Top Banner
PAJAK INTERNASIONAL BAB 6 PASSIVE INCOME, HARTA TAK BERGERAK, dan CAPITAL GAIN
51

Bab 6 Pajak Internasional

Oct 03, 2015

Download

Documents

Pajak Internasional
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Slide 1

PAJAK INTERNASIONAL

BAB 6PASSIVE INCOME, HARTA TAK BERGERAK, dan CAPITAL GAIN

Passive income secara prinsip diperoleh dengan tidak ikut terlibat secara langsung untuk mendapatkan penghasilan tersebut.

Passive income dapat dibedakan dengan business income atau active income sebagai berikut : Dalam business income, untuk konteks orang pribadi, penghasilan diperoleh melalui suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas. Sedangkan business income untuk konteks perusahaan, penghasilan diperoleh melalui suatu kegiatan bisnis.

Aspek perpajakan internasional dari penghasilan investasi berupa passive income dan capital gain yang mencakut :Penghasilan yang timbul dari instrumen ekuitas, yaitu dividenPenghasilan yang timbul dari instrumen utang yaitu bungaPenghasilan yang timbul dari hak untuk menggunakan harta tidak berwujud, yaitu royaltiPenghasilan yang timbul dari pemanfaatan harta tidak bergerak seperti penghasilan sewaLaba dari penjualan, pengalihan harta, atau pinjaman, yaitu capital gain

1. Dividen1.1 prinsip umumPrinsip umum perpajakan internasional atas dividen adalah bahwa prioritas hak pemajakan berada pada negara yang menerima penghasilan berdomisili. Selain negara domisili, negara sumber juga dapat mengenakan pajak atas dividen tersebut. Akan tetapi, hak pemajakan negara sumber dibatasi berdasarkan suatu persentase tertentu dari jumlah bruto pembayaran dividen. Alasan utama yang melatarbelakangi pemberian hak pemajakan kepada negara domisili dikarenakan modal yang menjadi awal timbulnya penghasilan dividen tersebut berasal dari negara domisili. Namun dengan pertimbangan negara sumber juga ikut berkontribusi atas timbulnya penghasilan dividen maka negara sumber juga memiliki hak terbatas atas penghasilan dividen tersebut.

1. Dividen1.1 prinsip umumPrinsip umum perpajakan internasional atas dividen adalah bahwa prioritas hak pemajakan berada pada negara yang menerima penghasilan berdomisili. Selain negara domisili, negara sumber juga dapat mengenakan pajak atas dividen tersebut. Akan tetapi, hak pemajakan negara sumber dibatasi berdasarkan suatu persentase tertentu dari jumlah bruto pembayaran dividen. Alasan utama yang melatarbelakangi pemberian hak pemajakan kepada negara domisili dikarenakan modal yang menjadi awal timbulnya penghasilan dividen tersebut berasal dari negara domisili. Namun dengan pertimbangan negara sumber juga ikut berkontribusi atas timbulnya penghasilan dividen maka negara sumber juga memiliki hak terbatas atas penghasilan dividen tersebut.

1.2 pengertian dividen

Berdasarkan pasal 10 ayat (3) OECD Model, dividen didefinisikan sebagai penghasilan dari kepemilikan :SahamSaham jouissance atau hak jouissanceSaham pertambanganSaham pendiri atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan surat-surat piutang, namun berhak atas pembagian labaPenghasilan dari hak-hak perseroan lainnya yang perlakuan pajaknya dipersamakan sebagai penghasilan dari saham oleh ketentuan perundang-undangan dari negara dimana perusahaan yang membagikan penghasilan tersebut menjadi subjek pajak dalam negeri

Beberapa contoh karakterisasi bunga pinjaman yang dapat diklasifikasikan sebagai dividen :Jumlah pinjaman lebih besar dibandingkan jumlah penyertaan modal perusahaan dan secara substansial tidak sebanding dengan nilai aset yang dipergunakan untuk melunasinyaKreditur akan mendapatkan bagian dari laba perusahaanJumlah atau tingkat pembayaran bunga dikaitkan dengan laba perusahaanDalam kontrak pinjaman tidak terdapat klausul yang menyatakan saat periode pembayaran bunga

1.3 dividen partisipasi dan portofolio

Pasal 10 ayat (2) baik OECD Model dan UN Model membedakan dividen berdasarkan bentuk investasi sahamnya sebagai berikut :Investasi saham partisipasi diatur dalam pasal 10 ayat (2)(a) danInvestasi saham portofolio diatur dalam pasal 10 ayat (2)(b)

Tarif pemajakan atas dividen berdasarkan bentuk investasi

Bentuk investasi sahamOECD ModelUN ModelUS ModelDividen portofolio15%Tergantung kesepakatan15%Dividen partisipasi5%Tergantung kesepakatan5%

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam Pasal 10 ayat (2) OECD Model adalah bahwa penurunan tarif pemajakan atas dividen dan investasi saham partisipasi hanya berlaku dalam hal pemegang sahamnya adalah perusahaan dan tidak berlaku kepemilikan saham yang dipegang oleh individu atau partnership.

1.4 benefical Ownership

Konsep benefical Ownership merupakan ketentuan yang penting dalam menentukan apakah suatu subjek memenuhi persyaratan untuk mendapatkan fasilitas penurunan tarif pajak atas penghasilan royalti, dividen, dan bunga. Konsep ini pertama kali dipergunakan di tahun 1966 dalam protokol perjanjian penghindaran pajak berganda antara UK dan USA.

Beberapa isu terkait dengan benefical ownership yang sering diperdebatkan oleh para ahli perpajakan, otoritas perpajakan, dan para hakim pajak di banyak negara antara lain :Apakah konsep benefical owner harus diartikan berdasarkan ketentuan domestik dari negara yang mengadakan perjanjian penghindaran pajak? Kalau ya. Apakah berdasarkan ketentuan domestik dari negara sumber atau negara domisili? Atau, apakah harus diartikan berdasarkan pengertian internasional ?Apakah konsep benefical owner harus diartikan berdasarkan pendekatan legalitas atau berdasarkan pendekatan ekonomiBagaimana kaitan konsep benefical owner dengan ketentuan anti penghindaran pajak dari negara yang mengadakan perjanjian penghindaran pajak berganda ?

Berikut ini pengertian benefical owner dari sudut pandang :Pengertian internasional a. OECD commentariesb. Double taxation convention and the use of conduit companies tahun 19862. Pengertian domestik

1.4.1 Konsep Beneficial Owner dalam Sudut Pandang Pengertian Internasional1.4.1.1 Beneficial Owner dalam OECD Comentaries

Dalam OECD Comentaries, konsep beneficial owner dikaitkan dengan hal-hal berikut:Penyalahgunaaan suatu perjanjian penghindaran pajakPihak yang tidak berhak untuk mendapatkan fasilitas penurunan tarif yang diberikan oleh negara sumber penghasilanContext dan tujuan perjanjian penghindaran pajak berganda.

Adapun paragraf-paragraf yang terdapat dalam OECD Commentaries yang menjelaskan tentang konsep beneficial owner adalah sebagai berikut:OECD Commentary tahun 1997 atas Bab 1 yang terkait dengan topik Improper use of the Convention (paragraf 7,9 dan 10), yang dapat disimpulkan bahwa:a. Konsep beneficial owner diperkenalkan dalam rangka untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak atas penghasilan dividen, bunga dan royalti melalui penyalahgunaan perjanjian penghindaran pajak berganda.b.Skema penghindaran pajak yang ingin dicegah yaitu skema pendirian suatu perusahaan di negara tertentu dengan tujuan mendapatkan fasilitas penurunan tarif pajak yang diatur dalam perjanjian penghindaran pajak berganda antar negara yang membayarkan penghasilan dan negara di mana perusahaan yang menerima penghasilan tersebut didirikan.

2. OECD Commentary tahun 1997 atas Pasal 10Dalam OECD Commentary atas Pasal 10 memberikan pengertian beneficial owner secara terbatas, yaitu mengeluarkan pihak yang hanya berperan sebagai perantara (intermediar) seperti agen dan nominee sebagai, bukan beneficial owner.

3.OECD Commentary tahun 2003 atas Pasal 10Dalam rangka untuk mengadopsi OECD Conduit Companies Report tahun 1986 dan memperluas pengertian beneficial owner yang diatur dalam OECD Commentary tahun 1977 atas Pasal 10,11 dan 12, OECD Commentary tahun 2003 atas Pasal 10 secara ringkas menyatakan:

Perusahaan conduit, yaitu perusahaan yang dibentuk untuk menampung suatu penghasilan dan meneruskan kembali penghasilan tersebut kepada pihak lain, tidak dapat dianggap sebagai beneficial owner. Jadi, kalau dibandingkan dengan OECD Commentary tahun 1977 atas Pasal 10, dalam OECD Commentary tahun 2003 atas Pasal 10 ini memperluas pihak yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai beneficial owner yaitu tidak hanya agen dan nominee, tetapi juga diperluas kepada perusahaan conduit.

b.Konsep beneficial owner harus dikaitkan dengan arti yang diberikan dalam context dan tujuan dari perjanjian penghindaran pajak berganda, yaitu untuk mencegah terjadinya pajak berganda serta penyelundupan dan penghindaran pajak.

1.4.1.2 OECD Conduit Companies ReportDibagian II.B dari OECD Conduit Companies Report tahun 1986, dalam Paragraf 14, dinyatakan bahwa fasilitas penurunan tarif pajak yang diatur dalam Pasal 10 (dividen), Pasal 11 (bunga), dan Pasal 12 (royalti) tidak berlaku apabila:

Penghasilan (dividen,bunga dan royalti) tersebut dibayarkan kepada suatu perusahaan conduit, dimana perusahaan conduit tersebut tidak memiliki kekuasaan atau hak untuk mengatur penggunaan atas penghasilan yang diterimanya.Penghasilan tersebut dibayarkan kepada agen atau nominee yang bertindak atas nama pihak lain (pihak ketiga).

1.4.2 Konsep Beneficial Owner dalam Sudut Pandang Pengertian Domestik (Domestic Meaning)Pengertian beneficial owner berdasarkan ketentuan domestik di China:Pihak yang dikatakan sebagai beneficial owner adalah pihak yang mempunyai hak untuk menggunakan atas aset yang dimilikinya. Pihak tersebut menjalankan kegiatan usaha secara signifikan. Suatu individu, perusahaan, organisasi dapat menjadi pihak yang dianggap sebagai beneficial owner. Akan tetapi, agen dan pihak yang hanya meneruskan suatu penghasilan kepada pihak lainnya (pihak ketiga) dan tidak melakukan kegiatan usaha tidak dapat dikategorikan sebagai beneficial owner.Dalam menentukan beneficial owner harus dikaitkan dengan tujuan dari perjanjian penghindaran pajak berganda yaitu untuk mencegah pemajakan berganda (double taxation) dan mencegah penghindaran pajak (tax avoidance).

Selain itu, terdapat kriteria-kriteria tertentu untuk menentukan suatu pihak akan dianggap bukan sebagai beneficial owner antara lain sebagai berikut:

a. Apabila pihak tersebut mentransfer sebagian besar (lebih dari 60%) penghasilan yang diterimanya dalam waktu satu tahun kepada subjek pajak dalam negeri di negara ketiga.b. Pihak tersebut tidak menjalankan kegiatan usaha yang substansial selain dari kepemilikan aset yang dia pegang.c. Kegiatan operasi dari pihak tersebut berskala kecil dan tidak sebanding dengan penghasilan yang diterimanya.d. Pihak tersebut berada di negara yang tidak mengenakan pajak dengan tarif yang rendah.e. Perjanjian yang dibuat antara pihak yang membayarkan penghasilan dan pihak tersebut, serta perjanjian yang dibuat antara pihak yang akan menerima penghasilan (pihak ketiga) dan pihak tesebut memuat jumlah, tarif, dan hari pembayaran yang sama.

1.4.3 Studi Kasus Beneficial Ownership

Skema Kasus PrevostVolvoPrevostDutchcoHenlysSwediaBelandaKanadaApakah beneficial owner?Inggris

Argumentasi yang mendukung putusan Canadian Tax Court Dutchco bukan agen dari pemegang saham dan bukan pula pihak yang diberi kuasa sebagai nomineeDutchco bukan perusahaan conduit seperti halnya stockbroker yang tercatat sebagai pemilik dari sahamtapi untuk kepentingan klienTidak ada bukti bahwa Dutchco melakukan distribusi dividen yang diterimanya kepada pemegang saham atas dasar instruksi yang ditentukan sebelumnyaDutchco merupakan entitas hukum yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan hukum yang berlaku di BelandaBerdasarkan akte perusahaan, Dutchco tidak berkewajiban untuk mentransfer dividen secara langsung kepada pemegang sahamnyaJika Dutchco memutuskan untuk membayar dividen maka pembayaran dividen tersebut harus sesuai dengan ketentuan hukum perseroan yang dianut oleh BelandaDutchco merupakan pemilik yang sah atas saham dari Prevost, dividen yang diterimanya akan menjadi aset-nya sampai waktu tertentu ketika board of director memutuskan untuk membagikannya kepada Volvo dan Henlys

Perbedaan signifikan antara kasus Prevost dan Indofood

Dalam Kasus Indofood, Skema yang akan dirancang setelah adanya pemberhentian perjanjian penghindaran pajak berganda Indonesia-Mauritius, adalah sebagai berikut

NoteholdersFinanceNewCoParentTrustee: JP MorganIndonesiaBelandaMauritius

Dalam kasus Prevost, kesepakatan yang dibuat antara para investor untuk mendapatkan pembagian dividen dari Prevost melalui Dutchco hanya mengikat Volvo dan Henlys dan tidak mengikat Dotchco

Perbedaan signifikan antara kasus Prevost dan Indofood

Penghasilan dividen yang diterima oleh PE dapat timbul dengan 3 skenario :Dividen yang Diterima oleh Permanent Estabilishment

Kantor PusatPEPerusahaan SDividenPerusahaan DNegara DSkenario 1PE atau cabang berlokasi di negara yang sama dengan perusahaan yang memiliki PE tersebut (Negara D)

Negara S

Penghasilan dividen yang diterima oleh PE dapat timbul dengan 3 skenario :

Kantor PusatPEPerusahaan SDividenPerusahaan DNegara DSkenario 2PE berlokasi di negara dimana perusahaan yang membayar dividen bertempat kedudukan (Negara S)Negara S

Penghasilan dividen yang diterima oleh PE dapat timbul dengan 3 skenario :

Kantor PusatPEPerusahaan SDividenPerusahaan DNegara DSkenario 3PE berlokasi di negara ketiga, tidak di negara domisili (Negara D) ataupun di negara sumber (Negara S)Kondisi PertamaNegara TNegara S

Penghasilan dividen yang diterima oleh PE dapat timbul dengan 3 skenario :

Kantor PusatPEPerusahaan SDividenPerusahaan DNegara TKondisi KeduaNegara DNegara S

29

1.6. Branch Profit TaxDalam US model secara khusus memungkinkan penngenaan branch profit tax atas laba usaha PE yang dianalogikan sama dengan pemotongan pajak penghasilan atas dividen yang dibayarkan oleh anak perusahaan (subsidiary) kepada induk perusahaan (parent company). Secara umum, negara-negara berkembang tidak menolak prinsip pengenaan branch profit tax ini, sedangkan negara- negara maju ada yang menolak dan ada yang mendukung.

Dengan mengacu pada rumusan diatas, branch profit tax hanya berlaku dalam konteks perjanjian penghindaran pajak berganda apabila negara sumber memiliki ketentuan tentang branch profit tax dalam ketentuan perpajakan domestiknya.

1.7. pemajakan dividen diluar wilayah teritorialKonsep extra-territorial taxation of dividends ini untuk menjelaskan pasal 10 ayat (5) OECD dan UN model yang ditujukan untuk melarang pemajakan atas dividen yang dibayarkan diluar wilayah teritorialnya.

2. Bunga2.1. Kerangka UmumAspek perpajakan atas bunga diatur dalam pasal 11 OECD Model yang memiliki 6 ayat.2.2. Hak PemajakanTerkait dengan hak pemajakan, masing-masing negara yang mengadakan perjanjian penghindaran pajak berganda diberi hak pemajakan atas penghasilan bunga. Namun, hsk pemajakan negara sumber dibatasi sampai suatu persentase tertentu dari jumlah bruto pembayaran bunga (pasal 11 OECD Model)

2.3 Pengertian BungaBerdasarkan pasal 11 ayat (3) OECD Model :1. penghasilan dari semua jenis tagihan piutang, yang dijamin dengan hipotik maupun tidak, dan yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun tidak.2.penghasilan dari sekuritas yang diterbitkan pemerintah dan penghasilan dari surat-surat obligasi atau surat-surat utang3. premi dan hadiah yang melekat pada sekuritas, obligasi atau surat utang4. denda atas keterlambatan pembayaran tidak diperlakukan sebagai bunga.

2.4. Bunga yang diterima oleh Permanent EstablishmentPasal 11 ayat (4) OECD Model menyatakan bahwa penghasila bunga akan diperlakukan sebagai laba usaha jika klaim utang yang memunculkan kewajiban pembayaran bunga itu memiliki hubungan efektif dengan PE yang berada di negara sumber. Penghasilan bunga sebagai laba usaha PE atau penghasilan dari pekerjaan bebas akan dikenakan pajak penghasilan setelah memperhitungkan pengeluaran yang dapat dikurangkan untuk menghitung penghasilan kena pajak.

3. RoyaltiLANJUTAN...Pembahasan royalti dalam sub bab ini hanya difokuskan terhadap hal-hal sebagai berikut :1. Menjelaskan tentang hak pemajakan atas penghasilan royalti dalam OECD Model dan UN Model.2. Menjelaskan perbedaan definisi royalti yang terdapat dalam OECD Model dan UN Model.3. Memahami perbedaan antara definisi royalti dan know how payment, serta perbedaan pemajakan antara royalti dan jasa teknik (technical services).

3.1. Hak Pemajakan LANJUTAN...OECD Model memberikan hak pemajakan sepenuhnya kepada negara domisili untuk mengenakan pajak atas royalti dan tidak memperbolehkan negara sumber untuk mengenakan pemotongan pajak atas royalti yang dinyatakan dalam pasal 12 ayat (1) OECD Model.

Ketentuan diatas tentu sangat merugikan negara sumber, dalam hal ini adalah negara berkembang yang sebagian besar capital importin countries. Atas dasar alasan tersebut, pasal 12 ayat (1) UN Model memberikan hak pemajakan terbatas kepada negara sumber atas penghasilan royalti.

3.2. Konsep Royalti, Know How, dan Jasa TeknikLANJUTAN...Dalam istilah umum, royalti didefinisikan sebagai pembayaran untuk penggunaan aset tidak berwujud. Dalam pasal 12 ayat (2) OECD Model tersebut, royalti dibedakan menjadi dua, yaitu :Setiap pembayaran yang diterima sebagai imbalan untuk memakai atau hak pemakai :Hak cipta atas karya tulis, karya seni atau karya ilmiah, termasuk film bioskop; Hak paten, merk dagang,pola atau model, rencana, rumus rahasia,atau proses rahasia; atau2. Setiap pembayaran yang diterima sebagai imbalan atas informasi yang berkenaan dengan pengalaman di bidang industri perdagangan, atau ilmu pengetahuan , disebut sebagai Know- how.

3.2. Konsep Royalti, Know How, dan Jasa TeknikLANJUTAN...UN Model memberikan definisi royalti yang lebih luas di bandingkan definisi yang diberikan oleh OECD Model, dengan memasukan jenis pembayaran dibawah ini sebagai royalti :1. Pembayaran yang diterima untuk menggunakan atau hak untuk menggunakan hak cipta atas karya seni berupa pita-pita yang dipakai untuk penyiaran radio dan televisi;2. Pembayaran yang diterima untuk menggunakan atau hak untuk menggunakan perlengkapan perindustrian, perdagangan atau perlengkapan ilmiah.

3.2. Konsep Royalti, Know How, dan Jasa TeknikLANJUTAN...Informasi yang dikategorikan sebagai royalti sebagaimana dinyatakan dalam commentaries diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan know how adalah sebagai berikut :1. Informasi berupa pengalaman di bidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan;2. Informasi tersebut belum diungkapkan kepada publik;3. Informasi tersebut terkait dengan suatu pengalaman di waktu yang lalu;

3.2. Konsep Royalti, Know How, dan Jasa TeknikLANJUTAN...4. Informasi tersebut diberikan oleh pihak yang mempunyai informasi kepada pihak lain untuk menggunakan informasi tersebut sesuai dengan kepentingan pihak yang diberikan informasi;5. Pihak yang memberikan informasi tidak ikut terlibat dalam proses aplikasi informasi yang diberikannya;6. Pihak yang memberikan informasi tidak bertanggung jawab atas pencapaian hasil dari informasi yang diberikannya;

3.2. Konsep Royalti, Know How, dan Jasa TeknikLANJUTAN...Pengertian royalti dibedakan dengan pengertian jasa teknik, dalam jasa teknik, pihak yang memberikan jasa tersebut ikut terlibat aktif dalam pemberian jasa tersebut. Sedangkan dalam pengertian royalti, seperti telah dijelaskan diatas , tidak terlibat langsung dalam aplikasi atas royalti yang diberikan. Oleh karena itu, penghasilan dari jasa teknik diklasifikasikan sebagai penghasilan bisnis atau laba usaha dan penghasilan royalti dikategorikan sebagai penghasilan pasif.

Terkait dengan perlakuan pajak internasional atas jasa teknik, baik OECD Model dan UN Model memperlakukan pembayaran lintas negara atas jasa teknik sebagai laba usaha yang diatur dalam pasal 7. dengan demikian, hak negara sumber untuk mengenakan pajak atas jasa teknik hanya dimungkinkan jika pemberian jasa teknik tersebut membentuk PE di negara sumber.

3.2. Konsep Royalti, Know How, dan Jasa TeknikLANJUTAN...Berbeda dengan OECD Model dan UN Model, pemajakan atas jasa teknik dalam perjanjian penghindaran pajak Indonesia dengan negara mitra di bawah ini tidak tunduk dengan pasal 7 (bisiness profit) :1. Indonesia- Jerman, serta Indonesia-Luxemburg, jasa teknik diatur dalam pasal 12(royalty and feesfor technical services);2. Indonesia-Venezuela, jasa teknik diatur dalam pasal 12 (royalty);3. Indonesia-Pakistan, serta Indonesia-Swiss, jasa teknik diatur tersendiri dalam pasal 13(fees for technical services) untuk Pakistan dan pasal 13 (payments for services) untuk Swiss.

4. HARTA TAK BERGERAK

4.1 Hak PemajakanPasal 6 OECD Model dan UN Model mengatur tentang pemajakan atas penghasilan dari harta tak bergerak yang terletak dinegara sumber yang dimiliki oleh subjek pajak dalam negri dari negara lainnya ( domisili ). Pasal 6 ayat (1) memberikan hak kepada negara sumber untuk mengenakan pajak yang timbul dari harta tak bergerak yang terletak di negara sumber tersebut.berdasarkan isi rumusan dari pasal 6 ayat (1), negara sumber dapat mengenakan pajak sepanjang memenuhi persyaratan situs test , yaitu harta tak bergerak yang memberikan penghasilan tersebut terletak di negara sumber. Implikasi dari situs test terhadap pasal 6 ayat (1) adalah jika harta tak bergerak tidak terletak di negara sumber, negara sumber tidak dapat mengenakan pajak yang timbul dari harta tak bergerak tersebut, terlepas pemilik property atau harta tak bergerak itu adalah subjek pajak dalam negri di negara sumber.

LanjutanPasal 6 ayat (1) memberikan keuntungan lebih dari sisi negara sumber. Tidak seperti penghasilan pasif lainnya ( bunga dan dividen ), OECD Model dan UN Model tidak membatasi hak pemajakan negara sumber. Dengan demikian, dapat terjadi negara sumber mengenakan pajak dengan tarif lebih tinggi dibandingkan tarif dinegara domisili.

4.2 Definisi Harta Tak Bergerakpasal 6 ayat (2) OECD Model dan UN Model mendefinisi harta tak bergerak diserahkan kepada ketentuan domestik negara sumber.

LanjutanTerlepas dari definisi yang diberikan oleh ketentuan domestik, pengertian harta tak bergerak untuk tujuan penerapan perjanjian penghindaran pajak berganda meliputi :Benda-benda yang menyertai harta tidak bergerakTernak dan peralatan yang dipergunakan dalam pertanian dan kehutananHak-hak dimana ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan umum yang berkenaan dengan pertanahan berlakuHak memungut hasil atas harta tidak bergerak, dan hak atas pembayaran-pembayaran tidak tetap atau sebagai imbalan ataspengerjaan atau hak untuk mengerjakan, kandungan mineral dan sumber-sumber daya alam lainnya.

