1437Jihad antara Definisi dan Usaha Distorsi.........
BAB I
J I H A D
ANTARA DEFINISI SYARI DAN USAHA DISTORSI
I. DEFINISI SECARA BAHASA
Kata jahadayajhadu-al juhdu wa al jahdu ---) ) mempunyai lebih
dari 20 makna, semuanya berkisar pada makna kemampuan ( ) ,
kesulitan ( ) , keluasan () (kemampuan dan kesempatan), () perang
dan ( ( bersungguh-sungguh. Karena itu para ahli tafsir, ahli
hadits, ahli fiqih dan ahli bahasa selalu mengartikan jihad secara
bahasa dengan makna mencurahkan segenap kemampuan atau
(bersungguh-sungguh menundukkan) kesulitan.
Imam al Fairuz Abadi berkata, Al jahdu dan al juhdu maknanya
kemampuan dan kesulitan. Ada yang mengatakan al jahdu maknanya
kesulitan, ada juga yang menyatakan al jahdu artinya kesulitan,
sedang al juhdu artinya kemampuan. Ada juga yang menyatakan al
juhdu maknanya apa yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh oleh
seseorang. [Bashairu Dzawi al Tamyizifi Lathaifi al Kitab alAziz
2/401]
Syaikh Musthofa al Suyuthi berkata, Al jihadu merupakan mashdar
dari kata jaahada-jihaadan wa mujaahadatan maknanya
bersunggh-sungguh (mencurahkan kemampuan) dalam memerangi musuh.
[Mathalibu Uli al Nuha 2/497]
Kata jahada-juhdun dan jahdun sudah mempunyai makna mubalaghah
(bersungguh-sungguh). Apalagi kata jihad yang berasal dari kata
jaahada dengan sighah mubalaghah, tentulah maknanya
bersungguh-sungguh kuadrat. Ini menunjukkan bahwa kedua belah pihak
saling mengerahkan kemampuan maksimalnya untuk mengalahkan
lawannya.. Itulah sebabnya para pakar bahasa menyebutkan makna
jihad secara bahasa adalah :
. Mengerahkan seluruh kemampuan untuk mendapatkan kebaikan dan
menolak bahaya.[Fi al Jihadi Adabun wa Ahkamun hal. 5]. Atau :
Menanggung kesulitan dengan mengerahkan segala kemampuan.
II. DEFINISI SECARA SYARI.Bila disebutkan kata jihad fi
sabilillah maka maknanya adalah berperang melawan orang-orang kafir
untuk menegakkan kalimatulloh. Inilah definisi yang disebutkan oleh
para ulama salaf, berdasar ayat-ayat dan sunah-sunah Rasulullah.
Begitulah fatwa Rasulullah ketika ditanya oleh seorang shahabat
tentang makna jihad :
.
Dari Amru bin Abasah ra. beliau berkata, Ada orang bertanya
kepada Rosululloh,Wahai Rosululloh, apakah Islam itu ? Beliau
menjawab, Hatimu merasa aman, dan juga orang-orang muslim merasa
aman dari gangguan lidah dan tanganmu. Orang tersebut bertanya,Lalu
Islam bagaimanakah yang paling utama? Beliau menjawab,Iman. Orang
tersebut bertanya lagi, Apakah iman itu? Beliau menjawab, Kamu
beriman kepada Alloh, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
Rosul-rosul-Nya dan kebangkitan setelah mati. Orang tersebut
bertanya lagi,Lalu iman bagaimanakah yang paling utama itu? Beliau
menjawab,Hijroh. Orang tersebut bertanya lagi, Apakah hijroh itu?
Beliau menjawab,Engkau meninggalkan amalan jelek. Orang tersebut
bertanya lagi,Lalu hijroh bagaimanakah yang paling utama itu?
Beliau menjawab, Jihad. Orang tersebut bertanya lagi,Apakah jihad
itu? Beliau menjawab, Engkau memerangi orang kafir jika kamu
bertemu mereka. Orang tersebut bertanya lagi, Lalu bagaimanakah
jihad yang paling utama itu? Beliau menjawab, Siapa saja yang
terluka kudanya dan tertumpah darahnya. (HR. Ahmad 4/114 dengan
sanad shohih, juga oleh Abdu Razzaq 11/127 no. 20107, Ath Thobroni
dan Al-Baihaqi, mempunyai syawahid dalam Silsilah Ahadits al
Shahihah no. 551).
Bahkan syaithan pun paham bahwa jihad itu maknanya perang di
jalan Allah demi meninggikan kalimat Allah, sebagaimana disebutkan
dalam hadits :
: : . : . . , . Dari Sibrah bin Abi Fakihah bahwasanya
Rasulullah bersabda," Sesungguhnya setan menghadang manusia di
setiap jalan kebaikan. Ia menghadang manusia di jalan Islam,"
Apakah kau mau masuk Islam dan meninggalkan agamamu, agama bapakmu
dan agama moyangmu ?" Ia tidak emenururti setan dan masuk
Islam.Maka setan menghadangnya di jalan hijrah," Kau mau hijrah,
meninggalkan tanah air dan langit yang menanungimu ?Ia tidak
menururti setan dan berhijrah maka setan menghadangnya di jalan
jihad," Kau mau berjihad, sehingga terbunuh dan istrimu diambil
orang serta hartamu dibagi-bagi ?" Ia tidak menururti setan dan
tetap berjihad. Siapa saja melakukan hal, itu maka sudah menjadi
kewajiban Allah untuk memasukkannya ke surga. Dan siapa saja
terbunuh maka sudah menjadi kewajiban Allah untuk memasukkannya ke
surga. Dan siapa saja tenggelam (karena jihad atau hijrahpent) maka
sudah menjadi kewajiban Allah untuk memasukkannya ke surga. Dan
siapa saja terlempar dari kendaraannya (saat hijrah atau jihad)
maka sudah menjadi kewajiban Allah untuk memasukkannya ke surga."
[HR. Ahmad 3/483, Nasa'i 6/21 dan Ibnu Hiban no. 1601, Shahih al
Jami' al Shaghir 2/340 no. 1652/736, Shahih at Targhib wa at Tarhib
2/173].
Dalam kesempatan yang lain Roslulloh bersabda:
. .Dari Abu Huroiroh ra. Beliau berkata, Datang seseorang kepada
Rosululloh saw. Lalu berkata,Tunjukkan padaku sebuah amalan yang
bisa menyamai jihad !! Beliau menjawab,Aku tidak mendapatkannya.
Apakah kamu mampu apabila seorang mujahid keluar, kamu masuk masjid
lalu sholat dan tidak berhenti dan kamu shaum dan tidak berbuka?
Orang tersebut berkata, Siapa yang mampu melakukan hal tersebut???
Abu Huroiroh berkata, Sesungguhnya bermainnya kuda seorang mujahid
itu dicatat sebagai beberapa kebaikan.(HR. Al-Bukhori No. 2785,
NasaI 6/19, Ahmad 2/344, Ibnu Abi Syaibah 5/199).
Keterangan : Puasa dan sholat adalah bagian dari jihadun nafs,
namun demikian Rosululloh mengatakan, Aku tidak mendapatkan amalan
yang bisa menyamai jihad. Hal ini menunjukkan bahwa yang dimaksud
dengan jihad kalau berdiri sendiri adalah perang melawan
orang-orang kafir, bukan mujahadatun nafs, bukan dakwah, bukan
thalabul ilmi, bukan membangun sekolah dan pondok pesantren dan
amal-amal sholih lainnya.
. .
Dari Abu Said Al-Khudri ra. ia berkata, Dikatakan kepada
Rosululloh saw.. Wahai Rosululloh, orang bagaimanakah yang paling
utama ? Rosululloh saw. Menjawab, Orang mukmin yang berjihad di
jalan Alloh dengan jiwa dan hartanya. Mereka bertanya lagi,
Kemudian siapa? Beliau menjawab, Seorang mukmin yang (menyendiri)
berada dalam suatu lembah, takut kepada Alloh dan meninggalkan
manusia karena kejahatan mereka .(Al-Bukhori no. 2786).
Keterangan : Orang mukmin yang menyendiri di tempat sepi seperti
suatu lembah, gunung, daerah pedalaman dll, sambil bertaqwa kepada
Alloh, melakukan sholat, tekun beribadah kepada Allah disebut
sebagai mutazil (orang yang beruzlah). Pekerjaannya disebut uzlah.
Jelas sekali uzlah dengan seluruh bentuk ibadah di dalamnya
termasuk berjihad melawan hawa nafsunya, namun Rasulullah tidak
menyebutnya sebagai seorang mujahid (orang yang berjihad) dan
uzlahnya juga tidak beliau sebut sebagai jihad. Beliau menyebutkan
orang yang berjihad dengan jiwa dan raganya di jalan Alloh, itulah
mujahid sesungguhnya. Hal ini menunjukkan bahwa kata jihad apabila
berdiri sendiri artinya adalah perang melawan orang-orang
kafir.
.
Dari Abu Huroiroh ra. bahwasanya Rosululloh bersabda,
Barangsiapa beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya, menegakkan sholat
dan menunaikan shaum Romadhon, maka Alloh pasti akan memasukkannya
ke dalam syurga, baik dia berjihad di jalan Alloh maupun duduk di
daerah ia dilahirkan. Para shahabat berkata, Bagaimana kalau hal
ini kami kabarkan kepada orang-orang? Beliau menjawab,
(jangan!!!-pent) Sesungguhnya di syurga ada seratus tingkatan yang
disiapkan untuk para mujahidin di jalan Alloh. Jarak antara dua
tingkatan sebagaimana jarak antara langit dan bumi.(Al-Bukhori No.
2790, Tirmidzi no. 2529, Ahmad 2/235).
Keterangan: Rosululloh menamakan orang-orang yang duduk ditempat
tinggalnya tidak ikut berperang di jalan Allah bukan mujahid
sekalipun ia shalat, zakat, haji, shaum, berdakwah dan mengerjakan
amal-amal sholih lainnya, padahal itu semua termasuk jihad melawan
hawa nafsu. Dari sini jelas, jihad maknanya adalah berperang, bukan
dakwah, atau amal sholih lainnya.
Setiap hadits yang menerangkan fadlilah jihad maka yang dimaksud
adalah jihad yang sebenarnya yaitu perang melawan orang-orang kafir
dalam rangka menegakkan kalimatulloh dan tidak dibawa kepada
pengertian-pengertian lain baik thalabul ilmi, dakwah, mendirikan
pondok pesantren dan madrasah membangun jembatan, menyantuni fakir
miskin dan anak-anak yatim dan amal sholih lainnya.
Pendapat ulama salaf dalam hal ini :
Madzhab Hanafi:
1. Imam Ibnul Humam berkata, Jihad adalah mendakwahi orang kafir
kepada agama yang benar dan memerangi mereka kalau tidak mau
menerima. [Hasyiyah Ibnu abidin 4/121, lihat Fathul Qodir
5/436].
2. Imam Al-Kasani berkata, Mengerahkan segala kemampuan dengan
berperang di jalan Alloh dengan nyawa, harta dan lisan atau
lain-lain atau melebihkan (begitu mencurahkan kemampuan) dalam hal
itu. [Badaiu al Shana-i 9/4299].
Madzhab Maliki:
1. Imam Ibnu Arafah berkata, Perangnya orang Islam melawan orang
kafir yang tidak terikat perjanjian untuk meninggikan kalimatulloh,
atau karena ia mendatanginya, atau karena ia memasuki daerahnya.
