1 BAB 3 Pergerakan Kaum Intelektual Muda Papua ; Sebuah Narasi Tulisan ini menemukan bahwa historis pergerakan kaum intelektual muda Papua mengalami dinamika dalam usahanya memerjuangkan keadilan, dan melepaskan dirinya dari praktik-praktik penindasan. Untuk memahaminya lebih mendalam, saya mencoba untuk memaparkan dan menelisik data historis tentang gerekan mereka. Penelitian terdahulu menarasikan bahwa sebelum tahun 1961 terdapat kelompok intelektual muda. Namun yang membedakannya, kelompok intelektual sebelum tahun 1961 hanya berfokus untuk menginisiasi sebuah negara, sehingga merka tidak melakukan aksi protes publik. Bagaimanapun juga, pergerakan protes di ruang publik yang melibatkan kaum intelektual muda Papua, dimulai setelah tahun 1961, pasca gagalnya membentuk sebuah negara. Setelah resmi berintegrasi di tahun 1969 dengan Indonesia, aksi massa tidak berhenti. Mereka semakin menampilkan perasaan berbeda dengan mengibarkan bendera Bintang Kejora. Entitas ini secara transenden memiliki relasi sakral melalui narasi Cargo Cult (kepercayaan lokal). Sebagian dari mereka, salah satunya Jacob Prai memilih untuk bergabung dengan Organisasi Papua Merdeka di hutan. Bersamaan dengan itu, pemaknaan yang tinggi tentang relasi transenden, juga mendorong mereka untuk mengekspresikan perasaan berbeda. Melalui Grup Mambesak, mereka berhasil menggemakan sakralnya sprit gerakan kebudayaan, sekaligus mengangkat identitas orang Papua sempat terdestuksi di masa orde baru. Setelah kejatuhan Soeharto dan sampai saat ini, pergerakan massa di Papua maupun di luar Papua juga mengalami dinamikanya sendiri. Selama dua
22
Embed
BAB 3 Pergerakan Kaum Intelektual Muda Papua ; Sebuah Narasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB 3
Pergerakan Kaum Intelektual Muda Papua ; Sebuah Narasi
Tulisan ini menemukan bahwa historis pergerakan kaum intelektual muda
Papua mengalami dinamika dalam usahanya memerjuangkan keadilan, dan
melepaskan dirinya dari praktik-praktik penindasan. Untuk memahaminya lebih
mendalam, saya mencoba untuk memaparkan dan menelisik data historis tentang
gerekan mereka. Penelitian terdahulu menarasikan bahwa sebelum tahun 1961
terdapat kelompok intelektual muda. Namun yang membedakannya, kelompok
intelektual sebelum tahun 1961 hanya berfokus untuk menginisiasi sebuah negara,
sehingga merka tidak melakukan aksi protes publik. Bagaimanapun juga,
pergerakan protes di ruang publik yang melibatkan kaum intelektual muda Papua,
dimulai setelah tahun 1961, pasca gagalnya membentuk sebuah negara.
Setelah resmi berintegrasi di tahun 1969 dengan Indonesia, aksi massa
tidak berhenti. Mereka semakin menampilkan perasaan berbeda dengan
mengibarkan bendera Bintang Kejora. Entitas ini secara transenden memiliki
relasi sakral melalui narasi Cargo Cult (kepercayaan lokal). Sebagian dari mereka,
salah satunya Jacob Prai memilih untuk bergabung dengan Organisasi Papua
Merdeka di hutan. Bersamaan dengan itu, pemaknaan yang tinggi tentang relasi
transenden, juga mendorong mereka untuk mengekspresikan perasaan berbeda.
Melalui Grup Mambesak, mereka berhasil menggemakan sakralnya sprit gerakan
kebudayaan, sekaligus mengangkat identitas orang Papua sempat terdestuksi di
masa orde baru.
Setelah kejatuhan Soeharto dan sampai saat ini, pergerakan massa di
Papua maupun di luar Papua juga mengalami dinamikanya sendiri. Selama dua
2
dekade terakhir sejak era reformasi, pergerakan Aliansi Mahasiswa Papua telah
mengalami suatu titik internalisasi dengan membentuk kesadaran baru. Kehadiran
Front Rakyat Indonesia for West Papua yang bersolidaritas dengan AMP telah
menghasilkan strategi kolaboratif dan menyemaikan kesadaran baru di dalam
organ gerakan.
3.1. Awal Pergerakan Kaum Intelektual Mahasiswa Papua
Pergerakan mahasiswa Papua di masa kini adalah bentuk akumulasi dan
dinamika gerakan mahasiswa Papua di masa lalu1. Bagaimanapun juga, terjadi
perubahan ideologi dan strategi dari gerakan kaum intelektual muda Papua dari
masa ke masa. Tidak dapat dipungkiri juga, pergerakan massa tentunya memiliki
tujuan dan perilaku kolektif, serta berkaitan erat dengan ideologinya, termasuk
Nasionalisme. Bagi Yason Ngelia2, awal penyemaian gerakan intelektual Papua
bermula dari pendidikan di sekolah peradaban dan transmisinya ke sekolah
Besteeur (pamong). Ruang ini menghasilkan kaum intelektual muda Papua.
Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa, proses persiapan kemerdekaan
memiliki visibel politis untuk mendirikan sebuah negara3. Namun bagi saya,
kesan politis teguh yang dikonstruksi pada fase awal penyemaiannya yang sakral,
1 Lihat Richo yapi Charly Corputty, Gerakan mahasiswa Papua : Studi organisasi Aliansi
Mahasiswa Papua (AMP) di Yogyakarta, Tesis . Yogyakarta: Perpustakaan Universitas Gadjah
Mada, 2007 ; Restu Pamuji, NASIONALISME PAPUA DALAM ORGANISASI ALIANSI
"Pergerakan Sakralitas-Nasionalisme Papua; Pola Pergerakan Aliansi Mahasiswa Papua dalam
Ruang Solidaritas di Yogyakarta." Mozaik Humaniora, 2019. 2 Yason Ngelia, Gerakan Mahasiswa Papua ; Catatan Sejarah,Teori & Praktik Melawan
Penjajah. Solo: APRO Publisher, 2019. 3 Johannes Rudolf Gerson Djopari, Pemberontakan organisasi papua merdeka. Jakarta:
Grasindo, 1993.
3
membentuk Sakralitas-Nasionalisme dan menyemai hingga kini ke dalam ideologi
gerakan.
Menelisik lebih mendalam terkait aksi massa dalam bentuk protes terbuka,
dimungkinkan untuk memerksa beberapa historis tentang gerakan setalah tahun
1961. Pasca gagalnya menginisasi sebuah negara yang merdeka di tahun itu 1961,
Jacob Prai, seorang mahasiswa dari Universitas Cenderawasih membentuk
Gerakan Pemuda Papua. Setelah ditelisik, kelompok yang dibentuknya merupakan
gerakan mahasiswa yang mula-mula melakukan aksi massa di masa menolak
proses Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Melalui tulisan Aditjondro, saya
menduga Arnold Ap4 juga terlibat di dalamnya ketika menjadi mahasiswa.
Menariknya, kecil peluang untuk lepas dari Indonesia menyebabkan Arnold lebih
memilih mengembangkan kreativitasnya di dalam seni, mempertahankan
eksistensi identitas ke-papua-an dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Kisah Arnold Ap akan di bahas pada bagian selanjutnya, juga berkaitan
dengan gerakan kebudayaannya.
Lebih lanjut tentang Prai, ia menjalin koalisi dengan kaum pemuda di
kampusnya yang juga bertentang dengan Indonesia, demi memperkuat basis
massa dalam aksi protes menentang proses Penentuan Pendapat Rakyat. Bob
Kubia salah seorang temannya mengatakan5 :
“Banyak mahasiswa yang anti dengan Indonesia, namun mereka sangat takut
sehingga tidak dapat berbuat banyak. Tetapi tidak bagi Jacob. Bahkan ia turut
serta berjuang untuk kelompok masyarakat lainnya, kadang-kadang mereka yang
keturunan cina sering pergi ke ruangannya untuk diskusi secara tertutup.
4 George Junus Aditjondro, Cahaya Bintang Kejora. Jakarta: Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat, 2000. 5 Robin Osborne, Kibaran sampari "Gerakan Pembebasan OPM, dan Perang Rahasia di
Papua Barat. Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi masyarakat (ELSAM), 2001.
4
Menjelang pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat, ia sangat aktif dalam
mempublikasikan masalah pengambil alihan kekuasaan”.
Dampak dari aktivitasnya menentang rezim Indonesia di masa peralihan ke
UNTEA, ia sering ditangkap oleh petugas bersenjata. Pernah di suatu kesempatan,
Jacob Prai ditangkap seusai kuliah dan dimasukan ke dalam penjara. Seminggu
setelah itu, ia kabur dari situ dan memilih untuk bergerilya dengan Tentara
Pembebasan Nasional Papua di bawah pimpinan Seth Rumkorem.
