sangat indah serta dijilid rapi dan dalam keadaan baik. Diantaranya ada yang sangat langka, yaitu terdaftar sebagai kepunyaan bekas Sultan Palembang Mahmud Badaruddin II. Sultan yang sangat dibenci Belanda ini bahkan juga mempunyai reputasi sebagai seorang penulis.

Palembang sebagai pusat sastra dan ilmu agama, kegiatan kajian agama cukup berkembang dan maju, apa lagi perhatian cukup besar terhadap agama, terdiri dari berbagai kitab yang dinisbahkan pemiliknya kepada sultan Mahmud Badruddin II, sultan Ratu Ahmad Najamuddin, Sultan Mahmud Bahauddin, pangeran Jayakrama dan Pangeran Arya Muhammad Zainuddin. Kitab-kitab tersebut disimpan dalam perpustakaan istana, sehingga pada waktu Sultan Mahmud Badaruddin II dikalahkan Inggris, koleksi itu banyak dirampas dan dibawa oleh armada kolonial Gillespie Inggris (1812). Kemudian pada waktu Sultan Mahmud Badaruddin II dikalahkan Belanda, maka seluruh koleksi istana dibawa ke Batavia.22

Perkecualian Sultan Mahmud Badaruddin II hanyalah berlaku jika ia dibandingkan dengan anak negeri umumnya. Tetapi ia sama sekali bukanlah pengecualian kalau dibandingkan dengan Sultan-Sultan lainya. setidaknya sudah sejak zaman Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1757) kebiasaan memelihara ulama keraton telah dirintis. Sejak

22 Taufik Abdullah. Beberapa Aspek Perkembangan Islam Di Sumatera Selatan….hlm 56

62

Page 66: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

zaman inilah beberapa nama telah mulai dikenal sebagai pengarang, baik mengenai masalah-masalah agama, maupun yang bukan. Disamping Abd Al-Samad Al Palembani, yang sudah sangat terkenal, karena tulisan –tulisanya yang disebarkan dari Mekkah.23

Apakah artinya semua ini? Uraian Van Sevenhoven hanyalah suatu potret seketika, (1821-1824) saat-saat Palembang berada dalam peralihan dari zaman kesultanan ke priode Hindia Belanda (1824). Situasi umum yang diuraikan dapat pula diuji dari kesan-kesan lain yang ditulis orang-orang lain tentang priode yang sama.

Dari rekonstruksi, yang pasti tak lengkap ini, bisalah diperkirakan, karena kelangkaan sumber bahwa sampai awal abad ke-19 M perkembangan Islam di daerah yang sekarang di sebut Sumatera Selatan berjalan secara wajar, tanpa adanya suatu peristiwa yang menetukan. Setelah Raden Tumenggung Sultan Abdurahman dan setelah unsur-unsur Islam diadaptasikan ke dalam Sumber Cahaya peristiwa Islam yang perlu di catat hanyalah munculnya para ulama pengarang dan bangkitnya para haji, pengikut Samaniah, melawan agresi Belanda di tahun 1819. Setelah Islam resmi dipeluk dan birokrasi agama yang dipertautkan pada struktur kekuasaan, maka proses pendalaman, atau lebih tepat, penyesuaian realitas kehidupan dengan doktrin yang dianut berjalan secara rutin. Bila diingat bahwa tulisan-tulisan keagamaan lebih bercorak Melayu terkadang kadang Jawa, bila diperhatikan bahwa keberlakuan hukum agama, yang diputuskan oleh penghulu (mulai dari tingkat keraton sampai dusun) tergantung atas persetujuan penguasa, maka suasana rutin dan proses pendalaman Islam ini lebih dimengerti oleh masyarakat.

Kesultanan adalah adalah suatu Islamdom, suatu pusat kekuasaan yang dengan sadar melibatkan diri pada

23 Taufik Abdullah. Beberapa Aspek Perkembangan Islam Di Sumatera Selatan….hlm 55

63

Page 67: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

tradisi dan ajaran Islam.24 Setidaknya secara formal kesultanan adalah suatu wadah yang lebih membuka kemungkinan bagi kelanjutanya proses Islamisasi internal. Bukanlah terlalu mengherankan jika Islamdom tersebut juga berusaha memperkuat wadah tersebut dengan berbagai institusionalisasi seperti kedudukan penghuluan dan menifestasi simbolik. Maka masjid besar Palembang di awal abad ke-19 dianggap oleh para pelapor Belanda sebagai salah satu bangunan terindah di Hindia Belanda.

Tetapi, sekali lagi pada helaan nafas yang sama, laporan-laporan tersebut akan menyebut bahwa penduduk pribumi, terutama yang di pedalaman, slechts de naam van de Mohemmedan, tanpa pengetahuan ajaran agama, bahkan dikatakan pula bahwa, sebagian besar Islam itu sedikit sekali atau bahkan tidak sama sekali mempunyai pengetahuan, baik tentang ajaran agama, maupun tentang prinsip-prinsip dasar akhlak.

Menurut catatan Steenbrink, Palembang menjadikan keratonya sebagai pusat sastra dan ilmu agama berlainan dengan kebiasaan di Jawa yang menjadikan Pesantren sebagai pusatnya.25 Belum ditemukan hubungan antara keraton dan masjid agung dalam kaitan tersebut. Boleh jadi semacam pembagian fokus perhatian/kajian antara keraton dan Masjid Agung. Keraton lebih memperhatikan aspek peribadatan dan fiqih. Keduanya berjalan dengan sasaran yang berbeda sehingga tidak terjadi konflik. Apa lagi Pangeran Penghulu Nata Agama dan khatib Imam, serta khatib-khatib yang lainnya diangkat oleh Sultan.

Selain itu keraton juga sebagai pusat sastra dan Ilmu Agama Islam tampaknya merupakan ciri perkembangan Islam yang berbeda di Barat dan juga Timur Tengah. Raja atau Sultan di Barat dan juga di Timur Tengah tidak menjadikan keraton sebagai pusat Ilmu, tetapi membentuk

24 K.H.O. Gadjhanata. Masuk Dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan. (Jakarta UI Press 1986). Hlm 64

25 Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam: Di Tengah Pejabat Agama Kesultan Dan Kolonial Di Palembang....hlm 96

64

Page 68: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

ilmu lembaga pendidikan tersendiri untuk membantu pengembangan ilmu agama.

Lembaga pendidikan itulah yang didorong oleh Sultan untuk mengembangkan ilmu. Dengan demikian perkembangan ilmu berkembang terus tanpa selalu tergantung dengan sikap dan perhatian raja terhadap ilmu.

Boleh jadi karena keraton, bukan madrasah atau pesantren yang dijadikan sebagai pusat sastra dengan mengembangkan ilmu agama Islam di Palembang maka akibatnya pengembangan sastra dan ilmu agama Islam di daerah Palembang kurang berakar.

Perhatian Sultan yang begitu besar terhadap ilmu agama dan sastra tersebut, telah menjadikan kraton sebagai perpustakaan. Koleksi perpustakaan kraton Palembang diketahui lengkap dan rapi dari laporan Van Sevenhoven ketika mengirimkan kitab dan naskah hasil rampasan ke Batavia yang antara lain menyebutkan:

Tulisan yang bagus sekali, diikat rapi dan dalam keadaan baik yang berisi naskah Melayu dan Arab. Sungguh suatu yang menakjubkan menyaksikan salah satu dari harta milik mantan sultan Palembang Mahmud Badaruddin II.26 Dalam tradisi politik Melayu, raja merupakan figur

dan lembaga yang terpenting. Raja dianggap sebagai orang yang mulia dan mempunyai berbagai kelebihan. Raja diangap setingkat dengan Nabi dan sebagai pengganti Allah di muka bumi (khalifa fil and) atau sebagai bayangan Allah di dunia (zilullah fil and) ataupun sebagai pemegang kekuasaan nubuwwat dan hukumah’’.

Konsep-konsep diatas bermakna bahwa raja disamping mempunyai kekuasaan keagamaan sebagaimana yang dimiliki Nabi yang memegang kekuasaan keduniaan. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di bidang keagamaan,

26 Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas dan Administrasi Islam: Di Tengah Pejabat Agama Kesultan Dan Kolonial Di Palembang ....hlm 97

65

Page 69: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

maka segala masalah keagamaan diatur dan dilaksanakan oleh raja. Akan tetapi, karena raja bukan orang yang sangat ahli agama, maka dibentuk suatu lembaga keagamaan untuk mewakili raja dalam memimpin tugas-tugas keagamaan. Untuk kesultanan Palembang tugas keagamaan dikenal dengan penghuluan.

Istilah penghulu dalam Bahasa Indonesia bermakna tiga: pertama, penghulu sebagai pejabat agama seperti di Jawa, kedua, penghulu sebagai kepala adat seperti Minagkabau, dan ketiga penghulu sebagai kepala kampung seperti di Indrapura ( Riau). Istilah penghuli di Palembang mengikuti Jawa dan di Sunda. Artinya penghulu sebagai pemimpin yang mengurusi masalah-masalah agama.

Disamping pejabat agama di pusat kesultanan Palembang maka untuk di daerah uluan (pedalaman) terdapat juga pejabat agama yang teridiri dari: lebai penghulu yang terdapat disetiap marga yang merupakan bawahan Pangeran Penghulu Nata Agama dan bertindak selaku wakil panggeran penghulu Lebai penghulu dan berada disetiap dusun.

Pada masa kesultanan dan kolonial pelaksanaan hukum fiqih diatur dan dikelolah oleh pejabat agama yang secara umum dikenal sebutan penghulu. Tapi tetap saja Sultan sebagai pemegang otoritas baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang keagamaan.27 Kemudian Sultan membawahi Pangeran Nata Agama yang bertugas mengurus bidang keagamaan. Kedua aparat kesultanan tersebut memiliki struktur ke bawah secara hierarkis. Di ibu kota Palembang terdapat empat tingkatan pembantu mulai dai Khatib Penghulu, Khatib Imam, Khotib sampai Modin. Sementara di daerah uluan pangeran penghulu dibantu oleh dan khatib secara umum.28

Pengadilan agama sebagaimana dilaporkan Court merupakan bagian struktur pemerintahan kesultanan di

27 Dr. Zulkifli. Kontinyuitas dan Perubahan Dalam Islam Tradisional di Palembang. (Palembang : Hasil Penelitian Pakultas Adab IAIN Raden Fatah Yang Belum di Terbitkan1999). Hlm 43

28 Dr. Zulkifli. Kontinyuitas dan Perubahan Dalam Islam Tradisional di Palembang.....hlm 44

66

Page 70: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

samping pengadilan syahbaadar dan pengadilan patih. Patih memutuskan perkara dengan berpedoman kepada hukum adat, pangeran penghulu memutuskan perkara berdasarkan hukum Islam dan ajaran dari Al-qur’an. Sedangkan syahbaadar tidak disebutkan memutuskan perkara dengan berpedoman kepada aturan apa. Kemungkinan besar juga berdasarkan hukum adat dan Hukum Kanun Melaka.29

Dokumen Court tersebut memberi petunjuk bahwa pengadilan agama hanya difokuskan untuk orang-orang muslim pribumi, sedangkan untuk orang non muslim pribumi diserahkan kepada kepala mereka sendiri. Dokumen tersebut tampaknya juga memberikan kewenagan yang lebih besar kepada pangeran penghulu dibanding kepada patih dan syahbaadar. Ini juga memberi petunjuk bahwa sultan menghargai pemimpin agama atau ulama yang mempunyai kemampuan lebih dalam menerapkan hukum Islam. Walaupun demikian perkara banding dalam pengadilan agama tetap berada pada Sultan.

B. Peranan Ulama Pada Masa Kesultanan Abad 19 M

Sultan Mahmud Badaruddin II sangat menonjol perannya dalam konfrontasi melawan pihak imperialis-kolonialis Inggris dan Belanda, sehingga hampir seluruh masa pemerintahannya di sibukkan oleh konfrontasi dan perperangan.30 Namun tidak bisa dilupakan, selain sebagai ahli politik dan pendekar perang, pembawaanya yang suka belajar membawanya untuk memilki perpustakaan, menguasai ilmu pengetahuan dan mendalami soal agama Islam. Beliau dikenal sebagai orang yang alim, sabar dan takwa kepada Allah SWT. Dari sikap kepemimpinanya yang demikian, Sultan Mahmud Badaruddin II banyak pengaruhnya dalam perkembangan Islam.

29 Dr. Zulkifli. Kontinyuitas dan Perubahan Dalam Islam Tradisional di Palembang....hlm 43

30 H.M. Ali Amin. Sejarah Kesultanan Palembang Darussalam dan Beberapa Aspek Hukumnya.(Jakarta UI Press 1986). Hlm 115

67

Page 71: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Dari segi kehidupan keagamaan. Agama di zaman akhir ini justru memperlihatkan kemajuan yang cukup berarti. Hal ini dimungkinkan karena Sultan, merupakan orang yang taat beragama. Sultan Mahmud Badaruddin II sendiri, menurut Tambo sering menjadi imam sholat di masjid. Ulama-ulama mendapat tempat tersendiri dalam kehidupan Sultan. Beliau selalu berada didekat ulama untuk mendiskusikan soal-soal keagamaan, bahkan dalam keadaaan negeri sedang berperang, seperti yang diceritakan dalam naskah yang diterbitkan Woelders (1976:132), ulama dijadikan sebagai pembantu dekatnya. Dalam Struktur kepemerintahan, ulama diberi gelar yang sama dengan pejabat keraton lainya. Terhadap pelangar ajaran agama yang prinsipil, ia bersikap tegas. Sultan pernah menyuruh membunuh dan menganiaya (merajam) wanita-wanita jalang yang terang-terangan mengadakan hubungan dengan serdadu Belanda pada masa sebelum tahun 1819 (Sevenhonen 1971:42); tetapi sebagai seorang Sultan beliau membiarkan begitu saja orang Arab mengambil buku-buku koleksi Perpustkaan, atau mengambil al-Qur’an untuk memenuhi kebutuhan peribadatan dari orang-orang Islam, disisihkanya pendapatan negara dari tambang timah Bangka untuk mendirikan masjid Agung, disamping mushola yang tersebar di ibu kota.

Pembinaan dan pengembangan hukum Islam di pedalaman tak luput dari perhatian Sultan Mahmud Badaruddin II. Sultan mengirim Penghulu dan khatib-khatib hampir keseluruh pelosok wilayah. Misalnya pengiriman para ulama di daerah pedalaman guna untuk menerapkan hukum Islam dan mengajarkan baca tulis al-Qur’an.

Mengenai pengaruh dari agama Islam khusunya di pedalaman saat diambil dari beberapa keterangan dari buku J.W. Van Royen yang berjudul De Palembangsche Marge En Haar Grond En Watettechten, antara lain: sebelum kedatangan Islam. Dalam kehidupan beragama banyak dilakukan pemujaan nenek moyang. Untuk mengenag mereka diadakan pemujaan-pemujaan di rumah-rumah nenek moyang yang kecil-kecil, sedangkan tiap tahun kuburan

68

Page 72: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

mereka dibersihkan dimana disampingnya ada persembahan. Sumpah dilakukan dikuburan nenek moyang dan disedekahan (makan bersama) dimintakan berkah mereka. Dengan upacara-upacara tersebut terpeliharalah kesadaran atas keturunan yang sama. Islam telah mengahiri itu semua hal- hal seperti itu tidak lagi di laksanakan. Rumah nenek moyang untuk semua keturunan dari satu nenek moyang, diganti dengan masjid untuk semua orang. Sumpah dilakukan diatas kitab al- Qur’an. Alhasil kehidupan masyarakat, termasuk dalam hukum adat. Banyak dimasuki oleh kaidah-kaidah agama Islam. Lebih-lebih hukum Islam memasuki hukum-hukum kekeluargaan/hukum perkawinan dan hukum warisan. Ini sejalan dengan kecenderungan ruang umum di perkembangan hukum adat, dimana hukum kebapakan beralih menjadi hukum keibu-bapakan. Juga dalam bidang ini pengaruh hukum Islam memperlemahkan hukum adat.31

Demikian pada masa kesultanan Palembang Darussalam membolehkan hukum Islam khususnya hukum kekeluargaan,hukum warisan dan hukum perkawinan, baik di Palembang maupun di pedalaman secara penuh. Dalam literatur hukum, apa yang terjadi di Palembang disebut resepsi hukum Islam, yang berarti bahwa akidah hukum tertentu atau seluruh aturan hukum tertentu itu diambil dari perangkat hukum Islam. Dan menurut Van Den Breg orang-orang Islam di Nusantara ini telah melakukan resepsi hukum Islam dan keseluruhanya dan sebagai satu kesatuanya. Ini berarti bahwa menurut Van De Breg yang diterima oleh orang Islam di Nusantara itu tidak hanya bagian-bagian hukum Islam, tetapi keseluruhanya sebagai satu-kesatuan. Karena itu pula pendapat Van De Berg ini disebut dengan theori receptio in complexu. Pada waktu kesultanan Palembang Darussalam, belum ada pengaruh Pemerintah Belanda mengenai hukum Islam.32

31 H.M. Ali Amin. Sejarah Kesultanan Palembang Darussalam dan Beberapa Aspek Hukumnya ….hlm 116

32 Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam: Di Tengah Pejabat Agama Kesultan Dan Kolonial Di Palembang....hlm 96

69

Page 73: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Dalam mengurus hal yang berkenaan dengan keagamaan dalam kesultanan Palembang Darussalam ditugaskan kepada nata agama, yang termasuk dalam empat Mancanegara, seperti diuraikan dalam pembagian pemerintahan, ekonomi, politik di muka pejabat yang bersangkutan menyandang gelar nata agama. Ini menunjukan bahwa dalam kesultanan Palembang Darussalam urusan agama Islam termasuk dalam urusan kepemerintahan yang berperan penting.

Mengenai sistem pemilihan ulama kesultanan di dalam kesultanan Palembang menyebutkan tiga macam ulama, yaitu, pertama ulama kesultanan yang bertugas mendampingi Sultan dalam menjalankan roda pemerintahan, kedua ulama birokrat, yang bertugas mengurus administrasi dan pelaksana hukum Islam dalam wilayah kesultanan yang disebut dengan istilah ulama penghulu, dan ketiga, ulama berperan sebagai pengajar, pemimbing dan penyebar Islam di tengah-tengah masyarakat. Ulama jenis ketiga ini sama dengan kyai.33

Ulama kesultanan adalah ulama yang diangkat oleh Sultan yang bertugas sebagai penasehat Sultan dalam urusan-urusan keagamaan. Sultan memiliki hak prerogatif dan otoritas penuh dalam menentukan siapa yang akan menjadi ulama kesultanan. Berdasarkan bukti-bukti arkiologi berupa nisan-nisan makam kuno para ulama kesultanan Palembang, penjelasan Mujib yang dikutip dari hasil penelitian Zulkifli, bahwa para ulama kesultanan tersebut berasal dari jazira Arab sesui dengan gelar sayyid yang digunakan di depan nama dan nisba suku dan asal kelahiran dibelakang namanya.34 Para ulama tersebut tampaknya memilki hubungan yang sangat erat dengan Sultan sehingga biasanya makam ulama ditempatkan disamping makam Sultan.

