BAB II
PROSES PENCERNAAN MAKANAN DALAM TUBUH
Sistem pencernaan merupakan pintu gerbang untuk masuknya bahan makanan
kedalam tubuh, karena itu sistem pencernaan selalu berhubungan dengan makanan yang
terkontaminasi, terutama bahan penyebab infeksi dan toksin lingkungan sehingga sistem
ini adalah merupakan sumber utama dari penyebab penyakit dalam tubuh.
Untuk mengolah makanan dalam tubuh diperlukan berbagai senyawa yang
disekresikan oleh saluran pencernaan kemudian senyawa ini sebagian besar di reabsorpsi
kembali oleh saluran pencernaan yang lain (Tabel I-1.Neraca Keseimbangan atau
homeostasis harian). Untuk dapat menjaga kondisi tubuh dalam kondisi yang sehat dan
prima diperlukan kondisi homeotasis. Kondisi homeostasis akan terwujud bila makanan
yang dikonsumsi memenuhi nilai-nilai gizi yaitu nilai kualitas dan kuantitas makanan.
Nilai-nilai gizi akan terganggu bila asupan makanan baik dari segi kualitas maupun
kuantitas terganggu. Terganggunya kondisi homeostasi tubuh berarti keseimbangan
senyawa-senyawa kimia tubuh terganggu dan ini akan menyebabkan penyakit.
Sedangkan perubahan kadar senyawa-senyawa kimia tubuh paling ditentukan oleh jenis
dan jumlah makanan yang masuk, karena itu islam sangat menekankan akan hal ini
sebagaimana firman Allah Swt dalam Al Quran
Kullu Wasrobu walatus rifu
Terjemahnya :
Makanlah kamu dan minumlah kamu tetapi jangan berlebih-lebihan
Ayat ini (Kulluwasrobu walatusrifu) sekarang adalah merupakan : dasar dari ilmu
gizi yaitu “jumlah makanan yang dikonsumsi harus seimbang dengan kebutuhan
tubuh” (Makanlah kamu dan minumlah kamu tetapi jangan berlebihan). Ayat ini
mengandung makna yang sangat luas. dimana
hal ini akan dapat memberikan kepada tubuh berupa :
1. Membuat tubuh berada dalam kondisi homeostasis, yaitu suatu kondisi dimana
semua senyawa-senyawa yang ada dalam tubuh berada dalam kondisi optimal
atau dalam batas-batas kadar tertentu. Konsep dasar untuk mengatakan bahwa
tubuh sakit adalah bila suatu senyawa dalam tubuh berlebih (hyper) atau suatu
senyawa dalam tubuh jumlahnya kurang (Hypo) Kondisi ini akan menghasilkan
kesehatan yang prima. Kesehatan prima akan menghasilkan kualitas pikir yang
maksimal serta tingkah laku yang arif dan bijaksana
2. Berat tubuh akan berada dalam posisi berat yang ideal, sehingga tubuh kelihatan
selaras, serasi dan seimbang, serta lebih kuat untuk melakukan berbagai
aktivitas
Tabel II-1. Neraca Keseimbangan (homeostasis) harian antara makanan dengan Sekresi
saluran pencernaan dalam tubuh untuk orang dengan berat badan 70 kg.
Volume makanan dan sekresi pencernaan Eksresi makanan dan reabsorpsi cairan
Volume makanan
harian
- Makanan
- Air
2000 ml
2000 ml
4000
ml
Reabsorpsi harian
- Yeyunum
- Ileum
- Kolon
5500 ml
2000 ml
1300 ml
8800 ml
Sekresi pencernaan
harian
- Kelenjer ludah
- Lambung
- Empedu
- Pankreas
- Usus
1500
ml
2000-3000
ml
600 - 800
ml
2000
ml
1000
ml
8000
ml
Eksresi harian
berupa
- Urin
- Feses
- Keringat
- Air ludah
- Pernapasan
1000-1200
ml
200 ml
20 – 500 ml
10 – 100 ml
2000 ml
3200 ml
Masukan dan sekresi total harian 12000
ml
Reabsorpsi dan eksresi total harian 12000
ml
Sumber : Gabungan dari : Fisiologi Manusia (Sherwood), Fisiologi Kedokteran
(Ganong) dan Fisiologi (Guyton)
Bila kita amati jumlah senyawa-senyawa yang disekresikan oleh saluran
pencernaan seperti yang tercantum dalam tabel I-1 diatas, masukan dan sekresi total
harian dengan reabsorpsi dan eksresi total harian untuk menjaga homeostasis tubuh harus
pada posisi seimbang yaitu 12000 mL per hari. Kemudian sekresi saluran pencernaan
jumlahnya sangat terbatas, total sekresi pencernaan harian hanya sekitar 8000 ml, jumlah
ini hanya cocok untuk bereaksi dengan 2000 ml makanan dalam bentuk chimus dan 2000
ml air, bila jumlah makanan yang masuk lebih dari jumlah ini maka sekresi saluran
pencernaan kurang memadai untuk melumeri atau bereaksi dengan jumlah makanan
tersebut, sehingga sebagian makanan ada yang tidak terolah. Kondisi ini bila tiap hari
berlangsung, maka tubuh tidak dapat lagi mentolerirnya, sehingga terjadi penumpukan-
penumpukan bahan tertentu yang tidak diperlukan atau mengganggu homeostasis tubuh
dan hal ini akan mencetuskan suatu penyakit.
Pada tabel I-1. jumlah makanan masuk sebanyak 4000 ml sehari dan jumlah yang
di eksresikan sekitar 3200 ml atau perbedaan sekitar 800 mL sehari antara makanan
yang masuk dengan yang dikeluarkan, jumlah inilah yang dirubah untuk menghasilkan
energi, membangun sel-sel yang baru dan memperbaiki sel-sel yang rusak dalam tubuh.
Jumlah sekresi cairan saluran pencernaan akan mencapai jumlah optimalnya
kembali, bila jumlah makanan dalam saluran pencernaan sudah sangat menipis, dan hal
ini ditandai dengan munculnya rasa lapar. Oleh karena itu rasa lapar adalah alarm tubuh
bahwa tubuh sudah siap untuk dimasuki lagi oleh makanan yang baru. Jumlah sekresi
saluran pencernaan yang berada pada kondisi optimal akan menghasilkan pengolahan
makanan yang optimal dalam tubuh. Oleh karena itu sariat islam mengajarkan untuk
waktu tentang makan adalah bila perut sudah merasa lapar, sebagaimana Firman Allah
dan Hadist Rasullulah dibawah ini :
AL QURAN : Surat ‘Abasa (80) ayat 24
Palyanzuril insanu ila to’amihi
Terjemahnya :
Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.
Hadist Riwayat Abu Daud.
Nahnu qaumun laa na kulu hattan najuu’a waidza akalna laa nasyba’u
Terjemahnya :
Kita ini golongan umat yang makan karena sudah lapar dan apabila kita makan
tidak sampai terlalu kenyang ( diriwayatkan oleh Abu Daud)
Disisi lain data statistik dunia menunjukkan bahwa orang yang sakit karena
kelebihan makanan jauh lebih banyak dari pada orang yang sakit karena kekurangan
dalam mengkonsumsi makanan. Menurut data-data statistik dunia orang yang berat
badannya berlebih (orang gemuk/obesitas) umurnya rata-rata lebih pendek dari orang dari
orang berat badan normal dan orang kurus. Sedangkan orang yang umurnya rata-rata
lebih panjang adalah orang kurus yang tidak penyakitan (lihat obesitas dan penyakit yang
ditimbulkannya). Orang yang kurus adalah orang sering diet atau orang yang sering
melakukan puasa dan kalau dia makan biasanya sekedarnya. Panjangnya umur orang-
orang ini sangat erat kaitannya dengan sel-sel permanen (lihat sel pada bab IV tentang
peran puasa untuk kesehatan). Sel permanen adalah sel-sel yang tidak pernah mati dalam
tubuh dan kalau mati tidak akan diganti (tak ada regenerasi) seperti sel-sel otak dan sel-
sel syaraf. Sel-sel otak terutama hipotalamus dan hipofisis adalah sel-sel yang mengatur
organ-organ lainnya dalam tubuh melalui hormon-hormonnya.. Setiap sel permanen
mempunyai kemampuan tertentu dalam mengolah jumlah makanan yang masuk
kedalam sel tersebut. Bila jumlah makanan terlalu cepat dan banyak masuk kedalam sel
tersebut berarti metabolisme dalam sel tersebut akan lebih cepat, sedangkan sel-sel yang
mengalami metabolisme lebih cepat umurnya lebih pendek. Hal ini kentara sekali pada
mahluk-mahluk ciptaan Allah Swt. Bila suatu mahluk metabolisme lebih cepat maka
umur mahluk tersebut lebih pendek. Umpamanya beberapa mikroba (mikro-organisme)
sudah melakukan pembiakan (mitosis atau miosis) dalam bebrapa jam atau hari dan
umurnya kebanyakan juga beberapa jam atau beberapa hari. Atau kita amati umpamanya
tikus dalam beberapa jam saja setelah lahir sudah dapat berlari kencang dan dalam umur
sekitar 2 bulan telah bisa melahirkan dan umurnya biasanya hanya sekitar 2 – 3 tahun.
Hal ini disebabkan karena metabolisme dalam selnya jauh lebih cepat dari sel-sel
manusia.
Jadi yang menyebabkan orang yang makan sedikit umurnya rata-rata lebih panjang
adalah karena metabolisme dalam sel-selnya lebih lambat sehingga akumulasi makanan
yang masuk dalam setahun kedalam sel-sel juga lebih sedikit. Hal ini membuat umurnya
lebih panjang.
Oleh karena itu islam sangat menekankan tentang hal ini sebagaimana Hadist
Rasullulah Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah
dan Hakim’
Terjemahnya :
Seorang anak Adam (manusia) tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek
dari pada perut (lambung). Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap makanan yang
sekedar bisa menegakkan tulang punggungnya. Jika menuntut harus dipenuhi, maka 1/3
untuk makanannya, 1/3 untuk minumannya dan 1/3 lagi untuk pernapasannya.
Kemudian bila makan cukup berlebihan, maka akan terjadi gangguan motilitas
dan refleks pengosongan lambung serta gangguan sekresi saluran pencernaan, karena
reflek pengosongan lambung sangat dihambat oleh :
a. Isi lambung yang penuh, hal ini biasanya disebabkan oleh makan yang terlalu
banyak
b. Kadar lemak yang tinggi, hal ini biasanya disebabkan komposisi makanan
yang terlalu banyak mengandung lemak atau protein berkolesterol tinggi.
c. Reaksi asam pada awal usus halus, hal ini biasanya disebabkan oleh fikiran
yang psikis atau stres. Hal ini menyebabkan hormon saluran cerna terutama
sekretin dan kholesistokinin-pangkreozimin yang dibentuk dalam mukosa
usus halus akan dibawa oleh aliran darah ke lambung. Dengan demikian
proses pengosongan lambung merupakan proses umpan balik humoral.
Hadist ini mengandung makna supaya motilitas dan pengosongan lambung tidak
terganggu, kemudian jumlah makanan yang masuk jangan sampai melebihi jumlah
sekresi pencernaan yang ada.
Kemudian pengosongan lambung juga dipengaruhi oleh Kadar lemak yang tinggi,
hal ini biasanya disebabkan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung lemak
atau protein berkolesterol tinggi, khusus hal ini akan dibahas pada pembahasan tentang
makanan halal dan thoyib dalam buku ini.
Sedangkan refleks pengosongan lambung yang dipengaruhi oleh reaksi asam pada
awal usus halus, hal ini biasanya disebabkan oleh fikiran yang psikis atau stres. Hal ini
menyebabkan hormon saluran cerna terutama sekretin dan kholesistokinin-
pangkreozimin yang dibentuk dalam mukosa usus halus akan dibawa oleh aliran darah
ke lambung. Dengan demikian proses pengosongan lambung merupakan proses umpan
balik humoral. Kondisi hal ini sangat ditekankan oleh islam dalam hal yang sangat dasar
sekali, sebagaimana sariat islam dalam rukun iman yang ke 6, yaitu bahwa setiap
pemeluk islam harus percaya kepada takdir ketentuan Allah SWT. Pemikiran atau kondisi
tidak stress adalah benteng utama untuk dapat hidup sehat. Karena stres adalah
merupakan mala petaka utama yang membawa tubuh pada kondisi sakit. Pada kondisi
stres otak bisa menghabiskan energi sampai lebih besar dari 95 % dari energi tubuh,
sehingga jaringan atau organ-organ lain akan kekurangan energi dan oksigen dalam
melakukan metabolismenya, sehingga proses gliklisis an-aerob meningkat. Hal ini akan
meningkatkan jumlah asam laktat sebagai produk hasil glikolisis an-aerob semakin
banyak dalam tubuh dan asam laktat menimbulkan perasaan tidak nyaman, syaraf tegang
dan dapat menimbulkan otot menjadi keram. (lihat perbandingan glikolisis aerob dengan
an-aerob pada Bab I).
Islam Menganjurkan Untuk Mengkonsumsi Makanan 4 Sehat 5 Sempurna.
Islam menganjurkan untuk memakan berbagai jenis makanan apa saja yang ada
di bumi, sepanjang makanan itu halal dan baik sebagaimana Firman Allah Swt dalam :
AL QURAN : Surat Al Baqarah (2) ayat 168.
Terjemahnya :
Wahai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu
adalah musuh yang nyata bagimu.
Jika kita lihat dari sisi ilmu gizi berbagai jenis makanan yang ada di bumi kita
ini, maka dapa t dikelompokkan kedalam 4 sehat 5 sempurna yakni
1. Makanan pokok
2. Lauk Pauk
3. Sayur mayur
4. Buah-buahan
5. Susu
Dari lima kelompok makanan 4 sehat 5 sempurna ini mengandung senyawa-senyawa
kimia yang terdiri dari air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Saat ini
yang telah diketahui paling sedikit ada 45 jenis senyawa kimia dari 6 kelompok senyawa
kimia yang harus dimakan setiap hari (lihat tabel III-2). Untuk masa-masa yang akan
datang diperkirakan akan ditemukan beberapa lagi senyawa-senyawa kimia baru yang
termasuk senyawa-senyawa esensial dalam makanan harian.
Dari ke-enam kelompok senyawa kimia tersebut dapat dapat lagi dikelompokkan
berdasarkan fungsinya dalam tubuh, seperti yang dikelompokkan dalam tabel III-2
a. Senyawa-senyawa sumber energi
Senyawa-senyawa karbohidrat, lemak, dan protein disebut sebagai senyawa sumber
energi dalam tubuh, karena hasil katabolisme dari senyawa-senyawa ini menghasilkan
energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas. Ketiga zat gizi
mengandung karbon yang dapat dibakar dan merupakan komponen yang paling banyak
banyak jumlahnya dalam makanan.
b. Senyawa-senyawa untuk Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaringan Tubuh
Protein, mineral, dan air adalah senyawa-senyawa yang menyusun jaringan tubuh. Oleh
karena itu, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan mengganti sel-sel
yang rusak. Dalam fungsi ini ketiga zat gizi ini dinamakan zatpembangun.
c. Senyawa-senyawa yang Mengatur Proses Tubuh
Protein, mineral, air, dan vitamin adalah senyawa yang mengatur proses tubuh. Protein
mengatur keseimbangan air di dalam sel, bertindak sebagai senywa pendapar (bufer)
dalam memelihara homeostasis tubuh dan membentuk antibodi sebagai untuk melawan
berbagai antigen, mikroba atau benda-benda lainnya yang membahayakan tubuh.
Tabel II-2 Senyawa-senyawa esensial yang harus ada dalam ke-enam kelompok
senyawa kimia makanan
Karbohidrat Mineral Vitamin
glukosa kalsium A (retinol)
serat fosfor D (kolekalsiferol)
natrium E (tokoferol)
kalium K
Lemak/lipida sulfur vitaminB1 (tiamin)
asam linoleat (omega-6) klor vitamin B2
(riboflavin)
asam linolenat (omega-3) magnesium niasin
Protein zat besi biotin
asam-asam amino: selenium asam folat
leusin seng vitamin B6
(piridoksin)
isoleusin mangan vitamin B12
lisin tembaga asam pantotenat
metionin kobalt vitamin C
fenilalanin. iodium
treonin krom Air
valin fluor
histidin timah
nitrogen nonesensial nikel
silikon
arsen
boron
vanadium
molibden
Islam Menyarankan Untuk Hati-hati Menjaga Perut, Karena Sumber Penyakit
Umumnya dari Perut.
Umumnya untuk senyawa-senyawa yang berlebih dalam tubuh disebut dengan
hiper dan untuk senyawa-senyawa yang kurang dalam tubuh disebut dengan hipo.
Umpamanya bila seseorang mempunyai kadar gula darah yang berlebih, maka hal ini
disebut dengan hiper glukosa atau hiperglikemia. kondisi hiperglikemia ini akan
menyebabkan orang tersebut akan menderita diabetes mellitus dan bila kadar gula
darahnya kurang dalam darah yang disebut dengan hipoglikemia, maka orang tersebut
akan kurang tenaga, kemudian berubah menjadi lemas dan akhirnya pingsan. Dan begitu
juga senyawa-senyawa yang lain dalam tubuh apabila terjadi kelebihan (hiper) atau
terjadi kekurangan (hipo) pasti akan menimbulkan gangguan atau penyakit.
Senyawa-senyawa kimia yang ada dalam tubuh jumlahnya ratusan ribu dan
saling bereaksi antara satu dengan yang lain dengan cara yang sudah terpola. Reaksi ini
diatur oleh system; hormonal, humoral dan enzim serta adanya asupan makanan dan
oksigen serta senyawa lainnya dari pernapasan. Sedangkan kemampuan manusia untuk
dapat mengukur kadar-kadar senyawa-senyawa kimia yang ada dalam tubuh masih
sangat terbatas sekali, seperti yang kita lihat nama-nama senyawa kimia yang tercantum
pada formulir hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang lengkap, jumlah senyawa
kimia tersebut jumlahnya baru sekitar seratusan. Karena itu sangat sering kita jumpai
seseorang yang hasil pemeriksaan laboratorium kliniknya bagus tetapi orang tersebut
tetap merasa sakit atau ada gangguan dalam tubuhnya.
Karena keterbatasan ilmu pengetahuan manusia, banyak hal-hal yang
menyebabkan penyakit yang belum dapat terdeteksi, kebanyakan penyakit-penyakit ini
adalah merupakan gangguan metabolisme yang bersumber dari kelebihan dalam
mengkonsumsi makanan atau atau jumlah kelebihan makanan tersebut sebetulnya dapat
diatasi dengan melaksanakan puasa, khusus tentang peranan puasa dalam mengatasi
penyakit akan dibahas dalam bab peran puasa untuk kesehatan dalam buku ini.
Tentang hubungan antara makanan dan penyakit Rasullulah Muhammad SAW
bersabda dalam hadistnya
Oleh HR Thabrani :
Terjemahnya :
Lambung (perut) adalah kolam tubuh. Urat-urat seluruhnya bermuara kepadanya,
karena itu, jika lambung sehat maka-urat-urat akan tumbuh sehat , jika lambung sakit,
maka urat-urat akan tumbuh sakit.
Jika kita amati tabel III-2. tentang penyebab utama penyakit, maka sumbernya adalah
perut, karena dari perutlah segala sesuatunya masuk kedalam tubuh kemudian terjadi
metabolisme dan distribusinya keseluruh sel-sel tubuh. Diantara sebanyak delapan
kelompok penyebab penyakit yang ada hanya dua kelompok yang menyebabkan
penyakit yang bukan berasal dari perut, yaitu yang bersumber dari fisik dan genetik
sebagaimana dicantumkan dalam tabel III-2
Tabel II-3 Penyebab utama penyakit. Semua penyebab yang ada dalam daftar di bawah
ini akan bekerja dengan mempengaruhi berbagai mekanisme biokimiawi di dalam sel
atau tubuh
Nama Penyebab Penyebabnya
1 Fisik Trauma mekanis, suhu yang tinggi/rendah, perubahan mendadak
dalam tekanan atmosfer, radiasi, syok listrik
2 Kimia dan obat-obatan Senyawa toksik tertentu, preparat obat dll
3 Biologik Virus, ricketsia, bakteri, fungus, bentuk parasit yang lebih tinggi
4 Kekurangan oksigen Penurunan sirkulasi darah, penurunan kemampuan darah untuk
mengangkut oksigen, keracunan pada enzim-enzim oksidatif
5 Genetik Kongenital, molekuler
6 Reaksi imunologik Anafilaksis, penyakit autoimun
7 Gangguan
keseimbangan gizi
Defiensi gizi atau kelebihan gizi
8 Hormonal Defisiensi hormonal, kelebihan hormonal
Kemudian kalau kita amati data-data statistik dunia tentang penyebab kematian
penduduk di negara-negara maju atau di negara-negara berkembang dan negara miskin
yang yang telah mempunyai sanitasi yang baik, maka 3 besar urutan penyebab kematian
adalah disebabkan oleh penyakit
1. Kardiovaskuler
2. Kanker
3. Infeksi
Ketiga penyebab penyakit adalah disebabkan oleh kesalahan dalam pengaturan
makanan (me manage) yang di konsumsi kedalam perut. Penyakit kardiovaskuler dan
kanker labih banyak diderita oleh orang-orang yang kelebihan gizi, sedangkan penyakit
infeksi lebih banyak diderita oleh orang yang kekurangan gizi, karena kekeurangn gizi
menimbulkan rendahnya daya pertahanan tubuh..
Dari ayat (Kullu wasrobu walatusrifu = makanlah kamu dan minumlah kamu
tetapai jangan berlebihan) tersirat makna bahwa ajaran Islam menganjurkan supaya
selalu menjaga berat ideal, karena dari berat badan yang ideal akan dapat diwujudkan
kesehatan yang prima serta tubuh kelihatan selaras, serasi dan seimbang, sehingga lebih
indah dipandang mata. Kemudian berat ideal juga akan mencegah tubuh terhindar dari
beberapa penyakit yang disebabkan oleh kegemukan (obesitas) dan kekurusan
Rumus yang umum digunakan untuk menghitung berat ideal adalah :
Tinggi Badan (Cm) dikurangi seratus kemudian dikalikan 0,9
Umpamanya berat badan yang ideal untuk orang dengan tinggi 160 Cm adalah :
(160 – 100) X 0,9 = 54 kg.
Kemudian kegemukan (obesitas) dari sisi medis dikelompokkan atas 3 kelompok,
masing-masing kelompok diklassifikasikan berdasarkan jumlah berat badan yang
dilampaui dan dihitung berdasarkan Indeks Massa Tubuh ( Body Mass Index disingkat
dengan BMI). BMI dihitung dengan cara : berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan
kuadrat (meter)
t Umpamanya untuk orang dengan berat badan 60 kg dengan tinggi 160 Cm akan
mempunyai BMI
Berat badan 60 60
BMI = _________ = ___ = _____ = 23,4
(Tinggi badan )2 (1,6)2 2,56
Untuk orang yang mempunyai berat badan normal mempunyai BMI adalah 18 - 23
Atau dalam arti kata lain :
Seseorang dikatakan kurus bila orang tersebut mempunyai BMI kecil dari 18
Seseorang dikatakan gemuk bila orang tersebut mempunyai BMI besar dari 23
Klassifikasi untuk orang yang obesitas dikelompokkan berdasarkan kelebihan nilai
BMI yakni :
a. Obesitas kelompok I mempunyai BMI = 23 – 30 (Obesitas waspada)
b. Obesitas kelompok II mempunyai BMI = 31 – 40 (Obesitas serius)
c. Obesitas kelompok III mempunyai BMI = 40 (Obesitas
berbahaya)
Akibat Kelebihan Makanan Menimbulkan Kegemukan (Obesitas) yang sering
mencetuskan penyakit
Bila jumlah kalori yang masuk kedalam tubuh melampau jumlah yang diperlukan
tubuh, maka kelebihan makanan tadi, apakah berasal dari protein, karbohidrat ataupun
lemak makanan. Kelebihan metabolisme senyawa-senya tersebut akan disimpan dalam
bentuk lemak deposit. Berat badan orang tersebut akan bertambah dan akhirnya
menimbulkan obesitas. Obesitas didefinisikan sebagai berat badan yang mempunyai
kelebihan 15% atau lebih besar melampau berat badan ideal. Obesitas banyak sekali
sebagai pencetus penyakit kardiovaskuler , diabetes, penyakit ginjal, nyeri sendi dan
lain-lain.
Metoda penurunan berat badan dengan melakukan vegetarian juga tidak efektif karena
vegetarian banyak menimbulkan kerugian lihat di bawah. Dalam rangka penurunan berat
badan ini, ada kecendrungan untuk memakan lauk pauk dan susu dalam jumlah yang
sangat sedikit . Keadaan ini dapat menyebabkan kekurangan besi dan kalsium. Suatu
pengurangan yang tajam dalam konsumsi lemak dapat menyebabkan kekurangan asam-
asam lemak essensial dan berbagai vitamin yang larut dalam lemak. Peluang untuk hal ini
besar sekali bila makanan yang dimakan pelaku diet terbatas jenisnya. Lagi pula suatu
makanan yang tidak biasa dan terbatas jenisnya tidaklah mendorong orang untuk belajar
tentang makanan yang baik. Pada hal makanan yang baik sangatlah diperlukan untuk
mempertahankan berat badan dalam batas-batas yang semestinya, demikian pula halnya
dengan fungsi tubuh, bila perubahan berat badan telah tercapai.
Cara Penurunan Berat Badan Yang Efektif.
Cara yang paling efektif untuk menurunkan berat badan adalah dengan melakukan
puasa dan berbuka dengan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna tetapi
jumlahnya harus dikurangi yaitu sebanyak 550 kkal per hari dari jumlah kalori yang
seharusnya dibutuhkan (lihat jumalh kalori yang dibutuhkan per Kg Berat Badan pada
Bab I) ini akan dapat menurunkan berat badan sebesar 0,5 kg per minggu atau kuantitas
konsumsi makan harian dikurangi, tetapi metoda ini sering gagal karena sering tidak bisa
melawan nafsu untuk tetap makan sebagaimana biasanya. Lain halnya dengan puasa,
karena memang sudah berniat dan juga dianggap sebagai ibadah kepada Allah SWT,
sehingga orang tersebut lebih siap mental untuk menahan rasa lapar (lihat hikmah Puasa
Bab IV). Metoda penurunan berat badan yang bagus adalah dengan cara puasa yang
dilaksanakan oleh Nabi Daud A.s, yaitu puasa dengan selang seling hari atau puasa satu
hari dan tidak satu hari, kemudian pada saat berbuka dan sahur harus sekedarnya,
disamping itu juga jangan ngamil diantara waktu berbuka dan sahur. Kemudian tanamkan
dalam hati dengan penuh kesadaran serta berniat dan berjanji akan melaksanakan
hadist Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah dan
Hakim:
Terjemahnya :
Seorang anak Adam (manusia) tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek
dari pada perut (lambung). Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap makanan yang
sekedar bisa menegakkan tulang punggungnya. Jika menuntut harus dipenuhi, maka 1/3
untuk makanannya, 1/3 untuk minumannya dan 1/3 lagi untuk pernapasannya.
Kemudian setelah berat badan yang ideal tercapai lakukan kebiasaan makan sehari-
hari dengan prinsip gizi seimbang yaitu jumlah asupan makanan sesuai dengan makanan
yang dibutuhkan tubuh. Sehingga berat ideal selalu terjaga. Karena ini diperintahkan
oleh Allah dalam Al Quranul Karim : “ Makanlah kamu dan minumlah kamu tatapi
jangan berlebihan” (kullu was robu wa latusrifu).
Vegetarian Dan Kerugiannya.
Para vegetarian biasanya hanya memakan makanan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan, hal ini cendrung untuk menimbulkan kekurangan vitamin B12 yang hanya ada
pada sumber hewani. Kemudian juga dapat menimbulkan kekurangan asam-asam amino
esensial, karena protein nabati mempunyai nilai biologis yang rendah. Dalam makanan
vegetarian, besi ada dalam jumlah sedikit karena vegetarian tidak mengkonsumsi susu
dan produknya, karena itu vegetarian cendrung unmtuk kekurangan kalsium dan fospor.
Karena itu cara yang paling baik untuk menurunkan berat badan atau adalah dengan
melakukan puasa, karena dengan puasa tidak akan ada kekurangan senyawa-senyawa
tertentu dalam tubuh tetapi yang diatur adalah kondisi homeostasis tubuh. ( lihat puasa
Bab IV)
Akibat Kekurangan Gizi Juga Menimbulkan Banyak Masalah Terhadap Tubuh
Akibat kekurangan gizi akan menimbulkan berbagai gangguan terhadap tubuh sampai
kepada sakit yang parah. Jenis gangguan atau penyakit yang ditimbulkan tergantung pada
jenis zat-zat gizi apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang
dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada proses-proses:
Pertumbuhan
Anak-anak yang kekurangan gizi tidak tumbuh normal menurut semestilnya. Protein
digunakan sebagai zat pembakar, sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah
rontok. Anak-anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke atas rata-rata
lebih tinggi daripada yang berasal dari keadaan sosial ekonoml rendah.
Aktivitas dan Tenaga
Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan seorang kekurangan tenaga
untuk bergerak, bekerja, dan melakukan aktivitas. Orang menjadi malas, merasa lemah,
dn produktivitas keria menurun.
Pertahanan Tubuh
Daya tahan terhadap berbagai penyakit menurun karena sistem imunitas dan antibodl
berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk, dan diare dan
penyakit infeksi lainnya. Pada anak-anak hal ini dapat membawa kematian.
Struktur dan Fungsi Otak
Kekurangan gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental,
dengan demikian kemampuan berpikir. Otak mencapai bentuk maksimal pada usia lima
tahun. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya kemampuan otak secara permanen
yang mempengaruhi tingkat kecerdasan (intiligensia)
Perilaku
Baik anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gizi menunjukkan sikap dan perilaku
cukup berlainan dengan orang-orang normal. Anak-anak biasanya akan lebih cengeng
dan terlalu kekank-kanakan, sedangkan orang dewasa mempunyai sifat yang lebih
mudah tersinggung dan apatis.
Bahaya Makan Sambil Berjalan.
Hadist
La yasrabanna Ahadukum kosyiman
Terjemahnya :
Janganlah kamu makan sambil berdiri
Islam melarang makan dan minum sambil berdiri dan berjalan, karena pada saat
makan dan minum agar proses pencernaan dapat berjalan dengan baik, darah harus
sebanyak mungkin beredar di saluran pencernaan (jerohan). Pada saat duduk jumlah
darah yang mengalir ke organ-organ saluran pencernaan hampir dua setengah kali lihat
tabel III-3 (1400 : 600) lebih banyak dari pada saat aktif melakukan kegiatan. Pada saat
makan dan minum berdiri jumlah aliran darah ke organ-oragan saluran pencernaan juga
akan lebih kecil sehingga proses pengolahan makanan tidak dapat berjalan lebih efektif ,
sehingga hal ini membawa pengaruh yang tidak baik untuk kesehatan.
Tabe II-4 Perbandingan jumlah aliran darah pada saat istirahat dengan saat aktif bergerak
ORGAN ALIRAN DARAH ML/MENIT
ISTIRAHAT/DUDUK PADA SAAT AKTIF
JANTUNG 250 750
GINJAL 1200 600
OTOT KERANGKA 1000 12500
KULIT 400 1900
ORGAN PENCERNAAN 1400 600
OTAK 750 750
Peran utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan zat nutrien (gizi)
yang telah di metabolisme ke dalam lingkungan internal tubuh sampai ke dalam sel-sel
tubuh yang memerlukannya. Makanan yang yang dikosumsi penting untuk sumber energi
yang kemudian digunakan oleh sel-sel dalam menghasilkan ATP untuk menjalankan
berbagai aktivitas. Makanan juga merupakan sumber bahan untuk perbaikan, pembaruan
dan penambahan jaringan tubuh dan juga merupakan bahan untuk proses pembutan
antibodi tubuh untuk melawan berbagai penyakit.
Komposisi makanan (nutrien) yang diperlukan oleh tubuh adalah terdiri dari :
1. Air
2. Karbohidrat
3. Protein
4. Lemak
5. Vitamin
6. Mineral.
Protein, lemak dan karbohidrat komplek akan diuraikan oleh tubuh menjadi unit-
unit yang dapat diserap. Dan unit-unit yang dapat diserap ini bersama vitamin, mineral
dan air menembus mukosa saluran pencernaan, terutama di dalam usus halus dan masuk
kedalam limfe atau darah. Kemudian makanan akan mengalami proses distribusi dan
metabolisme ke berbagai organ, jaringan dan sel-sel tubuh, sedangkan senyawa-senyawa
yang tak berguna atau tidak sempat diserap akan di seksresikan oleh tubuh keluar.
Proses metabolisme (perubahan) makanan adalah dasar utama pemanfaatan
makanan untuk keperluan tubuh, karena metabolisme adalah pemecahan atau penguraian
makanan menjadi molekul-molekul kecil yang diperlukan oleh tubuh serta penggabungan
molekul-molekul kecil menjadi molekul-molekul besar yang diperlukan oleh tubuh,
karena itu metabolisme dapat dibagi menjadi 2 bagian :
Katabolisme :
Proses pemecahan molekul-molekul makanan yang besar menjadi molekul-
molekul yang kecil yang diperlukan oleh tubuh dan pada proses ini dihasilkan energi,
contoh pemecahan gula menjadi karbondioksida dan air pada proses ini dihasilkan energi
sebesar 686 Kkal.
Anabolisme :
Penggabungan molekul-molekul kecil makanan menjadi molekul-molekul besar
yang diperlukan oleh tubuh dan untuk proses ini diperlukan energi, umpamanya
pembentukan hormon kelamin dari kolesterol.
Proses pencernaan makanan pada organ-organ saluran cerna:
Gambar II-1. Bagan Saluran Cerna
1. Rongga mulut dan farings
Rongga mulut adalah merupakan proses awal dari saluran cerna untuk
menghaluskan makanan padat menjadi molekul-molekul yang lebih halus dan
bercampur dengan air ludah. Pada proses mengunyah yang berperan adalah gigi, otot
pengunyah, lidah, pipi, dasar mulut dan langit-langit. Ludah dibentuk oleh tiga
pasang kelenjer (glandula) besar
a. Kelenjer ludah telinga (glandula parotis)
b. Kelenjer ludah rahang bawah (glandula submandibularis)
c. Kelenjer ludah bawah lidah (glandula submalingualis)
Kelenjer-kelenjer ini melalui salurannya akan masuk ke rongga mulut. Produksi air
ludah (saliva) setiap hari sekitar 1,5 liter dan susunannya bergantung pada jenis
makanan yang dimakan. Umumnya air ludah merupakan cairan yang kental, tidak
bewarna dengan kandungan airnya 99,42% dan sisanya merupakan senyawa zat
padat. Dua pertiga dari zat padat merupakan senyawa organik dan sepertiganya
merupakan senyawa an-organik berupa ion-ion kalsium, magnesium, natrium.
Kalium, fosfat, klor, bikarbonat dan sulfat. Untuk pengolahan makanan komposisi air
pada air ludah tergantung pada bentuk makanan. Untuk makanan yang kering akan
dihasilkan air ludah yang encer untuk membasahinya sedangkan untuk makanan
yang banyak mengandung cairan akan dihasilkan air ludah yang lebih pekat untuk
membasahinya.
Nilai pH air ludah sangat bervariasi, umumnya berkisar antara 6,35 - 6,85 dan
nilai ini sangat dipengaruhi oleh nilai pH darah.
Fungsi air ludah
1. Untuk memelihara ruang mulut tetap basah
2. Untuk bahan pelumas makanan yang ditelan melalui kerongkongan karena
saliva mengandung musin
3. Untuk melarutkan bahan makanan sehingga memudahkan kontak makanan
dengan simpul-simpul saraf perasa di mulut
4. Untuk mensuplai enzim pencernaan terutama enzim amilase (ptialin). Produk
yang dihasilkan sangat tergantung pada lamanya mengunyah makanan di
mulut.
5. Untuk mengahasilkan bahan tertentu yang diperlukan untuk proses
metabolisme makanan, seperti ion-ion anorganik : K+, Ca2+, HCO3-, Tiosianat,
Jodium dan lain-lain
Pada proses menelan yang dimulai dengan perintah kemauan atau proses sadar
dan proses selanjutnya berlangsung dengan proses reflektoris. Makanan yang telah
dabasahi ludah akan masuk melalui faring dan terus ke esofagus (lihat gambar I.-1).
Pada faring terdapat percabangan antara saluran cerna dan saluran napas yang
berfungsi untuk mencegah masuk makanan ke saluran napas yang terdapat sebelum
esofagus. Pada saat menelan laring akan tertutup. Tonsil (amandel faring dan langi-
langit) yang terdapat dalam faring merupakan bagian dari sistem limfe dan berfungsi
untuk sistem pertahanan tubuh (imunitas).
2. Esofagus
Saluran pencernaan ini merupakan pipa otot dengan panjang antara 22 sampai
25 cm yang terletak di antara trakhea dan kolom tulang belakang, sepertiga bagian
atas esofagus mempunyai dinding dari otot serat lintang sedangkan dua pertiga
bagian bawah mempunyai dinding otot polos, esofagus hanya berfungsi sabagai
penerus aliran makanan.
3. Lambung.
Lambung terdiri dari bagian kardia (daerah bermuaranya esofagus), fundus,
korpus, antrum (pembesaran sebelum akhir lambung) dan pilorus. Lengkungan
bagian tepi dinamakan lengkungan besar dan lengkung kecil (Gambar I.-2) Mukosa
lambung mempunyai satu lapis epitel silinder yang berlekuk-lekuk, tempat
bermuaranya kelenjer lambung yang spesifik. Kelenjer pada daerah kardia dan
pilorus hanya memproduksi lendir, sedangkan kelenjer pada daerah korpus dan
fundus memproduksi lendir, asam klorida dan enzim proteolitik, karena itu pada
kelenjer korpus dan fundus ditemukan 3 jenis lapisan sel, yaitu:
a. Lapisan sel chief, yang terdiri dari selapis sel mukosa lambung. Kelenjer ini
menghasilkan suatu enzim yang belum aktif (proenzim/zimogen), proenzim
ini disebut pepsinogen. Kemudian pepsinogen akan diaktifkan oleh asam
klorida (HCl) lambung menjadi enzim yang aktif yang disebut dengan pepsin.
Pepsin adalah merupakan enzim proteolitik yaang memecahkan protein
menjadi proteosa dan pepton
b. Lapisan sel parietal, yang terdiri dari beberapa lapis sel mukosa lambung. Sel-
sel ini menghasilkan asam klorida
c. Sel epitel kolumnar mukosa lambung, yang mensekresikan musin, yaitu suatu
glikoprotein yang mirip dengan musin air ludah dan berfungsi sebagai
pelumas makanan dan meproteksi mukosa lambung dari pengaruh asam
klorida.