Setelah integrasi ke Indonesia, aksi protes masih tetap dilakukan. Tepatnya
tahun 1977, sekitar 30 orang mahasiswa Universitas Cenderawasih melakukan
protes keras kepada pihak kampus akibat upaya “mengindonesiakan” mereka
melalui sistem pembelajaran pada matakuliah di kelas. Konsekuensinya, mereka
dikeluarkan oleh pihak kampus. Sumber yang sama oleh Osborne6 di tahun yang
sama, terjadi simultan serangan antara pihak yang pro dan kontra dengan
Indonesia. Kondisinya berkenaan dengan Pemilihan Umum yang akan
dilaksanakan. Beberapa anggota organisasi Papua pro kemerdekaan menyatakan
bahwa PEMILU merupakan tantangan besar bagi mereka. Mereka mengalami
kekecewaan akibat tidak diizinkan mendirikan partai politik. Bersamaan dengan
itu, mereka mengakumulasikan kebencian kepada Partai Golkar yang
mendominasi pemerintahan saat itu. Mereka berencana untuk memboikot
Pemilihan Umum di tahun itu. Singkatnya, rencana mereka menggagalkan
pemilihan umum tidak terealisasi7.
6 Robin Osborne, Kibaran sampari "Gerakan Pembebasan OPM, dan Perang Rahasia di
Papua Barat. Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi masyarakat (ELSAM), 2001. 7 Robin Osborne, Kibaran sampari "Gerakan Pembebasan OPM, dan Perang Rahasia di
Papua Barat. Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi masyarakat (ELSAM), 2001.
5
Menurut laporan Post-Courier, gagalnya rencana mereka akibat perintah
dari pemerintah untuk membubarkan kelompok Victoria di bawah pimpinan Seth
Rumkorem. Sementara itu juga, telah terjadi keterpecahan dalam organisasi
setelah Rumkorem mengangkat dirinya sebagai Presiden Papua Barat. Jacob Prai
yang saat itu bersamanya, marah dan berkoordinasi dengan Nicholaas Jouwe yang
berada di luar negeri, untuk membentuk kabinet baru. Namun pendelagasian yang
diberikan oleh Prai tidak dilaksanakan oleh Jouwe kerena alasan strategis, dan
menginginkan agar mereka berdamai.
Setahun setelah itu, tepatnya 15 Juli 1977, mereka bersepakat membentuk
“Program Aksi Nasional dari Pemerintahan Revolusioner Sementara Negara
Papua Barat”, bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Tujuannya untuk
menciptakan kesadaran kolektif masyarakat Papua, agar bersinergi kerangka
Organisasi Papua pro kemerdekaan. Intensi lainnya, untuk membebaskan diri dari
penjajahan, membangun relasi dengan dunia internasional, serta menentang segala
bentuk tindakan kolonialisme, neo-kolonialisme, imperialism, dan rasialis
apartheid. Upaya mereka menyemaikan ideologi pembebasan tampak berhasil,
sehingga menyebabkan beberapa pemberontakan terhadap Pemerintah Indonesia8.
Tanggal 3 Juli 1982, 9 mahasiswa Universitas Cenderawasih dan 1 orang
guru SD Gembala Baik bernama Karel Patiran melakukan di kantor DPRD Irian
Jaya. Mereka menurunkan bendera merah putih dan menggantinya dengan
bendera Bintang Kejora. Selanjutnya mereka menyanyikan lagu “Hai Tanahku
8 Johannes Rudolf Gerson Djopari, Pemberontakan organisasi papua merdeka. Jakarta:
Grasindo, 1993.
6
Papua”, dan membacakan teks Proklamasi Papua Barat. Aparat keamanan
kemudian menangkap dan menghukum mereka dengan kurungan penjara9.
Enam tahun setelah itu, tanggal 14 Desember 1988, kurang lebih 60 orang
berkumpul di stadion Mandala, Jayapura. Mereka mendeklarasikan negara
Melanesia Barat dan mengibarkan bendara Bintang 14. Gerakan ini diinisasi oleh
Thomas Wanggai, seorang intelektual terdidik, lulusan Jepang dan Amerika. Aksi
ini cukup berbeda dengan aksi dan pengibaran bendera sebelumnya. Mereka
menggunakan bendera dengan simbol Bintang 14 yang di rancang Thomas
Wanggai dan istrinya Teruko Wanggai. Gerakan massa ini mendapat apresiasi dan
perhatian dari seluruh masyarakat, khususnya mahasiswa Universitas
Cenderawasih. Namun selepas deklarasi dilakukan, mereka ditangkap dan
dipenjara secara terpisah. Sebagian dari mereka berada di penjara Kalisosok, di
Surabaya10
.
3.2. Kita Bernyanyi Untuk Hidup dahulu, sekarang dan Nanti ; Arnold Ap dan
Spirit Gerakan Kebudayaan Mambesak
Jika menyimak berbagai aksi dalam gerakan massa yang melibatkan kaum
intelektual Papua, Grup Mambesak menjadi salah satu potret awal gerakan
mahasiswa Papua yang menampilkan eksistensinya melalui gerakan kebudayaan.
Tidak juga dipungkiri bahwa beberapa aksi di atas terjadi secara bersamaan
9 Johannes Rudolf Gerson Djopari, Pemberontakan organisasi papua merdeka. Jakarta: