BAB ILaporan Kasus
A. INDENTITAS PASIENNama: An. RUmur: 4 tahunJenis kelamin: Laki
- lakiAgama: IslamPendidikan: PAUDAlamat: Tanjung Karang Timur
AlloanamnesisDiperoleh dari : Ibu NUmur: 30 tahunAlamat: Tanjung
Karang TimutHubungan dengan Pasien: Ibu Kandung
Keluhan UtamaMengacuhkan panggilan
Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang :Pasien sering mengacuhkan
panggilan dari kedua orang tuanya atau anggota keluarga yang lain,
apalagi saat pasien menonton tayangan kartun di televisi atau saat
sedang bermain. Keluhan ini sebenarnya telah disadari orang tua
pasien sejak masih bayi dimana saat itu pasien sering mengacuhkan
panggilan dari orang tuanya. Pada waktu bayi pasien sering bersikap
aktif di atas tempat tidur, sedikit tidur, dan banyak menangis.
Akan tetapi orang tua pasien mengira masih wajar karena dianggap
masih bayi. Akan tetapi seiring tumbuhnya kebiasaan ini, dirasakan
tidak wajar lagi karena anak lain sebayanya sudah mengerti ketika
mendapatkan panggilan dari kedua orangtuanya ataupun anggota
keluarga lainnya. Pasien pun mengalami keterlambatan dalam
berbicara. Pasien hanya mampu berkata-kata 1-2 kata saja seperti
mama atau papa. Riwayat pertumbuhan pasien sama dengan anak-anak
lain seusianya, seperti duduk, berjalan, maupun berlari. Kegiatan
sehari-hari pasien ialah bermain dengan permainan yang
berganti-ganti bila ia bosan, tidur serta kegiatan rutin seperti
makan dan mandi. Pasien sering memanjat manjat meja, kursi dll,
serta tidak dapat tenang. Pasien masih bisa mengenali orang lain
selain keluarga, pasien juga sering berbicara tentang ikan bila
ingin sesuatu pasien mengamuk saat tidak terpenuhi. Bisa membaca
walaupun tak ada yang mengajari.
Riwayat penyakit dahuluRiwayat trauma (-), kejang (-), penyakit
infeksi (-)
Riwayat penyakit keluargaTidak ada keluarga yang menderita
dengan keluhan seperti ini sebelumnya.
GenogramPasien merupakan anak pertama. Tidak didapatkan anggota
keluarga lain dengan gangguan jiwa.
AyahIbuAyah
Riwayat MakananUmur : 0-2 bulan: ASI (Sesuai kemauan bayi)2-9
bulan: ASI, biscuit yang dilumatkan10-12 bulan: ASI, bubur nasi1-2
tahun: ASI, nasi dan lauk sesuai menu keluarga2-4 tahun: Susu
fprmula, nasi dan lauk sesuai menu Keluarga
Riwayat ImunisasiBCG: 1x, umur 2 bulan, scar (+)DPT: 3x, umur
2-4-6 bulanPolio: 4x, umur 0-2-4-6 bulanCampak: 1x, usia 9
bulanHepatitis B: 3x, umur 0-2-6 bulan
B. Pemeriksaan Fisika. Status presentKeadaan umum: Rapi,
gelisah, kurang kooperatifKesadaran: Compos mentisTanda
vital:Frekuensi nadi: 84x/menitFrekuensi nafas: 20x/ menitSuhu:
36,2Cb. Status generalisSistem kardiovaskular: Tidak didapatkan
kelainanSistem respiratorik: Tidak didapatkan kelainanSistem
gastrointestinal: Tidak didapatkan kelainanSistem Urogenital: Tidak
didapatkan kelainanKelainan khusus: Tidak ditemukan kelainanC.
Status neurologikusPanca indera: Tidak ditemukan kelainanTanda
meningeal: Tidak ada
Tekanan intrakranial: Tidak ditemukan tanda peningkatan TIKMata
Gerakan: Normal Persepsi: Normal Pupil: Isokor Diplopia: Tidak
ditemukan kelainan Visus: Tidak dilakukan pemeriksaanD. Status
Psikiatrikkesan umum: Rapi, gelisahSikap: kurang kooperatifKontak:
verbal (+) irelevan, non verbal (+)Kesadaran: orientasi waktu tidak
baik, tempat tidak baik, orientasi orang cukup baikEmosi:
labilProses pikir : bentuk fikir : lambat, inkoheren, isi sulit
dinilaiIntelegensia: cukupPersepsi: halusinasi (-), ilusi
(-)Psikomotor: meningkat
RESUMEPasien sering mengacuhkan panggilan dari kedua orang
tuanya atau anggota keluarga yang lain, apalagi saat pasien
menonton tayangan kartun di televisi atau saat sedang bermain.
Keluhan ini sebenarnya telah disadari orang tua pasien sejak masih
bayi dimana saat itu pasien sering mengacuhkan panggilan dari orang
tuanya. Pada waktu bayi pasien sering bersikap aktif di atas tempat
tidur, sedikit tidur, dan banyak menangis. Akan tetapi orang tua
pasien mengira masih wajar karena dianggap masih bayi. Akan tetapi
seiring tumbuhnya kebiasaan ini, dirasakan tidak wajar lagi karena
anak lain sebayanya sudah mengerti ketika mendapatkan panggilan
dari kedua orangtuanya ataupun anggota keluarga lainnya. Pasien pun
mengalami keterlambatan dalam berbicara. Pasien hanya mampu
berkata-kata 1-2 kata saja seperti mama atau papa. Riwayat
pertumbuhan pasien sama dengan anak-anak lain seusianya, seperti
duduk, berjalan, maupun berlari. Kegiatan sehari-hari pasien ialah
bermain dengan permainan yang berganti-ganti bila ia bosan, tidur
serta kegiatan rutin seperti makan dan mandi. Pasien sering
memanjat manjat meja, kursi dll, serta tidak dapat tenang. Pasien
masih bisa mengenali orang lain selain keluarga, pasien juga sering
berbicara tentang ikan bila ingin sesuatu pasien mengamuk saat
tidak terpenuhi. Bisa membaca walaupun tak ada yang
mengajari.Pasien tidak pernah terjatuh, dulu, Saat hamil pasien,
ibu psien menderita PEB dan KPSW.
