BAB I
Laporan Antara
BAB - 5 ANALISIS KEBUTUHANPENGEMBANGAN RUANG
5.1 Proyeksi Penduduk
Proyeksi penduduk dilakukan untuk mengetahui perkiraan jumlah
penduduk 20 tahun yang akan datang sesuai tahun perencanaan.
Selanjutnya perkiraan jumlah penduduk tersebut sebagai dasar untuk
menghitung kebutuhan ruang kawasan perencanaan.
Proyeksi penduduk Kecamatan Kemiri menggunakan Model Model
Eksponensial. Model ini lebih sesuai untuk kawasan perkotaan yang
perkembangan penduduknya karena faktor alamiah.Adapun Model
Eksponensial, sebagai berikut:
Dimana :
Pn= jumlah penduduk pada n tahun mendatang
Po= jumlah penduduk pada akhir tahun data
Pt= jumlah penduduk pada awal tahun data
X= selang waktu ( tahun dari tahun n tahun terakhir )
t= jumlah data dikurangi 1
Ka= pertumbuhan rata-rata penduduk
Selanjutnya, proyeksi penduduk kawasan perkotaan di Kecamatan
Kemiri menggunakan asumsi proporsi sebaran lahan terbangun antara
di kawasan perkotaan dengan Kecamatan Kemiri. Hal ini dilakukan
sebagai dasar untuk mengetahui perkiraan jumlah penduduk eksisting
kawasan perkotaan. Jumlah penduduk didata berdasarkan batasan
administratif desa, sedangkan deliniasi kawasan perkotaan tidak
menggunakan batasan administratif. Selain itu dihitung pula daya
tampung penduduk kawasan perkotaan Kecamatan Kemiri. Daya tampung
penduduk terhadap ruang ruang untuk mengakomodasi perkembangan
penduduk dan berbagai sarana dan prasarana kegiatan penduduknya,
dicerminkan oleh luas lahan potensial yang tersedia. Lahan
potensial adalah lahan yang secara fisik dasar memenuhi syarat
untuk dapat mendukung kegiatan permukiman dan masih berupa lahan
kosong atau guna lahan non urban. Untuk menentukan lahan potensial
ini perlu diketahui terlebih dahulu pola tata guna lahan
wilayahnya. Penentuan lahan potensial ini didasarkan pada
pertimbangan potensi dan kendala perkembangan, yang menjadi potensi
dalam hal ini diantaranya adalah kawasan terbangun, kemiringan
lahan yang cukup rendah (datar), ketersediaan air bersih, dan
ketersediaan fasilitas serta prasarana jalan.Berdasarkan kondisi
ruang yang ada di Kecamatan Kemiri sampai akhir tahun perencanaan
masih sangat mampu menampung perkembangan penduduknya dan berbagai
kegiatan penduduk yang dikembangkan. Sedangkan yang menjadi kendala
perkembangan Kecamatan Kemiri dapat disimpulkan dari pembahasan
terdahulu, yakni sebagai berikut :
Sebagian besar dari luas lahan Kecamatan Kemiri didominasi oleh
kawasan lindung, pertanian berupa areal pertanian sawah dengan
irigasi, perkebunan dan sempadan pantai.
Morfologi lahan yang relatif datar dan berada sejajar dengan
permukaan air laut menyebabkan ketidak adanya sebagian wilayah yang
tidak sesuaian untuk pengembangan permukiman.Akibat adanya
kendala-kendala tersebut, maka perkembangan fisik yang akan datang
diarahkan ke bagian kawasan yang difungsikan sebagai kawasan
permukiman dan wilayah lainnya di batasi perkembanganya guna
menghindari berbagai dampak pembangunan yang di sesuaikan dengan
daya dukung lahannya.
Wilayah perkotaan terdapat di Desa Kemiri dan sebagian Desa
Patramanggala bedasarkan arahan kebijakan RTRW Kabupaten Tangerang
dan hasil perhitungan luas lahan perkotaaan mencapai 521,85 ha
dengan jumlah penduduk berdasarkan data monografi kecamatan dan
menggunakan asumsi pola persebaran permukiman di wilayah yang di
tetapkan sebagai kawasan perkotaan adalah 20 % dari total penduduk
kecamatan dan di perkirakan dengan pesatnya perkembangan penduduk
selama 20 tahun yang akan datang maka asumsi tersebut di tingkatkan
sampai 30 % dengan dasar pertimbangan daya dukung dan daya tampung
wilayah yang cukup baik.Adapun hasil proyeksi penduduk Kecamatan
Kemiri dengan model tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1.Tabel
5.1
Proyeksi Penduduk Kecamatan KemiriNo.TahunProyeksi Penduduk
(Jiwa)
1201747.699
2202252.032
3202757.448
4203262.863
Sumber: Hasil Analisis 2012Untuk menentukan daya tampung
penduduk perlu di tetapkan lahan potensial yang merupakan daya
tampung ruang kawsan perkotaan kemiri, berdasarkan analisis
kesesuaian lahak (analisis KSL) bahwa lahan poten sial perkotaan
adalah 521,85 ha. Dengan kebijakan RTRW Kabupaten Tangerang untuk
Kawasan Perkotaan Kemiri di tetapkan kepadatan penduduk dengan
kepadatan sedang yaitu dengan kepadatan 80 100 jiwa/ha, dengan
ketersediaan lahan potensial pengembangan dan kebijakan RTRW
Kabupaten Tangerang mengenai kependudukan maka Kawasan Perkotaan
Kemiri di perkirakan akan menampung penduduk 52.185
jiwa/ha.Berdasarkan perhitungan daya tampung penduduk, maka
proyeksi penduduk dengan pendekatan tersebut di atas masih dapat
ditampung di kawasan perkotaan. Adapun proyeksi penduduk Kawasan
Perkotaan Kecamatan Kemiri dengan pendekatan proporsi lahan
terbangun dan hasil perhitungan daya tampung dapat dilihat pada
tabel 5.2.