4.3 Penghasilan Harta Tak BergerakPenghasilan dari harta tak bergerak pada umumnya diterapkan atas penghasilan dari pemanfaatan langsung harta tak bergerak, seperti penghasilan harta tak bergerak. Pada dasarnya, penghasilan dari harta tak bergerak timbul dari 2 sumber yaitu (1) penghasilan sehubungan dengan pemanfaatan aset, seperti penghasilan sewa, dan (2) penghasilan sehubungan pengalihan aset, yang dalam kasus ini dapat diperlakukan sebagai laba usaha ataupun laba atas pengalihan harta tak berwujud ( capital gain ).

5. Capital Gain

5.1. Prinsip UmumPerpajakan internasional atas capital gain diatur dalam pasal 13 OECD Model. Pasal 13 ini mengatur pemajakan atas laba dari pengalihan atas :Harta Tak BergerakHarta Bergerak yang merupakan bagian dari harta tak bergerakKapal dan Pesawat terbangPengalihan saham perusahaan real estate (perusahaan yang hartanya sebagian besar terdiri dari harta tak bergerak), dan Pengalihan saham yang mencerminkan kepemilikan substansial dari subjek pajak dalam negri dari negara lainnya ( negara domisili )

5.2 Laba atas Pengalihan Harta Tak Bergerakpasal 13 ayat (1) OECD dan UN Model memberikan hak pemajakn kepada negara sumber untuk mengenakan pajak atas pengalihan harta tak bergerak yang terletak dinegara sumber yang dimiliki oleh subjek pajak dalam negri dari negara lainnya ( negara domisili ).

5.3. Laba atas Pengalihan Harta Bergerak

Dengan mengacu pada pasal 13 ayat (2) OECD Model, negara sumber memiliki hak pemajakan atas pengalihan harta bergerak yang merupakan bagian dari PE dinegara sumber. 5.4. Laba atas Pengalihan kapal dan Pesawat Terbanguntuk menyelaraskan dengan rumusan pasal 8 OECD dan UN Model ( shipping, Inland Waterways Transport and Air Transport ), ketentuan dalam pasal 13 ayat (3), baik dalam OECD Model dan UN Model, mengatur pemajakan atas laba pengalihan kapal dan pesawat terbang. Isi dari rumusan pasal 13 ayat (3) ini, memberikan hak pemajakan atas laba pengalihan kapal dan pesawat terbang hanya kepada negara dimana tempat efektif manajemen perusahaan bertempat kedudukan.

5.5. Pengalihan Saham perusahaan yang Mencerminkan Pengalihan Harta tak BergerakOECD Model dan UN Model memperluas prinsip pengenaan pajak yang telah dirumuskan di pasal 13 ayat (1) ke pasal 13 ayat (4), yaitu memperluas hak pemajakan negara sumber atas pengalihan saham perusahaan yang secara prinsip mencerminkan pengalihan harta tak berwujud. Pasal13 ayat (4) ini, memperlakukan pengalihan saham yang dilakukan oleh subjek pajak dalam negri yang bersangkutan, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pihak lain.persyaratan yang diminta dalam pasal 13 ayat (4) OECD Model adalah lebih dari 50% nilai saham dapat dikaitkan dengan harta tak bergerak dinegara sumber. Siapa yang menerbitkan saham , dan dimana pihak yang menerbitkan saham ( apakah dinegara sumber, negara domisili, ataukah negara ketiga ), negara sumber berhak mengenakan pajak atas pengalihan saham jika memenuhi kriteria pasla 13 ayat (4) OECD Model.

Lanjutan

UN Model menggunakan 2 pendekatan untuk memperlakukan pengalihan saham yg secara prinsip merupakan pengalihan harta tak bergerak dinegara sumber dengan rumusan pasal 13 ayat (4) dan ayat (5).

5.6. laba selain yang diatur dalam pasal 13 Rumusan pasal 13 ayat (5) OECD Model atau pasal 13 ayat (6) UN Model merupakan ketentuan penutup yang memuat aspek pemajakan atas laba pengalihan dari harta yang tidak diatur dalam pasal 13. laba yang diperoleh atas pengalihan harta tersebut sepenuhnya merupakan hak negara domisili dari pihak yang melakukan pengalihan harta tersebut.