Status PresentKeadaan Umum:Rapi,gelisah, kurang
kooperatifKesadaran: Compos mentisFrekuensi nadi:
84x/menitFrekuensi nafas: 20x/ menitSuhu: 36,2CStatus
generalisSistem kardiovaskular: Tidak didapatkan kelainanSistem
respiratorik: Tidak didapatkan kelainanSistem gastrointestinal:
Tidak didapatkan kelainanSistem Urogenital: Tidak didapatkan
kelainanKelainan khusus: Tidak ditemukan kelainanStatus
neurologikusPanca indera: Tidak ditemukan kelainanTanda meningeal:
Tidak ada
Tekanan intrakranial: Tidak ditemukan tanda peningkatan TIKMata
Gerakan: Normal Persepsi: Normal Pupil: Isokor Diplopia: Tidak
ditemukan kelainan Visus: Tidak dilakukan pemeriksaan
Status Psikiatrikkesan umum: Rapi, gelisahSikap: kurang
kooperatifKontak: verbal (+) irelevan, non verbal (+)Kesadaran:
orientasi waktu tidak baik, tempat tidak baik, orientasi orang
cukup baikEmosi: labilProses pikir : bentuk fikir : lambat,
inkoheren, isi sulit dinilaiIntelegensia: cukupPersepsi: halusinasi
(-), ilusi (-)Psikomotor: meningkat
Formulasi diagnosis:1. An. R datang ke instalasi Rehabilitasi
Medik RSUAM dengan keluhan sering mengacuhkan panggilan orang
tuanya. Hingga berumur 4 tahun pasien belum bisa mengatakan sebuah
kalimat panjang.2. Pada pemeriksaan psikiatrik didapatkan kesan
umum rapi, gelisah dan tidak kooperatif, kontak melalui verbal
irelevan dan non verbal baik, atensi dan orientasi serta daya ingat
kurang, emosi labil, proses pikir lambat, kemauan aktifitas sehari
hari baik dan psikomotor meningkat.3. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hasil semua pemeriksaan dalam batas normal
DiagnosisAttention Deficit hyperactivity Disorder + Speech
delayed
Diagnosis BandingAutismeGangguan tingkah laku
PenatalaksanaanNon-medikamentosa :1) Terapi WicaraLatihan vonasi
: melatih gerakan bibir, lidah, otot-otot vocalLatihan pemahaman
bahasaLatihan mengungkapkan : terutama mengungkapkan dengan bahasa
verbal dan non verbal.2) Edukasi orangtua Menjaga kesehatan diri,
hal ini sangat penting karena ada membutuhkan energi yang cukup
untuk menangani anak ADHD. Banyaklah belajar tentang ADHD, karena
anda akan lebih membantu anak ADHD jika telah memahaminya.
Belajarlah keterampilan tentang perilaku anak-anak. Mereka
memerlukan bantuan bagaimana caranya berkomunikasi dengan orang
lain secara normal. Bantulah anak ADHD agar mampu menjaga diri
mereka sendiri. Bantulah anak ADHD agar dapat bersekolah dengan
baik. Hal ini karena ADHD menghambat kemampuan anak untuk bisa
berhasil dalam sekolahnya. Dampingi mereka agar akademis, sosial,
dan psikisnya tetap terkontrol. Berikan dan bantu anak ADHD untuk
melakukan tugas di rumah. Dibanding dengan anak-anak yang lain,
mereka mengalami kesulitan berkomunikasi. Seringnya menghiraukan
instruksi menyebabkan kekacauan dalam melakukan tugasnya sehingga
menyebabkan ketidakselesaian tugas tersebut. Sangat diperlukan,
kepekaan, kesabaran, keikhlasan, ketekunan, dan ide kreatif agar
dapat membantu anak ADHD dalam belajar, berketrampilan, dan
memenuhi tugas di rumah dan di sekolah. Aktifkan diri anda. Banyak
media yang tersedia, seperti: majalah, koran, CD interaktif,
perpustakaan, internet, dan sebagainya.PrognosisQuo ad vitam: dubia
ad bonamQuo ad functionam: ad bonamQuo ad sanationam: dubia ad
bonam
BAB IITinjauan Pustaka
DefinisiADHD merujuk pada kelainan tingkah laku kronis yang
bermanifestasi awal pada masa kanak kanak dan memilki ciri khas
berupa hiperaktifitas, impulsivitas dan inatensi. ADHD ditandai
oleh rentan perhatian yang buruk yang tidak sesuai dengan
perkembangan atau ciri hiperaktivitas dan impulsivitas atau
keduanya yang tidak sesuai dengan usia Menurut American Academy
Pediatrics (AAP), gangguan yang diketahui dalam kelompok gangguan
ADHD adalah suatu kondisi neurologis kronis yang diakibatkan dari
adanya gangguan fungsi pada sistem saraf dan tidak berkaitan dengan
jenis kelamin, tingkat kecerdasan, atau lingkungan kultural. Gejala
dapat menyebabkan kesulitan akademik, emosi dan fungsi sosial.
Diagnosis ditegakkan dengan criteria spesifik dan dapat berhubungan
dengan kelainan neurologis, tingkah laku, dan gangguan
perkembangan. (emedicine, 2010)
EpidemiologiLaporan tentang insidensi ADHD di Amerika Serikat
adalah bervariasi dari 2-20% pada kelompok usia anak sekolah dasar.
