Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 1 BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Pelaksanaan Pemilu sendiri bukan tanpa cek kosong, melainkan ada sekian tujuan. Ramlan Surbakti menyebut setidaknya ada tiga tujuan Pemilu yakni: pertama, sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum. Kedua, sebagai mekanisme memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat melalui wakil-wakil rakyat yang memenangkan kursi sehingga integrasi masyarakat tetap terjaga. Ketiga, sarana memobilisasikan dan/atau menggalang dukungan rakyat terhadap negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik. 1 Tujuan Pemilu tersebut hanya akan terwujud manakala secara by design dan by processs, Pemilu dilaksanakan secara demokratis. Pentingnya Pemilu demokratis, karena implikasi yang ditimbulkannya: pertama, pemerintahan yang akan terbentuk, kedua, Presiden dengan pemerintahan yang akan dibentuk; ketiga, pada kehidupan kepartaian. Artinya Pemilu adalah faktor yang sangat menentukan bagi keseluruhan proses terbentuknya sistem politik yang demokratis. Peningkatan kualitas Pemilu dapat menjadi sarana peningkatan kualitas demokrasi. 2 Sebagai arena kompetisi politik yang sehat 3 , Pemilu demokratis membutuhkan conditio sine qua non, yakni: pertama, ada pengakuan terhadap hak pilih universal. Semua warga negara, tanpa pengecualian yang bersifat ideologis dan politis, diberi hak untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu. Kedua, ada keleluasaan untuk membentuk “tempat penampungan bagi pluralitas aspirasi masyarakat”. Ketiga, tersedia mekanisme rekrutmen politik bagi calon wakil rakyat yang demokratis. Harus ada sebuah mekanisme pemilih calon wakil rakyat yang tidak top down (diturunkan oleh elit partai dan penguasa, dari atas), tetapi buttom up. Keempat, ada kebebasan bagi pemilih untuk mendiskusikan dan menentukan pilihan. Tanpa keleluasaan tersebut sebuah proses Pemilu dapat menjebak masyarakat pemilih untuk “membeli kucing dalam karung”. Kelima, ada komite atau panitia pemilihan yang independen. Keenam, ada keleluasaan bagi setiap kontestan 1 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, 2010, hal 290. 2 Valina Singka Subekti, Mengubur Sistem Politik Orde Baru, Laboratorium Ilmu Politik FISIP UI dan Mizan, 1997, hal 24. 3 Eep Saifullah Fatah, Zaman Kesempatan, Agenda-agenda Besar Demokratisasi Pasca-Orde Baru, Mizan, 200, hal 118-120.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Gambaran Umum
Pelaksanaan Pemilu sendiri bukan tanpa cek kosong, melainkan ada sekian tujuan.
Ramlan Surbakti menyebut setidaknya ada tiga tujuan Pemilu yakni: pertama, sebagai
mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan
umum. Kedua, sebagai mekanisme memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat
kepada badan-badan perwakilan rakyat melalui wakil-wakil rakyat yang memenangkan
kursi sehingga integrasi masyarakat tetap terjaga. Ketiga, sarana memobilisasikan
dan/atau menggalang dukungan rakyat terhadap negara dan pemerintahan dengan
jalan ikut serta dalam proses politik.1
Tujuan Pemilu tersebut hanya akan terwujud manakala secara by design dan by
processs, Pemilu dilaksanakan secara demokratis. Pentingnya Pemilu demokratis,
karena implikasi yang ditimbulkannya: pertama, pemerintahan yang akan terbentuk,
kedua, Presiden dengan pemerintahan yang akan dibentuk; ketiga, pada kehidupan
kepartaian. Artinya Pemilu adalah faktor yang sangat menentukan bagi keseluruhan
proses terbentuknya sistem politik yang demokratis. Peningkatan kualitas Pemilu dapat
menjadi sarana peningkatan kualitas demokrasi.2
Sebagai arena kompetisi politik yang sehat3, Pemilu demokratis membutuhkan
conditio sine qua non, yakni: pertama, ada pengakuan terhadap hak pilih universal.
Semua warga negara, tanpa pengecualian yang bersifat ideologis dan politis, diberi hak
untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu. Kedua, ada keleluasaan untuk membentuk
“tempat penampungan bagi pluralitas aspirasi masyarakat”. Ketiga, tersedia mekanisme
rekrutmen politik bagi calon wakil rakyat yang demokratis. Harus ada sebuah
mekanisme pemilih calon wakil rakyat yang tidak top down (diturunkan oleh elit partai
dan penguasa, dari atas), tetapi buttom up.
Keempat, ada kebebasan bagi pemilih untuk mendiskusikan dan menentukan
pilihan. Tanpa keleluasaan tersebut sebuah proses Pemilu dapat menjebak
masyarakat pemilih untuk “membeli kucing dalam karung”. Kelima, ada komite atau
panitia pemilihan yang independen. Keenam, ada keleluasaan bagi setiap kontestan
1Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, 2010, hal 290.
2Valina Singka Subekti, Mengubur Sistem Politik Orde Baru, Laboratorium Ilmu Politik FISIP UI dan Mizan, 1997, hal 24.
3Eep Saifullah Fatah, Zaman Kesempatan, Agenda-agenda Besar Demokratisasi Pasca-Orde Baru, Mizan, 200, hal 118-120.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 2
untuk berkompetisi secara sehat. Ketujuh, netralitas birokrasi. Dalam praktik sistem
politik manapun, prosesi Pemilu senantiasa tidak bisa melepaskan diri dari peran
birokrasi. Bagaimanapun, manajemen Pemilu sebuah kerja birokrasi. Dalam kontekss
ini, Pemilu demokratis-kompetitif membutuhkan birokrasi yang netral, tidak memihak,
dan tidak menjadi perpanjangan tangan salah satu kekuatan politik yang ikut bertarung
dalam Pemilu.
Menurut Urofsky, pelaksanaan Pemilu bisa bervariasi, namun intisarinya tetap
sama untuk semua masyarakat demokratis: akses bagi semua warga negara yang
memenuhi syarat untuk mendapatkan hak pilih, perlindungan bagi setia individu
terhadap pengaruh-pengaruh luar yang tak diinginkan saat ia memberikan suara, dan
perhitungan yang jujur dan terbuka terhadap hasil pemungutan suara. Mengingat
pemungutan suara dalam skala besar selalu terjadi kesalahan-kesalahan dan
kecurangan, tindakan berjaga-jaga harus diambil untuk menghindari hal-hal yang
merugikan.
Dari Pemilu 1955, Pilkada 2012 hingga Pilkada 2015
Sepanjang sejarahnya, Indonesia sudah 11 (sebelas) kali melaksanakan Pemilu.
Yang pertama adalah penyelenggaraan Pemilu pada 1955 atau sepuluh tahun setelah
kemerdekaan. Awalnya Pemilu 1955 diharapkan menjadi ajang bagi penyederhanaan
partai, namun ternyata gagal. Sebab, dalam kenyataannya, Pemilu 1955 yang diikuti
tidak kurang 118 peserta terdiri dari 36 Parpol, 34 organisasi kemasyarakatan dan 48
orang perorangan, sedangkan untuk Pemilu anggota Konstituante diikuti 91 peserta
yang terdiri dari 39 Parpol, 23 organisasi kemasyarakatan dan 29 perorangan, tidak
menghasilkan partai mayoritas melainkan suara/kursi terbagi secara cukup merata
kepada empat partai yang memperoleh suara signifikan (PNI, Masyumi, NU, dan PKI).
Sebagai akibatnya, sudah bisa ditebak pemerintahan menjadi tidak stabil dan kabinet
silih berganti.4
Seiring dengan tumbangnya regim Orde Lama dan lahirnya regim Orde Baru,
Pemilu sebagai instrumen sirkulasi kekuasaan secara konstitusional dan damai tetap
4Arbi Sanit mencatat, sejak kemerdekaan tidak kurang dari 24 buah kabinet yang memerintah
selama Indonesia merdeka. Dari jumlah tersebut, hanya 7 kabinet yang berhasil memerintah selama 12 sampai 23 bulan. Lalu terdapat 12 kabinet yang berumur antara 6 sampai 11 bulan. Dan 6 buah kabinet yang hanya bisa bertahan diantara 1 sampai 4 bulan. Sebaliknya keadaan ekonomi secara keseluruhan semakin merosot. Cadangan devisa merosot dari US 259,900.00 dalam tahun 1959 menjadi US 8,600,000,00 dalam tahun 1963; dalam tahun 1966 hutang luar negeri terhitung sebesar US 2,447,000.000,00, defisit anggaran Belanja Negara meningkat dari Rp 3.602.000.000,00 tahun 1956 menjadi Rp 2.256.000.000,00 dalam tahun 1965, dan inflasi dengan dari 109 persen diantara bulan Desember 1962 dan Desember 1963 menjadi 1320 persen diantara bulan Juni 1965 dan 1966. Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia, Kestabilan, Peta Kekuatan Politik dan Pembangunan, Rajawali, 1986, hal 1-5.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 3
dilaksanakan. Tercatat dalam sejarah, enam kali Pemilu digelar pada masa Orde Baru
(1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997). Sejak era reformasi dilaksanakan sebanyak
4 (empat) kali Pemilu, yakni: 1999, 2004, 2009 dan Pemilu 2014. Berbeda dengan
Pemilu 1955 yang banyak mendapat pujian banyak kalangan dalam dan luar negeri,
Pemilu di masa Orde Baru, banyak mendapat kritikan pedas banyak pihak dengan
berbagai alasan.
Hal ini disebabkan karena Penyelenggaraan Pemilu selama Orde Baru (1971-1977)
tidak dilaksanakan melalui prosedur yang demokratis. Hal ini dikarenakan dengan
sengaja (by design) memanipulasi prinsip-prinsip demokrasi dan diselenggarakan untuk
mempermanenkan kekuasaan politik yang berlaku.5 Dengan bahasa lain, sebagaimana
dikatakan pengamat politik AS R. William Liddle6, Pemilu di Indonesia di masa regim
Orde Baru tidak demokratis dan merupakan instrumen kepentingan mesin Orde Baru.
Lebih khusus lagi guna memperkuat legitimasi kekuasaan Presiden Soeharto.
Sebaliknya, Pemilu di masa Orde Baru lebih mencerminkan proses elektoral yang
dikelola dan dikontrol sangat ketat sebagai hasil rancangan pemerintah,7 demi
keuntungan Presiden Soeharto (beserta keluarga dan sekutu-sekutu terdekatnya) dan
angkatan bersenjata, ABRI.8
Seiring dengan lengser ke prabonnya Soeharto pada 21 Mei 1998 dan sekaligus
berakhirnya regim Orde Baru dan berganti kepada regim yang disebut dengan era
reformasi, dilakukan berbagai pembenahan konstruksi hukum terkait dengan sistem
Pemilu, manajemen Pemilu, organisasi Pemilu, fungsi dan peranan Penyelenggara
Pemilu, dan lain sebagainya. Salah satu yang monumental adalah diterapkannya
sistem Pemilu Langsung. Pemilu langsung berlaku pada Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden9, Pemilu Legislatif untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD dan DPRD
Provinsi10 maupun Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (gubernur, walikota
dan bupati)11, terkecuali di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang tetap
5Indria Samego (editor), Op cit, hal 40. 6Telaah lebih menyeluruh mengenai hal ini baca: R. William Liddle, Pemilu-Pemilu Orde Baru,
LP3ES, 1992. 7R. William Liddle, Pemilu-Pemilu Orde Baru, Pasang Surut Kekuasaan Politik, LP3ES, Jakarta,
1994, hal 37. 8Anders Uhlin, Oposisi Berserak, Arus Deras Demokratisasi Gelombang Ketiga di Indonesia, Mizan,
1998, hal 59. 9Amandemen Ketiga UUD 1945 Pasal A Ayat (1) yang menyatakan, presiden dan Wakil Presiden
dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. 10UU No. 8 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD11UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 58 huruf 0.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 4
mempertahankan sistem kerajaan dimana Gubernur dan Wakil Gubernur DIY tidak
dipilih melainkan ditetapkan oleh DPRD DIY.12
Sebegitu jauh, Pemilu di masa reformasi dianggap banyak kalangan masih belum
sepenuhnya sesuai dengan tujuan ideal dari Pemilu. Pakar Politik Afan Ghafar misalnya
mengatakan, Pemilu di Indonesia belum secara maksimal mencapai tujuannya karena
Pemilu masih lebih menekankan aspek normatif atau demokrasi prosedural dan belum
menekankan aspek empirik atau substansial.13 Dalam pandangan Guru Besar Institut
Ilmu Pemerintahan yang juga mantan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
Ryaas Rasyid, ada tiga dampak besar dari penerapan sistem Pemilu Langsung yang
membuat banyak pihak prihatin. Yakni: penggunaan uang yang semakin marak dari
waktu ke waktu untuk membeli suara konstituen, tak adanya jaminan pasangan calon
terbaik akan menang dan akibat biaya kampanye besar, hasil pilkada sulit dipisahkan
dari perilaku koruptif Kepala Daerah terpilih.
Jika hal ini dibiarkan, ungkap Komarudin Hidayat, Cendekiawan Muslim, maka
partai dapat dibeli oleh orang berduit dan akhirnya menjadi instrumen bisnis dari pemilik
modal. Ia membandingkan dulu orang-orang pintar ada di Senayan untuk membuat
undang-undang, sekarang menjadi legislator bisa sambil kuliah.14 Menggambarkan
keprihatinan terhadap perkembangan mutakhir demokrasi, Peneliti LIPI Syamsuddin
Harris15 memberikan catatan sebagai berikut: “Sistem demokrasi yang diraih
pascarezim otoriter Orde Baru semestinya menjadi arena bagi setiap warga negara
untuk mewujudkan kedaulatan mereka dalam kehidupan politik dan ekonomi. Namun,
alih-alih berdaulat, usai Pemilu proses politik dan ekonomi sepenuhnya dikendalikan
oleh berbagai kekuatan oligarkis berselubung Partai Politik, etnik, agama, dan
golongan. Berbagai kekuatan oligarkis inilah yang akhirnya membajak dan menikmati
demokrasi. Ironinya, para penyelenggara negara di pusat dan daerah lebih memilih
bersekutu dengan para oligarkis yang dibiayai oleh kapitalis-investor ketimbang
mengawal bangsa, memuliakan konstitusi, dan menjaga hati nurani”.
Syamsuddin menambahkan, kegagalan atau sekurang-kurangnya “salah urus”
dalam bidang politik dan pemerintahan, tidak hanya tampak jelas dalam
12UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Dengan UU tersebut, menjadikan payung
hukum DIY semakin nyata dan jelas. Bukan hanya keistimewaan dalam penataan pertanahan atau otoritas DIY dalam membangun daerah berbasis kebudayaan. Namun lebih dari itu, DIY juga istimewa dalam penentuan gubernur. Terutama, menempatkan dinasti Mataram sebagai ‘penjaga’ keistimewaan Yogyakarta.
13Indopos, 30 Desember 2012. 14Komarudin Hidayat, epilog untuk buku ‘’Mahalnya Demokrasi Memudarnya Demokrasi
Memudarnya Ideologi’’, Jakarta, Kompas, 2013. 15Syamsuddin Harris, Masalah-masalah Demokrasi & Kebangsaan Era Reformasi, Buku Obor,
2014, hal xi.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 5
ketakharmonisan implementasi demokrasi presidensial yang dipraktikkan secara
parlementer, melainkan juga terlihat dari skema sistem perwakilan, sistem Pemilu, dan
sistem kepartaian yang tidak koheren dengan pilihan skema presidensial. Problemnya,
baik para politikus Partai Politik di DPR maupun pemerintah hasil Pemilu, tidak peduli
atas berbagai anomali atau penyimpangan tersebut. Akibatnya, demokrasi pasca-Orde
Baru yang diperjuangkan dengan berdarah-darah oleh segenap elemen masyarakat
sipil akhirnya menjadi arena transaksi politik berorientasi jangka pendek, sehingga
korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan tetap marak di tengah upaya gencar KPK
melakukan pemberantasan korupsi.16
Sesungguhnya ada sebab atau faktor lain mengapa sistem Pemilu Langsung yang
diterapkan di Indonesia belum menghasilkan sesuatu sebagaimana yang diharapkan.
Prasyarat dimaksud setidaknya ada tiga, yakni: pertama, faktor tingkat pendidikan atau
melek politik masyarakat. Umumnya masyarakat baru melek politik secara literal,
namun belum melek politik secara fungsional. Kedua, tingkat kesejahteraan ekonomi
masyarakat Indonesia secara umum masih buruk. Rendahnya tingkat kesejahteraan
ekonomi ini berkorelasi positif dengan tingkat kematangan dan kedewasaan politik,
yang juga tendah. Ketiga, dukungan budaya politik yang partisipatif.17
Dalam penelitian Max Lane dari Victoria University, Melbourne, Australia, Partai
Politik yang kini berkuasa cenderung hanya mengutamakan kepentingan lokal dan
kelompoknya. Karena Partai Politik asyik sendiri dengan kelompoknya, masyarakat luas
harus menggalang kekuatan untuk memperjuangkan aspirasi sendiri. Menurut Lane, hal
ini terjadi karena parpol disokong pengusaha yang menempatkan politik sebagai ajang
transaksi. Ia mengamati, Parpol di Indonesia sekarang ini transaksional, dan
sepenuhnya (berorientasi) duit. Semuanya duit.18 Dalam situasi semacam ini relevan
menyimak pernyataan Pengamat Politik J. Kristiadi yang dengan tepat mengatakan:
“praktik politik akal-akalan dan perilaku munafik yang menghamba pada uang semakin
subur. Akibatnya, demokrasi disulap menjadi mobokrasi, seremoni mengalahkan
substansi, citra menghapus fakta, sikap santun bersenyawa dengan perilaku durhaka,
kejujuran identik dengan kebodohan. Medan politik menjadi ladang pembantaian oleh
para petualang politik yang bermodal besar terhadap politisi bersih dan idealis tetapi
bermodal cupet”.
16Ibid, hal 128. 17Budaya politik yang demokratik, dalam hal ini budaya politik yang partisipatif akan mendukung
terbentuknya sebuah sistem politik yang demokratik dan stabil. Budaya politik yang demokratik ini meminjam Almond dan Verba, “suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya, yang menopang terwujudnya partisipasi. Afan Ghafar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, 2002, hal 101.