33 Dr. Zulkifli, MA. Ulama Palembang Pada Abad XIX Peranan Dan Pemikiranya Dalam Masyarakah. (Palembang Hasil Penelitian Pakultas Adab IAIN Raden Fatah Yang Belum di Terbitkan 1999). hlm79

34 Dr. Zulkifli, MA. Ulama Palembang Pada Abad XIX Peranan dan Pemikirannya dalam Masyarakat....hlm 80

70

Page 74: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Penjelasan yang serupa juga dikemukan oleh Taufik Abdullah yang dikutif dari buku Husni Rahim, ia menyatakan bahwa orang Arab mempunyai kedudukan khusus dimata Sultan. ‘’ sebagai ulama pujangga yang diplihara Sultan adalah orang-orang Arab. Jadi disamping keluarga keraton dan para priyayi kepercayaan Sultan, maka orang Arab yang lebih terpelajar inilah yang merupakan ‘ masyarakat penikmat hasil karya para ulama pujangga keraton tersebut’.35

Adapun ulama bebas, ulama katagori ini tidak ditunjuk dan diangkat oleh Sultan. Oleh sebab itu, mereka tidak mendapat bayaran dari pihak pemerintah. Mereka memperoleh kedudukan sebagai ulama dari masyarakat karena kedalaman pengetahuan, kesalihan ibadah, dan kemulian akhlaknya. Jadi, pada hakikatnya masyarakat yang mengangkat seseorang menjadi ulama karena kualifikasinya yang dimilikinya. Kehadiranya sebagai ulama tampaknya sangat dibutuhkan terutama di bidang pengajaran dan dakwah Islam. Tugas utama para ulama ialah memberikan pendidikan dan pengajaran kepada masyarakat dan melaksanakanya dakwa Islam. Tampaknya, Islam menyebar ke daerah-daerah pedalaman disebabkan oleh hasil usaha dan karya ulama. Mereka melaksanakan kegiatan dakwah Islam kepada masyarakat di daerah-daerah dimana Islam belum berkembang pesat dan belum berakar kuat. Di daerah-daerah tersebut mereka memberikan pengajaran ilmu-ilmu agama Islam terutama dalam bidang fiqih, tauhid dan tasawuf.

Hubungan antara ketiga corak ulama tersebut tampaknya, secara umum harmonis, tanpa ada suatu konflik berarti yang dapat menggoyahkan kesultanan. Hubungan yang harmonis tersebut disebabkan oleh adanya hubungan antar guru-murid. Para penghulu adalah murid dari para ulama independen sehingga para peghulu mungkin meminta penjelasan atau fatwa dari ulama indenpenden atau mungkin menggunakan kitab-kitab yang ditulisnya sebagai pedoman

35 Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam: Di Tengah Pejabat Agama Kesultan Dan Kolonial Di Palembang....hlm 97

71

Page 75: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

dalam melaksanakan pengajaran dan menerapkan hukum Islam.

Secara umum ada dua ulama penting yang berperan pada masa kesultanan Mahmud Badaruddin II di Palembang antara lain adalah:36 - Syaikh Muhammad Aqib Bin Hasanudin

Ia lahir di Palembang sekitar tahun 1760M dan pada usia mudah berangkat ke Mekkah untuk melanjutkan studi agama dengan Abdu Shamad. Tidak diketahui berapa lama ia belajar di tanah suci. Dari pengakuan masyarakat Palembang akan kedalaman dan keluasan ilmu serta keistimewaanya yang diduga kuat bahwa ia telah menguasai berbagai bidang ilmu agama Islam terutama tauhid, fiqih, tasawuf dan Falaq dari gurunya, Abdu Shamad.37

Syaikh Muhammad Aqib memiliki hubungan yang erat dengan pihak kesultanan. Apalagi kesultanan Palembang dalam memelihara dan penyebaran Tarikat Sammaniyah yang juga diajarkan oleh Syaikh Muhammad Aqib. Bukti dari keterlibatan Sultan adala, adanya perang Menteng tahun 1819M yang dimotori oleh para ulama Tarikat Sammaniyah disponsori Sultan Mahmud Badaruddin II.

Meskipun kesultanan Palembang telah runtuh Syaikh Muhammad Aqib tetap menjalin kerjasama dengan kaum ningrat keraton, khusunya penembahan Bupati, saudara laki-laki Sultan Mahmud Badruddin II yang bertindak sebagai pelindung agama, terlepas dari keterlibatannya dalam bidang politik dan hubungannya yang erat dengan mantan pembesar keraton. Syaikh Muhammad Aqib adalah ulama dan guru tarekat Sammaniyah yang disegani masyarakat. Di dalam laporan Belanda tahun 1834 M disebutkan bahwa dia adalah guru

36 Dr. Zulkifli, MA. Ulama Palembang Pada Abad XIX Peran dan Pemikiranya Dalam Masyarakt.... hlm 15

37 Dr. Zulkifli, MA. Ulama Palembang Pada Abad XIX Peran dan Pemikiranya Dalam Masyarakt.... hlm 16

72

Page 76: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

agama yang mempunyai jumlah murid terbesar.38 Kemudian pada tahun 1840-an dilaporkan bahwa ia memimpin suatu ritual keagamaan dalam suatu perayaan yang dibiayai oleh penembahan Bupati sehingga dicurigai oleh pihak Belanda.

Syaikh Muhammad Aqib semasa hidupnya aktif memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam. dia juga bertangung jawab terhadap penyebaran Tarekat Sammaniyah di Palembang ia juga terkenal sebagai ulama dan sufi yang tidak hanya memiliki pengetahuan agama yang luas tetapi memiliki sikap zuhud. Adapun murid-murid dari Syaikh Muhammad Aqib yang ikut serta menyebrakan Tarekat Sammaniyah di Palembang antara lain:

a. Syaikh Muhammad Azhary bin Abdullah bin Ahmad (1811-1874M)

b. Masagus Haji Abdul Hamid bin Mahmud (1811-1901M)

c. Kyai Haji Abdurrahman Delamat (1820-1896M)

d. Haji Muhammad Azhary bin Abdullah bin Ma’ruf Al-Palembani

- Kyai Muhammad Zain

Semasa hidupnya senantiasa aktif mengajar ilmu tauhid di berbagai daerah Sumatera Selatan.39 Dia bahkan sudah memiliki sejumlah murid yang dipercaya dapat memberikan bimbingan dan pengajaran ilmu tauhid tersebut kepada murid-muridnya. Mereka juga aktif melaksanakan kegiatan pendidikan, pengajaran, dan dakwah di tengah-tengah masyarakat.40

38 Dr. Zulkifli, MA. Ulama Palembang Pada Abad XIX Peran dan Pemikiranya Dalam Masyarakt.... hlm 16 39 Dr. Zulkifl, MA. Kontinyuitas Dan Perubahan Dalam Islam Tradisional di

Palembang…. Hal 29 40 Dr. Zulkifli, MA. Ulama Palembang Pada Abad XIX Peran dan Pemikiranya

Dalam Masyarakt.... hlm 17

73

Page 77: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Diduga Kemas Datuk Muhammad Zain dan syaikh Muhamad Aqib ikut serta dalam perang Menteng. Mereka adalah teman seperguruan, Kemas Datuk Muhammad Zain yang menjadi menantu Abdu Shamad Al-Palembani ikut memimpin perang tersebut tapi dia gugur menjadi syahid fi sabil Allah.41

Berkat usaha para ulama, Tarekat Sammaniyyah terus dipelihara dan dipertahankan di Palembang. Bahkan, tampak ada kegairahan di kalangan masyarakat Palembang untuk melaksanakan ajaran-ajaran dan ritual Tarekat Sammaniyyah. Tidak ada cacatan mengenai keseluruhan jumlah pengikut. Tarekat Sammaniyyah di Palembang untuk menjadi pengikut tersebut tidak perlu mendaftar secara formal tetapi harus memahami dasar-dasar ilmu tauhid. Pengikut tersebut dapat dibagi kepada tiga tingkatan, mubtadi (tingkat dasar), mutawassit (tingkat menegah), dan muntabi (tingkat akhir). Pembagian tingkat tersebut berdasarkan pembagian yan dilakukan oleh Syaikh Abd al-Shamad Al-Palembani.42

Pengikut Tarekat Sammaniyyah di Palembang memang tidak memiliki struktur organisasi secara formal. Tetapi secara informal dan spiritual struktur tersebut tampaknya jelas dan masing-masing pengikut harus menjalankan ajaran dan ritual tarekat sesuai dengan tingkatannya. Juga tidak terdapat aturan-aturan yang bersifat formal yang menggariskan tugas dan kewajiban penganut Terekat.

Dalam rangka memelihara dan mempertahankan Tarekat Sammaniyah guru Tarekat melaksanakan pendidikan dan pengajaran. Kegitan-kegiatan tersebut dilakuakan baik di masjid, mushhallah, maupun dirumahnya sendiri. Pengajaran dan bimbingan diberikan menurut tiga tingkatan murid tersebut sehingga masing-

41 Dr. Zulkifli. MA. Ulama Palembang Pada Abad XIX Peran dan Pemikiranya Dalam Masyarakt.... hlm 16

42 Drs. Zulkifli. Kontinyuitas dan Perubahan Dalam Islam Tradisional di Palembang….hlm77

74

Page 78: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

masing tingkatan tersebut mampu menguasai meteri berdasrkan tingkatan masing-masing

C. Ruang Lingkup Tugas Pejabat Agama di Kesultanan

Struktur pejabat agama di masa kesultanan Palembang mengikuti struktur pemerintahan kesultanan, dimana jabatan tertinggi bidang keagamaan disandang oleh Pangeran Penghulu Nata Agama yang setingkat patih di bawahnya ada khatib penghulu yang menjadi pembantu dan anggota mahkamah syariah.43 Khotib penghulu ini setingkat temenggung. Lalu ada khatib imam menjadi Imam di Masjid Agung dan menyelengarakan pengajian. Yang setingkat rangga. Berikutnya khotib yang membantu pangeran penghulu di tingkat kampung. Yang setingkat dengan demang. Jabatan terendah adalah modin yang membantu khotib imam dalam mengatur Masjid Agung. Pejabat ini setingkat dengan ingebay. Struktur tersebut tampaknya mengikuti struktur di Kerajaan Mataram, tapi dengan perbedaan nama dan sebutan.

Struktur penghulu dibedakan atas penghulu di daerah ibu kota Palembang dan penghulu daerah uluan (pedalaman). Dalam struktur tersebut dinyatakan bahwa Pangeran Penghulu Nata Agama adalah penghulu tertinggi untuk seluruh wilayah kesultanan Palembang. pangeran penghulu Nata Agama berkedudukan di Palembang dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh beberapa pejabat bawahanya.

Pembantu Pangeran Penghulu Nata Agama di ibu kota Palembang meliputi dua puluh orang khatib yang terdiri dari empat khatib penghulu sebagai anggota majelis yang juga disebut khatib hakim, dua khatib imam bertugas sebagai imam Masjid Agung dan empat belas khatib kampung untuk dalam kota Palembang sepuluh orang modim dan marbot; satu orang bilai untuk tiap-tiap kampung. Jumlah pejabat

43 Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam: Di Tengah Pejabat Agama Kesultan Dan Kolonial Di Palembang .hlm102

75

Page 79: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

agama di ibu kota Palembang dari Pangeran Penghulu Nata Agama samapi dengan modin adalah empat puluh orang.

Disamping pejabat agama di pusat kesultanan Palembang, untuk daerah uluan (pedalaman) terdapat juga pejabat agama yang terdiri dari: lebai penghulu yang ada pada setiap marga dan merupakan bawahan pangeran penghulu. Pejabat dibawahnya adalah khatib yang merupakan pembantu lebai penghulu dan berada di setiap dusun.

Pengadilan agama sebagaimana dilaporkan Court telah merupakan bagian dari struktur pemerintahan kesultanan di samping pengadilan Syahbadar dan pengadilan patih. Laporan Court tersebut menyatakan pula bahwa patih merupakan orang yang bisa menyelesaikan perkara dengan berpedoman kepada hukum adat, pangeran penghulu memutuskan perkara berdasarkan hukum Islam dan ajaran dari Al-Qur’an. Sedang Syahbadar tidak disebutkan memutus perkara berpedoman kepada aturan apa. Kemungkinan besar juga berdasarkan hukum adat Hukum Kanun Malaka.44

Pangeran penghulu nata agama adalah ‘’ kepala kerohanian’’ kesultanan yang mempunyai mahkamah. Istilah ‘’ kepala kerohanian’’ dimaksudkan sebagai kepala dalam berbagai urusan keagamaan yang bertujuan untuk mewujudkan ketenangan dan kebahagian rohani uma Islam. Sedangkan istilah sebagai kepala mahkamah dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai perselisihan dan permasalahan yang timbul diantara orang Islam.

Di masa kesultanan tugas penghulu mencakup semua urusan yang berkaitan dengan agama. Sultan hampir secara mutlak menyerahkan tugas-tugas bidang agama kepada pangeran penghulu dalam hal-hal yang berkaitan dengan perselisihan, banding yang diajukan kepada Sultan.

Gambaran ruang lingkup tugas dari pangeran penghulu dapat juga diamati dari tugas-tugas aparat bawahanya. Khotip penghulu atau juga disebut khatib hakim

44Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam: Di Tengah Pejabat Agama Kesultan Dan Kolonial Di Palembang....hlm 104

76

Page 80: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

atau penghulu kecil, bertugas membantu pangeran penghulu yang menyelesaikan tugas-tugas di mahkamah dalam memutuskan perkara perkawinan, perceraian, warisan dan perwalian. Khatib imam bertugas membantu pangeran penghulu dalam menyelenggarakan peribadatan dan pengajaran/ pengajian di Masjid Agung. Karena itu ia juga bertindak sebagai imam tetap dan kepala Masjid Agung. Khatib bertugas membantu pangeran penghulu dalam mengurus dan mencatat perkawinan, kematian dan pengumpulan zakat/ zakat fitrah. Kemudian modin dan martbot membantu khatib imam dalam memelihara Masjid Agung dan membantu menyelenggarakan berbagai kegiatan di Masjid Agung. Sedangkan bilal membantu tugas-tugas keagamaan di tingkat kampung.

Tugas penghulu yang demikian banyak secara sederhana sesuai dengan kajian fiqih klasik dan dikelompokan kedalam tiga bidang utama yaitu.45 a. Bidang Ibadah

- Memimpin Masjid Agung Penghulu mengatur dan memimpin soal-soal

peribadatan di masjid. Dalam melaksanakan tugasnya ia dibantu oleh beberapa pejabat agama lainya seperti khatib, modin dan marbot. Seluruh peribadatan mulai dari sholat jamaah lima waktu, shalat jum’at, shalat Tarawih pada bulan puasa dan shalat Id dan juga mengurus kegiaatan-kegiatan beribadatan lainya, selain dari mengurus semua beribadatan yang dilakukan di masjid, penghulu juga mengurus keuangan masjid, baik yang di peroleh dari sumbangan maupun sadaqoh, hibah, zakat dan wakaf. Di samping itu ia bertangung jawab atas pemeliharaan masjid dan gaji para pegawai masjid.

- Menjadi juru doa

45Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam: Di Tengah Pejabat Agama Kesultan Dan Kolonial Di Palembang.......hal 107

77

Page 81: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Penghulu juga diminta untuk memimpin doa, memohon kepada Allah SWT dalam berbagai peristiwa dan upacara. Di masa kesultanan banyak peristiwa dan upacara yang memerlukan kehadiran penghulu. Doa tersebut biasanya berisikan permohonan untuk keselamatan, kesehatan Sultan dan keluarganya. Juga memohon keamanan, kesejahteraan, kemakmuran negeri dan penduduknya serta mohon tehindar dari bencana dan mala petaka ( doa tolak balak).

b. Bidang kekeluargaan - Mengurus dan mencatat perkawinan

Tugas mengawinkan di ibu kota Palembang, ada pada pangeran penghulu, katib penghulu dan katib, dan untuk di daerah pedalaman oleh lebai penghulu dan khatib. Pangeran penghulu mengawinkan anak sultan dan para bangsawan, khatib penghulu mengawinkan orang yang tidak mempunyai wali, artinya bertindak sebagai wali hakim. Sedangkan khatib mengawikan penduduk di kampung-kampung.

- Menyelesaikan perselisihan antara suami istri Perselisihan suami istri yang tuntutan

perceraian serta perselisihan harta warisan merupakan tugas yang menonjol bagi pengadilan agama. Dalam kaitan ini penghulu bertindak sebagai hakim yang memutuskan perkara karena hal itu sering disebut kadi.

c. Bidang kemasyarakatan - Memberikan fatwa

Sebagai pemimpin agama, penghulu diminta pendapatnya tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan hukum Islam. Penghulu bertindak sebagai mufti (pemberi fatwa) memberikan ketentuan hukum dalam suatu masalah yang berkaitan dengan agama. Fatwa tersebut diberikan penghulu atas permintaan Sultan atau atas pertanyaan banyak orang. Fatwa tersebut oleh

78

Page 82: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Sultan diumumkan kepada masyarakat untuk diketahui dan dilaksanakan. Fatwa juda dipakai oleh Sultan untuk menetapkan awal puasa dan Idul Fitri, serta ada kaitanya dengan kegiatan agama lainya.46

- Menyelengarakan pedidikan dan pengajaran agama Penghulu juga menyelengarakan pendidikan

dan pengajaran agama, mulai dari mengenal huruf dan membaca dan mengaji kitab, belajar membaca al-Qur’an dan belajar shalat serta doa dan ayat-ayat pendek diberikan para penghulu dan pegawainya, kegiatan tersebut dilaksanakan di masjid, langgar dan terkadang di rumah.

- Menjadi juru rembuk ( musyawarah) Bila terjadi perselisihan pendapat antara

berbagai pihak yang sulit dipertemukan, maka penghulu sering dipintak bantuan untuk mendamaikan. Sultan juga pernah meminta penghulu menjadi juru rembuk antara Sultan dengan Belanda dalam mencari perdamaian di Palembang.

- Memelihara harta wakaf Harta wakaf adalah harta yang diserahkan

seseorang untuk jalan Allah. harta wakaf itu dapat berupa tanah, rumah-rumah ibadah, sekolah, perkuburan dan lain-lain.

Kesultanan adalah suatu pusat kekuasaan yang dengan sadar melibatkan tradisi dan ajaran Islam47. Setidaknya secara formal kesultanan adalah suatu wadah yang lebih membuka kemungkinan bagi berlanjutnya proses islamisasi internal. Bukanlah terlalu mengherankan jika Islam berusaha memperkuat wadah tersebut dengan berbagai

46 Husni Rahim. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam: Di Tengah Pejabat Agama Kesultan Dan Kolonial Di Palembang....hlm 109

47Taufik Abdullah. Beberapa Aspek Perkembangan Islam Di Sumatera

Selatan.....hlm 64

79

Page 83: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

institusionalisasi seperti kedudukan kepenghuluan dan manifestasi simbolik.48

Adapun penyiaran agama Islam yang dilakukan oleh para ulama dan mubaligh dilakukan secara damai, tak ada unsur paksaan atau perperangan, mereka yang tadinya beragama Hindu dan Budha dapat masuk Islam tanpa meninggalkan budaya yang mereka miliki.49

Ulama menghapus budaya pembuatan patung, baik patung manusia maupun patung binatang karena hal itu bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam ajaran Islam ada larangan menyembah berhala/patung, sehingga budaya patung secara berangsur-angsur menghilang dari kehidupan masyarkat. Jika masih ada lukisan binatang maupun manusia, lukisan tersebut sudah disamarkan dan disetir sedemikian rupa sehingga tidak nampak lagi gambaran manusia atau binatang.

