50 BAB 3 PEMBAHASAN Nyeri kepala adalah kondisi umum yang selalu mengganggu. Gangguan yang diakibatkan oleh nyeri kepala mulai dari yang ringan seperti gangguan fungsional sampai yang berat (mengancam nyawa). Dan menurut beberapa ahli dan atau sumber, nyeri kepala adalah suatu gejala penyerta dari beberapa penyakit (Hidayati, 2016). Menurut World Health Organization (WHO) nyeri kepala biasanya dirasakan berulang kali oleh penderita sepanjang hidupnya. Kurang lebih dalam satu tahun 90% dari populasi dunia mengalami paling sedikit satu kali nyeri kepala (Sjahrir, 2008). Salah satu penyebab terjadinya nyeri kepala adalah akibat penggunaan media elektronik. Penggunaan media elektronik juga merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri kepala. Penelitian yang dilakukan Busch, Kries, Thomas et al (2010) terhadap 1.025 remaja dengan usia 13-17 tahun, ditemukan bahwa sebagian besar dari remaja menggunakan teknologi informasi dan komunikasi berupa penggunaan komputer (85%), menonton televisi (TV) (90%) atau mendengarkan musik (90%), menggunakan telepon genggam (23%) dan hanya 25% bermain game setiap harinya, dari penelitian ini didapatkan hasil berupa adanya hubungan statistik yang signifikan antara mendengarkan musik dengan nyeri kepala dan untuk tipe nyeri kepala sendiri tidak didapatkan hubungan yang signifikan. Soderqvist, Carlberg, Hardell (2008) mengemukakan bahwa penggunaan telepon genggam pada remaja di Swedia dengan rentang usia 15-19 tahun lebih sering mengeluhkan nyeri kepala, kelelahan, stres, cemas, susah berkonsentrasi dan
32
Embed
BAB 3 PEMBAHASAN - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39736/4/BAB III.pdf · adalah nyeri kepala dan ada peningkatan yang signifikan antara prevalensi nyeri kepala dengan peningkatan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
50
BAB 3
PEMBAHASAN
Nyeri kepala adalah kondisi umum yang selalu mengganggu. Gangguan yang
diakibatkan oleh nyeri kepala mulai dari yang ringan seperti gangguan fungsional
sampai yang berat (mengancam nyawa). Dan menurut beberapa ahli dan atau sumber,
nyeri kepala adalah suatu gejala penyerta dari beberapa penyakit (Hidayati, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO) nyeri kepala biasanya dirasakan
berulang kali oleh penderita sepanjang hidupnya. Kurang lebih dalam satu tahun 90%
dari populasi dunia mengalami paling sedikit satu kali nyeri kepala (Sjahrir, 2008).
Salah satu penyebab terjadinya nyeri kepala adalah akibat penggunaan media
elektronik. Penggunaan media elektronik juga merupakan salah satu penyebab
timbulnya nyeri kepala. Penelitian yang dilakukan Busch, Kries, Thomas et al (2010)
terhadap 1.025 remaja dengan usia 13-17 tahun, ditemukan bahwa sebagian besar dari
remaja menggunakan teknologi informasi dan komunikasi berupa penggunaan
komputer (85%), menonton televisi (TV) (90%) atau mendengarkan musik (90%),
menggunakan telepon genggam (23%) dan hanya 25% bermain game setiap harinya,
dari penelitian ini didapatkan hasil berupa adanya hubungan statistik yang signifikan
antara mendengarkan musik dengan nyeri kepala dan untuk tipe nyeri kepala sendiri
tidak didapatkan hubungan yang signifikan.
Soderqvist, Carlberg, Hardell (2008) mengemukakan bahwa penggunaan
telepon genggam pada remaja di Swedia dengan rentang usia 15-19 tahun lebih sering
mengeluhkan nyeri kepala, kelelahan, stres, cemas, susah berkonsentrasi dan
51
gangguan tidur. Hal ini didukung juga dengan penelitian dari Chia, Chia, Tan (2000)
tentang prevalensi penggunaan telepon genggam di Singapura dari hasil penelitian
didapatkan bahwa 808 laki-laki dan perempuan antara berusia 12-70 tahun yang
tinggal dalam satu komunitas sekitar 44,8% diantaranya menggunakan telepon
genggam dan gejala yang umumnya dialami oleh para pengguna telepon genggam
adalah nyeri kepala dan ada peningkatan yang signifikan antara prevalensi nyeri
kepala dengan peningkatan durasi penggunaannya (dalam menit per hari).