18Kompas, 25 Januari 2012.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 6
Tetapi Indonesia tak perlu bersedih, tak perlu berkecil hati dan merasa sendirian
mengalami setuasi dilematis semacam ini sebab yang mengalami dilema atau paradok
semacam ini dialami oleh banyak Negara. Bahkan mungkin banyak yang lebih parah
dari Indonesia. Faktanya, di sejumlah negara Pemilu justeru menjadi ajang
rekonsolidasi otoritarianisme, atau apa yang oleh Peter Worsley disebut sebagai siklus
otoritarianisme.19 Sebagaimana terjadi di Bolivia, Guatemala, El Savador, Haiti, dimana
jatuhnya regim otoriter justeru membawa negara-negara tersebut memasuki babak baru
yang mengerikan, yakni terjadinya kudeta secara terus menerus yang membawa
korban rakyat sipil. Belakangan juga terjadi pada sejumlah negara di Timur Tengah,
seperti Tunisia, Mesir, Aljazair, Bahrain, Yaman dan Libya, dan sebagainya.20 Hal ini
dapat terjadi, sebab seperti dikatakan Huntington, karena proses demokratisasi tersebut
tidak memenuhi syarat: (1) berakhirnya sebuah regim otoriter, (2) dibangunnya sebuah
regim demokratis, dan (3) pengondisian regim demokratis itu sendiri.21 Dalam kasus
Timur Tengah, di balik meluapnya harapan, menurut Ibnu Murdah pengamat Timur
Tengah, praksis demokratisasi di negara-negara Arab selama dua tahun ini memang
memiliki catatan-catatan mengerikan. Yang paling jelas adalah bahwa proses itu
menuntut pengorbanan teramat mahal dan manusia tak mungkin dapat menggantinya:
nyawa hilang dalam jumlah yang sangat besar.22
Pelaksanaan Pilkada langsung pertama pada tahun 2007, adalah babak baru
proses politik di Ibukota Negara Kesatuan Indonesia dimana transisi kekuasaan yang
bermula dari gedung DPRD DKI Jakarta kini masyarakat dapat menentukan pilihannya
sendiri, dengan cara memilih secara langsung ‘jagoan yang akan dipilihnya. Babaik
inilah yang menentukan arah demokrasi di Jakarta dan bahkan barometer dari provinsi
lain yang juga melaksanakan pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Suksesi pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota bukan hanya milik pasangan
calon, masyrakat yang memilih semata, namun aspek penyelenggara tak kalah penting
sehingga menjadi tolak ukur serta perbaikan dalam proses pemilihan yang akan datang,
aspek penyelenggaraan dari sisi pengawasan memiliki plus-minus dimana personil dari
anggota yang terdiri dari berbagai unsur masyarakat yang mengisinya dinilai kurang
maksimal bahkan seperti tidak bisa berbuat banyak, padahal jika kita lihat personil yang
ada yang terdiri dari unsur pelaku media atau wartawan, unsur kepolisian, unsur
kejaksaan, akademisi serta tokoh masyarakat menjadi kurang menohok dari aspek
19A. Malik Haramain dan MF. Nurhuda Y, Mengawal Transisi, Refleksi Atas Pemantauan Pemilu
1999, JAMPPI, 1999, hal 24.20Tentang hal ini, baca: Ariadi Tamburaka, Revolusi Timur Tengah, Kejatuhan Para Penguasa
Otoriter di Negara-negara Timur Tengah, Narasi, 2011.21Lebih jauh baca: Samuel P. Huntington, Op cit.22Kompas, 11 Desember 2012.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 7
penanganannya, sehingga semua pihak tak terkecuali pemerintah harus merevisi
bahkan merubah peraturan perundang-undangan demi perbaikan penyelenggaraan
pengawasan pilkada itu sendiri.
Lain lagi pada Pilkada tahun 2012, perbaikan pelaksanaan pilkada di DKI Jakarta
semakin terasa, mulai dari proses pelaksanaannya hingga model rekruitmen
penyelenggaranya yang dibuka secara umum dari berbagai unsur, sehingga
masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam hal pengawasan pilkada di Ibukota,
namun dari segi jumlah masih memiliki keterbatasan bahkan berkurang dari
pelaksanaan Pilkada sebelumnya, yakni hanya berjumlah 3 (tiga) orang. Namun dari
segi peraturan perundang-undangan memiliki perbaikan yang signifikan, bahkan dari
segi kontestan juga mengalami perubahan dimana calon perseorangan dapat ikut
berpartisipasi dalam pencalonan, dan secara umum pelaksanaan Pilkada 2012 relatif
aman dan terkendali dan semua pasangan calon berjiwa besar bahkan siap menang
dan siap kalah hal ini terbukti tidak adanya laporan dari pasangan calon yang mengadu
kepada Mahkama Konstitusi, lembaga yang berwenang untuk menyelesaiakan proses
perselisihan dan sengketa pemilihan.
Walaupun sesuai dengan Undang-undang kekhususan yang dimiliki oleh Provinsi
DKI Jakarta Nomor 27 Tahun 2009, Provinsi DKI Jakarta menegaskan bahwa setiap
pasangan calon yang tidak memperoleh perolehan suara 50 (lima puluh) persen di
tambah satu, akan mengikuti proses pemilihan di putaran kedua, namun tensi dan suhu
politik tetap kondisif secara keseluruhan.
Pada tahun selanjutnya proses demokrasi pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
memuali babak baru yakni pelaksanaan proses pemilihan secara serentak hal ini
berdasarkan kesepakatan politik dengan alasan agar lebih efektif dan efesien tentu
dilaksnakan secara bertahap yang merujuk kepada peraturan perundangan-undangan
dan semangat ini juga ada pada pelaksanaan pemilu pada tahun 2019 dimana proses
pemilihan legislatif akan bersamaan dengan proses pelaksanaan pemilihan Presiden
dan wakil Presiden.
Sudah barang tentu proses pelaksanaan pemilihan gubernur, Buapti dan Walikota
di bagi kedapa 2 (dua) tahap, tahap pertama pada tahun 2015 serentak dilaksanakan di
beberapa daerah, namun Provinsi DKI Jakarta tidak termasuk dalam tahap pertama
tersebut, sehingga pelaksanaan Pilkada Tahun 2015 DKI Jakarta tidak melaksanakan
proses pemilihan mengingat masa baktin dari Gubernur terpilih tahun 2012 baru akan
berakhir masa tugasnya pada tahun 2017.
Namun dalam pelaksanaan Pilkada 2017 kewenangan yang dimiliki oleh Bawaslu
dan jajarannya memiliki kewenangan yang lebih hal ini respon atas peraturan-
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 8
perundangan-undangan yang dinilai kurang maksimal dalam penganan pelanggaran,
sehingga di tuntut untuk lebih memiliki kewenangan dalam penangannya.
Namun dari aspek regulasi atau peraturan perundangan-undangannya bukan
mudah semudah membalikan telapak tangan, peraturan perundangan-undangan yang
dijadikan ajuan dan rujukan pelaksanaannya mengalami perubahan yang panjang,
bahkan 3 (tiga) kali mengalami perbaikan atau revisi, hal ini menandakan bahwa begitu
pentingnya penyelenggaran pilkada Tahun 2017 sebagai respon atas perbaikan serta
kewenangan yang harus dimilik oleh lembaga pengawas, bahkan dalam peraturan
perundangan-undangan yang ada ini ada perangkat baru dimana terdapat Pengawas
Tempat Pemungutan Suara (Pengawas TPS). Ynag sebelumnya tidak ada hal ini tentu
upaya untuk menjadikan proses penyelenggaran pemilihan lebih demokratis dan
transparan, sehingga menutup celah segala macam kecurangan yang ada.
Bongkar Pasang Penyelenggara Pemilu
Banyak faktor mengapa penyelenggaraan Pemilu di Indonesia belum sesuai
dengan mission sacrednya. Ditinjau dari perspektif penyelenggara, dalam kasus Pemilu
di masa Orde Baru misalnya, karena sangat didominasi oleh peran pemerintah,
sehingga Pemilu-Pemilu Orde Baru adalah pengukur yang tidak sempurna sebagai
kehendak politik rakyat. Contoh nyatanya, secara struktural, Ketua LPU dijabat ex
officio oleh Menteri Dalam Negeri. Begitu juga PPI, PPD I dan PPD II, dan Pantarlih
secara ex officio dijabat oleh Mendagri, Gubernur, Bupati, Walikota Madya, Camat dan
Kepala Desa/Lurah. Sedangkan Ketua Panitia Pengawas Pusat sampai daerah dijabat
ex officio oleh Jaksa Agung, Kepala Kejaksaan Tinggi (Dati I) dan Kepala Kejaksanaan
Negeri (Dati II).23 Untuk melaksanakan pendaftaran pemilih dibentuk Panitia
Pendaftaran Pemilih (Pantarlih).
Untuk pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dibentuk Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Bagi warga negara RI di luar negeri
dibentuk Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), Panitia Pemungutan Suara Luar Negeri
(PPSLN), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Nereri (KPPSLN)
yang bersifat sementara (ad hoc). Ironisnya, menurut Syamsuddin Harris, struktur
kepenitiaan terendah yang menjadi ujung tombak pelaksanan sekaligus manipulasi
Pemilu, bahkan tak ada unsur di luar pemerintah berlaku.24
Memahami dan menyadari kelemahan-kelemahan fundamental dari penyelenggara
Pemilu di masa Orde Baru, seiring dengan tumbangnya regim Orde Baru pada 1998,
23Syamsuddin Haris, Memastikan Arah Baru Demokrasi, Mizan, 1999, 34-35. 24Syamsuddin Harris, Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru, Yayasan Obor dan LIPI, 1998, hal
12.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 9
dilakukan sejumlah perbaikan atau reformasi terhadap hal-hal yang berhubungan
dengan ke-Pemiluan maupun kepengawasan Pemilu. Hal tersebut ditunjukkan dengan
kesediaannya untuk melakukan revisi terhadap berbagai UU yang terkait dengan
politik. Reformasi konstitusi bukan hanya dilakukan terhadap system Pemilu dan Partai
Politik, melainkan juga terkait dengan Penyelenggara Pemilu.
Khusus terkait dengan institusi Pengawas Pemilu, saat digelar Pemilu 1955, belum
terdapat lembaga Pengawas Pemilu. Lembaga ini baru muncul pada Pemilu 1982.
Pembentukan Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum (Panwaslak) Pemilu
pada Pemilu 1982 dilatari oleh protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan
manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh para petugas Pemilu pada Pemilu
1971, terutama yang dilantarkan oleh politisi PPP dan PDI. Karena pelanggaran dan
kecurangan Pemilu yang terjadi pada Pemilu 1977 jauh lebih masif. Protes-protes ini
lantas direspons pemerintah dan DPR yang didominasi Golkar dan ABRI. Akhirnya
muncullah gagasan memperbaiki undang-undang yang bertujuan meningkatkan
kualitas Pemilu 1982. Lalu, pemerintah juga mengintroduksi badan baru yang akan
terlibat dalam urusan Pemilu untuk mendampingi Lembaga Pemilihan Umum (LPU),
dengan Panitia Panwaslak Pemilu bertugas mengawasi pelaksanaan Pemilu. Namun
lembaga ini dianggap belum mampu bekerja lebih efektif.
Secara hirarkis lembaga ini terdapat di tingkat nasional atau pusat yang disebut
dengan Pengawas Pemilu Pusat atau disingkat Panwaspus. Sedang di provinsi disebut
Panwas Pemilu Provinsi, di kabupaten/kota disebut Panwas Pemilu Kabupaten/Kota,
dan di kecamatan disebut Panwas Pemilu Kecamatan. Pengawas Pemilu adalah
lembaga ad hoc yang dibentuk sebelum tahapan pertama Pemilu (pendaftaran pemilih)
dimulai dan dibubarkan setelah calon yang terpilih dalam Pemilu dilantik.
Menurut Ketua Bawaslu RI Dr. Muhammad M.Si, lembaga pengawas Pemilu adalah
sebuah ekspermen demokrasi khas Indonesia karena senyatanya tidak terdapat
lembaga serupa di luar negeri. Sedangkan anggota Bawaslu RI Nasrullah, menyebut
ada satu lagi negara di kawasan Timur Tengah, yang mempunyai institusi Pengawas
Pemilu. Institusi Pengawas Pemilu dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan tahapan
Pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi
dan pelanggaran pidana Pemilu.
Pada era reformasi, tuntutan pembentukan penyelenggara Pemilu yang bersifat
mandiri dan bebas dari kooptasi penguasa semakin menguat. Untuk itulah dibentuk
sebuah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat independen yang diberi nama
Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi campur
tangan penguasa dalam pelaksanaan Pemilu mengingat penyelenggara Pemilu
sebelumnya, yakni LPU, merupakan bagian dari Kementerian Dalam Negeri
(sebelumnya Departemen Dalam Negeri). Di sisi lain lembaga pengawas Pemilu juga
berubah nomenklatur dari Panwaslak Pemilu menjadi Panitia Pengawas Pemilu
(Panwaslu).
Perubahan mendasar terkait dengan kelembagaan Pengawas Pemilu baru
dilakukan melalui UU No. 12 Tahun 2003. Menurut UU ini dalam pelaksanaan
pengawasan Pemilu dibentuk sebuah lembaga adhoc terlepas dari struktur KPU yang
terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia
Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan.
Selanjutnya kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui UU No. 22 Tahun 2007
tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang
dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai dengan
tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia
Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, dan
Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa. Berdasarkan ketentuan
UU No. 22 Tahun 2007, sebagian kewenangan dalam pembentukan Pengawas Pemilu
merupakan kewenangan dari KPU. Namun selanjutnya berdasarkan Keputusan
Mahkamah Konstitusi terhadap judicial review yang dilakukan oleh Bawaslu terhadap
UU No. 22 Tahun 2007, rekrutmen Pengawas Pemilu sepenuhnya menjadi
kewenangan dari Bawaslu. Kewenangan utama dari Pengawas Pemilu menurut UU No.
22 Tahun 2007 adalah untuk mengawasi pelaksanaan tahapan Pemilu, menerima
pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran
pidana Pemilu, serta kode etik.
Salah satu karakteristik penting dari UU ini, berdasarkan penafsiran dan putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) No. 11/PUU-VIII/2010 terhadap tafsir atas UUD 1945 Pasal
22E Ayat 5, telah memposisikan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai
lembaga yang sejajar, yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Menurut MK, KPU dan
Bawaslu posisinya sama, yakni: sebagai Penyelenggara Pemilu yang dibedakan hanya
pada fungsinya. Manakala fungsi KPU secara umum melaksanakan seluruh tahapan
Pemilu, sedangkan fungsi Bawaslu adalah mengawasi seluruh tahapan Pemilu.
Dengan kesejajaran kedudukan dan hanya dibedakan pada fungsinya, maka
seyogianya kedua Lembaga Penyelenggara Pemilu merupakan mitra sejajar,
melaksanakan tugas dan fungsinya secara sinerjis. Bukan seperti kucing dan anjing,
atau Tom and Jerry.
Dinamika kelembagaan Pengawas Pemilu terus mengalami perkembangan seiring
dengan terbitnya UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Secara
kelembagaan Pengawas Pemilu dikuatkan kembali dengan dibentuknya lembaga tetap
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 11
Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan Pengawas Pemilu Provinsi
(Bawaslu Provinsi). Selain itu pada bagian kesekretariatan Bawaslu juga didukung oleh
unit kesekretariatan eselon I dengan nomenklatur Sekretariat Jenderal Bawaslu. Selain
itu pada konteks kewenangan, selain kewenangan sebagaimana diatur dalam UU No.
22 Tahun 2007, Bawaslu berdasarkan UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilu juga memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.25
Dalam pandangan Perludem26, fungsi dan peranan Bawaslu lebih kuat
dibandingkan sebelumnya. Sebab, Bawaslu tidak hanya sebagai “tukang pos” yakni
mengawasi, menerima dan meneruskan/melaporkan pelanggaran. Beberapa
kewenangan Bawaslu yang baru adalah sebagai berikut: Pertama, meneruskan
pelanggaran kode etik kepada DKPP. Kedua, Panwaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu
berwenang untuk memeriksa dan memutus pelanggaran administrasi. Keputusan
Bawaslu atas pelanggaran administrasi bersifat final dan mengikat. Karena itu tidak ada
upaya banding terhadap keputusan Bawaslu.
Ketiga, menyelesaikan sengketa administrasi Pemilu. Sengketa Pemilu adalah
sengketa yang terjadi antarpartai politik Peserta Pemilu dan sengketa partai politik
Peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu pada setiap tahapan penyelenggaraan
Pemilu. Misal, sengketa penjadwalan kampanye dan sengketa atas keputusan KPU
tentang penetapan peserta Pemilu dan penetapan Daftar Calon Tetap (DCT). Sengketa
diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat. Namun jika tidak tercapai kesepakatan
maka Panwaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu menawarkan alternatif penyelesaian
sengketa. Panwaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu membuat keputusan jika alternatif
penyelesaian sengketa itu tidak diterima. Keputusan Bawaslu merupakan putusan final
dan mengikat bagi pihak yang bersengketa.
Sengkarut Pemilu dari waktu ke waktu, di satu sisi hal ini merefleksikan kelemahan
kolektif bangsa ini yang tidak mampu mencari akar masalah dan mengajukan solusinya
secara mendasar, terukur dan tuntas. Namun pada sisi lain, hal ini sebenarnya
merupakan peluang bagi pihak-pihak yang concern dan aktif bergiat di institusi
demokrasi untuk berpartisipasi mengurai benang kusut tersebut dan menawarkan
solusinya secara efektif. Dalam kontek ini, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 15
Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
berpeluang untuk mengambil peran yang lebih aktif dan efektif untuk memperbaiki
proses dan kualitas demokrasi, khususnya Pemilu.
25Penguatan eksistensi, fungsi dan peran Bawaslu tergambarkan dari sejumlah aspek berikut ini. Antara lain, pada proses pembentukan Tim Seleksi yang sepenuhnya menjadi domain Bawaslu. Tidak adalagi campur tangan KPU. Selain itu, Bawaslu juga mengalami pelebaran sayap karena terdapat juga Bawaslu Provinsi yang bersifat permanen, meski di tingkat Kota/Kabupaten masih bersifat ad hoc.
Sumber: http://id.wikepedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta, Oktober 2013.