Kebudayaan yang berkembang di Palembang bukan kebudayaan Islam murni, tetapi merupakan perpaduan budayaan budaya Islam dan budaya lokal yang mendapat pengaruh dari anasir budaya Jawa, Hindu dan Budha, serta Arab, Cina dan Melayu. Perpaduan antar budaya dan antar etnis yang sangat beragam tersebut, merupakan miniatur Indonesia kecil yang semboyan Bhinika Tunggal Ika, yang maknanya, meskipun berbeda-beda adat budaya, bahasa, agama, etnis, namun tetap satu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan keberagaman ini telah memperkaya khazanah budaya bangsa yang menjadi jati diri dan identitas budaya bangsa, sebagai budaya nasional.

48 Taufik Abdullah. Beberapa Aspek Perkembangan Islam Di Sumatera Selatan.....hlm 65

49 Seno Rois Leornard Arios. Makna Lambang Pada Bangunan Dan Lukisan Makam Raja-Raja Palembang. (Palembang Padang Press 2009). hlm 98

80

Page 84: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

D. Syair Perang Menteng Bernuansa Syar’i Perang Menteng adalah istilah lain untuk menemani

perang Palembang antara kesultanan Palembang Darussalam ( Sultan Mahmud Badaruddin II) dengan pasukan Belanda yang dipimpi oleh Komisaris Edelheer Muntighe yang disebut dalam bahasa Melayu Palembang menjadi Idelir Menteng.50 Melalui syair perang Menteng Sultan Mahmud Badruddin II bisa membius ribuan prajurit yang akan mengikuti perperang melawan Kolonial Belanda. Syair perang menteng berisikan bait-bait yang menyampaikan jihad perjuangan pelawan penjajah kafir dari bumi Palembang.51

Syair perang Menteng tentang ketrelibatan langsung para haji yang mungkin penganut Sammaniyah, dalam perang melawan tentara Belanda yang bernada jihad ini, melukiskan dengan cukup realitas kegagalan ekspedisi Belanda di Tahun 1819.

Adapun ulama pada masa itu yang mengikuti perperangan, semuanya kumpul di luar kota, duduk di tepi Sungai Musi, semuanya dengan senjata lengkap, ketika haji-haji berkumpul mereka berzikir ketika ketua haji sampai mereka berangkat sambil menghunus senjatanya yang di kepalai oleh Haji Zaen dan haji Lanang, Ki Emas Said, Ibnu, Ki Emas Haji Ahmad.52

Ulama pada akhir kesultanan yaitu, Kemas Haji Muhammad Zain, misalnya, adalah menantu dari Khalifah Abdus Shamad Al- Palembani . Demikian juga, syaikh Muhammad Aqib adalah salah seorang murid Abdu Samad Al- Palembani yang sangat terkenal.53 Yang penting ditekankan disini adalah kebanyakan mereka pernah mengenyam pendidikan di tanah suci dan mereka adalah

50 Kemas A. Racman Panji,Dkk. Syair Perang Menteng. (Palembang Rafah Press 2010). Hlm 2

51 Kemas A. Racman Panji,Dkk. Syair Perang Menteng….hlm3 52 Nindya Noegraha. Asal-Usul Raja-raja Palembang Dan Hikayat Nakhoda

Asyiq Dalam Naskah Kono. (Jakarta Perpusnas 2001)hlm 59 53 Dr. Zulkifli, MA. Ulama Palembang Pada Abad XIX Pemikiran dan Perannya

dalam Masyarakat....hal 86

81

Page 85: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

guru atau pengikut tarikat Sammaniyah. Tampaknya melalui jaringan tarikat ini para ulama dan haji tersebut berhasil memukul pasukan Belanda dalam Perang Menteng yang terjadi pada tahun 1819M. Kaum mujahiddin yang dimotori oleh ulama tarekat tersebut mempersiapkan diri mereka untuk berjihad fi sabil li Allah dengan membaca asma Allah, berzikir dan membaca ratib dengan suara keras, mereka menyerang pasukan Belanda tanpa merasa gentar menghadapi maut. Dengan semangat dan keberanian yang tinggi para mujahiddin Palembang berhasil menangalkan serangan pertama pasukan Belanda.

Tarikat Sammaniyah adalah tarikat yang dinisbahkan kepada seorang sufi terkenal Syaikh Muhammad Samman yang secara lengkap bernama Muhammad Bin’ Abd Al-Karim Al- Sammani Al-Madani Al-Qadiri Al-Quraysyi. Ulama sufi yang kerap dipangil Samman ini lahir di Madinah tahun 1132H/1718M dan wafat tahun 1189H/1775M.54

Muhammad Samman kemudian mengajarkan tata cara zikir, wirid dan ajaran-ajaran tasawuf sebagai tarikat yang ia pelajari dan dilengkapi dengan berbagai tambahan yang ia susun sendiri. Gabungan dari berbagai tarikat tersebut dikenal dengan nama baru yaitu Sammaniyyah. Semasa hidupnya Syaiikh Muhammad Samman tidak hanya aktif dalam berdakwa mengajarkan agama keberbagai daerah tetapi juga menjadi penulis yang produktif terutama dalam bidang tasawuf dan tarekat.

Diantara para murid yang terkenal dan paling besar perannya dalam menyebarkan tarikat Samaniyyah di Nusantara adalah Syaikh Abdul Shamad Al-Palembani (1704-1789M). Ia adalah sufi asal Palembang yang paling terkenal dan produktif. Selain Abdul Shamad Al-Palembani, terdapat paling tidak dua ulama Palembang yang berguru langsung kepada Syaikh Muhammad Samman. Yaitu, Muhammad Muhy al-Din bin Syihab al-Din dan Kemas

54 Dr. Zulkifli, MA. Ulama Palembang Pada Abad XIX Pemikiran dan Perannya dalam Masyarakat....hlm 87

82

Page 86: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Muhammad bin Ahmad. Keduanya dianggap andil dalam menyebarkan torikat Sammaniyah di daerah Palembang.55

Syaikh Abd Al-Shamad juga perna menunjuk menantunya, kemas Haji Muhammad Zain, sebagai guru tarikat sammaniyah. Muhammad Zain perna menjadi pemimpin perang dalam perperangan melawan pasukan Belanda pada tahun 1819M yang dikenal dengan perang Menteng. Hal ini ditulis dalam syair perang menteng:

Diikutilah segala Haji yang garang Haji Zain kepalanya sekarang Itulah mulahnya jadi perperangan Dikota lama sampai diserang

Hijrahnya sultan Mahmud Badaruddin II ke daerah pedalaman membawa pengaru besar di masyarakat uluan (pedalaman).56 Di pedalaman Sultan Mahmud Badaruddin II mengobarkan semangat perang jihad kepada rakyat dengan semboyan perang melawan kafir. Dengan semboyan tersebut para ulama maju sebagai obor pembakar semangat perlawanan.

Yang terpenting dicatat disini, tahun 1819 M telah terjadi perperangan antara guru dan pengikut Tarekat Sammaniyyah dengan pasukan Belanda. Dalam perang Menteng tersebut gabungan tarekat dan haji berhasil memukul mundur pasukan Belanda.. Dalam peristiwa tersebut amalan-amalan Tarikat Sammniyyah dipakai dalam berjihad fi Sabilillah. Cerita lengkap mengeni perang menteng tersebut dilukiskan dalam Syair Perang Menteng yang berjumlah dua ratus enam puluh bait. Berikut dikutip beberapa bait penting yang berkenaan dengan keterlibatan para guru dan penganut tarikat.

55 Dr. Zulkifli, MA. Ulama Palembang Pada Abad XIX Pemikiran dan Perannya dalam Masyarakat....hlm 88

56 Dra. Triana Wulandari. Syarikat Islam dan Pergerakan Politik di Palembang. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta 2001. Hal 19

83

Page 87: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Berkumpulah haji tua dan muda Menghadap duli tunduk tengadah Memohon kepada duli Baginda Hendak mengamuk rakyat Holada Delapan belas hari raya sabtu Bulan Sya’ban ketika waktu Pukul empat jamnya itu Haji berzikir di pamarakan tentu Haji ratid di pengadapan Berkampung bagai menghadap ayapan Tidaklah ada malu dan sopan Ratib berdiri berhadapan La ilaha illallahu dipalukan ke kiri Kepada hati nama sanubari Datanglah opsir memeriksa berdiri Haji berangkat opsirpun berlari Haji berteriak Allahu Akbar Datang mengamuk tak lagi sabar Dengan tolong Tuhan Malik Al-Jabar Serdadu Menteng habislah bubar Haji berteriak sambil memandang Hai kafir marilah tandang Syurga bernaung di mata pedang Bidadari hadir dengan selendang Disitulah haji lama berdiri Dikerumbungi serdadu Holanda pencuri Lukanya tidak lagi terperih Fanahlah haji lupakan diri

84

Page 88: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Kaum haji di gambarkan dalam syair ini adalah orang-orang tarekat.57 Walaupun sang penyair tidak menyebut nama tarekat, tidaklah sulit untuk menarik kesimpulan bahwa mereka mengamalkan amalan tarekat Sammaniyyah. Tarekat tersebut memang telah berkembang di Palembang dibawah dari tanah suci oleh murid-murid Abdul Samad Al-Palembani pada penghujung abad 18.

Selain itu syair perang menteng menceritakan perlawanan yang dilakukan oleh para priyayi dan tokoh-tokoh lokal seperti perlawanan para haji dan rakya Palembang yang dipimpin oleh haji Zain bahu membahu mempertahankan diri sekuat tenaga. Dalam syair ini diceritaka pula bagaimana kegigihan rakyat Palembang dengan senjata apa adanya berjuang tanpa rasa takut dan siap mati, Palembang berhasil memukul mundur pasukan kolonial meskipun haji Zain sang komandan gugur sebagai syuhada yang berjihad di jalan Allah.

Gambaran di atas adalah hanya sebagian kecil dari sekian bait yang terdapat pada syair perang Menteng yang menggambarkan semangat jihad dan perjuangan wong Palembang melawan penjajah. Dengan semangat dan keberanian yang tetap bergelora mereka berhasil mengalahkan serangan pasukan-pasukan Belanda meski harus bersimbah dara.

Diduga kuat syair ini dibuat setelah perang Menteng ( Perang Palembang) tahun 1819 tepatnya pada hari sabtutanggal 18 Sya’ban pukul 06.00 (pagi) oleh Sultan Mahmud Badarudin II Pangeran Ratu (SMB II), kemudian syair ini banyak diulang oleh para priyayi dan Wong Palembang pada masa itu sebagai kitab sastra yang paling diminati, ada kemungkinan kyai pedatukan adalah salah seorang yang ikut menulis ulang naskah syair perang menteng.58

57 Dr. Zulkifli, Ulama Palembang Abad XIX Peranan dan Pemikiranya dalam masyarakat....hlm 54

58 Dr. Zulkifli, MA. Ulama Palembang Abad XIX Peranan dan Pemikiranya dalam masyarakat....Hal 55

85

Page 89: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

86

Page 90: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

BAB V PENGARUH ISLAM

KEPADA MASYARAKAT PALEMBANG

A. Islam di Palembang, 1821-1881 Pengaruh Belanda pada daerah pedalaman kesultanan

Palembang bermula dengan kekalahan Sultan Mahmud Badruddin II ( 1 Juli 1821 ).1 Kekalahan sultan Mahmud Badaruddin II dikarenakan siasat Belanda yang licik. Hari minggu berdasarkan kesepakatan antara Sultan dan pihak Belanda bawasahnya hari itu perperangan ditunda karena Sultan menghargai hari suci umat Kristen. Momen ini ternyata dimanfaatkan oleh pihak Belanda ketika Sultan dan para tentara yang lengah pasukan Belanda menyerang dan kekalahan itupun tak bisa dihindari. Sejak kekalahan ini, kekuasaan Sultan penggantinya telah sangat dikurangi dengan penempatan seorang patih (karma jaya) yang bertanggung jawab atas pengawasan daerah pedalaman. Setelah kekalahan Sultan Mahmud Badaruddin II, yang menjadi residen Palembang ialah J.L. Van Seven Hoven. Dialah yang menyodorkan kontrak pada Sultan yang baru untuk mennyerahkan segala sesuatu mengenai pemerintahan kepada Belanda dengan menerima tunjangan yang tetap. Dalam tahun 1823, keadaan Sultan telah menjadi sedemikian sulitnya, sehingga terpaksa menyerahkan kekuasaan dengan penggantinya uang untuk kelurganya dan para pembesar- pembesarnya. Resedin inilah yang meletakan politik penjajahan yang pertama di Palembang, dengan ini hapuslah kesultanan Palembang.2

Setelah kekuasaan di kesultanan Palembang ada di tangan Belanda untuk menjamin kelancaran birokrasi pemerintahanya, diadakan perubahan-perubahan. Seluruh

1 Marzuki Ab Yass. Kerusuhan-Kerusuhan Di Daerah Pedalaman Kesultanan Palembang Abad Ke-1 …..hlm 02

2 Marzuki Ab Yass. Kerusuhan-Kerusuhan Di Daerah Pedalaman Kesultanan Palembang Abad Ke-19 ….hlm 02

86

Page 91: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

daerah Palembang dipecah dalam wilayah-wilayah besar. Dalam suatu wilayah tertentu ditempatkan pegawai pribumi yang disebut Kepala Devisi. Sejumlah besar Reban dan Jenang yang sebelumya merupakan wakil Sultan di daerah-daerah pedalaman disingkirkan, digantikan oleh kepala-kepala Devisi. Pajak-pajak atau kewajiban-kewajiban yang di bebankan Sultan kepada rakyat dihapuskan, diganti dengan pajak-pajak tanah yang sangat liberal, tugas-tugas pengawasan dalam pelaksanaan penarikan pajak tanah, pengawasan supaya pemerintahan Belanda dipatuhi, dilaksanakan bersama-sama oleh kapal-kapal Devisi dan kapal-kapal Marga/Dusun. Ini berarti ada dua pihak yang memerintah yang satu wakil Belanda dan yang satunya kepala-kepala yang langsung dipilih rakyat.

Kedatangan kolonial mempengaruhi kebudayaan kota mengalami perubahan struktural selama dasarwarsa pertama pemerintahan. Pada tahun 1821, ekspedisi militer dikirim dari Batavia untuk mengakhiri kemerdekaan politik kesultanan Palembang, dan mulai tahun itu Palembang memiliki sejumlah pemerintahan mengenai Islam di kota Palembang yang di sasarkan pengamatan langsung dari penguasa baru.3 Sebelum Residen Belanda menjadi penguasa baru di Palembang, hanya sedikit yang diketahui Belanda tentang masyarakat Palembang dan struktur kesultanannya. Namun, sesudah kesultanan secara resmi disatukan dengan negara kolonial, pengumpulan informasi mengenai daerah jajahan baru ini menjadi tugas mendesak para pegawai Belanda. Pegawai Belanda yang begitu rajin melaporkan pengamatan mereka kepada atasannya, tampaknya tidak terkesan ada praktek religius penduduk kota. J.J Van Seven Hoven, yang pada tahun 1822 sebagai komisaris pemerintah ke Palembang, dalam uraian tentang ibu kota Palembang hanya mencatat beberapa pengamatan yang pendek tentang praktek keagamaan.

3 Jeroen Peeters. (Kaum Tou- Kaum Mudo Perubahan Religius Di Palembang 1821-1942). (Jakarta INIS 1997). hlm 07

87

Page 92: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Dari apa yang disana-sini saya sebutkan secara sambil lalu tentang agama, dapat disimpulkan, bahwa mereka menganut agama Islam. Mereka mempraktikan agama mereka dalam khitanan, perkawinan dan upacara lain; tetapi disamping itu, mereka dianggap segala sesuatu yang bersifat takhayul, baik oleh yang ada di Jawa maupun oleh kisah turun-temurun agama yang menyembah berhala. Begitu rajinnya orang Arab mematuhi kewajiban agama seperti waktu sholat, puasa, dan sebagainya, begitu sedikit orang Palembang menghiraukanya. Mereka paling banyak, yang bahkan patut dicela tidak peduli dan tidak beragama.4 Gambaran tentang kehidupan beragama pada paroh

pertama abad ke-19, kemudian dapat dilengkapi dengan Laporan Tahunan Residen Palembang dari tahun 1834 dan 1835. Didalamnya dikemukakan, bahwa ‘’golongan pendeta’’ di Palembang cukup besar, tetapi tidak bersikap keras terhadap kepemerintahan kolonial. Kyai-kyai ini hanya mencoba meningkatkan ketaatan beribadah masyarakat Palembang ; suatu usaha yang belum menghasilkan bukti yang nyata pada tahun 1830-an. Dalam pembicaraanya degan residen Palembang, pangeran penghulu sebagai kepala birokrasi agama bahkan mengelu tentang tidak ada ketekunan beragama penduduk Palembang. Kurangnya perhatian antara lain terlihat dari sedikit keinginan untuk mengikuti sembayang ( Sholat) Jum’at di masjid agung Palembang.

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa pada paroh pertama abad ke-19, Islam belum diangap sebagai ancaman oleh penguasa kolonial. Akan tetapi mulai pertengahan abad ke-19 pembentukan pendapat dikalangan kolonial tentang Islam di Palembang akan mengalami perubahan yang mendasar. Sesudah tahun 1850, di kalangan pengawai

4 Jeroen Peetres. Kaum Tou- Kaum Mudo Perubahan Religius Di Palembang 1821-1942….hlm 7

88

Page 93: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

pemerintahan kolonial terhadap pendapat umum bahwa penduduk kota justru sangat shaleh, dan taat memenuhi kewajiban agama mereka. Meskipun demikian, orang Palembang belum diangap fanatik oleh penguasa Bekanda; kehidupan beragama tetap terbatas pada penunaian ibadah, seperti sholat Jum’at, berpuasa pada bulan Rahmadan. Uraian ini senada dengan apa yang di sampaikan Azyumardi Azra, pada paruh kedua abad ke-19, dan khususnya dalam perempatan terakhir, Islam di Asia Tenggara mengalami suatu kebangkitan agama barangkali lebih tepat disebut suatu usaha kehidupan keagamaan dalam kebutuhan yang besar.5

Untuk penulis membuktikan peristiwa ini, demi kemudahan argumentasi pertama-tama akan kita perhatikan perubahan yang terjadi dalam stuktur sosial masyarakat kota akibat kekuasaan kolonial. Lalu akan perhatikan proses Islamisasi yang menunjukan, sejauh mana proses ini dipengaruhi oleh perubahan sosial. a. Kaum priyayi: jatunhya kesultanan dan runtuhnya kraton

Pada bulan Juni 1821 dipersiapkan ekspedisi militer besar di bawah pimpinan Mayor Jendral H.M. De Kock guna menaklukan perlawanan sengit terhadap imperislisme Barat.6 Sesudah pertempuran dua minggu, ekspedisi ini berhasil merebut keraton Palembang dan membawah Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai tawanan ke Batavia. Kejadian yang dramatis ini tidak berarti bahwa riwayat kesultanan Palembang sudah tamat. Sebagai pengganti Sultan Mahmud Badruddin II, pemerintahan Belanda kini mengangkat Pangeran Prabu Anom, putra Sultan Ahmad Najamuddin II, sebagai raja Palembang dengan gelar Susuhunan Husin Dia’uddin. Pergantian penguasa ini, yang disertai oleh pengasingan Sultan Mahmud Badaruddin II. Ketika pada tahun 1823 penjajah Belanda menyodorkan kontrak baru kepada

5 Azyumardi Azra. Perspektif Islam Di Asia Tenggara. (Jakarta Yayasan Obor Indonesia 1989). hlm 50

6 Jeroen Peeters. Kaum Tou- Kaum Mudo Perubahan Religius Di Palembang 1821-1942. …hlm 08

89

Page 94: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Sultan guna menyerahkan kedaulatan kerajaan kepada Belanda. Keinginan Belanda ditolak oleh Sultan dan susuhunan, dan pada bulan November 1824, bersama pengikut yang setian mencoba melawan arus sejarah dengan melakukan serangan atas Belanda di Palembang. Serangan itu gagal dan kedua raja Palembang akhirnya ditawan dikirim ke Batavia.7

Di lingkungan keraton Palembang yang berorientasi kepada kebudayaan keraton Jawa, agama Islam mempunyai kedudukan tersendiri. Kesan pertama hubungan antar Negara dan agama kelihatanya sangat erat, seperti yang dibuktikan oleh birokrasi agama di istana Palembang. Birokrasi ini dipimpin oleh seorang pegawai dengan gelar Pangeran Penghulu Nata Agama, yang pada zaman kesultanan biasanya berasal dari keluarga sultan. Para pangeran penghulu terutama bertangung jawab atas pelaksanaan upacara keagamaan di Masjid Agung, yang pada masa kesultanan merupakan satu-satunya masjid di Palembang. Sebagai cerminan dari hubungan erat antara kerajaan dan agama Islam, sebuah masjid yang didirikan diatas tanah wakaf sultan Palembang, yang terletak persis dibelakang keraton lama.