Tabel 5.2Proyeksi Penduduk Kawasan Perkotaan
di Kecamatan KemiriNo.TahunProyeksi Penduduk (Jiwa)Daya Tampung
(Jiwa)
1201714.31052.185
2202215.61052.185
3202717.23452.185
4203218.85952.185
Sumber: Hasil Analisis 20125.2 Analisis Kebutuhan Ruang
Perhitungan kebutuhan ruang didasarkan kepada pertimbangan:
Proyeksi jumlah penduduk sampai 20 tahun mendatang dengan tetap
memperhatikan daya tampung penduduk.
Arahan RTRW Tangerang sebagai dasar pengembangan, yang
diantaranya sebagai berikut:
Kecamatan Kemiri diarahkan sebagai kawasan pengembangan
pertanian sawah dan hutan lindung yang merupakan limitasi
pengembangan lahan terbangun. Perkotaan Kemiri ditetapkan sebagai
PPK (Pusat Pelayanan Kawasan) yang berarti pengembangan fasilitas
pelayanan di kawasan perkotaan Kemiri dibatasi untuk skala
pelayanan Kecamatan Kemiri.
Perhitungan kebutuhan Pengembangan fasilitas pelayanan mengacu
kepada standar SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan.
Selanjutnya, perhitungan kebutuhan ruang di Kecamatan Kemiri dan
kawasan perkotaan dapat dilihat pada tabel 5.3 dan tabel 5.4 di
bawah ini.
Tabel 5.3
Kebutuhan Pengembangan Ruang
di Kecamatan Kemiri Sampai Tahun 2032
Tabel 5.4
Kebutuhan Pengembangan Ruang
Kawasan Perkotaan di Kecamatan Kemiri
Sampai Tahun 2032
Lihat di tabel exel
5.3 Arahan Pengembangan Ruang
Arahan pengembanan kawasan perkotaan mempertimbangan:
Proyeksi penduduk sampai 20 tahun mendatang.
Proyeksi kebutuhan ruang berdasarkan standar.
Kemampuan lahan. Hubungan fungsional. Kebijakan RTRW.
Atas dasar tersebut, arahan pengembangan ruang kawasan
perencanaan dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5Kecenderungan Perkembangan Kawasan Perkotaan
di Kecamatan Kemiri
ZonasiDominasiPerkembangan/ KecenderunganArahan Pengambangan
Blok I Permukiman
Sawah Perdagangan pada ruas jalan Kemiri.
Perdagangan sekitar pasar tradisional Kemiri.
Permukiman menyebar
Perumahan yang disedikan oleh pengembang. Pengembangan pusat
perdagangan skala kota dan kecamatan.
Pengembangan permukiman secara terintegrasi dengan permukiman
permukiman pada lahan potensial.
Membatasi perkembangan kegiatan perternakan.
Menyediakan terminal tipe C di sekitar pasar.
Mempertahankan sawah irigasi teknis.
Blok II Permukiman
Sawah Perdagangan pada ruas jalan Kemiri.
Pemerintahan skala kecamatan dan desa.
Pendidikan (SLTA).
Industri
Permukiman menyebar Pengembangan pusat pemerintahan skala
kecamatan.
Pengembangan permukiman secara terintegrasi dengan permukiman
permukiman pada lahan potensial.
Pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa di jalan utama
kota.
Mengembangkan industri.
Mempertahankan sawah irigasi teknis.
Blok III Permukiman
Sawah Perdagangan pada ruas jalan Kemiri.
Permukiman menyebar Pengembangan permukiman secara terintegrasi
dengan permukiman permukiman pada lahan potensial.
Pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa di jalan utama
kota.
Mempertahankan sawah irigasi teknis.
Blok IV Permukiman
Sawah Perdagangan pada ruas jalan Kemiri.
Permukiman menyebar Industri Pengembangan permukiman secara
terintegrasi dengan permukiman permukiman pada lahan potensial.
Pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa di jalan utama
kota.
Mempertahankan sawah irigasi teknis.
Blok V Permukiman
Sawah Perdagangan pada ruas jalan Kemiri.
Permukiman menyebar Industri Pintu gerbang kawasan perkotaan
dari arah Utara. Pengembangan permukiman secara terintegrasi dengan
permukiman permukiman pada lahan potensial.
Pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa di jalan utama
kota.
Mempertahankan sawah irigasi teknis.
Blok VI Permukiman
Sawah Permukiman menyebar Peternakan Pengembangan permukiman
secara terintegrasi dengan permukiman permukiman pada lahan
potensial.
Pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa di jalan utama
kota.
Mempertahankan sawah irigasi teknis.
Sumber: Hasil Analisis, tahun 20125.4 Analisa Utilitas Umum
5.4.1 Energi/ Kelistrikan
Arahan sistem jaringan energi/kelistrikan, terdiri atas :
a. Penyediaan energi listrik untuk kebutuhan rumah tangga dan
kebutuhan non rumah tangga.
b. Pememanfaatan sumber energi listrik terbakuran di wilayah
potensial.
c. Pengembangan Energi Tak Terbarukan, mencakup pengembangan
energi yang bersumber dari bahan bakar minyak (BBM) dan gas.
d. Lokasi ruang pelayanan BBM diarahkan di ruang yang memiliki
akses paling baik dan tidak menimbulkan dampak negatip dan memiliki
sistem keamanan dengan prosedur standar internasional
e. Pelayanan Bahan Bakar Elpiji secara khusus dilakukan oleh
agen-agen dengan lokasi yang memiliki akses paling baik tetapi
memiliki sistem keamanan khusus dengan prosedur standar
f. Peningkatan jaringan listrik dan daya listrik secara bertahap
dan terpadu dengan pengembangan infrastruktur lainnya.
g. Jaringan energi listrik disesuaikan dengan jaringan
jalan.
h. Rencana pembangunan jaringan listrik menggunakan jaringan
yang berjenjang (berhirarki) yaitu terdapatnya jaringan primer dan
sekunder. i. Diupayakan menggunakan sistem jaringan bawah tanah
khususnya untuk pusat-pusat pelayanan kegiatan dan jalan-jalan
utama serta kawasan-kawasan khusus.
j. Jaringan kabel listrik direncanakan di sisi jalan satu jalur
dengan pipa air bersih bawah tanah.
k. Pembangunan sistem jaringan memperhatikan keserasian dan
keselarasan dengan arahan pemanfaatan ruang dan kondisi di
sekitarnya.
l. Untuk memperkirakan kebutuhan listrik sampai tahun rencana,
perhitungannya didasarkan pada proyeksi rumah tangga yang akan
dilayani. Dalam hal ini besar pemakaian listrik rumah tangga
besarnya disesuaikan dengan jenis rumah tangga, yaitu:
Golongan rumah tangga kecil dan menengah, membutuhkan listrik
rata-rata sebesar 900 VA.
Golongan rumah tangga besar, membutuhkan listrik rata-rata
sebesar 1.300 VA.
Sedangkan kebutuhan listrik untuk fasilitas pelayanan umum
diperkirakan 30% dari kebutuhan rumah tangga. Begitu pula untuk
kebutuhan penerangan jalan diperlukan 2% dari jumlah kebutuhan
listrik rumah tangga.
Selanjutnya untuk jaringan distribusi yang meliputi kebutuhan
penambahan daya listrik dan kebutuhan gardu distribusi (GD), serta
gardu induk (GI). 5.4.2 Telekomunikasi
Arahan pengembangan prasarana telekomunikasi di Kawasan
Perkotaan sebagai berikut:
a. Jaringan kabel telepon di seluruh wilayah kawasan
perkotaan.
a. Pengembangan sistem jaringan kabel telepon diprioritaskan di
kawasan pusat-pusat kegiatan.
b. Pengembangan jaringan telepon celuller di seluruh kawasan
perkotaan dan perdesaan.c. Mengarahkan pemakaian menara
telekomunikasi bersama antar berbagai operator telepon genggam
untuk efisiensi jaringan dan lahan sesuai rencana penataan menara
telekomunikasi yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
d. Penggunaan gelombang untuk komunikasi dan penyiaran diatur
tata laksananya sesuai ketentuan peraturan perundangan. e. Telepon
kabel merupakan jaringan telepon kabel yang dikelola oleh PT.
Telkom.
f. Nirkabel merupakan jaringan telepon seluler yang dikelola
oleh swasta.
g. Kriteria ideal untuk perkiraan kebutuhan pelayanan telepon di
wilayah perencanaan dengan menggunakan pendekatan kebutuhan 3 %
dari jumlah penduduk rumah tangga dengan 1/6-nya merupakan saluran
yang dialokasikan untuk pelayanan umum. Sedangkan telepon umum
dialokasikan 1 ss dengan penduduk pendukung yang dilayani 5.000
jiwa.
5.4.3 Air Bersih
Rencana pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
Kecamatan Kemiri dilakukan dengan pengembangan zona air minum
melalui zona Kejori melayani Kecamatan Kresek, Kecamatan Kronjo,
dan Kecamatan Kemiri sumbernya diambil dari Sungai Cidurian.
Selain itu, pengembangan sistem air minum meliputi:
Optimalisasi pemanfaatan air tanah untuk memenuhi kebutuhan
penduduk Kecamatan Kemiri, termasuk kawasan perkotaan.