Anak laki-laki memiliki insidensi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan anak perempuan, dengan rasio 3:1 sampai 5:1. Gangguan paling
sering ditemukan pada anak laki-laki pertama, dan pada setengah
kasus, usia pada saat gangguan pertama kali terjadi di bawah 3
tahun . Gangguan sistem saraf sentral dan neurologis berperan
sebagai faktor yang memberi kecendrungan pada sindrom ini. Orangtua
dari anak-anak dengan ADHD menunjukkan peningkatan insidensi
hiperkinesis, antisosial, gangguan penyalahgunaan alkohol, gangguan
konversi serta tingkah laku.
EtiologiPenyebab ADHD biasanya diklasifikasikan berdasarkan
waktu terjadinya, yaitu : Penyebab prenatal, termasuk abnormalitas
perkembangan otak, anemia maternal, toksemia dalam kehamilan,
pengguanaan alkohol dan kokain, dan merokok. Faktor lingkungan lain
yang dicurigai berpengaruh, antara lain paparan timbal, pestisida,
kurangnya iodin dan hipotiroid. Infeksi virus, terutama influenza
dan eksantema pada trimester pertama kehamilan atau pada saat
kelahiran, biasanya berhubungan dengan diagnosis ADHD. Penyebab
perinatal, termasuk kelahiran prematur, letak sungsang,
anoxic-ischaemic-encephalopathy, perdarahan otak, meningitis, dan
encephalitis. Penyebab postnatal, termasuk cedera kepala,
meningitis, encephalitis, serangan otitis media yang sering, atau
rendahnya kadar gula dalam darah. Obat-obatan asma dan epilepsi,
sering menyebabkan atau memicu munculnya perilaku hiperaktif.
Pengaruh makanan terhadap ADHD masih merupakan kontroversi.
Konsumsi bahan pengawet dan pemanis buatan, kurangnya asam lemah
omega-3, kurangnya zat besi dan anemia merupakan penyebab yang
potensial. Lebih jarang lagi, disfungsi hormon tiroid dihubungkan
dengan kejadian ADHD.
Gejala Penyakit dan diagnosis Gejala utama Gangguan pemusatan
perhatian/HiperaktifitasAttention Deficit/Hyperactivity Disorders
(ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian/hiperaktifitas adalah
gangguan perilaku yang timbul pada anak dengan pola gejala restless
atau tidak bisa diam, inattentive atau tidak dapat memusatkan
perhatian dan perilaku impulsive. Secara umum pola gejala tersebut
pada awalnya dikenal sebagai hiperaktifitas pada anak. Menurut
Diagnostic and Statistical Manual of Mental disorders (DSM)
definisi gangguan telah mengalami beberapa kali perubahan sesuai
dengan perubahan konsep tentang penyakit tersebut. (Saputro, 2009)
Inattentiveness atau tidak mampu memusatkan perhatianSesuai dengan
definisi, penderita ADHD menunjukkan kesulitan memusatkan perhatian
dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin sama.
Orang tua atau guru sering mengemukakan masalah konsentrasi atau
pemusatan perhatian dengan istilah, seperti melamun, tidak dapat
berkonsentrasi, kurang konsentrasi, sering kehilangan
barang-barang, perhatian mudah beralih, belum dapat menyelesaikan
tugas sendiri, kalau belajar harus selalu ditunggu, sering bengong,
mudah beralih dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain, lambat
dalam menyelesaikan tugas. (Saputro, 2009)Pemusatan perhatian
adalah suatu konstruk multidimensional yang dapat berarti sebagai
kewaspadaan penuh atau alertness, sangat berminat atau arousal,
selektifitas, perhatian terus menerus atau sustained attention,
rentang perhatian atau span of attention. Anak yang menderita
gangguan ini mengalami kesulitan yang besar untuk dapat memiliki
daya dan upaya terus-menerus atau perhatian terus menerus dalam
menyelesaikan tugas. Kesulitan tersebut kadang kadang dapat
dijumpai pada waktu anak sedang bermain, yaitu perhatian terhadap
suatu mainan sangat singkat dan sangat mudah beralih dari satu
mainan ke mainan yang lain. Kondisi ini paling sering dilihat pada
waktu anak harus menyelesaikan tugas yang membosankan, kurang
menarik atau tugas yang diulang ulang, seperti menyelesaikan
pekerjaan sekolah, menyelesaikan pekerjaan rumah, menyelesaikan
tugas lainnya yang membosankan tetapi tidak dapat dihindari.
(Saputro, 2009)Masalah utama yang terjadi pada kondisi ini bukan
perhatiannya mudah beralih oleh karena rangsangan dari luar, tetapi
didapatkan penurunan persistensi upaya atau berkurangnya respon
terhadap tugas secara terus menerus, yang penguat instrinsik
ataupun ekstrinsiknya sangat sedikit. HiperaktifitasGangguan ini
memiliki karakteristik utama kedua yaitu aktifitas yang sangat
berlebihan atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik
aktifitas motorik maupun vocal. Hiperaktifitas paling sering
dijumpai sebagai kegelisahan, tidak bisa diam atau restless, tangan
dan kaki selalu bergerak atau fidgety, tubuh secara menyeluruh
bergerak tidak sesuai situasi. Gerakan gerakan tersebut seringkali
tanpa tujuan, tidak sesuai dengan tugas yang sedang dikerjakan atau
situasi yang ada. Orang tua atau guru sering mengungkapkan anak
dengan hiperaktivitas sebagai tidak dapat duduk diam, tidak bisa
diam, nge-gratak, lasak, banyak bicara, berlari lari dan
memanjat-manjat berlebihan, di dalam kelas selalu berjalan jalan,
didalam kelas banyak ngobrol dengan teman, sering nyeletuk. Pada
berbagai penelitian ditunjukkan bahwa gerakan pergelangan tangan,
pergelangan kaki dan gerakan seluruh tubuh lebih banyak
dibandingkan normal, didapatkan fluktuasi situasional secara
bermakna pada gejala ini, hal ini menunjukkan adanya kegagalan
mengatur tingkat aktifitas sesuai dengan situasi atau tuntutan
tugas, bukan hanya sekedar aktifitas yang lebih dari normal. Taylor
menunjukkan adanya gejala hiperaktifitas yang pervasive pada
gangguan ini dapat digunakan untuk membedakan gangguan ini dengan
gangguan psikiatrik lain, sehingga karakteristik ini dianggap perlu
untuk dijadikan sebagai criteria diagnostic ADHD. (Saputro,
2009)Gejala hiperaktifitas bukan merupakan gejala yang terpisah
dari impulsivitas. Berbagai penelitian terhadap gejala ini dengan
pengukuran obyektif maupun skala penilai perilaku tidak didapatkan
bukti bahwa hiperaktifitas merupakan factor atau dimensi yang
terpisah dari impulsivitas. Berdasarkan penelitian analisis factor
terhadapa skala penilaian perilaku didapatkan butir restless atau
tidak bisa diam memuat factor yang tersusun dari pemusatan
perhatian buruk, sedangkan butir lainnya dari aktifitas yang
berlebihan memuat factor yang tersusun dari perilaku impulsive.
Barkley berpendapat bahwa dalam konseptualisasi gangguan ini dann
penetapan gejala klinis, psikopatologi hiperaktif-impulsif diantara
tiga karakteristik utama gangguan ini lebih penting daripada tidak
mampu memusatkan perhatian, sehingga ia berpendapat bahwa poor self
regulation dan inhibition of behavior merupakan dua hal yang
berbeda pada gangguan ini. (Saputro, 2009) Impulsiveness atau
perilaku impulsiveAnak yang menderita ADHD pada umumnya tidak mampu
menghambat tingkah lakunya pada waktu memberikan respon terhadap
tuntutan situasional dibandingkan anak normal pada umur dan jenis
kelamin sama. Kondisi ini seringkali disebut impulsivitas. Seperti
halnya dengan gejala tidak mampu memusatkan perhatian gejala ini
juga merupakan kondisi multidimensional, gejala impulsivitas dapat
berupa tingkah laku kurang terkendali, tidak mampu menunda respon,
tidak mampu menunda pemuasan, atau menghambat prepotent response
atau respon yang sangat mendesak. Gambaran klinik anak yang
menderita gangguan ini sering dilaporkan terlalu cepat memberikan
respon, terlalu cepat memberikan jawaban sebelum pertanyaan selesai
ditanyakan. Sebagai akibat ia sering melakukan kesalahan yang
seharusnya tidak perlu terjadi. Anak ini juga tidak mampu
mempertimbangkan akibat buruk atau akibat yang merugikan dari
keadaan sekitarnya atau perilakunya, sehingga ia terlalu sering
mengambil resiko yang tidak perlu. Orang tua atau guru sering
mengungkapkan gejala impulsivitas sebagai sering usil, sering
mengganggu anak lain, sering nerombol atau menyelak dalam
pembicaraan orang lain, sering tidak sabar, cepat bosan, sering
tidak dapat menunggu giliran, sering gusar bila keinginannya tidak
terpenuhi. Anak yang menderita gangguan ini sering mengambil jalan
pintas dalam menyelesaikan tugas agar waktu yang digunakan tidak
terlalu lama dan tidak terlalu banyak mengerahkan daya: kalau
berbicara sering asal berbicara tidak menghiraukan perasaan orang
lain atau konsekuensi social yang terjadi. Anak dengan gejala ini
dalam pandangan kebanyakan orang memberikan kesan tidak bertanggung
jawab, tidak dapat mengendalikan diri sendiri, kekanak-kanakan,
tidak dewasa, mementingkan diri sendiri, malas, tidak sopan atau
nakal, sehingga sering mendapatkan hukuman. Kritikan, teguran, atau
dikucilkan oleh orang dewasa atau teman sebaya. (Saputro,
2009)Berbagai penelitian menunjukkan bahwa impulsivitas adalah
suatu pola prilaku yang terlalu cepat tetapi tidak akurat dalam
menyelesaikan tugas, suatu kondisi tidak mampu mempertahankan
proses hambatan secara terus menerus pada waktu memberikan respon,
tidak mampu menunda kepuasan, atau gagal untuk terus menerus
mematuhi perintah untuk dapat mengatur tingkah lakunya sesuai
dengan konteks social. Didalam berbagai penelitian analisis factor
terhadap skal penilai perilaku didapatkan butir butir impulsivitas
berbaur dengan butir butir hiperaktivitas atau tidak mampu
memusatkan perhatian, sehingga dimensi impulsivitas tidak dapat
dipisahkan dari pengukuran hiperaktifitas. Anak yang mengalami
impulsivitas juga menunjukkan hiperaktivitas dan sebaliknya.
(Saputro, 2009)Diagnosis gangguan pemusatan
perhatian/hiperaktifitasKriteria Diagnostik Gangguan Pemusatan
Perhatian/Hiperaktifitas Menurut DSM IV (Wiguna, 2010)A. Salah Satu
atau keduanya 1. Enam (atau lebih) dari gejala tidak mampu
memusatkan perhatian seperti di bawah ini menetap selama paling
sedikit 6 bulan pada derajat maladaptive dan tidak sesuai dengan
tingkat perkembangan :Tidak mampu memusatkan perhatian :a. Sering
gagal memusatkan perhatian pada hal-hal kecil atau membuat
kesalahan yang ceroboh (tidak hati hati) dalam pekerjaan sekolah,
pekerjaan, kegiatan lain.b. Sering sulit mempertahankan perhatian
pada waktu melaksanakan tugas atau kegiatan bermainc. Sering
seperti tidak mendengarkan pada waktu diajak bicara langsungd.
Sering tidak mengikuti petunjuk dan gagal menyelesaikan pekerjaan
sekolah dan tugas (tidak disebabkan oleh perilaku menentang atau
kegagalan memahami petunjuk.e. Sering sulit mengatur tugas dan
kegiatanf. Sering menghindar, tidak suka atau enggan melibatkan
diri dalam tugas yang memerlukan ketekunan yang berkesinambungan
(seperti : melakukan pekerjaan rumah atau pekerjaan sekolah)g.
Sering menghilangkan benda benda yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas atau kegiatanh. Perhatiannya sering mudah dialihkan oleh
rangsangan dari luari. Sering lupa dalam kegiatan sehari hari2.
Enam (atau lebih) dari gejala hiperaktifitas dan impulsivitas
seperti di bawah ini menetap selama paling sedikit 6 bulan pada
derajat adaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan :a.
Sering tangan dan kakinya tidak bisa diam atau tidak bisa duduk
diamb. Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau di
situasi lain dimana diharapkan untuk tetapi diamc. Sering berlari
lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak
sesuai untuk hal tersebutd. Sering mengalami kesulitan bermain atau
mengikuti kegiatan waktu senggang denga tenange. Sering dalam
keadaan siap gerak (atau bertindak seperti digerakkan oleh mesin)f.
Sering bicara berlebihan impulsivitasg. Sering melontarkan jawaban
sebelum pertanyaan selesai dilontarkanh. Sering sulit menunggu
giirani. Sering menyelak atau memaksakan diri terhadap orang lain (
misalnya : memotong percakapan atau mengganggu permainan.B. Gejala
hiperaktif-impulsif atau tidak mampu memusatkan perhatian yang
menimbulkan masalah telah ada sebelum usia 7 tahunC. Kegagalan yang
ditimbulkan oleh gejala gejala tersebut tampak pada dua atau lebih
tempat ( misalnya di sekolah atau tempat kerja dan di rumah)D.
Didapatkan bukti yang jelas adanya kegagalan yang bermakna secara
klinis pada fungsi social, akademik dan okupasionalE. Gejala gejala
tersebut tidak disebabkan oleh gangguan psikotik dan tidak
diakibatkan oleh adanya gangguan mental lain (misalnya : gangguan
alam perasaan, gangguan cemas, gangguan disosiatif, gangguan
kepribadian)Pedoman diagnostic menurut DSM IVMenurut DSM IV,
gangguan ini disebut gangguan pemusatan perhatian/hiperaktifitas.
Terdapat lima kriteria utama yang harus dipenuhi untuk membuat
diagnosis gangguan pemusatan perhatian/hiperaktifitas, yaitu :1.
Didapatkan adanya gejala yaitu tidak mampu memusatkan perhatian dan
atau hiperaktifitas-impulsivitas dengan frekuensi dan derajat
keparahan yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya. Kedua
ciri utama itu terpisah dan berdiri sendiri2. Gejala tersebut telah
menimbulkan hendaya sejak anak belum berusia 7 tahun3. Hendaya yang
ditimbulkan oleh gangguan ini terjadi pada lebih dari dua situasi (
di rumah, di sekolah atau di tempat kerja)4. Hendaya tersebut
menimbulkan masalah atau mengakibatkan kegagalan dalam relasi
sosial dengan anak lain, penampilan akademik atau fungsi
okupasional lainnya5. Gejala yang didapatkan tidak disebabkan oleh
gangguan mental yang lain, seperti gangguan perkembangan pervasive,
skizofrenia atau gangguan psikotik lainnya, gangguan depresi,
gangguan cemas, gangguan disosiatif dan gangguan
kepribadian.Penampakan gejala utama tidak mampu memusatkan
perhatian dapat terjadi di berbagai situasi seperti akademik,
okupasional dan sosial. Gejala tersebut dapat berupa :1. Anak yang
tidak mampu memusatkan perhatian sering gagal memusatkan perhatian
pada hal hal yang kecil, atau membuat kesalahan yang sesungguhnya
tidak perlu terjadi, oleh karena kurang hati hati dalam mengerjakan
tugas sekolah dan kegiatan lain2. Pada waktu melaksanakan tugas
atau bermain tidak dapat mempertahankan perhatian secara terus
menerus3. Pikirannya seperti tidak terpusat, sehingga sering tampak
seperti tidak mendengarkan pada waktu diajak bicara secara
langsung; anak dengan gangguan ini pada awalnya dapat memulai
tugas, tetapi sebelum tugas selesai sudah beralih ke tugas yang
lain, sehingga tidak pernah dapat menyelesaikan tugas4. Sering
tidak mengikuti petunjuk dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah
atau tugas yang lain, tetapi tidak disebabkan oleh perilaku
menentang atau tidak mampu memahami petunjuk5. Sering sulit
mengatur tugas atau kegiatan6. Sering menghindar, tidak suka atau
enggan melibatkan diri dalam tugas yang memerlukan ketekunan yang
persisten dan penuh konsentrasi; kondisi tersebut semata mata tidak
disebabkan oleh sikap menentang walaupun kondisi ini secara
sekunder dapat menimbulkan sikap menentang7. Terdapat kebiasaan
bekerja yang tidak terorganisasi dengan baik, sering menghilangkan
atau membuat rusak benda - benda yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas8. Perhatiannya sering dialihkan oleh rangsangan dari luar9.