Sejak dihapuskanya kesultanan Palembang pada tahun 1825 sebagai akibat kekalahan Sultan Mahmud Badaruddin II, maka kota Palembang statusnya berubah menjadi daerah keresidenan.8 Keresidenan Palembang dapat dibagi beberapa afdeeling, kecuali ibu kota Palembang. Tiap-tiap afdeeling membawahi order-afdeeling yang dipimpin oleh contreleur dan tiap-tiap order-afdeeling terdiri dari marga-marga yang diperintah oleh seorang kepala marga atau sering disebut pasirah. Sedangkan ibu kota Palembang sendiri dibagi dalam dua

7 Jeroen Peeters. Kaum Tou- Kaum Mudo Perubahan Religius Di Palembang 1821-1942. …hlm 08

8 Jumhari. Sejarah Sosial Orang Melayu Keturunan Arab dan Cina di Palembang Dari Masa Kesultanan Palembang Samapi Reformasi. (Padang BPSNT Padang Prees 2010). Hlm. 48

90

Page 95: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

distrik yaitu distrik seberang Ulu dan distrik seberang Ilir.

Pada masa ini di wilayah keresidenan Palembang terdapat lima belas distrik dan empat puluh order distrik yang masing-masing dikepalai oleh seorang Demang dan asisten Demang, serta 174 marga yang terbagi dalam berbagai dusun dan kampung. Adapun pembagian afdeeling dan order-afdeeling di keresidenan Palembang adalah sebagai berikut: daerah ibu kota Palembang terbagi dalam dua distrik. Yaitu distrik seberang Ilir dan distrik seberang Ulu afdeeling Palembang Ilir atau dengan ibu kotanya Sekayu, yang membawahi beberapa order-afdeeling.

Pada masa kolonial Belanda terjadi perubahan yang cukup dramatis, yakni sejak dimulainya penerapan kebijakan kekuasaan kolonial. Perubahan yang tampak jelas adalah terjadinya penggolongan masyarakat berdasarkan ras, dimana orang Barat ditempatkan sebagai golongan atas, orang Timur Asia seperti Cina dan Arab serta bangsa Asia lainya, berada dilapisan kedua sedangkan mayoritas kelompok pribumi berada dalam strata sosial paling bawah.

Kondisi ini semakin kokoh dengan adanya pengelompokan pemukiman berdasarkan garis etnik tertentu. Seperti di Batavia, semarang. Termasuk pula Palembang telah dijumapai kampung-kampung berdasarkan katagori tersebut, seperti kampung Cina, kampung Arab, Kampung Jawa, kampung Bugis dan kampung etnik lainya, yang mencerminkan pemisahan secara fisik.

Belanda tidak berhasil menguasai semua aspek kehidupan sosial di masyarakat Pelambang, namun perubahan sosial-budaya datang juga dari luar arus migrasi dari Hadramaut ke Asia Tenggara, sudah mencapai Palembang sejak tri-wulan terakhir abad ke-18.

Agama kembali menjadi pokok pembicaraan. Bagaimana perbedaan antara kota dan daerah pedesaan

91

Page 96: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

ini dirumuskan oleh penguasa kolonial. Pokok yang paling utama adalah agama, demikian laporan utama residen De Kock tahun 1842.9 Jika ibu kota Palembang lenyap dari pandangan, sebagian besar penduduk memang muslim, tetapi mereka sebenarnya cenderung untuk menyembah berhala seperti menyembah pohon-pohon besar, batu-batu besar yang mereka angap keramat. Dan hampir tidak mengikuti pokok-pokok ajaran agama Islam. tetapi praktek agama di Iliran (perkotaan) Palembang berbeda dengan Uluan (pedalaman Palembang) Palembang. Di daerah pedalaman yang relatif terasing, proses islamisasi masih rendah tarafnya. Orang pedalaman masih menyembah berhala, meskipun pura-pura muslim; kecuali beberapa kepala kampung, tidak seorangpun yang sholat dan masjid. Mereka mempercayai roh baik dan jahat (hantu) dan sangat menindahkan pujian-pujian mereka.

Tiap-pembagian ruang antara kota Palembang, Iliran dan Uluan pada abad ke-19, akan terlihat bahwa dikalangan orang Belanda tergambar relatif bagus. Berbeda dengan gambaran dinamis mengenai Islam di ibu kota , gambaran Islam di pedesaan pada abad ke-19, hampir tidak mengalami perubahan suatu struktur ruang yang statis terlihat dari sumber kolonial. Gambaran itu tentu relatif dari kota tentu ada rangsangan dari pedesaan disekelilignya. Pegawai pemerintahan Belanda memperhatikan, bahwa elit kota Palembang memilki kewibawaan tertentu atas rakyat pedesaan. Pengaruh kota atas masyrakat pedesaan susudah tahun 1860 makin menarik perhatian pegawai pemerintah. Abad ke-19 makin banyak pemberitahuan dalam laporan pegawai mengenai meningkatnya dinamika hubungan kota dan pedesaan.

b. Tarekat di Palembang

9 Jeroen Peeters. Kaum Tuo Kaum Mudo Perubahan Religius Di Palembang 1821-1942 ….hlm 33

92

Page 97: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Meskipun pengaruh sayid atas pola kebudayaan orang Palembang cukup besar, dalam beberapa hal praktek agama para Alawiyin (orang Arab) menyimpang dari penduduk pribumi. Dikalangan Alawiyin di Palembang, tarekat ini tidak menikmati popularitas besar. Eksis-eksis organisasi religius ini dipandang dengan sikap menghina oleh masyarakat Palembang pada awalnya.10 Cara mistik Islam di Hadramaut menyebabkan berdirinya tarekat khas dikalangan sayid, bernama tarekat Alawiyah, sesuai dengan organisasi kelurga Ba’Alawi, tarekat ini mempunyai cabang lain, seperti Alaydrusyah, Alatasiyah dan Alhadadiyah. Para Alawiyin biasanya lebih suka bergabung dengan tarekat Alawiyah. Dengan demikian, tarekat ini memperoleh sifat khusus, dan mencerminkan kebutuhan dikalangan sayid untuk memisahkan diri dari golongan awam.

Petunjuk dini penyebaran tarekat di Palembang dijumpai dalam bentuk naskah berbahasa melayu, berjudul Sabil al-Hidayah wa al-Rasyad. Karya sayid Akhamd bin Hasan bin Abdullah Alhadad ini mengandung penjelasan tentang Ratib Alhadad.

Sifat langsung tarekat Alawiyah mencegah sayid untuk berperan dalam penyebaran tarekat lain. Karena di Palembang spiritual tidak berjalan dengan baik selanjutnya diisi oleh tarekat Sammaniyah, nama tarekat ini berasal dari nama pendirinya Syekh Muhammad Abdulkarim Samman lahir di Madina tahun 1132 H (1718 M).11

Dari data ini dapat disimpulkan, bahwa para Sultan Palembang mempunyai peranan penting sebagai pelindung Sammaniyah. Runtuhnya keraton pada tahun 1821 mengakhiri pula hubungan erat antara negara dan agama. Akan tetapi, runtuhnya kesultanan bukan berarti

10 Jeroen Peeters, Kaum Tou Kaum Mudo Perubahan Religius Di Palembang 1821-1942. Vandeberg 1886:85 di kutip dalam buku Joeren Peeters …. hal. 22

11 https://id. Wikipedia.org/wiki/Syekh_Muhammad_as-Samman al- Madani. Di ambil hari Rabu, 24-06-15. Jam 12:29 wib.

93

Page 98: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

bubarnya Sammaniyah. Untuk ningrat Palembang, tarekat ini justru menjadi kerangka alternatif pengganti masyarakat keraton. fungsi sosial ini sesudah 1821 terutama dikembangkan oleh penembahan Bupati, saudara lelaki Sultan Mahmud Badaruddin II dan Sultan Ahmad Najamuddin II, yang diizinkan tinggal di Palembang. Sebagai satu-satunya mantan pembesar keraton, penembahan Bupati menerima pensiun Nlg. 600,- sebulan, yang memungkinkan memelihara suatu jaringan sosial yang luas disekitar kediamannya di dekat keraton di kampung 27 Ilir. Terpencil dari tiap kegiatan politik, penembahan Bupati selanjuntnya bertindak sebagai pelindung agama. Tidak diragukan lagi usahan penembahan Bupati dapat dikaitkan dengan tarekat Sammaniyah.

B. Dinamika Islam di Masa Awal Zaman Kolonial

Di masa kolonial, penghulu dengan para pegawainya adalah pelaksana program dan kebijaksanaan pemerintah Belanda. Penghulu ini bersifat pasif. Artinya seluruh kegiatanya telah ditentukan dan diatur serta diawasi. Ketergantungan penghulu pada pemerintah kolonial tinggi sekali, karena pengangkatan dan pemberhentian ditetapkan oleh pejabat Belanda. Tidak ada wewenang yang dilimpahkan kepada Pangeran Penghulu sebagaimana di masa kesultanan. Oleh karena itu, maka syarat utama calon penghulu adalah harus loyal dan tidak fanatik.12 Memutus perkara berdasarkan al-Qur’an.

Sebagai bagian dari sistem birokrasi pemerintahan kolonial, pelaksanaan tugas penghulu mencerminkan kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda dalam menghadapi orang Islam.

Ketentuan formal yang berkaitan dengan kebijaksanaan pemerintah kolonial terhadap Islam di

12 Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam: di Palembang tentang pejabat agama masa kesultanan sampai kolonial Belanda…. hlm. 153.

94

Page 99: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Palembang dapat di amati pada Tratat 11 Zulhijjah 1238 H (20 agustus 1822). Dalam tratat tersebut dinyatakan bahwa: ‘ pemerintah Belanda masih mengakui adanya lembaga di bawah Pangeran Penghulu

Dalam Staatsblad 1820 No. 22 ini pemerintah Belanda telah meningkatkan kebijaksanaanya dari kebijaksanaan tahun 1808 dengan menambahkan pengawasan kepada para Bupati terhadap persoalan-persoalan agama Islam. Dengan adanya Staatsblad ini menimbulkan penafsiran bahwa para Bupati adalah ‘’ kepala agama’’ ada pula yang menafsirkan Bupati adalah ‘’ kepala polisi’’ kemudian timbul pula ketidakjelasan tentang siapa yang dimaksudkan sebagai priester, apakah para penghulu atau para kyai.

Ketidak jelasan ini menurut Steenbrink dimungkinkan karena Staatsbland 1820 No. 22 tersebut, sebenarnya tidak bermaksud untuk mengatur pengadilan agama secara terperinci. Yang diatur hanyalah daftar kewajiban para bupati.13

Penafsiran bahwa para Bupati adalah ‘’ kepala agama’’ tampaknya telah berkembang luas dan diakui paling tidak didiamkan tanpa di umumkan oleh pajabat Belanda seperti dinyatakan Snouck Hurgronje yang dikutip dalam buku Dr. Husni Rahim, ia mengatakan bahwa:

Hampir semua pegawai pemerintahan berbangsa Eropa di daerah- daerah yang hingga sekarang dikunjungi ( Banten, Betawi, Priangan, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Banyumas, Begelen), menganggap bertentangan dengan Lembaran Tambahan yang baru dikutip bahwa para bupati ( berturut-turut kepala distrik) menjadi kepala agama.14

13 Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam: di tentang pejabat agama kesultanan dan kolonial di Palembang…hlm 155

14 Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam: di tentang pejabat agama kesultanan dan kolonial di Palembang…hlm 155

95

Page 100: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Snouck Hurgronje mengeritik secara tajam dan

berulang-ulang terhadap penafsiran yang keliru tersebut. Usahanya tersebut akhirnya berhasil melepaskan penghulu dari pengaruh langsung para bupati dan selanjutnya ditempatkan dibawah Gubernur Jendral. Dan melalui peraturan tahun 1832 No. 43 ini, keterlibatan langsung pemerintah kolonial terhadap masalah Islam di daerah Palembang sudah diakui secara formal. Lain halnya dengan di Jawa, dimana pemerintah Belanda masih ‘’ malu-malu’’ ikut campur dalam urusan agama Islam. Boleh jadi karena perbedaan sikap tersebut, karena Palembang telah menjadi daerah yang beradah langsung di bawah kekuasaan Belanda setelah Kesultanan di hapuskan. ditetapkanya Undang-undang Simbur Cahaya- yang telah disesuaikan oleh Belanda pada tahun 1854, maka tugas para penghulu dengan pegawainya mencakup pencatatan jiwa (kematian dan kelahiran) dan ikut menarik penarikan pajak yang dilakukan oleh pasirah. Hal ini juga menunjukan bahwa penghulu tidak hanya dibebani dalam urusan agama Islam, tapi juga dalam urusan lainya. Adapun pengajaran agama Islam oleh pemerintah kolonial Belanda secara ketat ditetapkan melalui Staatsblad 1905 No. 55 tentang pengawasan atas pengajaran agama Islam. ini juga mewajibkan setiap guru agama Islam untuk meminta dan memperoleh izin mengajar. Hal ini berlaku di Jawa dan Madura, tetapi kebijaksanaan nantinya akan ditetapkan secara luas untuk seluruh Indonesia.

Snouck Hurgronje memperinci macam-macam guru agama dan alasan kenapa perlu diawasi. Terhadap guru mengaji Al-qur’an, menurut Snouck Hurgronje pengajaranya tidak pernah mempunyai arti politik, meskipun begitu guru-guru ini sepantasnya disuruh tunduk kepada pengawasan yang diatur oleh undang-undag.15 Terhadap guru mengaji kitab, terutama yang membahas kitab fiqih, apa lagi yang membahas masalah jihad, hak dan kewajiban orang bukan

15 Dr. Zulkifli, M.A. Ulama Palembang Pada abad XIX Pemikiran dan Perannya pada Masyarakat…. hlm 90

96

Page 101: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Islam dan tata Negara Islam, pantas diberi pengawasan dan perhatian yang sebesar-besarnya, terutama pada guru yang fanatik.

Terhadap guru tarekat, harus dibedakan antara guru tarekat yang mementingkan jumlah murid dan materi belaka. Guru tarekat yang mencanagkan musibah-musibah bagi kolonial, tampilnya seorang imam Mahdi dan berusaha mendapat pengikut tanpa tujuan mengumpulkan uang. Untuk guru tarekat jenis pertama, tidak membahayakan sepanjang tidak menganggu ketertiban umum dan kesusilaan. Sedangkan kepada guru terekat jenis kedua, perlu dicabut izinya. Terhadap guru-guru yang berfungsi sebagai dukun, ini tidak termasuk dalam pengertian undang-undang ini dan masalahnya diserahkan saja kepada polisi rahasia.

Kebijaksanaan pengawasan terhadapa pengajaran agama Islam, pada dasarnya dimaksudkan untuk mengendalikan dan mencegah guru agama menjadikan lembaga pengajaranya sebagai sarana menghimpun kekuatan dan membenci penguasa Belanda.

C. Peranan Ulama Palembang Masa Kolonial Belanda.

Keruntuhan kesultanan Palembang pada tahun 1823M membawa implikasi kepada perubahan struktur dan fungsi ulama. Tentu saja tidak ada lagi ulama kesultanan setelah kesultanan dihapuskan pemerintah kolonial Belanda.16 Pada masa kolonial ulama terbagi menjadi dua macam, yaitu, pertama ulama bebas dan yang kedua ulama birokrat atau ulama penghulu yang berkedudukan dalam sistem kekuasaan tradisional. Menurut Ibnu Qoyim Ismail yang dikutip dari hasil penelitian Drs. Zulkifli, kedua kelompok ulama tersebut menyelenggarakan dua jalur dalam penyebaran Islam yang saling melengkapi. Ulama bebas menggeluti jalur akidah dan tasawuf sedangkan ulama pejabat atau penghulu bergerak pada jalur ilmu fiqh yakni tata hukum dan perundang-undang dan peradilan. Berbeda dengan ulama bebas di Jawa yang

16 Dr. Zulkifli, M.A. Ulama Palembang Pada abad XIX Pemikiran dan Perannya pada Masyarakat…. hlm 90

97

Page 102: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

pusat kegiatannya di pesantren, Palembang ulama melaksanakan kegiatan pendidikan dan pengajaran di rumahnya sendiri, di langgar, atau di masjid-masjid baru dan kegiatan dakwa Islam di dearah pedesaan.17

Runtuhnya kesultanan lebih memberi peluang yang besar bagi golongan Arab untuk mendominasi bidang agama yang sebelumya sudah diberikan posisi istimewa dari Sultan. Tampaknya, pada masa kesultanan , ruang ditentukan oleh Sultan, sebaliknya pada masa kolonial mereka menjadi ulama bebas yang memiliki peluang untuk mendominasi bidang agama. Para sayid biasanya memang sangat memperhatikan ketaatan- ketaatan ritual agama. Untuk itu, mereka membangun rumah ibadah atau langgar di wilayah perkampungan sendiri. Keuntungan dalam perdagangan memang memungkinkan mereka untuk mendirikan rumah ibadah. Rumah ibadah tersebut berada di samping kediaman pendirinya sendiri sebagaimana tampak pada langgar yang didirikan oleh para keluarga. Ini menunjukan bahwa para sayid memainkan peranan dalam pendidikan dan pengajaran Agama Islam di Palembang. Secara sosial, pendirian langgar tersebut mampu meningkatkan prestasi para sayid di mata masyarakat Palembang. Bentuk amal shalih yang dilakukan oleh para sayid menjadi contoh tauladan bagi orang Palembang yang kaya. Secara kualitas, pada masa awal kolonial Belanda membuat kegiatan pendidikan dan dakwah Islam yang dilaksanakan oleh para ulama bebas, keadaan itu tidak mengalami peningkatan yang berarti. Mereka terus menyeleggarakan kegiatan pengajian al-Qur’an dan pengajian kitab kepada masyarakat. Demikian juga, kegiatan dakwa Islam ke daerah- daerah pedesaan terus dijalankan tanpa ada perkembangan yang berarti dan menentukan. Kegiatan-kegiatan pendidikan dan pengajaran tersebut diselenggarakan di rumah ulama itu sendiri, di langgar, dan di masjid Agung. Hal ini membedakan ulama Palembang dari ulama Jawa yang mendirikan pesantren sebagai lembaga

17 Dr. Zulkifli, M.A. Ulama Palembang Pada abad XIX Pemikiran dan Perannya pada Masyarakat…. hlm 90

98

Page 103: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

pendidikan dan pertahanan Islam. Untuk tingkatan yag lebih tinggi, pendidikan anak dilanjukan ke tanah suci. Kegiatan mukim di tanah suci terus berjalan sebagaimana terjadi pada priode akhir masa kesultanan.