Penyediaan sistem perpipaan diprioritaskan di kawasan
perkotaan.
peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha (swasta)
dalam penyelenggaraan sistem air minum.
peningkatan kerja sama dengan daerah sekitarnya terkait rencana
pengembangan pelayanan maupun sumber air bakunya
5.4.4 Persampahan
Arahan penataan jaringan persampahan adalah sebagai berikut:
Perlu adanya pengelolaan persampahan secara kolektif di kawasan
perkotaan
Penempatan bak/tong sampah dengan secara teratur di tepi trotoar
dengan jarak + 40 meter antara satu dengan yang lainnya.
Penempatan TPS adalah pada pusat-pusat kegiatan dan ditempatkan
di dalam kavling.
Dimasa mendatang perlu dilakukan pula sistem pengelolaan sampah
komunal dimana masyarakat diikutsertakan untuk mengelola sampah
yang ada.
Mengatasi permasalahan pembuangan sampah masyarakat yang masih
membuangnya ke sungai.
Mengenai sistem pengolahan sampah ini mulai dari tahap
pengumpulan sampai pembuangan direncanakan sebagai berikut :
Pengumpulan sampah dari rumah dengan alat angkut jarak pendek
(misalnya : gerobak sampah) untuk diangkut ke stasiun transfer atau
tempat pembuangan sampah sementara (TPS) terdekat;
Sampah dari TPS tersebut kemudian diangkut ke TPA.
Jalur pengangkutan sampah ke TPA adalah melalui jalan utama
kawasan perkotaan yang ada dan pengangkutan dilakukan minimal 1
kali sehari dan diusahakan pada waktu lalulintas tidak sibuk/padat.
Hal ini selain untuk menghindari kemacetan juga untuk mengurangi
gangguan polusi udara dalam proses pengangkutan tersebut.
Persyaratan umum berupa :
Persyaratan hukumKetentuan perundang-undangan mengenai
pengelolaan lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan,
ketertiban umum, kebersihan kawasan perkotaan/ lingkungan,
pembentukan institusi/organisasi/retribusi dan perencanaan tata
ruang kota serta peraturan-peraturan pelaksanaannya;
Persyaratan kelembagaan
Pengelola di permukiman harus berfokus pada peningkatan kinerja
institusi pengelola sampah, dan perkuatan fungsi regulator dan
operator. Sasaran yang harus dicapai adalah sistem dan institusi
yang mampu sepenuhnya mengelola dan melayani persampahan di
lingkungan dengan mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan dan
retribusi atau iuran serta semaksimal.
Teknis operasionalMenerapkan sistem penanganan sampah setempat
dengan :
Menerapkan pemilahan sampah organik dan non organik
Penanganan residu oleh pengelola sampah kawasan perkotaan;
PembiayaanMemperhatikan peningkatan kapasitas pembiayaan untuk
menjamin pelayanan dengan pemulihan biaya secara bertahap supaya
sistem dan institusi, serta masyarakat dan dunia usaha punya
kapasitas cukup untuk memastikan keberlanjutan dan kualitas
lingkungan untuk warga.
Aspek peran serta masyarakat
Melakukan pemilahan sampah di sumber
Melakukan pengolahan sampah
Berkewajiban membayar iuran/retribusi sampah
Mematuhi aturan pembuangan sampah yang ditetapkan
Turut menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya
Berperan aktif dalam sosialisasi pengelolaan sampah
lingkungan
Bagi lingkungan permukiman, developer bertanggung jawab dalam
:
Penyediaan lahan untuk pembangunan pengolah sampah organik
berupa pengomposan rumah tangga dan daur ulang sampah skala
lingkungan serta TPS;
Penyediaan peralatan pengumpulan sampah;
Pengelolaan sampah selama masa konstruksi sampai dengan
diserahkan ke pihak yang berwenang.
Bagi developer yang membangun minimum 80 rumah harus menyediakan
wadah komunal dan alat pengumpul.
Persyaratan teknis Klasifikasi TPS
Klasifikasi TPS sebagai berikut :
TPS tipe I
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut
sampah yang dilengkapi dengan :
Ruang pemilahan
Gudang
Tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan landasan
container
Luas lahan 10 - 50 m2 TPS tipe II
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut
sampah yang dilengkapi dengan :
Ruang pemilahan ( 10 m2)
Pengomposan sampah organik ( 200 m2)
Gudang ( 50 m2)
Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container
(60 m2)
luas lahan 60 200 m2
TPS tipe III
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut
sampah yang dilengkapi dengan :
Ruang pemilahan (30 m2)
Pengomposan sampah organik ( 800 m2)
Gudang (100 m2)
Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container
(60 m2)
luas lahan > 200 m2
Sistem Pengelolaan
a. Kelembagaan dan organisasi
Penanggung jawab pengelolaan persampahan dilaksanakan oleh :
DPU;
Organisasi kemasyarakatan.