[(Hasyiyatul Adawi Ala Al-Shoidi 2/2, Asy-syarhu Al-Shoghir Ala
Aqrobu al Masalik 2/267, Balaghatu al Salik li Aqrabi al Masalik
1/354]
2. Ibnu Rusyd berkata, Setiap orang yang berpayah-payah karena
Allah berarti telah berjihad di jalan Allah. Namun sesungguhnya
jihad fi sabilillah kalau berdiri sendiri maka tidak ada maksud
lain selain memerangi orang kafir dengan pedang sampai mereka masuk
Islam atau membayar jizyah dalam keadaan hina. [Al Muqadimat al
Mumahidat li Bayani Ma Iqtadhathu Rusumu al Mudawanah min al Ahkam
al Syaiyah I/259].
Madzhab Syafii:
1. Imam Al-Bajuri berkata, Jihad artinya adalah berperang di
jalan Alloh. (Hasyiyatu Al-Bajuri Ala Ibni Al Qosim 2/261].
2. Imam Ibnu Hajar berkata, Dan secara syari adalah mengerahkan
tenaga dalam memerangi orang kafir. [Fathu al Bari 6/3].
3. Imam al Qasthalani berkata, Memerangi orang kafir untuk
memenangkan Islam dan meninggikan kalimat Allah." [Irsyadu al Syari
5/31]
Madzhab Hambali:
1. Secara syari adalah memerangi orang-orang kafir. [Matholibu
Uli Al Nuha 2/497,].
2. Jihad adalah perang dengan mengerahkan segala kemampuan untuk
meninggikan kalimatulloh [Umdatu al Fiqhi hal. 166, Muntaha al
Irodah 1/302,].
3. Imam Al Baly berkata, Jihad secara syari adalah ungkapan
khusus untuk memerangi orang-orang kafir. [Al Muthliu Ala Abwabi al
Muqni hal. 209].
Pendapat ulama salaf ini ditegaskan kembali oleh para ulama
kontemporer:
1. Dr. Abdulloh Azzam berkata, Empat imam madzhab bersepakat
bahwasanya jihad adalah perang dan tolong-menolong di dalamnya.
Kesimpulannya: 1) Kata jihad kalau berdiri sendiri maka artinya
adalah perang dan kata fii sabiilillah apabila berdiri sendiri
artinya adalah jihad. Beliau juga berkata," Kata jihad jika
disebutkan secara sendirian (tanpa qarinahpent) maka maknanya
adalah perang dengan senjata, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu
Rusyd dan disepakati empat imam madzhab.
2. Syaikh Abdul Baqi Abdul Qadir Ramdhun berkata, Jihad secara
istilah. Ketika disebutkan kata jihad fi sabilillah maka maknanya
adalah memerangi orang-orang kafir, menyiapkan diri untuk hal itu
dan beramal di jalan hal itu.
3. DR. Abdullah Ahmad Qadiri berkata, Adapun pengertian jihad
secara syari, menurut mayoritas ulama fiqih berkisar dalam arti
orang Islam memerangi orang kafir.
4. Syaikh Abdul Akhir Hammad al Ghunaimi berkata, Adapun dalam
istilah syari maka maknanya adalah memerangi orang-orang kafir demi
meninggikan kalimat Allah.
3. DR. Ali Nufai' al Ulyani berkata," Adapun definisi jihad
menurut syar'i adalah memerangi orang kafir untuk meninggikan
kalimat Allah dan saling membantu dalam hal itu."
4. Syaikh Salman Fahd Audah berkata, Jihad melawan orang kafir.
Yaitu dengan memerangi mereka dan dengan mengerahkan segala hal
yang dibutuhkan dalam peperangan ini baik harta, pengalaman dan
lain-lain. Sebagaiman disebutkan dalam hadits Anas,Berjihadlah
melawan orang-orang musyrik dengan harta, nyawa dan lisan kalian.
Bila disebut kata jihad fi sabilillah maka maknanya adalah jihad
dengan makna ini(perang melawan orang kafir),sebagaimana
diungkapkan imam Ibnu Rusyd, (beliau menyebutkan perkataan Ibnu
Rusyd).
5. Begitu juga dengan para ulama lainnya, seperti Syaikh Abdul
Aziz Abdullah bin Baz dalam risalah beliau Jihad dan
keutamaannya.Dll.Dan kadang-kadang kata jihad digunakan juga untuk
jihadun nafs, jihadusy syaithon dan jihad-jihad yang lain.
Diantaranya adalah:
Dan jihadilah mereka dengannya (Al-Quran) dengan jihad yang
besar. (QS.Al-Furqon: 52)
: . Jihad apa yang paling utama? Beliau menjawab, Berkata benar
di hadapan pemerintah yang dholim. (HR Ahmad, Nasai 7/61,
dihasankan Al Mundziri dalam At Targhiib wa at Tarhib 3/168].
: .
Dari Ibnu Masud bahwasanya Rasulullah bersabda, Tak seorang nabi
pun yang diutus sebelumku kecuali ia mempunyai shahabat shahabat
dan penolong-penolong yang setia. Mereka mengikuti sunnah-sunnahnya
dan meengerjakan apa yang diperrintahkannya. Kemudian datang
setelah mereka kaum yang mengatakan apa yang tidak mereka kerjakan
dan mengerjakan apa yang tidak diperintahkan. Maka barang siapa
yang berjihad melawan mereka dengan tangannya maka dia adalah
mukmin dan barang siapa berjihad dengan lisannya dia adalah mukmin
dan siapa yang berjihad dengan hatinya maka dia mukmin. Setelah itu
tidak ada lagi iman walaupun sebesar biji sawi. [Muslim no.
50].
Jihad itu ada empat: amar makruf, nahi munkar, berlaku benar
pada tempat yang menuntut kesabaran dan membenci orang-orang
fasik.(HR. Abu Nuaim dalam Al Hilyah, hasan].
Akan tetapi jika kata jihad diungkakan secara mutlak (secara
lepas) maka artinya adalah perangmelawan orang-orang kafir untuk
menegakkan kalimatulloh sebagai mana diatas. Sebagai mana yang
dikatakan Imam Ibnu Hajar berkata," Secara syar'i adalah
mengerahkan kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir, dan
kadang-kadang digunakan untuk makna berjihad melawan hawa nafsu dan
setan." [Fathu al Bari 6/5]. Imam Ibnu Rusydi berkata, Jihadus saif
adalah memerangi orang-orang musyrik karena agama. Setiap orang
yang berpayah-payah karena Alloh maka ia telah berjihad di jalan
Alloh, akan tetapi sesungguhnya kalimat jihad fii sabilillah
apabila berdiri sendiri (mutlaq) maka tidak ada arti lain kecuali
jihad melawan orang-orang kafir dengan pedang sampai mereka masuk
Islam atau membayar jizyah dengan rendah diri. [Al Muqoddimatu al
Mumahidatu li Bayani Ma Iqtadhthu Rusunu al Mudawwanah mi Al Ahkam
al Syariyah 1/269]. Abdul Akhir Hammad berkata:Dan perkataan yang
kami nukil ini kami tidak dapatkan seorangpun yang menyelisihinya
dan begitu pula nas-nas syarI tidaklah memberikan pengertian
kecuali sebagaimanan yang kami sebutkan ini. Dalam kesempatan yang
lain beliau berkata: Yang benar, memang jihad dalam Islam mencakup
jihad melawan syetan, hawa nafsu dan godaan dunia. Akan tetapi yang
paling tinggi adalah memerangi musuh-musuh Allah dengan pedang dan
tombak dan inilah puncak ketinggian Islam dan ini pulalah yang
dimaksud dengan jihad kalau diungkapkan secara mutlak (berdiri
sendiri). Jadi segala bentuk jihad, baik jihad melawan hawa nafsu,
syetan atau godaan dunia disyariatkan dalam Islam bahkan segala
bentuk jerih payah dalam rangka beribadah kepada Alloh adalah jihad
fii sabilillah. Namun semua bentuk dan macam jihad tesebut bukanlah
yang dimaksud pada ayat-ayat dan hadits-hadits yang menerangkan
jihad secara mutlak (berdiri sendiri) baik hukum-hukum yang berlaku
padanya maupun keutamaan-keutamaannya.
Demikian juga halnya dengan Ibnu Qayyim, beliau berkata,Kemudian
diwajibkan atas kaum muslimin secara menyeluruh untuk memerangi
semua orang musyrik secara menyeluruh. Yang mana sebelumnya hal ini
dilarang lalu diizinkan, lalu diperintahkan untuk melawan
orang-orang yang memulai perang lalu diperintahkan untuk memerangi
seluruh orang musyrik, hukum perintah terakhir ini ada yang
mengatakan farhdu ain namun yang masyhur adalah fardhu kifayah.
Yang benar, pekerjaan jihad secara umum adalah fardhu ain baik
dengan hati, lisan, harta atau tangan. Semua orang Islam harus
berjihad dengan berbagai bentuk jihad tersebut, adapun jihad dengan
nyawa adalah fardhu kifayah sedangkan jihad dengan harta ada yang
mewajibkan dan ada yang tidak. Yang benar adalah wajib juga.
Ustadz Hasan Al-Banna berkata, Yang saya maksud dengan jihad
adalah sebuah kewajiban yang hukumnya tetap hingga hari kiamat. Ini
merupakan kandungan dari apa yang disabdakan Rosululloh saw. :
Barangsiapa mati, sedangkan ia belum pernah berperang atau
berniat untuk berperang, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah.
Peringkat pertama jihad adalah pengingkaran dengan hati dan
peringkat terakhir adalah berperang di jalan Alloh. Di antara
keduanya terdapat jihad dengan pena, tangan dan lesan berupa
kata-kata yang benar di hadapan penguasa yang zlolim. Tidaklah
dakwah menjadi hidup kecuali dengan jihad. Kadar ketinggian dakwah
dan keluasan bentangan ufuknya adalah penentu bagi sejauh mana
keagungan jihad di jalan-Nya dan sejauh mana pula harga yang harus
ditebus untuk mendukungnya. Sedangkan keagungan pahalanya diberikan
kepada mujahid.
Dan berjihadlah di jalan Alloh dengan sebenar-benar jihad.
Dengan demikian engkau telah mengerti slogan abadimu:Jihad
adalah jalan kami.
Syaikh Said Hawa menerangkan perkataan beliau di atas dengan
berkata, Kami sebutkan dalam kitab jundulloh tsaqofatan wa akhlaqon
bahwa jihad itu ada lima macam yaitu; jihad dengan tangan, jihad
dengan lisan, jihad dengan harta, jihad dengan politik. Lebih
lanjut beliau berkata,Jika jihad disebutkan secara mutlak maka yang
dimaksud adalah jihad dengan tangan.
III. DISTORSI MAKNA JIHAD :
Saat ini, faridzah jihad merupakan faridzah yang paling banyak
mendapat serangan baik dari orang-orang kafir maupun dari
orang-orang Islam sendiri, baik kalangan pengikut orientalis bahkan
juga sebagian ulama yang mukhlish tanpa mereka sadari ikut menikam
jihad --. Serangan-serangan ini hadir lewat berbagai pemahaman yang
mereka sebarkan yang bertentangan dengan Al Quran, As Sunah, ijma
salaful umah dan realita kehidupan umat Islam zaman keemasan
mereka. Di antara sebagian pemahaman yang melenceng dalam memahami
makna jihad ini adalah :
1) Makna Jihad Secara Syari Bukan Perang
Ada sebagian orang saat ini yang mulai mengutak-atik makna jihad
ini. Mereka memandang memaknai jihad dengan kata perang melawan
orang-orang kafir merupakan pengertian yang picik, sempit dan
justru semakin memojokkan Islam yang selalu dituduh pihak
orientalis sebagai agama yang tesebar dengan pedang dan kekerasan,
agama teroris dan sebagainya. Untuk itu, mereka mencari-cari dalil
dari Al Quran dan As sunah, kiranya memperkuat pendapat mereka yang
moderat tersebut. Di antara dalil yang mereka gunakan adalah :
Firman Alloh :
Dan berjihadlah untuk Alloh dengan sebenar-benar jihad.(QS.
Al-Hajj: 78).
Dan jihadilah mereka dengannya (Al-Quran) dengan jihad yang
besar. (QS.Al-Furqon: 52)
Dan berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian di jalan Alloh.
Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan harta, jiwa dan
lidah kalian. (Hadits shohih, HR. Abu Dawud no. 2504, An-Nasai 7/7
dan 51, Ahmad 3/124,153,251, Ad Darimi 2/132 no. 2436, Al Baghawi
no.3410). : .
Jihad apa yang paling utama? Beliau menjawab, Berkata benar di
hadapan pemerintah yang dholim. (HR Ahmad, Nasai 7/61, dihasankan
Al Mundziri dalam At Targhiib wa at Tarhib 3/168].
: .
Dari Ibnu Masud bahwasanya Rasulullah bersabda, Tak seorang nabi
pun yang diutus sebelumku kecuali ia mempunyai shahabat shahabat
dan penolong-penolong yang setia. Mereka mengikuti sunnah-sunnahnya
dan meengerjakan apa yang diperrintahkannya. Kemudian datang
setelah mereka kaum yang mengatakan apa yang tidak mereka kerjakan
dan mengerjakan apa yang tidak diperintahkan. Maka barang siapa
yang berjihad melawan mereka dengan tangannya maka dia adalah
mukmin dan barang siapa berjihad dengan lisannya dia adalah mukmin
dan siapa yang berjihad dengan hatinya maka dia mukmin. Setelah itu
tidak ada lagi iman walaupun sebesar biji sawi. [Muslim no.
50].
Jihad itu ada empat: amar makruf, nahi munkar, berlaku benar
pada tempat yang menuntut kesabaran dan membenci orang-orang
fasik.(HR. Abu Nuaim dalam Al Hilyah, hasan].
Di antara para ulama yang mempunyai pemahaman ini adalah DR.
Yusuf Qardhawi [dalam buku beliau Fiqhu az Zakat] dan DR. Ramadhan
al Buthy [dalam buku beliau Al Jihad fi al Islam Kaifa Nafhamuhu wa
Kaifa Numarisuhu]. Di sini hanya akan kita sebutkan pendapat Dr.
Yusuf Qardhawi saja karena pendapat beliau sudah mewakili pendapat
para ualama yang sependapat dengan beliau dalam hal ini. Alasan
lain karena beliau termasuk ulama kontemporer yang kredibilitas
keilmuan beliau diakui dan menjadi tempat rujukan umat Islam. Dr.
Yusuf Qardhawi berkata, Oleh karena itu saya condong untuk tidak
memperluas cakupan fi sabilillah dengan mencakup seluruh perbuatan
baik dan bermanfaat, sebagaimana saya juga tidak mempersempit
cakupannya sehingga tidak terbatas kepada jihad yang berarti
peperangan secara militer saja. Kadang-kadang jihad itu menggunakan
pena dan lisan sebagaimana juga menggunakan pedang dan tombak.
Kadang-kadang jihad berbentuk pemikiran, pendidikan, sosial,
ekonomi atau politik sebagaimana kadang berupa militerSesungguhnya
berbagai macam bentuk jihad dan aktivitas keislaman yang kami
sebutkan diatas walaupun tidak termasuk makna jihad dalam nash maka
wajib memasukkannya ke dalam makna jihad dengan cara qiyas, karena
keduanya adalah amalan yang bertujuan untuk menolong din Allah,
membelanya dan melawan musuh musuhnya serta menegakkan kalimatullah
di muka bumi.
Beliau juga berkata, Sesungguhnya yang terpenting dan pertama
kali dianggap fi sabililillah saat ini adalah bekerja dengan
sungguh-sungguh untuk memulai kehidupan Islami dan benar,
diterapkan di dalamnya seluruh hukum Islam baik itu aqidah,
pemahaman, syiar-syiar, akhlaq dan adat istiadat / budaya. Adapun
yang kami maksud dengan bekerja secara sungguh-sungguh adalah
bekerja bersama-sama yang terorganisir dan terarah untuk mewujudkan
hukum Islam, menegakkan daulah Islam dan mengembalikan khilafah
Islamiyyah, umat dan peradabannya.
Beliau lebih memperjelas pendapat ini, Sesungguhnya mendirikan
pusat-pusat dakwah, untuk menyeru kepada agama Islam yang benar,
menyampaikan risalahnya kepada selain kaum muslimin di seluruh
benua di dunia ini yang mana berbagai agama dan aliran saling
bertarung adalah jihad fi sabilillah.
Jawaban Atas Berbagai Dalil di Atas :
Definisi jihad menurut bahasa sangat umum sehingga apapun usaha
seseorang dengan motivasi baik maupun buruk jika ada unsur
mengerahkan kemampuan bisa tergolong jihadmenurut bahasa. Namun,
Islam telah meletakkan kata jihad dengan pengertian syar'i. Ratusan
kata jihad tersebar di dalam Al Qur'an dan As Sunah. Pelaksanaan
dan hukum-hukum jihad sendiri juga telah diatur syariat dengan
sempurna. Para ulama ushul fiqih telah menetapkan kaidah," Makna
syar'i lebih diutamakan berdasarkan pengertian syara', daripada
pengertian bahasa maupun 'urf."
(a) Telah kita sebutkan di atas dasar-dasar dari Al Quran, As
sunah dan pendapat para ulama salaf yang menyimpulkan makna syari
dari kata jihad adalah perang melawan orang-orang kafir. Ini makna
asasi dan pokok dari kata jihad. Meski demikian ada makna lain dari
kata jihad ini seperti jihad melawan hawa nafsu, jihad dengan
lisan, harta dan makna sekunder lainnya. Namun jihad tidak bisa
dimaknakan dengan makna-makna sekunder ini, kecuali bila ada
qarinah (dalil/hal lain) yang menyebabkan jihad tidak bisa dipakai
dengan makna pokoknya. Imam Ibnu Hajar berkata," Secara syar'i
adalah mengerahkan kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir, dan
kadang-kadang digunakan untuk makna berjihad melawan hawa nafsu dan
setan.". Imam Ibnu Rusydi berkata, Jihadus saif adalah memerangi
orang-orang musyrik karena agama. Setiap orang yang berpayah-payah
karena Alloh maka ia telah berjihad di jalan Alloh, akan tetapi
sesungguhnya kalimat jihad fii sabilillah apabila berdiri sendiri
(mutlaq) maka tidak ada arti lain kecuali jihad melawan orang-orang
kafir dengan pedang sampai mereka masuk Islam atau membayar jizyah
dengan rendah diri. [Al Muqoddimatu al Mumahidatu li Bayani Ma
Iqtadhthu Rusunu al Mudawwanah mi Al Ahkam al Syariyah 1/269].
Karena itu, bila sebagian besar umat Islam memahami jihad itu
perang, itu sudah betul, sesuai dengan syariat dan bukan merupakan
pandangan yang picik dan sempit. Adapun tuduhan orang-orang
orientalis dan orang-orang kafir lainnya, memang itulah pekerjaan
mereka mencari-cari celah untuk menyerang Islam. Menuduh memaknai
jihad dengan perang sebagai sebab adanya tuduhan orientalis kepada
Islam sebagai dien teroris dll merupakan tindakan yang tidak pada
tempatnya dan tak lebih dari upaya mencari kambing hitam. Tanpa
inipun, mereka akan tetap menyerang Islam dengan tuduhan-tuduhan
miring. Sedangkan perkataan DR. Yusuf Qardhawi yang mendasarkan
pada qiyas, maka pernyataan beliau ini tertolak karena tidak ada
qiyas kalau sudah ada nash.
(b) Bila dikatakan makna jihad secara syari adalah perang, bukan
artinya kita melalaikan dan mengecilkan peran penting jihad dengan
arti sekunder lainnya. Tetap kita mengakui arti penting dakwah,
tarbiyah, pembinaan aqidah, pembangunan pondok pesantren dan
madrasah sebagai upaya pembangunan kader dai, pembangunan jaringan
ekonomi Islam dan usaha-usaha sholih lainnya. Itu semua penting,
sangat penting dan jihad tak akan mungkin terlaksana tanpa adanya
dukungan semua usaha tadi. Kaum muslimin hari ini, baik ulama
maupun masyarakat tetap menyadari hal ini, dan itu satu hal yang
patut kita syukuri dan kita tingkatkan lagi. Adapun adanya
mayoritas masyarakat umat Islam yang memahami jihad sebagai jihad
dan tidak menamai aktifitas keislaman lain dengan kata jihad, maka
itu sudah betul, sudah di atas rel yang lurus dan bukan hal yang
berbahaya. Meluruskannya justru akan membengkokkan pemahaman yang
telah benar. Kalau semua disebut jihad maka umat akan dibuat
bingung membedakan mana yang bukan jihad. Sebagai contoh, seorang
petani ke sawah mengatakan saya berjihad, pedagang ke pasar berkata
saya berjihad, ustadz ngajar di pondok mengatakan saya berjihad,
dan seterusnya, lantas mana yang tidak jihad??? Jangan-jangan, yang
jihad betulan (mengangkat senjata) malah disebut teroris dst. Para
ulama sendiri menyebut jihad sebagai dakwah, bukannya menyebut
dakwah sebagai jihad. Sebagai contoh Imam Al Kasani
mengatakan,Dakwah ada dua: Dakwah dnegan senjata yaitu perang dan
dakwah dnegan lisan yaitu tabligh. [Badai-u al Shanai 9/4304] Di
sini, bukannya menyebut dakwah dengan jihad, justru beliau menyebut
jihad dengan dakwah. Walahu Alam bish Shawab.
(c) Jadi, yang salah bukan mendefinisikan dan memahami kata
jihad bermakna perang, namun yang salah dan tidak tepat adalah
melalaikan atau mengecilkan sebagian macam-macam bentuk jihad
(jihad dengan makna sekunder). Termasuk hal yang salah adalah salah
menerangkan makna bentuk jihad yang paling afdhal (utama). Dari
sini, bisa kita pahami --- sebagai jawaban atas orang-orang yang
mengatakan jihad maknanya perang merupakan pendapat yang picik dan
salah --- hal-hal berikut :
1. Memang benar ayat-ayat tadi menerangkan keutamaan dan arti
penting jihad daawy (lewat dakwah) dan menyebutnya sebagai jihadan
kabiran (jihad yang besar), namun makna ayat tadi tak lebih dari
pengertian ini, maksudnya bukan berarti dakwah itu jihad yang
paling utama. Kalaupun kita menerima pendapat yang mengatakan
dakwah itu jihad yang paling agung dan utama, itupun tidak menjadi
masalah karena ayat ini turun di Makkah sedang para ulama dan umat
Islam telah sepakat perintah jihad belum diturunkan di Makkah, saat
itu perintah perang melawan orang muyrik belum ada. Bahkan, saat
perjanjian Aqabah keduapun ---menjelang hijrah beliau ke Madinah---
ketika shahabat Anshar meminta izin menyerang penduduk kafir Mina
esok harinya, beliau berkata,Kita belum diperintahkan untuk itu.
Yang diperintahkan saat itu adalah jihad dakwah, tentu saja hal ini
menjadikannya amal paling utama saat itu. Adapun mengartikan jihad
adalah perang melawan orang kafir merupakan jihad paling utama,
maka ini semua berangkat dari ayat nihai dari ayat jihad yang turun
tahun 9 H. Islam telah sempurna, dan hukum yang wajib diambil
adalah hukum nihai. Orang yang berjihad dan mati tidak dimandikan
bahkan sebagian ulama menyatakan tidak disholati, cukup dikafani
dan dikuburkan. Ini semua menunjukkan jihad itu makna syar'inya
perang. Dengan demikian setiap jihad itu berarti "perang", meskipun
tidak setiap perang itu masuk kategori jihad." [DR. Muhammad Khoir
Haikal, Al Jihadu wa al Qitalu fi al Siyasah al Syar'iyah,
1/74-75]. Untuk itulah kata jihad selalu diiringi dengan kata fi
sabilillah, demi menujukkan tujuannya yang mulia untuk meninggikan
kalimat Allah semata. Makna yang langsung bisa dipahami dari kata
fi sabilillah sendiri adalah jihad, seperti ditegaskan Imam Ibnu
Hajar,Makna yang langsung dipahami dari kata fi sabilillah adalah
jihad. Karena itu tak ada ulama yang memahami hadits di bawah ini
untuk makna selain jihad/perang :
: : . : .
Dari Abu Said ia berkata, Rasulullah bersabda, Tidak ada seorang
hamba pun yang shaum sehari saja di jalan Allah (jihad) kecuali
Allah akan menjauhkan dirinya dari neraka dengan (shaum) hari itu
sejauh 70 tahun. [Bukhari no.2840, Muslim no. 1153].
Imam Ibnu Jauzi berkata, Jika disebutkan secara mutlaq kata
sabilullah maka maknanya adalah jihad. Tak seorang ulamapun
menggunakan hadits ini untuk mereka yang thalabul ilmi, berdakwah,
mendirikan pondok dst. Semua ulama memasukkan hadits ini dalam
hadits tentang jihad, tentang perang melawan orang kafir. Wallahu
Alam.
2. Hadits-hadits yang disebutkan juga tidak bisa menunjukkan
dakwah merupakan jihad yang paling agung atau memaknai jihad secara
syari dengan perang merupakan hal yang salah. Makna haditshadits
tadi ---wallahu Alam--- adalah dakwah, amar maruf nahi munkar dan
jihad melawan hawa nafsu menuntut perjuangan keras dan melawan
beban yang berat. Terkadang harus mengorbankan nyawa seperti kasus
amar maruf di hadapan sultan yang dzalim. Namun makna hadits-hadits
ini juga bisa ---bahkan mungkin lebih pas--- bila diterapkan dalam
jihad dnegan makna perang, di mana nyawa dan harta betul-betul
dicurahkan untuk meninggikan Islam, melebihi pengorbanan harta dan
nyawa dalam dakwah dan jihad melawan hawa nafsu. Bahkan, perang
melawan orang kafir merupakan jihad melawan hawa nafsu yang paling
besar, di mana selain nyawa dan harta dipertaruhkan, seluruh
pelajaran tauhid, akhlaq dan hukm-hukum fiqih ada di dalamnya.
Jihad dengan makna perang akan mengajarkan tauhid, tawakal, sabar,
syukur, pengorbanan dst, melebihi jihad qauly (dakwah) dan jihad
melawan hawa nafsu yang bukan di medan jihad. Bahkan jihad dengan
makna perang ini telah mencakup jihad melawan hawa nafsu dan jihad
qauly. Wallahu Alam.
3. Dalam banyak hadits disebutkan keutamaan berbagai amal.
Menggunakan hadits-hadits tentang utamanya berbagai amal tadi untuk
menyimpulkan makna jihad secara syari bukan hanya perang saja, atau
memaknainya dengan perang merupakan pemikiran yang salah dan picik
sama sekali tidak benar. Dalam hadits disebutkan :
: : . : : . : : .
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah ditanya, Amal apakah
yang paling utama ? Beliau menjawab, Iman kepada Allah dan
Rasul-Nya. Kemudian beliau ditanya lagi, Lalu apa? Beliau menjawab,
Jihad di jalan Allah. Kemudian beliau ditanya lagi, Lalu apa?
Beliau menjawab, Haji yang mabrur. [Bukhari no.56, 1519, Muslim no.
83, Tirmidzi no. 1658, NasaI 8/93]. , : , : . : : . : : . .
Dari Ibnu Masud, Saya bertanya kepada Rasulullah, Ya Rasulullah,
amal apa yang paling utama? Beliau menjawab, Shalat tepat pada
waktunya. Saya bertanya lagi,Lalu apa? Beliau menjawab, Berbakti
pada kedua orang tua. Saya bertanya lagi, Lalu apa? Beliau
menjawab,Jihad di jalan Allah. [Bukhari no.2782]. Dan hadits-hadits
lain yang sebagiannya telah kita sebutkan di atas.
Dalam berbagai hadits di atas, jawaban nabi selalu berbeda-beda
sesuai dengan kondisi si penanya atau kondisi waktu saat itu. Imam
Ibnu Hajar berkata saat menerangkan hadits Ibnu Masud tadi,
Kesimpulan para ulama mengenai hadits ini dan hadits-hadits lain
yang saling berbeda mengenai amal yang paling utama bahwasanya
jawaban nabi berbeda-beda sesuai kondisi si penanya dengan cara
memberitahukan kepada setiap kaum apa yang mereka butuhkan atau
amalan apa yang mereka senangi atau cocok untuk mereka atau (bisa)
juga berbeda sesuai perbedaan waktu dengan (penjelasan) amal itu
lebih utama untuk waktu itu. Karena jihad itu awal Islam adalah
sebaik-baik amalan karena merupakan wasilah untuk melaksanakan
(menegakkan) Islam dan memngkinkan untuk melaksanakannya. Banyak
sekali nash-nash yang menyatakan shalat lebih utama dari shadaqah,
meski demikian dalam kondisi menyantuni orang yang dalam keadaan
terjepit lebih utama dari sholat. Atau bisa jadi bukan lebih utama
dari amalan yang serupa dengannya, namun maksudnya adalah keutamaan
secara mutlaq atau maknanya adalah termasuk amalan yang paling
utama, kata termasuk () dibuang, dan itulah yang dimaksudkan.
Dengan ini bisa dimengerti cara memadukan berbagai hadits yang
nampaknya bertentangan dalam masalah amalan yang paling utama inii.
Kaidah yang diterangkan Ibnu Hajar ini berlaku juga untuk
menerangkan jihad yang paling utama. Beliau kadang menyebut,
Seutama-utama jihad adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa
yang dzalim. Terkadang bersabda, Seutama-utama jihad adlah engkau
berjihad melawan nafsumu demi Allah. Terkadang beliau
bersabda,Orang yang kudanya terbunuh dan darahnya tertumpah.
Terkadang juga bersabda,Bagi kalian (kaum wanita) ada jihad yang
paling utama yaitu haji yang mabrur.Jawaban beliau ini berbeda-beda
sesuai kondisi suasana saat itu atau kondisi si penanya. Namun
demikian, tetap jihad dengan makna memerangi orang kafir dengan
senjata yang mempertaruhkan nyawa dan harta itu sebagai jihad
paling utama, dan itulah makna syari dari kata jihad. Wallahu
Alam.
Agar jawaban di atas lebih bisa dipahami, ada baiknya kita
membahas penggunaan berbagai istilah dalam Islam :ISTILAH SYARI DAN
PEMAKAIANNYA
Dalam Islam, istilah-istilah syari selalu mempunyai dua makna;
makna bahasa dan makna syari atau istilah. Dalam penggunaannya,
makna yang dipakai pedoman dan penilaian adalah makna
syari/istilah. Sebagai contoh :
a). Sholat maknanya secara bahasa adalah doa, sedang secara
syari perbuatan dan perkataa tertentu dengan aturan tertentu,
dimulai dengan takbir dan diakhiri salam. Makna sholat dengan makna
bahasa doa ini tersebut dalam ayat dan hadits, namun demikian
setiap kali kata sholat disbut maka yang langsung dipahami oleh
siapapun adalah makna keduanya, makna syarinya. Saat sholat dhuhur
tiba, misalnya, seluruh orang dalam masjid mendirikan sholat Dhuhur
berjamaah, namun ada seseorang memojok dan tdak ikut sholat, ia
berdiam diri dzikir atau membaca Al Quran. Ketika ditanya, kenapa
tidak sholat ia menjawab sudah karena sholat itu kan berdoa.
Akankah jawaban ini diterima? Tentu saja semua pihak akan
menolaknya, bisa dipastikan ia malah dituduh pengikut kebatinan
atau aliran sesat lainya. Kenapa demikian, karena ia mempermainkan
istilah syariat.
b). Shaum maknanya secara bahasa adalah diam atau menahan diri.
Tidak berbicara namanya shaoum, tidak makan namanya shoum, tidak
tidur namanya shaum,dst. Makna shaum secara syari adalah menahan
diri dari makan, minum, jima dan seluruh pekerjaan lain yang
membatalkan shoum menurut syariat sejak terbit fajar sampai
tenggelamnya matahari.
Demikian pula jihad. Ia mempunyai makna secara bahasa dan syari
seperti telah kita terangkan di muka. Meski makna sekunder jihad
banyak seperti jihad melawan syetan, melawan hawa nafsu da
lain-lain, atau makna bahasanya mengerahkan segenap kemampuan, kita
tidak bisa menyebut bersungguh-sungguh main bola itu jihad
sekalipun seluruh tenaga terkuras habis. Kenapa? Karna itu artinya
bermain-main dengan istilah syariat. Cukuplah main bola disebut
sebagai bermain bola, dakwah dengan dakwah, membangun ponpes dengan
membangun ponpes dst. Cukuplah jihad itu perang melawan orang
kafir. Memang bisa dimaknai dakwah dst, tapi itu kalau ada
qarinah.
Kesimpulannya :
Kata jihad diungkapkan dengan dua cara yaitu : (1) Dengan secara
mutlak (berdiri sendiri) dan (2) Dengan ungkapan yang disertai
qorinah (keterangan) yang memalingkan dari makna aslinya. Jika
disebutkan secara mutlak maka tidak ada arti lain kecuali perang
melawan orang-orang kafir. Inilah makna syari yang dibicarakan
seluruh ulama madzhab tadi. Jihad dalam pengertian inilah yang
dimaksud dengan dzirwatu sanamil islam (puncak ketinggian Islam)
dan sebaik-baik amalan secara mutlak sebagaimana disebutkan oleh
Ibnu Nuhas dan Ibnu Taimiyah. Setiap hadits dan ayat yang
menerangkan keutamaan jihad maka maknanya adalah jihad dalam artian
perang ini. Jihad dalam pengertian ini pulalah yang hukumnya
asalnya fardlu kifayah dan dalam beberapa kondisi tertentu menjadi
fardlu ain. Adapun dakwah dst itu termasuk jihad dengan makna
kedua, dan jihad tidak dimaknai dengan makna kedua ini bila tidak
ada qarinah. Kesalahan sebagian pihak saat ini adalah memaksakan
jihaddengan qarinah ini untuk bisa menempati makna jihad mutlaq
tanpa qarinah ini. Wallahu Alam.
Oleh karena itu, Syaikh Abdul Akhir Hamad Al-Ghunaimy dalam
mendudukkan persoalan ini mengatakan, Yang benar, memang jihad
dalam Islam mencakup jihad melawan syetan, hawa nafsu dan godaan
dunia. Akan tetapi yang paling tinggi adalah memerangi musuh-musuh
Allah dengan pedang dan tombak dan inilah puncak ketinggian Islam
dan ini pulalah yang dimaksud dengan jihad kalau diungkapkan secara
mutlak (berdiri sendiri). Begitu juga ungkapan Imam Ibnu Rusyd,
yang telah kita ungkapkan dua kali di atas.
Jadi segala bentuk jihad, baik jihad melawan hawa nafsu, syetan
atau godaan dunia disyariatkan dalam Islam bahkan segala bentuk
jerih payah dalam rangka beribadah kepada Alloh adalah jihad fi
sabilillah. Namun semua bentuk dan macam jihad tesebut bukanlah
yang dimaksud pada ayat-ayat dan hadits-hadits yang menerangkan
jihad secara mutlak (berdiri sendiri) baik hukum-hukum yang berlaku
padanya maupun keutamaan-keutamaannya.
Demikian juga halnya dengan Ibnu Qayyim, beliau berkata,Kemudian
diwajibkan atas kaum muslimin secara menyeluruh untuk memerangi
semua orang musyrik secara menyeluruh. Yang mana sebelumnya hal ini
dilarang lalu diizinkan, lalu diperintahkan untuk melawan
orang-orang yang memulai perang lalu diperintahkan untuk memerangi
seluruh orang musyrik, hukum perintah terakhir ini ada yang
mengatakan farhdu ain namun yang masyhur adalah fardhu kifayah.
Yang benar, pekerjaan jihad secara umum adalah fardhu ain baik
dengan hati, lisan, harta atau tangan. Semua orang Islam harus
berjihad dengan berbagai bentuk jihad tersebut, adapun jihad dengan
nyawa adalah fardhu kifayah sedangkan jihad dengan harta ada yang
mewajibkan dan ada yang tidak. Yang benar adalah wajib juga. Ustadz
Hasan Al-Banna berkata, Yang saya maksud dengan jihad adalah sebuah
kewajiban yang hukumnya tetap hingga hari kiamat. Ini merupakan
kandungan dari apa yang disabdakan Rosululloh saw. :
Barangsiapa mati, sedangkan ia belum pernah berperang atau
berniat untuk berperang, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah.
Peringkat pertama jihad adalah pengingkaran dengan hati dan
peringkat terakhir adalah berperang di jalan Alloh. Di antara
keduanya terdapat jihad dengan pena, tangan dan lesan berupa
kata-kata yang benar di hadapan penguasa yang zlolim. Tidaklah
dakwah menjadi hidup kecuali dengan jihad. Kadar ketinggian dakwah
dan keluasan bentangan ufuknya adalah penentu bagi sejauh mana
keagungan jihad di jalan-Nya dan sejauh mana pula harga yang harus
ditebus untuk mendukungnya. Sedangkan keagungan pahalanya diberikan
kepada mujahid.
Dan berjihadlah di jalan Alloh dengan sebenar-benar jihad.
Dengan demikian engkau telah mengerti slogan abadimu:Jihad
adalah jalan kami.
Syaikh Said Hawa menerangkan perkataan beliau di atas dengan
berkata, Kami sebutkan dalam kitab jundulloh tsaqofatan wa akhlaqon
bahwa jihad itu ada lima macam yaitu; jihad dengan tangan, jihad
dengan lisan, jihad dengan harta, jihad dengan politik. Lebih
lanjut beliau berkata,Jika jihad disebutkan secara mutlak maka yang
dimaksud adalah jihad dengan tangan.
Seperti telah diungkapkan di atas, seluruh ulama menyebutkan
melawan hawa nafsu, syetan, berdakwah dst itu juga jihad namun
jihad dalam artian bahasa, atau jihad dalam artian sekunder. Hal
itu memang benar dan tidak diingkari, namun demikian pengertian ini
tetap tidak bisa dimasukkan kedalam pengertian jihad secara khusus
(syari/saat jihad disebut secara mutlaq). Kenapa ? Karena memang
perbedaan hukum-hukum, kedudukan dan keutamaannya. Hukum-hukum
jihad seperti fai, ghanimah, kharaj, ghulul, membunuh lawan dst,
keutamaan mati syahid dst, itu semua hanya berlaku untuk jihad
dengan makna syari (mutlaq), bukan untuk dakwah dst itu. Itulah
kenapa makna syarI jihad menurut seluruh ulama salaf adalah perang,
bukan dakwah dst. Karena itu tidak bisa kita artikan, misalnya,
hadits orang mati syahid memberi syafaat 70 anggota keluarganya itu
untuk orang yang dakwah (tabligh atau mengajar di pondok lalu sakit
dan mat, misalnya), karena hadits itu untuk jihad dengan makna
syari, jihad dengan artian perang. Wallahu Alam.
PERANG ADALAH JIHAD TERBESAR. Belakangan ini semakin banyak
pihak yang menyatakan jihad dengan makna syar'i ini (perang)
bukanlah jihad yang paling utama. Dengan berbagai dalil, mereka
mencoba memperkuat pendapatnya, sebuah pendapat yang sama sekali
tidak pernah dikenal salafush sholih. Ada yang mengatakan da'wah,
perjuangan diplomasi dan menjadi oposisi lewat jalur MPR/parlemen
merupakan jihad terbesar, dengan hadits orang yang mengatakan
kebenaran di hadapan pemerintah yang dzalim. Padahal jelas sekali
banyak ayat dan hadits yang menerangkan jihad dengan makna syari
perang adalah jihad yang paling utama dan tinggi, seperti : .
Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk ( tidak turut
berperang) yang tidak mempunyai udzur dengan orang yang berjihad di
jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan
orqng-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang orang
yang duduk satu derajat, kepada masing-masing mereka Allah
menjanjikan pahala yang baik ( syurga) dan Allah melebihkan
orangorang yang jihad atas orangorang yang duduk dengan pahala yang
besar.()Yaitu beberapa derajat, ampunan serta rahmat. Dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [QS An Nisa
95-95].Juga
( (Rabb mereka mengembirakan mereka dengan memberikan rahmat
daripada-Nya, keridhoan dan surga, mereka memperoleh di dalamnya
kesenangan yang kekal, Rabb mereka mengembirakan mereka dengan
memberikan rahmat daripada-Nya, keridhoan dan surga, mereka
memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal, [QS. At Taubah ;
21-22].
Keterangan : Orang yang berjihad diutamakan atas orang yang
duduk-duduk (tidak berjihad). Bisa jadi orang yang duduk-duduk ini
melakukan jihad dakwah, amar ma'ruf nahi munkar, jihad melawan hawa
nafsu dan setan, karena Allah juga menjanjikan bagi mereka pahala
dan kebaikan. Namun demikian tetap saja Allah melebihkan yang
berjihad dengan derajat, maghfirah dan rahmat-Nya. Ini menunjukan
jihad dengan makna perang adalah jihad terbesar dan paling utama.
Hal ini juga menunjukkan bahwa makna jihad secara syar'i adalah
perang, bukan dakwah dst.
Rasulullah bersabda : .
" Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan
puncaknya adalah jihad." [Tirmidzi no. 2616, Al Hakim 2/76].
Keterangan :Dalam hadits ini Rasulullah menempatkan jihad dengan
makna perang sebagai amalan paling tinggi dalam Islam, kenapa makna
perang? Karena shalat sendiri adalah jihad, namun beliau tidak
menyebutnya dengan jihad. Dengan demikian, jihad di sini adalah
perang. .
"Siapa di antara kalian melihat kemungkaran hendaklah ia merubah
dengan tangan, bila tidak mampu hendaklah dengan lisan, bila tetap
tidak mampu hendaklah dengan hati dan itulah selemah-lemah iman."
[HR. Muslim no. 49, Abu Daud no. 1140 dan 4340, Tirmidzi 2172, Ibnu
Majah no. 1275, Ahmad 3/54, Nasa'I 8/111].
Keterangan : Kemungkaran yang paling besar di muka bumi ini
adalah adanya kekafiran dan kesyirikan. Hadits ini menjelaskan
tingkatan merubah kemungkaran mulai dari yang paling tinggi hingga
yang paling rendah. Idealnya, merubah adalah dengan tangan. Kalau
tidak bisa maka dengan lisan, kalau tetap tidak bisa maka dengan
hati. Merubah dengan tangan termasuk di dalamnya adalah jihad.
Dengan demikian, jihad dengan artian perang lebih utama dari jihad
da'wah, jihad melawan hawa nafsunya sendiri dst. [Lihat penjelasan
hadits ini dalam Jami'u al Ulum wa al Hikam hal. ]. Juga hadits
Ibnu Masud tentang amar ma;ruf nahi mukar di atas, dimana disebutan
yang paling tinggi adalah amar makruf dengan tangan, termasuk di
dalamnya jihad.
Dari Abu Said Al-Khudri ra. ia berkata, Dikatakan kepada
Rosululloh saw, Wahai Rosululloh, orang bagaimanakah yang paling
utama ? Rosululloh saw. Menjawab, Orang mukmin yang berjihad di
jalan Alloh dengan jiwa dan hartanya. Mereka bertanya lagi,
Kemudian siapa? Beliau menjawab, Seorang mukmin yang (menyendiri)
berada dalam suatu lembah, takut kepada Alloh dan meninggalkan
manusia karena kejahatan mereka .(Al-Bukhori no. 2786].Imam Ibnu
Daqiq al 'Ied berkata," Qiyas menuntut jihad menjadi amalan dengan
kategori wasilah yang paling utama, karena jihad merupakan sarana
untuk meninggikan dan menyebarkan dien serta memadamkan kekafiran,
sehingga keutamaannya sesuai dengan keutamaann hal itu. Wallahu
A'lam."
Dari Abu Huroiroh ra. Beliau berkata, Datang seseorang kepada
Rosululloh saw. Lalu berkata, Tunjukkan padaku sebuah amalan yang
bisa menyamai jihad !! Beliau menjawab,Aku tidak mendapatkannya.
Apakah kamu mampu apabila seorang mujahid keluar, kamu masuk masjid
lalu sholat dan tidak berhenti dan kamu shaum dan tidak berbuka?
Orang tersebut berkata, Siapa yang mampu melakukan hal tersebut???
Abu Huroiroh berkata, Sesungguhnya bermainnya kuda seorang mujahid
itu dicatat sebagai beberapa kebaikan.(Al-Bukhori no. 2785].
Imam Ibnu Hajar berkata," (Hadits) ini merupakan keutamaan yang
jelas bagi mujahid fi sabilillah, yang menuntut tak ada amalan yang
menyamai jihad."
: : .
Qatadah berkata, Saya mendengar Anas bin Malik dari Nabi beliau
bersabda, Tidak ada seorang pun masuk surga yang ingin kembali ke
dunia padahal ia mempunyai (di surga) seluruh apayang ada di dunia,
kecuali orang yang mati syahid. Ia berangan-angan kembali ke dunia
dan terbunuh sepuluh kali, karena ia mengerti keutamaan (bila mati
syahid di medan perang). [HR. Bukhari no. 2817].
Hadits ini juga diriwayatkan oleh imam An NasaI dan al Hakim.
Imam Ibnu Bathal berkata,Hadits ini merupakan hadits yang paling
agung dalam menerangkan keutamaan mati syahid. Tidak ada amal
kebaikan yang di dalamnya nyawa diprtaruhkan selain jihad, karena
itu pahalanya pun besar.
Berkaitan dengan makna jihad ini, ada kekhawatiran mendalam di
mana kadang-kadang (dan sayangnya ini sudah menjadi realita)
perluasan makna syari jihad dari perang menjadi thalabul ilmi juga
jihad, tashfiyah juga jihad, dakwah juga jihad, membangun ponpes
dan madrasah juga jihad, menyantuni anak yatim juga jihad, berjuang
lewat parlemen/jalur konstitusi juga jihad dst ini dijadikan alasan
untuk mencukupkan diri/ organisasi/ jamiyah/ partai/ jamaahnya
dengan bidang yang digelutinya, tidak mengadakan idad (persiapan
secara militer untuk jihad dengan makna syari perang) dengan
beralasan bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah jihad. Lebih
buruk lagi bila ditambah dengan menuduh orang yang mengartikan
jihad dengan perang lalu mengadakan idad (persiapan militer)
sebagai picik, tak berwawasan luas, teroris, merusak medan dakwah
dll. Inilah yang mengundang kritik banyak ulama yang berusaha keras
meluruskan berbagai penyimpangan ini.Sebenarnya perselisihan yang
terjadi dalam masalah ini, tidaklah berbahaya kalau hanya
ikhtilaful lafdzi (perbedaan dalam menggunakan istilah) saja.
Artinya masing-masing pendapat tidak meninggalkan amalan yang
dilakukan oleh yang lain, dan juga tidak mencampur adukkan dalil
misalnya menggunakan dalil-dalil keutamaan perang untuk dakwah dan
begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, perselisihan ini tidak
menimbulkan perselisihan dalam beramal kecuali pada masalah-masalah
yang memang masih diperbolehkan untuk berijtihad dan berselisih
pendapat. Sehingga yang berjihad dengan makna syari perang tidak
mengabaikan dan meremehkan dakwah dan amar makruf nahi mungkar,
begitu juga sebaliknya yang tidak berjihad tidak mengabaikan dan
meremehkan kewajiban perang melawan orang-orang kafir. Wallahu
Alam.
2) Jihadun nafs dan jihadusy syaithon.Selain mengartikan jihad
dengan berbagai amalan di luar perang melawan orang kafir, di
kalangan kaum muslimin juga tersebar luas pemahaman bahwa perang
melawan musuh adalah jihad ashghor sedangkan jihadun nafs adalah
jihad akbar. Dalil yang dijadikan sandaran :
Kalian datang sebagai sebaik-baik pendatang, dan kalian datang
dari jihad ashghor menuju jihad akbar yaitu jihad melawan hawa
nafsu. Dalam riwayat lain :
Juga hadits :
Mujahid adalah orang yang berjihad melawan hawa nafsunya dalam
rangka taat kepada Allah dan muhajir adalah orang yang berhijrah
dari larangan-larangan Allah.
Juga perkataan Imam Ibnu Qoyyim, Oleh karena jihad melawan
musuh-musuh Allah yang dhohir itu adalah cabang dari jihad nafs
karena Allah, sebagaimana sabda Nabi, Mujahid adalah orang yang
berjihad melawan hawa nafsunya dalam rangka taat kepada Allah dan
muhajir adalah orang yang berhijrah dari larangan-larangan Allah.
maka jihadun nafs lebih didahulukan dari melawan musuh yang dhohir,
dan jihadun nafs adalah pokok dari pada jihad kuffar karena siapa
belum berjihad melawan hawa nafsunya dengan melaksanakan perintah
Allah dan menjauhi larangannya serta memerangi hawa nafsu karena
Allah dia tidak akan mampu untuk berjihad melawan musuh-musuh Allah
yang dhohir. Bagaimana mungkin dia mampu berjihad melawan musuh
Allah, sedang musuh yang mengusai dirinya saja belum ia perangi? Ia
tidak akan mungkin mampu keluar pergi berjihad melawan musuh Allah
sampai ia berjihad menundukkan hawa nafsunya sehingga mau keluar
melawan musuh-musuh Allah. Seorang hamba diuji untuk berjihad
melawan kedua musuh ini (musuh yang lahir dan bathin). Di antara
kedua musuh tersebut masih ada lagi musuh ketiga, ia tidak akan
mungkin memerangi kedua musuh tersebut kecuali bila dia (telah)
bisa melawan musuh yang ketiga yang melemahkan semangatnya,
menakut-nakuti dan selalu membikin khayalan baginya betapa beratnya
jihad melawan keduanya dan hilangnya seluruh kesenangan. Ia tidak
mungkin berjihad melawan kedua musuh tersebut musuh tersebut
kecuali setelah melawan musuh yang ketiga ini. Karena itu jihad
melawan musuh yang ketiga ini pokok dari jihad melawan kedua musuh
di atas. Musuh yang ketiga ini adalah syaithon. Allah
berfirman,Sesungguhnya syaithon itu musuh bagi kalian maka
jadikanlah ia sebagai musuh. Perintah untuk menjadikan syaiton
sebagai musuh adalah peringatan supaya mengerahkan segala kemampuan
untuk memeranginya, karena syaithan (merupakan) musuh yang tidak
pernah berhenti untuk memerangi hamba setiap detak nafas, dengan
demikian maka sebenarnya seorang hamba diperintah untuk memerangi
tiga musuh ini.
Jawaban Atas Pernyataan Ini :
1. Hadits pertama begitu terkenal di masyarakat kita. Untuk
menjawabnya kita serahkan kepada para ulama pakar hadits. Komentar
Ulama hadits tentang hadits ini ;
Para ulama hadits yaitu imam Ibnu Muin, Al Baihaqi, Al-Iroqi dan
al Suyuti menyatakan bahwa sanad hadits ini dhoif, sebagian ulama
hadits lainnya seperti Imam Ahmad dan Ibnu Taimiyah menyatakan
hadits ini hadits palsu :
Imam Al Iraqy berkata dalam takhrij Ihya Ulumi al Dien
2/6,Diriwayatkan oleh Al Baihaqy dalam kitab al Zuhdu dari riwayat
Jabir, sanad hadits ini lemah.
Imam Ibnu Hajar dalam takhrij al Kasyaf 4/114 berkata, Hadits
ini dari riwayat Isa bin Ibrahim dari Yahya bin Yala dari Laits bin
Abi Sulaim. Ketiga perawi ini lemah. Juga diriwayatkan oleh an
Nasai dalam kitab al Kuna dari perkataan Ibrahim bin Abi Ablah,
seorang tabiin dari Syam.
Dalam Tasdidu al Qaus, beliau juga berkata, Hadits ini begitu
terkenal di kalangan mansyarakat, (padahal) merupakan perkataan
Ibrahim bin Abi Ablah, dalam kitab al Kuna karangan imam an
Nasai.
Syaikh Zakaria al Anshari dalam Taliq atas tafsir al Baidhawi
menyatakan bahwa imam Ibnu Taimiyah berkata tentang hadits ini,
Tidak ada asalnya (hadits palsu). Ibnu Hajar berkata tentang perawi
Yahya bin Al Ala, Dia tertuduh memalsukan hadits. Imam Ad Dzahabi
berkata, Imam Abu Hatim berkata,Dia tidak kuat periwayatannya. Imam
Ad-Daruqutni berkata,Dia matruk (tertuduh memalsu hadits). Imam
Ahmad berkata, Dia adalah kadzdzaab ( pembohong/ pemalsu
hadits).
Syaikh Nashirudin al Albani menyatakan hadist ini munkar (sangat
lemah).
Imam Ibnu Taimiyah berkata, Adapun hadits yang diriwayatan oleh
sebagian orang bahwa beliau datang dari perang Tabuk dan
bersabda,Kita kembali dari al jihad al asghar menuju al jihad al
akbar,maka tidak ada asalnya (hadits palsu) dan tak seorang ulama
hadits pun yang meriwayatkannya. Jihad melawan orang-orang kafir
adalah seutama-utama amalan bahkan amalan paling utama yang
dikerjakan oleh manusia. Beliau menyebutkan banyak dalil yang
menerangkan hal ini antara lain QS. 4:95, 9:19-22, dll. [Majmu
Fatawa 11/197]. Dengan demikian, pendapat yang mengatakan jihad
melawan hawa nafsu merupakan jihad akbar ini jelas salah kaprah,
sama sekali tidak ada dalilnya dari Al-Quran dan As-sunnah. Hadits
pertama ini jelas-jelas bertentangan dengan ayat Al Quran [QS.
4:94-96] dan ayat-ayat serta hadits-hadits yang menerangkan
keutamaan jihad yang sebagiannya telah kita singgung di atas.
Seperti disebutkan Imam Ibnu Hajar, perkataan ini adalah
perkataan Ibrahim bin Abi Ablah. Diriwayatkan ketika ada pasukan
kembali dari medan perang, Ibrahim bin Abi Ablah berkata, Kalian
telah kembali dari jihad asghar. Lantas apa yang kalian kerjakan
dalam jihad akbar, yaitu jihadul qalb. Namun riwayat ini diragukan,
mengingat sanadnya tidak bersih. Imam ad Daruquthni berkata,
Ibrahim bin Abi Ablah adalah seorang yang tsiqah, namun jalan-jalan
(sanad) kepadanya tidak bersih. [Siyaru Alam 6/324]. Selain
sanadnya tidak kuat, beliau juga manusia biasa, perkataan beliau
jelas salah karena bertentangan dnegan Al Quran dan As Sunah.
Kalaupun tetap dipakai, maknanya adalah setelah berperang maka
janganlah lupa akan jihad melawan hawa nafsu. Karena kemenangan
dalam medan perang selalu berasal dari amal sholih, sebagaimana
dikatakan shahabat Abu Darda, Kalian berperang (bermodalkan) amal
kalian. Dengan demikian, thalabul ilmi saja, tasfiyah saja, amalan
sunat saja tanpa perang melawan orang kafir justru berarti terjebak
dan ditawan oleh hawa nafsu dan setan.
2. Hadits kedua sudah dijelaskan dalam keterangan terdahulu
tentang cara memahami hadits-hadits yang menerangkan amal yang
paling utama. Sebagaimana dijelaskan Imam Ibnu Hajar, jawaban nabi
ini disesuaikan dengan kondisi si penanya atau kondisi waktu dan
tempat saat itu. Barangkali si penanya masih bergelimang dosa,
sehingga nabi menyatakan kepadanya bahwa berjuang mengalahkan hawa
nafsu itu jihad terbesar baginya. Namun keterangan ini akan kita
tambahkan lagi mengingat banyak yang memperalat perkataan Imam Ibnu
Qayyim untuk menomor sekiankan perang melawan orang kafir. Mereka
mengatakan jihad melawan hawa nafsu adalah jihad terbesar, (mereka
selalu berfikir) untuk apa memerangi orang kafir kalau hal itu
hanyalah jihad asghar, bukankah lebih utama bila mereka jihad
melawan hawa nafsunya dan setan ? (mereka selalu berfikir) Mereka
tidak akan berjihad melawan orang kafir sampai mereka mengalahkan
hawa nafsu, sampai iman dan aqidah mereka seperti iman para
shahabat, sampai mereka bersih dari dosa. Untuk itu tidak boleh
berjihad sampai mendapatkan tarbiyah dan tasfiyah, sampai akhirnya
lulus dari dua program ini.
Untuk menjawab hal ini, pemimpin para ulama salaf, imam Ibnu
Qayyim dan Ibnu Taimiyah sendirilah yang paling berhak. Imam Ibnu
Qayim menyebutkan 7 tingkatan jebakan setan yaitu:1) kekafiran. 2)
Bidah. 3) Dosa besar. 4) Dosa kecil. 5) Menyibukkan dengan hal-hal
mubah. 6). Menyibukkan dengan amalan yang kurang utama atass amalan
yang lebih utama. 7). Berbagai tekanan, intimidasi fisik dan perang
dengan mengerahkan tentara setan, yaitu orang-orang kafir. Setan
mengenal betul Fiqih Maratibu al Amal. Ia memulai menjebak manusia
dengan kekafiran, bila gagal dengan bidah, bila gagal dengan dosa
besar, dst. Seorang muslim yang cerdik akan bisa menyatakan yang
pertama kali harus diberantas adalah kekafiran dan kemusyrikan,
baru kemudian bidah, setelah itu dosa besar, lalu dosa kecil, dst.
Hari ini, tak kurang dari 4,5 milyar umat manusia masih kufur dan
musyrik. Bukan itu saja, mereka juga meraja lela di dunia ini
dengan mengatur dunia sesuka hati mereka, dengan aturan setan dan
menindas serta membantai Islam dan kaum muslimin. Bila seseorang
gagal dijebak oleh setan dengan enam jebakan pertama maka ia kan
dihadapi setan dengan cara kekerasan, yaitu perang fisik antara
wali Allah dan wali setan. Dengan demikian, perang melawan
orang-orang kafir merupakan tingkatan yang paling utama dan paling
tinggi. Tingkatan tertinggi ini oleh imam Ibnu Qayyim disebut
sebagai ibadah yang hanya bisa dilakukan oleh khawashul arifin.
Ubudiyah ini disebut sebagai Ubudiyah Muraghamah, ibadah yang
membuat musuh-musuh Allah marah dan takut. Beliau menyebutkan
beberapa dalil hal ini, antara lain: [QS. An Nisa:100, Al Taubah:
120-121 dan Al Fath: 29].
Dengan demikian jihadun nafs yang dimaksud oleh Imam Ibnu Qoyyim
tidaklah sama dengan apa yang dipahami oleh sebagian orang yang
mengharuskan belajar, tarbiyah dan tashfiyah tadi. Makna jihad nafs
menurut Ibnu Qoyyim adalah menepati perintahperintah Allah secara
kaffah dan mendakwahkannya pada seluruh manusia dengan
merealisasikan tauhid dan mengkufuri thaghut. Jihad melawan orang
kafir dengan pedang itu adalah buah dari aplikasi tauhid. Ibnu
Qoyyim membagi jihad nafs itu dengan empat tahapan :
a). Berjihad dengan mempelajari din yang haq ( Islam ).
b). Berjihad dengan mengamalkan perintah perintah agama yang
telah dipelajari.
c). Berjihad dengan mendakwahkan agama Islam serta
mengajarkannya kepada orang yang tidak tahu.
d). Berjihad dengan bersabar terhadap rintangan-rintangan
dakwah.
Mempelajari dinul haq, mengamalkannya, mendakwahkannya kepada
manusia serta bersabar di jalan dakwah tidak sama dengan orang yang
menyatakan jihad melawan hawa nafsu itu dengan membersihkan batin,
menggodok diri, membersihkan dengan berbagai amalan sampai mencapai
derajat ketaqwaan yang meyakinkan., Memerangi orang-orang kafir
adalah salah satu ajaran dinul haq, harus diamalkan dan
didakwahkan. Apa benar membersihkan batin dan hati dari maksiat itu
lebih utama dari membersihkan bumi dari kesyirikan dan kekafiran ?
Membersihkan batin memang penting sekali, sebagai wasilah untuk
memebersihkan bumi dari syirik dan orang penganut-penganutnya. Tapi
tidak boleh berhenti sampai di tingkatan wasilah saja, kapan
ghayahnya dicari?
Sholat itu ghayah, wudhu wasilahnya. Kalau ada orang berwudlu,
setiap kali selesai berwudlu, dia ulang lagi dari awal hingga waktu
sholat habis dan lewat sedang ia belum sholat, maka ia bermaksiat
kepada Allah. Demikian juga dengan jihad melawan orang kafir. Ia
berawal dari melawan hawa nafsu dan setan. Namun bukan berarti
kalau belum mampu mengalahkan setan dan hawa nafsunya ia tidak
boleh berperang. Justrru bila berpikiran demikian, ia telah
terjebak dalam jebakan setan. Kenapa, karena melawan hawa nafsu dan
setan itu sepanjang umur kita. Akhirnya kita tak akan pernah
melawan orang kafir dengan alasan iman kita belum benar, aqidah
kita belum sekokoh shahabat dst. Mengatakan jihad nafs itu jihad
akbar, tapi belum pernah terdetik dalam hatinya untuk berperang,
bukankah kalau mati ia terkena hadits Rasulullah;
Barang siapa mati sementara ia belum pernah berperang dan belum
pernah terdetik dalam hatinya untuk berperang, maka kalau mati ia
mati pada salah satu cabang kemunafikan. [HR. Muslim].
Makna hadits ini sebagaimana ditegaskan Imam Ibnu Tamiyah
adalah, Lafal al faqru dalam syari kadang bermakna faqir
(membutuhkan) harta dan kadang bermakna makhluk membutuhkan
Rabbnya. Sebagaimana Allah berfirman, Sesungguhnya sedekah (zakat)
itu untuk para fuqara, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,
para mualaf yang dibujuk hatinya, budak, orang-orang yang
berhutang, jalan Allah dan orang-orang yang dalam perjalan dan
kehabisan bekal, sebagai sebuah ketetapan yang diwajibkan
Allah.[QS. Al Taubah :60]. Allah juga berfirman,Wahai manusia,
kalian faqir (membutuhkan) Allah. Dalam Al Quran Allah memuji dua
golongan fuqara yaitu: orang yang menerima sedekah dan orang yang
menerima fai. Allah berfirman tentang yang pertama: ( (Berinfaqlah)
Bagi para faqir yang tertahan di jalan Allah (jihad), mereka tidak
dapat berusaha di muka bumi. Orang yang tidak tahu menyangka mereka
itu orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta[QS. Al
Baqarah :273], sedang bagi yang kedua yang merupakan kelompok yang
lebih utama, Allah berfirman : ( Bagi para faqir yang berhijrah,
yang diusir dari negerinya dan dari harta bendanya karena mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya serta menolong Allah dan
Rassul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.[QS.Al Hasyr: 8].
Inilah sifat muhajirin yang berhijrah meninggalkan kejahatan dan
berjihad melawan musuh-musuh Allah secara lahir dan batin.
Sebagaimana sabda Nabi, Orang mukmin itu orang yang darah dan harta
orang lain selamat dari gangguannya, orang muslim itu orang yang
kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya, orang yang
berhijrah itu orang yang meninggalkan apa yang dilarang Allah orang
yang berjihad itu orang yang berjuang melawan hawa nafsunya demi
Allah.
Di sini, beliau menyatakan muhajirin yang berhijrah dan berjihad
lebih utama dari orang fakir karena waktunya habis untuk jihad
(perang), lantas bagaimana dengan yang sekedar melawan hawa nafsu
dan belum (apalagi tidak ada niatan) berjihad? Kenapa demikian?
Orang yang berperang mengalahkan dua musuh yaitu musuh lahir dan
musuh batin, sedang yang berjihad melawan nafsunya hanya berjuang
melawan musuh batin saja. Sedang kesyirikan, kemungkaran,
kebidahan, dosa besar, dosa kecil, perbuatan mubah yang tak
berpahala dst belum ia berantas, minimal belum ia usik.
Dari sini kita akan memahami orang yang berjihad justru
merupakan orang yang telah mengalahkan hawa nafsu dan setan, orang
yang tidak berjihad tanpa udzur syari berarti kalah dengan nafsu
dan setan. Inilah makna perkataan Ibnu Qayyim di atas, siapa belum
berjihad melawan hawa nafsunya dengan melaksanakan perintah Allah
dan menjauhi larangannya serta memerangi hawa nafsu karena Allah
dia tidak akan mampu untuk berjihad melawan musuh-musuh Allah yang
dhohir. Bagaimana mungkin dia mampu berjihad melawan musuh Allah,
sedang musuh yang mengusai dirinya saja belum ia perangi? Ia tidak
akan mungkin mampu keluar pergi berjihad melawan musuh Allah sampai
ia berjihad menundukkan hawa nafsunya sehingga mau keluar melawan
musuh-musuh Allah.
Allah berfirman: . .
Tidaklah sama antara orang mukmin yang tak mempunyai udzur yang
duduk saja (tidak berjihad) dengan mujahidin fi sabililah dengan
harta dan nyawa mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad
dengan harta dan nyawa mereka atas orang-orang yang duduk saja
(tidak berjihad) dengan satu derajat. Kepada masing-masing Allah
menjanjikan kebaikan. Dan Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad dengan harta dan nyawa mereka dengan pahal yang besar.
(95) yaitu beberapa derajat, ampunan dan rahmat Allah. [QS. Al
Nisa: 95-96].
Dalam hadits disebutkan :
Sesungguhnya di janah ada seratus tingkatan yang disiapkan untuk
para mujahidin di jalan Alloh. Jarak antara dua tingkatan
sebagaimana jarak antara langit dan bumi.(Al-Bukhori No. 2790,
Tirmidzi no. 2529, Ahmad 2/235). Dalam riwayat Imam A Tirmidzi,
Antara dua derajat selama seratus tahun. Dalam riwayat Imam Al
Thabrani, lima ratus tahun. [Fathu al Bari 6/15].
Ini baru makna derajat, belum rahmah, maghfirah dan ajrun adzim
yang dijanjikan Allah, yang semuanya tertera dalam buku-buku
hadits. Dengan demikian, keutamaan yang berperang di jalan Allah
jauh di atas orang yang hanya jihadun nafs (tasfiyah, tarbiyah dst)
saja tanpa jihad.
Bila kita kembali kepada sunah nabawiyah, akan kita pahami
dengan baik bahwa maksud berjihad melawan hawa nafsu adalah belajar
ilmu yang dengannya aqidah dan ibadahnya benar. Bila sudah berilmu
maka ia segera mengamalkannya. Itulah berjihad melawan hawa nafsu
itu. Imam Bukhari menyebutkan dalam shahihnya dalam Kitabu Jihad
sebuah bab, Amalun Sholihun qabla al Qital {amal sholih sebelum
perang}. Beliau menyebutkan perkataan Abu Darda, Sesungguhnya
kalian itu berperang dengan amal-amal kalian. Lalu menyebutkan QS.
Ash Shaf ; 2-4. Beliau lalu menyebutkan hadits : : : , : . , :
.
Dari Abu Ishaq ia berkata, Saya mendengar al Bara bin Azib
berkata,Seorang laki-laki mendatangi Nabi sedang ia telah memakai
helm besi untuk perang dan bertanya, Ya Rasulullah, saya masuk
Islam dulu atau ikut perang dulu? Beliau menjawab, masuklah Islam
baru kemudian ikut berperang? Maka ia masuk Islam dan ikut
berperang, sampai akhirnya terbunuh. Maka Rasulullah bersabda, Ia
beramal sdikit dan mendapat anyak pahala. [Bukhari no. 2808].
Ibnu Ishaq dalam al Maghazi dengan sanad yang shahih menyebutkan
bahwa Amru bin Tsabit tidak mau masuk Islam. Ketika terjadi perang
Uhud, ia ikut perang sampai terluka parah (padahal masih musyrik).
Para shahabatnya (kaum anshar, sudah mukmin) bertanya kepadanya,
Apa yang membuatmu ikut berperang, apakah karena sayang dengan
kaummu atau karena ingin masuk Islam? Maka ia menjawab, Karena
ingin masuk Islam. Maka Rasulullah bersabda, Ia termasuk penduduk
surga. Imam Abu Daud dan al Hakim menyatakan ia tidak mau masuk
Islam karena menolak pelarangan riba. Ia meninggal dalam perang
Uhud dan masuk surga, padahal belum pernah melakukan sekalipun dari
kewajiban shalat lima waktu.
Imam Bukhari menyatakan pentingnya amal sholih (jihad melawan
hawa nafsu) dengan menyebutkan nama bab, ayat dan perkataan
shahabat Abu Darda. Namun kenapa hadits yang disebutkan tidak ke
arah itu ? Ini semua menunjukkan yang disebut jihad melawan hawa
nafsu bukanlah seseorang harus belajar aqidah, syariah, akhlaq,
ilmu hadits dan detail-detail masalah agama lainnya sampai habis
bertahuntahun, setelah itu mengamalkan, baru berdakwah dan
berjihad. Bukan itu jihad melawan hawa nafsu itu. Jihad melawan
hawa nafsu memang terdiri dari empat unsur yang disebutkan Imam
Ibnu Qayim tadi, tapi tidak berarti setiap orang harus melalui
empat tahapan ini. Makna jihad melawan hawa nafsu adalah bila ia
telah mempunyai ilmu, maka ia langsung mengamalkannya. Seperti
shahabat yang baru tahu ilmu masuk Islam itu wajib, maka ia masuk
Islam dan ikut berperang. Rasulullah tidak menyuruhnya untuk
tinggal di Madinah, belajar wudhu. shalat, zakat, shaum, haji,
dzikir, memperkuat iman sampai sperti shahabat Abu Bakar. Tidak.
Tahu Islam itu wajib dianut, langsung jihad. Demikianlah, bila ia
tahu shalat, maka shalat dan jihad. Begitu seterusnya. Bagi yang
belum bisa berangkat jihad maka ia harus senantiasa thalabul ilmi,
membina iman dan kemiliteran, beramal dan berdakwah sampai saat
mampu berjihad maka ia terjun berjihad.
Kondisi umat Islam saat ini sama persis dengan kondisi zaman
Rasulullah hidup. Umat Islam dibantai di mana-mana, medan jihad
terbuka luas. Orang Islam yang mampu mestinya berjihad ke medan
perang, bukannya kita haruskan untuk belajar dulu bertahun-tahun
sampai aqidah dan ibadahnya lurus. Cara ini sama sekali
bertentangan dengan sunah nabawiyah. Justru dengan adanya peerang
(jihad), masyarakat di tempat jihad yang sebelumnya masih tenggelam
dengan kemaksiatan, sama sekali jauh dari aqidah tauhid bisa
dibenahi dengan hadirnya sebagian kecil umat Islam yang sudah
mengenal tauhid dan ibadah yang benar serta memahami Islam secara
baik. Dari sini kita harus membedakan antara teori dengan praktek,
antara dirasah aqidah dengan aqidah itu sendiri. Belajar aqidah
maknanya mempelajari kitab-kitab aqidah mutabarah karangan para
ulama salaf, adapun aqidah maka itu terbukti di medan jihad di mana
tawakal, khauf, raja, shabar terbukti. Di medan nyata inilah
terlihat siapa yang gugur siapa yang tangguh. Betapa banyak para
ulama dan kyiai kita yang pertama kali mengungsi bersama
keluarganya dan tak pernah kembali, meninggalkan masyarakat yang
awam tak mengenal aqidah dan ibadah yang benar berjuang melawan
orang-orang kafir sendirian. Kalau begitu, mana jihadu nafs yang
selama ini diteriakkan?.
Justru, orang yang berperanglah yang sesungguhnya berjuang
melawan hawa nafsu dan syaithan. Buktinya, ia berjuang agar bisa
shabar, tawakal, zuhud, cinta akhirat, tak takut mati, taat kepada
pimpinan dalam kebaikan, selalu menjaga darah, harta dan agama kaum
muslimin dst. Sedang yang thalabul ilmi dan tasfiyah (amalan-amalan
sunah), ia tak akan mengerti betul apa itu sabar, tawakal dst,
karena tantangan yang dihadapinya relatif kecil bila dibandingkan
mereka yang berjihad melawan musuh dan menantang maut. Ini, sekali
lagi bukan mengecilkan arti jihad melawan nafsu dan setan, bukan,
namun untuk mendudukkan masalah ini secara proporsional.
3. Sebagaimana disebutkan DR. Idris Muhammad Ismail dan DR.
Muhammad Khalid Isthanbuli, pembagian jihad menjadi jihad asghar
(melawan orang kafir) dan akbar (melawan hawa nafsu dan setan) ini
merupakan musibah terbesar yang ditimpakan musuh-musuh Islam atas
jihad fi sabilillah. Mereka mengetahui dengan adanya jihad (perang
melawan orang kafir), Islam akan senantiasa jaya dan mengalahkan
orang kafir. Karena itu mereka menjebak umat Islam dengan cara
halus dan damai, melalui cara ini. Mereka pintar, mengetahui bahwa
selama manusia masih hidup ia tak akan pernah lepas dari serangan
hawa nafsu dan setan. Dengan semikian umat Islam akan sibuk
bertasfiyah, melakukan berbagai amalan sunah, thalabul ilmi dan
riyadhah agar lepas dari hawa nafsu dan setan. Akhirnya waktunya
habis dan musuh-musuh Islam bisa melenggang ringan menyebarkan
kekafiran di seluruh penjuru dunia.
Dari sini jelaslah kemurnian pemaham salafu al sholih, di mana
saat menyebutkan kitab jihad mereka hanya menyebutkan perang,
hukum-hukum perang, anjuran mencari syahid dst. Mereka tidak
melalaikan jihad melawan hawa nafsu, namun mereka meletakkannya
dalam kitab tersendiri yang mereka namai kitab al Zuhdu dan al
Raqaiq. Mereka tidak mencantuman tarbiyah wa tashfiyah ini dalambab
jihad. Inilah fiqih salafu al sholih yang mesti kita ikuti. Wallahu
Alam. [Masyariu al Aswaq 1/34]. Wallahu Alam.
Beberapa Catatan:
1. Keutamaan jihad dengan nyawa dan harta di atas jihad dengan
dakwah seperti diterangkan di atas adalah bagi orang yang jihad
(perang) dan dakwah baginya fardhu kifayah. Adapun bagi orang yang
dakwah baginya fardhu 'ain seperti dalam kondisi di daerah di mana
tak ada da'i lain selainnya maka dakwah lebih utama baginya. Imam
Ibnu Hajar berkata," Seakan-akan maknanya adalah bahwa seorang
mukmin yang melaksanakan hal yang fardhu 'ain atasnya lalu ia
mendapatkan keutamaan ini (jihad), bukan atas orang yang
melaksanakan jihad saja dan melalaikan kewajiban-kewajiban 'ain
lainnya. Ketika itulah terlihat keutamaan mujahid karena ia telah
mencurahkan nyawa dan hartanya untuk Allah semata, juga karena
jihadnya merupakan manfaat yang mengenai orang lain." [Fathu al
Bari 6/6].
2. Termasuk fiqih dakwah adalah bagi para da'i dan thalibul ilmi
untuk memperhatikan keadaan umat Islam, apa yang mereka butuhkan,
apa yang belum mereka ketahui, apa yang mereka lalaikan. Hari ini,
mayoritas umat Islam tidak mengerti fiqih jihad dengan makna perang
ini. Musuh-musuh Islam menghinakan dan membantai kaum muslimin di
mana-mana, sementara para penguasa di negara-negara berpenduduk
muslim justru mengekor kepada musuh-musuh Islam dan menyambut
mereka dengan penuh penghormatan dan kekeluargaan, dengan alasan
membuat perdamaian padahal hal itu tak lebih dari sikap menyerah
dan menghinakan diri. Sudah sepantasnya para da'I dan thalibul ilmi
menerangkan makna syar'I jihad ini dan mengajak umat untuk
melakukan i'dad dalam kondisi lemah seperti saat ini, untuk bisa
melakukan faridzah jihad ini di kala mampu. Bukannya malah
mengangkat pemahaman bahwa jihad di artikan perang itu salah.
Rasulullah bersabda :
"Siapa mati dan belum pernah berperang atau meniatkan diri
berperang maka ia mati dalam salah satu cabang dari
kemunafikan."[HR. Muslim no. 1910, Abu Daud no. 2502, Nasa'I
6/8].
3. Termasuk memahami dengan baik fiqih maratibul amal adalah
mendahulukan yang terpenting, paling bermanfaat, paling menjanjikan
hasil dunia dan akhirat. Dalam hal ini, memilih jihad sebagai
satu-satunya alternatif mengembalikan kemuliaan umat termasuk hal
paling berlandaskan syariat dan yang paling masuk akal.Wallahu Alam
bish Shawab.
Al Jihadu fi Sabilillah Haqiqatuhu wa Ghayatuhu, Dr. Abdulloh
Ahmad Al-Qodiri 1/48, menyimpulkan dari Lisanu al Arab 4/107, Taaju
al Arus 2/329,al Mujamu al Wasith /142, Al Shihah 1/457, Mujamu
Maqayisi al Lughah 1/486 dll
Ibid
Ibid
lihat Min Wasaili Dafi al Ghurbah, Syaikh Salman Audah hal.
13-14
Taujihat Nubuwah, Dr. Sayyid Muhammad Nuh 2/312-213
Al Jihadu fi Sabilillah Haqiqatuhu wa Ghayatuhu, Dr. Abdulloh
Ahmad Al-Qodiri 1/49, Fil Jihaadi Adaab Wa Ahkaam, Dr. Abdulloh
Azzam (90) hal. 5
Ibid
Lihat Al Jihadu fi Sabilillah Haqiqatuhu wa Ghayatuhu, Dr.
Abdulloh Ahmad Al-Qodiri 1/49, Fil Jihaadi Adaab Wa Ahkaam, Dr.
Abdulloh Azzam (90) hal.5-6,
Lihat Al Lajnah al Syar'iyah hal. 46
Lihat Min Wasaaili Dafil Ghurbah, Syaikh Salman Fahd Audah (92)
hal 21, Fil Jihaadi Adaab Wa Ahkaam, Dr. Abdulloh Azzam (90)
hal.6
Lihat Fil Jihadi Adaabun wa Ahkamun Dr. Abdulloh Azzam (90) hal.
5-6
Lihat Ahammiyatul Jihad, Dr. Ali bin Nafi' Ulyani (85) hal
116
Lihat Al Jihadu fi Sabilillah Haqiqatuhu wa Ghayatuhu, Dr.
Abdulloh Ahmad Al-Qodiri 1/49, Fil Jihaadi Adaab Wa Ahkaam, Dr.
Abdulloh Azzam (90) hal. 6
LihatFil Jihad Adaun wa Ahkam hal. 5-6
Lihat Min wasaili Dafil Ghurbah, Syaikh Salman Audah (92) hal.
14
Fi al Jihad Adabun wa Ahkamun (90) hal. 6
Ilhaq bi al Qafilah, Dr. Abdulloh Azzam (89) hal. 46
Al Jihadu Sabiluna, Abdul Baqi omdlon (86) hal. 13
Al Jihadu fi Sabilillah Haqiqatuhu wa Ghayatuhu, Dr. Abdulloh
Ahmad Al-Qodiri (85)1/49
Waqfatun Maa Al Duktur al Buthi fi Kitabihi an al Jihad. Abdul
Akhir Hammad Al-Ghunaimi (99) hal. 11
Ahammiyatu al Jihad fi Nasyri al Da'wah al Islamiyah hal.
116
Min Wasaili Dafi al Gurbah hal. 21
penerbit At Tibyan, Solo
Waqfat maa Ad-Duktur Al-Buthi fii Kitaabihi anil Jihad ha.12
Tahdzibu ath Thahawiyah. hal.360
Zaadul Maad , Ibnul Qoyyim III/72
Membina Angkatan Mujahid, Said Hawa, hal.168-169
Fiqih Zakat hal. 666-667
Ibid hal. 668
Taisiru al Wushul ila al Ushul, hal. 296
Al Lajnatu al Syar'iyatu hal. 47, Ulyani hal. 116-117, Al
Ghunaimi hal 11, Azzam dll
Fathu al Bari 6/5
Lihat Min WasaI Dafil Ghurbah, hal. 21, Fil Jihadi Adaab Wa
Ahkaam, hal 6
Waqfatun Maa Al Duktur al Buthi fi Kitabihi an al Jihad. Abdul
Akhir Hammad Al-Ghunaimi hal. 16
Fathu al Bari 6/22
Fathul Bari 6/59
Fathul Bari 2/9
Lihat Fil Jihadi Fiqhun Wa Ijtihadun, Dr. Abdullah Azzam
III/108
Masyariul Asywaaq 1/141
Majmu Fatawa 35/37
Tahdzibu ath Thahawiyah hal. hal.360
Zaadul Maad , Ibnul Qoyyim III/72
Membina Angkatan Mujahid, Said Hawa, hal.168-169
Fathu al Bari 6/5
Fathu al Bari 6/5
Fathu al Bari 6/41
Zaadul Maad 3/5-6
Silsilatu al Ahaditsu al Dhaifah wa al Maudhuah 5/478-480 no.
2460, Dhaifu al Jami al Shaghiru hal. 595no. 4080
Siyaru Alami an Nubala 6/325
Fathul Bari 6/30
Tahdzibu Madariji al Salikin 1/221-225
Ibid 1/225-226
Zadul Maad 3/9
Majmu Fatawa 11/196-197
Zaadul Maad 3/5-6
Fathu al Bari 6/31
Lihat Tahqiq atas Masyariu al Aswaq ila Mashorii al Usyaq
1/29-31