Seiring dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan akan pendidikan agama, pendirian langgar sebagai tempat ibadah dan ruang belajar agama Islam juga mengalami peningkatan jumlah.18 Seoran ulama terkenal Mas Agus Haji Abdul Hamid mendirikan dua buah langgar di kota Palembang yakni di Kampung Karang Berahi dan di kampung Lima Ilir kemudian langgar tersebut berubah menjadi Masjid Jami’ yang terkenal dengan sebutan Masjid Muara Ogan dan Masjid Lawang Kidul. Langgar-laggar lain yang berdiri pada abad 19M dan kemudian berubah fungsi menjadi Masjid Jami’ terdapat di kampung dua belas Ulu oleh Sayyid Abdullah Bin Salim Alkaf yang diknal dengan sebutan Masjid Sungai lempur, dikampung empat Ulu oleh haji Akil yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Kampuran, dan kampung tiga puluh Ilir oleh Haji Mahmud Khatib dan Ki Abdurahmanan Delamat yang populer sebagai masjid Suro.19

Memperhatikan penyebara Islam dan proses Islamisasi di Palembang, sejarawan terkenal Taufik Abdullah yang di kutif dari buku Dr Husni Rahim berpendapat bahwa proses Islamisasi di wilayah ini lebih tampak pada zaman Kolonial daripada zaman kesultanan.20 Selain kelancaran hubungan antar daerah dan kota, keterlepasan dari kekuasaan Sultan merupakan salah satu faktor bagi perkembangan yang di maksud.

Selain peristiwa perang Menteng tahun 1819M, tidak perna menjadi peristiwa pemberontakan dan perperangan yang melibatkan ulama Palembang sepanjang abad 19M. hal

18 Dr. Zulkifli, M.A. Ulama Palembang pada Abad XIX. Pemikiran dan Perannya Pada Masyarakat. Hal. 92

19 Dr. Zulkifli, M.A. Ulama Palembang pada Abad XIX. Pemikiran dan Perannya Pada Masyarakat. Hal. 92

20 Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam: di tentang pejabat agama dan kolonial Belanda…hlm 167

99

Page 104: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

ini menunjukan bahwa para ulama bebas Palembang lebih berkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan yang bersifat religius dan sosiokultural, tidak pada kegiatan politis. Mengabaikan kegiatan-kegiatan politik tersebut mungkin dikarenakan para ulama bebas lebih mementingkan pembinaan masyarakat melalui pengajaran dan dakwa Islam dan mungkin juga dilatarbelakangi oleh ‘’ kebebasan’’ yang diberikan oleh pemerintah kolonial dalam melaksanakan kegiatan pengajaran dan dakwah Islam. Administrasi dan pembatasan diterapkan oleh penguasa kolonial mungkin masih di pandang wajar dan dapat ditoleransi karena, terutama pada masa-masa awal, penguasa kolonial Belanda pada dasarnya hanya melanjutakan prinsif dan prosedur pengaturan Islam yang telah dijalankan penguasa kesultanan. Disamping kegiatan pengajaran dan dakwah Islam, beberapa ulama bebas menjadi penulis kitab-kitab agama yang digunakan sebagai bahan pengajaran maupun sebagai bacaan masyarakat.

Pada masa zaman kesultanan tidak ditemui informasi tentang ketengangan atar ulama kesultanan, ulama penghulu, ulamam bebas. Sementara pada zaman kolonial terkadang terjadi hubungan yang tidak harmonis antara ulama bebas dan ulama penghulu. Ketegangan tersebut berakar dari perbedaan prinsif yakni ulama penghulu diangkat oleh pemerintah kolonial sedangkan ulama bebas diakui oleh masyarakat. Apalagi ketengangan dipicu oleh keharusan ulama penghulu mengikuti arah kebijakan pemerintah kolonial yang seringkali membatasi aktifitas ulama bebas da bahkan cenderung merugikan ulama bebas dan masyarakat muslim. Peraturan dan ketentuan pemerintah Belanda mengenai masalah haji, pengadilan agama, perkawinan, pendirian masjid, dan penyelenggaraan sholat Jum’at serta pengajaran agama Islam cenderung merugikan ulama bebas dan masyarakat muslim. Ketengangan tersebut didukung oleh kenyataan bahwa pengangkatan penghulu yang kurang menguasai ilmu-ilmu agama Islam.

Terlepas dari ketengangan-ketegangan di atas, secara umum hubungan antara ulama bebas ulama penghulu

100

Page 105: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

berlangsung harmonis. Konflik tersebut terjadi karena dipicu oleh kepentingan-kepentingan politis sebagai ulama penghulu yang bertugas sebagai pelaksanaan kebijakan pemerintah kolonial, di samping rendahnya tingkat pengetahuan agama yang dimiliki sehingga tidak mampu memberikan pertimbangan yang adil dan keputusan yang benar. Apalagi kebanyakan penghulu pada masa kolonial abad ke 19M adalah kaum nigrat yang kehilangan kekuasaan politik.

D. Adat dan Islam: Iliran Palembang Ketika Tahun 1821-

1853 Pengaruh budaya Palembang jelas terlihat di daerah

Pegagan yang berdekatan langsung dengan kota. Di daerah ini, sejak dulu berkembang lalu lintas perdagangan yang ramai dengan Palembang. Sebaliknya, sesudah 1821, orang Palembang sudah mulai menetap di Pegagan, pada awalnya mereka adalah priyayi yang melarikan diri dari penguasa baru di kota, dan kemudian memilih menetap di daerah Komering Ilir ( nama suatu daerah di Palembang) untuk membeli hasil pertanian dari penduduk Pegagan. Kedatangan dari kedua kelompok perantara ini meningkatakan perluasan pola kebudayaan religius ibu kota di lingkungan pedesaan sesudah tahun 1821, penduduk pegagan mulai lebih ketat mematuhi ritual agama Islam seperti yang dirumuskan oleh elit kota.21

Di Pegagan, proses islamisasi selanjutnya didukung kuat oleh lapisan atas masyarakat pedesaan, yang cenderung meniru pola kebudayaan bergengsi elit kota. Contoh terbaik dijumpai oleh sosok Jenang Wira Jaya, kepala adat Pegagan Ilir, yang telah naik haji ke Mekkah sebelum tahun 1840. Melalui saluran ini, norma elit juga dipancarkan dan selanjutnya ditunjukan dalam praktek keagamaan penduduk pedesaan, yang dibawah pimpinan Jenang H. Wira Jaya

21 Joeren Peeters. Kaum Mudo Kaum Tuo: Perubahan Religius di Palembang 1821-1942.Arnas Laporan Tahunan 1836-1838 Dikutif Dari Buku Karangan Joeren Peetres …. hlm 71

101

Page 106: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

makin mulai melaksanakan kewajiban ritual agama. Tanda lahirnya proses islamisasi juga sempat menarik perhatian penjajah Belanda, yang mengatakan bahwa di Pegagan semua petunjuk pelaksanaan ibadah sehari-hari, seperti sholat Jum’at di Masjid dan puasa pada bulan Ramadhan dilakukan lebih telitih daripada di tempat lain. Disamping itu dimana-mana dibangun masjid sehingga pada paruh pertengahan abad ke-19, tiap desa di Hilir Komering telah memiliki tempat ibadah, biasanya tiap masjid memiliki ‘’ juru dakwah’’ yang bergelar khatib atau lebai, yang sekaligus menfaatkan lembaga ini sebagai forum untuk pengajaran agama, maka tak megherankan jika dimata pegawai Belanda, orang dataran rendah adalah muslim sejati yang berbeda dengan orang pedalaman, memilki tarap kebudayaan lebih tinggi, terutama bakat komunikasi langsung dengan Palembang.22

Dalam triwulan kedua abad ke-19 pemerintah kolonial di Palembang bukan tidak bersediah membantu proses Islamisasi. Untuk menaikkan hasil pajak daerah jajahan baru, pegawai kolonial ingin merangsang produksi hasil pertanian di keresidenan Palembang yang mengalami kemerosotan akibat konflik politik yang berkepanjangan antara Kesultanan Palembang dengan penjajah Belanda dari tahun 1811 sampai 1821. Kenaikan produksi pertanian pertama-tama bisa dicapai dengan bertambahnya jumlah petani. Menurut naskah peninggalan sultan Mahmud Badaruddin II, pada tahun 1821 penduduk kesultanan Palembang, baru mencapai jumlah 210.000 orang, suatu angka yang diperkuat secara lisan oleh penggantinya, sultan Ahmad Najamuddin III. Pada tahun 1820-an ditambah denga data sendiri pemerintah kolonial sampai pada kesimpulan, jumlah penduduk kerisidenan Palembang berkisar antara 250.000 hingga 300.000 orang. Yakin akan kesuburan

22 Joeren Peeters. Kaum Mudo Kaum Tuo: Perubahan Religius di Palembang 1821-1942.Arnas Laporan Tahunan 1836-1838 Dikutif Dari Buku Karangan Joeren Peetres …. hlm 72

102

Page 107: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

lingkungan alam di daerah jajahan ini, Belanda mengangap penduduk Palembang sangat sedikit.23

Perkawinan laki-laki dan perempuan di Pasemah (daerah Pedalaman Palembang) disebut menurut peraturan yang di sebut jujur.24 Cara perkawinan ini sama dengan di daerah Sumatera Selatan lainya, namun cara ini berakibat sangat buruk bagi pertumbuhan penduduk Sumatera, sebab seorang laki-laki harus membeli calon mempelainya dari orang tuanya, dan tinggi atau rendahnya harganya harus sesuai dengan pangkat kedudukan masing-masing orang tua.

Hal ini tentu saja menghambat perkembang biaknya penduduk terutama masa depan inteliktualitasnya, sebab anak perempuan, yang dianggap sebagai budak alami ayahnya, dalam perkawinan itu sebut saja jual beli antara pihak perempuan kepada calon mempelai laki-laki. Lembaga jujur ini dapat juga kita sebut sebagai salah satu sebab mengapa penduduk Sumatera begitu kecil jumlahnya. Komisi Negara tahun 1857 sudah pernah menyampaikan kepada Sultan Mahmud Badaruddin II, agar dihapuskan untuk ibu kota Palembang, tapi kekalahan sultan Mahmud Badaruddin II belum sempat menghantarkan ke penghapusan adat jujur tersebut.

Pada masa penjajah Belanda juga berpendapat sama bahwa, rintangan pertama pertumbuhan penduduk Palembang adalah uang jujur yang tinggi. Syarat perkawinan jujur ialah pembayaran uang jujur yang harus diserahkan kepada pihak keluarga pengantin wanita. Uang jujur ini berkisar antara 30-60 rial bagi kalangan rakyat pedesaan, dan sampai 100 rial untuk kalngan elit. Dengan demikian uang jujur sering jadi beban yang tak teratasi bagi kaum mudo yang telah memcapai usia menikah. Biasanya perkawinan baru dapat dilangsungkan, jika paling sedikit setengah atau dua pertiga dari uang jujur dibayar dari pihak

23 Joeren Peeters. Kaum Mudo Kaum Tuo: Perubahan Religius di Palembang 1821-1942.Arnas Laporan Tahunan 1836-1838 Dikutif Dari Buku Karangan Joeren Peetres …. hlm 71

24 Kamil Ma’ruf, Djohan Hanafiah. Sumatera Selatan Melawan Penjajah Abad 19. (Sumatera Selatan PT Jayatama Milinia 2000). hlm. 122

103

Page 108: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

pengantin perempuan. Untuk dapat memenuhi jumlah yang begitu besar, perkawinan di keresidenan Palembang sering dilakukan ketika seorang melewati usia 30-an. Banyak wanita bahkan tidak kawin, dan sewaktu pesta adat di desa, tidak jarang kelihatan wanita setengah baya mengikuti tarian para gadis, kerena mereka sendiri belum termasuk kelompok wanita yang sudah menikah.

Untuk merubah dominasi uang jujur, pemerintahan kolonial menghubungi sekutu yang tidak lazim, yaitu para alim ulama sebagai pewaris hukum Islam. Perkawinan jujur merupakan tradisi sakral yang tidak dapat diubah begitu saja. Pelanggaran adat hanya dapat di denda dengan klaim tata ideologis yang lebih tinggi.25 Dalam tradisi Islam yang yang supra lokal, para resedin Palembang melihat adanya senjata idiologis untuk melawan norma lokal. Hukum Islam mengandung dua unsur yang dapat di pakai dalam kampanye melawan perkawinan jujur. Pertam fiqih, tidak mengenal pembayaran uang jujur kepada kelurga perempuan, tapi sebaliknya, untuk menentukan agar perkawinan itu sah, pengantin periah wajib memberi hadiah kepada pengantin wanita. Hadiah perkawinan atau mahar ialah milik istri selama perkawinana, dan dalam keadaan demikian, ia bebas untuk memakainya. Mahar merupakan unsur sangat penting dalam akad nikah; tanpa hadiah perkawinan ini akad nikah tidak sah.

Aspek lain dari hukum perkawinan Islam yang dapat dipakai ialah perwalian, menurut hukum Islam, pada upacara perkawinan wakil pengantin wanita wajib hadir, dan bertindak sebagai walinya. Tanpa wali, wanita tidak dapat kawin dengan sah. Sebaliknya, seorang yang dapat bertindak sebagai wali, tidak boleh menolak untuk hadir dalam akad nikah. Menurut hukum Islam, orang yang layak menjadi wali adalah kerabat laki-laki dari pengantin perempuan.

Dengan berdasarkan dari hukum Islam, pemerintah kolonial selanjutnya berusaha menghapuskan perkawinan

25Jeroen Peeters, Kaum Tuo Kaum Mudo Perubahan Religius di Palembang 1821-1942: …. Hal 73

104

Page 109: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

memakai uang jujur. Pertama-tama diusahakan untuk mengganti uang jujur dengan membayar mahar atau maskawin, yang jumlah maksimalnya ditetapkan sebesar Nlg 5,50. Kedua, atas nama pangeran penghulu di Palembang, birokrasi agama diberi hak untuk bertindak sebagai wali pada akad nikah.

Tujuan kebijakan ini telah dirumuskan pada tahun 1824, namun pelaksanaan baru dilakukan selama masa jabatan resedin H.F. Buschkens (1840-1841). Berdasarkan sistem politik kesultanan, resedin Palembang mewarisi pegawai-pegawai agama Islam, yang selanjunya dimasukkan kedalam struktur kepemerintahan kolonial. Secara resmi peralihan dilakukan setelah jatuhnya keraton, berdasarkan Reglement Voor de Regeling dermohomedaanshekerkelijke zaken (kebijaksanaan pengaturan urusan keagamaan Islam) tanggal 13 maret 1832. Di atas kertas, birokrasi agama ini telah sampai ketingakat desa, namun dalam prakteknya jaringan khatib dan lebai penghulu hanya terbatas hingga aliran Palembang dengan beberapa cabang yang menyebar sampai uluan Palembang. Seperti dibenarkan oleh Buschkens, dibanyak distrik tidak terdapat ‘’ Pendeta’’ sehingga para penduduk agam Islam hanya bersifat nominal saja. Keinginan untuk menembus keadaan ini juga tidak terlalu besar. Khususnya di kalangan kepala adat, pegawai pemerintah Belanda melihat munculnya tanda-tanda perlawanan terhadap pengangkatan penghulu sebagai pengurus urusan agama, karena mereka takut hukum Islam akan disebarkan lebih lanjut dengan merugikan hukum adat yang berlaku. Lagi pula, ditempat-tempat dimana birokrasi agama berlaku, taraf pengetahuan pegawai urusan agama sangat rendah.

Akibat kampanye jujur, sesudah tahun 1841 diusahakan memperbaiki keadaan dengan mengikat jaringan lebai penghulu di pedesaan dan menghubungkanya dengan pemerintah pusat di ibu kota. Peraturan tahun 1832 menetapkan bahwa pengangkatan lebai penghulu hanya dapat dilakukan sesudah sang calon diuji oleh pangeran penghulu di Palembang. Dan dengan pengawasan ketat

105

Page 110: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

pelaksanaan peraturan ini, Belanda berharap dapat memperkenalkan unsur hukum perkawinan Islam di Pedalaman.

Seperti telah dijelaskan, wewenang sesepuh dalam masyarakat, didasarkan atas peredaran jujur yang ditentukan dalam perundingan kedua pihak (perkawinan). Jabatan wali pegawai urusan agama sangat merongrong wewenang sesepuh. Di Ogan Komering Ulu misalnya, sesudah tahun 1850 pemuda yang tidak mendapat izin kawin dari orang tua mereka, mencari perlindungan atau khatib, yang wajib menikahkan mereka.

E. Adat dan Islam: Uluan Palembang Ketika Tahun 1853-

1881 Dibawah pengaruh kebudayaan kota Palembang,

Iliran mengalami proses Islamisasi, tetapi masyarakat Uluan tetap memperlihatkan ciri khas yang berbeda.26 Penyebab utama harus dicari dalam komunikasi yang sulit dengan Palembang, yang terpisah lebih dari seminggu waktu perjalanan, dan jelas tidak mendorong interaksi antara Uluan dengan masyarakat kota.

Abad ke-19 infrastruktur agama di sebagian besar wilayah Uluan masih sangat lemah. Indikasi penting taraf Palembang agama ialah jumlah masjid. Di Uluan Palembang, tempat ibadah ini tidak hanya dipakai untuk ritual agama, tapi juga merupakan satu- satunya tempat untuk pengajaran agama Islam. Walaupun begitu, masjid hanya di dapati di dekat pemukiman kepala adat, dan selain dirinya jarang dijumpai orang yang melakukan kewajiban ibadah sholat. Oleh sebab itu, di Uluan Palembang, mayoritas penduduk Pedesaan tidak memiliki akses ke masjid maupun pelajaran Islam. Bukti yang lebih kongret tetang rendahnya taraf lembaga agama di Uluan Palembang dapat dijumpai dalam laporan tahun 1847 yang disusun kepala divisi Musi Ulu,

26 Jeroen Peeters, Kaum Tou Kaum mudo: Perubahan Religius di Palembang 1821-1942…. hal 77

106

Page 111: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Raden Demang Abdurahman.27 Daftar sensus ini juga mencatat nama desa yang sudah memiliki masjid. Peta Musi Ulu yang disusun berdasarkan laporan ini menunjukan, bahwa diantara lebih dari 100 pemukiman di hulu Sungai Musi, hanya dijumpai 17 masjid. Jika hasil ini diringkaskan, dari 15 marga atau distrik di Musi Ulu, 11 tidak memiliki masjid.

Dalam konteks yang sama, menarik pula untuk membaca ketentuan agama dalam peraturan pedesaan yang dilakukan pada paroh kedua abad ke-19. Untuk meningkatkan kualitas pegawai agama, pemerintah kolonial misalnya menentukan syarat minimum, seorang khatib harus dapat membaca dan menulis tulisan Jawi. Lagi pula, khatib diwajibkan memberi pelajaran mengaji kepada kaum mudo di desa, di tambah menulis dalam huruf Jawi. Mengenai jabatan lebai penghulu ditetapkan, kepala adat harus mengirimkan calonya ke Palembang untuk dikukuhkan ke residenan, sesudah ujian diberikan Pangeran Penghulu Nata Agama. Ketentuan ini antara lain bermaksud untuk melibatkan pegawai urusan agama dalam kampanye uang jujur.