Sering lupa dalam kehidupan sehari hari, seperti lupa membawa bekal
ke sekolah, lupa melaksanakan pesan, lupa janji. Apabila anak
dengan gangguan ini menunjukkan paling sedikit enam gejala tersebut
diatas maka secara bermakna anak tersebut memiliki pemusatan
perhatian buruk.Gejala hiperaktivitas tampak ketika anak : (Wiguna,
2010)1. Sering menunjukkan tangan atau kaki tidak bisa diam, atau
tidak dapat duduk tenang2. Di dalam kelas sering meninggalkan
tempat duduk atau berjalan-jalan tanpa meminta izin kepada guru,
anak tersebut juga tidak dapat duduk di situasi lain pada saat da
diharapkan duduk diam, seperti di rumah makan, bertamu;3. Sering
berlari lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang
tidak tepat untuk itu, seperti tidak dapat dikendalikan pada waktu
di mall, naik turun escalator, keluar masuk ruang dokter tanpa
berhenti4. Sering mengalami kesulitan untuk bermain atau mengikuti
kegiatan di waktu senggang dengan tenang, ia sering membuat gaduh
pada saat situasi tenang, sering mengganggu orang lain yang sedang
beristirahat5. Sering berada dalam keadaan siap gerak, seperti ada
mesin yang menggerakkan dari dalam dirinya6. Sering berbicara
berlebihan. Menilai gejala hiperaktifitas pada anak berusia dibawah
5 tahun harus dilakukan dengan hati hati. Anak usia pra sekolah
yang mengalami gangguan ini menunjukkan aktifitas yang sangat
berlebihan lebih aktifitas yang memang tinggi pada anak usia
tersebut, seperti mau berlari sebelum selesai memakai pakaian,naik
turun meja dan kursi, selalu berlari lari menjelajahi rumah, keluar
masuk rumah atau kamar tidak ada hentinya, tidak dapat duduk
bersama anak lain untuk mendengarkan ibu guru bercerita.Gejala
impulsivitas tampak ketika anak :1. Sering melontarkan jawaban
terhadap pertanyaan sebelum pertanyaan tersebut selesai ditanyakan,
atau menjawab pertanyaan tanpa berpikir terlebih dahulu;2. Pada
waktu harus menunggu giliran cepat bosan atau gusar, tidak dapat
menunggu giliran atau antri;3. Sering menyelak atau nerombol, yaitu
memaksakan diri terhadap orang lain, seperti memotong percakapan
atau mengganggu permainan, usil terhadap yang lain. Orang lain
sering mengeluh terhadap perilaku anak yang impulsive karena
terlalu banyak bicara sehingga orang lain tidak dapat kesempatan
bicara dengannya. Anak dengan gejala ini sering memulai percakapan
pada waktu yang tidak tepat, terlalu banyak melakukan interupsi,
sering menyentuh barang yang seharusnya tidak perlu di sentuh,
merebut barang milik orang. Apabila anak dengan gangguan ini
menunjukkan paling sedikit enam dari gejala tersebut diatas maka
anak tersebut secara bermakna memiliki gejala
hiperaktifitas-impulsivitas.Meskipun setiap anak dengan gangguan
pemusatan perhatian/hiperaktifitas memiliki kedua gejala utama
tersebut, tetapi pada beberapa anak menunjukkan salah satu gejala
predominan. Gangguan ini dibagi menjadi 3 subtipe berdasarkan
gejala predominan yang tampak dalam 6 bulan terakhir, yaitu:1.
Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas, tipe kombinasi;
subtype ini ditentukan oleh didapatkannya enam atau lebih gejala
tidak mampu pemusatan perhatian dan enam atau lebih gejala
hiperaktifitas-impulsifitas, pada enam bulan terakhir.2. Gangguan
pemusatan perhatian, tipe predominan tidak mampu memusatkan
perhatian; subtype ini digunakan apabila didapatkan enam atau lebih
gejala tidak mampu memusatkan perhatian (tetapi gejala
hiperaktifitas-impulsifitas kurang dari enam gejala) pada enam
bulan terakhir.3. Gangguan pemusatan perhatian, tipe predominan
hiperaktifitas-impulsifitas; subtipe ini ditentukan oleh adanya
enam atau lebih gejala hiperaktifitas (tetapi gejala tidak mampu
memusatkan perhatian kurang dari enam gejala) pada enam bulan
terakhir.TatalaksanaADHD adalah gangguan yang bersifat heterogen
dengan manifestasi klinis yang beragam. Disamping itu, sampai saat
ini belum ada satu jenis terapi yang dapat diakui untuk
menyembuhkan anak dengan ADHD secara total. Berdasarkan evidence
based, tatalaksana ADHD yang terbaik adalah dengan pendekatan
komprehensif beralaskan prinsip Multi Treatment Approach (MTA).
Dengan pendekatan ini maka anak selain mendapatkan terapi dengan
obat, maka juga diberikan terapi psikososial seperti terapi
perilaku (modifikasi perilaku), terapi kognitif perilaku dan juga
latihan keterampilan social. Disamping itu juga memberikan
psikoedukasi kepada orang tua, pengasuh maupun guru yang
sehari-harinya berhadapan dengan anak ADHD. (Wiguna, 2010)Tujuan
utama dari tatalaksana anak dengan GPPH adalah memperbaiki pola
perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari
dengan memperbaiki fungsi kontrol diri, sehingga anak mampu untuk
memenuhi tugas tanggung jawabnya secara optimal sebagaimana anak
seusianya. Tujuan lainnya adalah memperbaiki pola adaptasi dan
penyesuaian social anak sehingga terbentuk suatu kemampuan adaptasi
yang lebih baik dan matur sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
(Wiguna, 2010)1. Pendekatan psikofarmakologi pada penanganan anak
dengan GPPHPemberian obat pada anak dengan GPPH sudah dimulai sejak
kurang lebih 50 tahun yang lalu. Obat yang merupakan pilihan
pertama ialah obat golongan psikostimulan. Dikenal ada 3 macam obat
golongan psikostimulan, yaitu Golongan metilfenidat Golongan
deksamfetamin Golongan pamolinBarkley dkk mengatakan bahwa
efektivitas pemakaian obat golongan metal fenidat adalah sebesar
60-70% dalam mengurangi gejala hiperaktivitas-impulsivitas dan
inatensi. Dengan demikian, pemberian obat jenis psikostimulan ini
dikataka cukup efektif dalam mengurangi gejala-gejala GPPH. Efek
samping yang sering ditemukan dalam pemakaian obat golongan ini
adalah penarikan diri dari lingkungan social, over focus, letargi,
agitasi, iritabel, mudah menangis, cemas, sulit tidur, penurunan
nafsu makan, sakit kepala, pusing dan timbulnya tics yang tidak ada
sebelumnya. Biasanya efek samping ini timbul pada waktu pemakaian
pertama kali atau jika terjadi peningkatan dosis obat yang
diberikan. Dengan demikian adanya gejala- gejala diatas dapat
menandakan bahwa dosis yang diberikan terlalu tinggi. Biasanya
gejala efek samping akan hilang dalam beberapa jam setelah obat
dihentikan atau diturunkan dosisnya. Penghentian pemakaian obat
golongan psikostimulan biasanya dilakukan secara bertahap untuk
terjadinya rebound phenomenon. (Wiguna, 2010)Obat golongan
antidepresan juga dikatakan bermanfaat dalam membantu anak dengan
GPPH. Obat ini bekerja sebagai inhibitor metabolisme dopamine dan
norepineprin. Obat anti depresan seperti imipramin dapat memberikan
hasil yang cukup memuaskan untuk mengurangi gejala GPPH, tetapi
mempunyai efikasi yang lebih rendah daripada golongan obat
psikostimulan. Efek samping kardiovaskuler, neurologic dan anti
kolinergik yang ditimbulkan membuat pemakaian obat ini pada anak
menjadi terbatas. Obat antidepresan lain yang sering digunakan saat
ini ialah obat antidepresan golongan penghambat ambilan serotonin
yang bekerja secara spesifik (SSRI= serotonin specific reuptake
inhibitor) misalnya flouxetine. Pemberian flouxetin 0,6 mg/KgBB
dikatakan memberikan respons sebesar 58% pada anak dengan GPPH yang
berusia 7-15 tahun. (Wiguna, 2010)Obat lain yang juga digunakan
dalam tatalaksana anak dengan GPPH adalah obat antidepresan
golongan penghambat monoamine oksidase, seperti moclobamide dengan
dosis 3-5 mg/KgBB/hari yang dibagi dalam 2 dosis pemberian. Obat
golongan antipsikotik atipikal seperti risperidone juga dapat
digunakan untuk menurunkan perilaku hiperaktivitas dan agresivitas,
walaupun demikian belum banyak penelitian penelitian yang
mengungkapkan hasilnya. Obat lainnya yang dapat digunakan adalah
obat antikonvulsan seperti golonga carbamazepin dan obat
antihipertensi seperti klonidin juga dikatakan bermanfaat dalam
mengurangi gejala GPPH pada anak. (Wiguna, 2010)2. Pendekatan
psikososial pada penanganan anak dengan GPPH (Wiguna, 2010)a.
Adanya pelatihan keterampilan social bagi anak dengan GPPH.
Sebagaimana diketahui bahwa anak dengan GPPH seringkali juga
disertai dengan perilaku agresivitas dan impulsivitas. Kondisi ini
membuat mereka tidak mampu untuk menjalin relasi yang optimal
dengan teman-teman sebayanya. Dampak yang cukup sering terjadi
ialah mereka disingkirkan oleh kelompok teman sebayanya dan
kesulitan untuk mencari teman baru. Hal lain adalah seringnya
mereka menjadi kambing hitam karena tanpa sadar teman, guru atau
lingkungan cenderung member label negative terhadap perilaku mereka
sehari-hari. Tidak jarang mereka juga seringkali diperdaya oleh
teman-teman mereka. Semua hal ini membuat beban anak-anak GPPH akan
bertambah berat. Oleh karena itu diperlukan suatu pelatihan
keterampilan social bagi mereka, dengan harapan mereka akan lebih
mengerti norma social yang berlaku dan berperilaku serta bereaksi
sesuai dengan norma yang ada.b. Edukasi bagi orang tua dan guru.
Banyak orang tua dan guru merasa belum mengerti akan GPPH
sepenuhnya. Kondisi ini membuat mereka ragu akan diagnosis maupun
tatalaksana yang dianjurkan. Untuk itu sangat dianjurkan untuk anak
dengan GPPH beserta orang tua dan guru mendapat suatu bentuk terapi
perilaku yang disebut modifikasi perilaku.c. Modifikasi perilaku
merupakan suatu teknik terapi perilaku dengan menggunakan prinsip
ABC (Antecedent Behaviour, and Consequence). Antecedent adalah
semua bentuk sikap, perilaku dan juga kondisi yang terjadi sebelum
anak menampilkan perilaku tertentu, misalnya cara orang tua/guru
memberikan instruksi pada anak. Behavior adalah perilaku yang
ditampilkan oleh anak (yang sebenarnya ingin diubah) dan
Consequence adalah reaksi orang tua/guru yang terjadi setelah anak
menunjukkan perilaku tertentu. Dalam modifikasi perilaku maka orang
tua dan guru diharapkan untuk merubah antecedents dan juga
consequentnya sehingga diharapkan anak juga dapat merubah perilaku
yang tadinya kurang adaptif menjadi lebih adaptif dengan lingkungan
sekitarnya. Teknik ini pada umumnya membutuhkan waktu yang cukup
lama dan sebaiknya dijalankan secara konsisten, sehingga hasilnya
akan tampak lebih jelas.d. Selain itu edukasi dan pelatihan pada
guru merupakan hal sangat penting karena salah satu permasalahan
utama pada anak dengan GPPH adalah permasalahan akademik. Selain
itu, pelatihan dan edukasi ini juga akan menghindari terjadinya
stigmatisasi pada anak dengan GPPH, sehingga menghindari adanya
anggapan buruk terhadap anak-anak ini, misalnya cap sebagai anak
nakal, bandel atau malas dsb. Pendekatan sekolah merupakan hal yang
sangat penting mengingat bahwa sebagian besar waktu anak dihabiskan
di sekolah. Tingkat pemahaman guru yang baik akan GPPH ini
diharapkan akan meningkatkan kemampuan guru dalam mengempati sikap,
perilaku dan reaksi emosi anak didik mereka yang mengalami GPPH.
