35
BAB III PERSIAPAN BAHAN BAKU
3.1. Pendahuluan Bahan baku semen sebelum diumpankan ke dalam peralatan proses (preheater),
terlebih dahulu harus disiapkan sehingga memenuhi kualitas umpan (komposisi kimia dan
kehalusan) melalui beberapa tahapan seperti yang digambarkan secara skematik berikut:
Gambar 3.1 Skema proses persiapan bahan baku siap umpan
Kualitas bahan baku yang akan diumpankan ke dalam preheater perlu dijaga agar kiln dapat
beroperasi secara kontinyu dan kualitas produksi dapat stabil sehingga memenuhi spesifikasi
yang telah ditentukan. Berikut ini akan dijelaskan satu persatu proses penyiapan bahan baku
tersebut.
3.2. Prehomogenisasi Prehomogenisasi adalah suatu mekanisme atau proses yang bertujuan untuk
menghomogenkan komposisi kimia dan kehalusan bahan baku setelah diambil dari tambang
dan dipecah (crushing) sehingga berukuran tertentu. Prehomogenisasi bahan baku dapat
diperoleh pada saat bahan baku tersebut disimpan (penuangan dari alat transport ke tempat
penyimpanan sementara) dan diambil dari storage. Dengan demikian proses prehomogenisasi
erat sekali kaitannya dengan mekanisme penuangan bahan baku dari alat transport,
penyimpanan dan pengambilan bahan baku ke atau dari storage sebelum mengalami proses
selanjutnya. Oleh sebab itu teknik penyimpanan dan pengambilan bahan baku ini merupakan
hal penting dalam menyeragamkan awal komposisi kimia dan ukuran butirnya. Berikut ini akan
dijelaskan berbagai macam cara penyimpanan dan pengambilan bahan baku yang terkait erat
dengan cara penuangan dan pengambilan bahan baku dari dan menuju alat transport.
Secara umum terdapat dua jenis cara penyimpanan dan pengambilan bahan baku,
yaitu secara longitudinal dan secara melingkar (sirkular).
Penyimpanan dan pengambilan bahan baku secara longitudinal Cara penyimpanan longitudinal adalah menumpuk bahan baku menjadi beberapa
tumpukan yang terdiri dari banyak alur paralel. Pada saat dituangkan dari alat transport ke
Bahan Baku
Pre- homogenisasi
Pengeringan dan Penggilingan
Homogenisasi
Bahan baku siap umpan (kiln feed)
36
dalam storage sehingga menjadi tumpukan dengan banyak alur paralel ini terjadi
penyeragaman awal komposisi kimia dan ukuran butir. Dengan demikian untuk setiap alur
diharapkan komposisi kimianya tidak jauh berbeda. Dalam praktek di lapangan terdapat
beberapa macam cara penyimpanan longitudinal seperti diperlihatkan pada gambar 3.2.
Gambar 3.2 Beberapa tipe penyimpanan bahan baku secara longitudinal
Selama pengambilan pemotongan dilakukan secara melintang terhadap alur penyimpanan
sehingga terjadi proses prehomogenisasi dan diharapkan keseragaman komposisi kimia
dan ukuran butir yang lebih dari bahan baku yang akan mengalami proses selanjutnya
dapat diperoleh.
Penyimpanan dan pengambilan bahan baku secara melingkar (sirkular) Penyimpanan dengan bentuk sirkular ini diperlihatkan pada gambar 3.3. Untuk suatu
volume ruang tertentu penyimpanan dengan cara ini mampu menampung material lebih
banyak dan lebih homogen di banding dengan cara longitudinal. Pemotongan saat
pengambilan bahan baku dilakukan secara radial dan bagian yang telah terambil dapat
dipergunakan untuk menyimpan bahan baku yang baru datang dari tambang, sedangkan
pengambilan dapat dilanjutkan ke tempat berikutnya mengikuti arah lingkaran
pengambilan. Dengan demikian secara praktis terjadinya ruang kosong (zona transisi)
dapat ditekan serendah mungkin.
Untuk sistem ini diperlukan storage yang berbentuk lingkaran yang agak berbeda dibanding
storage empat persegi panjang pada cara penyimpanan longitudinal.
Alternate stockpiling Continuous stockpiling Axial stockpiling
Areal stockpiling Line-type stockpiling Roof-type stockpiling
37
Gambar 3.3 Cara penyimpanan dan pengambilan melingkar
3.3. Pengeringan Bahan Mentah Pada pembuatan terak semen dengan proses kering diperlukan kualitas umpan yang baik. Salah satu kriteria kualitas umpan yang dikatakan baik ini adalah kadar air yang
terkandung di dalam umpan kiln (moisture content). Pada umumnya umpan kiln
dipersyaratkan memiliki kandungan air maksimum sebesar 1%. Sedangkan bahan baku
umpan kiln ini biasanya memiliki kandungan air antara lain untuk batu kapur sekitar 8%, untuk
marl sekitar 15%, dan untuk tanah liat dapat mengandung air hingga 20%. Bahkan di musim
hujan, kadar air bahan mentah dapat lebih besar dari angka-angka tersebut. Seluruh
prosentase di atas dinyatakan sebagai prosentase massa bahan baku. Oleh karena itu dalam
proses persiapan bahan baku diperlukan pula proses pengeringan.
Secara garis besar proses persiapan bahan baku dapat dikelompokkan menjadi
beberapa proses utama antara lain:
1. Proses Pengeringan
2. Proses Penggilingan
3. Proses Pemisahan
4. Transportasi Bahan Baku dan Produk (Umpan Kiln)
Keempat proses tersebut dapat berlangsung secara terpisah atau yang sering kita jumpai di
pabrik semen yaitu dilakukan secara simultan dalam satu peralatan. Sebagai contoh dengan
alat drum dryer proses transportasi dan pengeringan bahan mentah terjadi secara simultan.
Dalam tube mill proses pengeringan, penggilingan, dan transportasi terjadi secara bersamaan
di dalam mill. Sedangkan di dalam Vertical Roller Mill (VRM), keempat proses di atas bahkan
terjadi secara simultan.
Berdasarkan studi [1] dan pengalaman, konsumsi energi menjadi paling rendah apabila
antara proses pengeringan dan penggilingan dipisah. Dalam hal ini proses pengeringan
termasuk transportasi pula dan proses penggilingan termasuk pula di dalamnya proses
pemisahan dan transportasi. Namun demikian dengan semakin berkembangnya teknologi
konsumsi energi semakin lama dapat pula ditekan serendah mungkin yang dapat diperoleh
38
walaupun kedua mekanisme utama penyiapan bahan baku (umpan kiln) tersebut dilaksanakan
dalam satu peralatan.
3.4. Mekanisme Pengeringan Pengeringan bahan baku semen sebenarnya merupakan proses pemisahan air yang
terkandung di dalam bahan baku tersebut. Caranya dengan memberikan panas kepada bahan
baku yang akan dikeringkan sehingga terjadi proses penguapan air. Air yang terkandung di
dalam bahan baku semen dapat berupa:
a. air bebas (free moisture) yang menempel di permukaan bahan baku,
b. air kapiler (capillary water) yaitu air yang berada diantara batas butir dari tekstur bahan
baku,
c. air adsorpsi (adsorption moisture) yaitu air yang teradsorpsi ke permukaan bahan
baku,
d. air terikat (chemically bound water) yaitu air yang terikat secara kimia dalam bahan
baku misalnya pada tanah liat. Air terikat ini tidak perlu dipisahkan dalam proses
pengeringan karena akan mengubah struktur material secara kimia.
Dengan demikian yang dapat dikurangi kadar airnya selama proses pengeringan adalah kadar
air dalam item a, b, dan c. Akan tetapi setiap jenis air yang terkandung di dalam bahan baku
tersebut memiliki konsumsi panas spesifik tertentu dan nilainya beda antara satu dan lainnya
serta masing-masing memerlukan waktu pengeringan yang berbeda pula. Oleh karena itu
proses pengeringan bahan baku ini cukup kompleks dan memerlukan perhatian khusus dari
kita semua yang terlibat dalam proses produksi.
Secara umum mekanisme pengeringan lebih merupakan proses penguapan air yang
terkandung dalam bahan baku akibat adanya panas yang diterima oleh bahan baku tersebut.
Sebagian panas masuk ke dalam bahan baku melalui gas pembawa panas (hot gas) secara
konveksi, konduksi dan radiasi. Konveksi merupakan mekanisme pemanasan bahan baku
yang dominan. Sedangkan konduksi dan radiasi hanyalah merupakan porsi kecil dari transfer
panas dalam proses pengeringan. Panas tersebut sebagian besar dibutuhkan untuk evaporasi
air yang terkandung di dalam bahan baku. Sedangkan sebagian lain untuk pemanasan
material dan air/uap air hingga bertemperatur dekat nilainya dengan temperatur gas saat
meninggalkan peralatan pemanas. Gas inilah yang menampung sekaligus mengangkut uap air
hasil pengeringan bahan baku. Dengan begitu dari sisi gas, kandungan uap airnya menjadi
lebih tinggi dibanding saat memasuki peralatan pengering.
39
Berdasarkan arah aliran antara bahan baku dan gas pengering selama melalui
pengering dibedakanlah pengering menjadi 2 (dua) macam yaitu pengering aliran
searah/sejajar artinya gas dan bahan yang dikeringkan mengalir dalam arah yang sama dan
pengering jenis aliran lawan (counter flow) dimana antara gas dan bahan yang dikeringkan
mengalir berlawanan arah di dalam pengering. Pada jenis paralel gas bertemperatur paling
tinggi bertemu dengan bahan baku bertemperatur paling rendah saat memasuki pengering.
Sedangkan pada pengering jenis aliran lawan, gas bertemperatur tertinggi bertemu dengan
bahan yang sudah dikeringkan di dalam pengering dan sedang meninggalkan pengering.
Gambaran distribusi temperatur gas dan bahan selama di dalam pengering (khususnya drum
dryer) untuk kedua jenis pengering ini diperlihatkan pada gambar 3.4.
a. Aliran Sejajar b. Aliran Lawan
Gambar 3.4 Distribusi temperatur gas dan bahan yang dikeringkan
Selain dua jenis tersebut masih ada satu jenis lagi yang juga banyak diaplikasikan
yaitu pengering tipe aliran silang, artinya arah aliran gas menyilang arah aliran bahn yang
akan dikeringkan. Namun demikian didalam penyiapan bahan baku semen, jenis terakhir ini
hampir tidak banyak dijumpai.
3.5. Parameter Proses Pengeringan Di dalam proses pengeringan bahan baku beberapa parameter proses yang perlu
diketahui karena memang penting dan erat kaitannya dengan kualitas produk dan proses
antara lain:
Panjang Pengering
Temperatur Gas
Temperatur Bahan
Temperatur
Panjang Pengering
Temperatur Gas
Temperatur Bahan
Temperatur
40
a. Laju bahan baku yang akan dikeringkan, yaitu berapa ton/jam bahan baku yang harus
dikeringkan agar memenuhi kebutuhan produksi. Dalam hal laju bahan baku di sini
dimaksudkan bahan baku yang masih mengandung air yang cukup tinggi. Dengan
demikian apabila kandungan air dalam bahan baku secara rata-rata dapat diketahui
dan target kandungan air dalam produk ditentukan atau diinginkan, maka jumlah air
yang harus diuapkan dapat dievaluasi.
b. Laju gas panas yang dibutuhkan, adalah berapa m3/jam gas panas dengan kualitas
tertentu (temperaturnya, kadar air, massa jenisnya dll) yang dibutuhkan untuk
memenuhi proses pengeringan hingga diperoleh produk pengeringan dengan kualitas
yang telah ditetapkan. Laju gas panas ini dapat dievaluasi berdasarkan data lain yang
diperlukan. Pada bagian akhir dari diktat ini akan diberikan contoh perhitungan
kebutuhan gas pada berbagai temperatur untuk mengeringkan tanah liat dan batu
kapur.
c. Temperatur (gas untuk pengeringan dan bahan baku baik saat masuk pengering dan
saat meninggalkan pengering). Temperatur erat kaitannya dengan kecepatan
pengeringan, artinya semakin tinggi beda temperatur antara gas yang mengeringkan
dengan material yang dikeringkan, kecepatan pengeringan akan semakin tinggi.
Temperatur gas khususnya erat pula kaitannya dengan konsumsi panas yang
dibutuhkan dalam proses pengeringan. Semakin tinggi temperatur gas yang
dibutuhkan untuk setiap laju massa gas tertentu berarti semakin tinggi pula konsumsi
panas spesifik yang dibutuhkan dalam proses pengeringan.
d. Konsumsi panas spesifik, adalah energi dalam bentuk panas (untuk selanjutnya
disebut panas saja) yang diperlukan untuk mengeringkan sehingga diperoleh 1 (satu)
satuan massa (misalnya kg atau ton) produk bahan yang dikeringkan. Panas ini
termasuk di dalamnya panas untuk evaporasi air yang terkandung dalam bahan baku,
panas yang terbawa oleh gas buang dan produk keluar dari pengering, panas radiasi
atau tak termanfaatkan karena pindah ke lingkungan sekitar alat, dan panas untuk
memanaskan uap dari temperatur evaporasi hingga temperatur sama dengan gas saat
meninggalkan pengering. Sebagai contoh drum dryer untuk pengering batu kapur
dengan kadar awal 10%, menurut penelitian prosentase distribusi pemakaian panas
adalah sebagai berikut:
- Panas evaporasi : 50%
- Panas untuk pemanasan uap : 5%
- Panas terbawa oleg gas dan produk keluar dari pengering : 27%
41
- Panas tak termanfaatkan (pindah ke lingkungan) : 18%
Jumlah : 100%
Dari perkiraan tersebut nampak bahwa panas yang digunakan untuk evaporasi atau
proses pengeringan yang sebenarnya hanya sekitar 50%, sehingga efisiensi
pengeringan disebut 50%. Perlu dicatat bahwa semakin tinggi kadar air bahan yang
akan dikeringkan semakin tinggi pula efisiensi pengeringannya. Sebagai contoh
apabila kondisi di atas bahan bakunya memiliki kadar air sebelum dikeringkan lebih
tinggi dari 10% maka efisiensi pemakaian panas untuk pengeringan akan naik hingga
kadang kala dapat mencapai lebih dari 55%.
e. Laju Penguapan, yaitu angka yang menunjukkan massa air yang dapat diuapkan tiap
jam untuk 1(satu) m3 volume pengering. Besaran ini juga disebut sebagai intensitas
penguapan, yang sangat bergantung pada beberapa hal antara lain sifat fisik bahan
yang akan dikeringkan, ukuran partikel bahan yang akan dikeringkan, jenis air yang
terkandung, kadar air dalam bahan saat awal dan akhir proses, temperatur gas
pemanas, dan desain/konstruksi pengering. Sebagai contoh untuk drum dryer dengan
berbagai material yang akan dikeringkan nilai intensitas penguapan ini diberikan pada
tabel berikut:
Tabel 3.1. Laju penguapan drum dryer untuk berbagai material yang akan dikeringkan dengan berbagai kadar air awal
Jenis Material Kadar air awal (%) Laju Penguapan [kg/m3.jam]
10 26 - 58 Batu Kapur
20 23,6 - 51
10 20 - 44 Marl
20 17 - 39
10 13,4 - 30 Tanah Liat
20 12,6 26,4
Catatan: angka-angka di atas berlaku untuk diameter drum antara 1m 2,6 m
f. Waktu pengeringan adalah waktu tinggal yang dibutuhkan oleh material yang
dikeringkan sejak memasuki pengering hingga keluar sebagai produk pengeringan.
Sebagai contoh berikut ini diberikan formulasi empiris waktu tinggal [t] material di
dalam drum dryer sebagai berikut:
42
F.n.d.p.L.,t = 771
dengan L : panjang drum
p : kemiringan drum [o]
d : diameter dryer [m]
n : putaran drum [rpm]
: sudut jatuh material [angle of repose] dalam (o), yaitu sudut kemiringan tumpukan material dimana material tersebut mulai
jatuh kebawah akibat beratnya sendiri di dalam tumpukan.
Sebagai contoh untuk batu kapur kering, sudut jatuh ini adalah
sekitar 36o.
F : faktor konversi
Masing-masing parameter di atas diperlukan baik dalam perhitungan proses maupun dalam
pengendalian operasi peralatan. Bagaimana kaitan antara parameter satu dengan lainnya
akan dijelaskan kemudian dalam bentuk contoh perhitungan. Pada pasal-pasal berikut akan
dibahas secara singkat hal-hal lain yang menyangkut proses pengeringan bahan baku semen.
3.6. Seleksi Peralatan Proses Pengeringan Sebelum sampai pada metode seleksi pengering, baiklah diperkenalkan terlebih dahulu
beberapa jenis pengering yang umum dipergunakan di industri antara lain:
a. Kelompok pengering jenis unggun (batch dryer)
b. Kelompok pengering kontinyu (continuous dryer)
Skema dari masing-masing jenis pengering di setiap kelompok di atas digambarkan pada
gambar-gambar 3.5 dan 3.6.
Dalam memilih peralatan pengering bahan baku terdapat hal-hal yang perlu diinventarisir dan
dipertimbangkan sehingga peralatan yang akan dipilih tidak mengecewakan. Beberapa data
yang perlu dikumpulkan dalam rangka menentukan jenis peralatan yang akan dipilih antara
lain:
1. Data yang diperlukan sebelum pemilihan jenis pengering dilakukan antara lain:
a. Kapasitas produksi
b. Kadar air awal dari bahan yang akan dikeringkan
c. Distribusi partikel bahan yang akan dikeringkan
d. Temperatur maksimum yang diijinkan bagi bahan yang akan dikeringkan
43
e. Data sifat fisik lain dari bahan yang akan dikeringkan
f. Apa ada kemungkinan kontaminasi yang mengganggu kualitas dengan
pemakaian gas tertentu sebagai gas pengering/pemanas
g. Kurva pengeringan bagi material yang bersangkutan
Gambar 3.5 Beberapa skema pengering jenis unggun
2. Kriteria dalam memilih jenis pengering
a. Kadar air awal dan akhir dari bahan
b. Distribusi ukuran partikel
c. Densitas bulk dari bahan yang akan dan sesudah dikeringkan
d. Kekerasan bahan
e. Kandungan debu
f. Karakteristik mampu alir dari bahan
a. Fluid Bed Dryer
b. Tray Dryer
c. Tumbler DryerFan Filter
Heater Valve
Notasi
44
g. Warna, bau dan kecenderungan membentuk pasta (cake)
h. Sifat apabila dibasahi kembali (misalnya akan menjadi lengket atau tidak)
Dengan data dan kriteria seperti di atas, pemilihan jenis pengering akan menjadi lebih mudah.
a. Rotary Dryer tipe konveksi
b. Flash dryer
Gambar 3.6 Dua tipe pengering jenis kontinyu yang sering dipakai di pabrik semen
3.7. Perpindahan Panas dalam Proses Pengeringan Pada umumnya perpindahan panas yang dominan dari gas ke bahan yang akan
dikeringkan untuk bahan baku semen adalah konveksi. Sedangkan konduksi dan radiasi boleh
dikatakan dapat diabaikan. Untuk perpindahan panas konveksi ini beberapa faktor yang
sangat berpengaruh antara lain:
a. Beda temperatur antara gas dan bahan baku
b. Kecepatan aliran gas relatif terhadap material
c. Luas permukaan efektif persentuhan antara gas dengan bahan baku.
DC
Mill
45
Dari beberapa faktor tersebut, nampak misalnya untuk drum dryer misalnya perlu diberi lifter di
sekeliling permukaan drum bagian dalam agar berfungsi sebagai penyebar partikel bahan
yang dikeringkan sehingga luas permukaan sentuh dengan gas meningkat. Selain faktor di
atas, khusus untuk drum dryer, putaran drum dan bentuk serta jenis lifter juga merupakan
salah satu faktor yang menentukan dalam proses pengeringan. Sedangkan untuk flash dryer,
VRM merupakan salah satu contoh dari aplikasi flash dryer ini, ukuran butir bahan baku
merupakan salah satu faktor yang dominan karena kecepatan relatif antara gas dan partikel
rendah sehingga memperkecil ukuran butir inilah yang dapat digunakan sebagai kompensasi
agar luas permukaan sentuhnya yang harus jauh lebih tinggi.
Selain itu arah aliran gas dan material juga menentukan perpindahan panas untuk
proses pengeringan ini, karena hal ini sangat menentukan beda temperatur antara keduanya.
Pada umumnya berdasarkan hasil penelitian, pengering yang memanfaatkan aliran sejajar
akan memiliki efisiensi pengeringan yang lebih tinggi dibanding pengering aliran lawan.
Kecepatan aliran gas juga berkaitan dengan kemampuan mengangkat partikel sehingga perlu
dicari suatu nilai optimal agar perpindahan panasnya efektif namun tidak menimbulkan debu
yang berlebihan (dusty). Untuk drum dryer, biasanya kecepatan gas ini berkisar antara 2 3
m/s. Sedangkan untuk flash dryer, karena gas juga sebagai media transport partikel, maka
sebaiknya perlu diteliti kecepatan minimal agar partikel dengan ukuran tertentu masih dapat
terangkat namun perpindahan panas tetap efektif. Hal ini menguntungkan dari dua hal yaitu
dari segi daya fan untuk mengalirkan gas juga berkurang dan dari segi pepindahan panas
masih tetap tinggi efektivitasnya. Hal ini pulalah yang dimanfaatkan oleh LV Technology untuk
meningkatkan kapasitas mill dan mengurangi pemakaian listrik, sebagai akibat menurunnya
kehilangan tekanan aliran gas.
Dalam hal temperatur, batasan yang perlu diperhatikan adalah bahwa temperatur gas
semakin tinggi semakin efektif pula perpindahan panas yang terjadi. Akan tetapi terdapat pula
temperatur maksimum yang diijinkan agar tidak mengganggu kualitas produk. Sebagai contoh
telah kita ketahui bersama bahwa batu kapur tidak boleh dikeringkan hingga temperatur
mendekati 700 800oC karena akan mulai terjadi proses kalsinasi (dekarbonisasi) sehingga
akan mengubah struktur kimianya. Dengan demikian pengeringan batu kapur sebaiknya
dilakukan di bawah temperatur 700oC. Contoh yang lain adalah jangan sampai proses
pengeringan ini melepaskan air terikat dari tanah liat (khususnya dari golongan kaolin)
karena dapat mengacaukan rawmix design apabila hal ini terjadi, khususnya apabila sistem
kontrol kualitas rawmix memakai teknik gravimetri. Lepasnya air terikat ini terjadi pada
46
temperatur sekitar 400 450oC. Oleh sebab itu pengeringan tanah liat sebaiknya dilakukan
pada temperatur di bawah itu.
Selain itu untuk masalah temperatur ini yang juga perlu diperhatikan adalah temperatur
gas saat meninggalkan dryer yang sebaiknya tidak kurang dari temperatur kondensasi air.
Pada drum dryer biasanya temperatur gas saat meninggalkan drum ditetapkan sekitar 120 -
125oC sehingga masih ada pengaman turunnya temperatur lagi selama perjalanan dari drum
hingga ke luar dari cerobong. Pada VRM temperatur ini biasanya dioperasikan pada
temperatur sekitar 80 100 oC.
Perpindahan panas sangat menentukan konsumsi panas spesifik dalam proses
pengeringan. Berdasarkan literatur untuk proses pengeringan bahan baku semen, kisaran nilai
konsumsi panas spesifik ini diperlihatkan pada tabel 3.2[1]. Tabel tersebut dibuat dengan
dasar bahwa temperatur gas saat meninggalkan drier adalah sekitar 100oC. Dari tabel
tersebut nampak bahwa semakin besar kandungan air awal material efisiensi pengeringan
semakin tinggi dan hal ini salah satunya disebabkan oleh semakin sulitnya mengeringkan
material dengan kandungan air awal yang semakin rendah yang ditandai dengan semakin
tingginya kalori atau panas yang dibutuhkan untuk menguapkan tiap kg air dari material yang
dikeringkan tersebut. Besaran ini sebenarnya erat kaitannya dengan kurva pengeringan yaitu
suatu kurva yang mengaitkan antara turunnya kadar air dengan waktu pengeringan dan energi
yang dibutuhkan untuk menguapkan tiap satuan massa air dari bahan yang dikeringkan.
Semakin rendah kadar air yang terkandung dalam bahan semakin lama pula waktu yang
dibutuhkan untuk pengeringan serta semakin tinggi pula energi yang dibutuhkan.
Tabel 3.2. Angka kisaran besaran proses pengeringan bahan baku semen
1 Kadar air awal [%] 5 10 20 30
2 Kadar air per 1000 kg material kering =
1000 x [%]alkadarairaw
[%]alkadarairaw100
53 111 250 429
3 Energi yang diperlukan untuk menguapkan 1 kg air yang terkandung dalam bahan [kkal]
1480 1200 1060 1000
4 Efisiensi pengeringan [%] 40 49,6 56,5 59
3.8. Pengeringan dan Penggilingan Pengeringan dan penggilingan dalam satu sistem peralatan banyak diterapkan pula di
pabrik semen, seperti VRM dan flash dryer serta impact dryer. Salah satu tujuan utama dalam
proses ini adalah bahwa energi panas dapat dikurangi karena panas hasil ekses proses
47
penggilingan bahan baku juga termanfaatkan untuk proses pengeringan. Kebanyakan gas
panas diambil dari gas keluar dari kiln system (outlet top cyclone) sehingga temperaturnya
tidak terlalu tinggi namun masih memenuhi untuk kebutuhan pengeringan bahan baku tanpa
mengurangi kualitas produk umpan kiln. Dengan temperatur gas yang tidak terlalu tinggi
tersebut apabila digunakan untuk pengeringan maka diperlukan jumlah gas yang cukup
banyak. Oleh karena itu diperlukan suatu desain peralatan yang dapat menampung jumlah
aliran gas banyak namun kecepatan aliran cukup rendah agar efek perpindahan panasnya
tetap efektif dan tidak menimbulkan suasana dusty dalam peralatan. Pada beberapa kasus
tambahan panas yang berasal dari proses penggilingan cukup besar artinya. Menurut
referensi proses penggilingan dapat menaikkan temperatur bahan yang digiling hingga 80
100oC lebih tinggi dibanding saat masuk ke dalam penggilingan. Nilai ini ekivalen hampir
sekitar 85% dari energi yang dipakai oleh mill terkonversi menjadi panas. Dengan demikian
manfaat memadukan kedua proses ini dalam suatu peralatan memang benar-benar terasa.
Dalam menentukan temperatur gas keluar dari peralatan, beberapa aspek berikut ini
perlu diperhatikan antara lain:
a. Berapa banyak jumlah massa air yang teruapkan dari bahan yang dikeringkan.
b. Batasan panas yang dibutuhkan untuk penguapan adalah sekitar 1250 kkal/kg air.
c. Jumlah gas yang dibutuhkan untuk proses pengeringan, karena hal ini terkait dengan
kemampuannya menampung uap air, kemampuannya memanaskan, dan kebutuhan
tambahan bahan bakar bila diperlukan untuk menghasilkan gas panas tersebut pada
temperatur yang diinginkan.
Sebagai ilustrasi berikut ini diberikan beberapa parameter dan nilainya untuk sebuah VRM
yang dipergunakan sebagai peralatan penggilingan sekaligus pengeringan bahan baku
semen:
a. Kadar air awal umpan : 10%
b. Laju umpan dalam keadaan kering : 115 ton/jam
c. Laju air terkandung dalam umpan : 11,5 ton/jam
d Ukuran rata-rata umpan : 2,54 cm (1 inchi)
e. Kehalusan produk 170 mesh (residu 90 m) : 14% f. Laju aliran gas panas dari kiln system : 2833 m3/menit
g. Temperatur gas dari kiln system : 285oC
h. Kadar uap air dalam gas (basis volume) : 8%
i. Udara segar yang sengaja dimasukkan : 0 (tidak ada)
j. Gas dari generator panas (heater)
48
- Temperatur : 678oC
- Laju aliran : 1142 m3/menit
k. Jumlah gas yang disirkulasikan : 0 (tidak ada)
l. Laju aliran gas masuk Mill : 3940 m3/menit
m. Temperatur gas masuk ke Mill : 354 oC
n. Gas masuk ke dalam siklon
- Laju aliran gas : 3255 m3/enit
- Temperatur : 79 oC
- kadar debu dalam gas : 604 g/m3
o.Gas masuk ke dalam dust collector
- Laju aliran gas : 3255 m3/menit
- Temperaturjenuh (dew point) : 56 oC
- kadar debu dalam gas : 47 g/m3
- kadar air dalam gas : 19,8% (basis volume)
p.Energi yang dibutuhkan untuk penggilingan : 6,9 Hph/t
q. Energi yang dibutuhkan mill fan : 6,9 Hph/t
r. Energi peralatan bantu lainnya : 0,4 Hph/t
s. Total energi untuk penggilingan dan pengeringan di luar heater : 14 Hph/t.
3.9. Penggilingan Bahan Baku Setelah mengalami prehomogenisasi, bahan baku yang biasanya masih mengandung
kadar air yang cukup tinggi perlu dikeringkan. Selain itu bahan baku perlu digiling untuk
memperoleh ukuran sesuai dengan persyaratan proses. Dalam praktek proses penggilingan
biasanya selalu dilakukan bersamaan dengan proses pengeringan (drying during grinding).
Kedua proses simultan ini dapat dilakukan dalam sebuah alat yaitu raw mill. Proses
pengeringan dan penggilingan di dalam raw mill pada penyiapan bahan baku umpan proses
pembuatan semen secara kering (dry process) harus dapat mengurangi kandungan air dari
bahan baku sampai batas yang rendah sekali ( 0.5%). Proses pengeringan bahan baku dilakukan terlebih dahulu, karena kandungan air dalam bahan mentah akan memperburuk sifat
mampu gilingnya (grindability). Selain itu sifat material basah yang cenderung lengket juga
dapat menimbulkan gangguan di dalam proses penggilingan khususnya apabila memakai tube
mill. Tujuan penggilingan terutama untuk menaikkan luas permukaan spesifik material yang
diinginkan sehingga akan diperoleh luas permukaan kontak pemanasan yang besar untuk
meningkatkan reaktivitas (kecepatan reaksi) dan kecepatan pemanasan pada tahapan proses
49
berikutnya. Pada umumnya proses penggilingan dilakukan dalam tube mill untuk kapasitas
rendah hingga sedang atau memakai vertical mill untuk kapasitas produksi yang besar. Berikut
ini akan dijelaskan secara singkat prinsip kerja masing-masing peralatan penggilingan bahan
baku tersebut.
3.9.1. Tube Mill Tube mill berupa silinder yang terbuat dari baja diisi dengan grinding media (bola-bola
baja dengan berbagai ukuran diameter) dan diputar (biasanya oleh motor listrik). Proses
penggilingan terjadi sebagai hasil tumbukan antara bahan baku dengan grinding media yang
jatuh dari ketinggian tertentu saat mengikuti gerakan putaran tube. Putaran tube mill akan
mengangkat material bersama grinding media pada ketinggian optimum yang diperlukan untuk
operasi grinding, sehingga kecepatan putaran merupakan salah satu parameter dari kinerja
proses penggilingan. Proses penghalusan material terjadi karena tumbukan dan gesekan
antar grinding media dan antara grinding media dengan lining mill (lapisan material keras yang
diletakkan mengelilingi dinding bagian dalam tube) dimana disela-sela ruang antar grinding
media dan antara grinding media dengan lining akan selalu terdapat bahan baku. Selain itu
bahan baku yang sudah relatif halus biasanya akan menempel pada grinding media dan liner
sehingga akan terjadi penghalusan lanjutan saat keduannya saling bergesekan.
Tube Mill tersebut dibagi atas beberapa kompartemen yang dibatasi oleh partisi berupa
saringan untuk menahan tercampurnya grinding media berdiameter besar dengan grinding
media berdiameter kecil, dan juga sebagai saringan terhadap material. Masing-masing
kompartemen biasanya menggunakan ukuran grinding media yang berbeda. Ukuran grinding
media berbeda-beda disesuaikan dengan fungsi penggilingan. Grinding media berukuran
besar berfungsi untuk memecah material besar dan grinding media berukuan kecil berfungsi
untuk menghaluskan material. Untuk mencegah terjadinya kerusakan dinding mill akibat
tumbukan grinding media dan juga sebagai bantalan tumbukan grinding media, pada sekeliling
dinding dalam tube dipasang liner. Aliran material yang sudah cukup halus terjadi akibat
adanya aliran udara pengering yang dimasukkan ke dalam tube mill. Material yang terbawa
oleh aliran udara ini akan dipisahkan berdasarkan ukurannya dengan separator sentrifugal dan
siklon. Produk pemisahan ini dikategorikan menjadi dua yaitu material halus (yang telah
memenuhi ukuran butir dan kehalusan yang dipersyaratkan) sebagai produk dan material
kasar (yang masih memerlukan penggilingan lagi dan dikembalikan ke dalam mill). Oleh sebab
itu, tube-ball mill ini biasanya dirangkai dengan separator dan siklon untuk memisahkan
material kasar dengan material yang halus.
50
3.9.2. Separator ( Turbo-Separator ) Umpan separator berasal dari raw mill dan produk bawah/ kasar dari siklon. Umpan
separator masuk melalui lubang pengumpanan (feed) dan jatuh secara gravitasi pada pelat
distribusi. Separator ini mirip impeller fan dan diputar oleh motor listrik. Main fan atau impeller
separator yang berputar akan menghasilkan sirkulasi aliran udara melalui ruang antar sudu-
sudu separator dan juga menghasilkan gaya sentrifugal bagi material yang berada di atas
pelat. Akibat gaya sentrifugal ini material kasar akan terlempar ke dinding separator dan jatuh
pada konis tailing akibat adanya penurunan gaya sentrifugal dan gaya gravitasi. Material kasar
ini akan diumpankan kembali ke dalam mill sedang material yang halus terbawa aliran udara
menuju cone bagian luar yang disebut dengan konis material halus dan akhirnya sampai di
siklon untuk dipisahkan menjadi dua kategori yaitu material halus sekali sebagai produk bahan
baku siap umpan dan yang masih kasar dikembalikan sebagai umpan separator bersama-
sama material yang berasal dari mill. Laju aliran udara, volume aliran udara dan kecepatan
putaran fan merupakan faktor penting dalam pemisahan partikel halus dari partikel kasar.
3.9.3. Siklon Terdiri dari dua bagian yaitu bagian silinder dan konis. Udara yang bercampur debu
material baku yang berasal dari separator masuk dengan kecepatan tertentu melalui llubang
feed menyusuri dinding siklon. Karena dinding siklon berupa lingkaran maka partikel yang
membelok menyusuri dinding tersebut akan mengalami gaya sentrifugal. Material yang kasar
akan jatuh ke bawah karena beratnya sendiri menyusuri dinding siklon sedangkan material
yang halus akan terangkat ke atas bersama aliran udara. Pada siklon ini parameter operasi
yang perlu diperhatikan adalah kecepatan masuk gas, pressure drop, dan temperatur gas.
Gambar 3.7 Skema aliran material proses pengeringan dan penggilingan dalam tube mill
Separator
Ke air lift
Ke EP
Raw meal
Gas panas Tube mill
Siklon Aliran Gas Aliran Padatan
51
Agar lebih jelas, aliran material dalam proses pengeringan dan penggilingan di dalam suatu
instalasi tube mill digambarkan secara skematik pada gambar 3.7.
3.9.4. Vertical Roller Mill Berbeda dengan tube mill, pada vertical roller mill proses penggilingan material terjadi
akibat jepitan/tekanan roller pada meja (table) dimana material yang berada diatas meja akan
tergerus oleh roller. Dengan demikian perbedaan utama mekanisme penggilingan antara roller
mill dan tube mill adalah gaya yang diberikan oleh media penggiling kepada material. Pada
tube mill menggunakan gaya tumbukan (impact force ) dari grinding media, sedangkan pada
roller mill menggunakan gaya tekan roller pada meja putar. Material masuk ke dalam mill dan
jatuh di atas meja penggiling yang diputar oleh motor penggerak meja. Di atas meja tersebut
tergantung dua atau empat roller yang dapat berputar pada sumbunya.
Gambar 3.8 Vertical roller mill.[2]
Proses penggilingan terjadi karena material yang berada di atas meja yang berputar
cenderung bergerak kearah tepi meja akibat adanya gaya sentrifugal dan pada waktu
52
melewati roller material akan tergilas, karena adanya tekanan antara roller dan meja
penggiling, sehingga diantara roller dan meja terbentuk lapisan material (material bed)
tergiling. Setelah melewati roller dan sampai di bagian tepi meja, material yang sudah halus
sebagai hasil penggilingan, akan terbawa dalam aliran gas panas dari bawah meja menuju
bagian atas mill yang sekaligus terjadi pula proses pengeringan material baku. Berbeda
dengan tube mill, pada bagian atas vertical roller mill dilengkapi dengan separator (classifier).
Material yang terikut bersama aliran gas akan dipisahkan oleh separator ini melalui efek
sentrifugal. Material kasar akan terlempar ke dinding separator dan dikembalikan ke table
untuk digiling kembali sedang material yang sudah halus terbawa keluar bersama-sama
dengan aliran gas melalui bagian tengah separator sebagai produk halus yang akan
dipisahkan oleh siklon. Aliran material di dalam vertikal mill diperlihatkan pada gambar 3.8.
3.10. Homogenisasi Pengalaman sehari-hari menunjukkan bahwa fluktuasi dari komposisi kimia bahan
baku memberikan beberapa efek terhadap pengoperasian kiln. Misalnya pembentukan coating
yang terjadi tidak pada tempat yang seharusnya, terjadinya pembentukan cincin (ring) coating,
penyumbatan (clogging) pada saluran keluar siklon di preheater, kerusakan bata tahan api,
dan lain-lain. Selama pengisian silo berlangsung, bahan baku jatuh dan membentuk lapisan-
lapisan dengan komposisi kimia yang mungkin kurang seragam sehingga material yang
terdapat di dalam silo ini harus dicampur (blending) dengan tujuan meniadakan fluktuasi pada
komposisi umpan kiln. Proses pencampuran bahan baku di dalam silo ini disebut dengan
proses homogenisasi material bahan baku. Oleh karena tingkat homogenisasi bahan baku ini
merupakan hal yang sangat penting dalam kestabilan operasi kiln dan kualitas klinker, maka
meskipun telah dilakukan beberapa kali tindakan penyeragaman kualitas awal
(prehomogenisasi dan proses penggilingan) namun masih harus dilakukan homogenisasi lagi
di dalam silo sebagai tahap akhir penyiapan umpan kiln.
Proses homogenisasi dapat dilakukan dengan sistem kontinyu maupun dengan sistem diskontinyu. Dengan proses kontinyu, pengisian dan pengosongan silo berlangsung bersama-sama. Sedangkan pada proses diskontinyu, pengisian dan pengosongan silo
dilakukan pada operasi yang berbeda, satu dihentikan sementara yang lain sedang dilakukan
proses pengisian.
Homogenisasi bahan baku di dalam silo pada prinsipnya dibedakan atas cara kerjanya
menjadi tiga kategori atau cara, yaitu:
53
1. Batch wise mixing silos
Untuk melakukan cara homogenisasi ini biasanya diperlukan dua pasang silo (atas dan
bawah). Silo yang di atas bersifat sebagai tempat homogenisasi, sedang silo yang
dibawah berfungsi sebagai tempat menyimpan (storage silo). Kedua pasangan silo diisi
bergantian, satu pasang diisi (tidak boleh diambil isinya), dan yang lainnya untuk penarikan
bahan baku untuk diumpankan ke peralatan proses.
2. Continuous Over Flow Homogenizing Silos
Pada cara ini, bagian dasar silo di bagi atas beberapa segment dan diberi aerasi yang
berbeda, sehingga selama proses aerasi berlangsung, di dalam silo terjadi pergerakan
material dari segment inlet sampai ke segment outlet. Posisi outlet tidak berada pada
dasar silo, tapi jauh di atas dasar silo, sehingga hanya material over flow saja yang dapat
ke luar. Homogenisasi dengan cara ini memerlukan konsumsi energi yang lebih besar
dibanding cara pertama (batch). Untuk lebih jelas proses homogenisasi yang terjadi pada
Continuous Over Flow Homogenezing Silo diperlihatkan pada gambar 3.9.
3. Continuous Homogenizing silos.
Hingga saat ini cara ini adalah cara terbaik untuk proses homogenisasi. Prinsipnya adalah
kombinasi proses penyimpanan bahan baku dan homogenisasi berada dalam satu silo.
Proses pencampuran terjadi pada saat material keluar dari silo lewat saluran (lubang) yang
terbentuk. Salah satu contoh continuous homogenizing silos adalah controlled flow silo (CF
silo) oleh FLS. Controlled flow silo beroperasi secara kontinyu dengan hanya
menggunakan satu silo, sehingga sistem menjadi lebih sederhana dan instalasinya lebih
ekonomis apabila dibandingkan dengan sistem sebelumnya.
Dividing wall
Inlet
Outlet
Inlet
Outlet
Bottom segments with strong and weak aeration
SECTION A- SECTION B-
Material flow
Gambar 3.9 Continuous Over Flow Homogenezing System
54
3.11. Pengendalian Operasi Penyiapan Bahan Baku Di setiap proses penyiapan bahan baku umpan tentunya terdapat beberapa parameter operasi
yang perlu dikendalikan. Tujuan pengendalian parameter ini adalah untuk mengidentifikasi
berjalannya proses sehingga diharapkan dapat menghasilkan produk proses yang memenuhi
standard kualitas/mutu yang diinginkan. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing parameter
operasi dan pengendalian yang biasanya diperhatikan pada setiap proses penyiapan bahan
baku serta peralatan yang dipakai.
3.11.1. Parameter operasi dan Pengendalian operasi Prehomogenisasi Dalam proses prehomogenisasi, secara prinsip cara penyusunan tumpukan material
yang perlu diperhatikan. Selain hal itu biasanya setiap minimal empat jam sekali dilakukan
analisis komposisi material. Hasil analisis ini berguna untuk pengendalian proporsi bahan baku
yang dimasukkan ke dalam mill.