Langka berikutnya guna melepaskan hubungan kebudayaan kota dan pedesaan ialah penghapusan ketentuan yang mewajibkan lebai penghulu menempuh ujian di depan pangeran penghulu di Palembang. Dengan keputusan residen tanggal 24 Juli 1873 no.42, peraturan ini dicabut kembali dengan maksud agar pengaruh hukum Islam atau hukum adat dibatalkan lagi.

Akibat tindakan ini, di Uluan Palembang taraf pengetahuan hukum Islam tetap rendah. Sebagian besar pegawai agama hanya memiliki sedikit pengertian tentang syarat hukum Islam, sehingga pengaruh fiqih atas hukum adat sedikit sekali. Berkat politik kolonial ini penghulu dan khotib tidak cenderung mengahiri status qou antara adat dan Islam, bahkan sebaliknya tak kalah rapat kepala adat,

27 Jeroen Peeters. Kaum Tou Kaum Modo: Perubahan Religius di Palembang 1821-1942 ….Hal 77

107

Page 112: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

biasanya lebai penghulu sering mengukuhkan keputusan adat yang jelas yang bertentangan dengan hukum Islam. Konsensus tentang hubungan antara adat dan Islam sangat didorong oleh pengaruh kepala adat atas pengangakatan pegawai agama. Undang-undang Simbur Cahaya dari tahun 1873 menetapkan, baik lebai maupun penghulu harus dipilih dengan suara terbanyak oleh angota atau marga. Pada pemilihan demikian, kepala adat biasanya mempunyai banyak kepentingan, agar jabatan yang berpengaruh ini diduduk oleh salah seorang kerabat terdekatnya. Bentuk pemerintahan keluarga yang berkembang pada abad ke-19 menjamin bahwa kedudukan lebai penghulu ditetapkan sepenuhnya oleh sistem adat. Kebijakan informal ini kemudian dengan resmi diperkuat dengan keputusan resedin tanggal 22 juli 1873 no 324 yang menetapkan bahwa penghulu tidak boleh menghadiri pengadilan adat, kecuali hanya untuk mengambil sumpah dengan al-Qur’an.

Meskipun usaha untuk memisah kebudayaan pedesaan Uluan Palembang terus dilakukan. Dengan bertambahnya lalu lintas ekonomi, bertambah pulah minat naik haji ke Mekkah, sedangkan sebaliknya guru agama dari Palembang juga bertolak ke pedesaan dalam jumlah yang lebih besar. Rangsangan penting perkembangan ini ialah pembukaan terus Suez tahun 1869 yang juga memberi implus baru bagi hubungan pelayaran dengan Timur Tengah. Di Palembang minat untuk naik haji juga bertambah banyak. Sebelum tahun 1852, jamaah masih harus membayar pungutan besar sebanyak Nlg. 110 untuk paspor ke Mekkah, sehingga banyak orang kaya yang bisa naik haji di keresedinan Palembang terutama berasal dari lapisan atas penduduk kota.

Kemajuan teknologi tersebut membawa perubahan fundamental dalam teknik produksi yang menyebar ke seluruh dunia. Pengangkutan jamaah haji mulai memakai kapal laut bermesin uap. Dibukanya terusan Suiz semakin memperpendek jalan pelayaran antara perairan Asia Tenggara, termasuk Nusantara dengan Dunia Timur,

108

Page 113: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

membawa pengaruh atas minat masyarakat Palembang pergi naik haji.28

Meningkatnya peminat naik haji ke Mekka tidak begitu berpengaruh pada kebudayaan masyarakat pedesaan. Akan tetapi, menginjak tahun 1870-an makin nyata perubahan pola kebudayaan agama di berbagai kebudayaan di pedesaan. Namun sesudah tahun 1870M. jumlah orang Palembang yang menetap di Mekkah untuk menuntut ilmu meningkat cepat, sedangkan gejala yang sama pada taraf yang lebih kecil, juga didapati pada jamaah dari pedesaan. Terciptalah saluran untuk menyebarkan kode ritual.

Peran perantara ini terutama dalakukan oleh para kyai Palembang, yang hampir semata-mata memilih dataran rendah sebagai lapangan kerja, khususnya daerah Musi Ilir dan Lematang Ilir. Daerah ini terus menerus dikunjungi pedagang keliling dari Palembang. Diantara pemborong dari Palembang terdapat pula kyai, yang berkeliling sambil berdakwah dan memberi pelajaran agama. Pada kesempatan itu mereka juga sering bertindak sebagai tabib, dan menjual benda-benda kramat untuk melawan penyakit dan panen yang gagal. Kyai yang berdagang seperti itu keliling dengan menggunakan perahu dagang mereka, yang didayung oleh muridnya sendiri. Adapun bentuk parahu yang digunakan para kyai adalah perahu yang masih didayung sendiri. Perahu-perahu tersebut mengunakan atap, sehingga ketika mengadakan perjalanan tidak kepanasan dan juga tidak kehujanan ketika hujan datang.29

Kyai lain mengarakan strategi khusus mereka terhadap kepala adat dan memberi pelajaran di masjid desa pada hari Jum’at. Guru agama ini biasanya memilih menetap di pedesaan kemudian mengawini saudara perempuan atau putri kepala adat, dan pada giliranya juga membantu kepala adat dengan pekerjaan tulis menulis. Sebelum kedatangan

28 Dr. M . Dien Majid. Berhaji Di Masa Kolonial. (Jakarta CV Sejahtra 2008). hlm 56

29 Jeroen Peeters. Kaum Tou Kaum Mudo Perubahan Religius di Palembang 1821-1942 …. Hlm.82

109

Page 114: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

kyai Palembang, di desa telah diberi pelajaran agama pada taraf yang amat sangat sederhana oleh khotib, yang mengajarkan mengaji al-Qur’an serta huruf Jawi kepada anak-anak dusun.30 Akan tetapi, kedatangan kyai Palembang menurukan derajat guru agama setempat ke taraf yang lebih rendah. Perantara kota menganggap dirinya sebagai wakil sesungguhnya kebudayaan besar agama Islam, yang sering bertentangan dengan kyai pedesaan yang lebih berakar pada norma masyarakat desa, dan oleh karena itu menepati kedudukan ambivalen terhadap kebudayaan dominan elite kota. Maka guru agama pedesaan diangap rendah oleh kyai yang berkeliling dari Palembang, suatu penilaian yang ditambah dengan perbedaan taraf pengetahuan mereka.

Berbeda dengan Iliran Palembang, yang ramai dikunjungi oleh para kyai Palembang. Guru agama ini dalam pandangan masyarakat pedesaan, memiliki status yang khusus. Oleh sebab itu, agama dan politik ini sulit sekali diawasi Belanda, mengingat kepala adat tidak begitu berani melaporkan ini kepada kepala pengawas di Palembang. Rasa takut pemerintahan kolonial bertambah lagi karena penyebaran propaganda Pan -Islam melalui saluran ini tanpa pengawasan dapat masuk kekalangan penduduk Iliran Palembang.

F. Perkembangan Kontemporer Fikih di Palembang Hingga saat ini aspek fiqih dalam Islam tradisional di

Palembang tetap beranjak dari konsep rukun Islam. Hal ini sudah menjadi tradisi masyarakat Palembang dianggap sebagai suatu kebenaran yang tidak dapat dirubah lagi. Konsep rukun Islam itu sendiri tidak secara tegas membedakan Islam tradisional dari Islam modern di

30 Jeroen Peeters. Kaum Tou Kaum Mudo Perubahan Religius di Palembang 1821-1942 …. Hlm. 83

110

Page 115: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Palembang.31 Beberapa aspek berikut ini membedakan secarah jelas dan tegas pemahaman dan pengalaman fiqh Islam modern. Perbedaan pemahaman dan pengamalan dalam fiqh antara penganut Islam tradisional dan penganut Islam modern biasanya dikenal dalam sebutan masalah-masalah khilafiyah yang tidak jarang menjadi sumber konflik antara kedua penganut orentasi keagamaan dimaksud. Niat merupakan aspek terpenting bagi penganut Islam tradisionl sehingga niat menjadi salah satu rukun dalam mengamalkan ibadah.

Penganut Islam tradisional juga melaksanakan berbagai ritual yang ditentang oleh penganut Islam modernis. Penting untuk ditekankan disini adalah bahwa fiqh yang dianut dan dipraktikan dalam Islam tradisonal adalah-fiqih sufistik. Fiqih Syafi’iyah memang bersifat sufistik. Banyak amalan lainya yang diakui banyak perbedaanya dalam fiqih meskipun amalan-amalan tersebut berkaitan erat dengan demensi sufisme.

Ulama penguasa ilmu fiqih di Palembang ialah Muhammad Azhary bin Abdullah bin Ahmad (1811-1874) yang mempelajari tarekat Sammaniyah dan mendapat ijazah dari Syaikh Muhammad Aqib.32 Meskipun wafat di Mekkah, guru tarekat ini melaksanakan kegiatan pendidikan, pengajaran dan dakwah dalam di Palembang lebih dari 30 tahun sehingga ia memiliki banyak murid baik dari ibu kota Palembang maupun di pedalaman Palembang. Dia dikenal sebagai ulama yang menguasa ilmu tauhid dan falaq. Disamping kegiatan-kegiatan tersebut. Muhammad Azhary bin Abdullah bin Ahmad menulis beberapa kitab antaranya adalah Athiyah Al-Rahan yang selesai di tulis pada tahun 1259H/1843M dan diterbitkan pertama kali di Mekkah tahun 1887M. pada tahun 1850-an dia juga mencetak al-Qur’an di Palembang.

31 Dr. Zulkifli, M.A. Kontinyuitas dan Perubahan dalam Islam Tradisional di Palembang…. Hlm 45

32Dr. Zulkifli, M.A.Kontinyuitas dan Perubahan Dalam Islam Tradisional di Palembang….. hlm 72

111

Page 116: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Haji Abdullah Azhary dikenal sebagai ulama yang mengguasai ilmu fiqh, tauhid. Tasawuf, dan falaq yang dipelajarinya di Palembang dan di Mekkah. Kembali dari Mekkah, dia menetap dikampung kelahiranya sekitar 12 Ulu untuk melanjutkan kegiatan pendidikan dan pengajaran yang sudah dirintis oleh ayahnya. Karena keaktivanya dalam menyelanggarakan pengajaran dan dakwah Islam Haji Abdullah Azhary menjadi tokoh yang sangat disengani oleh masyarakat dan terus memimpin berbagai ritual dan perayaan agama maupun berbagai kegiatan tarekat Sammaniyyah hinggah usia sepuh. Oleh karena itu Haji Abdullah Azhary kemudian dikenal dengan sebutan ki Pedatukan dan kampungnya disebut Pedatukan. Akan tetapi aktifitas Ki Pedatukan dalam bidang pengajaran dan dakwah Islam dan penyebaranya tarekat Sammaniyyah tidak hanya terbatas di kampungnya tetapi juga di daerah-daerah pedesaan sumatera selatan.

Guru tarekat Sammaniyyah lainya adalah Masagus Haji Abdul Hamid bin Mahmud (1811-1901) yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai Marogan atau Ki Marogan.33 Mepelajari tarekat tersebut dari orang tuanya sendiri, yakni masagus Haji Mahmud bin Kanan, salah seorang murid Syaikh Abd Al-Shamad, juga mendapat ijazah terekat dari Syaikh Muhammad Aqib berbeda dengan Muhammad Azhary bin Abdullah bin Ahmad, Haji Abdl Hamid tidak meninglkan karya tulis yang dipublikasikan keculi naskah Jadwal Waktu Sholat Lima waktu dan Naskah Daftar surat-surat yang di baca pada waktu sholat lima waktu yang terdapat di masjid agung Palembang. Tetapi, menurut keturunanya, ki Marogan perna menulis kitab tasawuf. Sementara Ki Marogan terkenal sebagai ulama dan guru terekat yang berhasil dalam bidang ekonomi. Dia mendirikan dan mewakafkan dua masjid di Palembang yaitu masjid Jam’I kyai Haji Abdul Hamid bin Mahmud yang kemudian dikenal dengan sebutan Masjid Ki Marogan dan Masjid

33 Dr. Zulkifli, M.A. Kontinyuitas dan Perubahan Dalam Islam Tradisional di Palembang….. hlm 72

112

Page 117: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Muhajiddin atau Masjid Lawang Kidul. Dia juga dikenal banyak mendirikan masjid di daerah pedesaan di Sumatera Selatan ketika melaksanakan kegiatan pengajaran dan dakwah Islam. murid dan sekaligus teman dekat yang belakangan menjadi guru Tarekat Sammaniyyah adalah Haji Abdurahman Delamat 1896-1920.34 Yang dikenal dengan panggilan Ki Delamat. Seperti Ki Marogan, Ki Delamat Banyak memprakarsai pendirian masjid di daerah-daerah Pedalaman Sumatera Selatan.

G. Selang Sengketa Paham Mendirikan Masjid Di

Palembang Masjid diketahui sebagai pusat kegiatan peribadatan

atau kegiatan keagamaan terkadang mengundang perbedaan pendapat, terutama dalam hal melaksanakan sembayang jum’at dan mendirikan masjid baru di Palembang. Manakala keyakinan umat Islam di ganggu oleh pemerintah kolonial, keterlibatan kolonial dalam hal ini hanyalah semata-mata karena ada rasa kekhawatiran terhadap fungsi masjid yang dapat mempersatukan kekuatan Islam.35

Fungsi masjid pada dasarnya untuk tempat melaksanakan sholat jum’at atau berjamaah, tetapi selanjutnyan berkembang menjadi pusat kegiatan yang berkaitan dengan sosial keagamaan, politik dan pertahanan keamanan. Sementara dalam bidang pembangunan fisiknya ada masjid baru yang didirikan berdekatan dengan masjid lama, masjid lama yang di kenal adalah Masjid Agung yang didirikan oleh Sultan Mahmud Badaruddin I, yang didirikan pada tahun 1738 M di kota Palembang.36 Masjid ini merupakan kebanggaan masyarakat muslim Sumatera Selatan, karena keindahan kaligrafi yang lukisan dan didominasi warna merah tua, kuning prada dan hijau yang terpadu dari tiga budaya; Cina, Arab, dan Melayu. Seni

34 Dr. Zulkifli, M.A. Kontinyuitas dan Perubahan Dalam Islam Tradisional di Palembang….. hlm 73

35 M. Dien Majid. Mesjid Di Mata Kolonial. (Jakarta Laporan Hasil Penelitian Yang Belum Diterbitkan 2001) hlm iii

36 M. Dien Majid. Mesjid Di Mata Kolonial….hlm18

113

Page 118: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

banggunanya berbentuk undak-undak mirip klenteng (Cina), sementara menara dililit renda dengan pilihan warna putih hijau merupakan ciri Melayu Islam.37

Adapun yang disebut mesjid baru adalah Mesjid Lawang Kidul didirikan oleh Masagus Haji Abdul Hamid (1811-1901), makamnya kini berada di dalam masjid itu.38 Ia adalah salah seorang tokoh ulama di Palembang yang cukup terkenal kesalehannya pada waktu itu, bahkan di daerahnya ia mendapat sambutan kyai Merogan.

Di antara pengurus Mesjid lama dan pengurus Masjid baru terjadi perbedaan pendapat, tapi sebelum membahas perbedaan pendapat antara kedua masjid tersebut di sini akan di beri gambaran hal yang berkenaan dengan Mesjid Agung. a. Masjid Agung Palembang dan Pengelolahaanya di

Zaman Kolonial 1823-1854. Bagaimana kedaan urusan masjid di zaman awal

pemerintahan kolonial? Pada saat kesultanan Palembang dihapuskan secara yuridisi pada 7 Oktober 1823, maka segala hak dan sebagian kewajiban ada ditangan penguasa kolonial.39 Itulah sebabnya residen Joan Cornelius Reijnts pada tahun 1823 mencoba menyelamatkan Masjid Agung Palembang yang terlantar akibat perang tahun 1819 dan 1821. Resedin mulai membenahi lingkungan dan mengganti atap masjid dengan genteng, tetapi apakah usaha ini karena rasa tanggung jawab atau hanya sekedar untuk mengambil hati dan menentramkan masyarakat Palembang.

Yang jelas Belanda memang belum menguasai Palembang sepenuhnya, terutama di daerah pedalaman. Untuk itulah diperlakukan tenaga bangsawan atau priyayi untuk membantu administrasi kolonial. Diangkatlah Pangeran Karamo Jayo, putra pangeran Natadiraja Muhammad Hanafiah, menjadi pangeran

37 M. Dien Majid. Mesjid Di Mata Kolonial….hlm18 38 M. Dien Majid. Mesjid Di Mata Kolonial….hlm26 39 Djohan Hanafiah. Masjid Agung Palembang Sejarah dan Masa Depanya.

(Jakarta CV.Haji. Masagung 1988). hlm. 44

114

Page 119: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Natadiraja pada tanggal September 1823. Sebagai pendampingnya adalah Asisten Voor Binnenlanden J.E. De Sturler Menando.

Kedudukan Pangeran Kramo Jayo dan priyayi lainya dianggap penting untuk mendukung politik penjajahan, serta sebagai alat kontrol terhadap penduduk yang dapat menjamin tetap dipertahankan tata tentram (rust en orde). Oleh karena tidaklah dapat dikatakan, kekuasaan Belanda dan koloninya karena kekuatan mereka sendiri, tapi kedudukan dan kekuasaan Belanda ditopang oleh kedudukan para priyayi yang menjadi bagian dari mesin birokrasi Belanda.

Sebaliknya Pangeran Kramo Jayo dalam menjalankan peranya sebagai seorang pemimpin tidaklah sepenuhnya untuk kepetingan Belanda. Dia masih tetap memerankan permainnya sebagai bangsawan Palembang yang dekat dengan rakyatnya, khusunya di daerah pedalaman, dimana tangan-tangan kekuasaan Belanda belum menjangkau. Akhirnya peran gandanya dapat diungkap Belanda, dengan tuduhan merencanakan pemberontakan dia di pecat dan dibuang ke Purbolinggo ( Agustus 1851). Bersamaan dengan penghapusan kesultanan di Palembang.

b. Perselisihan Masjid Agung dan Masjid Lawang Kidul

Palembang Masagus Haji Abdul Hamid yang lebih di kenal

dengan sebutan kyai Marogan ia seorang ulama Palembang yang hidup diantara tahun 1810-1895 M, selain seorang ulama yang alim juga seorang usahawan atau dengan istilah sekarang seorang wirasswastawan yang berhasil.40 Beliau selain mengajar ilmu agama Islam juga seorang yang kaya raya dari hasil usahanya sendiri, sehingga kedua masjid tua yang dibangun beliau, Masjid Muara Ogan di Kampung Muara Berahi dan

40 K.H.O. Gadjahnata. Masjid Lawang Kidul, UI Prees Jakarta 1986. Hal 236

115

Page 120: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Masjid Lawang Kidul di Kampung Lima Ilir Palembang, seluruh dibiayai oleh beliau sendiri.

Setelah kedua masjid itu selesai dibangun dan dilengkapi dengan alat-alat seperti lampu-lampu stolop, lampu kandil, lampu satron, dan lain-lainya, maka beliau pergi menghadap Rad agama, yaitu suatu badan yang ditunjuk oleh pemerintah kolonila Belanda untuk mengurusi segala sesuatu yang berkaitan dengan keagamaan. Badan itu diketuai oleh seorang alim yang beranggotakan beberapa orang alim pula, semunya di tunjuk dan diangkat oleh pemerintah Belanda, kedatangan beliau ke rad agama itu menyatakan niat untuk mewakafkan kedua masjid tersebut.

Rad agama itu diketuai oleh Pangeran Penghulu Nata Agama Muhammad Aqil, berangotakan empat orang yaitu, Kiagus Haji Ma’ruf, Haji Ahmad, Haji Abdurarrahman, Haji Abdulkariim.41

Dimuka Read Agama itu Masagus Haji Abdulhamid mengemukan niatnya untuk mewakafkan dengan ikhlas kedua masjid tersebut di atas beserta peralatan yang berada didalamnya sebagai tempat ibadah umat Islam selama-lamanya dan tidak perlu lagi akhli waris beliau untuk menjual, menggadaikan atau mewarisi. Surat Nazar ini dibubuhi materai cukup dan ditandatangani oleh beliau dan dibubuhi pula tandatangan dari ketua dan anggota Rad Agama.

Dengan demikian sejak saat itu telah resmilah kedua masjid itu manjadi wakaf secara ikhlas untuk tempat umat Islam melakukan ibadat. Di kedua masjid itu pula ulama ini mengajar agama Islam bagi penduduk Palembang dan sekitarnya dan memimpin peribadatan termasuk sholat jum’at. Dengan penambahan dua masjid ini maka masjid di Palembang saat itu manjadi tiga buah untuk maleksanakan sholat jum’at. Pertama Masjid Agung di kampung 19 Ilir yang merupakan satu-satunya masjid Jami’ tertua dalam menampung sebagian besar

41 K.H.O. Gadjahnata. Masjid Lawang Kidu…. Hlm 239

116

Page 121: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

penduduk kota Palembang. Kedua Masjid Muara Ogan yang menampung penduduk dari kampung 1,2,3 Ulu, kampung karang Berahi, kampung Karang Anyar dan sekitarnya. Ketiga Masjid Lawang Kidul yang menampung jamaah dari kampung 1,2,3,4 dan 5 Ilir serta kampung Tuan Kapar 1 Ulu.

Namun di dalam perkembangan selanjutnya, dikala itu ternyata hal ini menjadi permasalahn yang cukup hangat, karena menurut pendapat read agama, mengikuti pendapat Imam Malik, apabilah di satu kota ada beberapa masjid Jami’ hendaklah mendirikan sholat jum’at di masjid Jami’ tertua.42

Berdasarkan pendapat Imam Malik tersebut diatas itulah akhirnya rad agama, yang saat itu diketua oleh penghulu Haji Abdurrahman, mengajukan permohonan kepada resedin Palembang untuk melarang pelaksanaan sholat jum’at di masjid Lawang kidul. Ternyata rekest ini kemudian dikabulakan oleh residen. Terjadilah penghentian pelaksanaan sholat Jum’at di Masjid Lawang Kidul untuk beberapa waktu.

Memang disadari bahwa pengikut Islam di Ibukota Palembang banyak mempunyai perbedaan pendapat khususnya dalam kepercayaan pelaksanaan Sholat Jum’at. Sudah sejak dahulu pelaksanaan Sholat Jum’at hanya dilakukan di Masjid Agung atau juga dikenal dengan nama ‘’ Masjid Besak’’ milik (bekas) keraton Palembang yang didirikan sejak tahun 1740 M.43 tetapi tiba-tiba ketenangan ini terusik manakala didirikan Masjid baru di Lawang Kidul yang berjarak hanya sekitar dua pal dari Masjid Agung, dan bahkan dipergunakan pula untuk melaksanakan sholat Jum’at. Di samping alasan pokok yaitu dapat merusak syariat agama, tetapi yang jelas di balik itu semua, dengan adanya dua Jum’at tersebut, berarti dapat menggoyahkan

42 K.H.O. Gadjahnata. Masjid Lawang Kidul…. hlm 239 43 M. Dien Majid. Mesjid Di Mata Kolonial….hlm 30

117

Page 122: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

pendapatan Masjid Agung sebagai satu-satunya tempat sholat Jum’at di Palembang.

Penghentian ini menimbulkan banyak dampak negatif. Oleh karena itu lalu dibuatlah surat rekset oleh ahli waris Masagus Haji Abdul Hamid kepada Residen Palembang, yang isinya mengajukan permohonan kepada residen Palembang agar mengizinkan kembali dan sekaligus mencabut larangan atas rekset dari Hoofd Penghulu Haji Abdurrahman terdahulu disertai dengan alasan-alasan yang menurut beliau dapat dipergunakan.

Perselisihan tentang boleh dan tidaknya berbilang jum’at di suatu negeri ( kota) pada saat itu menjadi demikian meluas sehingga melibatkan banyak pihak . Pihak penghulu rad agama tetap bertahan melarang berbilang Jum’at di dalam satu negeri, sedangkan dipihak pewaris Masjid Lawang Kidul tetap menuntut agar tetap diizinkan melaksanakan sholat jum’at di masjid Lawang Kidul mengingat jarak antara kedua masjid cukup jauh (diperkirakan lebih dari 20 kelometer) dan kedua jamaah sudah banyak dan tidak mungkin lagi ditampung oleh Masjid Agung.

Fatwa ini tidak bisa diterimah begitu saja oleh pihak jamaah Masjid Lawan Kidul. Menyadari bahwa ini adalah masalah yang bisa diperdebatkan, merekapun meminta fatwa ke Mekkah, kepada syekh Ahmad Khtib al-Minagkabau.44 Dalam sejarah, syekh Ahmat Khotib dikenal sebagai salah soerang penulis masalah fiqih yang produktif tertua sebagai guru dari sekian banyak ulama besar Indonesia di awal abad 20 ( termasuk K.H. Hasyim Asy’ri, Hadratusyaih pendiri N.U., dan H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Berdasarkan laporan yang disampaikan kepadanya, Syekh Ahmad Khatib menulis sebuah booklet dalam bahasa Arab (1894), yang isinya membantah fatwa Sayyid Uthman. Menghadapi lawan

44Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam: di tengah pejabat agama kesultanan dan kolonila di Palembang….hal x.

118

Page 123: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

yang juga mempunyai otoritas keilmuan ini, Sayyid Uthman tak tinggal diam. Iapun menulis tanggapanya pula. Maka perdebatan yang cukup mengasikkan pun terjadi. Beberapa kitab dihasilkan oleh kedua ulama besar ini, baik dalam bahasa Arab, maupun dalam bahasa Melayu, yang tentu saja bisa dimaklumi – ke Arab an. Tapi sementara itu, Dr. Ch. Snouck Hurgronje, sejak bulan Oktober, 1893, telah sibuk membomdardir pemerintah pusat dengan nasehat-nasehat yang mendukung fatwa Sayyid Uthman.

Masalah itu terus berlanjut, meskipun larangan ta’addud Jum’at telah dikeluarkan oleh pemerintah kepada Masjid Lawang Kidul . Setelah Sayyid Uthman meninggal dunia dan Snouck Hurgronje telah kembali ke negeri Belanda untuk memmangku jabatan yang baru sebagai Guru Besar di Universitas Laiden, Masagus Haji Muhammad Mansyur, putra Masagus Haji Abdul Hamid, menuntut kembali agar Masjid Lawang Kidul dibenarkan mengadakan ta’addud Jum’at.45

Perselisihan ini melibatkan seorang ulama dari Betawi yang bernama Syeikh Moehammad bin Joesoef Haiyat yang di dalam suratnya mendukung pengurus Masjid Lawang Kidul, yaitu memperbolehkan berbilang Jum’at di satu negeri karena alasan jarak dan jumlah manusia yang banyak.

Di samping itu suatu organisasi Islam yang mulai tumbuh dan berfungsi pada saat itu yaitu syarikat Islam, turut pulah menengahi perselisihan ini demi persatuan umat Islam, dengan menyelenggarakan suatu rapat pengurus pada bulan Oktober 1914 dan membuat keputusan, boleh berbilang Jum’at di satu negeri, hal ini berarti masjid Lawang Kidul boleh saja melaksanakan ibadah sholat Jum’at untuk menghilangkan sangka, maka masjid Lawang Kidul di minta melaksanakan sholat jum’at dengan diundurkan 30 menit sesudah sholat

45 Dr. Husni Rahim. Sistem Otoritas Dan Administrasi Islam: di tengah pejabat agama kesultanan dan kolonial di Palembang…hlm xi

119

Page 124: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Jum’at di Masjid Agung. Maka kemudian rad agama bersidang ia memutuskan untuk mengizinkan Masjid Lawang Kidul boleh melaksanakan sholat Jum’at asal waktunya tidak mendahului waktu sholat jum’at di masjid Agung satu-satunya masjid Jami’ yang sah.46

Maka begitulah masalah yang berlarut-larut selama dua puluh satu tahun itu (1893-1914) akhirnya bisa juga diselesaikan. Tetapi apakah yang bisa dipelajari dari kisah sederhana jika dilihat dari perspektif sekarang. Kisah ini adalah sebuah contoh dari hubungan segitiga antar komunitas umat, sistem kekuasaan, dan otoritas atau kewenangan agama. Dari kisah ini kita juga bisa mendapatkan salah satu ciri utama dalam dinamika sejarah Islam. ketengangan dan keselerasan yang terjadi dalam hubungan segi tiga ini bukan saja mengubah corak dari masing-masing, tetapi juga merubah bentuk dan sifat hubungan segi tiga tersebut. Dinamika dalam kehidupan umat pun berlangsung pula. Setidaknya hal ini bisa diperkirakan secara teoritis. Tetapi Masjid Lawang Kidul adalah kasus empirik, yang memperlihatkan ketidak tunggalan kewenagan agama dan keberpihakan sistem kekuasaan, yang berasal dari luar dan bertolak dari kepentingan luar, kepada salah satu pemegang otoritas keagamaan.

Meninjau kembali keadaan kota Palembang di tahun 1890 penduduk diperkirakan sekitar 17.000-20-000 orang yang tersebar di beberapa kampung di seberang menyeberang Sungai Musi yang membelah kota Palembang itu. Kota Palembang dengan potensi hasil hutan ( karet,kopi, kina dan teh) yang melimpah merupakan kota pedagang yang tumbuh dengan pesat dan ramai sekali. Dengan dibukanya berbagai kegiatan pembangunan seperti pertambangan batu bara di Tanjung Enim, jalan kereta api serta pelabuhan Palembang yang baru, sehingga kapal api di atas 10.000 ton dapat leluasan berlayar masuk Sungai Musi yang

46 K.H.O. Gadjahnata. Masjid Lawang Kidul….Hlm 246

120

Page 125: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

membelah daerah Sumatera Selatan dan dapat pula dilayari dengan kapal-kapal api sampai ke dusun- dusun yang terpencil sekalipun, maka situasi pedagang hasil bumi yang sangat laris di pasaran Eropa dengan tumbuhnya pabrik-pabrik raksasa makin meningkat. Kesemuanya ini menjadikan kota Palembang bertumbuh makin maju dan ramai.47

Melihat pertumbuhan itu sudah tentu perhatian pemerintah jajahan kepada Palembang dan sekitarnya itu makin serius sehingga tiap perubahan terjadi selalu dimotori dengan teliti. Karena itu masalah yang kelihatan semata-mata hanya soal furu’ ini mendapatkan perhatian yang mendalam dari resedin Palembang sendiri sebagai penguasa setempat.

47 K.H.O. Gadjahnata. Masjid Lawang Kidul….Hlm 246

121

Page 126: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

122

Page 127: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

BAB VI

PENUTUP A. Kesimpulan

Wilayah Sumatera Selatan secara geografis tidak terlepas dari wilayah Nusantara sebagai satu kesatuan geografis yang dari masa ke masa luas wilayahnya selalu berbeda –beda. Sebelum Islam datang ke Nusantara masyarakat Palembang menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme, kepercayaan ini adalah di mana masyarakat Palembang masih percaya kepada roh nenek moyang, dan hal-hal yang bersifat tahayul setelah agama Hindu dan Budha masuk, maka sebagian besar masyarakat Palembang menganut agama Hindu dan Budha yang diakui sebagai agama resmi pemerintahan kerajaan.

Proses masuknya Islam di Sumatera sudah di mulai dari abad ke-1- ke-4H, ini merupakan fase pertama proses kedatangan Islam di Indonesia dengan kehadiran para pedagang Islam yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera.

Perkembangan Islam di Palembang di mulai dari abad 15 ke atas. Bukti-bukti tertulis yang ada pada peningalan Islam berasal dari makam-makam kono, piagam-piagam yang mengacu pada kurun waktu abad ke 15 dimana pada saat kerajaan Islam di Palembang telah berdiri.

Perlu dipertimbangkan bagaimana cara masuknya agama Islam ke wilaya Sriwijaya, hal ini perlu karena adanya anggapan bahwa masuknya Islam hanya terlihat sepihak dengan pengertian Bangsa Arab yang berperan aktif menyebarkan Islam kepada masyarakat sedangkat pihak pribumi pasif dalam menerima.

Hal tersebut bisa di bantah dengan bukti kemampuan maritim bangsa Indonesia secara sejarah kiranya tidak mungkin hanya melalui satu jalur saja. Kekuasaan maritim Sriwijaya memberikan gambaran bahwa saat itu mereka mampu mengendalikan wilayah di seberang laut, selain itu ramainya jalan laut pedagang yang melewati Selat Malaka.

122

Page 128: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Dari kenyataan fakta sejarah yang demikian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaku atau cara masuknya Islam ke Sumatera Selatan tidak ubahnya seperti terjadi diwilayah Indonesia lainnya yang dilakukan oleh para putra Indonesia dan tidak berjalan pasif dengan pengertian Indonesia tidak menunggu kedatangan bangsa Arab semata dalam upayanya mencari tambahan pengetahuan tentang agama Islam.

Khusnya untuk Sumatera Selatan masuknya agama Islam, selain dilakukan oleh bangsa Arab pedagang dari utusan dari khalifah Umamayah (661-750) dan khalifah Abasiyah (1750-1768) juga pedagang Sriwijaya berlayar ke Timur Tengah hal yang demikian ini bertentangan sekalipun Sriwijaya sebagai pusat studi pengembangan ajaran agama Budha, tetapi karena watak orang Indonesia yang mempunyai kesanggupan yang tinggi dalam menghormati perbedaan agama maka diwilayah kerajaan Sriwijaya di izinkan masuknya agama Islam melalui jalur perdagangan. Faktor yang terakhir inilah yang memungkinkan Sriwijaya menempuh sistem pintu terbuka dalam menghadapi kenyataan masuknya agama Islam.

Masa kekuasaan kesultanan Palembang Darussalam di mulai pada abad ke-17 di mana Islam sudah menjadi agama Sultan secara otomatis rakyat juga Islam karna agama Sultan adalah agama rakyat, adapu status orang Palembang menepati posisi paling penting disegala lapangan kehidupan, baik di bidang pemerintah, ekonomi perdagangan, sosial budaya maupun di bidang keagamaaan.

Disamping itu berdasarkan hasil pengamatan, maka orang Palembang di ketahui sebagai masyarakat berjiwa perantau, pedagang ulet dan selaku mubaligh yang tabah. Dapat disaksikan sampai sekarang di mana sebagian kota-kota di daerah pedalaman secara dominan terdiri dari keturunan wong ( penduduk asli ) Palembang.

Kehadiran mereka di daerah-daerah pedalaman tersebut telah memberikan andil besar dalam penyebaran dan pengembangan ajaran Islam pada masyarakat setempat. Proses penyebaran wong Palembang di daerah-daerah pedalaman meningkat dalam jumlah yang besar, ketika

123

Page 129: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

berakhirnya perlawanan sultan Mahmud Badaruddin II dalam rangka menghidarkan diri dari kekuasaan kolonial.

Berkembangnya agama Islam di daerah ini (terutama di daerah pedalaman), berlangsung pada masa kekuasaan kesultanan Darussalam. Hal itu dimungkinkan karena sistem dan tatanan dan kenegaraan pada masa kesultanan, diatur dan bersendikan hukum syara’bahkan askara resmi dikesultanan Palembang Darussalam aksara Arab Melayu.

Di bidang peradilan di lingkungan kesultanan Palembang Darussalam, diatur dalam tiga bentuk pengadilan masing masing: 1. Pengadilan agama, dipimpin oleh Pangeran Penghulu

Nata Agama 2. Peradilan umum, dipimpin oleh temenggung Karto

Negaro 3. Pengadilan adat (rapat besak rapat kecik) dipimpin oleh

Pangeran Adipati atau Depati Demikian juga dilingkungan keraton kesultanan,

maka posisi alim ulama sangat terhormat bahkan memegang peranan peting selaku penasehat utama para Sultan

Priode pemerintahan Sultan Mahmud Badruddin II (1803-1821) yang disibukan dengan perjuangan dan perlawanan menghadapi imperialisme dan kolonialisme Inggris dan Belanda, yang sudah dimulainya, baru saja 8 tahun memegang tepuk pemerintahan. Perjuangan tersebut selalu di dukung oleh rakyat Palembang baik secara terbuka maupun secara bergerilya, yang berlangsung lebih dari 10 tahun.

Dari uraian-uraian yang telah saya susun teryata Sultan Mahmud Badruddin II adalah bukan saja seorang negarawan yang cekatan, tapi juga seorang yang strateeg dan komandan perang yang tak perna menyerah. Ini dapat dilihat dari caranya menyusun sistem pertahanan dan merencanakan taktik perang terbuka dan perang griliya yang perna dilakukanya. Selain itu ada pula yang terungkap dari temuan saya bahwa Sultan Mahmud Badaruddin II adalah sosok seorang yang taat dengan agama yang dianut yaitu agama Islam terbukti bahwa dia adalah seorang Hafizd ( penghapal

124

Page 130: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

al-Qur’an) ketaatannya terhadap agama juga ditularkan kepada rakyatnya dengan cara mengirim para ulama ke daerah-daerah untuk mengajarkan agama Islam.

Adapun beberapa kesan dari pihak lawan dan sumber asing lainnya mengenai Sultan Mahmud Badaruddin II atas kepemimpinan dan bukti-bukti hasil perjuanganya dalam menghadapi musuh menurut pendapat Dr. M.O. Woelders menyebutkan, tokoh drama yang menghasilkan sebagian sejarah historiografi Indonesia ini tidak salah lagi adalah Sultan Mahmud Badruddin II, yang menurut kesaksian bahwa Sultan Mahmud Badaruddin II yang menurut kesaksian pihak lawan dan kawan adalah orang besar, seorang raja yang agung dengan amalan-amalanya yang baik dan yang kurang baik; karena pribadinya yang kuat maka baik Sultan Ahmad Najamuddin maupun angota-angota keluarganya lainya sepenuhnya berada di bawah pengaruhnya. Sultan Mahmud Badaruddin II dilukiskan oleh teman semasanya sebagai seorang penguasa Timur yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas, yang menyadari sepuhnya martabatnya yang tinggi sebagai raja dan pandai menepatkan norma-norma yang berlaku bagi orang-orang biasa di bawah pengaruhnya. Ia adalah orang yang cerdas, terpelajar, diplomat yang cekatan, dan akhli pertahanan yang pintar. Perhatinya meliputi banyak segi itu mencakup pula ilmu sastra.

Beberapa kali Sultan Mahmud Badruddin II mampu mengusir mundur para lawannya di medan perang, tapi ketika melawan Belanda untuk yang terakhir ia mengalami kekalahan, kekalahan itu bukan karena pihak Belanda yang hebat dan mampu mengancurkan para pejuang Palembang, kelahan itu karena pihak Belanda menjalankan tipu daya yang mana hari Minggu Sultan Mahmud badaruddin II mengirimkan pesan untuk menunda perperangan dengan tujuan menghargai hari suci umat krestiani. Niat baik Sultan Mahmud Badruddin II diterima oleh pihak Belanda.

