BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan dkk, 1993). Depresi telah dicatat dan diketahui sudah sejak jaman masa lampau, diskripsi tentang apa yang dinamakan gangguan mood dapat ditemukan pada dokumen purbakala. Kira-kira tahun 400 SM. Hipokrates menggunakan istilah mania dan melankolis untuk menggambarkan gangguan mental ini. Di tahun 1854 Gules Folret menggambarkan suatu keadaan yang disebut falic circulaine, dimana pasien mengalami perubahan mood. Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sering ditemukan dengan prevalensi seumur hidup adalah kira kira 15%. Pada pengamatan yang universal terlepas dari kultur atau negara prevalensi gangguan depresi berat pada wanita dua kali lebih besar dari pria. Pada umumnya onset untuk gangguan depresi berat adalah pada usia 20 sampai 50 tahun, namun yang paling sering adalah pada usia 40 tahun. Depresi berat juga sering 1
depresi endogen adalah depresi yang penyebabnya belum diketahui namun terjadi karna faktor dari dalam
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada
pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa
putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan dkk, 1993).
Depresi telah dicatat dan diketahui sudah sejak jaman masa lampau, diskripsi
tentang apa yang dinamakan gangguan mood dapat ditemukan pada dokumen
purbakala. Kira-kira tahun 400 SM. Hipokrates menggunakan istilah mania dan
melankolis untuk menggambarkan gangguan mental ini. Di tahun 1854 Gules Folret
menggambarkan suatu keadaan yang disebut falic circulaine, dimana pasien
mengalami perubahan mood.
Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sering ditemukan
dengan prevalensi seumur hidup adalah kira kira 15%. Pada pengamatan yang
universal terlepas dari kultur atau negara prevalensi gangguan depresi berat pada
wanita dua kali lebih besar dari pria. Pada umumnya onset untuk gangguan depresi
berat adalah pada usia 20 sampai 50 tahun, namun yang paling sering adalah pada
usia 40 tahun. Depresi berat juga sering terjadi pada orang yang tidak menikah dan
bercerai atau berpisah.
Patogenesis depresi kenyataannya sampai saat ini masih membingungkan dan
belumlah pasti sehingga banyak teori-teori semuanya timbul dan berkembang seiring
dengan kemajuan bidang psikofarmakologi.
1.2. TUJUAN
- Mahasiswa mengetahui definisi depresi endogen
- Mahasiswa mengetahui etiologi dan gejala depresi endogen
- Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan deperesi endogen
1
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEPRESI
2.1 Definisi depresi
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga
hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas
(Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak
mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality), perilaku dapat
terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2006).
Selain itu depresi dapat juga diartikan sebagai salah satu bentuk
gangguan kejiwaan pada alam perasaan (afektif mood), yang ditandai dengan
kemurungan, kelesuan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa
dan lain sebagainya. Depresi adalah suatu gangguan perasaan hati dengan ciri
sedih, merasa sendirian, rendah diri, putus asa, biasanya disertai tanda–tanda
retardasi psikomotor atau kadang-kadang agitasi, menarik diri dan terdapat
gangguan vegetatif seperti insomnia dan anoreksia (Kaplan Sadock,2003).
Bermacam-macam gangguan psikiatrik, dapat dialami penderita stroke,
hal ini sudah lama diketahui oleh para ahli. Emil Kraeplin mengatakan bahwa
penyakit serebrovaskuler bisa menyertai gangguan manik depresif (Bipolar I)
atau menyebabkan keadaan depresi (Kaplan Sadock,2003).
2.2. Epidemiologi depresi
Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur
hidup sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10%
perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah
didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5%
dari komunitas memiliki gangguan depresif berat.
1. Jenis Kelamin
Perempuan 2x lipat lebih besar dibanding laki-laki. Diduga adanya
perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stresor psikososial
3
antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang
ketidakberdayaan.
Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat prevalensi gangguan
depresif berat yang dua kali lebih besar ada wanita dibandingkan dengan laki-
laki (Kaplan, 2010). Pada penelitian lain disebutkan bahwa wanita 2 hingga 3
kali lebih rentan terkena depresi dibandingkan laki-laki. Walaupun alasan
adanya perbedaan tersebut tidak diketahui, alasan untuk perbedaan tersebut
didalilkan sebagai keterlibatan dari perbedaan hormonal, efek kelahiran,
perbedaan stressor psikososial dan model perilaku keputusasaan yang
dipelajari (Kaplan, 2010).