3.11.2. Parameter operasi dan pengendalian proses drying dan grinding di mill Parameter operasi yang perlu dikendalikan dalam pengoperasian mill cukup banyak. Berikut
ini beberapa diantara parameter operasi dan pengendalian di mill akan dijelaskan satu persatu
secara lebih rinci.
a) Folafon dan beban elevator (khusus untuk tube mill) Folafon adalah alat untuk mengukur intensitas bunyi. Alat ini diletakkan pada dinding
mill sehingga perubahan intensitas suara yang terjadi dan terdeteksi dapat
mengindikasikan beban penggilingan pada mill. Pertambahan tinggi beban mill
diindikasikan oleh makin berkurangnya intensitas bunyi yang ditimbulkan, begitu juga
sebaliknya. Bunyi yang timbul pada mill merupakan hasil tumbukan grinding media
pada dinding mill dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
- Ukuran dan gerakan grinding media di dalam mill
- Jumlah material yang sedang digiling di dalam mill
- Kadar air material yang sedang digiling
- Kehalusan material yang digiling
- Bentuk dinding dan konstruksi mill
Tingkat bunyi folafon yang rendah dapat disebabkan oleh jumlah material yang digiling
terlalu banyak, material yang digiling halus dan basah atau jumlah grinding ball relatif
sedikit dibandingkan dengan material yang digiling. Untuk mengindikasikan jumlah
material yang digiling di dalam mill digunakan pula indikator beban elevator di mana
beban elevator makin tinggi (kW naik) menunjukkan kenaikan jumlah material yang
55
digiling di dalam mill. Kenaikan jumlah material yang digiling selain disebabkan oleh
feeding yang bertambah dapat juga disebabkan oleh bertambahnya material yang
bersirkulasi.
b) Tekanan hidrolik (khusus untuk vertical mill) Perubahan ketebalan material bed harus diimbangi dengan perubahan tekanan
spesifik roller untuk mendapatkan kehalusan yang diinginkan. Perubahan tekanan
spesifik roller dapat dilakukan dengan mengatur tekanan hidrolik pada piston. Tekanan
hidrolik ini secara tidak langsung akan mempengaruhi kehalusan produk mill.
c) Kecepatan putar separator (Classifier) Kehalusan dari produk dapat diatur dengan mengubah kecepatan putaran blade yang
ada pada classifier. Semakin tinggi kecepatan putaran blade maka raw meal yang
dihasilkan semakin halus, karena produk bahan baku siap umpan merupakan material
yang tidak terlempar oleh gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh putaran classifier.
Dengan demikian kecepatan putaran blade perlu dikontrol untuk mendapatkan ukuran
partikel yang memenuhi spesifikasi. Kecepatan putaran disesuaikan dengan hasil
analisis komposisi kimia produk mill.
d) Vibrasi (khusus untuk vertical mill) Kondisi operasi yang kurang baik dapat mengakibatkan getaran yang tidak normal
pada dinding mill. Misalnya bila ketebalan tumpukan material diatas grinding table
terlalu tipis maka operasi mill akan terganggu akibat adanya vibrasi yang tinggi.
Disamping itu vibrasi juga dapat diakibatkan oleh adanya benda asing/metal yang
terikut ke dalam raw mill. Oleh karena itu pengukuran besaran-besaran yang terkait
dengan getaran ini perlu dilakukan setiap saat. Batasan diijinkannya intensitas getaran
dinding atau bagian lain ditentukan berdasarkan kekuatan konstruksi peralatan. Yang
perlu diperhatikan di sini adalah tempat sensor, kesesuaian alat ukur dengan frekuensi
getaran yang ada, dan besar pencatatannya. Sebagai contoh untuk meja vertical mill
ini biasanya berputar dengan kecepatan cukup rendah sehingga akan tidak banyak
manfaatnya bila pencatat getaran di set pada daerah pencatatan yang terlampau lebar.
e) Flow gas panas Jumlah aliran gas yang melewati mill menentukan jumlah material yang dapat
ditransport dan jumlah panas yang diberikan untuk mengeringkan material.
Pengendalian parameter ini berkaitan dengan proses perpindahan panas di dalam mill.
Jumlah gas panas masuk dapat dihitung dengan memperkirakan jumlah material
masuk dan target kadar air yang diinginkan. Yang perlu diperhatikan bahwa semakin
56
banyak jumlah gas panas yang dimasukkan ke dalam mill, proses pengankutan
material halus semakin mudah dan perpindahan panas untuk keperluan pengeringan
semakin baik. Namun akibat negatifnya adalah konsumsi daya motor meningkat pula
disamping belum tentu pula menguntungkan masuknya material lebih kasar ke dalam
separator sebab hal ini dapat mengurangi efektivitas kerja separator.
f) Temperatur Parameter temperatur merupakan parameter variabel, karena tidak dapat dikontrol
secara langsung. Namun demikian temperatur ini mengindikasikan proses perpindahan
panas yang terjadi di dalam mill. Pengontrolan temperatur ini dilakukan dengan
mengatur jumlah gas panas yang masuk dan/atau gas yang disirkulasi. Dengan
pengontrolan temperatur di inlet dan outlet mill maka kadar air produk yang diinginkan
dapat dikontrol pula. Khusus untuk tube mill, temperatur mill juga dipengaruhi oleh
tumbukan antar grinding media yang menimbulkan panas, karena sebagian besar
tumbukan akan berubah energinya menjadi panas.
g) Tekanan gas (Pressure) Pengontrolan tekanan di inlet dan outlet mill untuk menjamin adanya aliran gas dan
material di dalam mill, yang juga menandakan kondisi sirkulasi internal material di
dalam mill. Semakin tinggi beda tekanan inlet dan outlet (pressure drop (P)) maka sirkulasi internal dalam mill semakin banyak sehingga dapat menghambat flow gas
panas yang masuk dan akibatnya akan menurunkan fresh feed serta menaikkan
konsumsi power mill fan untuk menjaga flow gas panas tetap konstan.
h) Parameter kualitas produk Parameter kualitas produk ( Lime Saturation Factor = LSF, Hydraulic Modulus = HM,
Silica Modulus = SM, Alumina Modulus = AM, kehalusan, kadar air dan homogenitas)
perlu dikontrol untuk menjaga agar kualitas hasil produk yang diperoleh sesuai dengan
target raw meal desain yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebagai parameter
kendalinya adalah sifat kimia dan sifat fisika produk. Namun demikian untuk melihat
aplikasi parameter tersebut dalam operasi mill, berikut ini akan diulas lagi secara
singkat sifat-sifat kimia dan fisika bahan baku produk mill. Khusus untuk sifat kimia,
angka-angka yang akan dicontohkan di bawah ini didasarkan pada perhitungan
komposisi kimia bahan baku agar diperoleh klinker yang memenuhi persyaratan untuk
57
semen Portland Tipe I. Sedangkan untuk semen tipe lain barangkali angkanya sama
atau sedikit berbeda tergantung dari kualitas produk semen yang sesuai dengan
standard komposisi yang akan dibuat.
1. Sifat kimia, antara lain rasio oksida yang ada dalam campuran, yaitu:
Lime Saturation Factor (LSF) LSF menunjukkan jumlah maksimum CaO yang diperlukan untuk bereaksi dengan
oksida lain sehingga tidak terjadi free lime berlebihan di klinker. LSF umumnya
berkisar antara 87-99 %. LSF>100% menyebabkan adanya CaO bebas, karena
tidak semua CaO dapat bereaksi dengan oksida lain pada suhu pijar. Adanya CaO
bebas pada klinker dapat menurunkan kualitas semen yang dihasilkan karena
dapat menimbulkan retak-retak pada beton akibat bereaksinya CaO dengan H2O
dan menimbulkan perbesaran volume. Berikut ini juga diberikan pengaruh besaran
masing-masing rasio terhadap kondisi operasi unit kiln.
LSF > 99% :
Kiln feed sulit dibakar Kadar free lime tinggi Temperatur burning zone tinggi Potensi kadar C3S tinggi
LSF < 87% :
Kiln feed mudah dibakar Kadar free lime rendah Liquid phase berlebihan, cenderung membentuk ring & coating Potensi kadar C3S rendah dan C2S tinggi
Hydraulic Modulus (HM) HM berkisar 1,7 2,3. HM tinggi pembakaran sulit dan kebutuhan panas tinggi. HM
rendah kekuatan semen rendah.
Silica Modulus (SM) Silica Modulus merupakan indikator tingkat kesulitan pembakaran raw material.
Silica Modulus yang tinggi akan menurunkan liquid phase serta meningkatkan
burnability dan temperatur pembakaran. Silica Modulus juga memberikan
gambaran tentang mutu klinker yang akan dihasilkan dan banyaknya bahan bakar
yang dibutuhkan.
Silica Modulus biasanya berkisar antara 1,9 3,2
58
Raw meal dengan SM > 3,2
Sulit dibakar dan klinker yang terjadi bersifat dusty Kebutuhan bahan bakar tinggi Free lime tinggi Sifat coating buruk dan tidak tahan termal shock Kuat tekan semen tinggi Raw meal dengan SM < 1,9
Mudah dibakar Kebutuhan panas (bahan bakar) rendah Klinker berbentuk bola dan sulit digiling Kekuatan awal semen rendah Menghasilkan setting time semen yang pendek
Alumina Ratio (AR) AR biasanya berkisar 1,3 1,6.
Raw meal dengan AR > 2,8 :
Liquid phase cenderung tinggi Setting time semen pendek Panas hidrasi semen tinggi Ketahanan semen terhadap sulfat rendah Raw meal dengan AR < 1,3 :
Liquid phase cenderung rendah Setting time semen lama Kuat tekan awal semen rendah
Liquid phase (Lph) Jumlah lelehan yang terbentuk tergantung dari komposisi dan suhu pembakaran.
Nilainya berkisar antara 25% hingga 30%.
2. Sifat fisika :
Kehalusan Hasil penggilingan mill tidak boleh terlalu kasar tetapi juga tidak boleh terlalu halus.
Penggilingan yang terlalu kasar mengakibatkan :
- luas permukaan kecil sehingga reaksi berlangsung lambat. Selain itu material
yang kasar biasanya berupa quartz yang lebih sulit untuk dibakar dibandingkan
dengan material yang lain.
59
- proses homogenisasinya terganggu karena distribusi ukuran partikel yang
terlalu lebar.
- perpindahan material di dalam mill terganggu.
Jika dilakukan penggilingan yang terlalu halus dapat mengakibatkan :
- konsumsi daya spesifik menjadi tinggi sehingga biaya produksi meningkat dan
laju produksi menurun.
- Debu yang dihasilkan terlalu banyak menyebabkan kapasitas mill turun
- Cenderung untuk membentuk clogging di inlet kiln karena reaksi cepat
berlangsung.
Tingkat kehalusan produk mill, pada kondisi umpan yang normal, ditentukan oleh
faktor-faktor berikut :
- Jumlah dan distribusi ukuran grinding media yang ada di dalam mill, khusus
untuk tube mill. Pada vertical mill ditentukan oleh kondisi roller, grinding table
dan tekanan yang bekerja pada roller tersebut serta ketebalan material yang
berada diantara roller dan table.
- Pengaturan pada separator.
Untuk static grid separator tingkat kehalusan yang berbeda-beda dapat
diperoleh dengan mengatur bukaan slot separator yang berbentuk blade.
Pengaturan ini bertujuan untuk menambah/mengurangi hambatan pada aliran
udara bersama material. Makin besar hambatannya maka energi kinetik
material akan turun sehingga akan cenderung untuk jatuh, dan material yang
akan menjadi produk akan semakin halus.
Untuk air separator dilakukan dengan mengatur bukaan slot separator
dengan maksud untuk mengatur jumlah aliran udara untuk memisahkan
material yang halus. Jika slotnya diperkecil, aliran udara rendah, maka produk
yang dihasilkan makin halus sehingga material yang dikembalikan ke dalam mill
makin banyak.
Untuk air separator yang dilengkapi dengan auxiliary fan yang dapat
diatur kecepatannya, kehalusan produk diatur dengan mengatur kecepatan
putarannya. Jika putaran auxiliary fan semakin tinggi berarti mengurangi laju
udara sirkulasi, sehingga material yang terangkat makin halus dan sedikit yang
akhirnya akan dihasilkan produk yang semakin halus dengan material sirkulasi
yang semakin banyak.
60
Pada vertical mill kehalusan material produk diatur dengan mengatur
kecepatan classifier yang terdapat di dalam mill. Jika kecepatannya makin
besar maka akan menimbulkan gaya sentrifugal yang lebih besar pada material
sehingga produk yang dihasilkan akan lebih halus dan semakin banyak material
kasar yang kembali ke grinding table.
Kadar air Kadar air diperoleh dari analisis komposisi produk mill. Kadar air merupakan
tanda efektivitas tidaknya proses pengeringan material di dalam mill. Semakin
tinggi kadar air produk akan semakin mengurangi efisiensi konsumsi energi
spesifik karena energi untuk menguapkan kadar air dalam bahan baku akan
meningkat pula.
Homogenitas Homogenitas komposisi kimia selalu dicek agar kualitas bahan baku umpan
terkendali dengan baik yang pada akhirnya proses pembakaran akan
berlangsung secara stabil dan produk klinker yang dihasilkan memiliki kualitas
yang baik.
3. Parameter operasi dan pengendalian proses homogenisasi di silo Parameter operasi yang perlu dikendalikan dalam pengoperasian blending silo:
Jumlah raw meal Jumlah raw meal yang masuk dan keluar silo perlu dikendalikan, sehingga jumlah
raw meal yang diumpankan ke kiln akan sesuai dengan yang diinginkan dan tidak
terjadi defisit raw meal. Disamping itu juga terdapat indikator level yang mengatur
jika salah satu silo telah penuh maka arah aliran akan diubah ke arah silo yang
lain.
Aerasi udara Aerasi udara berhubungan dengan tingkat homogenisasi yang dapat dicapai.
Aerasi udara ini menyebabkan adanya sirkulasi udara dan material. Pada
controlled flow silo, urutan aerasinya dikendalikan dan diatur secara bergantian
untuk mendapatkan tingkat homogenisasi yang optimum dan aliran keluar silo
yang kontinyu.