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah menjadi bagian sentral dari
keseharian kehidupan anak-anak dan remaja. Penggunaan komputer untuk belajar,
bermain game, mencari informasi di internet dan berkomunikasi melewati telepon
genggam dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun mereka inginkan. Penelitian di
Finlandia yang dilakukan pada 7292 remaja menunjukkan bahwa anak laki-laki
sering bermain game digital dan menggunakan internet dibandingkan anak
perempuan yang lebih sering menggunakan telepon genggam (Herwinto, Akbar,
2008).
Di negara yang maju seperti sekarang ini anak-anak lebih senang
menghabiskan waktu untuk menonton televisi. Survei menunjukkan bahwa anakanak
dan remaja menghabiskan waktu untuk menonton televisi melebihi waktu yang
dihabiskan disekolah. Peningkatan menonton televisi oleh anak-anak dan remaja ini
menimbulkan kekhawatiran akan efek buruk pada kesehatan (Hancox, Milne, Richie,
Vember et al, 2004).
Studi in-vitro menunjukkan bahwa EMF dapat menyebabkan perubahan
dalam permeabilitas BBB dan gangguan dalam transpor aktif ion , dan
52
pelepasan ion oleh membran selular (Hamada, Singh, Agarwal, 2011). Aktivasi
atau phosporilasi dari hsp27 oleh radiasi telepon selular (molecular system)
menyebabkan regulasi polimerasi dan stabilisasi stress fibers yang meningkat
sehingga berefek terhadap permeabilitas BBB yang juga meningkat. (Leszcynski,
Joenvaara, Reininen et al, 2002).
Perubahan pada Blood brain barrier (BBB) akibat meningkatnya
permeabilitas menyebabkan unsur albumin, ion, metal, zat kimia, virus mudah
melewati susunan serabut saraf sehingga dalam waktu singkat akan berakibat
terbentuknya mikrooedema, inflamasi yang kemudian menimbulkan gejala berupa
nyeri kepala. Jika hal ini berkelanjutan secara terus menerus dapat menyebabkan
oedema serebri, peningkatan tekanan intrakranial dan kerusakan otak yang
irreversibel. Zat toksik dari sirkulasi darah dapat melewati neuron sehingga
peningkatan permeabilitas BBB secara transient bisa menyebabkan kerusakan
permanent pada jaringan saraf (Nibby, 2009).
Paparan EMF secara terus menerus dapat membangkitkan membran shock
dan beberapa efek lainnya yang bila voltase gelombang elektromagnetik membran
melebihi ambang rangsang dapat menyebabkan melebarnya pori-pori dari membran
sel. Fenomena ini disebut dengan elektroforasi. Sebagai hasilnya plasma membran
menjadi bocor yang kemufdian menyebabkan hilangnya molekul intraselular, ion dan
makromolekul juga termasuk kalsium didalamnya (Hamada, Singh, Agarwal, 2011).
Posisi duduk yang tidak benar khususnya fleksi leher dan sikap tubuh yang
statis juga berhubungan dengan nyeri leher dan nyeri kepala dimana otot-otot leher
53
juga berperan penting pada patogenesis migren juga memfasilitasi dari sensitisasi
sentral (Shevel, Spiering, 2004).
Faktor pencetus yang dimungkinkan dapat menjadi pencetus terjadinya nyeri
kepala primer adalah stress psikososial, hormonal pada wanita, gangguan tidur, bau
menyengat, stres otot, cahaya terang, alkohol, pekerjaan yang melelahkan, aktifitas
seksual, dan lain-lain (Sjahrir, 2008).
Dalam beberapa teori sudah banyak yang mulai menghubungkan antara
lamanya penggunaan media elektronik dengan nyeri kepala, Leszcynski, Joenvaara,
Reininen et al (2002) mulai mengobservasi tentang stress respon dan meningkatnya
permeabilitas BBB segera setelah paparan gelombang elektromagnetik. Jika hal ini
berulang secara terus menerus (hari) pada akhirnya dalam jangka waktu yang panjang
(tahun) akan terjadi akumulasi kerusakan jaringan otak. Penelitian Nibby (2009),
menunjukkan bahwa penggunaan telepon genggam dapat menyebabkan permeabilitas
BBB meningkat dengan segera setelah paparan radiasi, jika keadaan ini terjadi secara
terus menerus (2 jam paparan radiasi) maka pada akhirnya akan terjadi kerusakan
neuron.