Sedangkan dari sisi penganut agama, menurut data Pemerintah DKI Jakarta pada
2005, komposisi penganut agama di kota Jakarta adalah Islam (84,4%), Kristen
Protestan (6,2%), Katolik (5,7%) dan Buddha (3,5 %). Jumlah umat Buddha terlihat
lebih banyak karena umat Kong Hu Chu juga ikut tercakup di dalamnya. Angka ini tidak
jauh berbeda dengan keadaan pada tahun 1980, dimana umat Islam berjumlah 84,4 %,
diikuti Kristen Protestan (6,3%), Katolik (2,9%), Hindu dan Buddha (5,7%), serta tidak
31Lance Castle mencatat, sejak 1673, 1815 dan 1893, di Jakarta sudah bermukim penduduk dari
berbagai daerah di Indonesia, bahkan dari luar negeri. Orang-orang luar daerah tersebut misalnya, Jawa, Sunda, Sulwesi Selatan, Bali, Sumbawa, Ambon, Banda, Melayu dan lain-lain. Sedangkan dari luar negeri diantaranya berasal dari Belanda, Arab, dan Cina. Lihat misalnya, Lance Castle, dalam Profile Etnik Jakarta, Masuk Jakarta, 2007.
32Ini pula yang barangkali sedikit memberi penjelasan—mengapa Basuki Tjahaya Purnama alias
Ahok yang berasal dari etnis Tiongkok ketika berpasangan dengan Joko Widodo (etnis Jawa) yang kala itu menjadi Calon Gubernur dan Wakil Guenur DKI Jakarta bisa mengalahkan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli (keduanya etnis Betawi) pada Pemilukada DKI 2012.
otoritas negara untuk melindungi dan mempertahankan vested interest semacam itu,
Fenomane manipulasi itulah tampaknya yang lebih relevan dalam melihat berbagai
kasus empiris yang berkaitan dengan soal integrasi dalam periode Orde Baru dan
potensi distegrasi pasca-Orde Baru. Akibat manipulasi terus menerus yang dilakukan
oleh negara, kerusuhan 13-15 Mei 1998 berkembang menjadi kerusuhan berbau
rasional (anti Cina). Di Ambon dan Maluku pada umumnya, konflk dipertajam dengan
isu agama yang sensitif, sehingga terjadi konflik horisontal yang faktor-faktornya saling
tumpang tindih sama lain, yakni isu representasi Islam-Kristen dalam struktur birokrasi
setempat dengan soal kesenjangan sosial ekonomi antara penduduk asli dan para
pendatang. Sementara itu, di Sambas, Kalimantan Barat, konflik etnis Madura dengan
Melayu serta Dayak tumpang tindih dengan soal kesenjangan sosial-ekonomi diantara
kelompok etnik tersebut.39
Sedangkan konflik di tingkat akar rumput/horisontal, formatnya beragam. Ada
kalanya hanya melibatkan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya dalam satu
organisasi, partai, atau satu faksi tertentu, namun tak jarang pula melibatkan antar
pendukung organisasi atau antar satu tokoh dengan tokoh lainnya. Bahkan bisa
melibatkan massa anonim dan tidak dapat diidentifikasi dari kelompok tertentu namun
ikut terlibat dalam suatu konflik. Konflik di tingkat akar rumput/horisontal lebih banyak
mengandalkan otot, dan bahkan ditingkahi dengan aksi kekerasan, tawuran dan
perkelahian secara head to head sehingga tak jarang mengakibatkan korban material
dan nyawa melayang. Konflik horisontal acapkali meletus tidak dengan sendirinya,
melainkan dipengaruhi, digerakkan, dimobilisasi atau difasilitasi oleh elit tertentu yang
mempunyai modal ekonomi dan politik. Konflik di tingkat massa akar rumput/horisontal
sangat mudah ditunggangi oleh penumpang gelap (dark rider) yang hendak menarik
keuntungan (rent seeking) tertentu, baik keuntungan ekonomi, politik, sosial dan
sebagainya.
c. Konflik Politik di Jakarta
Jakarta adalah salah satu daerah rawan konflik, baik skala kecil, menengah
maupun skala besar. Jakarta juga tetap mempunyai potensi kerawanan atau konflik
elit/vertikal maupun horisontal/akar rumput. Pada skala kecil dan menengah, konflik
Jakarta sesungguhnya tidak bisa dihitung dengan jari karena setiap saat bisa terjadi
39Syamsuddin Harris, Masalah-masalah Demokrasi & Kebangsaan Era Reformasi, Buku Obor,
2014hal 51.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 22
dan meletus dimana saja, dan bahkan dengan sebab yang terkadang sepele40. Konflik
tersebut diantaranya berwujud sebagai berikut41:
1. Perebutan kavling usaha yang semakin sengit di kelas bawah sebagai akibat
arus migrasi sebagai dampak negatif pertumbuhan Kota Jakarta yang
menjanjikan harapan;
2. Munculnya gejala premanisme dan pungutan liar terhadap warga masyarakat
Jakarta yang bergerak di sektor informal;
3. Penguasaan jenis usaha atau pekerjaan tertentu oleh sebagian kelompok
masyarakat, kepadatan penduduk yang dapat memicu sikap agresif;
4. Pengaruh provokator.
Tak jarang pula dipicu sentimen keagamaan. Penyebabnya beragam. Diantaranya:
(a) pendirian rumah ibadah, (b) penyiaran agama, (c)) bantuan keagamaan dari luar
negeri, (d) perkawinan beda agama, (e) perayaan hari besar keagamaan, (f) penodaan
agama42, atau tindakan anarkis lainnya atas nama penegakan moralitas dan nilai-nila
agama. Misalnya, terjadi perusakan kantor majalah Play Boy, oleh sekelompok orang
yang mengatasnamakan dari Front Pembela Islam, Rabu (12/4/2006). Sebelumnya,
rumah penyanyi dangdut Inul “Ngebor’ Darasista juga disatroni pengunjuk rasa karena
dianggap mengkampanyekan prilaku seronok dan berbau pornografi.
Sedangkan untuk skala besar, agak jarang terjadi. Salah satu yang masuk dalam
skala besar adalah kala terjadi huru-hara (riot) atau goro-goro pada tahun 1998, atau
persisnya pada 13-14 Mei 199843. Peristiwa tersebut sebagai akibat dari aksi demo
besar-besaran berbagai komponen masyarakat khususnya kalangan pro demokrasi
untuk menjungkalkan Soeharto dari kursi kepresidenan yang berbuah kerusuhan
massal. Kerusuhan tersebut mengakibatkan kerugian material dan moril sangat besar,
mencapai lebih dari Rp 12 triliun serta korban jiwa manusia mencapai 293 orang dan
luka-luka 118 orang. Tuntutan kalangan pro demokrasi akhirnya terkabulkan dengan
pengunduran diri Soeharto dari kursi kepresidenan pada 21 Mei 1998 digantikan oleh
BJ. Habibie yang kala itu menjadi Wakil Presiden. Suksesi kepemimpinan dari Soeharto
ke Habibie harus pula dibayar cukup mahal dengan meletusnya tragedi Semanggi yang
40Salah satu kawasan yang acapkali atau menjadi terjadi konflik atau tepatnya tawuran antar warga
yang akibatnya adalah di Johar Baru, Jakarta Pusat. Kenapa hal ini bisa terjadi, tentu disebabkan oleh berbagai faktor yang demikian komplek. Antara lain lingkungan padat dan kumuh bahkan untuk tidur saja secara berceloteh disebutkan warga harus bergantian, pendidikan rendah, pengangguran, pendidikan keluarga hancur, dan lain sebagainya. Musni Umar, Op cit, hal 86-94. Pun demikian, tawuran antar mahasiswa dan pelajar, acapkali terjadi dan acapkali menelan korban material hingga nyawa melayang.
41Makmun Ibnu Ridwan, Tesis di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Paska Sarjana Universitas
Indonesia, Depok, 2005, hal 106. 42Ibid, hal 107. 43Untuk pengayaan informasi mengenai tragedi ini, baca: Ita Sembiring, Catatan & Refleksi Tragedi
Jakarta, 13 & 14 Mei 1998, Elek Media Komputindo, 1998.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 23
merenggut 16 korban jiwa, terdiri dari 6 mahasiswa dan 10 masyarakat serta kerugian
material tak kurang mencapai Rp 16,5 miliar44.
Konflik politik berskala besar berpeluang meletus pada detik-detik menjelang
Presiden KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dilengserkan atau dimakjulkan melalui
empeachment di Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001. Satu hari menjelang
Sidang Istimewa MPR, atau 22 Juli 2001 suasana di Jakarta, khususnya di sekitar
Istana Negara, berlangsung mencekam dan menegangkan karena massa pendukung
Gus Dur, khususnya dari kalangan warga NU tetap ingin bertahan di Istana Negara.
Sementara tentara lengkap dengan senjata dan pangsernya berjaga-jaga untuk
menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Konflik massif bernuansa primordialpun
benar-benar mengancam keutuhan NKRI. Namun akhirnya, konflik massa tersebut
tidak terjadi karena akhirnya Gus Dur dengan hanya menggunakan celana pendek dan
sandal jepit keluar dari Istana Negara sambil melambaikan tangan. Kala itu, akhirnya
MPR menggantikan Gus Dur dengan Megawati Soekarnoputri, yang kala itu menjadi
Wakil Presiden.
Konflik politik sepertinya sudah mendarah daging di sebagian wilayah di Indonesia.
Sejak diperkenalkan Pemilukada Langsung, berbarengan dengan itu pula acapkali
terjadi konflik horisontal. Banyak gelaran Pemilukada/Pilkada di Indonesia yang cukup
banyak berujung ricuh, rusuh dan konflik horisontal yang banyak menelan kerugian
material dan nyawa melayang.45 Beruntung di Jakarta penyelenggaraan Pemilu dan
Pemilukada di era reformasi relatif berlangsung aman, dan damai.46 Kalaupun terdapat
riak-riak protes, unjuk rasa atau konflik, umumnya hal tersebut dilakukan saat digelar
rekapitulasi suara di tingkat Kota/Kabupaten dan khususnya di tingkat provinsi. Dari
perspektif teoritik, konflik politik semacam itu masuk dalam kategori konflik elit/vertikal
politik dan beruntung secara umum dapat dikanalisasi.
Kerawanan lainnya atau potensi konflik adalah hal-hal sebagai berikut: (a)
kampanye dengan politik uang yang diperkirakan tetap akan marak; (b) konflik veritikal
dan sekaligus pula konflik horisontal. Isu ini mencuat oleh karena pada Pilpres yang
bertarung adalah para elit dan tokoh berkaliber nasional atau istilahnya para bintang
44Tentang peristiwa ini, baca misalnya: S. Sinansari Ecip. Kronologi Situasi Penggulingan Soeharto,
Mizan, 1998. 45Deskripsi mengenai konflik horisontal di sejumlah daerah, antara lain dapat dibaca buku karangan
Oka Mehendra, Pilkada Di Tengah Konflik Horisontal, Millenium Publisher, 2005. 46Termasuk Pemilukada 2017 yang menghasilkan Pasangan Calon Gubernur DKI Jakarta Joko
Widodo dan Calon Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang diusung oleh PDIP Cs. Keduanya memenangi perolehan suara pada putaran kedua dengan selisih 351.315 suara Pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli yang diusung oleh Partai Demokrat Cs. Dalam rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat provinsi oleh Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta (KPU DKI Jakarta), Jumat (28/9/2012), Jokowi-Basuki meraih 2.472.130 suara pada putaran kedua Pemilukada DKI Jakarta yang berlangsung pada Kamis (20/9/2012).
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 24
atau ‘gajah’ yang dikuatirkan berdampak kepada massa pendukung di tingkat akar
rumput; (c) netralitas birokrasi (pusat dan daerah) oleh karena banyak elit birokrasi
yang terlibat menjadi Capres atau Tim Kampanye, (d) kampanye hitam (black
campaign) yang memanfaatkan isu SARA.
B. Tujuan Laporan
Sebagai lembaga publik, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta adalah lembaga yang
harus mempertanggung jawabkan kelembagaannya biak dalam hal penggunaan
keuangan hingga aspek pelaksanaannya, sehingga tujuan dari proses pelaksanaan
kegiatan pengawasan bisa tercapai. Ada beberapa hal yang menjadi tujuan
penyusunan laporan ini adalah sebagai berikut:
1) Sebagai bentuk pertanggung jawaban publik Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
terhadap kewajiban untuk memberikan laporan setiap kegiatan pengawasan
yang telah dilakukan sehingga masyarakat dapat mengetahui dan mendapatkan
penjelasan secara utuh dari proses pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta
2) Gambaran tertulis terkait kinerja pengawasan yang telah dilakukan oleh Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta.
3) Sebagai instrumen penilaian dan tolak ukur terhadap keberhasilan pengawasan
sekaligus dijadikan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan pengawasan Pilkada
DKI Jakarta berikutnya.
C. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Perubahan atas Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota menjadi Undang-Undang.
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, perubahan kedua Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati
dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, Bawaslu Provinsi, Panwas
Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan dan PPL diberikan amanat untuk
melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017 yang dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi
dan jajarannya.
4. Peraturan Bawaslu Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Bawaslu Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 25
5. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2015 tentang Tahapan, Program dan
Jadwal Penyelenggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2017.
6. Surat Ketua Badan Pengawas Pemilhan Umum Provinsi DKI Jakarta Nomor :
282/K.JK/PM.00.01/IX/2016, tentang Instruksi Pengawasan Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017.
D. Sistematika Laporan
Adapun sistematika penulisan laporan pengawasan ini, sesuai dengan draft
penyusunan laporan akhir yang diberikan oleh Bawaslu RI adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang gambaran umum, tujuan laporan, landasan
hukum, dan sistematika laporan.
BAB II : PELAKSANAAN PENGAWASAN TAHAPAN PEMILIHAN
Pada bab ini membahas tentang Pelaksaan Pengawasan Pemutakhiran
dan Daftar Pemilih, yang didalamnya terdiri dari Persiapan Pengawasan,
Kerawanan-Kerawanan dalam tahapan Pemutakhiran Data dan Daftar
Pemilih dan Perencanaan Pengawasan, Kegiatan Pengawasan yang
meliputi Pencegahan, Aktifitas Pengawasan serta Pelaksanaan Fungsi
Pengawasan dengan penjelasan Sosialisasi Pengawasan, Koordinasi dan
Kerjasama dengan Stakeholder serta Monitoring dan Supervisi, Hasil-hasil
pengawasan yang meliputi Temuan, Rekomendasi, dan Tindak Lanjut
Rekomendasi, Dinamika dan Permasalahan Evaluasi Pelaksanaan
Pengawasan. Pelaksaan Pengawasan Pencalonan, yang didalamnya terdiri
dari Persiapan Pengawasan, Kerawanan-Kerawanan dalam tahapan
pencalonan dan Perencanaan Pengawasan, Kegiatan Pengawasan yang
meliputi Pencegahan, Aktifitas Pengawasan serta Pelaksanaan Fungsi
Pengawasan dengan penjelasan Sosialisasi Pengawasan, Koordinasi dan
Kerjasama dengan Stakeholder serta Monitoring dan Supervisi, Hasil-hasil
pengawasan yang meliputi Temuan, Rekomendasi, dan Tindak Lanjut
Rekomendasi, Dinamika dan Permasalahan Evaluasi Pelaksanaan
Pengawasan Pelaksanaan Pengawasan Tahapan Kampanye, yang
didalamnya terdiri dari Persiapan Pengawasan, Kerawanan-Kerawanan
dalam kampanye dan Perencanaan Pengawasan, Kegiatan Pengawasan
yang meliputi Pencegahan, Aktifitas Pengawasan serta Pelaksanaan Fungsi
Pengawasan dengan penjelasan Sosialisasi Pengawasan, Koordinasi dan
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 26
Kerjasama dengan Stakeholder serta Monitoring dan Supervisi, Hasil-hasil
pengawasan yang meliputi Temuan, Rekomendasi, dan Tindak Lanjut
Rekomendasi, Dinamika dan Permasalahan Evaluasi Pelaksanaan
Pengawasan. Pelaksanaan Pengawasan Tahapan Pengadaan dan
Pendistribusian Perlengkapan Pemungutan dan Penghitungan Suara, yang
didalamnya terdiri dari Persiapan Pengawasan, Pengadaan dan
Pendistribusian Perlengkapan Pemungutan dan Penghitungan Suara
Kerawanan-Kerawanan dalam tahapan dan Perencanaan Pengawasan,
Kegiatan Pengawasan yang meliputi Pencegahan, Aktifitas Pengawasan
serta Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dengan penjelasan Sosialisasi
Pengawasan, Koordinasi dan Kerjasama dengan Stakeholder serta
Monitoring dan Supervisi, Hasil-hasil pengawasan yang meliputi Temuan,
Rekomendasi, dan Tindak Lanjut Rekomendasi, Dinamika dan
Dana Kampanye yang didalamnya terdiri dari Persiapan Pengawasan,
Kerawanan-Kerawanan dalam tahapan Dana Kampanye dan Perencanaan
Pengawasan, Kegiatan Pengawasan yang meliputi Pencegahan, Aktifitas
Pengawasan serta Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dengan penjelasan
Sosialisasi Pengawasan, Koordinasi dan Kerjasama dengan Stakeholder
serta Monitoring dan Supervisi, Hasil-hasil pengawasan yang meliputi
Temuan, Rekomendasi, dan Tindak Lanjut Rekomendasi, Dinamika dan
Permasalahan Evaluasi Pelaksanaan Pengawasan.dan yang terakhir yaitu
Pelaksanaan Pengawasan Tahapan Pemungutan, Penghitungan, dan
Rekapitulasi Suara. yang didalamnya terdiri dari Persiapan Pengawasan,
Pemungutan dan Penghitungan dan Rekapitulasi Suara, Kerawanan-
Kerawanan dalam tahapan dan Perencanaan Pengawasan, Kegiatan
Pengawasan yang meliputi Pencegahan, Aktifitas Pengawasan serta
Pelaksanaan Fungsi Pengawasan dengan penjelasan Sosialisasi
Pengawasan, Koordinasi dan Kerjasama dengan Stakeholder serta
Monitoring dan Supervisi, Hasil-hasil pengawasan yang meliputi Temuan,
Rekomendasi, dan Tindak Lanjut Rekomendasi, Dinamika dan
Permasalahan Evaluasi Pelaksanaan Pengawasan.