Sampah B3-rumah tangga ditangani khusus oleh lembaga
tertentu
Tanggung jawab lembaga pengelola sampah permukiman adalah :
Pengelolaan sampah di lingkungan permukiman dari mulai sumber
sampah sampai dengan TPS dilaksanakan oleh lembaga yang
dibentuk/ditunjuk oleh organisasi masyarakat permukiman
setempat.
Pengelolaan sampah dari TPS sampai dengan TPA dikelola oleh
lembaga pengelola sampah kota yang dibentuk atau dibentuk oleh
Pemerintah Kabupaten
Mengevaluasi kinerja pengelolaan sampah atau mencari bantuan
teknis evaluasi kinerja pengelolaan sampah
Mencari bantuan teknik perkuatan struktur organisasi
Menyusun mekanisme kerjasama pengelolaan sampah dengan
pemerintah daerah atau dengan swasta
Menggiatkan forum koordinasi asosiasi pengelola persampahan
Meningkatkan kualitas SDM berupa mencari bantuan pelatihan
teknis dan manajemen persampahan ke tingkat daerah.
Teknis Operasional
Secara garis besar teknis operasional pengelolaan sampah dapat
digambarkan sebagai berikut
1. Pola Operasional
Faktor penentu dalam memilih teknik operasional yang akan
diterapkan adalah kondisi topografi dan lingkungan daerah
pelayanan, kondisi sosial, ekonomi, partisipasi masyarakat, jumlah
dan jenis timbulan sampah.
Pola operasional dilaksanakan sebagai berikut :
Pewadahan terdiri dari :
Pewadahan individual dan atau;
Pewadahan komunal
Jumlah wadah sampah minimal 2 buah per rumah untuk memilah jenis
sampah mulai di sumber yaitu :
Wadah sampah organik untuk mewadahi sampah sisa sayuran, sisa
makanan, kulit buah-buahan, dan daun-daunan menggunakan wadah
dengan warna gelap;
Wadah sampah anorganik untuk mewadahi sampah jenis kertas,
kardus, botol, kaca, plastik, dan lain-lain menggunakan wadah warna
terang.
Pengumpulan terdiri dari :
Pola invidual tidak langsung dari rumah ke rumah;
Pola individual langsung dengan truk untuk jalan dan fasilitas
umum ;
Pola komunal langsung untuk pasar dan daerah komersial;
Pola komunal tidak langsung untuk permukiman padat.
Pengolahan dan daur ulang sampah di sumber dan di TPS
berupa:
Pengomposan skala rumah tangga dan daur ulang sampah anorganik,
sesuai dengan tipe rumah atau luas halaman yang ada
Pengomposan skala lingkungan di TPS
Daur ulang sampah anorganik di TPS
Pemindahan sampah dilakukan di TPS atau TPS Terpadu dan di
lokasi wadah sampah komunal
Pengangkutan dari TPS atau TPS Terpadu atau wadah komunal ke TPA
frekwensinya dilakukan sesuai dengan jumlah sampah yang ada.
2. Pengelolaan di Sumber Sampah Permukiman
Pengelolaan sampah di sumber seperti rumah, restoran, toko,
sekolah, perkantoran dan lainnya dilakukan sebagai berikut :
Sediakan wadah sampah minimal 2 buah per rumah untuk wadah
sampah organik dan anorganik ;
Tempatkan wadah sampah anorganik di halaman bangunan
Pilah sampah sesuai jenis sampah . Sampah organik dan anorganik
masukan langsung ke masing-masing wadahnya;
Pasang minimal 2 buah alat pengomposan rumah tangga pada setiap
bangunan yang lahannya mencukupi;
Masukkan sampah organik dapur ke dalam alat pengomposan rumah
tangga individual atau komunal;
Tempatkan wadah sampah organik dan anorganik di halaman bangunan
bagi sistem pengomposan skala lingkungan.
3. Pengelolaan di Sumber Sampah Non Perumahan
Sediakan wadah sampah di masing-masing sumber sampah
Masukan sampah dari wadah ke kontainer terdekat .4. Pengumpulan
dan Penyapuan Sampah
Pengumpulan dan penyapuan sampah dari sumber sampah dilakukan
sebagai berikut :
Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak atau motor dengan
bak terbuka atau mobil bak terbuka bersekat dikerjakan sebagai
berikut :
Kumpulkan sampah dari sumbernya minimal 2(dua) hari sekali
Masukan sampah organik dan anorganik ke masing-masing bak di
dalam alat pengumpul
Pindahkan sampah sesuai dengan jenisnya ke TPS atau TPS
Terpadu
Pengumpulan sampah dengan gerobak atau motor dengan bak terbuka
atau mobil bak terbuka tanpa sekat dikerjakan sebagai berikut :
Kumpulkan sampah organik dari sumbernya minimal 2(dua) hari
sekali dan angkut ke TPS atau TPS Terpadu
Kumpulkan sampah anorganik sesuai jadwal yang telah ditetapkan
dapat dilakukan lebih dari 3 hari sekali oleh petugas RT atau RW
atau oleh pihak swasta
PenyapuanPenyapuan sampah jalan dan taman di lingkungan
permukiman dilakukan oleh pengelola sampah lingkungan sesuai jadwal
yang telah ditetapkan
5. Pengelolaan di TPS/ TPS Terpadu
Pengelolaan sampah di TPS/TPS Terpadu dilakukan sebagai berikut
:
Pilah sampah organik dan an organik
Lakukan pengomposan sampah organik skala lingkungan
Pilah sampah anorganik sesuai jenisnya yaitu :
Sampah anorganik yang dapat didaur ulang, misalnya membuat
barang kerajinan dari sampah, membuat kertas daur ulang, membuat
pellet plastik dari sampah kantong plastik keresek, dan atau
Sampah lapak yang dapat dijual seperti kertas, kardus, plastik,
gelas/kaca, logam dan lainnya dikemas sesuai jenisnya
Sampah B3 rumah tangga
residu sampah
Jual sampah bernilai ekonomis ke bandar yang telah
disepakati
Kelola sampah B3 sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Kumpulkan residu sampah ke dalam container untuk diangkut ke TPA
sampah.
6. Pengangkutan Sampah dari TPS/TPS TerpaduPengangkutan sampah
residu dari TPS/TPS Terpadu ke TPA dilakukan bila container telah
penuh dan sesuai dengan jadwal pengangkutan yang telah
dikonfirmasikan dengan pengelola sampah kota.
7. Pembiayaan dan Iuran atau Retribusi
a. Program dan pengembangan pembiayaan :
Program dan pengembangan pembiayaan :
Peningkatan kapasitas pembiayaan
Pengelolaan keuangan
Tarif iuran sampah
Melaksanakan kesepakatan masyarakat dan pengelola serta
konsultasi masalah prioritas pendanaan persampahan untuk
mendapatkan dukungan komitmen Bupati
b. Sumber Biaya
Sumber biaya berasal dari :
Pembiayaan pengelolaan sampah dari sumber sampah di permukiman
sampai dengan TPS bersumber dari iuran warga
Pembiayaan pengelolaan dari TPS ke TPA bersumber dari
retribusi/jasa pelayanan berdasarkan Peraturan daerah/Keputusan
Kepala daerah.
Jenis Pembiayaan
Jenis pembiayaan meliputi :
Biaya investasi dan depresiasi
Total biaya operasional dan pemeliharaan sampah berasal dari
:
depresiasi + biaya operasional dan pemeliharaan
c. Biaya Investasi Biaya investasi terdiri dari :
Alat pengomposan rumah tangga komunal, wadah sampah komunal;
Alat Pengumpulan (gerobak/becak/motor/mobil bak terbuka
bersekat);
Instalasi pengolahan (bangunan, peralatan daur ulang, dan
lainnya);
d. Sumber BiayaSumber biaya tergantung dari jenis peralatan
yaitu :
Untuk wadah sampah, alat pengomposan, gerobak/becak/motor/mobil
bak terbuka alat angkut tidak langsung lainnya, dari masyarakat
atau swasta
Untuk pengadaan kendaraan pengumpul secara langsung, TPS, alat
pengangkut Sampah berasal dari pemerintah dan atau Developer
e. Iuran Iuran dihitung dengan prinsip subsidi silang dari
daerah komersil ke daerah non komersil dan dari pemukiman golongan
berpendapatan tinggi ke pemukiman golongan berpendapatan
rendah;
Besarnya iuran diatur berdasarkan kesepakatan musyawarah
warga;
Iuran untuk membiayai reinvestasi, operasi dan pemeliharaan
f. Retribusi Retribusi diatur berdasarkan peraturan daerah yang
berlaku.
g. Biaya Satuan Pengelolaan Sampah
Biaya satuan pengelolaan sampah sebagai berikut :
Biaya perpenduduk /tahun;
Biaya per m3 atau per ton sampah;
Biaya rata-rata per rumah tangga/bulan
h. Peran Serta dan Pemberdayaan Masyarakat
Program untuk peran serta masyarakat dan peningkatan kemitraan
:
Melaksanakan kampanye gerakan reduksi dan daur ulang sampah
Memfasilitasi forum lingkungan dan organisasi wanita sebagai
mitra
Penerapan pola tarif iuran sampah
Menelusuri pedoman investasi dan kemitraan untuk meningkatkan
minat swasta.
Pemberdayaan masyarakat :
Proses pemberdayaan masyarakat dilakukan pada saat :
Perencanaan, mulai dari survei kampung sendiri sampai dengan
merencanakan sistem pengelolaan,kebutuhan peralatan, dan kebutuhan
dana.
Pembangunan, bagaimana masyarakat melakukan pembangunan atau
pengawasan pembangunan
Pengelolaan, untuk menentukan pembentukan kelembagaan pengelola
dan personil.
i. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pengelolaaan sampah di
permukiman dilakukan oleh masyarakat dan Pemerintah dan swasta
Penyelenggaraan pengelolaan sampah di permukiman wajib
menyampaikan laporan kegiatan pada pengelola sampah kota guna
kepentingan pengangkutan sampah ke TPA, pemantauan dan
evaluasi.