Getah lambung mempunyai kandungan air sekitar 99,4% dan sisanya terdiri dari
senyawa organik dan anorganik. Senyawa organik tersebut adalah musin, enzim
proteolitik yaitu : pepsin, rennin dan lipase. Lipase adalah enzim pemecah lipid
(lemak) yang di lambung tidak berfungsi efektif, karena pH optimum lipase untuk
memecahkan lipid adalah pada pH sedikit basa (alkalis) sedangkan pH lambung
sangat asam yaitu sekitar 0,8 -1,5.
Fungsi asam klorida di lambung
1. Untuk mengaktifkan proenzim pepsinogen menjadi pepsin.
2. Untuk membunuh bakteri atau kuman-kuman yang ada dalam makanan.
Karena umumnya bakteri sangat jarang yang bisa hidup pada pH yang
dimiliki oleh lambung, yaitu pH sekitar 0,8 - 1,5
3. Untuk membantu pemecahan atau penguraian bahan makanan
4. Untuk merangsang pembentukan sekretin di duodenum dan jejunum bagian
proksimal.
Gambar I.-2 Anatomi lambung
( Lambung dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan perbedaan struktur dan fungsi ;
Fundus, Korpus dan Antrum)
Otot dinding lambung terdiri atas 3 lapis serabut otot polos yang tersusun
memanjang, melintang dan miring keatas. Karena rancangannya yang sedemikian
rupa otot ini mampu menyesuaikan diri dengan volume lambung sesuai dengan
isinya, juga memungkinkan pencampuran makanan serta meneruskannya ke saluran
cerna selanjutnya.
Motilitas dan pengosongan lambung :
Lambung dalam keadaan kosong adalah merupakan suatu tabung otot yang
berkontraksi dan dinding bagian dalamnya berdekatan satu sama lain. Jika makanan
masuk, otot polos akan berelaksasi dan dinding lambung akan kendur tanpa disertai
naiknya tekanan intraluminal. Pencampuran makanan yang dimakan, kemudian
menjadi khimus (makanan halus) terjadi dengan kontraksi peristaltik dan jalan keluar
lambung ada dalam keadaan tertutup. Pada pengosongan lambung pilorus akan
terbuka sebentar dan sebagian khimus dengan bantuan kontraksi peristaltik di daerah
antrum akan masuk ke usus 12 jari. Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf
maupun hormon. Impuls parasimpatikus yang disampaikan melalui nervus vagus
akan meningkatkan motilitas secara reflektoris melalui vagus juga akan terjadi
pengosongan lambung. Jadi pengosongan ini akan berjalan sedikit demi sedikt
dengan mengirim makanan ke duodenum dan ini berlangsung terus sampai isi
(khimus) secara keseluruhan memasuki duodenum dalam jangka waktu 3 - 5 jam.
Refleks pengosongan lambung ini akan dihambat oleh :
d. Isi lambung yang penuh, hal ini biasanya disebabkan oleh makan yang terlalu
banyak
e. Kadar lemak yang tinggi, hal ini biasanya disebabkan komposis makanan
yang terlalu banyak mengandung lemak atau protein berkolesterol tinggi.
f. Reaksi asam pada awal usus halus, hal ini biasanya disebabkan oleh fikiran
yang psikis atau stres. Hal ini menyebabkan hormon saluran cerna terutama
sekretin dan kholesistokinin-pangkreozimin yang dibentuk dalam mukosa
usus halus akan dibawa oleh aliran darah ke lambung. Dengan demikian
proses pengosongan lambung merupakan proses umpan balik humoral.
Di samping proses yang disebutkan diatas, pengaturan motorik laambung
dilakukan oleh mekanisme lain. Pengaturan ini diduga antara lain dilakukan oleh
dopamin dan serotonin.
Sekresi getah lambung
Kelenjer yang ada di lambung tiap hari memproduksi sekitar 2 - 3 liter getah
lambung yang merupakan campuran larutan asam klorida dengan enzim pencernaan,
lendir dan faktor intrinsik yang dibutuhkan untuk absorpsi vitamin B12. Tekanan
osmosis getah lambung ini mendekati isotonis dan pH antara 0,8 -1,5. Asam klorida
menyebabkan denaturasi protein makanan dan menyebabkan penguraian oleh
enzimatik lebih mudah. Asam klorida juga membuat pH yang cocok bagi enzim
lambung dan mengubah pepsinogen yang tidak aktif menjadi enzim yang aktif yang
disebut dengan pepsin. Kemudian asam klorida yaang mempunyai pH yang asam
(pH 0,8 -1,5) akan menyebabkan bakteri yang terbawa oleh makanan akan mati.
Pengaturan sekresi getah lambung sangat komplek seperti halnya pada pengaturan
motilitas lambung serta pengosongannya disinipun terjadi pengaturan oleh saraf dan
hormon
Berdasarkan saat terjadinya peristiwa, maka sekresi getah lambung dibagai atas
fase sefalik, lambung (gastral) dan usus (intestinal).
Fase sekresi sefalik
Fase ini diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan penciuman dan rasa akan
menimbulkan impuls saraf aferan, yang di sistem saraf pusat akan merangsang
serabut vagus. Stimulasi nervus vagus akan menyebabkan dibebaskannya asetikolin
dari dinding lambung. Ini akan menyebabkan stimulasi lansung pada sel parietal dan
sel epitel akan serta akan membebaskan gastrin dari sel G antrum. Melalui aliran
darah gastrin akan sampai pada sel parietal dan akan menstimulasinya sehingga sel
itu membebaskan asam klorida . Pada sekresi asam klorida ini histamin juga ikut
berperan . Histamin ini dibebaskan oleh mastosit karena stimulsi vagus (Gambar 1-3)
secara tak langsung dengan pembebasan histamin ini gastrin dapat bekerja.
Gambar I-3 Bagan Pengaruh Sekresi Sel Parietal
Fase lambung
Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang masuk kedalam lambung,
Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai protein, kofein atau alkohol akan
menimbulkan refleks kolinergik lokal dan pembebasan gastrin. Jika pH turun
dibawah 3, pembebasan gastrin akan dihambat.
Pada fase usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti
dengan penurunan sekresi getah lambung. Jika makanan yang baru dimakan tidak
asam masuk kedalam duodenum, maka dari sel G duodenum akan dibebaskan
gastrin. Jika kemudian khimus yang masuk ke usus 12 jari akan dibebaskan sekretin.
Ini akan menekan sekresi asam klorida dan merangsang pengeluaran pepesinogen.
Hambatan sekresi getah lambung lainnya dilakukan oleh kholesistokinin-
pankreozimin, terutama jika khimus yang banyak mengandung lemak sampai pada
usus halus bagian atas.
Disamping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya yang
berperan pada sekresi dan motilitas. . GIP (gastric inhibitory polypeptide)
menghambat sekresi HCl dari lambung dan kemungkinan juga merangsang sekresi
insulin dari kelenjer pankreas
Somatostatin yang dibentuk tidak hanya di hipotalamus tetapi juga di sejumlah
organ lainnya antara lain sel D mukosa dan usus halus serta kelenjer pankreas,
menghambat sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung dan sekresi sekretin
di usus halus. Fungsi endokrin dan eksokrin pankreas akan turun (sekresi insulin dan
glukagon serta asam asam karbonat dan enzim pencernaan). Di samping itu ada
tekanan sistemik yang tidak berubah , pasokan darah di daerah nervus splanhnicus
akan berkurang sekitar 20-30%
Sekresi getah lambung dan motilitas akan ditingkatkan atau diturunkan oleh
faktor emosional. Efek dari stres dan marah akan meningkatkan getah lambung dan
motilitas sedangkan rasa takut dan kesedihan akan menurunkan sekeresi getah
lambung dan motilitasnya.
4. Pankreas
Kelenjer pankreas merupakan organ pensekresi yang di dalamnya tersebar
sekelompok sel berbentuk pulau, yang disebut sel-sel pulau langerhans. Organ ini
mempunyai berat sekitar 70 - 90 g dan terletak pada perut bagian atas di belakang
lambung . Organ ini terbagi menjadi 3 bagian , bagian kepala pankreas yang terletak
pada bagian cekung duodenum, badan pankreas dan ekor pankreas.Bagian eksokrin
pankreas mampu mensekresi enzim pencernaan. Ductus pankreaticus yang
merupakan jalan keluar kelenjer pankreas, berjalan sepanjang pankreas dan bermuara
kedalam duodenum bersama ductus choledochus. Pada preparat Histologis terlihat
struktur lobuls dan lobulus terdiri dari atas bagian akhir kelenjer yang disebut acinus.
Dalam masing-masing kelompok acinus ada celah yang menjorok kedalam yang
merupakan penghubung antara bagaian akhir kelenjer dan salurannya.
Sekresi getah Pankreas
Sekresi getah pankreas setiap hari sekitar 2 liter dengan pH sekitar 8,0 - 8,4, pH
basa sekresi pankreas disebabkan kandungan hidrogen karbonatnya yang tinggi.
Bersama dengan empedu yang juga bersifat basa dan juga getah usus halus akan
bekerja menetralkan getah lambung yang asam sehingga khimus (makanan yang
telah diproses di lambung) dalam duodenum bersifat netral sampai dengan basa
lemah.
Produksi enzim dan proenzim yang tidak aktif dari getah pankreas terjadi dalam
sel acinus. Pada saat sekresi, zat yang disimpan dalam bagian yang disebut granul
zimogen, bersama dengan elektrolit dan air akan disekresi ke dalam lumen acinus.
Pengaturan sekresi pankreas berlangsung melalui saraf dan humoral : pada
pengambilan makanan sekrsi akan meningkat secara refleks oleh vagus lalu
kemudian diatur oleh sekretin dan kolesistokinin-pankreozimin lebih lanjut. Setelah
pembebasan sekretin maka akan dibebaskan getah pankreas yang bersifat basa kuat
dan mengandung sedikit enzim dalam jumlah yang lebih banyak. Sedangkan
kolesistokinin-pankreozimin akan menyebabkan sekresi getah pankreas yang kaya
akan enzim dengan cara menstimulasi keluarnya granul zimogen dari sel acinus.
Kerja optimum akan terjadi pada kerja bersama-sama antara stimulasi vagus serta
pembebasan sekretin dan kolesistokinin-pankreozimin.
Sumber gambar : Human Physiology From Cells to System ; Lauralee Sherwood
Gambar 1-3 Representasi Skematik Bagian Eksokrin dan Endokrin Pankreas
(Pangkreas eksokrin mengeluarkan getah pencernaan ke dalam lumen duodenum. Getah
pencernaan tersebut terdiri dari enzim-enzim pencernaan yang disekresikan oleh sel
asinus dan larutan NaHCO3 encer yang disekresikan oleh sel duktus. Pankgreas endokrin
mensekresikan hormon insulin dan glukagon ke dalam darah.)
5. Hati dan Saluran Empedu.
Hati yang merupakan organ utama atau organ sentral metabolisme tubuh, hati
juga memproduksi cairan empedu yang merupakan kelenjer eksokrin terbesar dalam
tubuh. Hati terletak dibawah lengkung diafragma kanan. Hati terbagi atas 2 lobus.
Lobus yang lebih besar terletak sebelah kanan dan lobus yang kecil di sebelah kiri.
Berat hati sekitar 1500 g. Pada permukaan bawah yang cekung pada porta hati
terdapat 2 pembuluh yang masuk ke hati yaitu arteri hepatica dan vena portae. Dan
dari sini ductus hepaticus meningalkan hati. Vena porta membawa darah vena isi
perut yang tak berpasangan dan dengan ini juga membawa produk absorpsi lambung
dan usus ke hati. Setelah melewati kapiler hati, sinusoida, melalui vena hepatica,
darah akan masuk kedalam vena cava inferior. Segera setelah meninggalkan hati,
kedua ductus hepatica akan bergabung membentuk ductus hepaticus communis dan
bagian akhirnya disebut ductus cysticus, mulai dari percabangan sampai ke kandung
empedu yang merupakan tempat penyimpanan empedu. Bagian saluran empedu yang
akhirnya bergabung dengan ductus hepaticus communis disebut ductus choledochus.
Saluran ini bermuara biasanya bersama dengan saluran dari kelenjer pankreas, pada
cabang menaik dari usus dua belas jari.
Bangun Lobulus Hati
Unsur yang membangun hati disebut lobulus hati dan pada manusia terdapat
sekitar 50.000 - 100.000 buah. Diameternya sekitar 1 - 2 mm dan antara yang satu
dengan yang lain terpisah oleh benang jaringan ikat yang halus. Pada penampang
histologis terlihat bentuknya yang hampir segi enam. Setiap lobulus hati terdiri dari
atas sejumlah sel yang berjalan secara radial tersusun atas pelat dan lajur yang
bercabang dan berhubungan satu sama lain. Tiap pelat sel hati biasanya mempunyai
dua lapis sel. Di antara lajur pelat sel hati terdapat sinusoida hati ( kapiler hati) yang
satu sama lain beranastomosis dan membentuk jala kapiler radial. Pada dindingnya
disamping ditemukan sel endotelium yang merupakan bagian sistem retikulo
endotelium, terdapat pula sel bintang Kuffer yang mampu melakukan fagositosis.
Di antara sinusoida hati dan sel hati terdapat ruang berupa celah yaitu ruang Disse
yang dimasuki mikrovilli sel hati.. Dengan cara ini akan terjadi syarat optimum
untuk absorpsi zat-zat yang masuk ke ruang Disse melalui sejumlah pori-pori pada
didndidng kapiler.
Sinusoida hati berjalan melewati ruang diantara sel-sel hati, demikian juga kapiler
empedu tetapi letaknya terpisah.. Kapiler empedu ini mempunyai dinding yang
terbentuk oleh membran sel hati. Kapiler empedu ini mulai dari bagian tengah lobus
dan berjalan sentrifugal ke daerah perifer lobus, serta bermuara di daerah periportal
yang merupakan titik temu beberapa lobulus, kemudian ke saluran empedu
interlobuler. Sel hati mempunyai banyak sekali mitokondria dan retikulum
endoplsama, jumlah mitokondria berkisar antara 1000 - 1600 buah.
Hati mempunyai fungsi utama adalah sebagai :
1. Pembentukan empedu
2. Penyimpanan dan pelepasan karbohidrat
3. Metabolisme kolesterol
4. Pembentukan proteinplasma
5. Pengatur metabolisme lemak.
6. Untuk metabolisme beberapa hormon polipeptida
7. Untuk reduksi dan konyugasi hormon steroid gonad dan adrenokorteks
8. Untuk sintesis 25-hidroksikolekalsiferol
9. Untuk detoksikasi senyawa senobiotik dan kebanyakan obat.
Sekresi Empedu
Produksi empedu tiap hari sekitar 600 – 800 ml. Susunan empedu dan laju
pembentukannya berubah-rubah. bergantung pada jumlah dan jenis makanan. Nilai
pH cairan empedu beerkisar sekita 7,4 - 8,5 dan cairan empedu hamapir isotosnis
dengan cairan darah. Cairan empedu terutama mengandung asam empedu dan
senyawa ion anorganik, zat warna empedu, kolesterol, fosfolipid dan beberapa
enzim, anatara lain enzim fosfatase basa.
Di dalam saluran empedu dan terutama di dalam kandung empedu yang
kapasitasnya sekitar 10 - 15 ml, susunan empedu akan berubah. Asam empedu, zat
warna empedu dan kolesterol akan mengalami penarikan air dan menjadi 5 -10 kali
lebih pekat., sedangkan konsentrasi elektrolit akan berkurang karena terjadinya
reabsorpsi kembali ion natrium , kloridan dan hidrogen karbonat ke dalam pembuluh
darah.
Gambar 1-4 Sirkulasi Enterohepatik Garam-garam Empedu
(Sebagian besar garam empedu didaur ulang antara hati dan usus halus melalui
sirkulasi enterohepatik. Garam-garam empedu yang disekresi oleh hati masuk ke
duodenum. Setelah ikut serta dalam pencernaan dan penyerapan lemak, sebagian
besar garam empedu direabsorpsi oleh transportasi aktif di ileum terminal dan
dikembalikan melalui vena porta hepatica ke hati yang kembali mensekresikan
garam-garam tersebut dalam empedu.)
Sekresi empedu dipengaruhi oleh hormon saluran cerna dan sistem saraf
otonom. Selama pencernaan sekresi empedu dari sel akan meningkat secara terus
menerus sampai dua kalinya dengan meningkatkan juga konsentrasi ion hidrogen
karbonat. Peningkatan sekresi ini disebabkan oleh sekretin dan juga oleh naiknya
pasokan darah ke hati dan pengaktifan vagus.
Selama pengambilan makanan empedu mengalir langsung ke dalam
duodenum, sedangkan pada saat pencernaan beristirahat, empedu masuk ke kandung
empedu dan melakukan pemekatan serta disimpan. Baru setelah pembebasan
kolesistokinin-pankreozimin yang bekerja menkontraksi kandung empedu.
Kolesistokinin-pankreozimin dibebaskan bila ada makanan yang masuk dan cairan
empedu dialirkan ke usus dua belas jari.
Tabel I.-1 Komposisi empedu duktus hepatikus manusia
1. Air 97%
2. Garam empedu 0,7%
3. Pigmen empedu 0,2%
4. Kolesterol 0,06%
5. Garam anorganik 0,7%
6. Asam lamak 0,15%
7. Lesitin 0,1%
8. Lemak 0,1%
9. Fofatase alkali …
6. Usus halus.
Penyerapan makanan paling besar terjadi di usus halus, karena pada usus halus
diasamping molekul-molekul makanan telah diuraikan menjadi molekul-molekul
kecil disini makanan akan bercampur dengan hampir semua enzim pencernaan dan
sekresi pencernaan lainnya.
Usus halus dibagi atas tiga bagian :
a. Usus duabelas jari (duodenum)
b. Usus kosong (jejunum)
c. Usus bengkok (ileum)
Duodenum mempunyai bentuk mirip tapal kuda, pada bagian cekungannya
terdapat kelenjer pankreas. Pada bagian menaik bagian menaik bermuara saluran
kelenjer pankreas (ductus pancreatikus) dan saluran empedu (ductus choledochus)
yang mempunyai bagian akhir menyatu.
Pada ujung duodenum terdapat jejunum sepanjang sekitar 120 cm dan dilanjutkan
dengan ileum sepanjang kira-kira 180 cm. Kumpulan jejunum dan ileum terpasang
pada mesenterium
d
Gambar I.-5. Permukaan Absortif Usus Halus dan Diagram Enterosit Sel Usus
Halus
Keterangan Gambar I.-5. (Sumber Kombinasi dari Review of Medical Physiology W.F.
Ganong dan Human Physiology From Cells to System ;
Lauralee Sherwood)
a. Struktur makroskopik usus halus
b. Lipatan-lipatan sirkuler mukosa usus halus yang meningkatkan luas permukaan
absortif sebesar 3 X lipat
c. Tonjolan mikroskopik seperti jari yang dikenal sebagai vilus, secara kolektif
villus meningkatkan luas 10 X lipat lagi
d. Diagram mikroskop electron vilus sel epitel yang memperlihatkan adanya
mikrovilus dipermukaan luminalnya, mikrovilus meningkatkan luas permukaan
absorptif usus halus 20 X lipat lagi. Secara keseluruhan , modifikasi-kodifikasi
permukaan ini meningkatkan luas permukaan absorptif usus halus 600 X lipat
Keistimewaan dari mukosa usus halus adalah perluasan permukaan usus halus
dengan lipatan vili dan mikrovili . Lipatan ini paling banyak di duodenum dan
jejunum dan dapat mencapai panjang 8 mm dan membentuk lekukan submukosa .
Disini terdapat vili berbentuk jari setinggi 1 mm yang epeitelnya umumnya terdiri
atas enterosit (sel eterosit) mikrivili yang merupakan kaki protopalsma berlumen
yang tersusun berdekatan. Permukaan yang melapisi lumen dengan demikian akan
diperluas sekitar 600 kali pada usus halus keseluruhan luasnya adalah 200 m2 atau
sama dengan luas 2 buah lapangan yang digunakan untuk main tenis.
Disamping mukosa , usus halus terdiri atas lapisan otot melingkar dan memanjang
dan serosa yaitu yaitu bagian viseral peritoneum. Pada dinding usus halus terdapat
pula pleksus saraf vegetatif, yaitu plexussubmucosus yang mempersarafi mukosa dan
plexus myentericus yang mempersarfi ototnya.
Pada kerja motorik usus halus dibedakan atas gerakan mencampur dan gerakan
peristaltik dorong. Gerakan mencampur melakukan pencampuran intensif khimus
dengan getah pankreas, empedu dan sekret dari kelenjer usus halus, sedangkan
gerakan peristaltic mendorong adonan makanan. Gerakan ini dapat timbul dengan
adanya relaksasi diding usus halus dan dikendalikan saraf melalui plexus
myentericus.
7. Usus Besar.
Usus besar yang merupakan bagian akhir dari saluran cerna dapat dibagi menjadi :
a. Usus buntu sekum (Cekum) dengan appendik vermiformis (umbai cacing).
b. Kolon atau usus besar (colon)
c. Rektum atau usus akhir (rectum)
Di usus besar (colon) dengan pengentalan isi usus terbentuk feses. Istilah sekum
muncul karena bagian usus ini buntu. (gambar I.7 )
Tabel I-6 Transpor normal zat-zat oleh usus halus dan tempat penyerapan atau sekresi
maksimum
Penyerapan Usus halus
Atas2 Tengah Bawah Kolon
Gula (glukosa, galaktosa, dll) ++ +++ ++ 0
Asam amino ++ +++ ++ 0
Vitamin kecuali vitamin B12 +++ ++ 0 0
Betain, dimetilglisin, sarkosisn + ++ ++ ?
Antibodi pada bayi baru lahir + ++ +++ ?
Pirimidin (timin dan urasil) + + ? ?
Penyerapan asam lemak dan
konversi menjadi trigliserida
+++ ++ + 0
Garam empedu + + +++ ?
Vitamin B12 0 + +++ 0
Na+ +++ ++ +++ +++
K+ + + + Sek+
Ca2+ +++ ++ + ?
Fe2+ +++ ++ + ?
Cl- +++ ++ + +
So4- ++ + 0 ?
1 Jumlah penyerapan dinilai + sampai +++, sek, disekresi bila K+ luminal < 25 mm
2 Yang dimaksud usus halus bagian atas terutama adalah yeyunum, meskipun serupa
pada duodenum pada kebanyakan kasus yang diteliti (dengan pengecualian bahwa
duodenum mensekresi HCO3 dan memperlihatkan sedikit absorpsi atau sekresi
netto NaCl
Gambar I-7 Anatomi Usus Besar
Pada sisi sebelah atas bermuara ileum. Melalui katup yang terdapat di sini
(va'va illeocaecalis) isi usus halus akan masuk sedikit demi sedikit kedalam usus
besar.
Kolon yang bersambungan dengan sekum terdiri atas bagian menaik, bagian
mendatar dan bagian menurun serta bagian yang berbentuk huruf S (colon
ascendens, transversum, descendens, sigmoideum). Bagian yang halus mempunyai
lebar sekitar 6-8 cm panjangnya sekitar 130 cm. Ciri khas kolon adalah adanya 3
taenia yang merupakan otot memanjang bagian luar yang tersusun seperti garis-garis
dan haustra merupakan tonjolan dinding usus yang terbentuk karena kontraksi otot
lingkar berbentuk simpul.
Bagian usus besar yang paling akhir adalah rektum sepanjang 15-20 cm dan
berakhir pada anus yang dilengkapi dengan otots sfingter pada bagian dalam yang
terdiri atas serabut otot polos dan otot sfingter bagian luar yang terdiri atas otot
skelet. Otot memanjang luar disini tidak lagi tersusun dalam taenia melainkan
membentuk lagi lapisan tertutup.
Berbeda dengan usus halus, mukosa usus besar tidak mengandung jonjot, disini
ditemukan kriopta yang amat dalam dan rapat berdekatan.. Epitel kripta dan epitel
permukaan terutama terdiri atas sel piala yang memproduksi lendir.
Sebagian sel epitel dilengkapi dengan bulu-bulu tebal yang berfungsi untuk
absorpsi. Pada rektum dibawah mukosa yang disebut dengan zona hemoroid terdapat
sekelompok pembuluh darah yang merupakan penutup dalam bentuk otot. Dengan
gerakan dinding usus besar, isi usus akan digiling dan dibawa terus. Disamping
gelombang peristaltik lambat dari otot lingkar pada jarak usus yang pendek, sekitar
2-3 kali sehari terjadi gelombang peristaltik yang besar mulai dari sekum sampai
sigmoid. Gerakan ini akan distimulasi oleh impuls parasimpatikus yang dihambat
oleh impuls simpatis.
Tabel I-8. Enzim-enzim Pencernaan Utama. Proenzim yang berkaitan terdapat
dalam kurung
Sumber Enzim Aktivator Substrat Fungsi katalitik/produk
Kelenjer
saliva
-amilase saliva Cl- Zat tepung Hidrolisis ikatan 1,4;
Menghasilkan dekstrin -limit,
maltotriosa dan maltosa
Kelenjer
lingualis
Lipase lingual Trigliserida Asam lemak plus 1,2 diasilgliserol
Lambung
Pepsin (pepsinogen) HCl Protein dan
polipepetida
Menguraikan ikatan peptida yang
berdekatn dengan asam amino
aromatik
Lipase lambung Trigliserida Asam lemak dan gliserol
Eksokrin
pankreas
Tripsin (tripsinogen) Entero
peptidase
Protein &
Polipeptida
Mengurai ikatan peptida yang
berdekatan dengan arginin atau lisin
Kimotripsin
(kimotripsinogen)
Tripsin Protein &
polipeptida
Mengurai ikatan peptida yang
berdekatan dengan arginin atau lisin
Elastase (proelastase) Tripsin Protein &
polipeptida
Mengurai ikatan yang berdekatan
dengan asam amino alifatik
Karboksipeptidase
(prokarboksipepetidase
A)
Tripsin Protein &
polipeptida
Mengurai asam amino terminal
karboksi yang mempunyai rantai sisi
aromatik atau alifatik yang bercabang
Karboksipepetidase B
(Prokarboksipeptidase
B)
Tripsin Protein &
polipeptida
Mengurai asam amino trminal
karboksi yang mempunyai rantai sisi
basa
Kolipase (prokolipase) Tripsin Butir-butir
lemak
Memudahkan terbukanya bagian aktif
lipase pankreas
Lipase pankreas Trigliserida Monogliserida dan asam lemak
Ester kolesteril hidrolase Ester
kolesteril
Kolesterol
-amilase pankreas Cl- Zat tepung Sama dengan -amilase saliva
Ribonuklease RNA Nukleotida
Deoksiribonuklease DNA Nukleotida
Fosfolipase A2
(profosfolipase A2)
Tripsin Fosofolipid Asam lemak, lisofosfolipid
Mukosa
usus halus
Enteropeptidase Tripsinogen Tripsin
Aminopeptidase Polipeptida Mengurai asam amino terminal –N
dari peptida
Dipeptidase Dipeptida Dua asam amino
Maltase Maltosa
Maltotriosa
Glukosa
Laktase Laktosa Galaktosa dan glukosa
Sukrase Sukrosa Fruktosa dan glukosa
-limit dektrinase -limit
dektrin
Glukosa
Nuklease dan enzim-
enzim terkait
Asam nukleat Pentosa, purin dan basa pirimidin
Sitoplasma
sel mukosa
Berbagai peptidase Di, tri dan
tetrapeptida
Asam amino
Sumber : Fisiologi Kedokteran : Ganong F William
Absorpsi dan metabolisme berbagai komponen makanan.
Pencernaan bahan-bahan makanan utama merupakan proses yang teratur yang
melibatkan kerja sejumlah besar enzim-enzim pencernaan (Tabel I.3 ). Enzim-enzim
kelenjer saliva dan kelenjer lingualis mencerna karbohidrat dan lemak. Enzim yang
berasal dari bagian eksokrin pankreas mencerna karbohidrat , protein dan lemak, DNA
dan RNA. Enzim enzim lainnya yang melengkapi proses pencernaan ditemukan di dalam
membran luminal dan sitoplasma sel-sel dinding usus halus. Kerja berbagai enzim
tersebut dibantu oleh enzim asam hidroklorida yang diseksresikan lambung dan empedu
yang disekresikan oleh hepar.
Sel-sel mukosa di usus halus dinamakan enterosit. Di usus halus sel tersebut empunyai
brush border yang yang terdiri atas sejumlah mikrovilli yang menutupi permukaan
apikalnya. Di dalam mikrovilli ini terdapat banyak enzim . Di sisi bagian luminal
terdapat lapisan yang kaya akan gula netral dan gula amino, yaitu glikokaliks. Membran
sel-sel mukosa mengandung enzim-enzim glikoprotein yang menghidrolisis karbohidrat
dan peptida dan glikokaliks tersebut dibuat di bagian gugus karbohidrat glikoprotein
yang meluas ke dalam lumen usus halus. Berdekatan dengan brush border dan glikokaliks
terdapat suatu lapisan statis yang mirip dengan lapisan yang berbatasan dengan membran
biologik lainnya. Zat-zat terlarut akan berdiffusi melalui lapisan ini untuk mecapai sel-
sel mukosa. Lapisan mukus yang menutupi sel-sel juga merupakan penghalang yang
bermakna bagi difusi. Zat-zat dari lumen saluran cerna masuk ke dalam cairan
interstisial dan kemudian kedalam limfe dan darah dengan cara difusi, difusi terfasilitasi,
tarikan solven, transpor aktif, transpor aktif sekunder (transfor ganda) dan endositosis.
Kebanyaka zat-zat dari lumen usus halus harus masuk ke dalam cairan intertisial melalui
sel-sel mukosa dan kemudian keluar dari sel-sel mukosa ke cairan intertisial dan proses
yang berperan dalam pemnindahan zat melalui membran sel luminal seringkali agak
berbeda dengan proses pemindahan zat melalui membran sel basal dan lateral yang
masuk ke dalam carain intertisial.
INFEKSI SALURAN PENCERNAAN
Pada dasarnya hampir semua makanan mengandung mikroorganisme, sebagian
mikroorganisme menyebabkan makanan menjadi basi dengan mengubah penampakan,
rasa, atau bau, tetapi makanan yang sudah basi kecil kemung-kinannya dikonsumsi
sehingga bukan merupakan ancaman bagi kesehatan. Namun, makanan yang dicemari
oleh bakteri enterik dan toksinnya dapat menyebabkan penyakit walaupun rasa dan bau
makanan tersebut tidak berubah. Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang
tercemar berkisar dari penyakit ringan sampai serius dan adakalanya dapat menyebabkan
kematian pada orang yang tubuhnya tidak dapat untuk mengatasinya.
Insidens infeksi pencernaan
Penyakit Infeksi pencernaan (enteric infection) adalah suatu masalah kesehatan
yang menjadi perhatian besar di banyak Negara. Statistik resmi yang dususun oleh the
Public Health Laboratory Service (PHLS) dan diterbitkan oleh the Office of Population
Censuses and Surveys di Inggris mengungkapkan adanya kecenderungan
meningkatnya berbagai jenis dan jumlah kasus yang dilaporkan sejak
pertengahan tahun 1980-an. Namun, ini hanya puncak dari gunung es karena
kasus individual sering tidak dilaporkan dan adakalanya menimbulkan kasus
besar yang mengenai banyak orang yang makan makanan yang sama.
Faktor-faktor yang banyak menimbulkan infeksi saluran cerna adalah:
• Makanan jauh lebih dulu dipersiapkan
• Memasak yang tidak adekuat
• Pendinginan tidak memadai
• Penyimpanan tidak memadai
• Pemanasan ulang
Kesalahan selama produksi, pengiriman, dan penyimpanan makanan sebelum
dijual juga ikut berperan
Faktor risiko
Faktor risiko berkaitan dengan status imun individu (intrinsik) dan faktor yang
berkaitan dengan gaya hidup modern yang mempe-ngaruhi pemilihan dan
persiapan makanan (ekstrinsik).
Faktor intrinsik
Individu berikut memiliki risiko tinggi:
• Usia sangat muda - Sistem imun pada pasien yang usianya sangat muda belum
matang sehingga sangat rentan terhadap infeksi. Secara tradisional, petugas
kesehatan lapangan berperan penting dalam mendidik masyarakat mengenai
pentingnya higiene, terutama saat penyiapan makanan bayi. Insidens gastro-
enteritis lebih tinggi pada bayi yang mendapat susu botol, di mana muntah
dan diare terjadi karena makanan terlalu pekat atau akibat gastroenteritis
infektif. Anak yang sakit berisiko paling tinggi. Kecenderungan pemulangan
dini berarti bahwa bayi ini kemungkinan besar akan dirawat di masyarakat.
Mereka sering memerlukan makanan khusus yang disalurkan per enteral, dan
makanan ini mungkin tercemar, terutama apabila dipersiapkan oleh orang tua
di rumah.
Pada orang dewasa umumnya d iperlukan jumlah organisme yang lebih sedikit
untuk mencapai dosis infeksi, sementara diare dan muntah lebih besar
kemungkinannya menyebabkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan
elektrolit
Pasien yang mempunyai penyakit berat, terutama orang yang mempunyai
daya pertahanan tubuhnya rendah dan termasuk kelompok ini mencakup
pasien kanker dan pengidap AIDS.
Faktor ekstrinsik
Mereka yang berisiko paling tinggi adalah:
• Orang lemah (termasuk manusia usia lanjut) - Orang yang lemah mungkin tidak mampu
keluar untuk membeli makanan segar
• Orang yang kemampuan finansialnya terbatas - Individu pada kelompok ini tidak
mampu membeli produk berkualitas. Karena tidak memiliki transportasi, mereka
mengandalkan toko setempat di mana perputaran barangnya lambat dan barang-
barang habis pakai mungkin berada di rak pajangan lebih lama dari seharusnya. Karena
ingin berhemat, mereka juga lebih kecil kemungkinannya membuang makanan yang
tampak men-curigakan. Tidak adanya lemari pendingin dapat menjadi masalah,
terutama di tempat di mana keluarga dengan anak ditampung oleh dinas sosial.
• Orang yang sering makan di luar atau banyak mengandalkan makanan yang diproduksi
massal - Makanan yang diproduksi massal atau siap saji atau snack akan meningkatkan
risiko.
• Wisatawan - Wisata ke luar negeri telah meningkat secara drastis selama 20 tahun
terakhir, sehingga orang terpajan ke standar higiene yang lebih rendah daripada
standar di rumah.
• Orang yang tinggal di institusi-institusi tertentu, seperti penghuni; sekolah, penjara,
rumah panti, dan rumah sakit, di mana makanan diproduksi secara massal.
Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan (foodbome illness) biasanya ringan, sembuh
spontan dalam beberapa hari, tetapi konsekuensinya kadang-kadang serius. Dehidrasi
dapat parah, membahayakan, dan mahal. Dehidrasi juga mungkin sulit diatasi pada bayi
dan manula.
Infeksi dan intoksikasi makanan
Istilah 'keracunan makanan' digunakan untuk menjelaskan muntah atau diare
setelah konsumsi makanan yang tercemar oleh bakteri atau toksinnya. Karena juga
mencakup penyakit yang ditimbulkan akibat mengonsumsi racun alami (mis. buah berry
atau jamur toadstool), maka penyakit yang ditimbulkan oleh makanan (foodborne illness)
adalah istilah yang lebih tepat. Terdapat dua jenis penyakit yang ditimbulkan melalui
makanan: gastroenteritis intestinalis invasif dan intoksikasi
Infeksi (gastroenteritis intestinalis invasif) terjadi apabila individu menelan bakteri
yang terkandung dalam makanan yang tercemar. Bakteri berkembang biak di dalam usus,
menimbulkan penyakit infeksi sistemik yang ditandai oleh malaise, demam, dan nyeri abdo-
men keram selain mual, muntah, dan diare. Gejala-gejala umumnya timbul dan sembuh
lebih lambat daripada pada kasus intoksikasi karena ada masa tunas (periode inkubasi)
saat mana bakteri memantapkan diri mereka di dalam tubuh pejamu dan berkembang biak
sebelum menimbulkan gejala. Penderita dapat menularkan penyakit, dan kita harus
berhati-hati dalam penanganan ekskreta atau muntahan. Pemanasan makanan sampai
60°C membunuh sebagian besar bakteri, tetapi suhu harus cukup tinggi dan diterapkan
untuk waktu yang cukup lama untuk dapat mematikan bakteri sehingga kadarnya di
bawah dosis infeksi. Hal ini mungkin tidak dapat diterapkan untuk sebagian makanan
karena makanan akan rusak pada pemanasan (mis. puding custard atau telur setengah
matang) atau apabila makanan tercemar berat. Kita tidak selalu dapat mendeteksi adanya
bakteri berdasarkan bau makanan.
Intoksikasi terjadi apabila makanan yang mengandung toksin dikonsumsi. Dalam
beberapa jam timbul muntah, kadang-kadang dengan diare. Pasien tidak menular. Toksin
bersifat stabil panas sehingga makanan yang tercemar tidak menjadi aman setelah
dimasak, dipasteurisasi, dan diterapi panas lainnya.
Tabel 1.1 Infeksi dan intoksikasi makanan yang umum adalah:
Infeksi Intoksikasi
Salmonella Bacillus cereus
Shigella Staphylococcus aureus
Campylobacter Clostridium perfringens*
Listeria Clostridium botulinum
'Toksin dikeluarkan setelah ingesti dan tidak ke dalam makanan
Infeksi gastrointestinalis invasif
Salmonella
Salmonella adalah basil motil negatif-Gram yang mampu tumbuh dalam keadaan
aerob dan anaerob. Suhu optimum untuk pertum-buhan adalah 37°C, tetapi kuman ini
dapat berkembang biak antara suhu 7°C dan 48°C. Basil ini mudah dimatikan dengan panas
tetapi dapat bertahan hidup dengan pendinginan dan pengeringan, terutama apabila
dilindungi oleh protein dalam makanan. Bakteri ini dapat diisolasi dari jari tangan bahkan
setelah tangan dicuci dan dikeringkan. Di seluruh dunia, Salmonella adalah penyebab utama
penyakit yang ditimbulkan oleh makanan.
Peningkatan infeksi Salmonella berkaitan dengan berjejalnya hewan piaraan di
peternakan, produksi massal, dan higiene yang buruk di tempat persiapan, penyimpanan,
dan penjualan makanan. Pence-maran sewaktu pengiriman juga dapat terjadi dan
pencemaran silang dapat terjadi ke semua makanan yang berkontak dengannya.
Salmonella adalah organisme zoonotik yang banyak ditemukan pada hewan
berdarah panas piaraan maupun liar, termasuk ayam, walaupun pada para pejamu
tersebut bakteri ini biasanya tidak menimbulkan gejala klinis. Data dari PHLS
mengungkapkan bahwa Salmonella enteritidis dapat diisolasi dari sejumlah besar ayam broiler
yang akan dijual eceran dan pada telur dari ayam yang dibiarkan lepas dan dipelihara
dalam kandang. Hal ini menarik sejumlah media massa, dan sebagian otoritas
menyimpulkan bahwa adanya Salmonella enteritidis telah mencapai tingkat epidemi.
Salmonella memiliki masa tunas 12-72 jam di tubuh manusia, dengan gejala muncul sampai 7
hari setelah ingesti. Penyakit berlangsung 2-5 hari dan lebih parah pada orang berusia
lanjut dan usia sangat muda. Walaupun stadium akut infeksi biasanya cepat hilang,
namun bakteri dapat terus keluar dari feses pembawa asimtomatik sampai 3 bulan.
Diagnosis adalah dengan biakan tinja; bakteri biasanya tidak dijumpai dalam darah.
Pengobatan adalah dengan sulih cairan. Antibiotik memperlama pembawaan, tetapi
apabila infeksinya parah disertai penyulit (mis. septikemia atau kerusakan mukosa usus
yang menyebabkan malabsorpsi dan kehilangan gizi), maka diresepkan siprofloksasin.
Hal ini menurunkan lama diare dan muntah, serta mengeliminasi Salmonella dari tinja.
SALMONELOSIS NOSOKOMIAL
Antara tahun 1992 dan 1994, penyakit infeksi usus merupakan 15 persen dari semua
ledakan kasus yang dilaporkan (189 dari 1275) di rumah-rumah sakit; dari sejumlah itu, 125
disebabkan oleh salmonela. Penularan terutama melalui penyebaran orang-ke-orang dan
bukan konsumsi makanan yang tercemar. Ledakan kasus di rumah sakit rata-rata
berlangsung 16 hari, dan hal ini cukup meng-ganggu pelayanan rumah sakit. Penanganan
ledakan kasus tersebut memerlukan biaya tinggi karena banyak petugas dan pasien harus
menjalani pemeriksaan penapisan, dan infeksi ini diperkirakan merupakan penyebab
kematian pada lima pasien. Lebih banyak terjadi ledakan kasus di rumah sakit di mana
terdapat insidensi pencemaran tinja yang tinggi (mis. unit pediatrik, bersalin, dan geriatrik),
dan banyak ledakan kasus yang dilaporkan terjadi pada pasien dengan masalah kesehatan
jiwa . Kemungkinan infeksi meningkat karena buruknya higiene perorangan pasien ini
dan oleh perpindahan antara berbagai bagian rumah sakit. Walaupun penyebaran orang-
ke-orang merupakan rute paling penting, namun hal ini tidak selalu dapat dibedakan
dengan penularan melalui peralatan medis yang tercemar (mis. termometer rektum,
gastroskop, atau pencuci bejana sorong yang rusak) karena bakteri dapat bertahan hidup di
ling-kungan yang lembab. Kita sering tidak mungkin menelusuri sumber infeksi. Petugas
dapur yang membawa Salmonella dapat menyebabkan infeksi pada orang yang sakit
maupun sehat.
Campylobacter ijejuni
Campylobacter jejuni adalah suatu bakteri negatifm yang sangat motil. Jumlah kasus
yang dilaporkan terus meningkat setiap tahun, dan bakteri ini sekarang menjadi salah
satu penyebab tersering penyakit yang ditimbulkan melalui makanan. Peningkatan ini
mungkin sebagian besar disebabkan oleh perbaikan fasilitas diagnostik. Petugas
kesehatan lebih besar kemung-kinannya menjumpai pasien dengan infeksi Campylobacter
diban-dingkan dengan infeksi pencernaan lainnya karena gejala nyeri abdomen akut
dan diare berbercak darah dapat sedemikian hebat dan menakutkan sehingga pasien akan
segera mencari pertolongan medis. Masa tunas adalah 2-10 hari dan penyakit berlangsung
10-14 hari.
Bakteri ini tersebar luas di lingkungan dan pernah diisolasi dari saluran
pembuangan, daging mentah, dan susu yang tidak dipasteurisasi. Bakteri ini tidak
berkembang biak pada suhu kurang dari 30°C sehingga kecil kemungkinannya tumbuh
dalam makanan pada suhu kamar. Pencemaran-silang mudah terjadi antara makanan
yang disimpan, dan berbagai makanan misalnya salad dan dekorasi kue (cake icing)
dibuktikan dapat berfungsi sebagai perantara infeksi (Blaser et al., 1982). Bakteri ini
jarang menyebab-kan kematian tetapi menimbulkan morbiditas yang signifikan, dan
diperkirakan bahwa infeksi Campylobacter mungkin berkaitan dengan timbulnya
sindrom Guillain-Barre di kemudian hari.
Campylobacter tampaknya kurang menular dibandingkan dengan bakteri lain
penyebab penyakit yang timbul melalui makanan. Penyebaran orang-ke-orang jarang
terjadi, dan hanya kadang-kadang dilaporkan adanya penyakit di antara penghuni rumah
yang sama (biasanya anak selama fase diare akut), dan ledakan kasus di masyarakat
jarang terjadi. Namun, infeksi dapat timbul setelah memegang hewan peliharaan yang
mengandung bakteri, dan pernah dilaporkan penularan vertikal dari ibu ke janin.
Penyakit biasanya sembuh sendiri tetapi apabila diperlukan dapat diobati dengan
eritromisin atau aminoglikosida
Shigella sonnei
Shigella sonnei adalah batang negatif-Gram yang menyebabkan disenteri. Infeksi
menyebabkan peradangan akut usus besar disertai keluarnya tinja encer yang
mengandung darah, pus, dan mukus. Penyakit klinis disebabkan oleh empat spesies (Tabel
1.2). Shigella sonnei adalah spesies yang paling sering dijumpai di Inggris. Kuman ini
disebarkan melalui rute fekal-oral, di mana ledakan kasus biasanya terjadi pada anak-
anak yang tinggal di institusi/panti. Pengendaliannya adalah dengan memperbaiki
standar higiene perorangan. Pembawa kronik jarang dijumpai, walaupun mereka yang
baru sembuh dari infeksi akut mungkin masih mengeluarkan bakteri selama beberapa
minggu.
Tabel 1.2 Spesies Shigella penyebab disenteri.
Spesies Distribusi Gambaran
Shigella dysenteriae
Tropis dan subtropis
Berat
Shigella flexneri
Tropis dan subtropis
Sedang
Shigella boydii
Tropis dan subtropis
Sedang
Shigella sonnei
Sedang
Ringan
Escherichla coll
Escherichia coli adalah suatu komensal di usus manusia. Kolonisasi terjadi dalam beberapa
minggu setelah lahir dan bermanfaat bagi pejamu karena mengurangi risiko pertumbuhan
berlebihan bakteri lain yang berpotensi patogenik. Namun, sebagian serotipe E. coli dapat
menyebabkan infeksi yang ditularkan melalui makanan. Mereka tergolong dalam empat
kelompok, bergantung pada faktor yang berperan dalam virulensi dan bagaimana mereka
berinteraksi dengan mukosa usus .
E. coli enteropatik
E. coli enteropatik (EPEC) adalah penyebab utama diare berat pada bayi di negara
yang sedang berkembang. Sebagian besar ledakan kasus dilaporkan dari rumah sakit atau
panti dan pada masing-masing kasus setelah ditelusuri disebabkan oleh pengolah makanan
(orang yang menangani makanan, pengolah makanan, food-handler) atau air yang tercemar
oleh kotoran manusia. Serotipe ini bersifat patogen karena kemampuannya melekat erat ke
mukosa usus, merusak mikrovili, dan mengganggu absorpsi.
E. coli enterovasif
E. coli enterovasif (EIEC) merupakan penyebab banyak ledakan kasus sejak
aktivitas patogeniknya pertama kali dilaporkan pada tahun 1940-an (Doyle, 1990). Sumber
infeksi biasanya adalah orang yang menangani makanan dan air yang tercemar, tetapi
penyebaran orang-ke-orang juga dapat terjadi. EIEC menyebabkan disenteri invasif dan
diare bernoda darah.
E. coli enterotoksigenik
E. coli enterotoksigenik (ETEC) adalah penyebab utama 'diare pelancong'
(travellers' diarrhoea) yang dilaporkan oleh mereka yang berkunjung ke negara-negara
dengan standar higiene yang buruk. Infeksi ini jarang dijumpai di Inggris kecuali pada
mereka yang pulang dari luar negeri tetapi di negara yang sedang berkembang merupakan
penyebab utama gastroenteritis pada semua kelompok usia. Sumber ledakan kasus
biasanya manusia. Bakteri menginvasi mukosa usus tetapi menimbulkan diare cair tidak
bernoda darah, dan pemulihan biasanya sempurna.
E. coli enterohemoragik
E. coli enterohemoragik (EHEC) menyebabkan berbagai jenis penyakit, berkisar
dari diare ringan sampai nyeri abdomen berat dengan kolitis hemoragik. Gejala terjadi
karena adanya pemben-tukan suatu eksotoksin yang disebut verositotoksin (verocytotoxiri),
yang dibentuk saat bakteri melekat ke dinding usus. Organisme ini sangat virulen dan
penyakit sudah dapat ditimbulkan hanya oleh sedikit bakteri (Williams dan Ellison, 1998).
Penyakit biasanya swasirna, dan sebagian besar pasien pulih dalam waktu sekitar 8
hari. Namun, sekitar sepertiga dari yang terinfeksi perlu dirawat-inapkan, dan sejumlah
kecil (terutama anak) mengalami sindrom uremik hemolitik, suatu bentuk gagal ginjal
dengan angka mortalitas 17 persen. Pasien yang dapat bertahan mungkin kemudian
mengalami masalah ginjal.
Serotipe utama yang berkaitan dengan EHEC adalah E. coli 0157. Bakteri ini
sekarang diketahui merupakan patogen utama dan pernah menimbulkan ledakan
kasus di AS, Kanada, dan Inggris, di anggota keluarga, panti asuhan, rumah sakit,
dan perumahan. Dapat terjadi penyebaran orang-ke-orang melalui rute fekal-oral,
dan dapat dijumpai pembawa yang asimtomatik. Ledakan kasus dikaitkan dengan
konsumsi berbagai jenis daging, terutama produk sapi yang kurang matang, kue
daging, dan hamburger, produk susu dan susu yang tidak dipasteurisasi, air yang
tercemar tinja, dan sayuran yang dicuci dengan air tersebut. Ternak sapi penghasil susu
dapat berfungsi sebagai reservoar. EHEC jarang dijumpai di Inggris, tetapi jumlah
kasus yang dilaporkan setiap tahun ke PHLS terus meningkat.
Listeria monocytogen&s
Listeria monocytogenes adalah basil positif-Gram fakultatif yang tidak membentuk
spora dan terdapat di tanah dan air serta tumbuhan. Walaupun Listeria telah
diketahui sebagai suatu patogen hewan pada awal abad ke-20, hanya baru-baru ini
kuman tersebut diketahui dapat menyebabkan penyakit pada manusia . Listeriosis
dapat memiliki beberapa bentuk sebagai berikut:
• Infeksi intrauterus atau perinatal
• Meningitis
• Septikemia
• Infeksi kulit akibat berkontak dengan hewan (jarang)
Sebagian besar orang membentuk kekebalan setelah terpajan ke bakteri di
lingkungan. Sebagian menjadi pembawa asimtomatik, dan hanya 10-15 persen
infeksi terjadi pada orang sehat. Infeksi terjadi karena pasien mengkonsumsi
makanan yang tercemar, dengan masa tunas berkisar 7-70 hari.
Listeria menyebabkan infeksi berat pada pejamu dengan cacat kekebalan dan
pada wanita hamil. Kasus jarang dijumpai, bahkan pada kelompok-kelompok ini,
tetapi angka kematian tinggi. Wanita hamil mungkin tetap asimtomatik setelah infeksi
atau memperlihatkan gejala mirip-flu. Listeria menembus plasenta dan dapat
menyebabkan abortus spontan, lahir mati, atau lahirnya bayi yang sakit akut.
Listeriosis neonatus diklasifikasikan sebagai awitan dini (dalam 2-3 hari setelah lahir)
atau lanjut (5 hari atau lebih). Pada kasus awitan dini, bayi mengalami septikemia,
dengan angka kematian 40-50 persen. Pada listeriosis awitan lanjut, gambaran
tersering adalah meningitis. Angka kematian pada neonatus adalah 25 persen, tetapi
ibu akan pulih secara spontan setelah persalinan tanpa pengobatan. Pada orang
dewasa, diagnosis adalah dengan biakan darah atau cairan serebrospinalis. Pada kasus
yang dicurigai merupakan infeksi neonatus, dilakukan pengam-bilan apusan dari mata,
telinga, dan plasenta. Orang dewasa diobati dengan ampisilin dosis tinggi. Bayi diberi
gentamisin selama paling sedikit 2 minggu, dengan dosis sesuai berat tubuh.
Infeksi Listeria dapat terjadi akibat mengkonsumsi susu yang tidak dipasteurisasi (dalam
Brie, Camembert, dan keju blue vein), daging yang didinginkan, pate", ayam yang kurang
matang, salad misalnya kol dan produk cook-chill. Keju padat (mis. Cheddar) dan keju yang
telah diolah atau keju lembut aman, demikian juga susu yang telah dipasteurisasi dan
bubuk susu yang dipanaskan sewaktu dipro-duksi. Di Inggris, terdapat usaha-usaha
untuk melarang penjualan susu 'mentah' (tidak dipasteurisasi) pada saat penulisan buku
ini.
Listeria tumbuh pada suhu serendah 2°C dan berkembang biak di makanan yang
didinginkan, walaupun pertumbuhan pada suhu sampai 42°C juga dapat terjadi.
Ledakan kasus mungkin bersifat musiman, tersering pada musim semi yang berbeda
dengan bakteri lain penyebab penyakit yang timbul melalui makanan. Makanan mungkin
tercemar dari sumber di lingkungan sewaktu produksi, suatu situasi yang dieksaserbasi
oleh metode peternakan modern karena makanan ternak dapat tercemar oleh Listeria.
Intoksikasi melalui makanan
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus menyebabkan gejala pencernaan dengan mem-produksi
enterotoksin stabil-panas. Jumlah yang diperlukan untuk menimbulkan gejala tidak
diketahui, tetapi diperkirakan cukup sekitar 1 g/100 g makanan. Gejala biasanya muncul
dalam 2-6 jam setelah ingesti, bergantung pada jumlah yang dikonsumsi. Penyebab
muntah dan diare masih belum diketahui pasti: diperkirakan toksin mengiritasi reseptor
di dinding usus yang kemudian menyampaikan impuls ke pusat muntah di medula. Di
Inggris, penyakit stafilokokus bukan merupakan penyakit yang wajib dilaporkan
sehingga insidensinya tidak diketahui pasti. Insidensi diperkirakan bervariasi antara
negara, bergantung pada kebiasaan makan, dan tampaknya lebih sering di AS daripada
di Inggris (Tranter, 1990). Episode penyakit biasanya berlangsung 2-3 hari, dan banyak
pasien pulih tanpa perlu mencari pengobatan medis.
Staphylococcus aureus adalah kontaminan makanan alami, di mana sumbernya
selalu orang lain. Yang biasanya dipersalahkan adalah tangan yang tidak dicuci, terutama
apabila petugas yang menangani makanan memiliki lesi septik yang tidak ditutup oleh
pembalut kedap-air. Bakteri berkembang-biak di lingkungan yang hangat dan lembab,
yaitu keadaan yang sering dijumpai di lemari/rak pajang yang pendinginannya kurang
baik di toko, restoran, dan gerai makanan siap-saji. Bakteri ini menghasilkan toksin.
Bakteri ini dapat bertahan di larutan salin dan umumnya berkaitan dengan makanan yang
diasinkan misalnya ham, dan produk bergula. Garam atau gula menghambat
pertumbuhan bakteri lain, sehingga stafilokokus tumbuh subur tanpa halangan. Makanan
lain yang dicurigai antara lain adalah ikan, telur, kue dengan isian krim atau podeng, dan
salad. Pencemaran-silang antara makanan yang disimpan ber-dekatan juga dapat terjadi.
Klostridia
Klostridia adalah bakteri anaerob positif-Gram yang membentuk spora. Mereka
menghuni tanah, berperan penting dalam dekom-posisi organisme yang mati. Sebagian
spesies bersifat komensal di usus manusia tetapi juga dapat berfungsi sebagai patogen
manusia. Toksin dikeluarkan setelah ingesti.
Clostridium perfringens
Clostridium perfringens merupakan penyebab banyak ledakan kasus penyakit karena
makanan, terutama di institusi-institusi. Sporanya yang kuat dapat bertahan sewaktu
dimasak dan mengalami germi-nasi apabila pemanasan ulang makanan, terutama daging,
kurang adekuat. Organisme tumbuh paling subur pada suhu antara 37°C dan 41°C.
Sumber ledakan kasus biasanya sulit diketahui karena Clostridium perfringens tersebar
luas di lingkungan dan sering terdapat di usus manusia, terutama pada pasien yang lama
dirawat-inap.
Pada ledakan kasus tipikal yang dilaporkan oleh Pollock dan Whitty (1991), sumbemya
adalah daging cincing yang dipanaskan kembali. Ledakan kasus mengenai 58 dari 647
manusia usia lanjut, dengan dua kematian. Kasus terbatas pada empat bangsal di mana
makanan datang paling awal. Makanan yang ditujukan ke bangsal lain menajdi lebih
lama dipanaskan di kereta dorong dan mencapai suhu yang diharapkan sehingga
perkembang-biakan bakteri terhambat. Pencemaran terjadi di dapur rumah sakit; contoh
dari sisa daging cincang mentah tidak mengandung klostridia.
Clostridium difficile
Clostridium botulinum
Botulisme pertama kali dilaporkan pada awal abad ke-19 (Hutchinson, 1992).
Botulisme merupakan penyakit paralitik yang timbul akibat mengkonsumsi makanan
yang tercemar oleh neuro-toksin yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum. Gejala
timbul dalam 2-6 jam. Otot yang dipersarafi oleh saraf-saraf kranialis biasanya yang
pertama kali terkena, dan menimbulkan gangguan penglihatan, kesulitan berbicara dan
menelan, dan kemudian paralisis. Gejala bervariasi. Hal ini, disertai jarangnya penyakit,
menyebabkan diagnosis sulit ditegakkan. Toksin tidak selalu dapat dideteksi di feses,
darah, atau bilasan lambung.
Sebagian besar kasus dikaitkan dengan daging, ikan, atau sayuran yang diawetkan
karena bakteri dan sporanya yang resisten dapat bertahan hidup dalam kondisi anaerob
yang menyingkirkan bakteri pesaing lainnya.Toksin hancur oleh pemanasan 80°C selama
30 menit; namun, untuk menghilangkan spora diperlukan panas 121°C selama 2,5 menit.
Hal ini dapat dilakukan pada skala komersial tetapi sulit dicapai secara domestik,
sehingga jelas dampak yang dapat terjadi pada mereka vang suka meneawetkan
makanan mereka sendiri. Meningkatnya ketersediaan makanan yang dibeku-kan, pengemasan
vakum, dan distribusi makanan segar yang lebih baik telah menurunkan insidensi botulisme,
yaitu penyakit serius dengan angka kematian yang tinggi.
Bacillus cerous
Bacillus cereus adalah batang positif-Gram yang mencemari beras. Sporanya yang
tangguh tidak rusak oleh pendidihan dan akan berkembang biak apabila makanan
kemudian disimpan semalam tanpa pendinginan yang adekuat. Bakteri berkembang biak
dan menghasilkan toksin. Bakteri tidak mati oleh pemanasan ulang yang ringan yang dahulu
digunakan untuk membuat 'nasi goreng spesial' keesokan harinya.
Infeksi pencernaan yang disebabkan oleh virus
Ledakan kasus diare dan muntah yang disebabkan oleh virus sering terjadi di
rumah sakit dan masyarakat. Diagnosis adalah dengan pemeriksaan mikroskop
elektron tetapi tidak selalu dilakukan karena banyak infeksi bersifat ringan dan sembuh
sendiri. Tidak ada publikasi mengenai petunjuk untuk menangani infeksi-infeksi ini di
rumah sakit, tetapi sekarang semakin banyak Trust yang membuat sendiri petunjuk
tersebut .
Virus yang berperan dalam infeksi pencernaan Virus hepatitis A
Virus hepatitis A adalah virus RNA. Pernah dilaporkan ledakan kasus ringan
pada keluarga dan institusi, sementara epidemi yang lebih besar terjadi akibat
konsumsi air, susu, dan makanan yang tercemar. Gejala meliputi malaise, mual,
muntah, nyeri abdomen, dan ikterus. Di daerah dengan sanitasi yang buruk, infeksi
subklinis sering terjadi dan memberikan kekebalan yang menetap. Standar hidup
yang lebih tinggi di Inggris menyebabkan penurunan pemajanan dan meningkatkan
risiko infeksi pada masa dewasa, terutama saat bepergian ke luar negeri. Tersedia
vaksin yang handal dan aman, tetapi pemberian imunisasi rutin kepada pelancong
bukan tindakan efisien (Behrens dan Roberts, 1994). Tidak ada pengobatan spesifik.
Virus hepatitis E
Virus hepatitis E adalah virus hepatitis yang baru ditemukan dan disebarkan
melalui rute fekal-oral. Belum pernah dilaporkan adanya status pembawa. Infeksi
pernah dideteksi pada wisatawan yang baru kembali ke AS dari Asia, Afrika, dan
Meksiko.
Virus Norwalk
Virus Norwalk adalah suatu virus RNA yang menyebabkan 'muntah musim
dingin'. Penularan adalah melalui rute fekal-oral dan percikan ludah. Ledakan kasus
dapat terjadi di masyarakat, sekolah, hotel, dan rumah sakit. Infeksi biasanya ringan dan
sembuh sendiri, tetapi deteksi dini penting dilakukan karena alasan sosial dan ekonomi
(yaitu, mengurangi waktu absen dari kerja atau sekolah), karena virus Norwalk sangat
menular, di mana hampir 50 persen dari mereka yang terpajan akan jatuh sakit (Little dan
Jenkins, 1995). Virus Norwalk sering mencemari air. Karena kerang, remis, dan sejenisnya
makan dengan menyaring partikel dari air laut, maka hewan ini cenderung menimbun virus
dan menyebabkan penyakit lambung apabila dikonsumsi.
Rotavirus
Rotavirus adalah virus RNA yang menyebabkan ledakan-ledakan kasus 'muntah
musim dingin. Penyakit kadang-kadang memper-lihatkan pola musiman, walaupun kasus
dapat terjadi kapan saja. Sebagian besar kasus mengenai bayi dan anak. Rotavirus
merupa-kan penyebab kematian yang bermakna pada bayi di negara-negara yang sedang
berkembang, tetapi di Inggris penyakit ini biasanya tidak parah. Sejak lama rotavirus
dianggap disebarkan melalui percikan ludah, tetapi, seperti virus lain, penyebaran
tampaknya lebih bergantung pada kontak langsung antara orang, dengan tangan sebagai
faktor yang sangat penting. Partikel rotavirus dapat diisolasi dari tangan (Samandi et al.,
983), dan insidens diare di panti menurun apabila higiene diperbaiki, dengan penekanan
pada mencuci tangan.
Penyebab lain infeksi pencernaan
Giardia intestinalis
Giardia intestinalis (dahulu lamblia) adalah parasit protozoa obligat. Organisme ini
membentuk kista, di mana infeksi terjadi apabila kita mengonsumsi kista tersebut. Giardia
tidak dapat berkembang biak dalam makanan, tetapi organisme ini mencemari air di
berbagai bagian dunia di mana higiene buruk. Kadang-kadang dilaporkan terjadi ledakan
kasus di negara maju (Jephcott et al., 1986), dan pernah dilaporkan kasus pada anak
yang dititipkan di tempat penitipan anak (Galbraith et al., 1987). Penularan adalah
melalui rute fekal-oral saat kita mengonsumsi air atau air tersebut diguna-kan untuk
mencuci makanan yang dihidangkan mentah. Pengolah makanan mungkin ikut berperan.
Masa tunas adalah 1-3 minggu, dan kecuali apabila diobati, infeksi menetap selama 4-6
minggu. Protozoa menghuni usus halus, dengan gejala utama diare berbau disertai nyeri
keram perut, kadang-kadang malabsorpsi, dan penu-runan berat tubuh. Sering dijumpai
pembawa yang asimtomatik (Casemore, 1990). Kista tahan terhadap klorinasi pada
konsentrasi yang digunakan untuk mendesinfeksi air dan dapat bertahan hidup selama
lebih dari 2 minggu di lingkungan yang lembab dan dingin. Kista hancur oleh pemanasan
dan pembekuan yang lama, tetapi es batu dalam minuman pernah dikaitkan dengan
infeksi. Dosis infeksiosa mungkin tidak lebih dari 10 kista. Pengobatan adalah dengan
metronidazol.
Cryptosporidlum spp.
Cryptosporidium spp. adalah parasit usus yang tidak diketahui sebagai
patogen manusia sampai tahun 1976, walaupun organisme ini telah diketahui
menimbulkan penyakit pada hewan. Cryptosporidium menyebabkan infeksi pada
pejamu dengan cacat kekebalan tetapi juga dapat menginfeksi orang sehat. Masa
tunas adalah 3-10 hari. Pada orang tanpa penyakit lain, gejala meliputi diare encer,
nyeri abdomen, dan muntah yang menetap sampai 6 hari. Gejala menetap pada
pasien dengan gangguan sistem imun (mis. pengidap HIV). Pernah dilaporkan ledakan
kasus, terutama di sekolah dan panti, dan pasokan air kadar-kadang tercemar. Saat ini
belum ada obat yang efektif untuk organisme ini, tetapi infeksi biasanya swasirna
pada orang yang tanpa penyakit lain.
Kriptosporidiosis kronik adalah salah satu penyakit patognomonik AIDS.
Entamoeba histolytica
Entamoeba histolytica adalah suatu amuba anaerobik yang menyebabkan
infeksi saat kista tertelan dalam makanan sebagai kon-sekuensi higiene yang buruk.
Masa tunas biasanya 2-6 minggu tetapi dapat jauh lebih lama - kadang-kadang
beberapa bulan (Casemore, 1990). Infeksi menimbulkan diare mukoid bernoda
darah. Entamoeba bersifat endemik di komunitas yang miskin di negara beriklim
tropis dan sedang, tetapi ledakan kasus jarang terjadi di Inggris. Pengobatan adalah
dengan metronidazol.
Mencegah infeksi yang ditularkan melalui makanan
Infeksi yang ditularkan melalui makanan umumnya dapat dicegah (Barrie, 1996).
Praktik yang baik antara lain adalah:
• Mengikuti persyaratan legal untuk katering
• Melindungi makanan dari pencemaran di semua tahap produksi sampai konsumsi
• Memberikan pelatihan mengenai higiene makanan dan perorangan kepada
semua pengolah makanan
• Mendidik masyarakat mengenai higiene makanan.
Persyaratan legal
The Food Safety Act 1990 dan the Food Hygiene (General) Regulations 1970 di Ingris
dimaksudkan untuk menjamin bahwa tempat di mana makanan dipersiapkan telah aman
dan dipelihara sesuai ketentuan. Menurut peraturan tersebut, makanan yang akan disajikan
panas harus bersuhu 63°C atau lebih, dan makanan dingin di bawah 5°C. Semua tempat
yang digunakan untuk mempersiapkan, menyim-pan, atau menyajikan makanan harus
didaftarkan ke otoritas lokal dan boleh diperiksa oleh Environmental Health Officer
(petugas kesehatan lingkungan). Setelah inspeksi, petugas dapat mengeluar-kan peringatan
informal, catatan perbaikan yang menyebutkan tindakan perbaikan spesifik yang harus
dilaksanakan dalam periode waktu tertentu, atau surat pelarangan, yang menyebabkan
tempat tersebut harus segera ditutup. Mereka yang melanggar aturan higiene makanan
dapat dituntut di pengadilan.
Pelatihan untuk pengolah makanan
Memberikan pelatihan kepada pengolah makanan, termasuk pengolah makanan
di institusi kesehatan dan perawatan sosial, merupakan hal esensial dalam legislasi
higiene makanan. Dapur bangsal di rumah sakit terkena oleh the Food Hygiene Regulations,
dan pengelola bangsal bertanggung jawab untuk memastikan bahwa:
• Dapur harus bersih
• Barang-barang di lemari pendingin harus dipantau. Barang-barang tersebut
harus diberi label berisi tanggal dan dibuang apabila tidak digunakan.
• Suhu lemari pendingin harus dipantau, dan lemari pendingin harus dijaga
bersih
• Petugas harus mencuci dan mengeringkan tangan mereka se-belum memegang
makanan
• Untuk mengeringkan peralatan dapur harus digunakan lap kertas
• Petugas dengan gejala-gejala pencernaan harus menyadari bahwa mereka
harus melapor ke bagian/departemen kesehatan lingkungan.
Makanan sering disimpan di dapur rumah sakit, tetapi ada bukti-bukti bahwa di
tempat tersebut terjadi praktik yang menyimpang (Smith, 1991).
Mendidik masyarakat
Pemahaman mengenai keadaan-keadaan yang mempermudah terjadinya penyakit yang
timbul melalui makanan merupakan kunci untuk pencegahan. Penyakit hanya dapat terjadi
apabila peristiwa berikut terjadi secara berurutan:
1. Makanan/benda harus tercemar oleh mikro-organisme yang merupakan
patogen bagi manusia
2. Makanan/benda harus berada pada suhu yang mempermudah pertumbuhan dan
reproduksi mikroba
3. Diperlukan waktu untuk multiplikasi dan invasi mikroba atau pengeluaran
toksin
Pencemaran dapat terjadi dari awal atau di setiap tahap pembuatan, pengangkutan,
atau penyimpanan makanan. Produsen makanan menggunakan berbagai strategi untuk
memutas rantai yang menim-bulkan penyakit karena makanan. Eliminasi pencemaran
sebelum penyimpanan dilakukan dengan pengalengan, pembekuan, dan metode lama
yaitu pengasinan. Pembekuan menahan bakteri pada suhu yang terlalu rendah untuk
multiplikasi bakteri dan diakui sebagai salah satu metode paling aman untuk
mengawetkan makanan. Namun, Salmonella yang sudah ada dapat bertahan hidup sampai
pembekuan dihentikan, dan kemudian berkembang biak. Dalam teori, makanan dapat
disimpan beku selama beberapa tahun asalkan peralatan pendingin bekerja dengan baik,
tetapi warna dan tekstur sebagian makanan mungkin menjadi lebih jelek. Untuk
mencegah botulisme digunakan pengemasan hampa udara.
'raktik yang aman di rumah
Petugas kesehatan memiliki peran penting dalam membantu orang mengembangkan
praktik yang aman dalam kaitannya dengan makanan. Suatu program untuk mendidik
masyarakat harus mencakup pengetahuan tentang bagaimana cara membeli, menyimpan,
menyiapkan, dan memasak makanan. Program tipikal untuk meningkatkan kesadaran
diperlihatkan di bawah.
Membeli makanan
• Hindari produk yang tidak tampak segar
• Hindari kaleng yang bentuknya berubah atau berlubang, dan telur yang retak
• Hindari karton yang tepinya menonjol
• Pilihlah produk mentah dan matang yang dipajang di rak dingin yang terpisah
Penyimpanan yang aman
• Buang produk yang dicurigai. "Dijual sampai tanggal". hanya anjuran, kapanpun
tanggal yang tercantum di kemasan
• Letakkan makanan di lemari pendingin sesegera mungkin setelah pembelian dan
jangan lebih dari 1,5 jam kemudian
• Simpan pada suhu 1-4°C
• Tutup semua makanan yang disimpan
• Simpan makanan mentah dan matang secara terpisah
• Letakkan makanan mentah misalnya daging di bagian bawah lemari pendingin
sehingga tidak akan ada tetesan yang mengotori produk yang akan dikonsumsi
• Simpan produk yang ditujukan untuk konsumsi manusia dan hewan secara terpisah
Menyiapkan makanan
• Cuci dan keringkan tangan sebelum menyentuh makanan dan ulangi setelah
memegang makanan mentah
• Tutup luka atau goresan di tangan dengan pembalut kedap-air
• Jaga agar semua permukaan dapur bersih. Apabila mungkin, gunakan alas pemotong
dan perkakas untuk makanan matang dan mentah secara terpisah, dan cuci alat-alat
tersebut dengan deterjen setelah digunakan. Lap dapur harus dijaga bersih dan
kering (Scott dan Blomfield, 1990).
• Cuci bersih buah dan sayur dengan air dingin yang mengalir
• Lepas blender dan pengolah makanan setelah digunakan, cuci dan keringkan semua
bagian dengan bersih
Memasak dan memanaskan ulang
• Kembalikan suhu makanan beku ke normal sebelum memasak
• Pastikan bahwa oven sudah mencapai suhu yang diperlukan sebelum waktu
memasak mulai dihitung
• Aduk cairan untuk menghindari 'cold spots' di sekitar bagian samping panci
bergagang (penggorengan)
• Pastikan bahwa daging, ayam, dan ikan dimasak matang
• Dinginkan makanan dengan cepat dan letakkan dalam lemari pendingin kecuali
apabila akan segera dimakan
• Apabila makanan akan dijaga tetap hangat sebelum dihidang-kan, maka usahakan
suhunya 63°C atau lebih
• Jangan membekukan kembali makanan yang sudah dikembali-kan suhunya ke suhu
normal, kecuali apabila makanan tersebut sudah dimasak
• Hati-hati menggunakan oven gelombang mikro (microwave oven). Dapat terbentuk
'cold spot' di tempat di mana panas tidak dapat menembus. Selalu ikuti petunjuk
produsen mengenai peralatan dan makanan. Waktu pemanasan harus disesuaikan
apabila watt alat lebih rendah, dengan mengaduk setengah putaran apabila tidak ada
meja putarnya (turntable).
Menggunakan metode baru dengan aman
Metode-metode baru penyiapan makanan sering dipersalahkan sebagai penyebab
kasus-kasus penyakit karena makanan, tetapi asalkan sistem/metode tersebut dipantau
dengan benar, risikonya tidak lebih besar daripada makanan yang disiapkan secara
konvensional.
Cook-chill
Cook-chill adalah suatu metode memasak makanan sekaligus diikuti oleh
pendinginan cepat ke suhu 0-3°C. Makanan dipanasi ulang segera sebelum disajikan,
biasanya di oven gelombang mikro (Armstrong, 1986). Cook-chill digunakan secara
komersial untuk mempersiapkan makanan siap saji (convenience food) dan telah
diperkenalkan di rumah sakit serta dapur umum yang menyedia-kan makanan untuk
orang cacat dan mereka yang harus beristirahat di rumah. Makanan jangan disimpan
selama lebih dari 5 hari dan harus dipanasi ulang pada suhu 70°C (DoH, 1989). Produk
cook-chill aman untuk rumah sakit asalkan pembuatannya disertai dengan suatu sistem
pemantauan mikrobiologis (Chudasama et al., 1991; Shanaghy et al., 1993). Pada sistem
rumah sakit yang lazim, makanan dipersiapkan di dapur sentral, dibagi-bagi,
didinginkan, disimpan dalam lemari pendingan paling lama 5 hari, diletakkan di piring
dingin, dan diedarkan ke bangsal dalam kereta dorong ber-pendingin sebelum dipanasi
ulang. Dalam sistem pemantauan bakteriologis tradisional, audit dilakukan dengan
mengambil sampel di setiap tahapan dari proses ini.
Metode kontrol kualitas yang lebih komprehensif ditawarkan oleh sistem the Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP). Ini adalah sistem kontrol untuk memastikan
keamanan makanan dengan menggunakan pendekatan yang lebih terstandardisasi
dibandingkan inspeksi dan pengambilan sampel secara tradisional. Sistem ini telah
diterapkan secara efektif dalam industri makanan selama lebih dari 20 tahun (Richards et al.,
1993). Dibuat suatu bagan alur untuk menggambarkan semua tahap produksi dari
kedatangan bahan mentah hingga makanan sampai ke konsumen. Dipilih sejumlah titik
kritis di mana pemantauan dianggap sangat penting, dan dilakukan pengambilan sampel
dari setiap batch. HACCP mendorong pengembangan dan penyempurnaan petunjuk-
petunjuk untuk memastikan praktik yang baik dan berf ungsi sebagai pengingat bagi
petugas perlunya pengawasan di setiap tahap pengolahan makanan. Penggunaannya
telah meningkatkan kualitas makanan di rumah sakit
BAB III
DIARE
Diare adalah peningkatan keenceran dan frekwensi tinja, pengeluaran feses cair
atau seperti bubur berulang kali (lebih dari tiga kali sehari). Pada penyakit usus halus atau
usus besar bagian atas, akan diekskresi feses dalam jumlah banyak dan mengandung air
dalam jumlah besar, penyakit pada kolon bagian distal menyebabkan diare dalam jumlah
sedikit.
Berdasarkan tinjauan patogenetik dibedakan beberapa mekanisme penyebab sebagai
berikut:
kurangnya absorpsi zat osmotik dari lumen usus (diare osmotik),
meningkatnya sekresi elektrolit dan air ke dalam lumen usus (diare sekretorik),
naiknya permeabilitas mukosa usus atau
terganggunya motilitas usus.
Seringkali beberapa mekanisme bersama-sama ikut ambil bagian.
Diare osmotik dapat disebabkan oleh sindrom malcerna (maldigesti) atau malabsorbsi
serta akibat pemasukan zat yang sukar diabsorpsi. Jika makanan dihentikan, diare osmo-
tik akan berhenti.
Diare sekretorik seringkali disebabkan oleh toksin bakteri yang mengaktifkan
adenilat-siklase dalam sel mukosa, sehingga cAMP akan dibentuk lebih banyak. Di
samping toksin kolera, toksin dari Salmonella dan Shigella serta galur Coli patogen juga
menyebabkan diare sekretorik. (Sebagian besar diare musim panas dan diare perjalanan
disebabkan oleh suatu toksin (Escherichia coli). Penyebab lain diare sekretorik ini adalah
zat endogen, misalnya polipeptida usus vasoaktif (Vasoactive Intestinal Polypeptide,
VIP).
Berbeda dengan diare osmotik, diare sekretorik tetap terjadi juga pada pasien
yang puasa.
Peningkatan permeabilitas mukosa usus dapat terjadi karena penyakit pada usus halus
dan usus besar (misal colitis ulcerosa atau karsinoma kolon) atau karena tidak
terabsorpsinya asam empedu. Diare khologen semacam ini ditemukan setelah reseksi
ileum, yang merupakan tempat utama reabsorpsi kembali asam empedu. Asam empedu
yang masuk ke kolon akan memperbesar masuknya air dan elektrolit ke lumen usus dan
di sini akan menyebabkan diare.
Jika kehilangan asam empedu melampaui kapasitas sintesis di hati, terjadi
pengurangan absorpsi lemak sehingga timbul feses berlemak (steatorea).
Peningkatan motilitas intestin yang merupakan penyebab diare ditemukan misalnya pada
hipertireosis.
MALABSORBSI
Malabsorpsi dapat diakibatkan oleh penyakit pan-kreas atau berbagai kelainan
biokimia seperti defisiensi laktase atau sukrase-isomaltase, dan juga berasal dari penyakit
usus halus. Penyebab yang dari usus halus ialah:
• penyakit coeliac merupakan kelainan usus halus yang menyebabkan malabsorpsi yang
banyak di-temukan di Negara Barat
• reseksi operasi yang ekstensif, misalnya pada penderita penyakit Crohn
• obstruksi limfatik, yang menyebabkan meningkat-nya kehilangan protein
• sindroma lengkung buta' (Blind loop syndrome), dimana bakteri tumbuh berlebihan
dalam bagian obstruksi atau lengkung bypass yang mengambil makanan vital penderita.