Dalam studi in-vitro yang dilakukan oleh Bortkiewicz (2001) dan Hamada,
Singh, Agarwal (2011) menunjukkan bahwa EMF dapat menyebabkan perubahan
pada permeabilitas dari BBB dan gangguan dalam transport aktif , dan
pelepasan ion oleh membran selular. Paparan EMF dapat membangkitkan
membran shock dan beberapa efek lainnya. Apalagi bila gelombang elektromagnetik
membran melebihi ambang rangsang, maka pori-pori pada membran akan melebar
54
sehingga pada akhirnya plasma membran menjadi bocor dan molekul intraselular
hilang, ion dan makromolekul juga termasuk kalsium akan ikut hilang bersamanya
(Hamada, Singh, Agarwal, 2011).
Menurut America Cancer Assosiation, efek radiasi pada anak dan remaja
dengan usia < 17 tahun jauh lebih besar karena saat usia tersebut otak masih dalam
keadaan berkembang sehingga rentan untuk terjadinya kanker otak akibat radiassi.
Environment for working group di Amerika juga mengemukaan bahwa anak dan
remaja dengan usia < 17 tahun mempunyai tulang tengkorak yang belum tebal
sehingga radiasi yang diserap 2 kali lipat (Ruediger, 2009).
Selain itu faktor otot juga ikut berperan penting dalam patogenesis dari nyeri
kepala. Para pengguna komputer dengan durasi > 56 jam/minggu akan meningkatkan
terjadinya beban terhadap otot-otot yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya
nyeri leher atau nyeri bahu dan bahkan keduanya selain itu juga akan tampak
kelelahan pada mata (Palm, Risberg, Mortimer et al, 2007).
Dari penelitian Punamaki (2006), yang dimana penelitiannya dilakukan pada
7292 remaja pengguna telepon genggam dan komputer didapatkan peningkatan resiko
nyeri kepala (p< 0.05). Soderqvist, Carlberg, Hardell (2008) yang juga meneliti pada
2000 remaja di Swedia didapati hasil bahwa 99,6% orang yang menggunakan telepon
genggam dan menonton televisi tejadi peningkatan odd rasio dengan meningkatnya
frekuensi penggunaannya.
Otot-otot pada leher juga berperan penting pada patogenesis migren yang
dimana memfalisitasi dari sensitisasi sentral (Shevel, Spiering, 2004). Menurut
Hardell, Carlberg, Mild (2009), penelitiannya yang dilakukan pada 131 pelajar 40%
55
posisi duduk yang tidak benar khususnya fleksi leher dan sikap tubuh yang statis
mempunyai hubungan yang bermakna dengan nyeri leher dan nyeri kepala. Hal ini di
dukung oleh penelitian dari Torsheim, Eriksson, Schnohr et al (2009), penelitian yang
dilakukan pada 31022 anak-anak usia sekolah menunjukan hasil bahwa terdapatnya
hubungan yang bermakna antara menggunakan komputer dan menonton televisi
dengan nyeri bahu dan nyeri kepala (p = 0.01).
Dari beberapa sumber dan penelitian yang sudah terbahas di BAB
sebelumnya, terdapat bermacam-macam informasi tentang faktor resiko yang bisa
mengakibatkan terjadinya nyeri kepala terhadap pelajar tingkat SMA, diantaranya
bisa disebabkan dari pola hidup yang salah, bisa dari sekolah itu sendiri (mulai dari
teman-teman sekolah maupun dari guru-guru di sekolah) dan bisa dari kejiwaan si
anak tersebut.
Berikut adalah pembagian faktor-faktor resiko terjadinya nyeri kepala
menurut penelitian dari Straube, Heinen, Ebinger et al (2013) yang membagi dalam 3
(tiga) kategori, sebagai berikut ulasan faktor-faktor resiko yang bisa menyebabkan
terjadinya nyeri kepala pada kalangan pelajar atau remaja pada umumnya diantaranya
tersebut adalah sebagai berikut:
Kategori Terhadap
Terjadinya Nyeri
Kepala
Faktor-faktor Resiko Terjadinya Nyeri Kepala
Pola hidup
a. Mengkonsumsi kandungan kafein terlalu banyak atau
mengkonsumsi kopi secara teratur
b. Mengkonsumsi alkohol (koktail) secara teratur
c. Merokok atau penggunaan bahan bahan nikotin secara
teratur
d. Tidak ada waktu luang dan atau kurangnya aktivitas fisik
atau aktivitas yang terlalu sedikit
56
e. Mendengarkan musik
f. Obesitas atau kegemukan
Bersekolah
a. Stres di sekolah
b. Caci maki antar sesama pelajar dan atau dari guru ke pelajar
c. Perilaku intimidasi
d. Diperlakukan tidak adil oleh guru
e. Harapan dan tuntutan dari ke-dua orang tua yang terlalu
tinggi
Kejiwaan
a. Ke-dua orang tua (ekspektasi keluarga yang sangat besar)
b. konflik di dalam keluarga, terutama pada anak laki-laki
(kekerasan fisik terhadap ke-dua orang tua, perceraian
terhadap ke-dua orang tua)
c. Pengalaman pribadi yanng buruk
Kemudian di sisi lain menurut sebuah penelitian yang sudah dilakukan oleh
Tandaju, Runtuwene, Kembuan (2016), terdapat stres adalah salah satu pencetus
serangan nyeri kepala terbanyak, dan ada juga faktor pencetus terjadinya nyeri kepala
yang paling sedikit ditemukan ialah perubahan cuaca yang mempengaruhi 34 orang di
dalam penelitiannya tersebut. Berikut adalah penjabaran dari distribusi faktor resiko
pencetus terjadinya nyeri kepala pada remaja diantaranya:
Pencetus Frekuensi %
Stress
Perubahan pola tidur
Melewatkan waktu malam
Menstruasi
Asap rokok
Perubahan cuaca
Menonton / bermain laptop
149
110
74
66
68
34
56
84,6
62,5
42
37,5
38,6
19,3
31,8
Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada daerah
kepala dengan batas bawah dari dagu sampai kedaerah belakang kepala (area
oksipital dan sebagian daerah tengkuk) (Sjahrir, 2008). International Headache
Society (IHS) pada tahun 1988 telah membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu, nyeri
kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala
57
tanpa disertai adanya penyebab struktural organik sedangkan nyeri kepala sekunder
adalah nyeri kepala yang disertai penyebab struktural organik (Price, Silvia, 2006).
Segi-segi klinis sakit kepala ditinjau dari pendekatan-pendekatan yang praktis
dan efektif terhadap kasus “sakit kepala” dapat ditempuh dengan sikap yang positif,
yang dilandaskan atas:
a. Pengetahuan tentang mekanisme “sakit kepala”
b. Pengetahuan tentang kepribadian penderita “sakit kepala”, dan
c. Pengetahuan integral dari ilmu kedokteran umum (Sidharta, 2012).
Menurut Sidharta (2012), pengetahuan integral ilmu kedokteran umum itu
mencakup kemampuan untuk memikirkan dan menentukan adanya keadaan-keadaan
patologik yang tersebut di bawah ini:
1. Kaku kuduk yang timbul pada meningitis, meningoensefalitis,
perdarahan subarakhnoidal dan herniasi tonsilar. Keadaan ini harus
ditentukan dengan test dari Kernig dan Brudzinski (Gambar 3.1).
58
(Sidharta, 2012)
Gambar 3.1 A. Brudzinzki I, B. Brudzinzki II, C. Kernig
59
Kaku kuduk dapat disebabkan oleh berbagai macam proses patologik. Untuk
membedakan kaku kuduk karena perangsangan terhadap selaput otak (meningitis,
meningo-ensefalitis) dan kaku kuduk akibat spondilosis servikal, harus dilakukan
tindakan dari Brudzinski dan Kernig. Tanda Brudzinski dan Kernig adalah positif bila
terdapat fleksi tungkai pada sendi lutut dan panggul hasil pemeriksaan pada saraf
otak-saraf otak. Penarikan itu dapat dilakukan dengan tindakan Brudzinski I, II dan
Kernig. Adapun tindakan Brudzinski II (A) adalah sebagai berikut. Pada posisi
telentang salah satu tungkai dalam posisi lurus diangkat setinggi-tingginya. Bila ada
perangsangan terhadap meningen, maka tungkai sisi kontralateral berfleksi di sendi
lutut dan panggul. Reaksi yang sama dapat juga dibangkitkan dengan menekuk leher,
sehingga dagu penderita sampai di atas dadanya. Inilah yang dikenal sebagai tindakan
Brudzinski I (B). Reaksi yang positif berupa fleksi ke-dua tungkai di sendi lutut dan
panggul. Pada tindakan Kernig, salah satu tungkai ditekuk pada sendi panggul,
sehingga tungkai atas tegak lurus terhadap badan yang berbaring telentang. Kemudian
tungkai bawah diluruskan pada sendi lutut (C). Tanda Kernig adalah positif, jika
tungkai sisi kontralateral berfleksi pada sendi lutut dan panggul, sama seperti reaksi
tungkai sisi kontralateral yang terlihat pada gambar 3.1 (Sidharta, 2012).
2. Tahapan intra-okular yang meninggi pada glaukoma dan koma
hipoglikemik.
3. Disfungsi saraf otak-saraf otak, yang dapat dijumpai pada proses
patologik intra-kranial dan di sekitar baseos kranii.
60
4. Papiledema / papilitis / papilatrofi yang hanya dapat ditetapkan
dengan jalan funduskopi dan yang timbul akibat proses desak ruang
atau infeksil intoksikasi intrakranial.
5. Sinusitis paranasal / frontal / etmoidal.
6. Otitis media / mastoiditis yang dapat terungkap dengan otoskopi.
7. Sindroma dari Horner yang banyak memberikan informasi tentang
disfungsi saraf ortosimpatetik di leher baseos kranii.
8. Tanda dari Lhermitte, yang mengungkapkan adanya saraf servikal
yang terjepit (Gambar 3.2).
(Sidharta, 2012)
Gambar 3.2 Pemeriksaan Tanda Lhermitte
61
Tanda Lhermitte adalah positif bila nyeri / perasa “kontak listrik” radikular
terasa pada saat penekanan sejenak dilakukan pada kepala dalam posisi tertentu.
Tindakan pemeriksaan tanda Lhermitte adalah sebagai berikut. Terlebih dahulu
kepala ditempatkan pada posisi terputar ke kanan / kiri (A), atau miring ke kanan /
kiri (B), atau pun menunduk / menengadah (C). Pada setiap posisi tersebut, dicoba
menimbulkan nyeri / perasa “kontak listrik” radikular dengan jalan menekan sejenak
pada kepala menurut poros tubuh (Sidharta, 2012).
9. Kelainan di paru dan mediastinum yang dapat menyumbat aliran darah
balik dari otak ke jantung.
10. Kelainan kardiovaskuler yang menentukan “cerebral blood flow”.
11. Kepribadian dan perangai psikoneurotik.
Adapun kepribadian dan perangai psikoneurotik tersebut di atas ialah sifat
yang dimiliki kebanyakan penderita “sakit kepala”. Orang-orang yang cenderung
“sakit kepala” memperlihatkan sifat kepribadian yang tidak banyak berbeda. Dan oleh
karena sifat-sifat itulah, maka mereka justru mudah dan sering menderita “sakit
kepala”. Mereka rata-rata tergolong dalam kelompok yang mempunyai perasaan yang
kurang mantap, selalu sangsi akan kemampuan diri sendiri dan mudah menjadi gentar
dan tegang. Karena watak itu, maka mereka memperlihatkan pola sikap hidup yang
serta kaku, sangat berhati-hati, cermat sekali serta menginginkan segala-galanya serba
sempurna (perfeksionistik) dan juga cenderung untuk mendendam. Pola itu
berkembang sejak masa kanak-kanak. Perasaan kurang (insufisiensi) pada diri sendiri
merupakan sumber kekuatan ceria. Dengan bekerja keras dan lebih sempurna dari
pada kawan-kawan mereka sering berhasil menduduki tempat baik dalam waktu yang
62
singkat. Mereka mengejar keadaan sempurna untuk menciptakan lingkungan yang
aman dan sentosa bagi diri sendiri. Tetapi sifat kurang mantap dan selalu sangsi
menggoyahkan ketenteraman jiwa mereka, walaupun sebenarnya sudah berada pada
keadaan aman sentosa. Sebagai reaksi terhadap perasaan kurang aman, maka usaha
untuk menyentosakan diri diperbesar dan diperluas. Dalam usaha mengejar sukses
dan menciptakan kesentosaan, mereka memperluas tanggung jawab. Mereka pun
lebih dikagumi, tapi sekaligus tidak disenangi orang banyak. Kesadaran dan
pengetahuanakan akan hal-hal itu menimbulkan kegelisahan yang akan bertambah
seiring dengan meningkatnya sukses. Pada umumnya, tenaga dan semangat masih
dapat melayani kebutuhan ambisi. Tetapi dengan meningkatnya tekanan jiwa dan
menurunnya tenaga, adalah sukar untuk melaksanakan sesuatu dengan ambisi. Pada
saat itulah mereka terganggu dan ketidakpuasan membangkitkan reaksi afektif pada
otot-otot kepala-leher-bahu serta vaskularisme kepala, sehingga timbul “sakit
kepala”. Jenis “sakit kepala” ini dinamakan “tension headache” atau “muscular
headache” yang bersifat berdenyut / vaskular (Sidharta, 2012).
Suatu fenomena psikoneurotik lain adalah hal yang akan diuraikan di bawah
ini. Bagi kebanyakn orang “kepala” menduduki posisi yang maha penting. Akal-budi,
niat, minat dan semangat dianggap bersumber di otak yang berada di dalam kepala.
Sebagai kelanjutan dari pandangan itu, maka kegagalan dan kekecewaan dalam usaha
dan pekerjaan mudah dinilai sebagai hasil dari fungsi otak yang terganggu. Anggapan
ini pada gilirannya, sedikit demi sedikit menyususn ketegangan mental, karena
berbagai macam hal diterka dan diduga sebagai penyebab dari disfungsi otak.
Keadaan demikian yang berlarut-larut mudah menimbulkan ketegangan pada otot
63
kepala-leher-bahu. Dan keadaan itulah yang mendasari “sakit kepala” yang bersifat
“tension headache” (Sidharta, 2012).
Memiliki pengetahuan tentang kaitan antara pola mental tersebut di atas dan
mekanisma psiko-organik “tension headache” berarti bahwa secara praktis sebagian
besar dari orang-orang yang mengeluh “sakit kepala” sudah dapat dikenal. Dengan
demikian para pengeluh “sakit kepala” dapat dibagi dalam dua kelompok dengan pola
banding yang jelas:
I. Kelompok pertama mencakup para penderita “sakit kepala” yang
menyajikan “sakit kepala” sebagai keluhan utama dan tunggal dengan
sedikit tanda-tanda keorganikan dan banyak manifestasi psikoneurotik.
II. Kelompok ke-dua terdiri dari para penderita yang mempunyai “sakit
kepala” sebagai gejala-bagian suatu dengan banyak tanda-tanda
keorganikan dan sedikit manifestasi psikogenik (Sidharta, 2012).
Menurut Sidharta (2012), adapun ke-dua kelompok tersebut di atas ialah:
Kelompok I
1. “Sakit kepala” psikoneurotik atau
“tension headache”.
2. “Sakit kepala” pada spondiloartrosis
deformans servikalis.
3. “Sakit kepala” pasca trauma kapitis.
4. “Sakit kepala” pasca pungsi lumbal,
pneumoensefalografi.
5. Sindroma migraine.
Kelompok II
6. Migraine klasik.
7. Migraine komplikata.
8. “Cluster headache”.
9. Arterrtis temporalis.
10. “Sakit kepala” pada meningitis
/ ensefalitis.
11. “Sakit kepala” pada tumor
serebri dan proses desak ruang
64
intrakranial lain.
12. “Sakit kepala” pada CVD.
13. “Sakit kepala” pada penyakit
umum.
Sakit kepala sangat beragam dan banyak jenisnya. Oleh karena itu organisasi
Sakit Kepala Internasional atau International Headache Society (IHS)
mengelompokkan sakit kepala menjadi beberapa kategori baku. Klasifikasi dari sakit
kepala ini adalah patokan dasar bagi dokter dan para tenaga kesehatan untuk
menganalisa dan membuat diagnosis dari sakit kepala kepala yang diderita oleh
pasiennya. Oleh IHS, sakit kepala dikelompokkan menjadi 3 kategori umum, yaitu
sakit kepala primer (Primary Headache), sakit kepala sekunder (Secondary
Headache), dan sakit kepala neuralgis kranial tengah beserta nyeri wajah primer
lainnya (Cranial Neuralgias Central and Primary Facial Pain and Other
Headaches).
Pada kriteria diagnostik untuk sakit kepala sekunder, sakit kepala terjadi
dalam hubungan temporal yang dekat dengan gangguan lain dan / atau ada bukti lain
dari hubungan kausal. Sakit kepala biasanya akan mereda atau sembuh dalam 3 bulan
setelah pengobatan atau remisi spontan terhadap penyebab gangguan berhasil.
Dengan mengetahui detail sakit kepala, maka kita dapat memperoleh
informasi diagnosis yang lebih rinci. Berikut ini adalah klasifikasi sakit kepala
menurut International Headache Society (IHS):
65
Tabel 3.1 Klasifikasi Sakit Kepala Menurut International Headache Society (IHS)