8. Pengelolaan sampah di TPA dilakukan melalui peningkatan
tempat pembuangan akhir sampah dari sistem terbuka (open dumping)
ke sistem teknologi ramah lingkungan.5.4.5 Air Limbah
Sistem pengelolaan air limbah erat hubungannnya dengan sanitasi
atau kesehatan lingkungan, sehingga pengelolaan air limbah ini
harus benar-benar direncanakan dengan sebaik mungkin untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan
sanitasi lingkungan masyarakatnya.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, arahan rencana pengelolaan
air limbah di kawasan perkotaan akan tetap dilakukan dengan
menggunakan sistem pengolahan setempat (on site system sanitation),
yaitu dengan mengembangkan sistem penggunaan tangki septik yang ada
di tiap-tiap rumah dengan lebih meningkatkan kuantitas dan
kualitasnya, serta sebaiknya melengkapi dengan bidang resapan.
Mengingat penyedot WC yang dilengkapi tangki septik ini tidak semua
golongan masyarakat mampu menyediakan karena harus tersedia lahan
yang cukup luas, maka dalam pengadaannya dibutuhkan bantuan
Pemerintah Daerah yang berupa penyedot WC atau MCK Umum.
Adanya tangki septik ini diharapkan kotoran zat-zat organik yang
diendapkan setelah beberapa waktu akan mengalami pembusukan yang
tidak akan mencemari lingkungan. Sistem pembuangan air limbah pada
kawasan perencanaan terbatas pada buangan limbah domestik/rumah
tangga yang berupa antara lain: air buangan dapur, air buangan
kamar mandi (padat/cair), tempat cuci dan sebagainya.
Strategi/Kebijakan Prasarana dan Sarana Air Limbah:
Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang cara pembuangan limbah
yang sehat sehingga tidak mencemari lingkungan
Sosialisasi tentang penggunaan septik tank yang benar.
5.4.6 Drainase
Arahan penataan jaringan drainase adalah sebagai berikut :
Sistem drainase terintegrasi dengan rencana kota secara
menyeluruh.
Perbaikan dan pemeliharaan jaringan pembuangan sekunder
(got).
Merupakan satu kesatuan dengan jalur pejalan kaki.
Jaringan drainase direncanakan diarahkan sesuai dengan lebar
jalan yang diarahkan
Merupakan saluran pembuangan air hujan dan limpasan air hujan
dari jalan.
Bentuk got/saluran drainase yang direncanakan untuk dikembangkan
adalah pada saluran saluran terbuka berbentuk trapesium.
Saluran dibuat dari bahan dasar beton dan pasangan batu kali
Kemiringan slope 5 : 1 atau 4 : 1 atau tergantung panjang
saluran
Untuk memudahkan pelaksanaan penanganan maka lokasi saluran
hendaknya mengikuti pola jaringan yang ada
Sesuai dengan daerah tangkapannya maka orientasi saluran
pembuangan adalah ke sungai yang ada di kawasan perencanaan.
Pemeliharaan merupakan konsekuensi dari suatu pembangunan.
Dengan pengertian bahwa apa yang dibangun harus dipelihara
sebaik-baiknya jika menginginkan umur dan manfaat yang dibangun itu
sesuai dengan perencanaan.
Salah satu penyebab utama cepatnya kerusakan saluran samping
jalan adalah akibat kurang terpeliharanya sistem drainase jalan.
Aliran air dalam saluran drainase terhambat akibat sampah yang
terbawa oleh limpasan air hujan, dan endapan yang berasal dari
material organik dan anorganik, mengakibatkan semakin kecilnya luas
penampang basah saluran. Faktor tersebut mengakibatkan saluran
drainase tidak mampu menampung volume air sehingga melimpas ke
badan jalan, sehingga sering dijumpai saat hujan datang badan jalan
mempunyai dwifungsi yaitu menampung volume lalu lintas kendaraan
dan menampung volume air hujan.
Pemeliharaan untuk infrastruktur drainase memerankan peranan
penting agar kinerja drainase berjalan secara efektif. Tindakan ini
akan mengurangi biaya pemeliharaan, meminimalisir kerusakan
lingkungan, dan menyediakan suatu tingkat keselamatan bagi pengguna
jalan.
Tujuan pemeliharaan secara garis besar adalah suatu proses
pengidentifikasian kerusakan-kerusakan terhadap kinerja drainase
dan menyiapkan langkah-langkah perbaikan dari masalah-masalah atau
kekurangan-kekurangan yang ada.
Inspeksi merupakan hal yang penting dilakukan dan merupakan
bagian dari pemeliharaan, karena pada dasarnya kegiatan
pemeliharaan merupakan pelaksanaan dari kegiatan inspeksi.
Tabel 5.6Kebutuhan UtilitasKawasan Perkotaan di Kecamatan
Kemiri
Sampai Tahun 2032Lihat di tabel exel
5.5 Analisis Intentisitas Pemanfaatan Ruang
5.4.1 Kepadatan Bangunan
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah perbandingan luas lantai
dasar yang tertutup bangunan dengan luas persil. Tujuan pengaturan
KDB, yaitu:
menjaga keseimbangan aliran permukaan,
menjaga kestabilan muka air tanah,
menjaga kestabilan pondasi dan
kenyamanan lingkungan. Dimana makin banyak suatu lahan didirikan
bangunan, makin meningkat aliran permukaan dan menurunnya muka air
tanah pada sumur-sumur penduduk terutama pada musim kemarau. Dasar
pertimbangan penetapan KDB di wilayah perencanaan adalah:
Jenis penggunaan lahan.