BAB III : PENUTUP
Bab ini berisikan penutup sebagai gambaran akhir laporan serta
rekomendasi kepada pihak-pihak terkait untuk dijadikan pijakan untuk
pengawasan kedepan.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 27
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Alat Kerja Pengawasan Tahapan
2. Dokumen lainnya
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 28
BAB II
PELAKSANAAN PENGAWASAN PEMILIHAN
A. Pengawasan Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih
1. Persiapan Pengawasan
a. Kerawanan-kerawanan Dalam Tahapan Pemutakhiran Data dan Daftar
Pemilih
Daftar Pemilih merupakan nama-nama siapa saja yang memiliki hak suara untuk
bisa digunakan dalam Pemilihan Umum, dalam tahapan pemilihna umum 2014 ini
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia mulai melakukan pemutakhiran data
pemilih untuk pelaksanaan Pemilu., selain menentukan siapa yang memiliki hak untuk
memberikan suara juga untuk memperhitungkan kekuatan masa pendukung dari partai
politik peserta Pemilu itu sendiri. Daftar pemilih yang kredibel menjadi sala satu kunci
kesuksesan penyelenggara pemilu yang demokratis, karena akan memberikan
pengaruh kepada terpenuhinya hak warga Negara yang memenuhi syarat sebagai
pemilih, serta mempengaruhi tingkat kepercayaan peserta pemilu dan legitimasi atas
hasil pemilu itu sendiri.
Pemilih merupakan suatu faktor penting dalam menentukan kesuksesan sebuah
pemilihan umum (Pemilu). Data Pemilih merupakan data dasar dalam menentukan
surat suara yang digunakan, kebutuhan logistik dan efesiensi anggaran yang
dibutuhkan serta kebutuhan sumber daya manusia yang akan diperbantukan dalam
proses pemungutan dan penghitungan suara. Dengan data pemilih yang lengkap,
akurat dan komprehensip akan menghantarkan hak politik masyarakat kepada pemilu
yang jurdil dan merata dan dapat terlibat aktif dalam pesta demokrasi yang digelar
dalam suatu wilayah.
Dalam diskursus sistem kepemiluan di dunia internasional dikenal beberapa
model pendekatan yang dipergunakan dalam menyusun daftar pemilih47:
- Citizen Registration Versus Voter Registration
- Compulsory Registration Versus Voluntary Registration
- Active Registration Versus Passive Registration
- Periodic Registration Versus Continuous Registration
Sistem penyusunan daftar pemilih yang saat ini diterapkan di Indonesia adalah
sebagai berikut48:
47 IDEA, Voter Registrasion: a global report, diakses dari www.idea.int/publications/vt/upload/voter
registrasion/pdf. Diambil dari, Makalah, Mewujudkan Data Pemilih Yang Kredibel, Ahsanul Minan, Dalam Acara FGD Tentang Penyusunan Daftar Pemilih, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan Kesbangpol PemProv DKI Jakarta, 2 Desember 2013;
48 Ahsanul Minan, Makalah, Pengawasan Data Pemilih, Mewujudkan Data Pemilih Pemilu Yang Kreidibel, FGD Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan Kesbangpol PemProv DKI Jakarta, Jakarta. 20 Desember 2013, hal.3;
a. Penyusunan daftar pemilih tidak memisahkan secara tegas garis demargasi
antara rezim pendaftaran penduduk dengan pendaftaran pemilih. Daftar
pemilih disusun berdasarkan data penduduk yang diolah oleh pemerintah
(Depdagri) melalui proses pensortiran sehingga menghasilkan daftar
penduduk potensial pemilih pemilu (DP-4) yang selanjutnya dijadikan dasar
oleh KPU untuk melakukan pemutakhiran. Dengan demikian sebenarnya
pemerintah ikut melakukan intervensi terhadap proses penyusunan daftar
pemilih. Penerapan sistem menjadikan ketidakjelasan yuridiksi dan cakupan
wilayah pertanggungjawaban atas kinerja penyusunan daftar pemilih, karena
membka peluang terjadinya saling lempar tanggung jawab ketika terjadi
permasalahan terutama terkait perbedaan data pemilih;
b. Pendaftaran pemilih menggunakan sistem voluntary voter registration,
dimana pemilih diminta secara sukarela untuk mendaftarkan diri, atau
memeriksa apakah pemilih sudah terdaftar atau belum tercantum dalam
daftar pemilih. Namun demikian sistem penyusunan daftar pemilih di
Indonesia mewajibkan penyelenggara pemilu secara aktif mendata pemilih
(active registrstion)
c. Penyusunan daftar pemilih di Indonesia menggunakan sistem periodic voter
registration, sehinga daftar pemilih selalu disusun setiap menjelang
penyelangaraan pemilu. Sistem ini menjadikan tidak terbangunnya system
data pemilih yang terintergrasi data tidak update dan berbiaya tinggi;
Kerawanan-kerawanan dalam proses pemutkahiran Data dan Daftar Pemilih
dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta, adalah sebagai
berikut:
a. Aspek Domisili/Geofrafis
Terkait dengan domisili tingkta mobiltas yang tinggi bagi penduduk DKI
Jakarta terkait dengan mobiltas tidak bisa dihindari oleh karenan penduduk DKI
Jakarta pada Pagi hari bisa saja ada di Jakarta Utara, namun pada malam hari
bisa berpindah tempat di luar dari Jakarta Utara, hal ini tak terlepasa dengan
aktifitas yang bersangkutan juga singgungan perbatasan wilayah. Belum lagi
diwilayah kepulauan Seribu dari aspek geografis dan lain sebagainya. Belum lagi
terkait dengan rumah susun, apartemen dan wilayah yang terkena dengan
gusuran atau relokasi, dengan kerawanan yang berbeda.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 30
b. Aspek Sumber daya Manusia
Terkait dengan aspek SDM tingkat pemahaman dan kebutuhan data yang
berbeda sehingga petugas Pemutakhiran data pemilih (PPDP) yang terkesan itu-
itu saja dan juga petugas lama di tuntut melakukan pemutakhiran dengan cermat
sesuai dengan kebuthan yang ada namun terkadang PPDP tidak memahami
tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, belum lagi waktu melakukan tugas
ada yang dimulai malam hari dikarenakan paginya harus bekerja, hal-hal ini
menjadi problem tersendiri dari aspek kerawanan pemutakhiran data dan daftar
pemilih.
c. Data Pemilih
Terkait dengan Data Pemilih ini menjadi hal tersendiri dari aspek
kerawanan karena sistem kependudkan kita belum memiliki integrasi tersendiri
antar lembaga yang memiliki kewenangan dari aspek pemutakhiran data pemilih
sehingga wajar masih ditemukan beberapa data pemilih atau penduduk terkait
dengan identitas yang dimiliki oelh seseorang. Seperti:
1. NIK Ganda
2. NIK dan Nama Ganda
3. NIK Invalid ( kurang dari 16 digit )
4. NIK Indikasi Invalid ( jumlah digit 16, tetapi nomor urut penerbitan NIK
berisi ‘0000’)
5. NKK Invalid
6. NKK Indikasi Invalid
7. NIK yang tidak sinkron dengan tanggal lahir
8. NIK yang tidak sinkron dengan jenis kelamin
9. Pemilih belum berumur 17 Tahun dan Belum Menikah
10. Pemilih Tanpa Identitas Kependudukan ( NIK dan NKK tidak ada )
11. Pemilih berumur 0 (nol)
d. Identifikasi dan klasifikasikan potensi kerawanan pada Tahapan DPT
Potensi titik kerawanan dalam tahapan penyusunan data pemilih
sebagai berikut:
▪ Ketepatan waktu dalam penyerahan DP-4 oleh pemerintah dan
pemerintah daerah kepada KPU dan KPU Daerah;
▪ Adanya pernyertaan BA dalam penyerahan DP-4;
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 31
▪ Selisih jumlah antara DP-4 dengan DPT pemilu terakhir;
▪ Kelengkapan alat pemutakhiran yang diserahkan PPK ke PPS;
▪ ketepatan waktu penyerahan alat kelengkapan
▪ ketepatan pelaksanaan verifikasi yang dilakukan oleh Pantarlih terhadap
data penduduk;
▪ ketepatan pendataan pendaftaran pemilih pada wilayah rentan;
▪ ketepatan penghapusan atau pencoretan pemilih yang tidak lagi
memenuhi syarat sebagai pemilih
Pengawasan penyusunan daftar pemilih difokuskan pada beberapa hal
sebagai berikut:
1) Pengawasan dalam proses penyusunan daftar pemilih difokuskan
pada:
- Pelaksanaan pemutakhiran data pemilih
- Kebenaran dan ketepatan proses penyusunan daftar pemilih
- Ketepatan waktu dalam penyusunan daftar pemilih
- Transparansi proses penyusunan daftar pemilih
- Kemudahan masyarakat dan peserta pemilu dalam menyampikan
masukan dan tanggapan terkait permasalahan daftar pemilih
2) Pengawasan terahdap hasil penyusunan daftar pemilih difokuskan
pada:
- Penetapan, pengumuman dan perbaikan DPS
- Penetapan, pengumuman dan perbaikan DPSHP
- Penetapan, pengumuman dan perbaikan DPT
- Rekapitulasi DPT di tingkat Provinsi
b. Perencanaan Pengawasan
Dalam pengawasan proses tahapan ini Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
beserta jajaran dibawahnya mengedepankan upaya preventif dan koordinatif,
dimana setiap ada hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan dan prosedur yang
berlaku, maka Bawaslu DKI Jakarta dan jajaran dibawahnya langsung
berkoordinasi dan melakukan upaya sebagaimana peraturan perundangan-
undangan. Hal tersebut dianggap lebih efektif dan produktif dalam proses
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 32
pengawasan tahapan pemutakhiran data dan daftar pemilih untuk mendapatkan
dan menghasilkan data yang valid. Adapun jadwal pengawasan sesuai dengan
PKPU Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi
Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Tahapan, Program, dan Jadwal
Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, adapun jadwal sebagai berikut:
No KEGIATAN AWAL AKHIR
1 Penyampaian DPS kepada PPS
3 Nopember 2016 9 Nopember 2016
2 Pengumuman dan tanggapan masyarakat terhadap DPS
10 Nopember
2016
19 Nopember
2016
3 Perbaikan DPS 20 Nopember
2016
24 Nopember
2016
4
Rekapitulasi DPS hasil perbaikan tingkat desa/kelurahan dan penyampaiannya beserta DPS hasil perbaikan kepada PPK
25 Nopember
2016
27 Nopember
2016
5
Rekapitulasi DPS hasil perbaikan tingkat kecamatan dan penyampaiannya kepada KPU/KIP Kabupaten/Kota
28 Nopember
2016
29 Nopember
2016
6
Penyampaian Rekapitulasi DPS hasil perbaikan tingkat desa/kelurahan dan DPS hasil perbaikan kepada KPU/KIP Kabupaten/Kota
28 Nopember
2016
29 Nopember
2016
2. Kegiatan Pengawasan
a. Pencegahan
Dalam melakukan pengawasan, Bawaslu DKI mengedepankan upaya
preventif atau pencegahan dengan cara melakukan koordinasi dan
komunikasi yang intensif dengan semua stakeholder dan juga sosialiasi
dengan berbagai pihak dan tak akalh pentingnya menginformasikan beberpa
masukan terkait dengan pemutakhiran data dan daftar pemilih kepada Komisi
Pemilihan Umum Provinsi DKI Jakarta.
Terkait dengan proses pemutakhiran data dan daftar pemilih Bawaslu
DKI Jakarta bekerja sama dengan KIPP Jawa Timur terkait dengan analisa
daftar pemilih dengan menggunakan tekhnolgi informasi yang bernama
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 33
SADAP (Sistem Analisa Daftar Pemilih) hal ini bagin dari proses pencegahan
pengawasan sehingga permasalahan terkait dengan persoalan daftar pemilih
bisa diminimalisir dengan baik.
b. Aktivitas Pengawasan
1) Pengawasan Pencocokan dan Penelitian oleh PPDP melalui Panwas
Kab/Kota dan Jajarannya.
Pada proses Pencocokan dan Penelitian (Coklit) yang di mulai pada
tangal 8 September hingga 7 Oktober 2016 PPDP melakukan proses coklit
sesuai ketentuan/tahapan yang berlaku. Ada empat tahapan dari skema kerja
PPDP di Bawaslu Provinsi DKI Jakartayang menjadi fokus pengawasan.
Berikut ini tahapannya:
1) Persiapan : PPDP harus mempersiapkan kelengkapan dokumen,
menyusun jadwal Coklit, dan berkoordinasi dengan RT atau RW di sekitar
tempat tinggal warga.
2) Turun Lapangan : PPDP harus terjun ke lapangan untuk memperbaiki
data pemilih yang tidak akurat atau tidak benar, mencatat jenis disabilitas
bagi pemilih disabilitas, mencoret pemilih yang tidak memenuhi syarat,
serta mendaftar pemilih yang belum terdaftar.
3) Periksa Kembali : PPDP harus melakukan pengecekan kembali terhadap
hasil kerjanya di lapangan.
4) Serahkan : Terakhir, setelah yakin dengan hasil kerjanya, PPDP harus
menyerahkan hasil tersebut kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS) di
kelurahan wilayah kerjanya.
2) Pengawasan Pleno Pemutakhiran DPS
Hasil Rapat Pleno Pemutakhiran DPS KPU Provinsi DKI Jakarta yang
dilakukan pada hari Selasa, 02 November 2016 bertempat di Hotel Acacia
Jakarta. Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mencatat hal-hal sebagai berikut:
1. Adanya pemilih potensial non KTP Elektronik sebanyak 504.610 orang.
2. Adanya perbedaan TPS diJakarta Barat terkait dengan DPS di dalam
Model A.1.4-KWK dengan Pemilih Potensial dalam Model. A.C.4-KWK
sebanyak 220 TPS
3. Kepala Dinas Dukcapil Provinsi DKI Jakarta terus mengupayakan
penduduk DKI Jakarta yang belum merekam untuk merekam e-ktp.
Adapun dapat dijelaskan dalam bentuk tabel dibawah ini:
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 34
Hasil emeriksaan Rekapitulasi DP4 Non e-KTP (form AC) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017 Dengan basis data kependudukan pertanggal 11 November 2016
No Kab/Kota DPS Hasil Pleno
Data yang
diterima KPU
Ada dalam Data Base
Meninggal
Dunia
Pindah Luar DKI
Tidak Ada
dalam Data Base
kurang
1 Kep. Seribu 375 373 376 1 0 5 0
2 Jakarta Pusat 31.059 31.594 22.548 834 5.025 3.187. -535
3 Jakarta Utara 60.766 60.766 45.183 554 4.359 10.670 0
4 Jakarta Barat 116.422 116.766 76.773 1.290 5.299 33.060 0
5 Jakarta Selatan 155.001 149.024 90.830 1.615 11.924 44.655 5.977
6 Jakarta Timur 140.989 139.969 101.533 2.461 13.258 22.717 1.020
Jumlah 504.989 498.148 337.243 6.755 39.865 114.294 6.462
Data Susulan
No Kab/Kota Kekuran
gan
Data yang
diterima KPU
Ada dalam Data Base
Meninggal
Dunia
Pindah Luar DKI
Tidak Ada
dalam Data Base
kurang
1 Jakarta Selatan 5.977 5.947 3.991 24 470 1.462 30
2 Jakarta Timur 1.020 1.020 309 5 171 535 0
Jumlah 6.997 6.967 4.300 29 641 1.997 30
Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017
Model A.1.4-KWK
Jumlah Kabupaten/Kota
Jumlah TPS
Jumlah Pemilih Jumlah (L+P) Laki-Laki Perempuan
6 13.067 3.576.091 3.556.765 7.132.856
Model A.C.4-KWK
Jumlah Kabupaten/Kota
Jumlah TPS
Jumlah Pemilih Jumlah (L+P) Laki-Laki Perempuan
6 12.847 271.626 233.348 504.610
Rekapitulasi Daftar Pemilih Potensial Non KTP Elektronik Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017
No Kab/Kota Jumlah
TPS
Jumlah Pemilih
L P L+P
1 Jakarta Pusat 1.237 16.537 14.522 31.059
2 Jakarta Utara 2.142 32.772 27.994 60.766
3 Jakarta Barat 2.714 62.586 53.836 116.422
4 Jakarta Selatan 3.033 81.665 73.336 155.001
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 35
5 Jakarta Timur 3.681 77.508 63.481 140.989
6 Kepulauan Seribu 40 194 179 373
Total 12.847 271.262 233.348 504.610
Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017
No Kab/Kota Jumlah
TPS
Jumlah Pemilih
L P L+P
1 Jakarta Pusat 1.237 380.644 377.254 757.898
2 Jakarta Utara 2.142 551.546 547.623 1.099.169
3 Jakarta Barat 2.934 843.094 826.257 1.669.351
4 Jakarta Selatan 3.033 800.065 799.855 1.599.920
5 Jakarta Timur 3.681 991.949 997.157 1.989.106
6 Kepulauan Seribu 40 8.793 8.619 17.412
Total 13.067 3.576.091 3.556.765 7.132.856
3) Pengawasan Pleno Pemutakhiran DPT
Rapat Pleno Penetapan DPT tingkat Provinsi DKI Jakarta
dilaksanakan pada hari Rabu, 8 Desember 2016 di Hotel Acacia Jakarta dan
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan pengawasan melakat pada proses
tahapan tersebut dengan hasil sebagai berikut:
Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017
Model A.1.4-KWK Jumlah
Kabupaten/Kota
Jumlah Kecamatan
Jumlah
Kelurahan Jumlah
TPS
Jumlah Pemilih Jumlah (L+P)
Laki-Laki Perempuan
6 44 267 13.023 3.561.690 3.546.899 7.108.589
Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Tingkat Provinsi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017
Jumlah
Kabupaten/Kota Jumlah
Kec
Jumlah
Kel Jumlah
TPS
Jumlah Pemilih Jumlah (L+P)
Laki-Laki Perempuan
Jakarta Pusat 8 44 1.237 374.307 372.845 747.152
Jakarta Utara 6 31 2.150 374.307 544.206 1.091.874
Jakarta Barat 8 56 2.934 547.668 817.603 1.652.051
Jakarta Selatan 10 65 2.973 834.448 797.160 1.593.700
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 36
Jakarta Timur 10 65 3.690 796.540 1.006.456 2.006.397
Kep. Seribu 2 6 39 999.941 8.629 17.415
Total 44 267 13.023 3.561.690 3.546.899 7.108.589
3. Hasil-Hasil Pengawasan
a. Temuan
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
KEPULAUAN SERIBU
Ada 4 TPS yang tidak
ada struktur RT RW
nya (TPS khusus)
(CNOC, Kecamatan
Seribu Utara - 3 TPS,
TPS 11, 12, 13;
kecamatan seribu
selatan – 1 tps, TPS
04 )
Berkoordinasi degan KPU
Kab. Kepulauan Seribu,
mereka akan mengundang
pengawas pemilu untuk
mengawasi proses coklit.
Panwascam sudah berkirim
surat kpd PPK Kec. Seribu
Utara
1. Proses coklit akan dilakukan di minggu terakhir
2. TPS terapung (khusus) terdapt di TPS 10 Pulau Kelapa, TPS 09 Pulau Panggang, TPS 05 Pulau Harapan (Kecamatan Seribu Utara)
3. TPS 04 Pulau Bidadari Kelurahan Pulau Untung Jawa (Kecamatan Seribu Selatan)
4. TPS 04 Pulau Harapan/ Pulau Sabira, Kec Seribu Utara belum melakukan prose pencoklitan
Di Pulau Harapan,
TPS 02 ditemuan
stiker yang ditempel
di rumah belum
ditandatangani oleh
petugas PPDP
Sudah direkomendasikan
(Form A2)
Pada tanggal 10
september 2016 PPL
Kelurahan Pulau
Kelapa
melaksanakan
pengawasan
pencoklitan di TPS
07 Kelurahan Pulau
Kelapa telah
ditemukan petugas
PPDP saudara Abdul
Gani yang
melakukan
Sudah direkomendasikan
(Form A2)
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 37
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
pencoklitan data
pemilih. Sedangkan
berdasarkan data
nama petugas PPDP
tersebut saudara
Cholisin Muchlis.
Berdasarkan
keterangan saudara
Abdul Gani, Ia telah
menggantikan
saudara Cholisin
Muchlis sebagai
petugas PPDP/TPS
07 dengan alasan
saudara Cholisin
Muchlis tidak bisa
meninggalkan
pekerjaannya yang
lain.
Saat Rakor hari
Jumat, 30 sept 2016,
KPU Kab
mengatakan ada 8
pemilih yang
dinyatakan hilang
ingatan (P. Tidung 5
org, P. Pari 2,
P.Untung Jawa 1 org)
Pengawas Pemilu
menyampaikan rekomendasi
lisan kpd KPU Kab untuk
melakukan kroscek kembali,
dan melampirkan surat ket
dokter jika yg bersangkutan
dianggap hilang ingatan.
Berdasarkan hasil
pengawasan Panwascam
SeribuSelatan hanya ada 2
yang hilang ingatan.
TPS 11, 12 dan 13 di
CNOOC hanya ada 2
TPS dan akan
dilakukan pencoklitan
pd tgl 6 okt, langsung
oleh KPU Kab,
Pengawas Pemilu
dan di fasilitasi oleh
Pemda.
Pengawas Pemilu akan ikut
mengawasi
Tgl 6 okt, akan nada
coklit di P. Sabira
Pengawas Pemilu akan ikut
mengawasi
Ditemukan data
ganda
P. seribu Selatan:
(1) Lin, P. Rancang
RW 03 RT 02, TPS
03
(2) SilfitaDewi, P.
Sudah ditindaklanjuti ke KPU.
Kab, dan sudah dihapus.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 38
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
Tidung RT 01 RW 01,
TPS 04
(3) Hangga
Muhamma, P.
Lancang RT 01 RW
02, TPS 02
(4) Renita, P.
Lancang, RT 03 RW
03, TPS 03
(5)
P. Seribu Utara:
(1) Cahyani, 6-04-
1997, TPS 07, P.
Kelapa
(2) Juhena, 14-11-
1996, TPS 09, P.
Kelapa
(3) Anis,17-08-1992,
Kel.P. Panggang
JAKARTA SELATAN
Pada saat Rakor dgn
KPU Kab, disebutkan
bahwa ditemukan
202 Pemilih Ganda
(Kec. Pulau Seribu
utara, L:61 P:70Jmlh:
131), (Kec. Pulau
Seribu Selatan, L:39
P:32 jmlh:71)
Sudah disampaikan kepada
Panwascam untuk
ditindaklanjuti. Di kroscek
dalamdata hasil sinkronisasi
memang benar ada data
ganda.
Sudah dihapus oleh KPU
Kab.
Sudah disampaikan
kepada Panwascam
untuk ditindaklanjuti.
Di kroscek dalamdata
hasil sinkronisasi
memang benar ada
data ganda.
Kec.
Jagakarsa
1. Kel Ciganjur, ada PPS yang mengundurkan diri a/n Edward, setelah rapat pleno dengan PPK diganti dengan Junaedi.
2. Kel Serangseng Sawah, PPS-nya mengundurkan diri, a/n Yadi dan Nuraida. Tinggal satu orang yang bernama Hasyim.
Kec. 1. Kel Mampang Prapatan.
Kecamatan Mampang
Prapatan sudah
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 39
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
Mampang Kompleks Zeni AD, Pemlih sebanyak 564 orang (KTP DKI) terelokasi ke Cilodong Depok dan Jagakarsa.
2. Komplek Zeni ada 4 RT (RT 1,2, 3, 4; RW 03), 1 TPS yaitu TPS 10. Warga pindahan akan dialihkan ke TPS 11, 12, 13, di RW 3.
berkoordinasi PPK dan KPU
Kota Jaksel.
Kec.
Cilandak
1. Ada beberapa PPDP yang bekerja tidak sesuai dengan tempat tinggalnya.
Sudah Klarifikasi ke PPS
setempat
2. Kel. Cipete selatan RT 2 Rw 07 Puri Sakti, ada 103 kk yang terdaftar tapi 63 KK tidak ditemukan.
Butuh koordinasi lebih lanjut
1. Kel Cilandak Barat. DP4 TPS 51 ada data yang tidak ada NKK dan NIK Daerah.
2. PPDP sudah coklit, tapi baru 20% dari 404 warga.
3. Ada penyandang disabilitas sekitar 25 orang di wisma Chesire di TPS 51
PPL Sudah koordinasi
Ambi data di Kec
Cilandak (PPS)
Temuan di TPS 51
butuh kroscek
Kel Cilandak, RS
Fatmawati tidak
mengijinkan adanya
TPS, sementara
banyak pemilih di RS
tersebut.
Kebayoran
Baru
1. Kel Senayan. RW 02 RW 03, TPS 3 – 6 (bongkaran). Rumah sudah tidak ada, tapi orang-orangnya sudah pindah ke tempat lain tetapi data masih ada di TKP.
2. Di tahanan Polda, belum dilaksanakan coklit
1. Pengawas Pemilu melakukan kroscek pada saat penyusunan daftar pemilih
2. PPK belum turun, KPU Kota juga belum kesana.
1. Stiker masih belum tertempel, karena tidak diketahui tempat tinggalnya.
2. Tahanan di Polda jumlahnya berubah-ubah. PPDP masih bingung menentukan TPS nya.
Kel Senayan, PPS
mengundurkan diri
satu orang, hingga
Agar dapat
ditindaklanjuti
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 40
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
saat ini belum diganti
Ciganjur, RT 08 RW
04 TPS 35, 1 orang
tunagrahita.
Agar dapat
ditindaklanjuti
Pesanggraha
n
Pondok Cabe, TPS
47, RT 05 RW 13 i
ditemukan NIK luar
daerah, ada dua
buah.
Agar dapat
ditindaklanjuti
Apartemen Gateway,
Kelurahan
Pesanggerahan,
belum dilaksanakan
coklit
Agar dapat
ditindaklanjuti
Apartemen Bintaro
Park View sudah ada
penghuninya 100
orang, yang sudah
melapor ke PPD ada
30 orang.
Sudah ketemu dengan RT
setempat, dan RT tersebut
bersedia membantu.
Agar dapat
ditindaklanjuti
Tebet 1. Kel. Kebon Baru, nama anggota PPDP yang sudah dibuat dan diserahkan ke KPU Kota Jaksel tidak sama dengan yang hadir di Bimtek.
2. Ditemukan surat tugas yang kosong
3. Di lapangan kita temukan petugas PPDP tidak membawa surat tugas.
Ketika dikonfirmasi ybs
mengakui sudah tidak aktif,
tetapi surat pengunduran
dirinya tidak ada.
Agar dapat
ditindaklanjuti
Diindikasi pengurus
PPK masih pengurus
aktif partai an
Syarifudin (PPP)
tingkat kelurahan
manggarai.
Panwas Kota
menyurati Partai
Politik tingkat
Kota/Kec. Perihal
konfirmasi dan
klarifkasi terhadap
status keanggotaan
PPP (Romy)
Syarifudin.
Sedang dalam proses
kalirifikasi
Menteng Dalam dan
Manggarai ada
petugas PPDP tidak
Agar dapat
ditindaklanjuti
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 41
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
mengikuti bimtek.
Pancoran 1. Rawa Jati, ada 1 PPDP (RW juga) mengikuti Bimtek susulan dikarenakan warganya terkena relokasi.
2. Dua petugas PPDP di Kalibata City, bukan warga setempat.
Panwas dan PPS langsng
menindaklanjuti, dan PPS
langsung mengganti 2
petugas tersebut dengan
warga setempat.
Kel Pancoran, ATK
(bolpoint) tintanya
kering.
Agar dapat
ditindaklanjuti
JAKARTA TIMUR
1 PULOGADU
NG
1. Kelurahan Pulogadung, Apartemen Gading Icon Jl. Perintis Kemerdekaan Kav. 99, No.2. sudah terbentuk TPS 56, petugas PPDP Ibu Yanti dan Pa. Bambang. Hasil pengawasn PPL dan Panwascam diketahui PPDP belum melaksanakan pemutahiran/coklit dengan alasan tidak diijinkan oleh pengelola untuk melakukan pemutahiran/coklit. Pada hari senin tanggal 26 September 2016 sudah ada petugas PPS dan PPK menemui pengelola, namun sampai dengan tanggal 27 September 2016, hasil pengawasan Panwascam pemutahiran/coklit tetap belum dapat dilaksanakan.
Pengawas Pemilu Sudah
berkoordinasi dengan KPU
Jaktim dan PPK di
wilayahnya
2. Kelurahan Kayu Putih, TPS 53, jumlah pemilih sekitar 700, jumlah RW.13, nama
Pengawas Pemilu Sudah
berkoordinasi dengan KPU
Jaktim dan PPK di
Masih butuh
konfirmasi
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 42
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
petugas PPDP Bp. Monang, hasil pengawasan PPL dan Panwascam pada tanggal 26 September, setelah Bp. Monang menyatakan mengundurkan diri belum ada PPDP pengganti, serta PPDP yang satu lagi sampai dengan saat ini belum melaksanakan pemutahiran/coklit.
wilayahnya
3. Kelurahan Pedongkelan, TPS 55/RW 15 dan 67/RW 16, petugas PPDP kedua TPS tersebut belum melakukan pemutahiran/coklit dari rumah ke rumah terhadap data pemilih yang berada diwilayah tersebut, dengan alasan petugas PPDP sudah mengenal semua pemilih yang terdata diwilayah.
Pengawas Pemilu Sudah
berkoordinasi dengan KPU
Jaktim dan PPK di
wilayahnya
Masih butuh
konfirmasi
2 CAKUNG 1. Kel Penggilingan, di apartemen Delta Cakung terdapat 500 Unit, sesuai informasi pengurus ada sekitar 100 penghuni yang berKTP DKI, namun perlu pendataan lebih lanjut, jika bisa minta dibuatkan TPS tersendiri, belum terbentuk pengurus RT,
Pengawas PPL dan
Panwascam meminta kepada
pengurus Apartemen Delta
untuk melakukan pendataan
terlebih dahulu kepada
penghuni apakah memang
ada 100 penghuni yg berKTP
DKI Jakarta, jika banar
jumlah itu, maka Pengawas
akan berkoordinasi petugas
PPS dengan Luarah
setempat utk dapat dibentuk
RT dan disulkan kepada PPS
untuk dibuatkan dibuatkan
TPS tersendiri di Apartemen
Delta.
Masih butuh
konfirmasi
2. Pencoklitan Penggilingan terlambat karena dua orang PPS mengundurkan diri
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 43
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
sudah diganti oleh KPU sehinga koordinasi berjalan lambat.
3. Rawa Bebek, disiapkan 2 TPS (TPS 154, 155). TPS 154, warga Bok A (rt 01), pindahan dr penjaringan jakut sebanyak 189 kk dan Blok F (rt 06) pindahan krukut jakpus sebanyak 23 kk.
Sudah di data 250 pemilih
TPS 154 (pemilih baru di
rawa bebek), TPS 155 belum
bertemu PPDP nya. Ada 150
pemilih
Masih prosec coklit
3 CIRACAS 1. Kelurahan Ciracas, di wilyah Grey Area Kebon Sayur, ditemukan penduduk yang tidak masuk dalam data pemilih, menurut hasil pengawasan lapangan oleh Panwascam, dari penduduk tersebut diperkirakan sekitar 400 Rumah, dari sejumlah warga tersebut 100 - 200 warga diantaranya memiliki KTP DKI.
Informasi dari
Panwascam
kami, penduduk
wilayah tersebut
menginginkan
melaksanakan
pemilih di TPS
yang dekat ke
wilayah Kebon
Sayur, TPS 44,
45 dan 49. Akan
tetapi petugas
PPDP TPS yang
terdekat ke
wilayah tersebut
tidak mau
Panwascam sudah meminta
kepada PPDP TPS yang
terdekat ke wilayah tersebut
tidak mau melakukan
pendataan/coklit, kemudian
ke PPS juga tidak mau
melakukan pendataan.
Pengalaman pada Pileg dan
Pilpres tahun 2014, di wilayah
tersebut dibuatkan TPS
Khusus (sesuai) koordinasi
dengen PPK akan
didiskusikan dengan
Panwaskota
Jumat, 30 sept 2016
KPU Jaktim
melakukan sosialisasi.
Tgl 3 Okt 2016, dibuka
help desk data pemilih
oleh PPK, dgn tujuan
pendataan penduduk.
( hasil rakor tgl 3 okt
2016)
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 44
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
melakukan
pendataan/coklit,
kemudian PPS
juga tidak mau
melakukan
pendataan.
Pengalaman
pada Pileg dan
Pilpres tahun
2014, di wilayah
tersebut
dibuatkan TPS
Khusus (sesuai
rekomendasi
Panwascam Saat
itu) sehingga
warga Kebon
Sayur dapat
menggunakan
hak pilihnya
dalam Pilgub DKI
Jakarta 2017.
2. Panti Werda, Kelapa dua wetan. Adasekitr 150 penghuni, sudah ada konfrimasi dr panwascam mrk penduduk DKI.
Masih butuh
konfirmasi
4 KRAMAT
JATI
1. Kelurahan Cililitan, Asrama BS Celilitan Komplek TNI AD Jl. Jambul lama, sejak awal tahun 2015 dilakukan penggusuran, merupakan lokasi RW 10 yang terdiri dari RT 01-10, dengan luas sekitar 4 hektar dan jumlah rumah sekitar 334 Unit. bangunan sudah diratakan dan saat ini dalam proses pembangun asrama 8 tower prajurit dan belum ada yg ditempati.
Diwilayah
tersebut
Informasi terakhir sekitar hari
Jumat kemarin, sekitar 20
warga eks penggusuran
tersebut mendatangi Lurah
Celilitan, dan minta tetap
diadakan TSP diwilayah
tersebut, agar warga bisa
melakukan pemungutan
suara di wilayag tersebut.
Menurut kami sudah tidak
efektif utk tetep diadaakan
TPS ditempat tersebut krn,
warga eks gusuran sudah
tidak jelas dan tidak terdata
sekarang tinggal dimana, krn
sudah menyebar.
Sudah dikonfrimasi kpd KPU
Jaktim, akan dipertimbangkan
untuk dihapus.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 45
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
direncanakan
dibentuk 4 TPS
yaitu TPS 43, 44,
45 dan 46. Akan
tetapi warganya
sudah tidak ada,
ada yg pindah
dekat2 lokasi/RW
sebelah, juga ada
yg pindah ke
wilayah lain.
Intinya di lokasi
RW 10 (Rt 01 –
10) saat ini sudah
tidak ada
warganya.
2. Kelurahan Kramat jati, RW.03 Komp Angkub akan dilakukan penggusuran, informasi terakhir sudah masuk Surat Peringatan 3 (SP3) kepada warga.
Dalam Pengawasan PPL dan
Panwascam, jika ada
penggusuran oleh aparat, utk
lokasi relokasi blm diketahui.
Butuh konfirmasi hasil
coklit
3. Kelurahan Cawang, Daerah normalisasi kali Ciliwung, masuk RW. RT.9, 10 dan 11 dan sebagian masuk TPS 6 dan 7, akan nada penggusuran beberap tanah dan rumah sudah diberikan uang pengganti atau dijual. Pendataan coklit oleh PPDP sudah sekitar 85%.
Dalam Pengawasan PPL dan
Panwascam, jika ada
penggusuran oleh aparat, utk
lokasi relokasi blm diketahui.
5 DUREN
SAWIT
Kelurahan Duren
Sawit, Kampung
Teladan lokasi di RW
01, jumlah warga
sekitar 300, informasi
blm masuk dalam
TPS. Wilayah Grey
area ini sering
masalah.
Saat ini Panwascam sedang
berkoordinasi dengan PPK
untuk memperjelas, status
kampong teladan tersebut,
akan masuk di TPS mana
atau digabung dengan TPS
terdekat dari wilayah
tersebut.
Tanggal 1 okt , PPS,
PPK, PPL dan
Panwascam turun
untuk melakukan
sosialisasi. Tgl ¾ Okt
kan dilakukan
pendataan
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 46
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
Apartemen x-
Casablanca, hasil
supervise, 1 okt
2016, disana ada 1
TPS (TPS 94),
jumlah Pemilih 458,
sudah dibentuk RW
13, dan ada 11 RT.
Terdiri dari 2 Tower,
1625 unit.
Data di TPS ini
penduduk diluar
apartemen,
berdimisili di luar
apartemen. Sudah di
data, tp blm
melakukan evaluasi
oleh PPS
Agar koordinasi kpd PPS.
Jumlah pemilih 60 org
penghuni apartemen. Blm
semua dicoklit, mungkit telat.
Butuh konfirmasi lebih
lanjut.
6 JATINEGAR
A
Kp Cipinanag dan LP
Pondok Bambu hari
ini tgl 30 sept
dilakukan sosialisasi
terkait pemutahiran
data pemilih.
Dalam Pengawasan PPL dan
Panwascam, terkait kondisi
dan situasi coklit,
Data blm diberikan LP
Cipinang dn Pondok
Bambu kpd KPU
Jakarta. Butuh
konfrimasi lebih lanjut
Hasil Evaluasi PPK
dan PPS ditemukan
ada 34.000 pemilih
dalam data pemilih
yang belum ber-KTP
(teridentifikasi
berusia 17-19 thn).
Belum diketahui yang
bersangkutan ber
KTP DKI/bukan.
Informasi dari ketua
panwascam dan
dibenarkan oleh PPK
Menunggu konfirmasi Masih dalam
konfirmasi data kpd
dukcapil
7 MAKASAR Besok tanggal 30
September 2016,
KPU jaktim adan
melakukan sosialisasi
terhadap warga
wilayah Grey area,
Cipinang Melayu, bsk
hasilnya kami
laporkan.
Dalam Pengawasan PPL dan
Panwascam, terkait kondisi
dan situasi coklit,
Tgl 30 sept, KPU
Jaktim sudah
sosialisasi di cipinang
melayu. Butuh
konfrimasi dari KPU
Jaktim.
JAKARTA UTARA
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 47
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
1 CILINCING 1. PPDP di Kec Cilincing secara umum sudah melakukan pencoklitan. Informasi dr KPU penambahan jumlah TPS di Marunda. Masih belom fix. Berjumlah 4 TPS dr wilayah yang direlokasi.
2. Rusun di RW 11, didata tidak menurut DP4. DP4 yg disana tidak singkron dengan data RW tsb. Ada info 2 tower rusun disitu akan dihuni oleh warga Rawa Jati.
3. Kel. Cilincing, penghuni 2500 (data pilpres 2014), dengan KTP dari berbagai daerah.
Warga yg
memiliki KTP
DKI
berjumlah
1387 (update
terbaru).
Mereka
berada di 5
titik kampung
3 blok A,B,C
dan kampung
1 & 2. PPDP
belum
dibentuk
karena KPU
Jakut ingin
membimtek
Terkait permasalahan di Kec.
Cilincing sudah disampaikan
dlm rakor bersama KPU
Jakarta Utara.
……………………….
Secara lisan panwas kota
Jakut sudah menyampaikan
untuk segera dibentuk, dan
menurut KPU Jakut (Prianda)
sudah dibentuk PPDP di
tempat tersebut.
Ketua KPU Jakarta
Utara mencatat
permasalahan
tersebut dan berjanji
akan menindaklanjuti
temuan Panwas Kota.
Update terbaru: PPDP
sudah melakukan
coklit sesuai dengan
rekomendasi Panwas
Kota Jakut.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 48
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
secara
khusus untuk
PPDP di
Gryarea.
2 KELAPA
GADING
1. PPDP Apt. Gading Nias tdk melakukan pencoklitan secara metode sensus, namun dengan cara membuka stand pendaftaran.
2. RW 13 Kelapa Gading Barat, ada 3 RT yaitu 7,8,9. RT 7 & 8 tidak ada berpenghuni. Lalu RT 9 berpenghuni sebanyak 177 orang dan banyak ber-KTP dari luar DKI Jakarta.
Sudah disampaikan ke
PPDP, kemudian mereka
melakukan Pencoklitan.
Dikarenakan PPDP ada 3
Org, jadi 1 org yang
melakukan pencoklitan door
to door. Kemudian 2 org-nya
menunggu di posko.
Rekomendasi utk
melakukan coklit
dengan metode
sensus sudah
dilaksanakan,
meskipun hasilnya
tidak efektif. Maka
metode stand tetap
dilakukan juga.
3 KOJA 1. Petugas PPDP Tugu Selatan melakukan coklit tp prakteknya yang melakukan justru orang lain.
2. Di DP4 ditemukan 1 orang yg belum berusia 17 tahun.
Panwas Kota Jakut sudah
menginstruksikan kepada
Panwascam Koja untuk
menegur PPDP agar
mencoklit sendiri bukan orang
lain.
Panwas Kota Jakut sudah
mengintruksikan kepada
Panwascam Koja agar
merekomendasikan kepada
PPDP untuk dicoret.
4 PADEMANG
AN
Jumlah TPS 215
dengan jumlah
pemilih 1178 orang.
PPL sdh turun ke
lapangan dan
mengawasi coklit
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 49
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
PPDP, dlm praktek
PPDP masih ada
melakukan proses
coklit melalui RT.
5 PENJARING
AN
1. Rusun Penjaringan, Kec. Penjaringan, PPDP mengalami kesulitan coklit, misalnya 1 TPS dengan semua blok ada berjumlah 12 blok. 1 blok ada 100 orang, dengan total 134 TPS. Karena itu, PPDP tidak mencoklit namun mendaftar ulang.
2. Rusun Penjaringan akan direnovasi, pemilih dari blok E, F & G, difasilitasi ke TPS terdekat.
Proses daftar ulang yang
dilakukan PPDP tetap
diawasi oleh Panwascam dan
PPL. (Proses daftar ulang
melalui RT RW).
Sudah koordinasi dengan
KPU Kota Jakut, untuk
faslitasi TPS terdekat yang
berada di Rusun Penjaringan.
6 TANJUNG
PRIOK
1. Rakor PPK dan Panwascam. PPK menyampaikan ditemukan ada satu KK diisi hingga 80 orang.
2. TPS 084 Sunter Jaya. Pemilih terdiri dari RT 08, 09 & Mitra Sunter. RT
Panwascam sudah
menyampaikan secara lisan
kepada PPK agar dibuatkan
TPS di Blok O. supaya
pemilih di Blok O tdk terlalu
jauh dlm memilih harus
berjalan ke Pulo Besar.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 50
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
09 terdiri dari 2 area, yaitu Pulo Besar & blok O. Letak blok O dan Pulau Besar terlalu jauh.
JAKARTA BARAT
1 CENGKARE
NG
1. TPS 37 kel. Rawa buaya, ada ktp ganda 1 orang.
2. Rusunawa di Kel. Duri Kosambi, 302 pemilih di buat 1 ppdp, ternyata ada 1000 pemilih maka harus ditambahkan petugas ppdp.
Berkordinasi dengan KPU
kota , dan segera berkirim
surat terkait penambahan
jumlah petugas PPDP
.
Agar dapat
ditindaklanjuti
2 KEBON
JERUK
Grey area, rt 1 rw 8
dan rw 09, belum
dicoklit di greyarea,
karena yg tinggal di
grey area 3 kel.
Kedoya utara,
selatan. Dan PPDP
sulit untuk masuk ke
wilayah tersebut,
karena dilarang
masuk oleh
keberadaan adanya
Preman
Berkoordinasi dengan KPU,
PPK atas nama Sanusi, PPL
atas nama Aris dan petugas
PPDP atas nama Joko,
hasilnya bahwa coklit baru
dilakukan 5 hari ini
dikarenakan adanya preman
yang mengancam proses
pencoklitan. Saat ini
persoalan preman ini sudah
dapat di selesaikan.
Grogol petamburan:
Masih melakukan
coklit, khususnya
digrey area
apartement
(mediterania).
Kel. Tanjung duren,
karena susah
menemukan pada
saat jam kerja, maka
di lakukan pada
malam hari.
Kalijodoh: penghuni
ada yg di pindah ke
jelambar baru. Maka
masih mau
diverivikasi.
Berkordinasi dengan KPU,
PPK dan PPS segera untuk
melakukan coklit sesuai
dengan kemampuan pemilih
di apartemen tersebut,
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 51
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
Petugas PPDP ada
yang baru melakukan
coklit pada tanggal 1
oktober 2016, di TPS
04 kelurahan Kebon
jeruk
Berkoordinasi dengan PPS
dan PPK dan telah
mendapatkan informasi
bahwa petugas tersebit sakit
dan baru bias menjalankan
tugas mulai tanggal 1
Oktober
3 KEMBANGA
N
Petugas PPDP sulit
untuk melakukan
coklit di apartemen
yaitu apartemen
Centro, saint moris
dan Belmont
Panwas kota Berkomunikasi
dengan KPU Kota, hasilnya
KPU Kota mengadakan
sosialisasi pada tanggal 1
oktober 2016 kepada
Apartemen terkait
pencoklitan. Dari 800
undangan yang disebar
hanya 10 orang yang
menghadiri undangan.
4 CENGKARE
NG
Di kelurahan
kedaung kaliangke,
RT 014, 015, 016,
017 Rw 07. Ada
penggusuran dan
direlokasi ke
Rusunawa duri
kosambi
Berkoordinasi dengan KPU
Kota, PPK Cengkareng dan
PPS Duri kosambi terkait
perpindahan data pemilih
tersebut dan akan segera
berkirim surat
RSUD Cengkareng
(Kel. Cengkareng
timur) meminta
adanya TPS khusus
karena memiliki 380
tempat tidur rawat
inap yang 90 %
selalu penuh
Berkoordinasi dengan KPU
Kota agar
mempertimbangkan
pengadaan TPS khusus di
RSUD Cengkareng dan akan
segera berkirim surat
Apartemen city park
dan city garden (kel.
Cengkareng timur)
mengusulkan agar
memiliki 2 tps karena
lokasinya berjauhan
Berkoordinasi dengan KPU
Kota agar
mempertimbangkan
pengadaan TPS tambahan
dan akan segera berkirim
surat
Apartemen Unit
Epetra Duri Kosambi
hanya memiliki 1
petugas PPDP
sementara jumlah
pemilihnya kurang
lebih 1.800 orang
Berkoordinasi dengan KPU
Kota agar
mempertimbangkan
penambahan petugas PPDP
dan akan segera berkirim
surat
Di kelurahan Rawa
buaya ditemukan NIK
Berkoordinasi dengan KPU
Kota agar
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 52
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
ganda di tps 037 atas
nama : Darso ( nik;
317301012960644)
dan D a r s o (nik ;
317301012960003)
mempertimbangkan hal
tersebut dan akan berkirim
surat.
5 PALMERAH Di kelurahan kota
bambu selatan tps
006 rt 002/003 data
DP 4 salah kelurahan
Berkoordinasi dengan KPU
Kota terkait hal tersebut.
Akan segera
ditindaklanjuti ke PPK
Palmerah dan PPS
Kota bambu selatan
Di kelurahan kota
bambu selatan ada
rencana
pengosongan lahan
yang sudah dibeli
oleh pt Djarum
(kurang lebih 200
rumah)
Berkoordinasi dengan KPU
Kota terkait hal tersebut.
Di kelurahan
palmerah tps 032 rt
008/007 PPDP belum
memasang stiker
meskipun sudah di
coklit
Berkoordinasi dengan KPU
Kota terkait hal tersebut.
Akan segera ditindak
lanjuti
Tps 79 rt 001/015
atas nama mulyadi,
petugas sudah
mendatangi
sebanyak 3 x ke
rumahnya namun
yang bersangkutan
tetap tidak mau di
coklit.
Berkoordinasi dengan KPU
Kota terkait hal tersebut.
Akan segera ditindak
lanjuti
Di cengkareng barat,
ditemukan petugas
PPDP yang belum
mengerti cara
mengisi buku laporan
harian
Berkoordinasi dengan KPU
Kota terkait hal tersebut.
JAKARTA PUSAT
1 CEMPAKA
PUTIH
1. Grend Pramuka, Kel. Rawa Sari, PPDP belum mendapatkan akses, karena pengelola belum memberi ijin.
2. Lapas dan Rutan
- Panwascam menyampaikan kepada PPK untuk dilakukan koordinasi dengan pihak pengelola apartemen. PPK sudah menyampaikan surat kepada pengelola dan menunggu dilakukan pertemuan antara PPK, PPS dengan pihak
- Tertanggal 14 dan 21 September 2016 saat evaluasi coklit
- Tanggal 23 September 2016
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 53
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
Salemba belum dilakukan pencoklitan karena PPK belum melakukan koordinasi.
pengelola apartemen.
- Panwascam akan menyampaikan rekomendasi pada saat evaluasi coklit tahap 2 di PPK.
2 KEMAYORA
N
TPS 3, Kelurahan
Kemayoran, salah
satu kepala keluarga
menolak untuk didata
dalam daftar pemilih.
Alasannya, karena
pada hari pemilihan
(15 Februari 2017)
yang bersangkutan
berada di luar kota.
TPS 34, Kelurahan
Kebun Kosong,
Apartemen Puri
Kemayoran, petugas
PPDP didampingi
Ketua RT saat
melakukan Coklit
disetop oleh Security
(satpam) untuk
diberhentikan
sementara dengan
alasan PPDP belum
mendapat izin dari
pihak pengelola.
Di Apartemen
Cempaka mas belum
dilakukan coklit
karena PPDP tidak
mendapat akses
masuk.
Rusun : sudah ada
TPS masing-masing.
- PPL menyarankan kepada PPS agar membuat surat pernyataan dari yang bersangkutan.
- Panwascam menyarankan kepada PPL untuk disampaikan kepada PPDP agar tidak mencoret dari daftar pemilih karena hal tersebut berkaitan dengan menghilangkan hak pilih seseorang.
- Panwascam berkoordinasi dengan PPK dan menyarankan agar PPK membuat surat pemberitahuan kepada pengelola sehingga proses coklit berjalan dengan baik.
- Panwascam menyarankan kepada PPS dan PPK untuk membuat surat pada pihak pengelola agar PPDP dapat melakukan proses coklit.
- Hasil dari rekomendasi lisan panwascam telah dilaksanakan oleh PPK dan proses coklit di Apartemen Puri Kemayoran dapat dilanjutkan.
- Dari rekomendasi Panwascam kepada PPK, maka tertanggal 21 September 2016, KPU Kota menyurati seluruh pengelola apartemen se Jakarta Pusat.
3 MENTENG 4 RW di kel. Menteng
(RW 4,5,6 dan7)
PPDP belum berhasil
mendapatkan akses.
Karena daerah
perumahan elit, RT
- Panwascam menteng sudah menyampaikan kepada PPK Menteng agar dilakukan himbauan terlebih dahulu kepada warga yang akan dilakukan coklit.
- Petugas PPDP tetap menjalankan tugas coklit di 4 RW tersebut.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 54
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
nya pun tidak bisa
berkomunikasi.
TPS 11 Kel. Menteng
PPDP setelah
melakukan coklit
tidak menempelkan
stiker
Buku laporan harian
PPDP baru d bagikan
semalam, PPDP
keberatan mengisi
karena harus ada
tandatangan dari
pemilih yg sudah d
coklit.
Apartemen Menteng
Prada d Kel.
Pegangsaan,
Apartemen Cikditoro
Recidence di Kel.
Gondangdia dan
Apartemen Cikditiro
Kel. Menteng,
Apertemen Morice
dan Apartemen
Preser di Kel. Kebon
Sirih PPDP belum
melakukan coklit,
karena masih
mendahulukan coklit
di wilayah
perumahan hingga
hari ini.
- PPL dan Panwascam Menteng menyampaikan kepada PPDP untuk di menempelkan stiker dan sudah dilakukan oleh PPDP.
- Panwascam sudah berkordinasi dengan PPK dn PPK menyampaikan sedang dilakukan koordinasi pihak pengelola gedung baru akan dilakukan coklit oleh PPDP.
- Panwascam Menteng melakukan kroscek lokasi dan berkoordinasi dengan satpol PPl kec menteng, bahwa spanduk tersebut terpasang dan di tertibkan oleh satpol PP Kec Menteng pada tanggal 18 Juli 2016
- Sedang dilakukan kajian dan koordinasi dengan satpol PP Kec menteng untuk dilakukan penertiban.
4 SENEN
Senen
Apartemen Menteng
Square di Kel. Kenari
: sebagian penghuni
ber-ktp dki tapi bukan
kel. Kenari. Namun
mereka mau memilih
di situ, di tps 12.
Dicoklit di catat
dalam form
- Panwascam Senen sudah lakukan koordinasi dengan PPK Senen terkait hal tersebut dan PPK menyampaikan proses coklit belum selesai, setelah coklit rencananya akan dilakukan penambahan TPS.
- Panwascam masih lakukan
- Proses coklit di apartemen menteng square berjalan lancar.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 55
NO WILAYAH HASIL
PENGAWASAN
TINDAK LANJUT
PENGAWASAN
LISAN/TULISAN
KETERANGAN
penambahan.
Di TPS 06 rw 03, Kel.
Kenari di form AA
penambahan
terdapat 30,
Di Kel. Bungur
terdapat warga yang
belum merekam e-
KTP sebanyak 215,
di Kel. Kramat
sebanyak 320, di Kel.
Senen 237, Kel.
Paseban 580. Kel.
Kwitang 57,
kroscek lebih lanjut
- Panwascam Senen masih koordinasi lebih lanjut terkait warga yang belum merekam e-ktp Kasatpel Kec. Senen.
5 JOHAR
BARU
Johar Baru sudah
40% berjalan
pencoklitan.
TPS 04, RT
12/RW01, Kelurahan
Johar Baru terdapat
temuan adanya NIK
ganda (nama sama,
alamat berbeda,
nama suami
berbeda). Namun
yang terdaftar di DP4
hanya satu orang.
- PPL melakukan pengawasan melekat pelaksanaan coklit PPDP baik siang maupun malam hari.
- PPL menyarankan kepada PPS agar warga yang tidak terdaftar di DP4 tersebut dilaporkan ke Dukcapil Kelurahan Johar Baru.
- Informasi melalui WA Grup PPDP dengan PPL Se Kecamatan Johar Baru.
- NIK ganda atas nama Ibu Hasanah.
6 SAWAH
BESAR
Di TPS 2, Kelurahan
Pasar Baru, tiga
nama dalam Daftar
Pemilih tidak ada
Nomor Kartu
Keluarga (NKK).
- PPL Kelurahan Pasar Baru berkoordinasi dengan PPS terkait hal tersebut dan menyampaikan saran agar PPS berkoordinasi lebih lanjut dengan Kasatpel Dukcapil.
b. Rekomendasi
Adapun Rekomendasi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta terkait dengan
Pemutakhiran Data dan Daftar pemilih adalah sebagai berikut:
1. Apakah KPU DKI Jakarta akan melakukan pencocokan dan penelitian
pada Pemilih DPTb Putaran Pertama yang berjumlah 237.003, karena
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 56
dari jumlah 237.003 tersebut, belum diketahui klasifikasi/kategorisasi
mengenai jumlah pemilih yang menggunakan dari KTP-e dan Suket.
Bawaslu DKI Jakarta memberi saran, perlu adanya verifikasi, validasi
dan kroscek seluruh pemilih dalam DPTb ke dalam Sistem Data
Pemilih dan data base kependudukan untuk mengetahui potensi data
ganda dan data invalid lainnya. Pemilih yang menggunakan Suket,
kiranya dapat diketahui apakah Standard dan format Suket SK
Kemendari No. 471.13/10231/Dukcapil tanggal 29 September 2016
dan SK Kemendagri No. 471.13/11691/Dukcapil tanggal 3 November
2016 sudah tepat. Kiranya, hasil verifikasi, validasi dan kroscek
tersebut dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan, hasilnya
disampaikan kepada publik sebagai bagian dari aktualisasi
profesionalitas, akuntabilitas serta transparansi.
2. Untuk surat pemberitahuan memilih (C6) kiranya KPU DKI perlu
memberikan informasi kepada publik berapa banyak jumlah C6
diterima oleh pemilih, dan berapa banyak yang tidak menerimanya.
3. KPU DKI beserta jajarannya untuk terus meningkatkan akurasi data
pemilih Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dengan
cara memperbaiki kemungkinan masih adanya pemilih yang memiliki
Nomor Induk Kependudukan (NIK) namun Nomor Induk
Kependudukan (NKK) kosong untuk berkoordinasi dengan
Disdukcapil. Karena penerbitan NIK harus berbasis NKK karena basis
NKK adalah domisili (harus NKK DKI Jakarta). Termasuk juga dengan
melakukan pencoretan pemilih lainnya yang sudah tidak memenuhi
syarat, misalnya meninggal dunia, menjadi TNI/Polri, pindah domisili
ke luar Jakarta dan lain sebagainya
4. Terhadap pemilih-pemilih yang mengadukan/melaporkan dirinya
maupun secara kolektif ke Bawaslu DKI, surat rekomendasi untuk
perbaikan data pemilih tersebut telah disampaikan kepada KPU DKI
Jakarta untuk menindaklanjutinya dengan memasukkan pemilih
tersebut ke dalam DPT pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
DKI Jakarta Putaran Kedua. Bahwa KPU DKI dan jajaranya
memverifikasi dan memvalidasi pemilih tersebut dengan Sidalih dan
data base kependudukan. Bahkan jika diperlukan, dilakukan Coklit
atau faktualisasi untuk mengetahui dan memastikan validitas data-data
kependudukan dari pihak pelapor. Perlakuan serupa harus diterapkan
kepada pemilih pemula atau pemilih baru di luar pemilih yang masuk
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 57
dalam kategori pemilih tambahan pada Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur DKI Jakarta DKI 2017.
5. Agar data pemilih pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI
Jakarta DKI Putaran Kedua lebih kompretensif, mutakhir, akurat dan
juga faktual, pemutakhiran data pemilih jilid dua harus dilakukan
secara simultan dengan strategi/metode jemput bola dimana yang aktif
bukan hanya pemilih, melainkan juga petugas (KPU
Kabupaten/Kota/PPKPPS/KPPS). Metode ini guna memenuhi prinsip
the jure dan the facto dalam pemilih Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur DKI Jakarta DKI sebagaimana tertuang pada PKPU No. 8
Tahun 2016 tentang Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih Pemiihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota
dan Wakil Walikota Pasal 10 Poin 6 ayat c dimana KPU/PPDP harus
mencoret Pemilih yang telah meninggal, mencoret Pemilih yang telah
pindah domisili ke daerah lain (poin d); dan g. mencoret data Pemilih
yang telah dipastikan tidak ada keberadaannya.
6. Terkait dengan data ganda, terutama ganda antar provinsi, KPU DKI
segera berkoordinasi dengan Tim IT dari KPU Pusat dan
Kemendagri/Didukcapil agar membersihkan data tersebut. Bahkan jika
perlu berkoordinasi dengan KPU/Diskucapil Provinsi/Kota/Kabupaten
se-Indonesia, khususnya yang memiliki data ganda dengan DKI
Jakarta. Hal ini diperlukan untuk memudahkan dilakukan
pembersihan/pendeletan (agar tidak terjadi salah delete) dari data
ganda demi terwujudnya DPT Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur DKI Jakarta Putaran Kedua yang lebih valid dan akurat.
7. Untuk memastikan fungsi pengawasan Bawaslu DKI Jakarta beserta
Jajaranya berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, maka Bawaslu DKI Jakarta meminta salinan by name by
addres Form c7 KWK dan Form A.Tb-KWK dan dapat disampaikan
melalui Panwas Kabupaten/Kota.
8. Mengingatkan KPU DKI Jakarta, Pasal 60 UU 10 Tahun 2016 bahwa “
Daftar Pemilih Tetap harus ditetapkan paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sebelum tanggal pemungutan suara Pemilihan”, berdasarkan
Keputusan KPU Provinsi DKI Jakarta Nomor: 49/Kptsn/KPU Prov-
010/Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaa Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2017
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 58
Putaran Kedua tanggal 4 Maret 2017, dalam Lampiran I, bahwa
Rekapitulasi DPT oleh KPU Provinsi tanggal 5-6 April 2017.
c. Tindak Lanjut Rekomendasi
Terkait dengan tindak lanjut rekomendasi Pemutakhiran data dan Daftar
Pmilih Bawaslu DKI Jakarta dan Jajarannya sudah menyampaikn tindak
lanjut terkait dengan hal tersebut, tindak lanjut dapat dilihat pada tabel hasil
temuan dan tindak lanjut atau rekomendasi.
4. Dinamika dan Permasalahan
Sebagai Ibu kota Negara Republik Indonesia, Jakarta menjadi salah satu
diantara provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat problematika tinggi, khususnya di
bidang kependudukan. Ditambah lagi dengan cukup banyaknya daerah slum, grey
area, pemilih komuter, relokasi atau penggusuran penduduk untuk pembangunan
apartemen/Rumah Susun (Rusun), penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan
Rumah Tahanan (Rutan), dan lain sebagainya. Permasalahan yang ada ini menjadi
dinamika tersendiri dalam pelaksanaan tahapan penyusunan daftar pemilih dan ini
berkontribusi pada munculnya kompleksitas dan kerumitan dalam pendataan dan
pendaftaran pemilih, melahirkan problem Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor
Kartu Keluarga (NKK) invalid, penetapan lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang
tidak mudah dilakukan, dan lain sebagainya, hingga penyusunan Daftar Pemilih
Sementara (DPS) hingga penetapan DPT.
Terkait dengan Rapat Koordinasi (Rakoor) dan Penyerahan Penyempurnaan
Berita Acara (BA) Rekapitulasi Perbaikan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari KPU DKI
kepada Bawaslu DKI dan Partai Politik Tingkat Provinsi DKI Jakarta dilakukan pada
Rabu, 8 Desember 2016, pengawsan dan rekomendasi yang harus ditindaklanjuti ini
difokuskan pada 5 (lima) agenda atau isu sebagai berikut, yakni: (1) Problem NIK
invalid, (2) Daftar Pemilih Khusus, (3) Pemilih Rentan (Rumah Sakit, Lapas dan Lahan,
grey area, lahan sengketa, dll), dan (4) Lokasi TPS pada Lahan Penggusuran. Dan (5).
Terkait pemilih menggunakan Surat Keterangan (SUKET) dan Penggunaan e-KTP dan
Kartu Keluarga (KK)
Dalam tahapan DPT Bawaslu DKI Jakarta dan jajaranya sampai tingkat bawah
mengalami sedikit kendala, yakni pada saat pengawasan terhadap data DPT pengawas
pemilu lapangan atau PPL belum terbentuk sehingga model pengawasannya
diserahkan pada panwascam untuk mengawasi jalanya pemutakhiran data yang
dilkukan oleh Pantarlih, sehingga perlu tenaga dan fikiran ekstra untuk mengawasinya,
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 59
PPL telah terbentuk ketika masuk pada tahapan Daftar Pemilih Sementara Hasil
Perbaikan atau DPSHP itupun belum begitu maksimal karena pada saat yang
bersamaan PPL harus mendapatakan bimbingan teknis mengenai pengawasan serta
pengawasan Pemutakhiran data pemilih hasil berkaitan.
Hal ini menjadi catatan tersendiri mengenai jadwal dan rekruitmen terhadap
personil pengawasan serta jadwal dan tahapan pemilu itu sendiri, sehingga tidak ada
celah hokum terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan serta melegalkan alas an
bahwa belum terbentuknya PPL disaat tahapan sudah berjalan, dan yang kalah
pentingnya adalah masalah anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam hal
ini adalah menteri keuangan yang mungkin bias dikatan telat dalam mencairkan
anggaran sehingga dapat terganggunya jadwal dan tahapan dalam pemilu.
Dari hal diatas maka perlu dan harus difikirkan ulang bagaiamana mekanisme
anggaran disingkronkan dengan peyelenggaraan sehingga kualitas dan aspek hukum
terselenggaranya pemilu dapat dipertanggung jawabkan sehingga dapat menghasilkan
pemilu yang berkualitas bagi bangsa dan Negara.
Dari dinamika dan Permasalahan yang terjadi terkait dengan Pemutakhiran data
dan daftar pemilih, beberapa hal yang terkait dengan dinamika dan permasalahan
seputar hal tersebut adalah:
1) Problem NIK invalid
2) Pemilih dari Lapas dan Rutan
3) Pemilih Apartemen/Rumah Susun
4) Pemilih Disabilitas
5) Pemilih Khusus Rumah Sakit
6) Lahan Sengketa dan Penggusuran 7) Suket (Surat Keterangan) dan penggunaan e-KTP.
5. Evaluasi Pelaksanaan Pengawasan
Dalam pelaksanaan pengawasan tahapan Pemutakhiran Data dan Daftar
Pemilih Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, ada beberapa hal yang dapat menjadi
evaluasi terkait dengan perbaikan pengawasan Pemutakhiran Data dan Daftar
Pemilih serta masukan kepada pihak-pihak terkait, diantaranya:
1. Proses Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih sebaiknya dilakukan dengan
melibatkan seluruh pihak terkait dengan partisipasi masukan dan saran
perbaikan, namun mekanismenya antara penyelenggara dan pihak terkait
harus mensepakti proses pemutakhirannya.
2. Koordinasi dan komunikasi yang baik dan intens antara KPU Provinsi DKI
Jakarta dan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Dukcapil harus sesring
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 60
mungkin bertemu guna mengantisipasi segala macam persoalan tahapan
Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih.
3. Mempertimbangkan Bimbingan Tekhnis Bersama antara pengawas dengan
bagi petugas PPDP atau PPS serta PPK terkait aturan main Pemutakhiran
Data dan Daftar Pemilih.
4. Peran aktif dan partisipatif masyarakat dalam Pemutakhiran Data dan Daftar
Pemilih sangat di perlukan dalam rangka memberikan masukan dengan
harapan dapat menghasilkan data yang akurat.
B. Pelaksanaan Pengawasan Tahapan Pencalonan
Pemilhan umum (Pemilu) merupakan sarana aktualisasi kedaulatan rakyat yang
diselenggarakan secara langsung, umum, Bebas, rahasia, jujur dan adil. Pada
praktiknya pemilu merupakan suatau persaingan, kompetisi atau ajang konstestasi bagi
partai politik dan para pasangan calon gubernur, bupati dan walikota untuk
memperebutkan dan meraih kekuasaan. Dengan demikian akan dapat mengontrol dan
mengendalikan system, kebijakan dan arah politik regulasi. Manakala suatu parpol
dapat berhasil melakukan hal tersebut, maka parpol dan pasangan calon atau bahkan
calon terpilih berpeluang untuk mengendalikan hal yang jauh lebih besar seperti system
pemerintahan, kebijakan public dan arah pembangunan politik hukum suatu bangsa.
Dalam suatau Negara penganut faham demokrasi cita-cita politik dan keinginana
parpol tersebut sah dan lumrah. Bahkan Negara demokrasi menyediakan wadah untuk
kepentingan tersebut dengan jalan pemilu. Hanya saja demokrasi diatur sedemikian
rupa agar kompetisi politik melalui jalur pemilu dilakukan sesuai regulasi dan prosedur
yang ditetapkan. Bagi penyelengara pemilu seperti KPU maupun Bawaslu menyiapkan
berbagai rambu-rambu hukum sebagai rule of the game agar semua pihak yang terlibat
dan berkepentingan dengan kegiatan ini akan menempuh untuk terwujudnya suatu
pemilu yang Luber dan Jurdil serta hak-hak politik setiap warga Negara terlindungi,
tidak dirugikan atau dikorbankan oleh parpol maupun para calon kepala daerah
tersebut. Muara adanya pengaturan tersebut untuk terwujudnya suatu system politik
dalam pemerintahan demokratis, lahirnya partai politik yang benar-benar siap dan
sanggup memperjuangkan aspirasi masyarakat, serta terpilihnya wakil-wakil rakyat
yang dpat melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif, efesien dan produktif
untuk memajukan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Peraturan kepemiluan dewasa ini bolah dibilang jauh lebih baik dari regulasi
pemilu sebelimnya dan diaharapkan implementasinya juga mampu mendekati tujuan
pemilu. Menurut Ramlan Surbakti, pemilu sekurang-kurangnya bertujuan pada tiga hal,
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 61
yakni Pertama: sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan
dan alternative kebijakan umum. Seusai dengan prinsip demokrasi yang memandang
rakyat yang berdaulat, tetapi pelaksanaannya dilakukan oleh wakil-wakil rakyat
(demokrasi perwakilan). Oleh karena itu Pemilu merupakan mekanisme penyelesaian
dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang/caleg atau partai yang
dipercayai. Kedua: pemilu dapat menjadi mekanisme memeidnahkan konflik
kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat melalui wakil-
wakil rakyat yang memenagkan kursi parlemen, sehingga intergrasi masyatrakat tetap
terjaga. Ketiga: Pemilu merupakan sarana memobilisasi dan/atau menggalang
dukungan rakyat terhadap Negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam
proses politik.
Konstruksi hukum yang dibuat oleh manusia pastinya ada kelemahan, terlebih
ada adigum yang beredar pandai mengakali hukum dan terkenal inkonsistensi dalam
penegakkan hukum, Indonesia dieknal sebagai Negara yang oandai memebuat hukum
tetapi tidak pandai melaksanakannya, Undang-undang dibuat tek lebih dari sebagai
proyek legalisasi bukan untuk menjawab permasalahan dan problematika yang terjadi
di masyarakat. Pembuatan Undang-undang di Indonesia by design tak jarang yang
membawa cacat bawaan, hal ini disebabkan karena ketika proses penyusunannya ada
kepentingan politik parsial dari pembuat Undang-undang atau titipan pihak-pihak yang
berkepentingan yang tidak terkait dengan kepentingan rakyat banyak. Sehingga tidak
mengherankan produk hukum yang ada sering dan mudah dilakukan penggantian/
bongkar pasang. Bahkan tidak jarang dalam produk Undang-Undang ada sejumlah
pasal yang diajukan gugatan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan hak
konstitusionalnya kepada Mahkamah Kosnstitusi.
Setiap partai politik dapat mengajukan bakal calon kepala daerahnya masing-
masing namun harus dengan persyaratan yang harus dipenuhi, sehingga satu partai
politik harus bergabung atau berkoalisi dengan parta politik lainnya untuk memenuhi
syarat pencalonan.
Hal ini pun membuka peluang bagi masyarakat secara luas untuk ikut
berpartisipasi mencalonkan diri sebagai bakal calon dengan jalur perseorangan atau
independen, dimana sbakal calon harus mengumpulkan sejumlah dukungan dengan
cara warga masyarakat menyatakan dukungannya kepada calon perseorangan dengan
mengisi form dukungan dan dilampiri dengan foto copy kartu identitas atau KTP yang
masih berlaku, sehingga kontestasi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di DKI
Jakarta akan semakin kompetitif.
1. Persiapan Pengawasan
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 62
a. Kerawanan-kerawanan Dalam Tahapan Pencalonan
Salah satu tahapan yang paling menentukan dalam penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017 adalah
Tahapan Pencalonan.
Dalam tahapan yang terdiri dari tahapan pendaftaran calon
perseorangan dan calon yang diusung Partai Politik ini, Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta melakukan pemetaan terhadap kerawanan-kerawanan yang
berpotensi muncul pada saat pendaftaran calon hingga pada saat penetapan
nomor urut Pasangan Calon.
Adapun pemetaan kerawanan yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta adalah sebagai berikut:
1) Tahapan Pendaftaran Pencalonan Perseorangan
Pada tahapan ini kerawanan yang dipetakan, yaitu
a) Dukungan KTP ganda yang menjadi persyaratan pencalonan
perseorangan.
b) Potensi adanya KTP dari luar daerah dan KTP ynag sudah habis masa
berlakunya.
c) Sebaran dukungan di seluruh wilayah berdasarkan peraturan
perundangan-undangan.
b) Pelaksanaan verifikasi faktual dukungan masyarakat yang rentan
penyimpangan, hal ini terkait model verifikasi faktual yang langsung
ditanyakan satu persatu atau tatap muka terhadap pendukung
pasangan calon dari perseorangan.
2) Tahapan pendaftaran Pencalonan yang diusung oleh Partai Politik
dan/atau Gabungan Partai Politik
Sementara itu, untuk pendaftaran Pencalonan, Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta melakukan pemetaan kerawanan yang ada, yaitu:
a) Penyerahan dokumen persyaratan calon dan pencalonan yang tidak
tepat waktu dan tidak tepat form.
b) Syarat Calon yang berpotensi tidak lengkap dikarenakan adanya bakal
calon dari unsur TNI dan
c) Penyerahan dokumen yang dipalsukan tidak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan
d) Surat dukungan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 63
Pada tahapan ini, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan
pemetaan terhadap kerawanan yang muncul, yaitu:
a) Perlakuan dari KPU yang diskriminatif terhadap salah satu Paslon
b) Pelaksanaan penetapan nomor urut yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Perencanaan Pengawasan
Dalam menyelenggarakan pengawasan tahapan pencalonan, Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta melakukan perencanaan agar pengawasan pada tahapan ini
dapat berjalan dengan baik dan maksimal.
Adapun perencanaannya pengawasan yang dibuat oleh Bawaslu Provinsi DKI
ketentuan undang-undangan, Bawaslu DKI menyampaikan saran dan himbauan
kepada Pasangan Calon dan/atau tim Kampanye serta masyarakat sebagai berikut :
1. Dalam pelaksanaan Kampanye agar Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye
mengingatkan Tim Relawan dan/atau pihak lain masing-masing untuk
mendaftarkan diri kepada KPU DKI Jakarta jika ingin melaksanakan kampanye.
2. Mengingatkan Pasangan Calon dan/Tim Kampanye untuk memberitahukan
kegiatan dalam bentuk lainnya kepada Bawaslu DKI Jakarta dan KPU DKI
Jakarta. Contoh, undangan yang dilakukan oleh Masyarakat misalnya, Kegiatan
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 89
Persekutuan Doa, Pengajian Rutin, dan aktivitas lainnya, jika tidak dilaporkan
sebagai sebagai tim relawan dan/atau pihak lain, jika terbukti maka Bawaslu DKI
Jakarta serta Jajarannya akan membubarkan. Dalam hal kegiatan tersebut ada
pembagian bahan-bahan kampanye maka wajib dilaporkan dalam LPPK,
termasuk partisipasi masyarakat di konversi dalam bentuk rupiah.
3. Terhadap adanya gangguan pelaksanaan kampanye kepada salah satu Pasangan
Calon dan/atau Tim Kampanye Bawaslu DKI Jakarta menghimbau agar seluruh
Masyarakat DKI Jakarta turut serta dalam menjaga Keamanan, Ketentraman dan
Ketertiban Umum untuk menciptakan Kampanye Damai di DKI Jakarta. Sanksi
yang berkaitan dengan hal tersebut dalam UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang
pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Pasal 187 ayat (2) menyebutkan
bahwa: Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan
pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp. 600.000.00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp.
6.000.000.00 (enam juta rupiah). Dan ayat (4) menyebutkan bahwa: Setiap
orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu
jalannya Kampanye, dipidanan dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.
600.000,00 (enam ratus ribu ruplah) atau paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam
juta rupiah).
4. Maraknya Spanduk-spanduk yang bernuansa negatif, Bawaslu DKI Jakarta serta
Jajarannya akan bertindak tegas, jika pemasangan spanduk tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Menyikapi tayangan Iklan yang ada di televisi, apakah itu iklan kampanye dalam
bentuk komersial atau iklan layanan masyarakat, pemberitaan dan penyiaran
wajib mematuhi kode etik periklanan dan ketentuan peraturan perundang-
undangan
6. Mengingatkan KPU DKI Jakarta untuk memberikan sosialisasi terkait dengan
batasan-batasan hal yang diperbolehkan atau tidak dalam kegiatan lain dalam
kampanye misalnya, menghadiri undangan masyarakat, kegiatan bazar dan
bantuan sosial, agar menjadi panduan bagi Pasangan calon dan/atau Tim
Kampanye dalam melaksanakan kegiatan Kampanye.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 90
7. Atas Temuan dan Laporan Dugaan Pelanggaran yang diterima oleh Bawaslu DKI
Jakarta serta Jajarannya ditindak lanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Tindak Lanjut Rekomendasi
Dalam hal tindak lanjuta rekomendasi yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta melakukan upaya dengan menyurati atau merekomendasikan kepada pihak-
pihak terkait dalam proses penganwasan kampanye baik kepasanga calon atau kepada
lembaga yang berwenang lainnya, sperti kepolisian terkait dengan adanya
pengahalangan/penghadangan pasangan calon tertentu oleh sejumlah oknum, kepada
pengurus tempat ibadah dimana ditemukannya kampanye di tempat ibadah serta
kepada pihak pemerintah daerah provinsi DKI Jakarta dalam hal ini Plt Gbernur Provinsi
DKI Jakarta terkait dengan potensi keterlibatan ASN diwilayah Pemda DKI Jakarta serta
pihak pihak lain yang berkepentingan dalam proses pelaksanaan kampanye.
Berikut salah satu rekoemdasi Bawaslu DKI Jakarta terkait dengan relawan
salah satu pasangan calon:
Menindaklanjuti surat Saudara Nomor 015/TA/IX/2016 terkait dengan Surat Pemberitahuan Pembukaan Booth Mall Teman Ahok Tanggal 24 Oktober 2015, untuk itu Bawaslu DKI Jakarta menanggapi beberapa hal terkait hal tersebut.
Selanjutnya terkait dengan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2016 tentang
Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2017.
Bahwa pelaksanaan kampanye akan dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 2016 sampai dengan 11 Februari 2017.
Dalam Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota menerangkan tentang definisi
Kampanye Pemilihan, yang selanjutnya disebut Kampanye, adalah kegiatan menawarkan visi, misi, dan program Pasangan Calon dan/atau informasi lainnya, yang bertujuan mengenalkan atau meyakinkan Pemilih. Terkait dengan hal tersebut dapat
dijelaskan hal-hal sebagai berikut: (1). Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Kampanye dilaksanakan oleh Partai Politik atau
Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye, dan dapat difasilitasi
oleh KPU Provinsi/KIP Aceh untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota. Ayat (2): Kampanye yang dilaksanakan oleh Partai Politik atau Gabungan
Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan metode: (a). pertemuan terbatas; (b). pertemuan tatap
muka dan dialog; (c). penyebaran Bahan Kampanye kepada umum; (d). pemasangan
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 91
Alat Peraga Kampanye; dan/atau (e). kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye dan ketentuan peraturan perundangundangan.
bersama dengan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik atau Pasangan Calon perseorangan membentuk Tim Kampanye dan menunjuk Penghubung Pasangan Calon. Sedangkan ayat (2) berbunyi: Tim Kampanye dan Penghubung Pasangan Calon
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftarkan kepada KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten Kota pada saat pendaftaran Pasangan Calon. Untuk ayat (3) berbunyi: Pendaftaran Tim Kampanye dan Penghubung Pasangan Calon sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menggunakan formulir Model BC1-KWK untuk disampaikan kepada: (a). KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota; (b). Bawaslu Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota; (c). Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai
tingkatannya; dan (d). sebagai arsip Pasangan Calon. (3) Pasal 9 ayat (1): Dalam pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim
Kampanye dapat membentuk Tim Kampanye tingkat kabupaten/kota dan/atau Tim Kampanye tingkat kecamatan atau nama lain.
(3) Pasal 12 ayat (1): Selain Partai Politik atau Gabungan Partai Politik,
Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye, Kampanye dapat dilaksanakan oleh: (a). Pihak Lain; dan/atau (b). Relawan. sedangkan ayat (4) berbunyi: Partai Politik
atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye mendaftarkan Pihak Lain dan/atau Relawan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota. Ayat (4a): Pihak Lain dan/atau
Relawan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendaftarkan diri kepada KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota dengan menyerahkan surat dari Pasangan Calon yang menerangkan Pihak Lain dan/atau Relawan tersebut merupakan
pendukung dan akan melaksanakan Kampanye. Ayat (4b): Pendaftaran Pihak Lain dan/atau Relawan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (4a) dilakukan 1 (satu) hari setelah penetapan Pasangan Calon sampai dengan paling lambat
1 (satu) hari sebelum kegiatan Kampanye. Ayat (5): Pendaftaran Pihak Lain dan/atau Relawan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (4a) menggunakan formulir Model BC3-KWK atau formulir Model BC5-KWK untuk disampaikan kepada: (a).
KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota; (b). Bawaslu Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota; (c). Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai tingkatannya; dan (d). sebagai arsip Pasangan Calon.
Peraturan KPU No. 13 tahun 2016 tentang Perubahan atas PKPU No. 8 tahun
2015 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, menerangkan sebagai berikut:
(1) Pasal 7 ayat (1) Dana Kampanye yang berasal dari Partai Politik atau
Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), nilainya paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap Partai Politik selama masa Kampanye. (2) Dana Kampanye yang berasal dari sumbangan pihak lain
perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a, nilainya paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) selama masa Kampanye. (3) Dana Kampanye yang berasal dari sumbangan pihak lain kelompok atau badan hukum
swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b dan huruf c, nilainya paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) selama masa Kampanye. (4) Dana Kampanye yang berasal dari Partai Politik, Gabungan Partai Politik,
pihak lain perseorangan, atau pihak lain kelompok atau badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), bersifat kumulatif selama penyelenggaraan Kampanye.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 92
(2) Pasal 8 (1) Dana Kampanye yang bersumber dari Partai Politik atau
Gabungan Partai Politik dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
dan ayat (3) meliputi jumlah penerimaan dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa yang diterima dari Partai Politik dan pihak lain. (2) Sumbangan dari Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilengkapi dengan identitas penyumbang yang mencakup: b. perseorangan: 1. nama;
2. tempat/tanggal lahir dan umur; 3. alamat penyumbang; 4. nomor telepon/telepon genggam (aktif);
5. nomor identitas; 6. Nomor Pokok Wajib Pajak; 7. pekerjaan;
8. alamat pekerjaan; 9. jumlah sumbangan; 10. asal perolehan dana; dan
11. pernyataan penyumbang bahwa: a) penyumbang tidak menunggak pajak;
b) penyumbang tidak pailit berdasarkan putusan pengadilan; c) dana tidak berasal dari tindak pidana; dan d) sumbangan bersifat tidak mengikat;
c. kelompok: 1. nama kelompok; 2. alamat kelompok;
3. nomor identitas pimpinan kelompok; 4. nomor telepon/telepon genggam (aktif); 5. Nomor Pokok Wajib Pajak kelompok atau pimpinan kelompok,
apabila ada; 6. nama dan alamat pimpinan kelompok; 7. jumlah sumbangan;
8. asal perolehan dana; 9. keterangan tentang status badan hukum atau status kelompok; dan
10. pernyataan penyumbang bahwa: a) penyumbang tidak menunggak pajak;
b) penyumbang tidak dalam keadaan pailit berdasarkan putusan pengadilan; c) dana tidak berasal dari tindak pidana; dan
d) sumbangan bersifat tidak mengikat; (3) Pasal 26 (1) Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye dapat membuat
dan mencetak Bahan Kampanye selain yang difasilitasi oleh KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), meliputi:
a. kaos;
b. topi; c. mug; d. kalender;
e. kartu nama; f. pin; g. ballpoint;
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 93
h. payung; dan/atau i. stiker paling besarukuran 10 cm x 5 cm
(2) Stiker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I dilarang ditempel di tempat umum, meliputi:
a. tempat ibadah termasuk halaman;
b. rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan; c. gedung atau fasilitas milik pemerintah; d. lembaga pendidikan (gedung dan sekolah);
e. jalan-jalan protokol; f. jalan bebas hambatan; g. sarana dan prasarana publik; dan/atau
h. taman dan pepohonan. (3) Setiap Bahan Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila
dikonversikan dalam bentuk uang nilainya paling tinggi Rp 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah).
Sesuai dengan tugas dan kewenangan Bawaslu Provinsi, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015,
dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, yaitu untuk mengawasi tahapan
penyelenggaraan pemilihan sebagaimana tertuang dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk itu Bawaslu Provinsi DKI Jakarta memberikan saran dan pendapat terkait pembukaan Booth Mall Teman Ahok sebagai Berikut :
1. Mendaftarkan Perkumpulan Teman Ahok ke KPU DKI Jakarta sebagai
relawan atau pihak lain/orang seorang sebagaimana di atur dalam ketentuan yang sudah disebutkan di atas sehingga dapat melakukan kegiatan kampanye pasangan calon.
2. Kegiatan pembukaan Booth Mall yang dilakukan oleh perkumpulan Teman Ahok bisa saja dikategorikan sebagai Kegiatan lain, dalam hal pelaksanaan kampanye sesuai ketentuan di atas.
3. Mendaftarkan nama-nama penjaga stand sesuai dengan lokasi yang telah disampaikan kepada KPU Provinsi DKI Jakarta, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
dan Kepolisian Daerah Metro Jaya. 4. Menyebutkan jenis-jenis merchandise yang akan dijual, dan hal-hal lain yang
dilakukan pada saat melaksanakan penjualan merchandise.
5. Tidak diperkenankan melakukan sosialisasi atau penyebaran Alat Peraga Kampanye diluar yang sudah diatur dalam Peraturan KPU.
6. Melaporkan hasil penjualan merchandise sebagai sumbangan Dana
Kampanye kepada KPU Provinsi DKI Jakarta dengan menyebutkan jumlah total sumbangan dari hasil penjualan merchandise, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
4. Dinamika dan Permasalahan
Dalam tahapan Kampanye Bawaslu DKI Jakarta dan jajaranya sampai tingkat
bawah mengalami sedikit kendala, yakni pada saat pengawasan terhadap adanya
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 94
kampanye yang dilakukan oleh para tim kampanye dan atau relawan kampanye yakni
terbatasnya jumlah pengawas tingkat lapangan atau kelurahan, yang hanya 1 (satu)
orang per kelurahan sedangkan pelaksanaan kampanye hamper dilaksankan setiap
hari dan dilakukan oleh Pasangan calon dan tim kampanye serta relawan, sehingga
maksimalisasi tugas pengawasan sedikit mengalami kendala, tetapi itu bukanlah
menjadi kendala berarti karena masyarakat juga turut berperan dalam hal pengawasan
terhadap kampanye. Ditambah lagi pada pilkada kali ini isu SARA menjadi perhatian
khusus sehingga penanganannya pun harus benar-benar khusus, belum lagi adanya
penolakan terhadap pasangan calon tertentu oleh masyarakat hal ini menjadi perhatian
khusus bagi pengawasan pelaksanaan kamapanye.
5. Evaluasi Pelaksanaan Pengawasan Dari beberapa penjelasan diatas soal kampanye maka ada beberapa catatan yang
berkaitan dengan hal diatas atau yang perlu dicermati dari tahapan kampanye
adalahsebagai berikut :
1. Regulasi Kampanye
Karena perkembangan media kampanye ini begitu berkembang maka potensi
pelanggaran pun sering di lakukan pihak yang berkampanye, maka KPU sebagai
lembaga yang mengatur mekanisme pemilu membuat semacam aturan baru
bagi para peserta kampanye yang menggunakan media elektronik sebagai alat
untuk memobilisasi massa. Khususnya di Indonesia aturan mengenai pemilu
secara keseluruhan sebagaman di atur oleh peraturan perundangan-undangan.
.
Batasan Waktu Kampanye
UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2016 menyatakan, kampanye pemilihan dimulai tiga
hari setelah penetapan pasangan calon dan berakhir saat dimulainya masa
tenang. Artinya, sekian bulan kontestasi pemilihan, masyarakat akan
menghadapi terpaan kampanye beragam kekuatan yang bertarung. Tak hanya
metode rapat umum, iklan di media cetak dan elektronik baru bisa digunakan 21
hari sebelum masa tenang. Dalam praktik demokrasi elektoral di Indonesia, fase
kampanye kerap menjadi satu titik krusial yang memengaruhi kualitas
penyelenggaraan pemilu, terutama hubungannya dengan pendidikan politik
warga masyarakat. Hal kunci yang sering menjadi persoalan dalam fase
kampanye adalah komitmen untuk menghormati dan menjalankan kesepakatan
aturan main.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 95
Batasan Alat Peraga Kampanye
Ada dua hal yang kita batasi dalam alat peraga yakni, pertama adalah alat
peraga kampanye berbentuk baliho, spanduk dan t banner itu hanya
diperuntukan seluruh pasangan calon dan dibuatkan oleh KPU DKI Jakarta
dengan jumlh yang sama untuk masing-masing pasangan calon hanya saja
ketika pertauran KPU membolehkan pasangan calon untuk membuat dengan
ketentuan yang sudah hanya dengan ketentuan yang sama dan jumlah yang
dibatasi bnamun pada kenyataannya salat peraga kampanye berupa spanduk
dan baliho tidak sesuai dengan ketentuan yang sudah ditentukan oleh KPU.
Kampanye Media Massa
Perihal kampanye politik, peraturan dan perundang-undangan yang menjadi
acuan bukan hanya terbatas pada peraturan perundang-Undang, melainkan juga
merujuk pada UU No. 32/2002 tentang Penyiaran serta UU No.40/1999 tentang
Pers. Terlebih apabila itu menyangkut media massa.
Dalam upayanya untuk mewujudkan kebebasan pers dan tinjauan positif atas
pelaksanaan kampanye di media massa, maka sudah semestinya Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Banwaslu, Dewan
Pers untuk duduk bersama menyiapkan beberapa aturan tentang batasan
kampanye di media massa.
Pengawasan Penyiaran
Guna memperbaiki kualitas kampanye di media penyiaran, ada beberapa faktor
yang harus menjadi perhatian bersama. Pertama, faktor struktural, harus adanya
koordinasi yang lebih intensif, fungsional, dan komplementer antarpenyelenggara
pemilu; dalam hal ini KPU dan Bawaslu dengan Komisi Penyiaran Indonesia dan
Dewan Pers. Kedua, faktor substansial, yakni menyangkut sejumlah aturan yang
memerlukan ketatnya sistem pengawasan di lapangan.
KPI juga perlu mengatur secara lebih operasional tentang beberapa hal, antara
lain berapa kali diperbolehkannya running text dan superimpose dalam sehari,
penyiaran jajak pendapat, dialog/talkshow, dan jenis siaran lain yang sangat
mungkin menjadi kampanye terselubung para kontestan pemilu.
Laporan Akhir Bawaslu DKI Jakarta Pilkada 2017 96
D. Pelaksanaan Pengawasan Pengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Pemungutan dan Penghitungan Suara
Bahwa dalam rangka melaksanakan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur Provinsi DKI Jakarta, KPU bertanggungjawab dalam merencanakan dan
menetapkan standar kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan
pemungutan suara. Sedangkan tanggungjawab dalam pelaksanaan kebutuhan
pengadaan dan pendistribuian perlengkapan pemungutan suara dibebankan
kepada Sekretaris Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, dan sekretaris KPU
Kabupaten/Kota.
Selain perlengkapan pemungutan suara untuk untuk menjaga keamanan,
kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan
suara, diperlukan dukungan perlengkapan lainnya. Perlengkapan pemungutan
suara sebagaimana dimaksud terdiri atas: a. kotak suara; b. surat suara; c. tinta; d.
bilik pemungutan suara; e. segel; f. alat untuk mencoblos pilihan; dan g. tempat
pemungutan suara. Dukungan Perlengkapan Lainnya sebagaimana dimaksud
terdiri atas:a. sampul kertas; b. formulir; c. stiker nomor kotak suara; d. alat bantu