Ke esokan harinya ketika Sultan Mahmud Badaruddin II dan para tentaranya beristirahat di rumah masing- masing dan hanya sebagian kecil tentara Palembang yang pada saat

125

Page 131: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

itu mendapat tugas untuk berjaga-jaga pihak Belandapun menyerang tanpa ampun jadi dengan mudah pihak Belanda mengalakan tentara Palembang.

Berita kemenagan Jendral De Kock atas Palembang tahun 1821 di terima di negeri Belanda tanggal 06 November 1821, di sambut dengan dentuman meriam sebanyak 101 kali, diramaikan dengan pertunjukan- pertunjukan yang melukiskan kebangsaan Nasional, dibuat mendali peringatan yang mengabadikan peristiwa kemenagan itu, para perwira dan angota kesatuan yang ikut dalam perang Palembang 1821 itu di anugrahi bintang-bintang jasa, dikarangkan syair-syair pujian mengenai kemenangan besar.

Sikap dan keteladanan Sultan Mahmud Badaruddin II selama memimpin kesultanan Palembang meskipun dia sibuk melawan pihak penjajah yang ingin menguasai Palembang baik Inggris maupun Belanda, ia tidak mengenyampingkan kewajibannya terhadap rakyatnya terutama tugasnya untuk mengajarakan hukum Islam kepada rakyat melalui pengiriman para ulama ke daerah-daerah yang ada di Palembang.

Tidak ada data tentang jumlah, boigrafi, dan karya-karya ulama Palembang abad ke-19M. dari sumber-sumber tulisan dan lisan penelitian ini telah mendiskrifsikan biografi dan aktifitas beberapa ulama Palembang abab ke-19M, meskipun harus diakuai bahwa sebagian ulama tersebut tidak sepenuhnya hidup sepanjang abad itu. Yang paling awal dibahas adalah aktivitas para ulama tersebut dan mengenai tarekat sammaniyah yang pada saat itu paling berpengaruh di Palembang.

Beberapa ulama Palembang abad ke-19M adalah produk pendidikan Islam di tanah suci. Setelah belajar dasar-dasar ilmu agama Islam di Palembang, mereka meneruskan studi agamanya di Mekkah sembari menunaikan ibadah haji yang kemudian bersatus muqim.

Di Mekkah mereka cenderung mencari guru yang sealiran faham dengan guru-guru mereka di tanah air khususnya ulama-ulama nusantara yang mengajar di Masjid

126

Page 132: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

al-Haram. Ilmu-ilmu agama Islam yang umum di kuasai oleh para ulama Palembang adalah Tauhid, Fiqih, Falaq, dan Tasawuf dengan penekanan masing-masing. Semua ulama tersebut adalah pengikut dan memiliki ijazah untuk mengajarkan tarekat Sammaniyah. Ulama-ulama tersebut dapat dikatagorikan sebagai ulama bebas yang menjalankan kegiatan pengajaran dan dakwah Islam kepada masyarakat.

Bila diperhatikan secara rinci, dapat disimpulkan bahwa sebagian ulama tidak meningalkan karya tulis yang dipublikasihkan Cuma ada sebagian kecil saja yang meningalkan karya tulis. Bagi para ulama yang tidak memiliki karya tulis cenderung berkonsentrasi pada kegiatan pengajaran dan dakwah Islam sehingga tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk menulis melebihi ulama-ulama lain, contohnya Masagus Haji Abdul Hamid dan Haji Abdurahman sangat mementingkan kegiatan dakwah dan daerah-daerah pedalaman di Sumatera Selatan dan mengutamakan pendirian Masjid sebagai pusat ibadah dan pengajaran agama Islam.

Adapun pemikiran keagamaan ulama Palembang abad ke-19M pada dasarnya merupakan kesinambungan dari pemikiran keagamaan ulama-ulama sebelumnya, yakni berpegang teguh pada pendirian ahli-al-sunnah wa al-jama’ah. Adapun konsepsi ahli-sunnah wa-jama’ah bagi ulama Palembang tersebut adalah berpegang teguh pada ajaran tauhid Asy’ ari, ajaran fiqh Syafi’I, dan tasawuf Junaid Al-Baghdadi dan Al-Ghazali. Ajaran ketauhitan dan berpangkal pada konsep rukun iman yang kemudian di bahas secara luas dan mendalam sehingga dapat mengenal Allah SWT. Bersamaan dengan itu, diperlukan pelaksanaan rukun Islam yang lima yang dilengkapi dengan persoalan-persoalan rukun, sunnah, batal dan sebagainya.

Bila dilihat dari struktur dan peranan ulama Palembang abad ke-19M dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan struktur dan peranan ulama antara priode kesultanan dan priode kolonial Belanda. Pada priode kesultanan, ulama terbagi pada tiga macam, yaitu ulama kesultanan , ulama penghulu, dan ulama bebas. Ulama

127

Page 133: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

kesultanan berperan sebagai guru agama bagi para Sultan dan keluarganya serta bertugas mendampingi dan memberikan masukan kepada Sultan dalam menjalankan roda pemerintahan. Sementara ulama penghulu dan ulama berokrat merupakan pejabat agama yang bertugas mengurusi masalah-masalah agama di kesultanan . tugas ulama penghulu mencakup bidang agama, bidang kekeluargaan dan bidang kemasyarakatan. Dua jenis ulama ini mendapat penghasilan dari Sultan. Adapun ulama bebas adalah ulama yang mendapat pengakuan dari masyarakat atau kualitas pengetahuan agama dan keaslianya yang berperan di bidang pengajaran dan dakwah Islam.

Pada priode kolonial, tidak terdapat lagi ulama kesultanan sehingga masih terdapat dua macam ulama yakni ulama penghulu dan ulama bebas. Berbeda dengan priode kesultanan, pada priode kolonial ulama penghulu berfungsi sebagai perantara antara pemerintah kolonial dan masyarakat muslim dan sebagai alat kontrol bagi pemerintah. Sesuai dengan kepentingan pemerintah kolonial, tugas ulama penghulu pun bertambah tidak hanya mengurus maslah-maslah ibadah, kekelurgaan, dan masyarakat tetapi juga mengurus masalah-masalah dalam bidang pemerintahan. Meskipun, jumlah tugas bertambah, struktur dan wewenang ulama penghulu, dan ulama bebas sementara pada masa kolonial terdapat ketengangan yang berarti antara ulama bebas, sebagaimana tampak pada ketegangan karena masalah ta’addud Jum’at dan masalah penetapan bulan Rahmadan.

Adapun kejadian 1881 merupakan klimaks proses yang sudah di mulai sejak tahu 1821. Dasar pemberian bukti ini ialah gagasan mobilitas sosial. Dimulai dengan pembentukan Islam di Palembang, berakhir dengan kisah priyayi, mantra dan sayid. Direbutnya keraton oleh pasukan Belanda tahun 1821, berakibat besar bagi perbandingan interen elit Palembang dari sistem pajak lama, dihapuskan. Dengan demikian khususnya priyayi kehilangan wibawa ekslusif mereka atas penduduk lain. Perkembangan ini juga mempengaruhi pembagian status dan kekuasaan dikalangan elit kota demi kepentingan sayid. Para saudagar kaya justru

128

Page 134: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

berhasil memperkuat kedudukan mereka dengan bertindak sebagai pelindung agama. Rakyat jelata diwajibkan setia mematuhi kewajiban moral yang berkenaan dengan upacara agama. Sementara itu tanpa perlindungan priyayi dibiarkan mengalami proses kemiskinan yang tak dapat dilaksanakan secara berlahan-lahan. Satu-satunya kenangan hak istimewah ini ialah pembayaran pensiun yang dilakukan oleh penguasa kolonial kepada angota keluarga paling penting. Ketika hak istimewah terancam akan dicabut oleh pemerentah kolonial, bahan konflik sosial yang terkumpul selama bertahun-tahun, meledak pada tahun 1881.

Kejadian 1881 merupakan titik balik citra Islam di mata kolonial. Sebelum pegawai kolonial tidak melihat Islam sebgai ancaman; namun sesudah tahun 1881, ibu kota Palembang dianggap sebagai sarang kejahatan ‘’ haji panatik’’ dan ‘’ orang Arab’’ perubahan citra ini terutama tercermin dalam perubahan sikap terhadap masyarakat Hadramaut di Palembang.

Tak dapat juga dilupakan oleh sejarah antara tahun 1820 dan 1920, kebudayaan kota dan pedesaan masing-masing mengalami perkembangan sendiri. Sesudah negara kolonial berdiri, Palembang menjadi pusat Islamisasi di Sumatera Selatan. Kedatangan Negara kolonial menyebabkan pergesaran pembagian kekuasaan dan penghasilan di kalangan kelas atas kota, sehingga sayid yang berasal dari Hadramaut mempunyai peluang untuk memaksakan pola kebudayaan mereka terhadap penduduk kota. Di bawah pengaruh pelindung agama ini, lapisan sosial yang lain berusaha untuk mentaati kewajiban ritual mereka, seperti yang telah ditetpkan oleh kaum elite.

Pada awalnya, proses Islamisasi yang dimotori elit orban justru di bantu oleh penjajah Belanda, yang karena kelemahan sarana organisatorisnya terpaksa mewujudkan kebijakan ekonomi mereka dalam politik kebudayaan. Berkat dukungan yang tak terduga ini, proses Islamisasi selanjutnya menyebar pula di Ogan Komering Ilir, di mana sebagian besar penduduk desa mengadaptasi pola kebudayaan elit Palembang yang dominan. Namun diluar kantong ekologis

129

Page 135: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

ini, usaha untuk mengganti uang jujur sebagai lembaga sosial yang dominan dengan ketentuan hukum perkawinan Islam membentur pada tembok keenganan yang tidak terlihat. Perbedaan luas yang mencolok ini tidak dapat kita jelaskan sepihak dengan ketidak mampuan politik Negara kolonial atau kelemahan organisatoris birokrasi agama. ofensif islamisasi, yang terutama di tunjukan bagi kelurga, terbentur pada perlawanan jurai yang gigih yang merupakan struktur kekerabatan yang berurat-berakar di uluan Palembang. Penolakan keras jurai terhadap bentuk kekerabatan, didasari keperluan mendesak untuk bekerjasama dengan lingkungan alami yang hanya produktif lewat penggalan tenaga pria. Garis pertahanan ini sejajar dengan lebatnya tanaman hutan tropik, merupakan halangan yang tidak dapat ditembus oleh serangan lemah pemerintah kolonial yang mendukung hukum perkawinan Islam. seperti juga pohon-pohon di hutan tropik, sesudah kampanye nanti jurai selesai, ikatan jurai masih berdiri tegak dalam sistem masyarakat uluan Palembang. Meskipun dalam pembicaraan tentang laska budaya, tampaknya terlalu mendekati yang sepihak.

Wilayah Iliran dan Uluan merupakan kontruksi kolonial yang mengedepankan jati diri kebudayaan wilayah Palembang. kolonial sama sekali bukan pengamat netral, tapi sebagai kekuatan aktif dari penyususnan kembali formasi agama, norma dan tradisi setempat yang mudah dipahami. Di jumpai dua proses yakni islamisasi dan Tradisionalisasi. Persis pada perbatasan dua zaman, dilambangkan dengan introduksi mesin uap, di ketahui bahwa kolonial melakukan usaha yang melampaui batas, justru supaya kebudayaan yang memudar antara Iliran ( kota )dan Uluan (pedalaman ) tetap tegak. Sesudah tahun 1870, proses Islamisasi di pedalami makin dirintangi oleh kolonial. Karena takut akan terciptanya oposisi agama yang sifatnya supral-lokal, intraksi antara kebudayaan kota dan pedesaan sedapat mungkin dihalangi oleh larangan menetap dan berpergian, yang terutama ditunjukan kepada para kyai Palembang. Tradisionalisasi ini justru menyebabkan tetap hidupnya kepercayaan dalam kebudayaan lisan Uluan

130

Page 136: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Palembang, yang harus bersaing kuat dengan normal ortodoks, seperti dirumuskan dan di susun dalam kebudayaan Islam yang tertulis. Dan oleh karena penjajah Belanda tidak menuntut taraf pengetahuan pegawai agama pedesaan yang lebih memadai, maka lebay penghulu dan khatib sebagai wakil agama yang dilembagakan.

Kedua-duanya mala diangap sebagai dua kutub yang saling melengakapi, bukan saling bertentangan, terputus dari lingkaran pengetahuan yang lebih tinggi. Sampai tahun 1920 pegawai agama cenderung untuk membenarkan tradisi lokal yang dipimpin oleh kepala marga. Baru perubahan sosial ekonomi yang mendalam pada abad ke-20an sunguh-sunguh menguji rezim religius di kota maupun hubungn keangamaan di desa.

B. Saran- Saran

Mengingat begitu banyak aspek-aspek positif yang dapat diambil dari nilai sejarah penyebaran Islam di daerah Sumatera Selatan serta dengan memandang Islam sebagai proses yang tidak perna berhenti sampai sekarang, pada kesempatan yan baik ini peneliti memberikan masukan berupa saran-saran yang ditunjukan kepada: 1. Seluruh umat Islam di Indonesia khususnya di Sumatera

Selatan, agar lebih memahami kembali kedudukannya sebagai kaum muslim yang sekaligus juga sebagai mubaligh. Sehingga diharapkan dapat berperan serta dalam membentuk generasi yang berkualitas, baik jasmani maupun rohani serta untuk membina insan yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai manifestasi dari tujuan pendidikan dan pembangunan Bangsa.

2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta instansi terkait lainnya, agar mengembangkan suatu kurikulum dalam mata pelajaran sejarah, khususnya mengenai sejarah Islam dengan alokasi yang cukup serta uraian yang jelas dan menyeluruh, agar siswa dapat memahami dan menyerap nilai-nilai penting perjuangan Islam dalam perkembangan sejarah.

131

Page 137: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

3. Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan sejarah dan purbakala Dirjen Pendidikan dan Kebudayaan, agar melestarikan semua bentuk peninggalan sejarah perkembangan Islam yang dapat digunakan sebagai sarana untuk pembentukan identitas manusia seutuhnya. Selain sebagai tempat untuk mendapatkan referensi dan informasi untuk mempelajari dan memahami perkembangan sejarah Islam di berbagai daerah Indonesia.

4. Peminat penelitian tentang sejarah kesultanan dan perkembangan Islam di Palembang Sumatera Selatan, agar melakukan pengkajian secara lebih mendalam dan menyeluruh, sehingga akan dapat diperoleh wawasan pemahaman yang utuh tentang kedudukan Islam dalam konteks Sejarah perkembangannya di Palembang Sumatera Selatan.

132

Page 138: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi MA.Jaringan Ulama Timur Tengah Dan

Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII. Jakarta: Kencana, 2007.

______________, Perspektif Islam Di Asia Tenggara. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, 1989. Hanafiah, Djohan. Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kota

Madya Daerah Tinggkat II Palembang. Palembang: Pemerintah Kota Madya Palembang, 1983.

____________, Perang Palembang Melawan V.O.C. Palembang:

Karyasari, 2003. ____________, Kuto Besak, Upaya Kesultanan Palembang

Menegakkan Kemerdekaan. Jakarta: Cv Haji Masagung, 1989.

_____________, Masjid Agung Palembang Sejarah dan Masa

Depanya. Jakarta: CV Haji Masagung, 1988. ___________, Sejarah dan Kebudayaan Palembang. Jakarta:

Proyek Penerbitan Buku Sejarah, 1983 ___________, Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kota

Madiyah Tingkat II Palembang. Palembang: Kota Madiyah Palembang, 1978.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Sum-Sel. Syair Perang Palembang. Palembang: Musium Bala Putra Dewa, 1994.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sejarah Perlawanan

Terhadap Imperialisme dan kolonialisme di Daerah SumSel. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983.

133

Page 139: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Majid, M. Dien. Berhaji Di Masa Kolonial. Jakarta: CV Sejahtra,

2008. _____________, Mesjid Di Mata Kolonial. Jakarta: Laporan

Hasil Penelitian Yang Belum Diterbitkan, 2001 ____________, Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar. Jakarta:

Prenada Media Group, 2014. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sejarah Perlawanan

Tehadap Imperilisme dan Kolonialisme di Daerah Sumatera Selatan. Jakarta, 1983.

Darmawijaya. Kesultanan Islam Nusantara. Jakarta: Pusta Al- Kausar, 2010.

Abdurhman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Tanggerang: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Gadjahnata K.H.O. Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Sumatera Selatan. Jakarta: UI Press, 1986

Rahim, Husni. Sistem Otoritas dan Administrasi Islam: Studi Tentang Pejabat Agama Masa Kesultanan dan Kolonial di Palembang. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1998.

Kemas A. Racman Panji.Dkk. Syair Perang Menteng. Palembang: Rafah Press, 2010.

Ma’ruf, Kamil dan Hanafiah, Djohan. Sumatera Selatan Melawan Penjajah Abad 19. Sumatera Selatan: PT Jayatama Milinia, 2000.

Gadjahnata K.H.O. Masjid Lawang Kidul, Jakarta: UI Prees,

1986. Wijoyo, Kunto, Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang,

1995. ___________, Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar. Jakarta: Prenada

Media Group, 2014. Imanuddin, Lim Jumhari. Arab Palembang dari Masa

Kesultanan sampai Kolonial Belanda. Padang: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Kajian Nasional 2005.

134

Page 140: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Peeters, Jeroen. Kaum Tou- Kaum Mudo Perubahan Religius Di Palembang 1821-1942. Jakarta: Innis, 1997.

Jumhari. Sejarah Sosial Orang Melayu Keturunan Arab dan Cina di Palembang Dari Masa Kesultanan Palembang Sampai Reformasi. Padang: BPSNT Padang Prees, 2010.

Yass, Ab Marzuki. Kerusuhan-Kerusuhan Di Daerah Pedalaman

Kesultanan Palembang Abad Ke-19. Jakarta Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984

Swara, Puspa. Pahlawan Nasional Indonesia. Jakarta: Puspa Suara Group, 2010 .

Faille P.DE.ROO.DEE.. Dari Zaman Kesultanan Palembang. Jakarta: Bhratara, 1971.

Team Perumusan Hasil Diskusi Sejarah Perjuangan Sultan.

Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II. Palembang: Hasil Penelitian Belum di Terbitkan, 1980.

Wulandari, Triana, Syarikat Islam dan Pergerakan Politik di

Palembang. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2001.

R.H.M. Akib. Sejarah Perjuangan Sri Sultan Mahmud

Badaruddin II. Palembang: 1986. Aly, Salman. Sejarah Kesultanan Palembang. Jakarta: UI Press,

1996. Arios Leornard Rois Seno, Makna Lambang Pada Bangunan

Dan Lukisan Makam Raja-Raja Palembang. Palembang: Padang Press, 2009.

Team Perumus Hasil Diskusi. Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud badarudin II. Palembang: Hasil Penelitian Yang Belum di Terbitkan, 1980.

Zulkifl, MA, Kontinyuitas Dan Perubahan Dalam Islam Tradisional di Palembang. Palembang, Hasil Penelitian Pakultas Adab IAIN Raden Fatah Yang Belum di Terbitkan, 1999

135

Page 141: BAB I - eCampus | Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

______________, Ulama Palembang Pada Abad XIX Peranan dan Pemikirannya dalam Masyarakat. Palembang: Hasil Penelitian Yang Belum di Terbitkan, 1980.

Wikipedia. Syekh Muhammad as - Samman al- Madani. Diunduh

dari https://id. Wikipedia.org/wiki/Syekh_Muhammad_as-Samman al- Madani. Di ambil hari Rabu, 24-06-15. Jam 12:29 wib.

.

136