Untuk memenuhi kebutuhan ini maka perlu dipertimbangkan untuk
mengembangkan upaya kesehatan mental di sekolah yang melibatkan
guru kelas, orang tua, konselor, psikolog dan juga psikiater
anak.e. Kebutuhan akan kelompok dukungan keluarga (family support
group) atau kelompok antar orang tua. Puotiniemi dan Kyngas (2002)
dalam penelitiannya mengemukakan bahwa adanya kelompok dukungan
orang tua yang memiliki permasalahan yang sama akan meningkatkan
daya penyesuaian serta reaksi yang lebih positif terhadap anak
mereka. Di dalam kelompok ini, orang tua akan merasa lebih nyaman
dan secara terbuka dapat mengemukakan masalah yang dihadapi anak
mereka, serta lebih mudah mengekspresikan apa yang mereka rasakan.
Dengan adanya kondisi ini maka orang tua akan mendapat dukungan
emosional dari sesame orang tua dan mengurangi penderitaan yang
dialami dan belajar dari pengalaman praktis dari pada orang tua
lainnya.
PrognosisSebanyak 30-60% anak dengan ADHD akan terus memiliki
gejala pada saat mereka dewasa, seperti inatensi, disorganisasi,
impulsifitas, labilitas emosi, gangguan proses belajar dan gangguan
pada fungsi eksekutif . Penelitian lain menunjukkan bahwa anak
dengan ADHD, pada saat dewasa akan menjadi baik jika mereka
berhasil dalam pekerjaan .Faktor prognostik yang baik untuk
individu yang menderita ADHD adalah tingkat kecerdasan atau status
ekonomi yang lebih tinggi, sedangkan faktor prognostik buruk
meliputi agresi dini dan masalah-masalah konduksi, psikopatologi
orang tua, pencapaian akademik yang buruk, ketidakstabilan
emosional, dan buruknya hubungan sosial .Penelitian menunjukkan
bahwa pendekatan pengobatan spesifik mempengaruhi prognosis. Hasil
yang paling menjanjikan dilaporkan terjadi pada terapi
multimodalitas yang mengombinasikan penanganan tingkah laku,
penggunaan obat-obatan yang sesuai dan psikoterapi
BAB IIIPembahasan
ADHD merupakan gangguan neurobehavioral yang paling sering pada
masa anak anak. Biasanya pertama kali di diagnosis pada saat anak
anak. Anak dengan ADHD memiliki masalah dalam memusatkan perhatian,
mengontrol tingkah laku dan pada beberapa kasus disertai dengan
hiperaktivitas.Penentuan diagnosis pasien ini berdasarkan pada
kriteria diagnosis yang tersusun dalam DSM IV. Dari 5 kriteria
utama yang tercantum dalam criteria tersebut pasien ini memenuhi
beberapa kriteria diantaranya : Gejala tidak mampu memusatkan
perhatian : sering tidak mendengarkan pada waktu diajak bicara
langsung, perhatiannya sering mudah dialihkan oleh rangsangan dari
luar Gejala hiperaktivitas dan impulsivitas : sering tangan dan
kakinya tidak bisa diam atau tidak bisa duduk diam, sering
meninggalkan tempat dimana diharapkan untuk diam di tempat, sering
berlari atau memanjat secara berlebihan, sering mengalami kesulitan
bermain atau mengikuti kegiatan waktu senggang dengan tenang.
Gejala hiperaktif-impulsivitas atau tidak mampu memusatkan
perhatian ada Kegagalan yang ditimbulkan oleh gejala gejala
tersebut tampak pada dua atau lebih tempat Didapatkan bukti yang
jelas adanya kegagalan yang bermakna secara klinis pada fungsi
sosial, akademik dan okupasionalDimana hal tersebut sebagian
diantaranya telah terjadi pada saat masih batita. Berdasarkan pada
hal tersebut maka pasien ini didiagnosis ADHD.Pendekatan yang dapat
dilakukan diantaranya; Adanya pelatihan keterampilan social bagi
anak, Edukasi bagi orang tua dan guru, Modifikasi perilaku
merupakan suatu teknik terapi perilaku dengan menggunakan prinsip
ABC (Antecedent Behaviour, and Consequence) serta dukungan dari
orang orang terdekat.
Daftar Pustaka
emedicine. (2010). Retrieved desember 22, 2010, from
emedicinehealth:
http://www.emedicinehealth.com/attention_deficit_hyperactivity_disorder/article_em.htmBehrman,
R.E, et al. Nelson Textbook of Pediatrics 19th edition.
Philadelphia: WB Sauders, 2007.Hill P., Taylor E. An auditable
protocol for treating attention decit/hyperactivity disorder.
London: Arch Dis Child, 2001Maslim, Rusli, ed. Buku Saku PPDGJ III.
Jakarta, 1995.Mullichap, J.G. Attention Deficit Hyperactivity
Disorder Handbook 2nd edition. New York : Springer Science Media,
2010.Phillips, D. S., & Mersch, J. (2010). Attention Deficit
Hyperactivity Disorder. Retrieved Desember 25, 2010, from
Medicinet.com:
http://www.medicinenet.com/attention_deficit_hyperactivity_disorder_adhd/article.htmSadock,
Benjamin, et al. Kaplan and Sadock;s Comprehensive Textbook of
Psychiatry 9th edition. London: Lippincott Williams and Wilkins,
2009Samuels, Martin A. Manual of Neurologic Therapeutics, 7th
Edition. Boston: Lippincott Williams & Wilkins, 2004.Saputro,
D. (2009). ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder).
Jakarta: CV. Sagung Seta.Rudolph, Abraham, et al. Rudophs
Pediatrics, 21st edition. Philadephia : Mc Graw Hills, 2010Wiguna,
T. (2010). Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH).
In S. D. Elvira, & G. Hadisukanto (Eds.), Buku Ajar Psikiatri
(pp. 441-454). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.