Pada penelitian yang dilakukan NIMH (2002) ditemukan bahwa
prevalensi yang tinggi pada wanita dibandingkan pria kemungkinan
dikarenakan adanya ketidakseimbangan regulasi hormon yang langsung
mempengaruhi substansi otak yang mengatur emosi dan mood contohnya
dapat dilihat pada situasi PMS (Pre Menstrual Syndrome). Untuk wanita yang
telah menikah, depresi dapat diperparah dengan masalah keluarga dan
pekerjaan, merawat anak dan orangtua lanjut usia, kekerasan dalam rumah
tangga dan kemiskinan.
2. Usia
Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% onset diantara usia 20-
50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut
usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20
tahun. Mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengguna alkohol dan
penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.
Pada umumnya, rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat
adalah kira-kira 40 tahun, dimana 50% dari semua pasien mempunyai onset
antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif berat juga memiliki onset
selama masa anak-anak atau pada lanjut usia. Beberapa data epidemiologis
menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif berat mungkin meningkat
pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun (Kaplan, 2010). Pada
penelitian lain yang dilakukan oleh Akhtar (2007) didapatkan bahwa tingkat
prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok usia 20-24 tahun (14,3%) dan yang
terendah pada kelompok usia >75 tahun (4,3%), sementara data yang
4
didapatkan dari NIMH (2002) menyebutkan bahwa tingkat depresi terbanyak
ditemukan pada kelompok usia >18 tahun (10%).
3. Status Perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan
interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah. Wanita
yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk menderita
depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah namun hal ini berbanding
terbalik untuk laki-laki. Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi
paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang
erat, pasangan yang bercerai atau berpisah (Kaplan, 2010). Penelitian yang
dilakukan oleh Akhtar (2007) memperlihatkan bahwa prevalensi tertinggi dari
depresi didapatkan pada pasangan yang bercerai atau berpisah.
4. Faktor Sosioekonomi dan Budaya
Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan
depresi berat. Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan disbanding
daerah perkotaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National
Academy on An Aging Society (2000) didapatkan data bahwa pada kelompok
responden dengan pendapatan rendah ditemukan tingkat depresi yang cukup
tinggi yaitu sebesar 51%. Pada penelitian Akhtar (2007) ditemukan tingkat
depresi terendah pada kelompok pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
sebesar (9,1%) dan sebaliknya tingkat depresi yang tertinggi ditemukan pada
responden dengan kelompok pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%).
Walaupun hasil ini dapat menjadi indikasi adanya perbedaan tingkat depresi
pada tingkat pendidikan, namun hal tersebut tidak memiliki korelasi positif
dengan terjadinya gangguan depresif (Kaplan, 2010).
2.3. Etiologi depresi
Etiologi depresi terdiri dari:
1. Faktor genetic
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan
gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak
kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga
tersebut.
5
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di
dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola
penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan
saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non
genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam perkembangan
gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang. Penelitian keluarga
menemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan
depresif berat berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar daripada sanak
saudara derajat pertama (Kaplan, 2010; Tomb, 2004).
2. Faktor Biokmia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di
dalam metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter
norepinefrin, serotonin dan dopamine (Gambar 2.3.2). Dalam penelitian lain
juga disebutkan bahwa selain faktor neurotransmitter yang telah disebutkan di
atas, ada beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan timbulnya depresi
yaitu neurotransmitter asam amino khususnya GABA (Gamma-Aminobutyric
Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi neurendokrin dan neuroanatomis
(Kaplan, 2010). Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat
disebabkan terutama oleh adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan
hormon pertumbuhan. Selain itu kelainan lain yang telah digambarkan pada
pasien dengan gangguan mood adalah penurunan sekresi nocturnal
melantonin, penurunan pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptophan,
penurunan kadar dasar FSH (Follicle Stimullating Hormon) dan LH
(Luteinizing Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada laki-laki.
Ada dua hipotesis terjadinya depresi secara biokimia, yaitu:
a. Hipotesis Katekolamin
Beberapa penyakit depresi berhubungan dengan defisiensi
katekolamin pada reseptor otak. Reserpin yang menekan amina otak
diketahui kadang-kadang menimbulkan depresi lambat (Ingram dkk,
1993).
Disamping itu, MHPG (Metabolit primer noradrenalin otak)
menurun dalam urin pasien depresi sewaktu mereka mengalami
episode depresi dan meningkat di saat mereka gembira (Ingram dkk,
1993).
6
b. Hipotesis Indolamin
Hipotesis indolamin membuat pernyataan serupa untuk 5-
hidroxitriptamin (5 HT). metabolit utamnya asam 5-hidroksi
indolasetat (5HIAA) menurun dalam LCS pasien depresi, dan 5 HIAA
rendah pada otak pasien yang bunuh diri. L-Triptofan, yang
mempunyai efek antidepresi meningkatkan 5HT otak (Ingram dkk,
1993).
3. Faktor Hormon
Kelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol dan