Standar dari peraturan pembangunan nasional yang
dimodifikasi.
Kondisi fisik dasar dalam mendukung bangunan.
Faktor Lokasi
Secara keseluruhan intensitas penggunaan lahan di pusat kota
akan lebih tinggi dari intensitas rata- rata di seluruh wilayah
kota dikarenakan adanya konsentrasi kegiatan perkotaan disana,
terutama kegiatan perekonomian.
Secara garis besar arahan KDB di wilayah perencanaan sebagai
berikut:
Pemukiman Kavling Besar :max.40%
Pemukiman Kavling Sedang :max.50%
Pemukiman Kavling Kecil :max.60%
Pendidikan:max.60%
Taman:max.10%
Pemerintahan : max.50 %.
Fasilitas umum lainnya: max.50 %.
Jaringan jalan:max.95 %.
Perdagangan/ Perkantoran/ Jasa:max.70%
Selain melalui pengaturan KDB untuk mencapai tujuan- tujuan
tersebut di atas adalah melalui pembuatan sumur-sumur resapan.
5.4.2 Ketinggian BangunanKetinggian bangunan dimaksud adalah
besar perbandingan antara luas lantai dengan luas persil, jumlah
lantai dan tinggi bangunan dari titik nol lantai dasar bangunan
sampai puncak bangunan. Penetapan ketinggian bangunan di wilayah
perencanaan didasari oleh pertimbangan:
Daya dukung lahan.
Tinggi tingkat penggunaan ruang dan jenis penggunaannya.
Harga/ nilai tanah.
Aspek urban design, seperti kesan proporsi antar lebar jalan dan
tinggi bangunan, kesan ritmik, monumental, sinar matahari,
kesesuaian dengan lingkungan sekitarnya, jarak pandang kota secara
keseluruhan dan lain-lain.
Tidak mengganggu aktivitas lalu lintas udara dalam kelancaran
mendarat di landasan.
Atas dasar tersebut, maka arahan ketinggian bangunan di wilayah
perencanaan adalah:
Perdagangan/ perkantoran - Jasa :max. 3 lantai.
Perumahan : max. 2 lantai.
Pendidikan:max. 2 lantai.
Pemerintahan : max. 2 lantai.
Fasilitas umum lainnya: max. 2 lantai
Untuk bangunan yang sudah ada dan tidak sesuai dengan ketentuan
di atas, maka apabila melakukan renovasi terhadap bangunan
tersebut, maka harus menyesuaikan dengan ketentuan di atas.
5.4.3 Garis SempadanSempadan bangunan dapat diartikan sebagai
batas jarak terdekat dinding terdepan suatu bangunan terhadap pagar
halaman/ as jalan. Pengaturan garis sempadan bangunan/ jalan
dimaksudkan untuk memperoleh keteraturan dalam tata letak bangunan
terhadap jalan. Disamping hal tersebut juga untuk penggunaan ruang
jalan bagi pemakai maupun penghuni rumah ataupun kemungkinan
terjadinya pelebaran jalan. Besarnya garis sempadan jalan
ditentukan oleh fungsi jalan dan penggunaan lahan disekitarnya.
Selain garis sempadan pagar/ bangunan khusus untuk lingkungan
perumahan, perlu adanya pengaturan garis belakang dan samping
bangunan. Hal ini didasarkan atas bahaya kebakaran, ventilasi
cahaya matahari dan sirkulasi manusia di dalam halaman.
Pada saat ini kondisi garis sempadan bangunan masih terdapat
bangunan- bangunan yang belum menunjukan keteraturan garis
sempadan. Hal ini berimplikasi terhadap pola peletakan bangunan
yang tidak teratur. Untuk masa yang akan datang kondisi tersebut
perlu adanya penataan, terutama pada bangunan-bangunan yang akan
dibangun. Bagi bangunan yang telah ada apabila bangunan tersebut
diperbaiki (renovasi) oleh pemiliknya, diharapkan garis sempadan
bangunan disesuaikan dengan yang telah ditetapkan. Dengan demikian
secara perlahan (evolusi) akan tercipta keseragaman garis sempadan,
karena dengan memberlakukan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
secara cepat, terutama bangunan yang telah ada sangat sulit dan
konsekwensinya dibongkar.
Adapun arahan garis sempadan adalah sebagai berikut:
Sisi jalan : 1/2 ROW + 1
Sisi kiri/ kanan : 2,0 meter
Sisis belakang : 2,0 meter
EMBED CorelDraw.Graphic.9
Gambar 5.1
TEKNIS OPERASIONAL PENGELOLAAN SAMPAH
PAGE
5-7Analisis Kebutuhan Pengembangan Ruang
_1406988207.unknown
_1406988208.unknown
_1406988205.unknown