Penyakit Coeliac
Penyakit coeliac merupakan akibat dari reaksi abnormal terhadap konstituen
gandum, protein, yang merusak permukaan enterosit usus halus sehingga sangat
mengurangi kemampuan absorpsinya.
Insiden
Penyakit coeliac mengenai sekitar 1 dari 2000 pen-duduk di Inggris, tetftpi di
bagian barat Irlandia insi-densnya meningkat menjadi 1 dari 300 penduduk. Meskipun
demikian, insiden ini diperkirakan meningkat akibat intoleransi terhadap gluten yang
makin meluas. Pada penelitian dalam keluarga tenyata insiden penyakit coeliac pada anak
kembar adalah antara 10 dan 20% dan terdapat peningkatan pada orangtuanya. ,
Etiologi dan patogenesis
Dewasa ini telah dapat dijelaskan bahwa komponen toksik pada gluten adalah
gliadin, tetapi mekanisme bagaimana gliadin mampu menginduksi kerusakan jaringan
sampai saat ini masih belumjelas. Tampaknya terjadinya jejas jaringan ini lebih
merupakan akibat dari respons imun dibandingkan dengan efek toksik yang langsung.
Terdapat peningkatan limfosit intra-epitel (intraepithelial lymphocytes = lELs) pada kon-
disi ini dan peningkatan proporsi subpopulasi limfosit T di antara lELs, tetapi maknanya
masih belum jelas. Faktor genetik juga terlibat, dimana terdapat hubungan kuat dengan
HLA-B8. Sekitar 80% penderita mem-punyai fenotip ini; lebih lanjut penyakit coeliac
ber-hubungan dengan penyakit kulit dermatitis herpeti-formis yang tampaknya
mempunyai hubungan secara bebas dengan antigen HLA-B8. Hubungan genetik ini
tampaknya berkaitan dengan respons imun mukosa dan karenanya menentukan terjadinya
penyakit ini. Pada individu yang rentan, sensitivitas terhadap gliadin dan timbulnya
penyakit coeliac dapat dirangsang oleh fak-tor lain seperti infeksi virus. Hal ini dapat
menerangkan terdapatnya usia pasien yang bervariasi dan seringnya timbul pada usia
pertengahan bahkan pada usia lanjut.
Gambar 3.1 Proliferasi sel dan maturasi dalam usus
Morfologi
Dalam keadaan normal, enterosit secara konstans dilepaskan dari ujung vili dan
diganti oleh migrasi sel ke atas vili dari bagian proliferatif dalam kripta (Gambar 3.1).
Seluruh siklus sel dari lahir kemudian matu-rasi secara fungsional sampai dilepaskan
membutuhkan waktu 72 jam. Pada keadaan terdapatnya kehi-langan sel secara cepat,
angka rata-rata kehilangannya dapat dikompensasi oleh meningkatnya proliferasi sel.
Proliferasi kompartemen tidak dapat mempertahankan jumlah end cell yang
matang dan berfungsi normal, sehingga bagian ini akan mengecil dan terjadi atrofi vilus.
Pelisutan vili dan pengurangan permukaan epitel merupakan konsekuensi yang tidak
terhindarkan pada setiap jejas yang menimbulkan kehilangan sel yang sangat banyak
pada usus halus. Pada penyakit coeliac derajat akhir proses ini terlihat nyata; yaitu
naiknya secara jelas ukuran bagian proliferasi, yang dibuktikan dengan terdapatnya
elongasi, hiperseluler dan akti-vitas mitotik kripta (hiperplasia kripta), terdapat
permukaan datar (atrofi vilus total; lihat Gambar 3. 2) dan bahkan diisi oleh sel-sel imatur
yang tidak mampu melakukan aktivitas absorpsi. Karenanya, penyakit ini ditandai dengan
malabsorbsi total, yang mengenai gula, asam lemak, monogliserida, asam amino, air dan
elektrolit; kegagalan mengabsorbsi lemak merupakan abnormalitas yang dominan pada
sebagian besar kasus. Kehilangan sel-sel epitel permukaan juga menyebab-kan
meningkatnya defisiensi disakarida sekunder,
A B
Gambar 3.2 . A (Mukosa jejunum normal), B (Atropi vilus total pada penyakit coeliac
sehingga penderita menjadi tidak tahan (intoleran) terhadap laktosa dan gula lainnya.
Lesi ditemukan lebih berat pada bagian proksimal usus halus (duodenum dan jejunum
bagian proksimal) dan mungkin mengenai ileum, walaupun yang disebut terakhir rentan
terhadap jejas apabila terkena gluten. Sebagai tambahan padamalabsorbsi, produksi
hormon intestinal dari usus halus bagian proksimal akan mengalami kegagalan; mungkin
juga ditemukan re-duksi sekresi pankreas yang sekunder dan aliran empedu sebagai
akibat dari kurangnya produksi atau pelepasan pankreozimin, sekretin dan kolesistokinin.
Komplikasi
Dewasa ini lesi primer dan konsekuensi klinis dari penyakit coeliac telah dapat dikelola
dengan diet bebas gluten, efek akhir penyakit ini menjadi lebih di-mengerti. Masalah
yang masih ada disamping timbul-nya limfoma maligna pada usus halus ialah tingginya
insiden kanker gastrointestinal lainnya. Secara umum, limfoma usus halus adalah jenis
sel B, tetapi pada penyakit coeliac yang sering ditemukan adalah jenis sel T (enteropathy-
associated T-cell lymphoma). Penderita menunjukkan perdarahan, perforasi, obstruksi
usus halus atau gejala sistemik. Pada sebagian kecil penderita penyakit coeliac terjadi
ulserasi usus halus yang non-limfomatosa; pemeriksaan mikroskopis menunjukkan
radang kronis non-spesifik (chronic ulcerative enteritis').
Tropical sprue
Perubahan patologis kelainan yang identik dengan yang terdapat pada penyakit
coeliac (tetapi pada umumnya kurang berat) merupakan bukti bahwa tropical sprue
merupakan suatu bentuk malabsorpsi yang (sesuai dengan namanya) terdapat pada daerah
tropis atau subtropis, tetapi tidak terdapat di Afrika. Tropical sprue ditandai dengan
terdapatnya diare kronis, kehilangan berat badan dan anemia makrositik akibat defisiensi
asam folat dan vitamin 812. Diet bebas gluten hanya mempunyai efek sedikit atau bahkan
tidak terdapat efek yang menguntungkan, tetapi keadaan dapat diperbaiki dengan
pemberian anti-biotik berspektrum luas. Penyebab penyakit ini masih belum jelas, tetapi
kolonisasi bakteri dari bagian atas usus halus kemungkinan terlibat.
Giardiasis
Malabsorpsi yang ringan sering terdapat pada giar-diasis.
INFEKSI BAKTERI
Infeksi bakteri pada traktus intestinalis merupakan penyebab terbanyak morbiditas
dan mortalitas di selu-ruh dunia. Kontaminasi bakteri pada air minum dan konsekuensi
penyakit diare merupakan penyebab mortalitas pada infant/bay i di negara yang sedang
ber-kembang.
Salmonella .
Keracunan makanan oleh organisme Salmonella merupakan masalah yang umum
dan makin menipgkat di Inggris. Organisme 5. typhi dan 5. paratyphi menyebabkan
bakteriemia, infeksi Salmonella dari jenis keracunan makanan (salmonellosis) umumny a
terbatas pada traktus gastrointestinalis. Pada beberapa pende-rita, ini menyebabkan
vomitus dan menimbulkan diare seperti air, sering disertai kolik, nyeri peri-umbilikus
yang memberi arah bahwa penyebabnya terletak di gaster dan usus halus. Meskipun
demikian, pada bentuk lainnya mempunyai hubungan dengan usus besar, yang sering,
berak disertai sedikit darah, tenesmus dan lem-bek di atas daerah sigmoid kolon. Pada
kasus terakhir ini, pemeriksaan sigmoidoskopi dapat memperlihatkan adanya
abnormalitas yang bervariasi mulai dari edema mukosa dan hiperemia, sampai ke
kerapuhan mukosa dengan bentuk pengelupasan atau perdarahan spontan atau kontak.
Gambaran histologisnya bervariasi. Sebagian biopsi menunjukkan edema, perdarahan
interstisial fokai dan sedikit meningkatnya neutrofil polimorfonuklear; pada kasus yang
lebih berat tampak kripta meregang akibat diisinya lumen oleh polimorfonuklear dan
mukus ('abses mukoid kripta'). Pola kripta, bagaimanapun, masih tetap normal.
Disentri Basiler
Disentri basiler adalah infeksi akut usus besar yang ditandai oleh diare yang nyeri,
sering disertai darah dan lendir pada fesesnya. Penyebab yang sering adalah Shigella
sonnei; yang menimbulkan lesi yang relatif kecil dan jarang menimbulkan ulserasi.
Sedangkan Shigella flexneri dan Shigella dysenteriae dapat menimbulkan nekrosis,
pengelupasan dan perdarahan, memberi gambaran mirip kolitis ulseratif.
Kolera
Kolera adalah suatu bentuk diare enterotoksigenik akibat infeksi Vibrio cholerae.
Toksin kolera berikatan dengan reseptor spesifik sel epitel yang akan menimbulkan
peningkatan aktiyitas adenilat siklase; hal ini akan meningkatkan kadar siklik- AMP di
mukosa intes-tinum. Enterosit yang terkena akan mensekresi cairan dan ion natrium, dan
terjadi diare berbentuk cair yang dapat berlebihan, sehingga akan kehilangan cairan yang
banyak dan menjadi fatal. Karena efeknya di-perantarai oleh eksotoksin dan tidak
didapatkan invasi bakteri pada jaringan* perubahan histologis tampak ringan; mukosa
memperlihatkan edema ringan dan sel goblet yang tertekan.
Kolitis Campylobacter
Sejak awal 1900-an telah diketahui bahwa organisme Campylobacter
menyebabkan disentri dan aborsi pada binatang ternak, tetapi baru pada akhir-akhir ini
saja diketahui peranannya pada manusia. Kontammasi air minum dan susu dengan C.
jejuni dan C. coli saat ini dikenal sebagai penyebab kolitis dan gastroenteritis yang berat,
terutama pada individu yang lemah dan malnutrisi. Perubahan histologis yang ditemukan
pada biopsi rektal tidak spesifik, dan gambarannya sama dengan yang ditemukan pada
infeksi kolitis bentuk lain.
Diare Neonatal
Pada sebagian diare pada neonatus dan bayi/infan, berbagai strain Escherichia
coli berhasil diisolasi. Infeksi ini mengenai bayi yang mendapat minuman dengan botol,
dan epidemi dapat ditemukan pada bangsal anak. Serotipe enteropatogenik tertentu ter-
libat, dan ini berbeda dengan tipe non-patogen yang perbedaannya terletak pada kekuatan
adesihya untuk menjadi kolonosit dan kemampuannya untuk meng-invasi mukosa. Diare
menjadi berat dan melanjut menjadi dehidrasi dan kematian. Pada otopsi, mukosa usus
halus dan besar terlihat kongestif dan edema dengan ulserasi fokal.
Enterokolitis Stafilokokus
Bentuk enterokolitis akibat infeksi Stafilokokus jarang ditemukan, tetapi sering
fatal. Pemberian antibiotik berspektrum luas secara tidak tepat dapat mengubah ekologi
normal flora bakteri intestinal dan menimbul-kan invasi organisme yang mungkin benar-
benar asing bagi usus atau dalam keadaan normal hanya sedikit jumlahnya. Yang paling
berbahaya adalah Staphylo-coccus aureus, yang apabila terdapat dalam jumlah banyak,
akan melepaskan endotoksin dalam jumlah yang cukup untuk menirhbulkan enterokolitis
berat. Enterokolitis Stafilokokus biasanya merupakan hasil dari infeksi silang, dan khas
mengenai penderita yang dirawat di rumah sakit yang mempuny ai kontak dengan
Stafilokokus yang resisten terhadap antibiotik.
Penderita menunjukkan serangan diare yang berat dan mendadak, disertai syok
dan dehidrasi. Sediaan hapus feses yang diwarnai menurut metode Gram menunjukkan
banyak sekali stafllokokus dan sering tidak ditemukan organisme lain. Perjalanan
penyakit dapat relatif ringan dan merespons terhadap pengobatan, tetapi sering juga berat
dengan jumlah kematian yang tinggi. Terdapat ulserasi superfisial yang menyebar luas
mengenai usus halus. Gambaran mikroskopis menunjukkan radang mukosa dengan
kongesti yang nyata dan nekrosis luas. Permukaan mukosa ditutupi oleh eksudat yang
mengandung banyak stafllokokus.
Proktitis Gonokokus
Proktitis (radang rektum) gonokokus merupakan radang akut eksudatif yang
terjadi akibat penyebaran genito-anal pada wanita, dan merupakan akibat per-setubuhan
anal pada pria. Perubahan histologisnya tidak spesifik, tetapi ditemukannya banyak
diplokokus Gram-negatif pada eksudat sangat menyokong dalam menegakkan diagnosis
presumptif. Sebagaimana bentuk kolitis infektif yang lain, diagnosis pasti ditegakkan dari
hasil kultur organisme.
Tuberkulosis
Tuberkulosis usus hampir semuanya mengenai usus halus. Pada infeksi primer,
terdapat lesi intestinal yang tidak disadari disertai pembesaran kelenjar limfe
mesenterika. Ini merupakan suatu bentuk infeksi khas pada tuberkulosis bovin, suatu
bentuk yang sekarang telah dapat dieliminasi di Inggris melalui program binatang ternak
bebas tuberkel dan pasteurisasi susu.
Enteritis tuberkulosis sekunder merupakan kompli-kasi tuberkulosis paru yang ekstensif
akibat menelan sputum yang terinfeksi. Lesi pencernaan yang khas adalah ulserasi ileum,
ulkus ini terbentuk akibat fokus kaseosa pada mukosa dan submukosa. Apabila ulkus
makin melebar, ulkus akan mengikuti jalur limfatik mengelilingi intestinum dan bahkan
mengelilingi usus. Penyembuhan dengan terbentuknya fibrosis dan strik-tura akan terjadi
akibat adanya sikatrisasi. Eksudat radang pada serosa dapat mengalami organisasi dan
menimbulkan adesi fibrosa.
Tuberkulosis ileo-saekal merupakan bentuk infeksi yang mudah dikenal, terdiri atas
ulserasi, granuloma-tosa dan proses fibrosis yang terjadi di sekitar katub ileo-saekal,
dengan penyebaran ke ileum maupun sekum. Penebalan dan stenosis memberi gambaran
yang sering sulit dibedakan dengan penyakit Crohn, walaupun, pada tuberkulosis dapat
ditemukan tuberkel yang berbeda berwarna pucat pada serosa. Penderita tuberkulosis
intraabdominal yang aktif diobati dengan pemberian kemoterapi, tetapi sering diperlukan
terapi bedah untuk komplikasinya atau untuk diagnosis. Komplikasi yang banyak
ditemukan ialah obstruksi intestinal akibat perlekatan, perforasi ulkus (walau-pun jarang
terja<Ji karena adanya reaksi fibrosa), dan malabsorpsi akibat terkenanyamukosa-atau
penutupan aliran limfatik.
Aktinomikosis
Aktinomikosis biasanya terjadi sebagai proses radang kronis yang sering
mengenai apendiks dan daerah sekum. Organisme, Actinomyces israelii, merupakan
komensal normal pada mulut, yang apabila tertelan dapat tahan terhadap digesti asam dan
meng-infeksi usus besar. Infeksi ditandai oleh supurasi kronis dan pembentukan sinus
(terbuka ke arah kulit) dan fistula (hubungan abnormal dengan ruang viscera lain-nya).
Gambaran histologis menunjukkan jaringan granulasi disertai peradangan, dan fokus
supurasi yang mengandung koloni organisme yang dapat dilihat dengan mata sebagai
'granula sulfur' pada cairan nanah.
Penyakit Whipple
Penyakit Whipple adalah infeksi bakteri pada usus halus yang jarang ditemukan.
Akhir-akhir ini organisme penyebabnya telah dapat diidentifikasi sebagai Tropheryma
whippelii, dan infeksi ini, dengan kom-binasi dari perubahan respons imun, menyebabkan
ter-jadinya kelainan yang multisistem seperti nyeri sendi, hilangnya berat badan,
pigmentasi, limfadenopati dan malabsorpsi. Mukosaindividu yang terkena menunjukkan
infiltrasi lamina propria oleh makrofag granuler yang mengandung banyak glikoprotein.
Pada mikros-kop elektron terlihat bahwa basil Whippel dan bahan granular yang berasal
dari dinding sel bakteri dapat ditemukan pada makrofag. Penderita biasanya mem-ben
respons terhadap terapi tetrasiklin jangka panjang.
Kolitis yang Berhubungan dengan Antibiotik
Pada banyak penderita yang mendapat terapi antibiotik berspektrum lebar, terjadi diare.
Pada sebagi-an besar kasus, keadaan ini tidak berat dan memberi respons yang baik
apabila terapi antibiotik dihentikan. Walaupun demikian, sebagian kecil kasus dapat
menjadi kolitis fulminan dengan diare profuse dan dehidrasi, hal ini berlanjut menjadi
kematian. Pada biopsi, tampak hilangnya sel epitel superfisial dan terdapat erupsi musin
'mirip gunung berapi', polimor-fonuklear pada permukaan dan fibrin terbentuk mirip
pseudomembran pada permukaan; ini disebut kolitis pseudomembranosa. Bentuk kolitis
ini merupakan hasil penekanan flora usus normal dan terjadi pertum-buhan berlebihan
dari Clostridium difficile, yang me-nyebabkan jejas mukosa yang luas.
INFEKSI VIRUS
Pada sebagian besar kasus kolitis atau gastroenteritis yang tidak berhasil diisolasi
bakteri penyebabnya, in-feksi virus merupakan salah satu penyebab. Gastroenteritis akut
yang disebabkan oleh virus merupakan masalah kedua pada masyarakat yang besar
setelah common cold. Meski demikian, sulit melakukan iden-tifikasi terdapatnya
kontaminasi makanan oleh virus. Dosis infeksi minimal yang diperlukan dan tes yang
tersedia yang tidak sensitif menunjukkan bahwa iden-tifikasi secara laboratorik tidak
selalu dimungkinkan.
Virus yang utama adalah parvovirus dan virus yang 'berstruktur bulat kecil' yaitu
kalisivirus. Pada usus halus virus-virus ini menyebabkan perubahan degeneratif pada sel
absorptif, pemendekan ringan vili dan hiperplasia kripta, serta infiltrasi sel radang pada
lamina propria.
Infeksi virus yang jarang pada usus besar adalah sitomegalovirus dan limfogranuloma
venereum. Kolitis sitomegalovirus dapat merupakan infeksi primer atau sebagai
komplikasi kolitis ulseratif. Terdapatnya infeksi dapat diketahui dengan ditemukannya
inklusi intranuklear yang besar pada sel di mukosa. Proktitis akibat limfogranuloma
venereum terutama ditemukan pada wanita. Infeksi ini bermula pada traktus genitalis dan
diduga menyebar ke rektum melalui saluran lim-fatik. Jaringan yang lebih dalam akan
terkena lebih berat, dan terjadinya striktura rektum akan menjadi masalah klinis. Radang
kronis non-spesifik biasanya menonjol; granuloma merupakan gambaran histologis yang
khas dan sering diikuti dengan nekrosis sentral sewaktu penyakitnya aktif.
INFEKSI JAMUR
Infeksi jamur pada traktus gastrointestinalis jarang terjadi. Histoplasmosis dapat
memberikan gambaran terdapatnya polip multipel yang disertai radang pada usus halus
dan usus besar, yang pada pemeriksaan mikroskopis dapat diidentifikasi adanya
Histoplasma kapsulatum intraseluler. »*
Mucor dan Rhizopiis merupakan fikomjsetes de-ngan hifa yang terdistribusi luas secara
alami. Karena organisme ini umumnya non-patogen, terkenanya gastrointestinal
ditemukan pada penderita yang sangat lemah atau yang mendapatkan imunosupresan.
Eso-fagus, gaster dan kolon sering terkena, dan disamping ulserasi, ditemukan trombosis
pembuluh darah sub-mukosa dengan pertumbuhan jamur intravaskuler. Disamping
infeksi vaskuler, penyebaran yang jauh jarang terjadi.
PENYAKIT PARASIT
Giardiasis
Infeksi parasit protozoa Giardia lamblia umumnya menimbulkan kondisi
malabsorpsi yang ringan. Hal ini menyebabkan terjadinya diare pada waktu bepergian,
dan diare pada anak-anak, pada orang dengan defi-siensi IgA, dan setelah operasi gaster.
Diduga bahwa kondisi malabsorpsi ini disebabkan oleh infestasi berat yang menutup
jalannya nutrien ke epitel permukaan; betapapun, jumlah organisme tidak cukup banyak.
Amebiasis
Amebiasis merupakan penyakit pada usus besar akibat infeksi protozoa
Entamoeba histolytica. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dan diduga lebih banyak
ditemukan di daerah tropis. Bentuk vegetatif terdapat pada usus besar individu yang
terinfeksi; ikut bersama feses, berbentuk kista yang menjadi lebih resisten dan tetap hidup
pada makanan atau minuman sampai akhir-nya masuk ke traktus digestivus lagi. Kista
mampu melewati gaster tanpa cedera dan sewaktu mencapai usus, dinding kista akan
mencair, dan amuba yang aktif akan dibebaskan. Amuba ini akan mensekresi enzim
sitolitik yang memungkinnya menembus epitel usus, dan merusak submukosa,
melepaskan eritrosit yang kemudian dimakannya. Kontaminasi pada makanan dan
minuman disebabkan oleh karier manusia, tikus yang terinfeksi atau lalat. Individu yang
pernah terkena penyakit ini atau yang terlihat sehat dapat juga ber-tindak sebagai karier,
bejberapa diantaranya mem-punyai lesi pada ususnya yang tanpa gejala.
Penyakit ini dapat menimbulkan ulkus bentuk oval yang berbatas tegas, yang pada
sayatan khas berbentuk botol dengan leher sempit atau kolitis difus.
Balantidiasis
Balantidiasis merupakan bentuk kolitis yang jarang ditemukan, disebakan oleh
protozoa bersilia yaitu Balantidium coli. Balantidiasis dapat merupakan penyakit yang
akut atau kronis. Sebagian besar kasus ditemukan di negara tropis atau subtropis pada
indi-vidu yang sangat lemah, atau malnutrisi. Gambaran makroskopis dan mikroskopis
menunjukkan jaringan seperti yang ditemukan pada amebiasis. Organisme dapat
terdeteksi segera secara mikroskopis pada lumen dan mukosa; ini sangat besar yang
terlihat berbeda dengan sel-sel sekitarnya.
Skistosomiasis
Infestasi usus besar oleh Schistosoma umumnya terjadi oleh Schistosoma mansoni
dan S.japonicum yang juga dapat ditemukan dengan 5. haematobium. Manusia dapat
terinfeksi pada saat menyeberang atau mandi pada air yang terkontaminasi larva stadium
dua (cer-caria) dari parasit. Cercaria menembus kulit, mema-suki venula, dan dibawa
melalui sirkulasi ke vena porta hepar dimana mereka menjadi dewasa untuk mem-bentuk
parasit dewasa (Gambar 15.13). Cacing dewasa migrasi ke vena submukosa usus, atau ke
pleksus vena vesika urinaria, dimana telur kemudian diletakkan. Telur akan melewati
dinding vesika urinaria dan masuk ke dalam urin. Siklus riidup ini disempurnakan dalam
air yang terkontaminasi urin atau feses yang mengan-dung telur. Telur kemudian pecan
dan mengeluarkan mirasidia (larva stadium pertama) yang akan rnema-suki bekicot,
suatu host intermedia dimana cercaria (larva stadium kedua) terbentuk dan tumbuh, yang
akhirnya berkembang menjadi bentuk yang mampu berenang.
Perubahan patologis pada skistosomiasis yang penting ialah adanya reaksi radang
terhadap telur di dalam jaringan dinding usus. Lesi sering ditemukan pada rektum dan
kolon bagian kiri yang temyata selalu disebabkan oleh 5. mansoni; apabila lesi terdapat
pada bagian kanan kolon dan apendiks ini disebabkan oleh S. haematobium.
Gambar 15.13 Siklus hidup Schistosoma
Kriptosporidiosis
Kriptosporidiosis disebabkan oleh organisme kosidial genus Cryptosporidium. Ini
merupakan parasit yang sering ditemukan pada reptil, burung dan mamalia, tetapi tidak
diyakini sampai mampu menyebabkan diare pada manusia. Dewasa ini diduga sering
menye-babkan diare pada anak, dan menunjukkan pening-katannya pada penderita AIDS.
Dapat timbul kolitis akut yang berat dengan eksudasi permukaan dan tim-bulnya ulserasi.
Kriptosporidia tidak dapat ditemukan pada sediaan feses, karenanya perlu biopsi atau
skrap-ing mukosa untuk diagnosis.
KELAINAN RADANG
Penyakit Crohn
Sampai dengan tahun 1932, Burill Bernard Crohn dan kawan-kawan mengajukan
enteritis regional sebagai sesuatu yang jelas dapat dilihat. Dewasa ini keadaan tersebut
rancu dengan tuberkulosis intestinal, yang merupakan penyakit umum di negara Barat.
Radang kronis dan ulserasi pada penyakit Crohn terutama mengenai ileum terminalis,
tetapi seluruh bagian traktus gastrointestinalis mulai dari mulut sam-pai anus dapat
terkena. Lesi 'satelit' dapat terjadi pada kulit dan berasal dari daerah perianal. Walaupun
demikian, terkenanya daerah di luar usus halus dan usus besar jarang ditemukan. Sekitar
2/3 kasus hanya mengenai usus halus, 1/6 kasus mengenai usus besar, dan 1/6 lainnya
mengenai usus halus dan usus besar.
Penyakit Crohn biasanya menimbulkan obstruksi intestinal atau nyeri abdomen yang
menyerupai apen-diksitis akut; presentasi lainnya berhubungan dengan komplikasinya.
Perjalanan penyakit ini kronis, dengan eksaserbasi dan remisinya yang tidak selalu berhu-
bungan dengan terapinya. Serangan biasanya terjadi pada awal kehidupan dewasa, sekitar
setengah kasus mulai umur 20 sampai 30 tahun dengan 90% kasus ber-umur antara 10
dan 40 tahun. Pria sedikit lebih banyak terkena dibandingkan dengan wanita.
Morfologi
Terkenanya penyakit Crohn kebanyakan segmental yaitu panjang usus yang
terkena penyakit dipisahkan oleh jaringan yang normal. Segmen penyakit yang ter-pisah
tersebut dikenal sebagai 'skip lesions'.
Bukti awal bagian yang terkena yang dapat dilihat dengan mata telanjang ialah
terdapatnya ulkus kecil berbatas tegas disertai perdarahan yang melingkar. Ulkus ini
mirip dengan ulkus aftosa pada mulut se-hingga sering disebut 'aftoid'; walaupun begitu,
tidak terdapat hubungan kesamaan etiologi antara kedua macam kelainan tersebut.
Akhirnya, gambaran ulkus yang lebih khas yaitu ulkus longitudinal akan terjadi,
berkembang menjadi fisura yang dalam (Gambar 15. 14). Proses ini kemudian mengenai
keseluruhan tebal dinding, timbul fibrosis yang menyebabkan p'enyem-pitan lumen
segmen yang terkena penyakit (Gambar 15.15). Keadaan ini menimbulkan gambaran
radiologi yang khas dimana hanya sebagian kontras mampu nielewati segmen yang
terkena (string sign). Apabila fisura longitudinal melewati daerah mukosa transver-sum
yang edema, timbul gambaran tonjolan dengan permukaan halus (cofrfr/erfone). Kelenjar
limfe mesen-terika membesar akibat terjadi hiperplasia reaktif dan mungkin juga
mengandung granuloma.
Gambaran mikroskopis mencerminkan kelainan makroskopis. Proses radang tidak
berlanjut: bersifat fokal atau berbecak-bercak. Didapatkan banyak lim-fosit dan sel
plasma, terutama di mukosa dan sub-mukosa tetapi biasanya mengenai seluruh lapisan
(radang transmural). Gambaran mikroskopis yang klasik dari penyakit Crohn yaitu
terdapatnya granuloma. Granuloma mengandung makrofag epiteloid dan sel datia
dikelilingi oleh kelompok limfosit. Sel datia umumnya jenis Langhans, tetapi dapat juga
mirip sel datia benda asing. Granuloma ini dapat dibedakan dengan granuloma pada
tuberkulosis dengan tidak terdapatnya nekrosis kaseosa sentral. Pada saat didiag-nosis,
biasanya granuloma hanya terdapat pada 60% kasus penyakit Crohn. Apabila granuloma
ini tidak ditemukan, diagnosis didasarkan atas sejumlah per-ubahan histologis yang
kurang spesifik. Sebagai tam-bahan pola radang transmural, didapat adanya ulkus fisura
vertikal dan edema submukosa yang jelas, lim-fangiektasi, fibrosis dan hiperplasia
neuromatoid (pembesaran dan proliferasi saraf submukosa).
Komplikasi
Komplikasi penyakit Crohn dipaparkan pada Tabel 15.4. Terkenanya usus halus secara
menyeluruh dapat menimbulkan sindroma malabsorpsi, tetapi penyebab malabsorbsi
yang paling sering pada penyakit Crohn adalah iatrogenik. Reseksi berulang usus halus
menim-bulkan sindroma usus pendek dimana nutrisi yang ade- , kuat dipertahankan
dengan pemberian melalui intra-vena atau intraperitoneal. Terjadinya fistula merupa-1
kan komplikasi tersering; penetrasi yang dalam oleh
ulkus menimbulkan fistula di antara lengkung usus di sekitarnya dan, terutama setelah
terapi bedah, menimbulkan fistula enterokutaneus.
Sekitar 60% penderita mempunyai lesi anal. Ini meliputi tonjolan kecil pada kulit, fisura,
dan fistula ke kanalis anal atau kulit perianal. Komplikasi akut seperti perforasi,
perdarahan dan dilatasi toksik dapat terjadi tetapi jumlahnya lebih sedikit ditemukan pada
penya-kit Crohn dibandingkan pada kolitis ulseratif. Pada jangka panjang, terdapat
peningkatan risiko keganas-an, terutama pada usus halus. Keseluruhan risiko lebih sedikit
pada penderita dengan kolitis ulseratif karena sebagian besar penderita penyakit Crohn
dilakukan reseksi. Amiloidosis sistemik jarang terjadi, suatu kom-plikasi jangka panjang
yang diakibatkan oleh produksi amiloid protein A serum yang berlebihan
Etiologi dan patogenesis
Insiden penyakit radang usus idiopatik (penyakit Crohn dan kolitis ulseratif)
menunjukkan variasi geo-grafis. Insiden penyakit ini sangat tinggi di Eropa Utara dan
Amerika Serikat dibandingkan di negara Eropa Selatan, Afrika, Amerika Selatan dan
Asia, walaupun urbanisasi dan kemakmuran menyebabkan tingginya insiden pada
sebagian Eropa Selatan dan Jepang. Bahkan insiden penyakit Crohn di Eropa dan
Amerika Serikat bervariasi secara luas antara 4 sampai 65 pasien per 100000 penduduk.
Terdapat perbedaan secara etnik; insiden pada penduduk Yahudi di Israel lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk Arab di daerah , yang sama. Sebaliknya insiden pada
Yahudi Ashkenazi yang tinggal di Israel lebih rendah dibandingkan dengan yang tinggal
di Amerika Serikat. Data tersebut menunjukkan terdapatnya pengaruh lingkungan yang
lebih besar dibandingkan dengan faktor genetik. Ber-dasarkan epidemiologi, baik
penyakit Crohn maupun kolitis ulseratif merupakan penyakit yang disebabkan oleh
kelainan genetik terhadap bahan yang terdapat di lingkungan yang belum diketahui.
Gambar 3.4. Perbandingan lesi pada Crohn dan kolitis ulserasif
Defek genetik pada penyakit Crohn, kemungkinan terdapat pada gen resesif, akan
melindungi penderita terhadap pengendalian dan efektivitas respons imun terhadap bahan
penyebab. Menyokong peranan genetik berasal dari studi individu kembar di Swedia
dimana ditemukan 44% kembar monozigot terkena penyakit Crohn dibandingkan dengan
kembar dizigot yang hanya 4%. Studi lain yang diperkirakan berkaitan dengan tipe HLA,
dan prevalen yang tinggi dari HLA-DR1 dan DQwS terdapat pada penyakit Crohn.
Meskipun demikian, jalur genetik mungkin tidak jelas oleh adanya heterogenitas penyakit
Crohn; secara kli-nis terdapat dua kelompok utama, pertama pasien yang penyakitnya
mengalami remisi dalam jangka waktu tiga tahun setelah serangan awal, kedua pasien
yang penyakitnya masih tetap ada setelah tiga tahun. Jalur yang lebih jelas akan dapat
disimpulkan apabila kedua subgrup tersebut ditentukan secara terpisah.
Faktor lingkungan yang paling jelas sebagai penye-bab adalah merokok, Kelampok
perokok mempunyai risiko yang meningkat terhadap timbulnya penyakit Crohn,
sedangkan yang sebaliknya menderita kolitis ulseratif. Namun demikian merokok bukan
merupa-kan bahan etiologik penyakit Crohn. Pada individu yang secara genetik
mempunyai predisposisi, kebiasa-an merokok akan menentukan jenis radang usus yang
akan timbul. Faktor etiologis lainnya yang paling mungkin ialah bahan infektif.
Seorang ahli bedah Skotlandia yang juga peternak, Dalziel, mengenali persamaan antara
infeksi mikobakteri, penyakit Johne, yang mengenai turunan ternaknya dengan penyakit
Crohn yang mengenai beberapa pen-deritanya, ditemukan berbagai hal yang menarik ten-
tang peranan Mycobacterium paratuberculosis pada penyakit Crohn. Mikobakteri yang
tumbuh pelan secara biokimia dan genetik identik dengan M. paratuberculosis telah
berhasil diisolasi dari penderita penyakit Crohn. Organisme yang serupa juga telah dapat
diisolasi dari penderita kolitis ulseratif dan kelainan kolon lainnya, dan tidak ditemukan
respons serologis yang spesifik terhadap antigen M. paratuberculosis pada penderita
penyakit Crohn. Hasil tes reaksi rantai polimerase terhadap DNA mikobakteri
menunjukkan hasil yang meragukan, dan percobaan pengobatan dengan pemberian anti-
mikobakteri pada penderita penyakit Crohn tidak menunjukkan perbaikan yang
meyakinkan terpisah dari efek anti-radang beberapa jenis obat. M. paratuberculosis
sebagai faktor etiologis penyakit Crohn masih tetap belum terbukti.
Gambar 3.5. Penyakit Crohn
Illeum terminalis sangat menyempit karena penebalan dinding usus akibat proses radang
kronis. Pada gambar diatas kelihatan lumen usus melebar secara pasif sebagai respons
terhadap terjadinya lesi obstruktif
Penelitian lain menelusuri peranan infark mikro-vaskuler sebagai etiologi penyakit
Crohn. Terdapatnya oklusi mikrosirkulasi dapat ditunjukkan pada segmen intestinum
yang terkena, dan bahkan mungkin keter-libatan granulomatosa dari arteri intramural dan
mesenterium. Terdapatnya efek promosi merokok dan penggunaan pil kontrasepsi,
bersama dengan terdapat-nya perubahan pro-koagulan lainnya pada penderita penyakit
Crohn, mendukung teori bahwa penyebab-nya adalah mikrotrombus. Pemicunya adalah
infeksi virus campak, yang menyebabkan jejas endotelial kronis pada individu yang
secara genetik mempunyai predisposisi, akumulasi monosit intravaskuler dan agregrasi
trombosit, diikuti oleh oklusi mikrosirkulasi. Teori ini lebih kontroversial dibandingkan
dengan hi-potesis mikobakteri. Diskusi tentang etiologi penyakit Crohn yang bermacam-
macam sampai pada pendapat tentang radang. Sedangkan penyebab radangnya tetap
merupakan misteri.
Apapun etiologiny a, terdapat bukti sel T yang tidak tepat dan persisten serta aktivasi
makrofag pada penyakit Crohn dengan peningkatan sitokin pro-inflamasi, terutama
interleukin 1,2,6 dan 8, dan inter-feron y dan TNFa. Penyakit Crohn ditandai oleh
inflamasi kronis yang menetap disertai fibrosis. Proses proliferasi fibroblastik dan deposit
kolagen mungkin diperantarai oleh transforming growth factor P, yang mempunyai efek
anti-radang tertentu, yaitu pengumpulan fibroblas, sintesis mauiks dan pengatur-an sel-sel
radang, tetapi tampaknya terdapat mediator lainnya yang akan terpengaruh.
Tabel 3.1 Komplikasi penyakit Crohn
Komplikasi Kondisi/contoh
Sindrom malabsorsi Sering iatrogenik (short bowel syndrom)
Pembentukan fistula Menyebabkan malabsosrbsi apabila lengkung usus
di bypassed
Lesi anal Skin Tags, fisura, fistula
Komplikasi akut Perforasi (perdarahan, dilatasi toksik jarang)
Malignansi Meningkatkan resiko adenokarsinoma
Amiloidosis sistemik Jarang
Kolitis Ulseratif
Di daerah subtropis kolitis ulseratif merupakan penyebab tersering terjadinya
diare yang disertai da-rah, mukus dan pus. Kelainan ini merupakan radang non-spesifik
usus besar, sering dimulai di rektum dan meluas ke proksimal dengan berbagai variasi.
Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulseratif terbatas pada usus besar. Terlibatnya ileum
terminalis yang disebut 'backwash ileitis' kadang-kadang ditemukan, ini di-duga
merupakan radang kronis yang ditimbulkan oleh ketidakmampuan katub ileo-saekal;
daripada bagian aktual penyakit.
Etiologi
Terdapat variasi geografik insiden radang usus. Insi-den kolitis ulseratif di Eropa Utara
dan Amerika Serikat bervariasi antara 12 dan 140 per 100000 pen-duduk, tetapi di negara
yang belum berkembang dan di daerah yang cuacanya agak hangat insidennya lebih
rendah. Variasi terbanyak terdapat di daerah bagian utara, di negara maju terdapat
ketidakseragaman batas-an radang rektum, sebagian peneliti berpendapat bahwa kolitis
ulseratif terbatas pada rektum sedangkan peneliti yang lain berpendapat bahwa ini
merupakan kesatuan penyakit yang berbeda. Di negara yang mem-punyai insiden rendah
kemungkinan terdapat keran-cuan diagnosis dengan kolitis kronis infektif.
Dari beberapa pendapat telah didapat kesepakatan bahwa terdapat predisposisi genetik
yang kuat ter-hadap kolitis ulseratif; faktor-faktor genetik ini ber-peran, baik pada tingkat
respons host maupun pada mukosa kolon. Perbedaan pada respons host akan
direfleksikan dalam kaitannya dengan tipe HLA ter-tentu, gen sitokin dan gen pertanda
imunoglobulin. Pada kolitis ulseratif terdapat hubungan dengan HLA-DR2 dan dengan
alel tertentu dan gen sitokin, dan diutamakan produksi IgGl yang dibandingkan dengan
IgG2, yang terakhir ini meningkat pada penyakit Crohn. Pada tingkat mukosa, perubahan
permeabilitas dan komposisi glikoprotein musin terdapat pada kolitis ulseratif tetapi
meningkatnya permeabilitas ini lebih merupakan konsekuensi dibandingkan sebagai
penye-bab penyakit. Bukti lain terdapatnya peranan faktor genetik adalah terdapatnya
peningkatan jumlah dalam suatu kelompok keluarga, indeks angka rata-rata yang lebih
tinggi pada kembar monozigot, meningkatnya prevalensi dalam kelompok etnik tertentu
serta terdapatnya hubungan dengan penyakit yang telah di keta-hui mempunyai
predisposisi genetik seperti spondilitis ankilosjng, psoriasis dan sklerosing kolangitis
primer.
Terdapat bukti yang makin banyak yang mengindi-kasikan bahwa kolitis ulseratif
merupakan hasil dari perubahan reaktivitas autoimun, dimana jejas mukosa juga dapat
merupakan akibat aktivasi sel T yang tidak tepat dan kerusakan tidak langsung dibawa
oleh sitokin, protease dan metabolit oksigen reaktif dari makro-fag dan neutrofil.
Mekanisme kerusakan epitel kolon yang terakhir ini disebut jejas innocent bystander.
Bukti terdapatnya autoimunitas ialah terdapatnya lim-fositT self-reactive d&n auto-
antibodi terhadap sel epitel kolon dan sel endotel, dan anti-neutrofil sitoplasmik auto-
antibodi (ANCA). Meskipun demikian, antibodi ini dan limfosit reaktif tersebut tidak
bertanggung jawab terhadap kerusakan jaringan, dan kolitis ulseratif tidak dianggap
sebagai penyakit autoimun dimana jejas mukosa merupakan konsekuensi langsung dari
reaksi imunologis terhadap antigen sendiri. Beberapa aspek autoimun ini digolongkan
sebagai epifenomena. Aktivasi sel T persisten dan tidak tepat mungkin terletak pada
pusat kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Dalam keadaan normal, sistem imun mukosa
mempunyai toleransi terhadap antigen asing dalam lumen, dan toleransi ini tergantung
pada hubungan antara epitel kolon dengan sel T supresor. Perubahan pada pre-sentasi
antigen sel epitel yang konsekuen terhadap eks-presi yang didapat dari molekul
histokompatibilitas mayor kelas II (HLA-DR) mengaktifkan limfosit T helper dan
memicu efek kaskade yang diperantarai sitokin yang menginduksi dan mempertahankan
reaksi imun mukosa. Sifat antigen atau faktor yang diduga memicu belum diketahui,
tetapi kemungkinan disebab-kan oleh antigen mikroba flora usus. Ini berdasarkan bahwa
kolitis ulseratif dipicu oleh infeksi usus. Inter-aksi antara sistem imun dan merokok, dan
efek stres dan keluarnya neuropeptida pada reaktivitas imun dan radang mukosa, mampu
memodulasi respons terhadap faktor pemicu tersebut.
Bagaimanapun, peristiwa inisiasi ini jelas bahwa jejas mukosa pada kolitis ulseratif
merupakan konse-kuensi akumulasi polimorf pada mukosa dan pelepasan protease yang
mempunyai sifat merusak, nitrit oksida dan radikal superoksida. Emigrasi polimorf dari
pem-buluh darah mukosa sebagai akibat regulasi reseptor perlekatan endotel, yaitu E-
selektin, ICAM-1 dan VCAM (Bab 10), oleh sitokin pro-inflamatori, Pro-duksi neutrofil
dari leukotrin B4 dan interleukin-8 menarik lebih banyak polimorf ke mukosa yang
mengalami radang serta memperkuat jumlah yang ter-akumulasi. Meningkatnya
permeabilitas dan absorpsi antigen bakteri menimbulkan fenomena kompleks imun serta
beberapa komplikasi ekstra-intestinal.
Morfologi
Distribusi kolitis ulseratif terus berlanjut. Jadi penya-kit yang tipikal maksimal terjadi di
rektum, menyebar ke proksimal dan berlanjut mengenai kolon. Sebagian kasus tetap
berada dalam rektum (proktitis), sebagian lainnya ke rekto-sigmoid (kolitis distal),
sedangkan lainnya lagi menunjukkan kolitis total yang menyebar sampai ke sekum.
Penyakit ini tidak mengenai mukosa dari zona transisional anal atau kanalis anal, tetapi
sebagian kecil penderita mempunyai tonjolan anal dan fisura.
Orientasi dan sebaran ulkus tidak teratur dan kemudian menyatu (Gambar 15.16); ulkus
kemudian tum-buh horizontal untuk membuat cekungan pada mukosa di dekatnya
(sedikit terjadi) yang tetap merupakan pulau berbatas tegas. Pada umumnya ulserasinya
tetap superfisial (Gambar 3.4), mengenai mukosa dan sub-mukosa, tetapi pada kasus
yang berat terdapat per-luasan ke selubung otot utama dan dapat terjadi perforasi.
Terdapat hiperemia yang jelas pada mukosa yang masih utuh dan perdarahan dari ulkus.
Secara mikroskopis, terlihat infiltrasi difus sel ra-dang akut dan kronis pada mukosa.
Pada interstitium terlihat polimorf, yang sering mengumpul di dalam kripta yang melebar
(abses kripta). Terdapat perubahan degeneratif yang menyeluruh pada epitel permukaan
dan yang melapisi kripta, dengan kandungan musin yang sangat berkurang. Pada fase
akut, kripta menjadi rusak, dan pada waktu terjadi regenerasi kripta sering mengalami
distorsi menjadi bercabang-cabang atau dilatasi. Kerusakan pola kripta ini merupakan
patokan diagnosis yang sangat berguna pada kasus yang menetap, pada saat gambaran
radang telah berkurang. ladi, pada penyakit yang berlangsung lama, biopsi rektum akan
menunjukkan distorsi dan atrofi kripta, yang dapat ditemukan gambaran metaplasia
seperti akuisisi sel-sel Paneth. Kolitis ulseratif dikenal sebagai keadaan premaligna, yang
pada sebagian kecil kasus menunjukkan displasia epitel.
Gambar 3.6. Mukosa kolon telah mengalami ulserasi dan perdarahan yang ekstensif
Komplikasi
Komplikasi kolitis ulseratif dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Keganasan
Secara keseluruhan insiden Ranker kolorektal pada kolitis ulseratif masih rendah, sekitar
2%, tetapi meningkat 10% pada penderita yang menderita penyakit ini selama 25 tahun.
Meningkatnya risiko yang lebih besar pada populasi menyebabkan dian-jurkannya
surveilans kolonoskopik pada kasus yang menderita lama. Faktor klinis yang
berhubungan dengan risiko kanker yang tinggi ialah:
• penyakit ini terjadi pada masa anak-anak
• secara klinis serangan pertama tergolong berat
• seluruh kolon terkena
• gejala berjalan terus-menerus dibandingkan dengan yang intermiten.
Pada praktek klinik, pasien kolitis ektensif yang lebih dari 8-10 tahun,
umumnyadimasukkanpadakelompok yang mengikuti program surveilans dan diperiksa
kolonoskopi secara reguler (biasanya tiap tahun) dan dilakukan biopsi multipel. Apabila
terdapat displasia berat, kemungkinan pada penderita telah tumbuh kanker secara fokal di
salah satu bagian usus besar dan dianjurkan untuk reseksi total.
Tabel 3.2 Komplikasi ulseratif
Komplikasi Kondisi/contoh
Kehilangan darah Mungkin akut (perdarahan) kronis menimbulkan anemia
Kerusakan elektrolit Akibat diara berat pada fase akut
Dilatasi toksik Dapat brkembagn tanpa gejala
Kanker kolorektal Insiden keseluruhan 2%
Mengenai kulit Pigmentasi, eritema nodusum, pioderma gangrenosum
Mengenai hepar Perubahan lemak, perikolongitis kronis,kolangitis sklerosing, sirosis,
hepatitis
Mengenai mata Iritis, uveitis, episkleritiws
Mengenai sendi Spondilitis ankilosing, artritis
Komplikasi lokal
Kadang-kadang timbul perdarahan yang masif dan membahayakan jiwa, tetapi lebih
sering berupa kehi-langan darah yang berlangsung kronis menimbulkan anemia defisiensi
besi. Pada fase akut, diare berat dengan kehilangan air dan mukus yang meningkat sangat
nyata menimbulkan gangguan elektrolit yang serius. Bahaya fase akut lebih lanjut adalah
dilatasi toksik. Apabila ulserasi mengenai daerah otot yang lebih luas, akan timbul
kegagalan kemampuan dan kekuatan kontraktil. Resultan segirien adinamik— umumnya
kolon transversum—menjadi mengembang (distended) secara progresif, sehingga dinding
menjadi lebih tipis dan merupakan predisposisi terjadinya perforasi usus. Walaupun
terdapat beberapa adesi yang melokalisasi penyebarannya, perforasi ke kavum peritoneal
menimbulkan peritonitis fekal generalisata yang dapat menimbulkan kematian. Radiograf
harus sering dilakukan pada penderita yang sangat sakit, karena setiap saat dapat terjadi
dilatasi toksik.
Komplikasi sistemik
Penderita kolitis ulseratif mempunyai risiko terjadinya masalah sistemik (Tabel 3.2),
yaitu:
• kulit: eritema nodosum (radang subkutan) dan pio-derma gangrenosum (abses dermal
steril)
• hepar: perikolangitis (radang sekitar duktus bilia-ris), kolangitis sklerosing (konstriksi
fibrosa dan obliterasi duktus biliaris), kolangiokarsinoma, dan hepatitis kronis aktif
• mata: iritis, uveitis dan episkleritis
• sendi: meningkatnya insiden ankilosing spondilitis.
TERAPI DIARE
Terapi diare harus disesuaikan dengan penyebabnya. Diare perjalanan dan diare
musim panas akut merupakan penyakit yang sembuh sendiri (self limiting disease) dan
tidak memerlukan penanganan dengan obat-obat khusus.
Tabel 3. 3 Gambaran Klinis diare.
Umum
Biasanya disebut diare akut bila diare terjadi dalam 72 jam dengan buang air besar lebih dari 3
kali sehari, bila lebih dari 72 jam dikategorikan kepada diare kronis
Tanda-tanda dan gejala
Dengan tiba-tiba mules, mual, pusing, nyeri pada perut, sakit kepala, demam, kedinginan dan
tubuh merasa lemah.
Gerak usus meningkat tapi tidak berdarah dan diare akan berakhir antara 12 – 60 jam untuk diare
akut
Terasa nyeri dan melilit yang tidak teratur sekitar pusar dengan bunyi-bunyi yang aneh.
Bila terjadi nyeri yang kuat pada usus besar, bisa menimbulkan badan membungkuk untuk
menghindari sakit dan sakit dapat merasuk ke kepala.
Pada diare kronis,bisa menurunkan berat badan, hilangnya nafsu makan dan menimbulkan rasa
letih, lemah dan lesu yang berkesinambungan.
Pengujian fisik
Ciri yang khas ditunjukkan oleh hiperperitalsis dengan borborigmi dan terganggunya fungsi hati
Test laboratorium
Lakukan studi analisis untuk mikroorganisme,, darah, mucus, lipid, osmolalitas, pH, konsentrasi
elektrolit dan mineral dan kultur bagian yang dicurigai
Lakukan test virus dengan kit virus, terutama untuk rotavirus
Uji test titer antibodi serologi menunjukkan yang dilakukan selama 3 – 6 hari cendrung
menunjukkan kenaikan.
Visualisasi endoskopi langsung dan biopsi dari kolon bisa memperkirakan adanya suatu kondisi
seperti colitis atau kanker
Studi radiography menolong untuk adanya neoplastik dan inflamsi
Umum.
Penanganan terapeutik yang terpenting adalah penggantian cairan dan elektrolit
secukupnya. Pada umumnya cukup diberikan limun yang mengandung gula secara oral
dengan penambahan garam dapur atau diberikan larutan glukosa-elektrolit yang diminum
(20 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaHCO3) 1,5 g KC1, air ad 1000 ml, preparat dagang
antara lain Elotrans ).
Pada kondisi tertentu beberapa obat dapat pula menimbulkan diare sebagaimana
yang ditampilkan pada tabel. 3.4
Tabel 3.4. Obat-obat penyebab diare
Laksantif
Antasid yang mengandung magnesium
Antineoplastik
Auranofin (gold salt)
Antibiotik
- Klindamisis
- Tetrasiklin
- Sulfonamid
- Beberapa antibioktik spectrum luas.
Antihipertensi
- Reserpin
- Metildopa
- Guanabenz
- Guanadrel
Kolinergik
- Bethanechol
- Neostigmin
Cardiac agents
- Quinidine
- Digitalis
- Digoksin
Obat-obat nonsteroid antiinflamasi
Prostaglandin
Kolkhisin
Pada dasarnya terapi diare dapat dilaksanakan seperti yang dilukiskan pada
gambar 3.7.
DIARE
Sejarah & Ujian Fisik
Diare akut (< 3 hari) Diare Kronis (> 14 hari)
Tidak demam atau
gejala sistemik
Demam atau
gejala sistemik
Terapi simtomatik
a. Cairan/pengaturan
elektrolit
b. Loperamid,
Diphenoxilate
Atau absorben
c. Diet
Negatif Positif
Cek feses, WBC/RBC/ova
dan parasit
Lihat diare kronis
ik
Gambar 3.7 Rekomendasi untuk pengobatan diare akut
Pada kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar, perlu diberi substitusi secara
parenteral.
Sebagai penunjang dapat digunakan adsorbensia (karbon aktif, silikondioksida
koloida, kaolin), zat pengembang (misalnya pektin) atau adstringensia (preparat yang
mengandung tanin, misalnya Tannalbin , garam bismut atau garam Derak, misalnya
Karaya Bismuth, Adsorgan ).
Adstringensia adalah senyawa yang dengan protein dalam larutan netral atau asam le-
mah akan membentuk endapan yang tak larut, tcrasa kesat, dan jika diberikan pada
mukosa akan bekerja menciutkan. Zat ini akan menyebabkan pcrapatan dan penciut-an
lapisan scl terluar. Juga sekrcsi jaringan yang meradang akan dihambat.
Terapi
simtomatik
Gunakan antibiotic yang cocok
dan terapi simtomatik
Diare kronis
Lebih dari 14 hari
Kemungkinan penyebab
a. Infeksi saluran cerna
b. Inflamasi penyakit perut
c. Malabsorbsi
d. Sekresi dari hormonal tumor
e. Pengaruh obat
f. Kelainan motilitas
Sejarah dan ujian Fisik
Pilih diagnosis yang sesuai, seperti
a. Pemeriksaan kultur/ova/WBC/RBC/lemak
b. Sigmoidoskopi
c. Biopsi usus
Jelaslah bahwa antara kerja adstringen dan kerja mengikis hanya berbeda secara
kuan-titatif: Jika suatu adstringensia, terutama garam logam yang bekerja adstringen
digu-nakan dalam konsentrasi terlalu tinggi, maka zat ini dapat menembus lapisan sel
teratas dan juga menyerang lapisan di bawahnya.
Tabel 3.5. Pemilihan obat antidiare
Jenis obat Dosis yang tersedia Dosis dewasa
Anti motilitas
Diphenoxilate
Loperamide
Paregoric
Opium Tinctur
Difenoxin
2-5 mg/tablet
2-5 mg/5 ml
2 mg/tablet
1 mg/5 ml
2 mg/5mL (morphin)
5 mg/mL (morphin)
1 mg/tablet
5 mg diberikan 4 kali sehari, tidak >20 mg/hari
awalnya 4 mg kemudian 2 mg setelah diare
jangan >16 mg/hari
5-10 mL, 1-4 kali sehari
0,6 mL, 4 kali sehari
2 tablet, kemudian 1 tablet setelah diare lagi, bisa 8
kali sehari
Adsorbents
Tanpa diagnosis terapi
simtomatik :
a. Pengaturan cairan
b. Hentikan obat yang
mungkin pencetusnya
c. Atur diet
d. Loperamid/Absorben
Diagnosis
a. Obati penyebab
Kaolin-pectin
Polycarbophil
Attapulgite
5,7 g kaolin + 30,2 mg
pectin/30 mL
500 mg/tablet
750 mg/15 mL
300 mg/7,5 mL
750 mg/Tablet
600 mg/Tablet
300 mg/Talet
30-120 mL setiap selesai diare
Dikunyah 2 tablet 4 kali sehari atau setiap selesai
diare, jangan lebih 12 tablet/hari
1200-1500 mg setiap selesai diare atau setiap 2 jam,
hingga 9000 mg/hari
Antitorsekretori
Bismut Subsalisilat
Enzim (laktase)
Perbaikan bakteri
Lactobacillus
acidophillus,
Lactobacillus
bulgaricus
1050 mg/30 mL
262 mg/15 mL
524 mg/15 mL
262 mg/tablet
1250 netral lactase units/4
tetes
3300 FCC Laktase
unit/tablet
2 tablet atau 30 mL setisp 30 menit sampai 1 jam bila
diperlukan sampai 8 dosis/hari
3-4 tetes diminum dengan susu atau produk harian
1 atau 2 tablet seperti diatas
2 tablet atau 1 paket granul, 3-4 kali sehari, diberikan
dengan susu, jus atau air.
Octreotide 0,05 mg/mL
0,1 mg/mL
0,5 mg/mL
Diberikan SC 50 mcg
1-2 kali per hari dan dosis titrat berdasarkan indikasi
sampai 600 mcg/hari dibagi dalam 2-4 dosis.
Antibiotika atau desinfektan usus (misalnya turunan hidroksikuinolin) jangan
diberikan pada diare ringan seperti diare perjalanan atau diare musim panas, karena
kerjanya tidak terbukti, sebaliknya harus diperhi-tungkan efek sampingnya.
Setelah pemberian dosis tinggi dan jangka waktu lama preparat yang mengandung
hidroksikuinolin (misalnya Mexaform ), terutama di Jepang terlihat terjadinya penyakit
SMON (subacute myelooptic neuropathy). Di sini terjadi polineuropati, kegagalan jalur
piramidal, gangguan kandungan kemih, rektum serta gangguan penglihatan.
Juga salmonelosis (misalnya tifus) tidak lagi secara rutin ditanggulangi dengan
an-tibiotika, karena ini akan menyebabkan diperlambatnya pengeluaran mikroba.
Sebaliknya pada shigelosis parah dan yer-siniosis dengan diare dan pcrdarahan usus yang
hebat, di samping pembcrian elektrolit dan cairan diperlukan antibiotika misalnya
sefalosporin pada shigelosis, tetrasiklin atau aminoglikosida pada infeksi dengan Yersinia
enterocolica atau Campylobacter.
Diare terus menerus (kronis) yang berlang-sung lebih dari dua minggu harus
mendapatkan diagnosis yang teliti serta terapi yang sesuai dengan gejala penyakit (diare
merupakan gejala dan bukan penyakit).
Pada diare khologen dapat diberikan damar penukar ion misalnya kolestiramin.
Kolestiramin merupakan damar penukar anion yang bersifat basa, yang mempunyai
afinitas yang tinggi terhadapa asam empedu. Setelah pemberian oral sebagian asam
empedu ini akan terikat pada dammar penukar yang tak larut dan tak dapat diabsorbsi dan
dieksresi melalui feses. Dengan demikian eksresi asam empedu yang biasanya sedikit
akibat peredaran darah enterohepatik dapat ditingkatkan hempir menjadi 10 X nya,
kekurangan ini akan dapat disintesis baru dari cadangan koesterol dan akibatnya
cadangan kolesterol dalam darah turun.
Kolestiramin terutama diindikasikan untuk hiperlipidemia tipe IIa. Di samping itu
juga digunakan pada diare kologenik, Dosisnya 12-16 (-24)g per hari dibagi atas beberpa
dosis tunggal. Dosis yang tinggi menimbulkan rasa tak enak serta menyebabkan efek
samping damar penukar ion, seperti obstipasi, steatorea sabagai gangguan absorbsi lemak
dan keluhan saluran cerna lainnya. Pada pemakaian lama akan memnimbulkan
hipovitaminosis vitamin larut lemak.
Kolestiramin memperkecil turunan kumarin, glikosida digitalis, hormon tiroid dan
golongan tetrasiklin. Preparat analognya adalah kolestipol (Colestisid)
Untuk diare pada steatorea diberikan trigliserida rantai sedang
Terapi colitis ulcerosa dan morbus Crohn
Colitis ulcerosa adalah radang kronis usus besar dengan etiologi yang tidak jelas,
yang ditandai dengan hiperemia, pembengkakan dan tukak pada mukosa dan submukosa.
Keluhan berlangsung dalam periode tertentu atau makin lama makin hebat dan ditandai
dengan makin parahnya penyakit serta adanya remisi yang tak dapat dibayangkan
sebelumnya. Kasus yang timbul sekitar 0,09%.
Morbus Crohn (enteritis regionalis) juga merupakan radang kronis yang penyebabnya tak
jelas, yang dapat menyerang seluruh usus. Lokalisasi utama adalah usus halus bagian
bawah dan/atau usus besar. Yang khas adalah serangan pada segmen tertentu. Seluruh
lapisan dinding akan terserang. Di sini terjadi infiltrasi limfosit dan sel plasma serta
granuloma sel epitel. Seringkali ter-bentuk fistula dan abses. Untuk penanganan colitis
ulcerosa pada keadaan akut digunakan salazosulfapiridin (Sulfosalazin, Azulfidine®,
Colo-Pleon®) atau zat berkhasiat sesungguhnya dari se-nyawa ini yaitu 5-amino-salisilat
(Mesalazin, Claversal, Salofalk®). Juga untuk profilaksis terhadap serangan digunakan
kedua senyawa tersebut. Salazosulfapiridin sulit diabsorpsi dan kare-na itu pada
pemberian oral akan sampai di usus besar.
Gambar B 3.7 Biotransformasi salazosulfapiridin menjadi 5-aminosalisilat dan
sulfapiridin
(Sebaliknya 5-aminosalisilat sudah diab-sorpsi di usus halus). Dalam usus besar
salazosulfapiridin akan diuraikan oleh bak-teri koli - dengan cara yang sama untuk
senyawa azo - yaitu dengan mereduksi gugus azo jadi 5-aminosalisilat dan sulfapiridin
(gambar B 5-5). Di usus besar ini akan terjadi juga (sebagian) absorpsi kedua senyawa
ini.
Sebagai pengganti salazosulfapiridin makin banyak digunakan 5-aminosalisilat dalam
sediaan galenik khusus (misalnya sebagai tablet yang resisten terhadap getah lambung
atau sebagai supositoria) dengan maksud untuk menghindari efek samping sulfona-mida
sulfapiridin, terutama reaksi alerginya.
Mekanisme kerja 5-aminosalisilat adalah mempengaruhi biosintesis protaglandin dan
terutama diduga terjadi hambatan pemben-tukan leukotrien.
Pengaturan dosis pada serangan akut adalah 4-6 g untuk salazosulfapiridin, untuk 5-
aminosalisilat 1,5 g per hari, untuk pro-filaksis terhadap serangan diberikan dosis
separuhnya.
Efek samping salazosulfapiridin, di samping efek samping yang biasa diamati pada pem-
berian sulfonamida (seperti misalnya reaksi alergi pada kulit, perubahan komponen da-
rah) juga sakit kepala, pusing, pembentukan methemoglobin dan oligospermi. Kontra in-
dikasi dan interaksi sama seperti pada sulfonamida dan salisilat.
Di samping salazosulfapiridin atau 5-ami-aosalisilat, pada serangan akut colitis ul-cerosa,
terutama pada keadaan yang parah diberikan juga glukokorlikoid. misainya .;•! edmson
dengan dosis awai 60 mg per han. Pada morbus Crohn, pada keadaan akut, digunakan
juga zat berhasiat yang sama se-pcrti yang digunakan untuk colitis ulcerosa. Jika terjadi
iokalisasi penyakit di usus halus, selalu harus digunakan glukokortikoid dan yang belum
dapat diatasi sampai saat ini adalah masalah terapi jangka panjang. Baik dengan
glukokortikoid maupun dengan salazosulfapiridin atau imunsupresiva yang diberikan
secara profilaktis tak dapat mencegah serangan baru penyakit tersebut. Juga usia pasien
sampai saat ini belum dapat diperpanjang dengan terapi menggunakan obat-obatan ini.
Preparat yang menghambat peristaltik, yang bekerja pada reseptor opiat, misalnya
ting-tur opium, difenoksilat atau loperamida (Imodium) digunakan antara lain pada diare
akibat gang-guan motilitas. Jika senyawa ini digunakan pada diare akibat bakteri, maka
karena usus yang diam dapat terjadi bahaya meningkatnya produksi toksin dan kurangnya
ekskresi toksin tersebut.
STUDI KASUS
1. Tom , pria berusia 50 tahun mengalami mual, muntah, kramp, diare dua hari yang
lalu setelah memakan ayam goreng. Dia menderita muntah yang selama 4 jam.
Dia meminum Pepcid AC 2 tablet. Suhu tubuhnya 38,20C. Dia terus mengalami
mual muntah dan demam ringan. Besoknya dia mengalami diare hingga 8 kali.
Temannya membawanya ke klinik karena dia menjadi lemas dan susah untuk
berdiri. Tom belum menggunakan antibiotik, laxativ.
PMH
Hipertensi 6 tahun
Hiperlipidemia 3 tahun
SH
Tidak merokok, menikah, manajer keuangan
Meds
HCZ 25 mg satu kali sehari 6 tahun
Lipitor 10 mg po pada waktu tidur 3 tahun
Co-Q (co enzim)
VS
BP 135/92,P80, BP110/70, RR 16 ,T38C,Ht5’9’’, Wt 75Kg
HEENT
Membran mukosa kering, tidak eritema
Genit/Rect
Heme(-) feses
Labs
Na 138 mEq/L Ca 8,9 mg/dL
K 3,5 mEq/L BUN 20 mg/dL
Cl 100 mEq/L Glu 100 mg/dL
CO2 25 mEq AST 35 IU/L
SCr 1,1 mg/dl ALT 30 IU/L
Hgb 12,5 g/dL Total Chol 185 mg/dL
Hct 43%
Plt 350x103/mm3
WBC 12,0 x 103/mm3
50% PMNs
48% Lymphs
2% Monos
UA
Kuning gelap, SG 1,033, pH 6, protein (-), glukosa (-), aseton (-), bilirubin (-), darah (-),
mikroskopik ;0-2 WBC/hpf,0-2RBC/hpf
Pertanyaan
1. Tuliskan semua permasalahan terapi obat pada pasien
2. Apakah yang mejadi tujuan terapi pada pasien ini?
3. regimen farmakoterapi yang bagaimanakah yang sesuai untuk pasien diare ini
4. Apa parameter penting laboratorium dan klinik yang diperlukan untuk evaluasi
terapi diare untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dan mencegah efek
samping
5. Apa saja informasi yang perlu diberikan pada pasien untuk mengoptimalkan
terapi dan meminimalkan efek samping?
BAB IV
KONSTIPASI
Konstipasi didefinisikan sebagai defekasi yang sulit atau jarang. Karena frekuensi
berdefekasi berbeda-beda pada setiap orang, maka definisi ini bersifat subyektif dan
dianggap sebagai penurunan relatif jumlah buang air besar pada seseorang.
Defekasi dapat menjadi sulit apabila tinja mengeras dan kompak. Hal ini terjadi
apabila individu mengalami dehidrasi atau apabila tindakan buang air besar ditunda yang
memungkinkan lebih banyak air yang diserap keluar tinja sewaktu tinja berada di usus
besar. Diet berserat tinggi mempertahankan kelembaban tinja dengan cara menarik air
secara osmotis ke dalam tinja dan dengan merangsang peristaltik kolon melalui
peregangan. Dengan demikian, orang yang makan makanan rendah-serat atau makanan
yang sangat dimurnikan berisiko lebih besar mengalami konstipasi. Olah raga mendorong
defekasi dengan merangsang saluran GI secara fisik. Dengan demikian, orang yang
sehari-harinya jarang ber-gerak berisiko lebih tinggi mengalami konstipasi.
Rasa takut akan nyeri sewaktu berdefekasi dapat menjadi stimulus psikologis bagi
seseorang untuk menahan buang air besar dan dapat menyebabkan konstipasi. Input-input
psikologis lain juga dapat menyebabkan kelambatan defekasi. Rangsangan simpatis atas
saluran GI menurunkan motilitas dan dapat memperlambat defekasi. Aktivitas simpatis
meningkat pada individu yang mengalami stres lama dapat menyebabkan konstipasi.
Trauma korda spinalis, sklerosis multipel, neoplasma usus, dan hipo-tiroidisme
dapat menyebabkan konstipasi. Suatu penyakit yang ditandai oleh disfungsi pleksus
mienterikus di usus besar, yang disebut penyakit Hirschprung (megakolon kongenital),
juga menyebabkan konstipasi. Penyakit ini biasanya telah tampak segera setelah lahir.
Perubahan dinding usus (misalnya oleh tumor, radang kronis), gangguan endokrin
(misalnya hipo-tireosis) serta gangguan organik dan fungsional sistem saraf (misalnya
stres, cedera pada kolom tulang belakang). Juga obat-obat seperti sedativa, psikofarmaka,
antasid, opiat atau analgetika kuat dapat menyebabkan konstipasi.
Gangguan mekanisme defekasi ditemukan pada penyakit saluran anus (misalnya
hemoroid, fisura anal), pada keadaan hilangnya refleks relaksasi rektal atau pada
kelemahan pada tekanan perut.
Laksansia mempercepat pengosongan feses. Sayang sekali, karena iklan yang
berlebihan, laksansia terlalu sering digunakan oleh orang awam tanpa pertimbangan sama
sekali. Walaupun sudah diberi penjelasan oleh tenaga medis, harus diingat bahwa hanya
sedikit pasien yang memilih mengubah ke biasaan hidup dan kebiasaan makannya untuk
menghindari obstipasi yang seringkali sudah kronis. (Makanan yang miskin serat
misalnya dapat diganti dengan makanan berserat). Lebih banyak pasien akan beralih
menggunakan laksansia. Karena itu harus selalu diperingatkan bahwa pada pemakaian
jangka panjang akan timbul efek samping, karena itu dipilih senyawa yang memberikan
efek samping yang paling sedikit.
Pada dasarnya harus dihindari adalah penggunaan laksansia untuk 'mem-bersihkan darah'
atau untuk mengurangi bobot badan. Laksansia sama sekali tidak bekerja menghilangkan
racun atau dapat mengurangi bobot badan.
Prinsip kerja laksansia Kebanyakan laksansia bekerja dengan memperbesar volume
intraluminal, yaitu dengan
pembesaran dengan menarik air (zat pe-ngembang),
retensi air secara osmotik (osmolaksan-sia),
menghambat absorpsi natrium dan dengan demikian juga absorpsi air dari lumen
usus dan/atau
meningkatkan sekresi air ke lumen usus (laksansia yang bekerja antiresorptif dan
hidragogum).
Gelombang peristaltik secara fisiologik ditimbulkan dengan meninggikan tekanan di
dalam usus. Peningkatan isi usus dengan demikian juga akan mengakibatkan naiknya
peristaltik.
Di samping itu terdapat jugaJaksansia yang meninggikan kemampuan meluncurnya
isi usus (zat pclincir), dan laksansia yang me-naikkan pcristaltik dengan mcnurunkan pH
dalam kolon (laktuiosa).
Pada sejumlah laksansia, misalnya pada turunan antrakuinon dan turunan difenol
(lihat di bawah), komponen kerja lainnya ialah peningkatan peristaltik dengan bekerja
pada otot polos. Pembagian menurut laksansia usus halus dan laksansia usus besar yang
dulu umum dilakukan, sudah ditinggalkan.
Indikasi Penggunaan tunggal atau dalam waktu singkat laksansia adalah untuk pe-
ngosongan usus sebelum pemeriksaan dengan sinar rontgen atau sebelum operasi.
Laksansia juga diberikan pada defekasi di-sertai nyeri (misalnya setelah fisura anal). Pada
obstipasi kronis, harus diusahakan perubahan kebiasaan makan dan kebiasaan hidup, dan
jika usaha ini gagal, barulah diberikan laksansia, sedapat mungkin dalam waktu singkat.
Efek samping Penggunaan laksansia dalam waktu singkat jarang sekali
menimbulkan gangguan yang parah (misalnya jika masukan cairan kurang, terjadi
dehidraiasi setelah penggunaan laksansia garam atau penyumbatan usus setelah
mcnggunakan zat pengembang. Pemberian kronis laksansia, kecuali zat pengembang
pada umumnya menyebabkan gangguan metabolisme elek-trolit, terutama kehilangan
kalium, yang kemudian akan memperparah obstipasi
1. Zat pengembang
Sebagai laksansia lemah digunakan polisa-karida alam atau hasil sintesis parsial
yang mampu mengembang dan tak dicernakan. Termasuk di sini antara lain zat berasal
dari semen Lini, semen Plantaginis^>vatae, misalnya terdapat dalam Agiolax R, Laxi-
plant , Metamucil ) dan dedak, juga basorin yang mcrupakan campuran polisakarida
tragakan yang tak larut dalam air (misalnya terdapat dalam Normacol ) dan Metflsejulosa
(misalnya terdapat dalam Laxariston ).
Dosis biasa adalah beberapa gram (1 sen-dok teh) 1-3 kali sehari.
Pada penggunaan zat ini harus diperhatikan bahwa yang bersangkutan harus
banyak mi-num air, untuk mencegah terjadinya peng-gumpalan isi usus dan bahaya ileus
yang dapat ditimbulkannya.
Untuk mengurangi jumlah zat pengembang yang diperlukan untuk kerja
laksannya, seringkali zat ini dikombinasi dengan laksansia lain.
2 Laksansia osmotik
Karena air dapat diabsorpsi dengan muciab maka tak dapat. digunakan sebagai
laksansia. Akan tetapi jika ditambahkan garam yang sulit diabsorpsi, sesuai dengan
tekanan osmotik garam ini, pada penggunaan larutan normotoni, absorpsi air dari usus
akan diperkecil, sedangkan pada pemasukan larutan hipertoni, air akan dibebaskan ke
dalam lumen usus, dan dengan demikian pengosongan feses dalam jumlah besar daput
tercanpai. Saat mulai kerja tergantung kepada jumlah dan konsentrasi larutan garam: pada
larutan hipertoni waktu relatif lama sampai air cukup banyak yang masuk ke lumen usus
sehingga pengosongan dapat dimulai; biasanya sekitar 10-12 jam. Pada larutan nurmotoni
atau hipotoni, kerja sudah rnulai dalam waktu beberapa jam saja.
Mengingat akibat bahaya dehidratasi, harus dihindari pemakaian larutan hipertoni.
Laksansia garam
Obat yang termasuk laksansia garam ialah magnesium sulfat dan natrium sitrat
(garam pahit dan garam Glauber), natrium fosfat dan natrium sitrat. Yang paling banyak
digunakan ialah garam pahit dan garam Glauber, 10-20 g dilarut-kan dalam air sehingga
diperoleh larutan isotonis yang kurang lebih sama dengan tonisitas jaringan (MgSO4
3,3%, NazSCU.10 H2O 4,2%).
Pada penggunaan jangka panjang laksansia yang mengandung ion natrium dapat
menyebabkan terjadinya retensi cairan dan hipertensi. Setelah pemberian laksansia yang
mengandung ion magnesium pada penderita insufisiensi ginjal, dapat terjadi kelemahan
otot, gagalnya refleks dan penurunan tekanan darah akibat ekskresi yang kurang dari ion
magnesium.
Alkohol gula dan gula
Osmolaksansia lainnya adalah alkohol gula yang sulit diabsorpsi yailu manit dan
sorbit serta gula laktosa dan laktulosa (Bifiteral®, Laevilac*9).
Laktulosa bekcrja juga laksan karena, seperti telah dikemukakan, terfermentasi dalam
kolon oleh bakteri usus menjadi asam asetat dan asam laktat yang dapat merangsang
peristaltik.
3 Laksansia yang bekerja antiresorptif dan hidragogum
Laksansia tipe ini menghambat absorpsi ion natrium dan air dengan memblok
ATPase yang tergantung pada ion kalium-natrium (kerja antiresorptif). Pada saat yang
sama, dengan kekuatan yang berbeda senyawa tipe ini mendorong masuknya elektrolit
dan air ke lumen usus (kerja hidragogum), yaitu terutama dengan jalan meningkatkan
permeabilitas pada daerah persambungan (light junction).
Oleum ricini Minyak lemak ini terutama terdiri atas trigliserida asam risinolat
(12-hidroksi-oleat). Dari trigliserida yang tak berkhasiat di dalam usus halus dengan
bantuan lipase akan dibebaskan zat berkhasiat sesungguhnya yaitu asam risinolat.
Efek laksan oleum ricini dapat dipercaya dan bebas dari efek samping. Karena itu
oleum ricini boleh juga diberikan pada saat kehamilan. Karena umumnya orang tidak
senang meminumnya maka minyak ini lebih banyak digunakan untuk terapi obstipasi
akut dari pada kronis.
Dosis biasa sekitar 10 – 30 g. Setelah kira-kira 2 jam terjadi proses
pengosongan feses yang lunak.
Antraglikosida.
Dalam Aloe, kulit Frangula (Cortex Frangulae), buah katartika (Fructus Rhamni
catharticae), daun Senna (Folia Sennae), rabarber (Rhizoma Rhci) dan sim-plisia lain
ditemukan senyawa-senyawa yang secara kimia mirip glikosida hidroksian-trakuinon (di
samping glikosida hidroksian-tron dan hidroksidiantron), yang digunakan sebagai laksan.
Turunan antrakuinon yang bebas gula disc-but emodin. Dalam emodin Aloe,
gugus metil dari krisofanol pada C-3 teroksidasi menjadi gugus hidroksimetil,
dalam Rhei menjadi gugus karboksil. Emodin Frangula merupakan 6-
hidroksikrisofanol.
Yang dimaksud dengan senosida adalah hidroksi diantron glikosida asli yang terdapat
dalam daun Senna.
Zat ini baru berkhasiat setelah pemutusan ikatan glikosida di usus dan setelah direduksi
oleh bakteri koli menjadi senyawa antron dan antranol. Karena itu setelah pemberian oral
kerja baru muncul setelah 8-10 jam.
Sebagian besar turunan antrakuinon dieks-krcsi bcrsama fcses. Hanya sebagian
kecil yang keluar melalui urin dan menyebabkan urin berwarna gelap.
Turunan antrakuinon merupakan salah ?,atu laksansia yang paling banyak
digunakan.
Yang digunakan hampir selalu ekstraknya (preparat dagang antara lain Bekunis®,
Depuran®, Krauterlax®, Liquidepur®, Ne-da®, Tirgon®).
Pengaturan dosis tergantung kepada kan-dungan zat berkhasiatdi dalam ekstrak
ter-sebut. Senosida diberikan 25-50 mg. (Suatu preparat yang menggunakan dosis tmggi
senosida 150 mg, yang digunakan untuk pengosongan usus sebelum proses diagnos-tik
atau operasi adalah X-Prep).
Efek samping akutnya kecil Aloe jangan diberikan pada saat menstruasi, kehamilan serta
pada penderita wasir, karena menyebabkan hiperemia kuat pada pinggul.
Laksansia sintetis dari kelompok difenol
Preparat tertua dari kelompok ini adalah fenolftalein yang masih terkandung
dalam beherapa spesialite obat (misalnya Aga-rol , Darmol ), akan tetapi perannya yang
dulu sangat berarti sekarang sudah jauh berkurang.
Bisakodil (Dulcolax®, Eulaxan®, Godalax®, Laxagetten®, Laxbene®,
Stadalax®), yang secara salah seringkali dinyatakan sebagai laksan kontak, sctclah
pemberian oral akan diabsorpsi sebagian, setelah mengalami deasetilasi (antara lain
dalam mukosa usus) akan diglukuronidasi dalam hati dan ber sama dengan empedu
diekskresi lagi ke dalam usus. Dalam usus besar melalui deglukuronidasi akan terbentuk
zat berkha-siat sesungguhnya, difenol bebasnya. Kare-na proses kinetik ini, kerja baru
timbul 6-10 jam setelah pemberian oral. Jika sebaliknya zat diberikan secara rektal, sudah
bekerja dalam waktu 30-60 menit. Dosis 5-10 mg.
Natriumpikosulfat (Laxoberal®)
Senyawa ini merupakan analog bisakodil: dihidrok-sidifenilpiridil diesterifikasi
bukan dengan asam asetat melainkan dengan asam sulfat. Seperti juga bisakodil,
natriumpikosulfat yang hampir tidak diabsorpsi ini oleh bak-teri usus akan diubah
menjadi senyawa difenol bebasnya.
Saat mulai kerja diharapkan terjadi 4-6 (-8) jam setelah pemakaian. Dosis ini sesuai de-
ngan 5-10 mg bisakodil.
4 Zat pelincir
Dalam beberapa rjyreparat laksansia (misal-nya Agaroletten , Florisan , Loxyl )
ditambahkan natrium dioktilsulfosuksinat (Docusat-Natrium), yang sebagai zat aktif
permukaan dapat melunakkan feses dan membuatnya melincir lebih mudah. (Apa-kah
senyawa ini yang ada dalam kombinasi tersebut dalam dosis kecil 10-25 mg mem-punyai
efek laksan aditif, tidak dapat dipas-tikan). Sampai saat ini tidak terlihat adanya efek
samping.
Paraffmum subliquidum digunakan dengan maksud yang sama. Sebagai minyak mineral
ia tidak dicernakan dan hanya sedikit diab-sorpsi. Jika digunakan, harus dalam jangka
waktu singkat saja.
Pada penggunaan yang lama dapat timbul bahaya
hipovitaminosis vitamin larut lemak, karena zat-zat ini tidak dapat diambil dari
minyak mineral ini,
gangguan pencernaan dan
reaksi benda asing dalam rongga perut oleh tetes minyak yang terserap.
5 Zat yang bekerja pada refleks defekasi
Alkohol polivalen terutama gliserin dan sor-bit, dapat digunakan dalam bentuk
supositoria atau mikroklisma untuk menim-bulkan rcflcks defekasi. Terutama cara ini
dianjurkan pada bayi dan anak-anak. Preparat dagang: Babylax®, Glycilax*
Microklist®.
Studi kasus
Konstipasi
1.Ny Eve berusia 69 tahun merasa kembung dan konstipasi. Kadang-kadang dalam satu
minggu hanya satu kali buang air besar. Belm pernah kolonskopi. Keluhan yang lain
sering merasa panas dalam perut pada saat malam hari menjelang tidur . Oleh karena itu
dia meminum obat Amphojel (aluminium hidroksida ) untuk meredakan heartburn nya.
Dia juga meminum Amitriptylin untuk meredakan insomnia karena heartburn tersebut.
Dia jugan menggunakan Advil untuk penyakit arthriticnya.
PMH
HTN
Osteoarthritis
GERD
S/P TAH 15 tahun yang lalu
S/P CVA satu tahun yang lalu
FH
Ayah dan ibunya meninggal karena sakit jantung pada usia 80 tahun
SH
(-) alcohol, (+) caffeine.mempunyai dua anak perempuan
ROS
(+) Konstipasi, merasa penuh pada perut bagian bawah, sakit pada lutut dan tangan pada
waktu bergerak
Meds
Verapamil SR 240 mg po satu kali sehari
Tylenol 650 mg po QID
Amitriptyline 75 mg po pada waktu tidur
Amphojel, 600 mh po PC
Advil 1-2 tabs PRN arthritic pain/HA
ALL
NKDA
VS
BP 135/85, P 78,RR 19, T37,7, Ht 5”2”, Wt 63,5 kg
Abd
Tidak ada hepatomegaly, splenomegaly
Rektal
Tidak ada hemorrhoids
Labs
Na 142 mEq/L Ca 8,9 mg/dL
K 4,3 mEq/L TSH 2,7 IU/ml
Cl 105 mEq/L Free T4 1,2 ng/dl
CO2 26 mEq
BUN 14 mg
SCr 1,2 mg/dl
Glu 123 mg/dl
Pertanyaan:
1. Apa yang menyebabkan konstipasi pada pasien yang dihubungkan
dengan potensial terapi obat ?
2. Apa yang menjadi tujuan farmakoterapi dalam mengobati
konstipasi
3. Apa factor non farmakologi yang berkontribusi pada konstipasi
pasien
4. Bagaimana caranya memonitor untuk meyakinkan bahwa
farmakoterapi yang diberikan mencapai tujuannya
5. Edukasi apa saja yang dapat diberikan pada pasien terhadap
farmakoterapi yang diberikan dalam meningkatkan kepatuhan
pasien
BAB V
ANTIMUNTAH DAN ANTIMUAL
Muntah terjadi karena impuls aferen dari saluran cerna bagian atas menuju pusat
muntah di formatio retikularis pada medulla oblongata, atau oleh rangsangan
khemoreseptor di area postrema medulla oblongata atau oleh rangsang vestibularis.
Muntah merupakan gejala yang sering terjadi dan tidak khas.
Penyebab muntah ialah penyakit pada lambung, pada kandung empedu,
pankreatitis kronis, uremia, koma hepatika, peningkatan tekanan di otak (misalnya tumor
otak) serta infeksiakut.
Etiologi dari Nausea dan Vomiting adalah :
Gastrointestinal Mechanisms
Mechanical gastric outlet obstruction
penyakit Peptic ulcer Gastric penyakit carcinoma Pancreatic
Gangguan Motilitas
Gastroparesis
Drug-induced gastric stasis
Chronic intestinal pseudo-obstruction
Postviral gastroenteritis
sindrom Irritasi perut
Postgastric surgery
Idiopathic gastric stasis
Anorexia nervosa
Intra abdominal emergencies
Intestinal obstruction
Acute pancreatitis
Acute pyelonephritis
Acute cholecystitis
Acute cholangitis
Acute viral hepatitis Acute gastroenteritis
Viral gastroenteritis
Salmonellosis
Shigellosis
Staphylococcal gastroenteritis (enterotoxins) Penyakit Cardiovascular
Acute myocardial infarction
Congestive heart failure
Shock and circulatory collapse
Proses Neurologic
Midline cerebellar hemorrhage Peningkatan penekanan intracranial
Migraine headache Vestibular kelaianan trauma kepala
Metabolic Disorders
Diabetes mellitus (diabetic ketoacidosis)
penyakit Addison's
penyakit Renal (uremia) Psychogenic Causes
Self-induced
Anticipatory
Penyebab Therapy-induced
Chemotherapy Cytotoxic
terapy Radiation
Preparat Theophylline (intolerance, toxic)
Preparat Anticonvulsant (toxic)
Preparations Digitalis (toxic)
Opiates
Amphotericin B
Antibiotik tertentu
Gejala obat
Opiates
Benzodiazepines
Penyebab lain
Kehamilan
Tertelan beberapa irritant (makanan, obat)
Bau yang tidak enak
Procedur Operasi
Selain itu muntah merupakan gejala utama Tabel B II -1 Antiemetika apa yang
dinamakan kinetosis (penyakit perjalanan), yang dapat terjadi jika sese-orang melakukan
perjalanan dan terjadi gerakan-gerakan pasif terhadap kesetim-bangan secara cepat dan
berulang-ulang, kurangnya fiksasi mata pada benda-benda yang bergerak cepat dan
adanya rangsang psikis.
Di samping itu muntah sering terjadi pada keadaan hamil muda dalam bentuk vomitus
matutinus (muntah pada pagi hari) atau hiperemesis gravidarum (muntah pada saat hamil
'yang tidak dapat dihindari').
Akibat yang timbul setelah muntah bergantung kepada berapa seringnya terjadi muntah
dan berapa lama keadaan tersebut berlangsung. Pada muntah tunggal atau
sesekali saja, pengaruhnya praktis tidak ada. Akan tetapi pada muntah terus menerus
yang hebat, dapat terjadi gangguan metabo-lisme air dan elektrolit disertai alkalosis
hipokloremik, oliguria, eksikosis, naiknya suhu dan kemungkinan juga terjadi koma.
Tabel II- 1 Antiemetika yang banyak digunakan
Nama
Internasional
Sediaan dagang Dosis tunggal
(mg)
Indikasi utama
I. Antihistaminika
Klorfenoksamin Komponen
Rodavan
30 -60 Kinetosis
Dimenhidrinat Dramamin
Novomina
50 -100 Kinetosis
Vomex A
Meklozin Bonamine
Peremesin
25 – 50 Kinetosis
II. Fenotiazin
Tietilperazin Torecan 6,5 Hiperemesis
gravidarum,
muntah akibat
sentral
Triflupromazin Psyquil Hiperemesis
gravidarum,
muntah akibat
sentral
III Lain-lain
Metoklopramid Gastronerton
Gastrosil
Gastro timilets
Paspertin
10 – 20 Muntah, mual
mencegah
muntah pada
operasi darurat
Bromoprid Cascapride
Viaben
10 Muntah, mual
mencegah
muntah pada
operasi darurat
Domperidon Motilium 10 – 20 Muntah, mual
mencegah
muntah pada
operasi darurat
Vitamin B6 Benadon
Hexobion
80 -300 Emesis
gravidarum
TABEL 2. PREPARAT ANTIMUNTAH
OBAT REGIMEN DOSIS DEWASA JENIS SEDIAAN Antacid
Antacid (berbagai jenis) 15-30 ml Setiap 2-4 jam bila perlu Lar
Histamine H2 Antagonis
Cimetidine Famotidine
Nizatidine
Ranitidine
200 mg 2 X sehari bila perlu 10 mg 2 X
sehari bila perlu
75 mg dua kali sehari bila perlu
75 mg dua kali sehari bila perlu
Tab Tab
Tab
Tab
Buclizine Cyclizine
Dimenhidrinate
Dipenhydramine
Hydroxizine
Meclizine
Pyrilamine
Scopolamine Trimethobenzamide
50 mg dua sehari bila perlu 50 mg setia p 4-6 h bila perlu
50-100 mg setiap 4-6 jam bila perlu
10-50 mg setiap 4-6 jam bila perlu
25-100 mg setiap 6 jam bila perlu
25-50 mg setiap 24 jam bila perlu
25-50 mg 3- 4 kali per hari
0.5 mg setiap 72 bila perlu 200-250 mg 3 - 4 kali sehari bila perlu
Tab Tab,IM, Tab kunyah, cap,IM,IV
Tab, cap, Lar,IM,IV
Tab, cap, Lar,IM
Tab, Tab kunyah, cap
Tab
Tab
Transdermal Cap, IM, Sup
Phenothiazine
Chlorperhlorpromazine
Prochlorperazine
Promazine
Promethazine
Thiethylperazine
10-25 mg setiap 4-6 jam bila perlu 50-100 mg setiap 6-8jam bila perlu
5-10 mg 3 to 4 X per hari bila perlu
25 mg 2 X per hari bila perlu
25-50 mg setiap 4-6 jam bila perlu
12.5-25 mg setiap 4-6 jam bila perlu
10 mg 3 X per hari
SR, cap,tab,lar,IM,IV Sup
SR, cap,tab,lar,IM,IV
Sup
Tab,IM
Tab,lar,IM,IV,Sup
Tab,IM,Sup
Cannabinoids
Dronabinol Nabilone
5-7.5 mg/m2 setiap 2-4 jam bila perlu 1-2 mg 2 -3 X per hari bila perlu
Cap Cap
Butyrophenones
Haloperidol Droperidol
1-5 mg setiap 12 jam bila perlu 2.5-5 mg setiap 4-6 jam bila perlu
Tab,lar,IM,IV IM,IV
Corticosteroid
Dexamethasone
Mathylprednisolone
10 mg awal chemotherapy, ulangi dengan 4-8 mg setiap 6 jam untuk total dari 4 dosis
125-500 mg setiap 6 jam untuk total 4 dosis
IV
IV
Benzodiazepine
Lorazepam 0.5-2 mg awal chemotherapy Cap
Substansi P/neurokinin Reseptor inhibitor
Aprepitant 125 mg hari ke 1, 1 jam awal chemotherapy, 80 rng di hari 2dan 3
Cap
Dolasetron
Granisetron
Ondanisetron
Palonestron
1.8 mg/kg 30 menit pertama untuk chemotherapy
(tidak larut sampai 100 mg lebih dari 30 men, atau
larut lebih 30 menit) atau 100 mg dalam 1 jam awal chemotherapy
10 mcg/kg awal chemotherapy (terlarut dalam infuse
lewat 5 men atau tidak larut lewat 30 detik)
ATAU 1 mg lewat 1 jam awal chemotherapy dan
1 mg 12 jam setelah dosis pertama, atau, 2 mg lewat
dari 1 jam awal chemotherapy
32 mg sebelum chemotherapy sebagai dosis tunggal
(terlarut lewat 15 men), atau 0.15 mg/kg awal
chemotherapy, repeat at 4 and 8 h
OR
8 mg 30 min awal chemotherapy, ulangi Tab pada 4 dan 8 jam dan setiap 12 jam untuk 1-2 hari
setelah chemotherapy lengkap
0,25 mg 30 men awal chemoterapi (Tidak larut
kurang 30 detik jangan ulangi dalam 7 hari)
IV
Tab
IV
Tab
IV
Tab
IV
Senyawa lain
Metochlopramid utk CINV
Metochlopramid utk PONV
Metochlopramid penunda CINV
1-2 mg/kg setiap 2 jam X 2, kemudian setiap 3 jam X 3
10-20 mg sekitar 10 menit sebelum anestesi
0,5 mg/Kg berat badan atau 20 mg/kg setiap 6 jam,
bila perlu 2 – 4 hari
IV
IV
Tab
Keterangan
PONV: Post operative nausea dan vomiting (setelah operasi dan vomiting)
SR cap: sustained release capsule
CINV : Chemotherapy-induced nausea
Antiemetika dimaksudkan untuk menekan merangsang muntah dan muntah itu sendiri.
Dalam label Il-1 diberikan nama preparat dagang anti emetika.
Alkaloid tropan Alkaloid tropan yang dulu banyak digunakan yaitu skopolamin dan
hiosiamin, saat ini sudah terdesak oleh senyawa sintetik, terutama yang berasal dari
kelompok antihistaminika dan neuroleptika.
Akan tetapi belum lama ini, skopolamin banyak digunakan lagi dalam bentuk sistem
terapeutik transdermal (Scopoderm*) untuk kinetosis.
Antihistaminika H1 Dari antihistaminika H1 yang terutama digunakan sebagai
antiemetika adalah turunan benzhidril yaitu difenhidra-min (atau garamnya dengan 8-
klor-teofilin: dimenhidrinat) serta klorfenoksamin (juga sebagai 8-klorteofilinat) dan
meklozin.
Turunan benzhidril berguna untuk profi-laksis dan penanganan kinetosis. Sekitar
setengah jam sebelum perjalanan, diberikan kira-kira 50 mg dan pemberian diulang setiap
4 jam. Ada dugaan bahwa beberapa senyawa ini bersifat teratogen (walaupun belum
terbukti), karena itu dianjurkan untuk hati-hati jika digunakan pada muntah karena
kehamilan dalam 16 minggu perta-ma.
Fenotiazin Dari kelompok fenotiazin (lihat halaman 136), terutama senyawa dengan
komponen basa piperazin (misakiya perfe-nazin) bekerja antiemetik kuat.
Efek antiemetik terutama disebabkan oleh hambatan pada reseptor dopamin di area
postrema.
Karena fenotiazin merupakan senyawa dengan efek samping yang bermacam-macam,
maka sebaiknya pada waktu hamil tidak digunakan kecuali pada indikasi yang benar-
benar diperlukan misalnya pada hi-peremesis gravidarum dengan gangguan metabolisme
elektrolit.
Kedua turunan benzamida: mgtoklopra-mida (Gastromerton®, Gastrosil®, Gastro-
Timelets®1, Paspertin®) dan bromoprida (Cascapride*, Viaben ) serta turunan ben-
zimidazolon: domperidon (Motilliuni), sa-ma seperti senyawa fenotiazin, bekerja
antiemetik dengan memblok reseptor dopa-min di area postrema.
Pada kinetosis efeknya tidak cukup kuat. Senyawa-senyawa ini di samping dipakai
sebagai antiemetika digunakan juga pada gangguan pengosongan lambung . Di sana juga
dijelas-kan sifat-sifatnya secara lebih terinci.
Vitamin Bfi Pemberian vitamin 65 dengan dosis yang relatif tinggi (160-600 mg/hari)
dapat dicoba untuk digunakan pada muntah-muntah waktu hamil, walau pun efek-
tivitasnya masih diragukan.
Studi Kasus
1. Sheli , wanita berumur 35 tahun, menjalani kemoterapi siklus pertama dan
mengalami mual muntah . Dia didiagnosa menderita kanker ovarium stadium dua,
satu bulan yang lalu. Rencana pengobatannya dia akan mendapatkan 6 siklus
terapi carboplatin dan paclitaxel. Dosis dari paclitaxel 175 mg/m3 IV selama 3
jam dan carboplatin AUC 6 IV selama 30 enit dan obta berikutnya diulangi setiap
21 hari selama 6 siklus. Obat mual muntah untuk siklus pertamanya adalah
ordansetron 24 mg po dan dexamethason 12 mg po 30 menit sebelum
kemoterapinya. Dia mengeluhkan mual, muntah saat meninggalkan klinik, dan
dokter memberikan ondansetron 8 mg IV sebelum dia pulang. Sheli diberi resep
prochlorperazine dan lorazepam, metoclopramide dan dexametasone. Mual
muntahnya masih terus berlangsung, selama dua hari.
PMH
Migraine 12 tahun
FH
Nenek menderita kanker ovarium
SH
menikah , punya satu anak, bekerja paruh waktu sebagai guru
ROS
mual muntah, sakit kepala, demam, sakit perut, diare
Meds
Propranolol LA 80 mg sekali sehari
Midrin 2 po PRN migraine
Ortho-cyclen 1 po sekali sehari
VS
BP115/75, P97, RR16, T37, Wt58kg,Ht5’4’’
CV
RRR, tidak ada m/r/g
Lungs/torax
Tidak ada auskultasi
Neck/LN
Tidak ada adenopathy
MS/Ext
Tidak ada edema
Labs
Na 140 mEq/L Ca 8,9 mg/dL
K 3,0 mEq/L BUN 30 mg/dL
Cl 94 mEq/L T.Bili 0,7 mg/dL
CO2 28 mEq
SCr 1,1 mg/dl
Hgb 13,6 g/dL
Hct 43%
Plt 220x103/mm3
WBC 3,4 x 103/mm3
48% PMNs
0% Bands
43%Lymphs
6% Monos
2% Eos
1% Basos
Pertanyaan:
1. Apa yang menjadi faktor resiko mual muntah pada pasien?
2. Apa tujuan terapi pada kasus ini?
3. Buatlah suatu rencana pengobatan yang efektif untuk regimen antiemetik pada
pasien ini
4. Bagaimana cara memberikan edukasi pada pasien untuk regimen anti emetiknya?
5. Apakah ada terapi alternatif non obat yang dapat berguna untuk mencegah mual
muntah pada pasien ini?
BAB. VI
PENYAKIT TUKAK LAMBUNG
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi penyakit ulkus peptikum, tipikal, atipikal, dan
keluhan/gejala penyakit
2. Mengetahui diagnosa dan evaluasi ulkus peptikum
3. Mahasiswa dapat menjelaskan pendekatan farmakologi dan non farmakologi pada
pengobatan Ulkus peptikum
4. Mengetahui pengobatan Ulkus peptikum yang efektif, aman, dan biaya yang ekonomis
5. Mahasiswa dapat menjelaskan terapi maintenans Ulkus peptikum
A. DEFENISI
Tukak lambung (ulkus peptikum) dibedakan dari gastritis dan erosi yang luas
kedalam muksa muskularis. Ada tiga bentuk umum tukak lambung; adanya Helicobacter
pylori, Induksi obat NSAID (nonsteroidal anti-inflammatory drug/obat antiinflamasi
nonsteroid), stress ulkus. Tukak lambung menggambarkan adanya kondisi diskontiniu
ketebalan mukosa gastric atau duodenal yang berlangsung lama disebabkan oleh asam
dan pepsin dalam cairan gastric. Tukak lambung sering digambarkan dengan kondisi
dyspepsia. Tetapi tidak semua pasien dyspepsia mengalami penyakit tukak lambung.
Ulkus peptikum mempunyai etiologi yang luas. Karakteristik tukak lambung
sering terjadi kekambuhan. Rata-rata 50% hingga 100% terjadi kekambuhan ulkus dalam
satu tahun. Faktor penting yang mempengaruhi kekambuhan ulkus adanya infeksi
Helycobacter pylori dan penggunaan NSAID. Faktor lain meliputi hipersekresi asam
lambung, merokok, lamanya penyakit ulkus peptikum, komplikasi tukak dan
ketidakpatuhan pasien.
B.EPIDEMIOLOGI
Tukak lambung termasuk penyakit yang sering dijumpai dan dalam
gastroenterologi termasuk penyakit yang penting. Di Amerika biaya yang diperlukan
untuk menanggulangi ulkus peptikum sekitar 3 milyar dolar pertahun, karena diketahui
bahwa 10 % penduduk Amerika mengalami sekali dalam hidupnya menderita ulkuk
peptikum. Dahulunya tukak lambung didominasi oleh pria tetapi sekarang ini sebanding
jumlah pria dengan wanita
Infeksi oleh H.Pylori penyebab utama tukak lambung. Sebagian besar infeksi H Pylori
dapat terjadi transmisi oral-oral dan oral-fekal. Faktor resiko infeksi H pylori adalah:
- Tingkat sosial yang rendah
- Perumahan yang padat
- Lingkungan rumah (misalnya berbagi tempat tidur)
- transmisi yang terjadi dalam keluarga seperti pada pasangan suami istri
H Pylori meningkat dengan umur. Orang yang terinfeksi pada usia muda dapat
berkembang menjadi kronik atau atropik gastritis
C.PATOFISIOLOGI
Patofisiologi ulkus sangat bervariasi dan paling banyak terjadi disebabkan oleh gangguan
fisiologis, lingkungan, faktor genetik atau kombinasinya. Ulkus dapat terjadi karena asam
lambung dan pepsin atau gastrin, sekalipun sekresi zat ini normal. Hal ini disebabkan
karena rentannya mukosa GI terhadap zat ini. Pada penderita ulkus, sekresi zat ini
meningkat pada malam hari. Peningkatan sekresi dipengaruhi oleh peningkatan jumlah
sel parietal atau karena stimulasi oleh makanan.
Tabel 1. Penyebab Tukak lambung
No Penyebab
1 Infeksi H.Pylori
2 Non steroid anti-inflammatory drugs (NSAID)
3 SRDM(stress-related mucosal damage)
4 Hiperseksresi asam lambung(misalnya sindrom Zollinger-Ellison)
5 Infeksi virus (misalnya.,cytomegalovirus)
6 Radiasi
7 Kemoterapi
8 Idiopathik
Dua jenis penyebab ulkus peptikum yang akan dibahas pada buku ini adalah; a)
Helicobacter pylori (H.Pylori) dan b)NSAID
A. H pylori
Prevalensi H pylori makin meningkat pada negara berkembang yang barangkali
disebabkan kurangnya kebersihan dan kondisi lingkungan yang padat. Prevalensi juga
meingkat dengan bertambahnya usia. Transmisi potensial H Pylori melalui tiga cara.
Pertama transmisi orang-ke orang; fekal-oral dengan sumber infeksi air, transmisi oleh
lalat dari feses kemakanan atau anak-anak. Seorang anggota keluarga yang terinfeksi
dapat menyebabkan yang lain juga terinfeksi. Kedua melalui oral-oral, H Pylori telah
dapat diisolasi dari rongga mulut. Ketiga transmisi terjadi karena instrumen yang
digunakan seperti alat endoskopi. Pada tahun 1994 WHO menyimpulkan bahwa infeksi H
Pylori adalah karsinogenik (kelompok 1 karsinogen). Hubungan antara H Pylori dan
nonulcer dyspepsia masih kontroversial.
Bakteri microaerophilic ditemukan pada antrum gastrik 95 % ulkus duodenum dan 80-
85% dihubungkan dengan H.Pylori. H.Pylori menghasilkan cytotoxin gen A (CagA) dan
vacuolating cytotoxin (vac A) sehingga mengaktifkan kaskade inflamasi.
Sejumlah enzim yg dihasilkan oleh bakteri menyebabkan kerusakan jaringan seperti
urease, haemolysins, neuraminidase dan fucosidase.
Gastrin merupakan hormon utama yang menstimulasi sekresi asam gastrik dan
homeostatis gastrin dapat dialterasi oleh H.Pylori. Hiperasiditas tukak duodenum
disebabkan oleh hipergastrinemia yang diinduksi oleh H.Pylori. Elevasi gastrin
disebabkan karena konsekuensi dari berkurangnya sel D antral yang mensekresikan
somatostatin, sehingga hilangnya modulasi inhibisi somatostatin pada gastrin atau secara
langsung menstimulasi sel gastrin dengan melepaskan sitokin selama proses inflamasi.
Gambar 1. Patogenesis penyakit ulkus peptikum. ZES= Zollinger-Ellison syndrome
(ZES) menyebabkan hipersekresi asam lambung, SRMD= Stress-relate mucosal damage
(kerusakan mukosa karena stress.)
Tabel 2. Perbandingan dari ulkus peptikum
No Karakteristik H.Pylori NSAID SRMD
1 Tempat yang rusak Duodenum>lambung Lambung>duodenum Lambung>duodenum
2 pH intragastrik Sangat tergantung Kurang tergantung Sangat tergantung
3 Gejala Biasanya sakit pada
epigastrik
Sering asimtomatik asimtomatik
4 Kedalaman ulkus permukaan dalam Sebagian besar pada
permukaan
5 Pendarahan GI sedikit Lebih berat Lebih berat
Mukosa normal gastrik
ZES Helicobacter Pylori
NSAID SRMD
Perlindungan mukosa
terganggu
Asam dan pepsin
Kerusakan mukosa
ulkus
Gambar 2. Patogenesis ulkus gastric, ulkus duodenal dan kanker lambung karena Infeksi
H Pylori
B.NSAID
NSAID banyak digunakan di USA, terutama pada orang tua usia 60 tahun. Tersedianya
NSAID tanpa resep (OTC) mempunyai kontribusi luasnya penggunaan NSAID dan
kemungkinan adanya komplikasi. 15% hingga 30% Ulkus gastroduodenum terjadi karena
penggunaan terus menerus NSAID. Kerusakan mukosa karena NSAID meliputi erosi
permukaan dan pendarahan.
Asam lemah NSAID (asam asetilsalisilat) terkonsentrasi pada cairan asam lambung
pada sel mukosa dan menghasilkan erosi permukaan akut melalui inhibisi siklo-
oksigenase (cyclo-oxygenase=COX) dan mediasi menempelnya leukosit pada sel
endothelial mucosal. Selaput enteric dapat mencegah kerusakan permukaan tetapi tidak
mengurangi resiko ulkus. Kerja sistemik utama NSAID dengan berkurangnya produksi
H.Pylori
Gastritis akut
Asimtomatik dan simtomatik
Kronik gastritis
Duodenitis Ulkus gastrik Gastritis atropik
Metaplasi Intestinal Ulkus duodenal
Kanker lambung
prostaglandin mukosa sehingga menyebabkan ulkus peptikum. Semua NSAID
mempunyai kemampuan untuk menghambat COX.
NSAID menyebabkan kerusakan mukosa melalui mekanisme penting; a) iritasi langsung
epitel gastric, b) Inhibisi sistemik sintesis PG mucosal GI endogen. Siklooksigenase
(COX) merupakan enzim yang mengkonversi asam arakidonat menjadi PG dan proses
ini dihambat oleh NSAIDs. Ada 2 bentuk isoform COX ditemukan pada sel mamalia.
COX 1 ditemukan paling banyak pada jaringan tubuh seperti lambung, ginjal, intestinal
dan platelet. COX 2 tidak terdeteksi pada jaringan normal, tetapi diinduksi selama
inflamasi akut dan arthritis. COX 1 menghasilkan PGs yang mengatur proses fisiologi
seperti integritas mucosal GI, homeostatis vascular dan fungsi renal. Induksi COX 2 di
induksi oleh stimulasi inflamasi seperti sitokin.
Membran fosfolipid
Asam arakidonat
Lipooksigenase siklooksigenase
15-HPTE 5-HPETE
Lipoxin A1B Leukotrienes
A4-E4
12-HPETE
PG endoperoksida
Tromboksan A2 PGE2
PG1
PGD2
PGF2
Fosfolipase
A2 NSAIDs,
ASA
Gambar 3. Metabolisme asam arakidonat . ASA= aspirin, HETE=hidroksiecosatetraenoic
acid; HPETE=hydroperoxyeicosatetraenoic acid, NSAID = non steroidal anti-
inflammatory drugs; PG=prostaglandin,
Efek samping NSAID dihubungkan dengan penghambatan COX 1, reaksi
inflamasi dari inhibisi NSAID pada COX 2.
Mekanisme lain yang mempunyai kontribusi untuk berkembangnya kerusakan
mukosa karena NSAID . TNF-alfa merupakan signal penting untuk perlekatan neutrophil
yang diinduksi NSAID pada mikrosirkulasi gastric. Menempelnya neutrophil
menyebabkan kerusakan endotel vascular dan mereduksi aliran darah mukosa atau
liberasi radikal bebas dan protease. Leukotrin adalah produk metabolisme
lipooksigenase yang dapat menyebabkan reaksi inflamasi.
Efek inhibisi efek inhibisi
Membran
fosfolipid
Fosfolipase A2
Asam arakidonat
COX 1 COX -2
Di induksi pada tempat
inflamasi
NSAID Inhibitor
selektif COX-
2
Menghasilkan prostaglandin untuk:
-integritas mukosa gastrointestinal
-Agregasi platelet
-fungsi renal
Menghasilkan prostaglandin untuk:
- mitosis dan pertumbuhan
- sakit dan radang
- membentuk tulang
- regulasi reproduksi wanita
Gambar 4. Sintesis prostaglandin dari asam arakidonat. Saat ini telah tersedia NSAID
yang bersifat selektif menghambat COX-1 dan COX-2.
Tabel 2. Faktor resiko ulkus yang diinduksi NSAID
Faktor resiko yang sudah terbukti Kemungkinan faktor resiko
Age greater than 60 years Merokok
Ulkus peptic Meminum alkohol
Dosis tinggi NSAID dan menggunakan NSAID
lebih dari satu
Pasien yang menggunakan antagonis H2 reseptor
atau antasida
Terapi kortikosteroid Infeksi H.Pylori
Penggunaan antikoagulan atau koagulopathy Kesehatan yang menurun
D.DIAGNOSA
1. Uji Laboratorium
A. Uji H.Pylori
Diagnosis HP dapat dibuat menggunakan tes invasif atau non invasif. Metode invasive
dengan endoskopi GI atas . Dengan metoda kultur spesifitas 100 %.
Tabel 3. Deteksi H.Pylori
Test Deskripsi
Deteksi antibodi FDA; IgG antibodi
Urea tes
Histology Uji mikrobilogi (Warthin-starry stain)
Kultur Kultur biopsy ; dapat digunakan juga untuk uji resistensi
antibiotik . Spesifitas tinggi
Biopsi urease Urease dari H.Pylori, menyebabkan perubahan warna
Deteksi antibody tersedia di USA digunakan untuk mendeteksi sirkulasi IgG. Uji test
kuantitatiif dilakukan dengan ELISA (enzyme linked immunosorbent assay), telah
disetujui FDA dan mempunyai sensitifitas 90 %.
Tes H Pylori (kecuali deteksi antibody) dapat memberikan hasil yang
negatif apabila menggunakan antibiotik atau bismuth empat minggu sebelumnya atau
jika menggunakan inhibitor pompa proton 2 minggu sebelumnya.
Dyspepsia (kumpulan gejala terdiri dari rasa nyeri epigastrium, kembung, rasa penuh
serta mual-mual)
Age<55 years age >55 years
Alarm symptoms: No alarm simtom Endoskopi
Anorexia, weight loss
Vomiting, anaemia
Endoscopy tes H.Pylori
“No alarm symptoms”
“Heartburn dismolity-like ulcer-like
Empirical acid prokinetic agent H. pylori test
Gambar; Algoritma untuk diagnosis penyakit ulkus peptikum (Roger Walker.,Clinical
pharmacy and therapeutics,1999
Tabel 4. Tanda dan gejala ulkus duodenum (DU), ulkus gastric (GU) dan nonulcer
dyspepsia (NUD)
Tanda atau gejala DU GU NUD
A.Sakit perut
-sakit pada epigastrik
-sakit berat
-sakit episodic
-sakit pada malam hari
-sakit menyebar ke penggung
-sakit sembuh dengan
antasida
-sakit meningkat dg adanya
makanan
-sakit berkurang dg adanya
makanan
B.rasa Panas dalam perut
C. Bengkak
D. Sendawa
E. Mual
F. Muntah
G. Anoreksia
H. Berkurangnya berat badan
++++
++++
+++
++++
++
++++
++
+++
+++
+++
+++
++
++
+
++
+++
+++
+
++
++
++++
+
++
+
+++
+++
+++
+++
++
++
+++
++
++
++
++
+++
++
++
++
+++
+++
++
+
+
+
Ket: ++++; selalu terjadi
+++ ; sering
++ ; kadang-kadang
+ ; jarang
Pasien yang menunjukkan gejala dispepsia
Dyspepsia, tidak ada gejala yg
mengkhawatirkan (simtom alarm)
Ada gejala alarm missal;pendarahan, anemia,
turunnya berat badan
Menggunakan NSAID Endoskopi untuk asses
status ulkus
Ya tidak Ada ulkus Tidak ada ulkus
Stop NSAID, jika tidak
mungkin, kurangi dosis atau
ganti dgn COX 2 inhibitor
Sebelumnya
mengalami
pengobatan HP?
Gejala hilang Masih ada
gejala
Tidak
diobati lg H2RA atau PPi
Sembuh
Simtom
Simtom
masih
tidak Ya
Uji serologi
negatif positif
Uji HP Adanya
kemungkinan;
GERD, NUD
positif negatif
Diobati
dengan PPi
Menggunakan
NSAID?
NSAID
dieruskan
NSAID tidak
dilanjutkan
Diobati dgn
H2RA atau PPi
Diobati dgn
PPi ,
maintenans
terapi dg PPi
atau
misoprostol
Tanda/gejala 1-2 mg
setelah pengobata
tidak Tidak ada
pengobatan
lanjutan
Gambar 4. Algoritma. Pedoman untuk evaluasi dan manajemen pasien dengan dyspepsia
(DiPiro)
Tujuan Terapi:
1. Mengurangi nyeri, menyembuhkan dan mencegah kambuh serta menurunkan
terjadinya komplikasi
2. Mengeradikasi H.Pylori jika ulcer disebabkan karena infeksi, menggunakan regimen
yang paling efektif dan aman serta harga murah
E.PENGOBATAN
Pengobatan penyakit ulkus peptikum bervariasi tergantung pada etiologi ulkus (H Pylori
atau NSAID), apakah ulkus awal atau kambuhan dan apakah ada komplikasi. Secara
keseluruhan pengobatan bertujuan untuk mengobati ulkus, mencegah kekambuhan ulkus
dan mengurangi komplikasi ulkus.
Pasien dengan ulkus peptikum harus mengeliminasi atau mengurangi stress
psikologi, merokok dan menggunakan NSAIDs (meliputi aspirin). Jika mungkin
digunakan obat alternatif untuk analgesik seperti Asetaminofen, atau salisilat nonasetil
(missal salsalat). Pada pasien yang tidak bisa untuk tidak menggunakan NSAID maka
gunakan dosis rendah NSAID, atau COX-2 inhibitor, atau pemberian NSAID bersamaan
dengan makanan, antagonis H2 reseptor atau inhibitor pompa proton sehingga
mengurangi kerusakan mukosa. Walaupun tidak ada diet untuk ulkus, pasien harus
menghindari makanana yang dapat menyebabkan dyspepsia (seperti makanan, kopi,
alkohol). Antasida juga dapat digunakan untuk pengobatan antiulkus.
Diteruskan H2RA
atau PPi
Ya
Menggunakan
NSAID
Kontiniu NSAID
NSAID diskontiniu
Pengobatan dg H2RA atau
PPi
Eradikasi direkomendasikan untuk pasien ulkus peptikum HP dengan a) ulkus
peptic yang aktif, b) ulkus sebelumnya di dokumentasi, c) komplikasi yag dihubungkan
dgn ulkus (mis pendarahan), d) Limfoma MALT lambung.
Regimen eradikasi H. Pylori pada pasien hendaknya didasarkan pada efikasi,
tolerabilitas, potensial interaksi obat, resistensi antibiotik, biaya,dan kepatuhan.
Pengobatan dimulai dengan memberika inhibitor pompa proton, dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 5. Perbandingan regimen dosis obat untuk eradikasi H.Pylori
No Obat Dosis/frekue
nsi
Durasi Efikasi Efek
samping
Kepatuhan
1 Regimen dua obat
a Clarithromycin 500 mg tid 14 hr Bagus medium-
rendah
Ada kemungkinan
PPi qd atau bid 14-28 hr
b Clarithromycin 500 mg tid 14 hr bagus medium-
rendah
Ada kemungkinan
RBC 400 mg bid 14-28 hr
c Amoxicillin 1 g bid-tid 14 hr kurang medium-
rendah
Ada kemungkinan
PPi bid atau 14-28 hr
2 Regimen tiga obat
a Clarithromycin 500 mg bid 10-14 hr memuas
kan
medium-
rendah
Ada kemungkinan
Amoxicillin 1 g bid 10-14 hr
PPi bid 10-14 hr
b Clarithromycin 500 mg bid 10-14 hr memuas
kan
medium Ada kemungkinan
Metronidazole 500 mg bid 10-14 hr
PPi bid 10-14 hr
c Amoxicillin 500 mg bid 10-14 hr bagus medium Ada kemungkinan
Metronidazole 500 mg bid 10-14 hr
PPi bid 10-14 hr
d Clarithromycin 500 mg bid 14 hr bagus medium Ada kemungkinan
Amoxicillin 1 g bid 14 hr
RBC 400 mg bid 14 hr
e Clarithromycin 500 mg bid 14 hr memuas
kan
medium Ada kemungkinan
Metronidazole 500 mg bid 14 hr
RBC 400 mg bid 14 hr
f Clarithromycin 500 mg bid 14 hr memuas
kan
medium Ada kemungkinan
Tetracycline 500 mg bid 14 hr
RBC 400 mg bid 14 hr
3 Regimen 4 obat dan
bismuth
a BSS 500 mg bid 14 hr memuas
kan
Medium-
tinggi
Tidak mungkin
Metronidazole 250-500 mg
qid
14 hr
Tetrasiklin 500 mg qid 14 hr
H2RA atau PPi konvensional 14 hr
b BSS 500 mg qid 14 hr memuas
kan
Medium-
tinggi
Tidak mungkin
Metronidazole 250-500 mg
qid
14 hr
Clarithromycin 250-500 mg
qid
14 hr
H2RA atau PPi konvensional 14 hr
c BSS 500 mg qid 14 hr bagus Medium-
tinggi
Tidak mungkin
Metronidazole 250-500 mg
qid
14 hr
Amoxicillin 500 mg qid 14 hr
H2RA atau PPi 14 hr
Keterangan; PPi: Proton pump inhibitor, H2RA; H2-reseptor antagonis, RBC; ranitidine
bismuth citrate; BSS: Bismuth subsalisilat
Berikut ini regimen obat oral untuk mengobati ulkus peptikum untuk
mempertahankan kesembuhan ulkus dan alternatif pengobatan ulkus peptikum.
Tabel 6. Terapi Maintenans
No Obat Dosis (mg/dosis) Maintenans menyembuhkan ulkus
gastric atau duodenal (mg/dosis)
1 Antagonis reseptor H2
a Cimetidine 300 qid, 400 qid, 800
hs
400-800 hs
b famotidine 20 bid, 40 hs 20-40 hs
c Nizatidine 150 bid, 300 hs 150-300 hs
d Ranitidine 150 bid, 300 hs 150 – 300 hs
2 Inhibitor pompa
proton
a Omeprazole 20-40 qd 20 – 40 qd
b Lansoprazole 15-30 qd 15 -30 qd
c Rabeprazole 20 qd 20 qd
d Pantoprazole 40 qd 40 qd
e Esomeprazole 20-40 qd 20-40 qd
3 Pertahanan mukosa
a Sukralfat (g/dosis) 1 qid, 2 bid 1-2 bid atau 1 qid
Dispepsia karena NSAID secara empiris diobati dengan antagonis reseptor H2
atau inhibitor pompa proton. Jika NSAID tidak dilanjutkan, sebagian besar ulkus yang
tidak mengalami komplikasi akan sembuh dengan regimen standar dari antagonis H2
reseptor, inhibitor pompa proton atau sukralfat.
Pengobatan non farmakologi:
1. Kurangi stress, rokok dan peggunaan NSAID. Jika NSAID tidak dapat dihindari, pakai
dosis efektif minimum atau ganti dengan parasetamol jika hanya untuk analgetik
antipiretik.Dapat juga dilakukan mengganti dengan NSAID yang selektif lagi seperti
celecoxib dan refecosib
2.Menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan dyspepsia dan memperberat
symptom seperti makanan pedas, alcohol, dan cafein
Terapi farmakologi
Pasien harus mengurangi atau eliminasi stress psiklogi, merokok dan penggunaan
NSAID jika mungkin. Eradikasi direkomendasikan jika pasien positif H.pylori dengan
ulkus yang aktif atau adanya riwayat komplikasi (misal pendarahan GI). Pengobatan
diawali dengan Inhibitor pompa proton, regimen tiga obat selama 14 hari. Eradikasi jenis
ke dua regimen mengandung antibiotik yang berbeda. Terapi maintenans yang
direkomendasikan adalah antagonis H2 reseptor atau inhibitor pompa proton untuk pasien
yang resiko tinggi untuk komplikasi ulkus.
Antagonis H2 standar, inhibitor pompa proton atau sukralfat menyembuhkan
ulkus yang diinduksi NSAID jika NSAIDnya tidak dilanjutkan. Jika NSAID tidak bisa
tidak harus diberikan atau ulkus terlalu besar maka direkomendasikan inhibitor pompa
proton untuk mengobati ulkus.
Pengobatan H.Pylori
Eradikasi infeksi HP untuk mengobati ulkus dan mengurangi resiko kekambuhan
lebih kurang 10% dalam satu tahun. Istilah eradikasi didefinisikan sebagai tidak adanya
mikroba atau organisme tersebut 4 minggu setelah terapi antibiotik. Karena antibiotik,
preparat Bismuth dan inhibitor pompa proton dapat menekan infeksi maka antibiotik dan
garam bismuth harus di hentikan 4 minggu sebelum uji H.Pylori dan inhibitor pompa
proton jangan diberikan 1 minggu sebelum pengujian H.pylori. Regimen obat yang ideal
apabila laju eradikasi 100% dengan pengobatan kurang dari satu minggu.
Pemilihan regimen eradikasi H.Pylori bersifat individual dan mempertimbangkan
efikasi, tolerabilitas, potensial interaksi obat, resistensi antibiotik, biaya dan tingkat
kepatuhan. Berdasarkan pedoman penggunaan pada tabel diatas maka sebaiknya obat-
obat tersebut tidak diganti misalnya: ampisilin untuk amoksisilin, doksisiklin untuk
tetrasilkin, azithromycin untuk clarithromycin atau antagonis H2 reseptor untuk inhibitor
pompa proton. Bismuth subsalisilat dan ranitidine bismuth sitrat tidak bisa ditukar-
tempatkan. Amoksisilin harus dihindari untuk pasien yang alergi penisilin . Demikian
juga pemberian tetrasiklin harus dihindari untuk pasien anak-anak.
Regimen yang mengandung clarithromycin (500 mg tiga kali sehari) dan inhibitor
pompa proton atau ranitidine bismuth sitrat merupakan yang pertama disetujui FDA dan
dilaporkan mempunyai efikasi 70-80 %.
Regimen tiga obat yang mengandung dua antibiotik (clarithromycin dan metronidazol
atau clarithromycin dan amoxicillin) menunjukkan laju eradikasi >90%. Pemberian
obat pada pasien sebaiknya bersamaan dengan makanan kecuali inhibitor pompa proton
atau sebelum tidur (jika perlu). Inhibitor pompa proton dikonsumsi 15 menit hingga 30
menit sebelum makan.
Tingkat kepatuhan pasien akan berkurang jika pasien diberikan obat yag banyak,
frekuensi pemberian obat sering, lama pengobatan, adanya efek samping.
Penelitian saat ini mulai mencari vaksin untuk H.Pylori. Investigasi antigen H.Pylori pada
DNA.
Pengobatan yang konvensional untuk ulkus gastrik dan duodenum dengan antagonis H2
reseptor, sukralfat atau antasida memberikan kesembuhan 70%, 80%, 90% jika
pemberian 4,6,8 minggu.
Jika obat anti ulkus dihentikan, pasien H.Pylori yang positif akan menimbulkan
kekambuhan lebih kurang dalam waktu setahun.
Terapi maintenenans ditujukan untuk mempertahankan kesembuhan dan mencegah
terjadinya komplikasi (misal perdarahan) . Terapi maintenans diindikasikan untuk pasien
sering mengalami kekambuhan, riwayat perdarahan lambung, gagalnya terapi eradikasi
H.Pylori atau bagi perokok berat dan pasien yang masih meneruskan pengobatan dengan
NSAID.
Sejumlah strategi dapat digunakan untuk mencegah ulkus yang diinduksi NSAID. Cara
untuk mengurangi efek iritasi topikal NSAID adalah pemberian pra-obat (prodrug),
formula lepas lambat, produk salut enterik. Cara lain dengan pemberian obat antagonis
reseptor H2, misoprostol atau inhibitor pompa proton. Dapat juga diberikan inhibitor
COX -2 selektif yang mengurangi resiko ulkus dan komplikasi.
*Misoprostol, 200 ug empat kali sehari dapat mengirangi insiden ulkus peptikum yang
diinduksi oleh NSAID. Kombinasi antara misoprostol 200 ug dan diklofenak (50 mg
atau 75 mg) telah tersedia. Dan dapat meningkatkan kepatuhan penggunaan obat.
Penelitian “double blind” klinikal trial pada pasien rematik arthritis yang menerima
misoprostol 200 ug empat kali sehari dapat mencegah komplikasi GI.
Senyawa anti ulkus konvensional
Dosis antagonis reseptor H2 standar (misal famotidine 40 mg /hari) efektif dalam
mencegah ulkus duodenum yang diinduksi NSAID, tetapi dosis tinggi (famotidine 40 mg
dua kali sehari) diperlukan untuk mencegah ulkus gastrik.
Pemberian omeprazole 20 mg/hari, laju kekambuhan rendah daripada misoprostol
200 ugbid atau ranitidine 150 mg bid.
* Selektif inhibitor COX -2
Dua jenis obat selektif inhibitor COX-2 yaitu; celecoxib dan refocoxib tersedia di
USA. Penelitian memperlihatkan bekurangnya komplikasi GI dengan penggunaan
selektif inhibitor COX 2.
Penelitian NSAID yang mengandung Nitrit oksida pada binatang dapat
melindungi mukosa dan meningkatkan kesembuhan NSAID. Tetapi studi belum
dilakukan pada manusia jadi masih bersifat preklinik.
Gambar 5.Pengobatan ulkus peptikum secara umum
Diagnosa ulkus peptik
H Pylori +ve H pylori-ve
No NSAID history history NSAID use
Eradication therapy ulcer healing therapy
1st line 8 weeks
review 4-6 weeks
confirm ulcer healed
Resolution of symptoms ulcer healed ulcer
symptoms persist not healed
No follow-up urea breath test discontinue increase dose
Treatment or alternative
H.pylori+ve H pylori-ve
review
Eradication consider
Therapy other cause
2nd line of symptoms
Review:
4-6 weeks
resolution of symptoms
symptoms persist
no follow up consider other
causes of symptoms
Antibiotik yang digunakan infeksi H.Pylori:
1. Amoxicillin
Nama dagang : Novamoxin (Canada), Wymox (US)
Kategori terapi; Antibiotik penisilin
Sediaan generik : tersedia.
Resiko Pregnansi : B
Kontra indikasi : Bagi pasien yang hipersensitif terhadap amoksisilin, penisilin
Efek samping:
Sistem saraf pusat : demam
Deratologis: rash, Stevens-johnson syndrome, urtikaria
Endokrine& metabolit : hipoglikemia
Gastrointestinal: diare, muntah, mual
Hematologi : anemia, neutropenia, thrombocytopenia
Interaksi Obat :
Probenesid ( meningkatkan konsentrasi amoksisilin )
Alluporinol (meningkatkan frekuensi rash amoksisilin)
Mengurangi efikasi kontrasepsi oral
Stabilitas
Suspensi stabil selama 14 hari pada temperatur kamar
Farmakokinetik :
Absorpsi : oral ; cepat
Distribusi : hati, paru, prostat, otottelinga tengah dan cairan sinovial, ekskresi ke dalam
air susu
Ikatan protein:17-20 %, rendah pada neonatus
Waktu paruh : neonatus : 3,7 jam
Infants dan anak-anak: 1-2 jam
Dewasa dengan fungsi hati normal: 0,7 – 1,4 jam
Pasien dengan Clcr < 10 ml/menit : 7 – 21 jam
Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak :
Kapsul : 2 jam
Suspensi : neonatus 3 – 4,5 jam , anak-anak 1 jam
Eliminasi : ekskresi renal (80% dalam bentuk tidak berubah)
Dosis : Oral
Neonatus dan infants < 3 bulan : 20 – 30 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 12 jam
Infants > 3 bulan dan anak-anak : 25-50 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 8 jam atau
25 – 50 mg/kg/hari dosis dibagi setiap 12 jam
Dewasa : 250 – 500 mg setiap 8 jam atau 500-875 mg tablet dua kali sehari, dosis
maksimum: 2-3 g/hari.
Pemberian : Oral :
Diberikan pada saat lambung kosong atau penuh . Kocok suspensi sebelm digunakan
Bentuk sediaan yang tersedia: Kapsul sebagai trihidrat
Serbuk dalam oral suspensi sebagai trihidrat: 125 mg/5 ml, 200 mg/5 ml, 250 mg/5 ml
Serbuk untuk suspensi oral sebagai trihidrat: 50 mg/ml
Tablet salut film sebagai trihidrat: 500 mg 875 mg.
2.Clarithromycin
Nama dagang : Biaxin XL (US)
Kategori terapi; Antibiotik makrolida
Sediaan generik : tidak tersedia.
Resiko Pregnansi : C
Kontra indikasi : Bagi pasien yang hipersensitif terhadap Clarithromycin
Efek samping:
Sistem saraf pusat : sakit kepala, halusinasi
Dermatologis: pruritis, rash, Stevens-johnson syndrome, urtikaria
Gastrointestinal: diare, muntah, mual
Hematologi : meningkatkan waktu prothrombin
Hati : hiperbilirubinemia
Renal :meningkatkan BUN dan serum kreatinin
Interaksi Obat :
Cytochrome P 450 isoenzyme CYP3A3/4 substrat, CYP1A2 dan CYP3A3/4 isoenzim
inhibitor
Clarithromycin meningkatkan level serum teofilin 20%
Interaksi dengan makanan: Makanan dapat menunda kecepatan absorpsi
Stabilitas
Suspensi stabil selama 14 hari pada temperatur kamar
Farmakokinetik :
Absorpsi : oral ; cepat, makanan dapat menunda absorpsi
Distribusi : secara luas didistribusikan pada tubuh dengan konsentrasi pada jaringan
lebih tinggi daripada serum
Ikatan protein:65 hingga 70 %
Metabolisme: hati
Bioavailabilitas : 50% hingga 68%
Waktu paruh : Clarithromycin : 250 mg dosis: 3-4 jam
Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak : 1-4 jam
Eliminasi : ekskresi renal
Dosis :
Oral : 250 mg dua kali sehari atau 500 mg tiga kali sehari
Pemberian :
Oral : Diberikan pada saat lambung kosong atau penuh . dapat dicampur dengan susu,
suspensi dikocok sebelum digunakan
Bentuk sediaan yang tersedia:
Granul untuk suspensi oral: 125 mg/5 ml: 250 mg/5 ml
Tablet salut film : 250 mg, 500 mg.
3.Metronidazol
Nama dagang : Flagyl (US), Apo-Metronidazol (Canada)
Kategori terapi; Antibiotik anaerob, antiprotozoal
Sediaan generik : tersedia.
Resiko Pregnansi : B
Kontra indikasi : Bagi pasien yang hipersensitif metronidazol dan semester pertama
kehamilan
Peringatan: Memperlihatkan efek karsinogen pada rodensia
Perhatian :
Digunakan hati-hati pada pasien gangguan hati, penyakit CNS
Efek samping:
Sistem saraf pusat : sakit kepala, insomnia, halusinasi
Dermatologis: pruritis, rash
Gastrointestinal: diare, muntah, mual
Genitourinaria: warna gelap ata coklat kemerahan pada urin
Hematologi : Leukopenia, neutropenia
Interaksi Obat :
Disulfiram , fenobarbital dan Rifampin meningkatkan metabolisme metronidazol
Interaksi denga makanan ; konsentrasi puncak berkurang dantertunda apabila diberikan
dengan makanan
Stabilitas
Larutan jangan disimpan di refrigerator karena dapat menyebabkan presipitasi
Farmakokinetik :
Absorpsi : oral ; cepat
Distribusi : secara luas didistribusikan pada tubuh dengan konsentrasi pada jaringan
lebih tinggi daripada serum
Ikatan protein:<20 %
Metabolisme: 30% hingga 60 % di hati
Bioavailabilitas : 50% hingga 68%
Waktu paruh :
Neonatus : 25 – 75 jam
Anak-anak dan dewasa ; 6-12 jam
Eliminasi : ekskresi melalui urin (20%) dan feses (6 hingga 15%)
Dosis :
Oral
Infants dan anak-anak
15-20 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis selama 4 minggu
Dewasa:
250mg- 500 mg tiga kali sehari250 mg dua kali sehari atau 500 mg tiga kali sehari
Pemberian :
Oral : Diberikan pada saat lambung kosong atau boleh bersamaan dengan makanan jika
tidak enak di lambung.
Intravaginal: vaginal gel, jangan sampai diberikan ke mata
Parenteral :IV
Topikal; lapisan tipis pada kulit, jangan sampai kena mata
Informasi pada pasien:
Dapat menyebabkan urne berwarna gelap, hindari penggunaan alcohol, jangan
menggunakan alcohol lebih kurang 48 jam setelah dosis terakhir.
Bentuk sediaan yang tersedia:
Gel, topical : 0,75% (30 g)
Gel, vaginal: 0,75% (70 g)
Injeksi dalam NS : 5 mg/ml 100 ml)
Serbuk ; 500 mg
Tablet; 250 mg, 500 mg.
Zat Anti ulkus
A. Inhibitor pompa proton
Obat yang termasuk kedalam kelompok inhibitor pompa proton adalah:
1. Omeprazole
2. Esomeprazole
3. Lansoprazole
4. Rabeprazole
5. Pantoprazole
Pada kondisi asam dalam sel parietal , senyawa utama diprotonasi dan konversi menjadi
metabolit aktif yang bereaksi kovalen dengan H+/K+-ATPase (pompa proton). Ikatan
sulfhidril terbentuk nonkompetitif dan secara irreversibel menghambat aktifitas enzim.
Keseluruhan pemulihan sekresi asam setelah tidak diberikan inhibitor pompa proton
selama 3 hingga 5 hari. Karena inhibitor pompa proton (PPI) menghambat hanya
beberapa pompa proton yang secara aktif mensekresi asam, maka obat PPI sangat efektif
jika digunakan 15 menit hingga 30 menit sebelum makan.
Inhibitor pompa proton diformulasi sebagai kapsul gelatin (omeprazole,
esomeprazole, dan lansprazole) mengandung selaput enteric atau berupa tablet selaput
enteric (rabeprazole, dan pantoprazole) yang mencegah degradasi dan protoasi premature
obat dalam asam.
Semua inhibitor pompa proton (lima) yang tersedia menunjukkan laju
kesembuhan yang sama dan dapat mengobati ulkus sesuai dengan dosis yang
direkomendasikan.
Penggunaan jangka pendek(<12 minggu) efek samping semua obat PPI sama.
Karena obat PPI meningkatkan pH lambung, maka dapat mempengaruhi bioavailabilitas
pemberian obat oral seperti ketokonazole, digoksin, besi, sediaan yang tergantung pH.
Omeprazole secara selektif menghambat sitokrom P450 (CYP450) isoenzim dan
mengurangi eliminasi fenitoin, diazepam dan warfarin. Esomepra zole, lansoprazole,
rabeprazole, dan pantoprazole mempunyai potensi yang rendah untuk interaksi obat
dengan CYP.
Konsekuensi dari Hypochlorhydria
Semua inhibitor pompa proton meningkatkan konsentrasi serum gastrin akibat
efek penghambatan asam. Elevasi gastrin yang cepat biasanya kembali normal lebih
kurang satu bulan setelah obat tidak dikonsumsi. Konsekuensi dari hipergastrinemia
terjadinya efek tropik pada sel enterochromaffin (ECL) pada epitel gastric dan
berkembang menjadi tumor karsinoid lambung pada tikus betina. Pada manusia inhibitor
pompa proton yang dapat menyebabkan perubahan mukosa gastric yang dapat memandu
hyperplasia ECL tidak terdapat kejadian yang menghasilkan dysplasia, tumor karsinoid,
atau adenokarsinoma gastric dari 15 tahun penggunaan omeprazole.
Berkurangnya vit B12 telah dilaporkan pada pasien yang menerima pengobatan
yang lama (>3 tahun).
Pertumbuhan bakteri yang banyak pada lambung sebagai konsekuensi
hypochlohydria dan memandu untuk timbulnya karsinogenik senyawa N-Nitroso pada
hewan, hasilnya tidak signifikan terjadi pada manusia.
Obat antisekretori Helicobacter pylori
Gambar 6. Hipotesis gastrin karena adanya hipergastrinemia menghasilkan hyperplasia
sel enterochromaffin(ECL) pada fundus gastric.
Efek samping obat PPI meliputi:
- diare - sakit kepala
- mual - reaksi hipersensitifitas
-muntah - pusing
-konstipasi - depresi
-sakit perut - mulut kering
1.a. Omeprazole
Nama dagang : Prilosec (US)
Losec (Canada)
Kategori terapetik : inhibitor sekresi asam lambung, inhibitor pompa proton.
Hypochlorhydria
Hypergastrinemia
Efek tropik pada sel ECL
Hyperplasia sel ECL
Tumor karsinoid sel ECL
Resiko Pregnansi : C
Efek samping: Kardiovaskular : sakit dada, takikardia, bradikardia, palpasi
Sistem saraf pusat : sakit kepala, vertigo, pusing, insomnia, anxiety,
demam
Deratologis: kulit kering, rash
Endokrine& metabolit : hipoglikemia
Gastrointestinal: diare, muntah, mual, konstipasi, feses berwarna, kolon
teriritasi, anoreksia
Genitourinary: frekuensi urin
Hematologi : anemia, leukositosis, thrombocytopenia, pancytopenia,
agranulocytosis.
Hepatik : jaundice, hepatitis
Renal : Hematuria, pyuria, proteinuria, glycosuria
Respiratory: batuk, faring sakit
Interaksi Obat :
Cytochrome P450 isoenzyme CYP1A2 inducer, isoenzyme CYP2C8, CYP2C19, dan
CYP3A3/4, isoenzyme CYP2C9, CYP3A3/4, CYP2C8 dan CYP2C19. Omeprazole
menghambat metabolisme oksidatif, mengurangi absorpsi ketokonazole, itrakonazole,
ester ampisilin, meningkatkan waktu paruh (mengurangi klirens) diazepam, phenytoin,
dan warfarin, dapat meningkatkan absorpsi digoksim, mengurangi eliminasi
methotrexate
Farmakodinamik : Onset of action (awal mula kerja obat): 1 jam
Efek puncak : 2 jam
Durasi : 72 jam
Inhibisi sekresi maksimum: 4 hari
Farmakokinetik : Ikatan protein:95%
Metaboisme : first pass metabolism di hati
Bioavailabilitas : 30% hingga 40%
Waktu paruh : 0,5-1 jam
Dosis : Oral
Anak-anak : Dosis awal; 0,6-0,7 mg/kg/hari pada pagi hari
Dosis kedua 12 jam kemudian jika perlu
Range dosis efektif pada literature: 0,7 – 3,5 mg/kg/hari (Hassall, 2000).
Dewasa : Ulkus duodenal aktif: 20 mg/hari selama 4 – 8 minggu
GERD atau erosi esophagitis: 20 mg/hari selama 4 – 8 minggu
Kondisi hipersekresi patologi : awal 60 mg/hari, kemudian dosis dinaikkan
menjadi 120 mg tiga kali sehari. Dosis lebih dari 80 mg/hari harus diberikan dalam
bentuk dosis terbagi.
Untuk terapi adjunctive pada infeksi H.Pylori : 20 mg dua kali sehari atau 40
mg /hari (kombinasi dengan antibiotik)
Ulkus gastric : 40 mg/hari selama 4-8 minggu.
Pemberian : Oral : Diberikan sebelum makan, obat berupa kapsul harus ditelan
keseluruhan tidak boleh dikunyah, atau dihancurkan karena granul yang berada dalam
kapsul mempunyai salut enterik yang akan larut dalam pH basa.
Bentuk sediaan yang tersedia
Kapsul , pelepasan ditunda: 10 mg, 20 mg, 40 mg.
Pembuatan suspensi 2 mg/ml omeprazole dapat dibuat dengan cara menambahkan 100
ml 8,4 % larutan Natrium bikarbonat yang mengandung 10 kapsul omeprazole 20 mg ,
aduk selama 10 menit; hindari dari cahaya, stabil selama 14 hari pada temperatur kamar
dan 45 hari di refrigerator.
1.b. Lansoprazole
Nama dagang: Prevacid (US brand name)
Kategori terapetik : inhibitor sekresi asam lambung, inhibitor pompa proton.
Resiko Pregnansi : B
Peringatan :
Efek jangka panjang tidak diketahui, pada tikus dapat menyebabkan Hyperplasia ECF
dan karsinoid pada pemberian yang lama dan dosis tinggi (150 mg/kg/hari)
Efek samping: Kardiovaskular : angina, hipertensi, hipotensi, palpitasi
Sistem saraf pusat : sakit kepala, vertigo, pusing,
Dermatologis: kulit kering, rash
Endokrine& metabolit : hipoglikemia
Gastrointestinal: diare, muntah, mual, dispepsia, feses berwarna,
hypergastrinemia, anoreksia
. Hepatik : elevasi serum transaminase
Renal : proteinuria
Interaksi Obat :
Cytochrome P450 isoenzyme 2C19, dan CYP3A3/4. Omeprazole menghambat
metabolisme oksidatif, mengurangi absorpsi ketokonazole, itrakonazole, ester ampisilin,
Lansoprazole meningkatkan klirens teofilin.
Interaksi dengan makanan : makanan mengurangi bioavailabilitas lansoprazol sebanyak
50 %
tabilitas : lansoprazole tidak stabil pada media asam (misalnya dalam lambung) sehingga
obat yang tersedia dalam bentuk granul enteric coated dalam kapsul.
Farmakodinamik : Durasi aktivitas antisekretori > 24 jam
Farmakokinetik : Absorpsi: akan didegradasi pada pH lambung; bioavailabilitas
meningkat apabila dalam bentuk granul enteric coated 80 %
Ikatan protein:97%
Metaboisme : metabolism di hati menjadi senyawa tidak aktif, pada
media asam di sel parietal gastric di transformasi menjadi metabolit aktif sulfanilamid
T maks : 1,7 jam
Waktu paruh : 1,3 – 1,7 jam
Eliminasi 14% hingga 25 % dalam urin sebagai metabolit
Dosis :
Oral ; Anak-anak : data terbatas untuk dosis tunggal pada anak 3 bulak hingga 14 tahun :
range dosis : 0,5-1,6 mg/kg
<10 kg: 7,5 mg
10-20 kg: 15 mg
>20 kg : 30 mg
Anak-anak >12 th dan dewasa:
Ulkus duodenal: 15 sekali sehari selama 4 minggu, terapi maintenans: 15 mg sekali sehari
GERD : 15 mg sekali sehari selama 8 minggu
erosi esophagitis: 30 mg/hari selama 8 minggu
Kondisi hipersekresi patologi : awal 60 mg/hari, kemudian dosis dinaikkan
menjadi 120 mg tiga kali sehari. Dosis lebih dari 120 mg/hari harus diberikan dalam
bentuk dosis terbagi.
Untuk terapi adjunctive pada infeksi H.Pylori : 30 mg dua kali sehari selama 2
minggu (kombinasi dengan antibiotik)
Ulkus gastric : 40 mg/hari selama 4-8 minggu.
Pemberian
Oral ; Diberikan sebelum makan, tidak boleh dikunyah, atau dihancurkan karena granul
yang berada dalam kapsul mempunyai salut enterik yang akan larut dalam pH basa.
Bentuk sediaan yang tersedia:
Kapsul , pelepasan ditunda: 15 mg, 30 mg.
Pembuatan suspensi 3mg/ml lansoprazole dapat dibuat dengan cara menambahkan 100
ml 8,4 % larutan Natrium bikarbonat yang mengandung 10 kapsul omeprazole 30 mg ,
aduk selama 30 menit; hindari dari cahaya, stabil selama 8 jam pada temperatur kamar
dan 14 hari di refrigerator.
1.c. Esomeprazole
Efek samping sama dengan omeprazole
Dosis : GERD ; 40 mg sekali sehari selama 4 minggu, maintenans 20 mg/hari
1.d. Pantoprazole:
Efek samping : demam, disfungsi ginjal, meningkatnya trigliserida
Dosis: GERD ; 20 – 40 mg/hari pada pagi hari selama 4 minggu
Ulkus duodenal 40 mg/hari selama 2 minggu
1.e. Rabeprazole Na
Efek samping: stomatitis, sakit dada, batuk, rhinitis, sinusitis, anoreksia
Dosis: Ulkus Duodenal : 20 mg/hari di pagi hari selama 4 minggu
GERD : 10-20 mg /hari di pagi hari selama 4-8 minggu
Tabel 7. Perbandingan karakteristik farmakokinetika PPI
Omeprazol Lansoprazole Pantoprazole
Bioavailabilitas 65% 80% 77%
T1/2 0,7 jam 1,3 jam 1 jam
Ikatan protein 95% 97% 98%
QuickTime™ and aTIFF (Uncompressed) decompressor
are needed to see this picture.
2.Antagonis Reseptor H2
Obat yang termasuk antagonis reseptor H2 adalah:
a. Cimetidine
b. Famotidine
c. Nizatidine
d. Ranitidine
Antagonis H2 mempunyai struktur yang analog dengan histamin. Mekanisme kerjanya
secara kompetitif dan reversible berikatan dengan reseptor H2 pada sel parietal,
berkurangnya produksi Cytosolic cyclic adenosine monophosphate (c AMP) dan sekresi
histamin.
Pemberian jangka panjang dan pendek aman untuk keempat jenis Antagonis
reseptor H2 . Efek pada system saraf pusat seperti sakit kepala telah dilaporkan untuk
keempat obat anatgonis H2 reseptor. Berikut ini tabel yang membandingkan kesamaan
antara keempat antagonis H2:
Tabel 8. Perbandingan karakteristik farmakokinetik antagonis H2
No Cimetidine ranitidine Famotidine Nizatidine
1 Bioavailabilitas 60 % 50 % 43 % 98%
2 T1/2beta 2 jam 2-3 jam 3 jam 1,3 jam
3 Klirens non renal 70% 30 % IV, 70 %
oral
30 % 40 %
4 Lama kerja 5-6 jam 9-10 jam 12 jam 11 jam
Kesemuanya kecuali nizatidine mempunyai waktu paruh eliminasi rata-rata 3
jam,. Famotidine memiliki durasi kerja yang panjang. Semua obat dieliminasi melalui
ginjal. Dan dosis harus dikurangi pada pasien gagal ginjal.
Dosis obat untuk malam hari penting , karena sepanjang hari asam lambung di
buffer oleh adanya makanan tetapi pada malam hari pH intragastrik dapat turun dibawah
2 selama beberapa jam. Untuk itu pasien perlu diedukasi.
2.a Cimetidine
Nama dagang: Tagamet HB (US Brand name)
Kategori terapetik : Antagonis histamin H2, mengobati ulkus duodenum atau gastric
Sediaan generic : tersedia
Resiko pregnansi: B
Peringatan : Pemberian IV yang cepat dapat menyebabkan hipotensi atau cardiac aritmia
Efek samping:
Kardiovaskular : bradikardia, hipotensi, cardiac aritmia, takikardia
CNS : pusing, agitasi, sakit kepala, demam
Dermatologi : Rash
Endokrine dan metabolic : gynecomastia
Gastrointestinal : diare ringan , mual, muntah
Hematologi ; Neutropenia, agranulositosis, thrombocytopenia
Hati : elevasi AST dan ALT
Neuromuskular dan skeletal : Myalgia
Renal: meningkatnya serum kreatinin
Interaksi Obat : Cytochrome P-450 isoenzyme CYP1A2,
CYP2C9,CYP2C19,CYP2D6,CYP3A3/4. Cimetidin mengurangi metabolisme hepatic
obat yang dimetabolisme oleh Cytochrome P-450 yang menyebabkan berkurangnya
eliminasi lidokain, diazepam, teofilin, fenitoin, metronidazole, quinidine, propranolol,
warfarin, antasida.
Interaksi dengan makanan
membatasi makanan yang mengandung xanthine
Stabilitas
lindungi dari cahaya, simpan pada temperatur kamar, jangan di refrigerator karena dapat
terjadi presipitasi (sediaan injeksi) tetapi dapat dilarutkan lagi dengan pemanasan tanpa
terjadinya degradasi. Stabil dalam larutan nutrisi parenteral selama lebih dari 7 hari bila
terlindung dari cahaya.
Farmakokinetika
Distribusi : melintasi plasenta
Ikatan denagn protein : 13 % hingga 25%
Bioavailabilitas 60-70%
Waktu paruh: neonatus : 3,6 jam
Anak-anak : 1,4 jam
Dewasa dengan fungsi renal normal: 1-2 jam
Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak : oral : 1-2 jam
Dosis: Neonatus : oral ; IM, IV : 5-10 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 8 -12 jam.
Infants : oral , IM,IV: 10-20 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 – 12 jam
Anak-anak : Oral. IM, IV : 20-40 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam
Dewasa : Ulkus aktif: oral 300 mg 4 kali/hari a atau 400 mg dua kali sehari
Hipersekresi gastric : oral, IM,IV : 300 – 600 mg setiap 6 jam, tidak boleh lebih
dari 2,4 g/hari
GERD : oral; 800 mg dua kali sehari
Pemberian
Pemberian obat dengan makanan, jangan digabung dengan antasida
Informasi pada pasien
Hindari kopi dan aspirin
2b. Ranitidine
Nama dagang: Zantac (US), Novo-Ranidine (Canada)
Rantin
Kategori terapetik : Antagonis histamin H2, mengobati ulkus duodenum atau gastric
Sediaan generik : tersedia
Resiko pregnansi: B
Peringatan : Hati-hati diberikan pada pasien gagal hati dan ginjal
Efek samping:
Kardiovaskular : bradikardia, takikardia
CNS : pusing, sakit kepala, halusinasi, anxiety
Dermatologi : Rash
Endokrine dan metabolic : gynecomastia
Gastrointestinal : konstipasi, mual muntah, pankreatitis
Hematologi ; pankreatitis, thrombocytopenia
Hati : hepatitis
Renal: meningkatnya serum kreatinin
Interaksi Obat :,CYP2D6,CYP3A3/4 enzim inhibitor.
Stabilitas
lindungi dari cahaya,stabil selama 48 jam pada temperatur kamar, atau 30 hari jika
dibekukan dalam D5W atau NS, stabil selama 24 jam dalam larutan TPN. jangan di
refrigerator karena dapat terjadi presipitasi (sediaan injeksi) tetapi dapat dilarutkan lagi
dengan pemanasan tanpa terjadinya degradasi. Stabil dalam larutan nutrisi parenteral
selama lebih dari 7 hari bila terlindung dari cahaya.
Farmakokinetika
Distribusi : melintasi plasenta
Ikatan denagn protein : 13 % hingga 25%
Bioavailabilitas 60-70%
Waktu paruh: neonatus : 3,6 jam
Anak-anak : 1,4 jam
Dewasa dengan fungsi renal normal: 1-2 jam
Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak : oral : 1-2 jam
Dosis: Neonatus : oral ; IM, IV : 5-10 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 8 -12 jam.
Infants : oral , IM,IV: 10-20 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 – 12 jam
Anak-anak : Oral. IM, IV : 20-40 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam
Dewasa : Ulkus aktif: oral 300 mg 4 kali/hari a atau 400 mg dua kali sehari
Hipersekresi gastric : oral, IM,IV : 300 – 600 mg setiap 6 jam, tidak boleh lebih
dari 2,4 g/hari
GERD : oral; 800 mg dua kali sehari
Pemberian : dengan makanan, jangan digabung dengan antasida
Informasi pada pasien: Hindari kopi dan aspirin, dapat menyebabkan pusing
2c. Famotidine
Nama dagang: Pepcid RPD(US), Apo-Famotidine(Canada)
Kategori terapetik : Antagonis histamin H2, mengobati ulkus duodenum atau gastric
Sediaan generic : tidak tersedia
Resiko pregnansi: B
Peringatan : Hati-hati diberikan pada pasien gagal hati dan ginjal
Pepcid RPD tablet yang mengandung fenilalanin, hindari penggunaan
dengan fenil keton urea.
Efek samping:
Kardiovaskular : bradikardia, takikardia, palpitasi, hipertensi
CNS : pusing, sakit kepala, halusinasi, anxiety, vertigo
Dermatologi : jerawat, urtikaria, kulit kering
Gastrointestinal : konstipasi, mual muntah, anoreksia
Hematologi ; pancytopenia, thrombocytopenia, leukopenia
Hati : enzim hati meningkat, hepatomegaly
Renal: meningkatnya serum kreatinin, proteinuria
Interaksi Obat
mengurangi absorpsi ketokonazole, triamterene, delavirdine, itraconazole, melphalan,
cyanocobalamin, indomethacin.
Interaksi dengan makanan: Batasi makanan yang mengandung xantin
Stabilitas
lindungi dari cahaya,stabil selama 48 jam pada temperatur kamar, atau 30 hari jika
dilarutkan dalam D5W atau NS, stabil selama 48 jam pada temperatur kamar.
Farmakodinamik
Efek GI awal : 1 jam
Efek puncak : oral; 1-4 jam, IV; 30 menit- 3 jam
Durasi : 10-12 jam
Farmakokinetika
Distribusi : Vd; pada anak-anak : 2 sampai 1,5 l/kg
Dewasa : 0,94-1,33 L/kg
Ikatan dengan protein : 15 % hingga 20%
Bioavailabilitas oral 40-45%
Waktu paruh:
Anak-anak : 2,5 jam
Dewasa dengan fungsi renal normal: 3,5 jam
Eliminasi: 65% hingga 70%
Dosis: Infants dan anak-anak <16 tahun : oral IV
Ulkus peptikum: 0,5 mg/kg/hari pada waktu mau tidur atau dibagi dua kali sehari
(maksimum 40 mg/hari)
GERD : 1 mg/kg/hari dibagi dua kali sehari (maksimum 80 mg/hari)
Dewasa
Oral; ulkus duodenal dan lambung 20 mg/hari selama 4 – 8 minggu. Maksimum
40 mg/hari.
GERD : 20 mg dua kali sehari selama 6 minggu
Pemberian
dengan makanan, dan boleh bersama dengan antasida. Suspensi dikocok dahulu sebelum
digunakan selama 10-15 detik. Tablet Pepcid RPD ditaroh dibawah lidah sehingga
mengalami disintegrasi dan ditelan bersama saliva.
Parenteral : IV : dilusi pada konsentrasi maksimum 4 mg/ml
Informasi pada pasien: Hindari kopi dan aspirin, dapat menyebabkan pusing
Bentuk sediaan : gelatin kapsul 10 mg
Injeksi ; 15 mg/ml
Suspensi 40 mg/5 ml
Tablet salut film: 20 mg, 40 mg
2d. Nizatidine
Nama dagang: Axid(US), Apo-Nizatidine(Canada)
Kategori terapetik : Antagonis histamin H2, mengobati ulkus duodenum atau gastric
Sediaan generic : tersedia
Resiko pregnansi: B
Peringatan : Hati-hati diberikan pada pasien gagal ginjal
Efek samping:
Kardiovaskular : sakit dada, ventricular tachycardia
CNS : pusing, sakit kepala, insomnia, anxiety, demam
Dermatologi : rash, pruritus
Gastrointestinal : diare, mual muntah, dyspepsia, konstipasi, mulut kering
Genitourinarium : impotens
Hematologi ; anemia, thrombocytopenia, leucopenia, eosinophilia
Hati : enzim hati meningkat, jaundice, hepatitis
Respiratory: rhinitis, sinusitis, batuk, faringitis
Interaksi Obat : meningkatkan konsentrasi serum salisilat, mengurangi absorpsi
ketokonazole, delavirdine, itraconazole.
Interaksi dengan makanan: Batasi makanan yang mengandung xantin
Stabilitas : lindungi dari cahaya,stabil selama 48 jam pada temperatur kamar
Farmakokinetika
Distribusi : Vd; Dewasa : 0,8-1,5 L/kg
Ikatan denagn protein : 35 %
Bioavailabilitas oral 70%
Waktu paruh eliminasi 2,1 jam
Eliminasi: 60%
Dosis:
Infants 6 bulan dan anak-anak 11 tahun : terbatas informasi yang tersedia: 6-10
mg/kg/hari dalam dosis terbagi dua kali sehari.
Dewasa:
Ulkus duodenal: 300 mg sekali sehari pada waktu mau tidur atau 1500 mg dua kali
sehari selama 6-8 minggu
GERD, esofagitis: 150 mg dua kali sehari selama 12 minggu
H.Pylori : 300 mg dua kali sehari selama 4 minggu
Pemberian : dengan makanan,
Informasi pada pasien: Hindari kopi dan aspirin, dapat menyebabkan pusing
Bentuk sediaan :
kapsul 150 mg, 300 mg
Tablet salut film: 75 mg
3.Sukralfat
Merupakan suatu garam aluminium dari sulfat disakarida. Jika terekspos dengan asam
lambung membentuk viscous adhesive yang terikat dengan molekul protein dan
membentuk barier yang menghambat difusi ion hydrogen. Sukralfat membentuk lapisan
pelinudung dan menghambat efek pepsin, stimulasi prostaglandin endogen dan menekan
H pylori. Sukralfat tidak mempengaruhi sekresi asam. Sebagian besar obat diekskresikan
dalam bentuk tidak berubah dalam feses dan 3 hingga 5 % diekskresi dalam urin.
Sukralfat digunakan pada saat lambung kosong untuk mencegah ikatan dengan protein
dan fosfat. Efek samping yang sering terjadi adalah konstipasi pada 20% pasien, mual,
mulut kering dan pusing. Kejang dapat terjadi pada pasien dialysis yang menerima
antasida yang mengandung aluminium. Interaksi obat diminimalkan dengan memberikan
obat dua jam sebelum pemberian sukralfat.
3.1 Sukralfat
Nama dagang: Carafate(US), Apo-Sucralfate (Canada)
Kategori terapetik : zat gastrointestinal, mengobati ulkus duodenum atau gastric
Sediaan generic : tidak tersedia
Resiko pregnansi: B
Peringatan : Karena sukralfat dapat mengganggu absorpsi beberapa obat maka waktu
pemberian obat sebaiknyan dijarakkan lebih kurang dua jam sebelum atau sesudah
sukralfat.
Efek samping:
Kardiovaskular : facial edema
CNS : pusing, sakit kepala, vertigo
Dermatologi : rash, pruritus
Gastrointestinal : diare, mual muntah, dyspepsia, konstipasi, mulut kering
Neuromuskular dan skeletal : sakit punggung
Respiratory: rhinitis
Interaksi Obat
Mengurangi absorpsi obat tetrasiklin, fenitoin, quinidine, ranitidine, teofilin, gentamicin.
Maka pemberiannnya dipisah antra sukralfat dengan obat-obat diatas.
Interaksi dengan makanan
Mempengaruhi absorpsi vitamin A,D,E,K
Farmakodinamik
Mula kerja obat : 1-2 jam
Durasi lebih dari 6 jam
Farmakokinetika
Absorpsi : oral <5 %
Metabolisme : tidak dimetabolisme
Eliminasi; 90 % dalam feses
Dosis:
Anak-anak : dosis 40-80 mg/g dibagi setiap 6 jam.
Dewasa:
1 g setiap empat kali sehari selama 4-8 minggu
Pemberian
Pada saat lambung kosong, yaitu kira-kira satu jam sebelum makan dan pada waktu tidur
Jangan diberikan bersamaan dengan antasida
Bentuk sediaan :
Suspensi oral 1 g/10 ml
Tablet : 1 g
4.Prostaglandin
Misoprostol adalah prostaglandin sintetik E1 (PGE1) yang secara moderat menghambat
sekresi asam, stimulasi produksi bikarbonat dari lambung dan mukosa duodenum dan
meningkatkan pertahanan mukosa. Walaupun tidak direkomendasikan di USA, dosis 200
ug empat kali sehari atau 400 ug dua kali sehari mengobati ulkus duodenal dan gastric
dibandingkan dengan dosis standar antagonis reseptor H2 .
Efek samping yang sering terjadi adalah diare, mual, pusing. Obat ini dgunakan
bersamaan dengan makanan atau sesudah makan dan pada waktu tidur untuk
meminimalkan diare. Antasida dapt digunakan bersama dengan misoprostol jika
diperlukan. Obat ini kontraindikasi pada wanita hamil.
5.Preparat bismuth
Sebagian besar penggunaan garam Bi di amerika adalah bismuth subsalisilat (Peptp
Bismol) dan ranitidine bismuth sitrat. Bismuth subsalisilat merupakan suatu komplek
yang tidak larut, pH dibawah 3,5 bereaksi dengan asam membentuk bismuth oksida dan
asam salisilat. Pada kolon bismuth oksida bereaksi dengan hydrogen sulfida membentuk
bismuth sulfida yang dapat menyebabkan feses hitam.
Mekanisme yang dapat menyebabkan kesembuhan meliputi efek gastroprotektif,
stimulasi endogen PGs, menekan H.Pylori. Insufisiensi renal dapat mengurangi eliminasi
bismut. Jadi pasien usia lanjut dan gagal ginjal harus secara hati-hati memberikan
preparat bismuth. Bismuth subsalisilat dapat mrnyebabkan sensitifitas salisilat atau
perdarahan dan harus hati-hati diberikan pada pasien yang menerima terapi salisilat.
Pasien juga harus diberitahukan bahwa garambismuth dapat menyebabkan feses menjadi
hitam.
6. Antasida
Antasida menetralkan asam lambung, pepsin menjadi in aktif dan mengikat garam
empedu. Antasida yang mengandung aluminium juga dapat menekan H.pyloridan
meningkatkan pertahanan mukosa. Jika diberikan pada saat lambung kosong, efek
netralisasi antasida selama 15 menit hingga 30 menit. Jika diberikan 1 jam sesudah
makan, maka makanan bekerja sebagai buffer lebih kurang satu jam.
Efek netralisasi magnesium hydroksida lebih lama dari Natrium Bikarbonat atau kalsium
karbonat. Efek magnesium oksida dan magnesium karbonat sama dengan magnesium
hidroksida. Aluminium fosfat mempunyai aktifitas antasida yang rendah. Magaldrate
(hidroksi magnesium aluminat) ditransformasikan menjadi magnesium da aluminium
dalam asam lambung. Garam magnesium (Mg) dapat menyebabkan diare osmotic
sedangkan garam aluminium menyebabkan konstipasi. Antasida Mg tidak oleh diberikan
pada pasien dengan kreatinin klirens kurang dari 30 ml/menit, dikarenakan ekskresi Mg
yang melalu ginjal menjadi terganggu.
Tabel 9. Efek samping Obat-obat anti ulkus
No Obat Efek samping
Yang Umum
Efek samping
Yang jarang
1 Cimetidine pusing Sakit kepala
2 Ranitidine fatigue Disfungsi ginjal
3 Famotidine rash Gangguan darah,)
4 Nizatidine bradikardi, bingung,
ginecomastia
(cimetidine),
interstitial nephritis
(cimetidine
5 Omeprazole diare fotosensitifitas
6 Lansoprazole Sakit kepala Angiodema
7 Pantoprazole Mual, konstipasi,
pusing, sakit perut
Gangguan rasa,
leucopenia, disfungi
renal, alocopecia,
Myalgia
8 Sukralfat konstipasi Mual, mulut kering,
pusing, sakit kepala
9 Kelat bismut Lidah gelap, wajah
menghitam
mual
10 Misoprostol Diare, sakit perut,
gangguan menstruasi
Tabel 10. Contoh interaksi obat anti ulkus dengan obat lain
No Obat Interaksi Efek Mekanisme
1 Cimetidine B. Bloker Efek Klirens
Ca canel bloker efek klirens
Benzodiazepin Efek Klirens
Imipramin Efek Klirens
Fenitoin Efek Klirens
Teofilin Efek Klirens
Warfarin e efek Klirens
2 Ranitidine Teofilin Efek Klirens
3 Famotidine Tidak ada laporan klinik Efek Klirens
4 Nizatidine
5 Omeprazole Metotreksat Efek Klirens
Fenitoin Efek Klirens
Benzodiazepin Efek Klirens
Warfarin efek Klirens
6 Lansoprazole Tidak ada laporon
7 Pantoprazole Data terbatas
8 Kelat bismut Tetrasiklin Efek Absorpsi
9 Sukralfat Warfarin Efek Absorpsi
Fenitoin Efek Absorpsi
Tiroksin Efek Absorpsi
Tetrasiklin Efek Absorpsi
10 Antasida Tetrasiklin Efek absorpsi
Evaluasi hasil
1.Hilangnya gejala ulcer dan terbebas dari efek yang tidak diinginkan dari obat
2.Gejala yang tetap atau kambuh setelah beberapa minggu terapi menunjukkan
adanya kegagalan terapi atau salah diagnosa sperti adanya penyakit gastroesophageal
refluk
3. Perlu dilakukan monitor tanda atau gejala perdarahan, obstruksi, penetrasi, atau
perforasi
4. Uji endoskopi untuk mengetahui kondisi penyakit, dan komplikasi
Kesimpulan
Penemuan Helicobacter Pylori menyebabkan perubahan tentang bagaimana pengobatan
ulkus peptikum secara dramatis. Isu yag penting mengenai metode tarnsmisi, virulens dan
patogenesis. Penggunaan NSAID yang luas dan komplikasi GI dapat terjadi khususnya
pada orang dewasa.
Terapi tambahan dengan misoprostol atau inhibitor pompa proton mengurangi kejadian
GI yang diinduksi NSAID.
Efektifitas biaya dapat diukur dan dibandingkan dengan COX-2inhibitor. Farmasis
berperan penting untuk keberhasilan pengobatan ulkus peptikum.
Prinsip Farmakoterapi
1.Pasien dengan ulkus peptikum hendaknya mengurangi stress psikologi, merokok dan
penggunaan NSAID
2. Eradakasi di rekomendasikan untuk semua pasien yang positif H.Pylori
3. Pemilihan regimen eradikasi H.Pylori didasarkan pada efikasi, keamaman, resitensi
antibiotik, biaya dan kepatuhan
4. Pengobatan dengan antiulkus (antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton,
sukralfat) merupakan alternatif untuk eradikasi H Pylori
5. Terapi maintenans dengan antagonis reseptor H2 dosis rendah atau inhibitor pompa
proton hanya diindiakasikan untuk pasien resiko tinggi eradikasi H.Pylori gagal.
6. Sebaiknya diberikan edukasi pada pasien dengan ulkus peptikum khususnya yang
menerima eradikasi H Pylori atau terapi tambahan misoprostol sehingga terapi menjadi
berhasil.
G. STUDI KASUS
1. Kasus 1
Tn MP usia 60 tahun, merokok 20 batang sehari, telah memperoleh terapi eradikasi
H.Pylori untuk ulkus duodenum 12 bulan yang lalu. Setelah pengobatan tidak ada
keluhan, tetapi 6 bulan yang lalu mengalami sakit pada perut. Uji (14C) urea breath
positif. Kadar hemoglobinnya 14,2 g/dl dan mean cell volume (MCV) sama dengan 102 fl
Pertanyaan:
1. Evaluasi apa saja yang diperlukan?
2. Pengobatan apa yang sebaiknya direkomendasikan pada Tn MP?
2.Kasus 2
Ny BT berusia 72 tahun dengann osteoarthritis pada lututnya, memakan piroksikam 20
mg setiap hari selama 2 tahun. Ny BT dibawa ke rumah sakit karena muntah-muntah dan
feses berdarah. Tidak ada rasa sakit pada perut. Pemeriksaan dengan endoskopi
menunjukkan hasil yang negatif terhadap H.Pylori. Pemeriksaan darah menunjukkan
anemia.
Pertanyaan:
1. Bagaimanakah strategi pengobatan yang direkomendasikan terhadap Ny BT
2. Diskusikan pilihan terapi terbaik intuk osteoartritisnya!
3.Kasus 3
Ny Atun berusia 40 tahun mengalami merasa sakit pada epigastrum lebih dari 2 bulan
dan merasa lemah 2 minggu ini. Rasa sakit meningkat pada malam hari dan diantara
waktu makan. Pasien menggunakan antasida untuk mengurangi rasa sakit. Dan kemudian
mengalami konstipasi selama satu minggu. Pasien tidak mempunyai riwayat ulkus
peptikum dan perdarahan lambung, anoreksia, mual, muntah, dan berat badanya turun.
PMH
HTN x 6 tahun
Hypotiroids x 8 tahun
DM tipe 2 x 9 tahun
Sakit punggung
FH
Ayahnya meninggal karena kanker kolon usia 75 tahun dan ibunya meninggal usia 62
tahun Karena MI.
SH
Pekerjaan sebagai guru SD, mempunyai suami dan satu anak perempuan. Dia merokok
satu kotak sehari
Meds
Procardia XL 30 mg po satu kali sehari
Synthroid 100 mcg po satu kali sehari
DiaBeta 5 mg po satu kali sehari
Aspirin dua tablet prn sakit punggung
All
NKDA
Abd
Normal suara usus besar, ukuran hati normal, tidak ada splenomegali
Labs
Na 139 mEq/L Hgb 10,2 g/dL ca 9,2 mg/dL
K 3,9 mEq/L Hct 29% Mg 2,0 mEq/L
Cl 98 mEq/L Plt 230 x 103/mm3 Phos 4,0 mg/dL
CO2 26 mEq/L WBC 6,5 x 103 /mm3 Alb 4,0 g/dL
BUN 10 mg/dl MCV 74 um3 TSH 2,0 uIU/mL
Scr 1,0 mg/dL Retic 0,3% Tot T,RIA 8,0 mcg/dl
FBG 89 mg/dL Fe 49 mcg/dL Free T 1,8 ng/dL
Pertanyaan
1. jelaskan permasalahan terapi obat pada pasien Ny Atun
2. Informasi yang bagaimana (tanda, gejala, data laboratorium) yang
menunjukkan gejala penyakit ulkus peptikum
4.Kasus 4
Tn C usia 34 tahun , menderita sakit perut, berat badan turun, mual. Pasien telah
menggunakan ranitidine tetapi tidak ada perbaikan. Setelah dilakukan endoskopi terlihat
adanya ulkus pada antrum lambung. Adanya limfoma non-Hodgkin tingkat rendah.
Konsntrasi hemoglobinnya 10,1 g/dL dengan MCV 72 fl.
Pertanyaan:
1. Pengobatan apa yang cocok untuk Tn C?
2. Apa saja informasi yang harus diketahui tentang pasien ini?
Kepustakaan:
1. DiPiro JT et all., Pharmacotherapy a pathophysiologic approach., Mc Graw Hill
USA. P 603-623.,2002.
2. William MP, Pounder RE. Helycobacter Pylori: from the benign to the malignant.
Am J Gastroenterol 1999;94 (Suppl): S 11-116.
3. Hawkey CJ. Nonsteroidal anti-inflammatory drug gastropathy. Gastroenterology
2000;119:521-535
4. Pediatric dosage handbook.,American Pharmaceutical Association.,2001-2002.
5. Walker R.,Edward C., Clinical pharmacy and therapeutics.,Churchill
Livingstone.,133-169.1999.
6. Schwinghammer TL.,Pharmacotheraphy casebook:A Patien –focused
approach.,p.99-106. Mc Graw Hill.,2005.
BAB VII
ANTI REFLUKS GASTROESOFAGUS (GERD)
Saluran gastrointestinal terdiri dari organ dan jaringan yang mempunyai perbedaan
bentuk dan fungsi. Meliputi:
- esophagus
- lambung
- usus halus
- usus besar
- kolon
- rektum
- saluran empedu
- kandung kemih
- hati
- pankreas
Walaupun makin canggihnya teknologi untuk diagnosis penyakit ini, tetapi tetap
penting diketahui riwayat pasien, dan pengujian fisik (physical examination). Jadi
kombinasi antara riwayat pasien, physical examination dan prosedur diagnostik
merupakan prosedur yang essensial dalam evaluasi gangguan gastrointestinal.
Gejala disfungsi gastrointestinal
Ada berbagai variasi simtom dari disfungsi gastrointestinal. Umumnya simtom
gastrointestinal meliputi;
- rasa panas dalam perut
- sakit perut
- dyspepsia
- mual (nausea)
- muntah (vomiting)
- diare
- konstipasi
- perdarahan gastrointestinal
gejala juga dapat berupa; malabsorpsi
hepatitis
infeksi gastrointestinal (GI)
Berikut ini beberapa metoda untuk menilai pasien dengan keluhan
Gastrointestinal;
1. Riwayat Pasien
riwayat pasien yang komprehensif penting dalam evaluasi pasien dengan keluhan
pencernaan.
- Detail yang jelas
- Kronologi kejadian permasalahan pasien meliputi; keluhan awal (onset of the
problem), memberikan informasi penting yang membantu diagnosa.
- Data yang mendukung pengobatan keluhan gastrointestinal misalnya;
- apakah pasien alkoholik? (penyakit liver, varises esofagus, pankreatitis)
-apakah pasien mempunyai aterosklerosis berat? (ischemia mesenteric)
-apakah pasien immunosupresi (infeksi oportunistik)
-juga perlu diketahui diagnosis diferensial dalam identifikasi faktor yang
memperburuk gejala.
- Menanyakan pertanyaan yang berpotensi kemungkinan etiologi meliputi :
struktur penyakit, malignansi, infeksi, fakor psikososial, faktor diet dan penyakit
yang berhubungan dengan perjalanan.
- Melengkapi pertanyaan yang meliputi; pengobatan sebelumnya, dan riwayat
keluarga meliputi; penyakit, bedah, trauma, dan kebiasaan. Karena banyaknya
obat yang dapat menyebabkan kerusakan GI, riwayat penggunaan obat oleh
pasien merupakan hal penting.
Tabel 1. Obat-obat yang dapat menyebabkan kerusakan gastrointestinal
Kerusakan Mukosa Jaundice Kerusakan hati pankreatitis
Aspirin Acetohexamide Acetaminophen Azathioprine
Bisophosphonates Androgens Allupurinol Corticosteroid
Chemotherapeutic agent
Chlorpropamide Aminnosalicylic
acid
Estrogens
corticosteroid Corticosteroids dapsone Ethacrynic acid
Ethacrynic acid Erytromycin Erythromycine Ethanol
Ethanol Estrogens Ethanol Furosemide
Gentian violet Ethanol Glyburide Metronidazole
Isoproterenol Gold salts Isoniazid Opiates
Nonsteroid Anti
inflammatory agenst
Nirofurantoin Ketoconazole Sulindac
Pancrease
supplementation
Phenotiazines Methotrexate Sulfonamide
Potassium chloride Warfarin Metildopa Tetracycline
reserpine Monoamine oxidase
inhibitor
Thiazides
Warfarin Niacin
Nifedipine
Nitrofurantion
Phenytoin
Propylthiouracil
Pyridium
Rifampin
Salicylates
Sulfonamides
Tetracycline
Verapamil
Warfarin
Zidovudine
2. Uji Fisik
Secara klasik inspeksi meliputi; auskultasi perkusi, dan palpasi.
Inspeksi abdomen meliputi; hernia, peristaltis.
- fokus auskultasi pada analisis suara usus besar
- Perkusi meliputi deteksi tympani, mengukur viseral organ dan deteksi
ascites
- Palpasi mengidentifikasi kekerasan, keregasans, hernia
3. Uji Laboratorium dan mikrobiologi
Uji laboratorium dan mikrobiologi dapat digunakan untuk;
- fungsi organ
- skren untuk gangguan GI
- evaluasi efektifitas terapi
Untuk mendapatkan diagnosis yang akurat perlu diketahui cairan pasien, status
elektrolit, status nutrisi dan fungsi organ abdominal. Serum kreatinin (SCr ), dan BUN
(blood urea nitrogen) digunakan untuk mengukur status hidrasi indikator untuk fungsi
renal. Peningkatan dalam Scr dan BUN kemungkinan indikasi disfungsi renal atau
dehidrasi dan perdarahan dari Saluran gastrointestinal.
Kadar albumin dapat digunakan untuk menilai nutrisi pasien, status hidrasi dan
informasi fungsi hati dan ginjal. Khususnya kadar albumin yang rendah mengindikasikan
malnutrisi, disfungsi hati, sindrom nephrotik, dan kehilangan protein (entheropathies)
seperti Chron’s disease dan ulcerative colitis.
Pengukuran serum; Na, Cl, K berguna untuk menentukan abnormalitas elektrolit
berhubungan dengan penyakit diare.
Menghitung darah komplit membantu memberikan informasi yang berhubungan dengan
infeksi, malignansi, penekanan sumsum, anemia dan hilangnya darah.
Pengujian darah yang spesifik digunakan sebagai skrining untuk gangguan
gastrointestinal. Misalnya mengukur peningkatan serum aspartat transaminase(AST) dan
alanin transaminase (ALT) pada sebagian besar penyakit liver. Serum alkaline
phosphatase dan bilirubin meningkat pada gangguan hepatobiliary.
Karena waktu prothrombin dihubungkan dengan sintesis hepatosit dari faktor
pembekuan vitamin K merupakan pengukuran yang secara tidak langsung mengenai
fungsi hati. Jika mengevaluasi pasien yang pankreatitis, maka mengukur serum dan urin ,
amilase dan lipase adalah penting karena beberapa diantaranya akan meningkat pada
sebagian besar pasien dengan pankreatitis akut.
Pengujian mikrobiologi berguna dalam mengevaluasi pasien dengan diare, sakit
perut dan suspek infeksi GI. Berguna untuk deteksi bakteri dan parasit. Bakteri patogen
penyebab infeksi dan enteritis meliputi Shigella, Salmonella, E.Coli, dan Yersinia. Virus
seperti Cytomegalovirus khususnya pasien AIDS.
Parasit seperti Entamoeba histolytica dan Giardia lambia, Helicobacter pylori merupakan
salah satu fakor penyebab penyakit ulkus peptikum dan gastritis. Indetifikasi H pylory
penting dilakukan pada pasien yang mempunyai pengalaman dyspepsia.
Uji serologic dan saliva dapat mendeterminasi keberadaan antibody H Pylori pada pasien
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi GERD, tipikal, atipikal, dan keluhan/gejala
penyakit
2. Mengetahui diagnosa dan evaluasi GERD
3. Mahasiswa dapat menjelaskan pendekatan farmakologi dan non farmakologi pada
pengobatan GERD
4. Mengetahui pengobatan GERD ang efektif, aman, dan biaya yang ekonomis
5. Mahasiswa dapat menjelaskan terapi maintenans GERD
A. Defenisi:
GERD merupakan suatu keadaan kondisi klinik atau alterasi histologi yang
menghasilkan episode refluks esophagus.
Refluks Gastroesophagus menyebabkan terjadinya perpindahan kandungan lambung dari
lambung menuju esophagus.
Jika esophagus terpapar material lambung dalam waktu yang relatif lama, maka akan
terjadi inflamasi pada esophagus. Pada banyak kasus dapat terjadi meingkatnya erosi
esophagus. Refluk gastroesofagus dihubungkan dengan penyakit di organ lain selain
esophagus yaitu paru-paru.
B. Epidemiologi
Mortalitas yang dihubungkan dengan GERD sangat rendah (1 meninggal per
100.000), tetapi dapat mempengaruhi kualitas hidup dan mempunyai dampak besar pada
ulks duodenum, hipertensi yang tidak diobati, CHF ringan, angina, menopause,
Banyak diderita oleh orang tua dan anak-anak.
Prevalensi tertinggi di eropa. Prevalensi meningkat pada orang dewasa berumur
lebih dari 40 tahun. Tetapi prevalensi dan insidensi yang sebenarnya sulit diketahui ,
dikarenakan:;
1. Sebagian besar pasien tidak berobat
2. Simtom tidak selalu ada korelasinya dengan beratnya penyakit
3. Tidak ada defenisi standar atau universal gold standard terhadap metoda
diagnosis penyakit ini
Rata-rata 10% masyarakat Amerika menderita rasa panas dalam perut setiap hari dan
lebih dari satu per tiga (1/3) mempunyai gejala intermittent.
Menariknya 46 %dengan GERD ringan dapat sembuh dengan pengobatan sendiri
(self medication), dan 31% menunujukkan perbaikan tetapi indikasi proses benign pada
pasien dengan simtom minimal.
C. Patofisiologi
Kunci utama perkembangan GERD adalah perpindahan asam atau material berbahaya
dari lambung menuju esophagus. Pada pasien GERD ,persoalan bukan karena produksi
asam yang banyak, tetapi bahwa asam yang diproduksi berkontak dengan mukosa
esophageal dalam waktu yang lama. Klirens yang lama dari esophageal pada sebagian
besar pasien dengan refluks gastroesophagus.
Pada banyak kasus gastroesophagus disebabkan karena berkurangnya tekanan sphincter
esophagus bawah. Kurangnya Tekanan sphincter gastroesofagus berhubungan dengan :
b. relaksasi sfinkter esophagus bawah secara “transient “spontan
c. tekanan intraabdominal “transient “meningkat
d. Lemahnya sfinkter esophagus bawah
Perkembangan GERD tergantung juga pada fakor anatomi, resistensi mukosa dan
pengosongan lambung. Faktor agresif yang promosi kerusakan esophagus adalah; asam
lambung, pepsin, asam empedu, dan enzim pankreas.
Jadi komposisi dan volume refluks merupakan faktor agresif yang penting.
GERD dapat menyebabkan perdarahan gastroesophagus.
GERD ringan dapat diatasi dengan merubah gaya hidup, antasida dan OTC ;antagonis
reseptor H2(histamin)
Tekanan sfinker esofagus bawah
Esofagus dibatasi pada kedua ujungnya dengan suatu sfinkter. Disebelah atas
esophagus dibatasi dari farinks oleh sfinkter atas atau sfinkter krikofaringeus, yang
mencegah masuknya udara ke esophagus pada waktu menarik napas. Sfinkter bawah
(lower esophageal sphincter = LES) menghalangi refluks cairan lambung. Sfinkter ini
melemas pada waktu menelan, regurgitasi, bersendawa dan muntah. Sfinkter esophagus
bawah adalah suatu zona manometrik tekanan rileks yang tinggi.
Sfinkter secara normal adalah suatu tonik yang mencegah refluks material dari
lambung, tetapi rileks pada saat pengunyahan yang melewatkan makanan menuju
lambung. Pasien dengan penyakit gastroesofagus yang berat mempunyai tekanan sfinkter
gastroesofagus dibawah 5 mm Hg. Ada tiga (3) tingkatan mekanisme yang mengurangi
tekanan sfinkter esophagus bawah yang dapat menyebabkan refluks gastroesofagus.
Pertama dan yang paling penting adalah refluks dapat terjadi karena terjadinya relaksasi
sfinkter esophagus bawah transient spontan yang tidak berhubungan dengan
pengunyahan. Walaupun mekanisme yang sebenarnya tidak diketahui, distensi esofagus,
muntah, bersendawa dan muntah-muntah semuanya ini dapat menyebabkan relaksasi
sfinkter esophagus bawah.
Kedua refluks disebabkan oleh karena meningkatnya tekanan intra-abdominal
(stress refluks). Meningkatnya tekanan intra-abdominal antara lain terjadi selama
ketegangan yang berlebihan, kejang batuk, makanan. Ketiga sfinkter esophagus bawah
dapat menjadi atonik sehingga menyebabkan bebasnya refluks.
Pada tabel dibawah ini faktor yang mempengaruhi tekanan sfinkter esophagus
bawah. Kehamilan dan skleroderma merupakan kondisi umum refluks. Ada beberapa
teori meningkatnya insiden rasa panas dalam perut selama kehamilan, yaitu dikarenakan
efek hormon pada otot esophagus sfinkter bawah, dan faktor fisik (meningkatnya tekanan
intra abdominal) hasil dari membesarnya uterus. Berkurangnya tekanan sfinkter
esophagus bawah tidak selalu dihubungkan karena refluks gastroesofagus. Jadi orang
yang berkurang tekanan sfinkter dan refluks tidak selalu berkembang menjadi GERD.
Mekanisme pertahanan natural (faktor anatomi klirens esophagus, resistensi mukosal
dan faktor gastrik ) dapat menjelaskan fenomena ini.
Lebih kurang 50% pasien GERD dengan esofagitis mempunyai waktu klirens
yang lebih lama. Beratnya kerusakan yang dihasilkan karena refluks esophagus
tergantung pada lamanya kontak antara isi gastrik dan mukosa esophagus. Proses
pengunyahan mempunyai kontribusi terhadap klirens esophagus dengan meningkatnya
aliran saliva. Saliva mengandung bikarbonat yang bersifat buffer material gastrik pada
permukaan esophagus. Produksi saliva berkurang dengan meningkatnya umur sehingga
menyulitkan untuk mempertahankan pH intraesofagus yang netral.
Komposisi dan volume dari refluksat merupakan faktor agresif dalam
menentukan konsekuensi refluks gastroesofagus. Pada binatang asam mempunyai dua
efek primer jika refluksat menuju esophagus. Pertama jika pH refluksat kurang dari 2,
esofagitis dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein. Pepsin diaktifkan pada pH
ini dan dapat menyebabkan esofagitis
Penundaan pengosongan lambung mempuyai kontribusi terhadap refluks
gastroesofagus. Meningkatnya volume lambung dapat meningkatkan frekuensi refluks
dan jumlah cairan lambung yang direfluks .Faktor yang dapat meningkatkan volume
lambung dan atau bekurangnya pengosongan lambung antara lain karena merokok dan
makanan tinggi lemak.
Tabel 2. Makanan dan obat yang memperburuk gejala GERD
Berkurangnya tekanan sfinkter esofagus bawah Iritasi langsung pada mukosa esofagusl
Makanan;- karminatif (peppermint, spearmint)
- coklat
- kopi,kola, teh
- makanan berlemak
Makanan; - orange juice
- tomato juice
- coffee
Adaptasi dari Weinberg DS, Kadish SL. The Diagnosis and management of gastroesophageal reflux
disease. Med Clin North Am 1996;80(2):411-429
Yang memegang peran penting dalam hal timbulnya refluk gastritis ialah perbandingan
antara tekanan dalam sphincter esophagus dan tekanan dalam lambung (gradient). Untuk
mencegah masuknya cairan lambung ke dalam esophagus, tekanan dalam sphincter
esophagus harus lebih tinggi dari pada tekanan intragastrik. Berdasarkan penelitian
tekanan dalam sfinkter harus minimal 3 mm Hg lebih tinggi daripada tekanan
intragastrik. Bila gradient ini kurang dari 3 mm Hg akan terjadi refluks ke esophagus.
Penurunan gradient dapat disebabkan karena tekanan intragastrik meninggi atau tekanan
dalam sfinkter esofagus menurun.
D. Diagnosis
Pasien dengan GERD dapat memperlihatkan gejala sebagai berikut; a) tipikal,
b)atipikal atau c)komplikasi. Simtom atipikal meliputi asma nonalergi, batuk kronik,
suara serak, faringitis dan sakit dada yang menyerupai angina. Lebih kurang 50% pasien
dengan sakit dada dan ECG normal menderita GERD. Demikian juga 53% pasien asma
menderita GERD. Pasien asma yang tidak responsif terhadap pengobatan standar perlu
dievaluasi adanya kemungkinan GERD sebagai penyebabnya. Pasien GERD yang tidak
diobati dapat terjadi komplikasi, dysfagia atau odynophagia, dan faktor resiko
adenokarsinoma esophagus.
OBat; - antikolinergik
- barbiturat
- benzodiazepin
- caffeine
- Dihydropyridine calcium
Channel blocker
- Dopamin
- Estrogen
- Ethanol
Obat : Aspirin
NSAID
Quinidine
Diagnosis yang berperan dalam refluks gastroesofagus dengan mengetahui
riwayat klinik pasien. Pasien dengan GERD ringan memperlihatkan gejala berikut;
heartburn (Pirosis) adalah nyeri esophagus yang sifatnya membakar, mencekam, atau
mengiris dan umumnya timbul dibelakang ujung bawah tulang dada. Regurgitasi
merupakan istilah yang menunjukkan munculnya isi lambung di mulut tanpa
mengeluarkan tenaga.
Pasien dengan GERD berat memperlihatkan gejala berikut; sakit dada, batuk
kronik , suara serak, asma. Uji diagnostik dilakukan antara lain; a) pasien yang tidak
berespon terhadap terapi empirik, b) pasien dengan gejala komplikasi, c) pasien dengan
resiko Barrett’s esophagus dan d) pasien yang memerlukan pengobatan lebih lanjut.
Pasien dengan gejala atipikal (sakit dada, batuk kronik, suara serak, asma) harus
dievaluasi pertama kali. Jika kardiak dan respiratori normal, maka telaah esofagus
diperlukan untuk memastikan diagnosis refluks gastroesofagus.
Pasien yang mendapatkan pengobatan GERD jangka panjang harus di endoskopi
terlebih dahulu. Dibawah ini tabel klasifikasi endoskopi.
Tabel 3. Klasifikasi endoskopi dari esofagitis
Grade 0 Mukosa esophagus normal
Grade 1 Eritema, edema,
Grade 2 Erosi gastroesofagus
Grade 3 Ulserasi permukaan tanpa stenosis
Grade 4 Komplikasi; ulserasi, erosi,penyempitan
Uji pH dapat dilakukan untuk test GERD. Monitor pH dapat dilakukan dengan
menggunakan elektroda kecil intranasal dan ditempatkan 5 cm diatas sfinkter esophagus
bawah.
Uji omeprazole dapat dilakukan untuk diagnosis GERD. Secara empirik dapat
digunakan dosis standar atau ganda omeprazole. Diagnosis dengan cara ini tidak terlalu
mahal. Permasalahan dengan uji omeprazole meliputi kurangnya standar regimen dosis
dan durasi dari pengujian tersebut.
E. Pengobatan
Tujuan Pengobatan GERD dapat dikelompokkan sebagai beikut;
a. Umum:
1. Eliminasi keluhan pasien
2. Mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi reflux gastroesofagus
3. Meningkatkan penyembuhan kerusakan mukosa
4. Mencegah terjadinya komplikasi
b. Spesifik :
1. Meningkatkan tekanan sfinkter esophagus bawah
2. Mempertinggi klirens asam esofagus
3. Meningkatkan pengosongan lambung
4. Proteksi mukosa esofagus
5. Mengurangi keasaman refluxate
6. Mengurangi volume gastrik
Pengobatan GERD dapat dikategorikan sebagai berikut;
Fase I : perubahan gaya hidup dan terapi dengan antasida dan atau antagonis reseptor
H2 OTC, jika tidak ada perbaikan maka dilanjukan ke tahap selanjutnya; fase 2
Fase II : dosis standar atau tinggi antisekretori
Fase III : bedah atau surgical intervention
Pasien GERD sedang : dimulai dengan inhibitor pompa proton (proton pump
inhibitor =PPI ) sekali atau dua kali sehari. Simtom ringan : antasida, antagonis
reseptor H2.
Tabel 4 .Manajemen Terapi
Fase 1 Fase II Fase III
Rekomendasi
pengobatan
A. merubah gaya hidup
+
B.Antasida dan atau
C.dosis rendah OTC antagonis
reseptor H2;bid
-cimetidine 200mg ,
A.
+
B. Antagonis reseptor H2 selama
6 – 12 minggu
- cimetidine 400mg bid,
Anti reluks
`surgery
-famotidine 10 mg,
-nizatidine 75 mg,
-ranitidine 75 mg
jika OTC tidak ada perbaikan,
lanjutkan dgn fase II
-famotidine 20 mg, bid
-nizatidine 150 mg bid
-ranitidine 150 mg bid
atau
B. Proton pump inhibitor (PPI)
selama 4 – 8 minggu:
- Esomeprazole 20 mg qd
-Lansoprazole 15-30 mg qd
-Omeprazole 20 mg qd
- Pantoprazole 40 mg qd
-Rabeprazole 20 mg qd
A.PPI ;8-16 mg
atau
B.dosis tinggi antagonis
reseptor H2
E.1.Pengobatan Non Farmakologi:
- Tempat tidur bagian kepala harus ditinggikan lebih kurang 60 cm dengan
memasang balok dibawah kaki tempat tidur. Bila tempat tidur bagian
kepala tidak dinaikkan tetapi hanya dengan menambah bantal sajadibawah
kepala penderita, amka bagian atas perut akan tertekan , sehingga tekanan
intragastrik meninggi yang dapat menimbulkan refluks asam lambung ke
esophagus. Meninggikan posisi kepala pada saat tidur (meningkatkan
klirens esophageal)
- Merubah pola makan; menghindari makanan yang megurangi tekanan
sfinkter esofagus (coklat, alkohol, lemak, peppermint )
Menghindari makanan yang dapat mengiritasi langsung mukosa esofagus:
kopi, orange juice
Hindari makan sebelum tidur ; 3 jam sebelum tidur (mengurangi volume
gastrik)
- Berhenti merokok (mengurangi relaksasi spontan sfinkter esofagus)
- Tidak minum minuman yang mengandung alkohol
- Menghindari menggunakan pakaian yang ketat
- Jika memungkinkan tidak meneruskan menggunakan obat yang
meningkatkan refluks ( seperti Ca channel blocker beta blocker, nitrates,
theophylline)
- Meminum air sebanyak-banyaknya pada saat mengkonsumsi obat yang
mengiritasi secara langsung mukosa esofagus.
- Mengurangi berat badan bagi pasien yang gemuk, dimana gejala GERD
2,8 kali lebih tinggi pada pasien yang gemuk diandingkan dengan yang
tidak gemuk.
Klirens esofagus resistensi mukosa esofagus
Bethanecol alginic acid
Cisapride sucralfate
Tekanan LES: - Bethanecol, cisapride, metoclopramide
Pengosongan lambung
Metoclopramide
Cisapride asam lambung: Antasida , Antagonis H2 reseptor, PPI
Gambar 1. intervensi terapi GERD
E.2. Terapi Farmakologi:
a. Antasida
Antasida dapat mengobati GERD ringan. Tablet antasida yang dihisap lebih
efektif dari antasida yang cairan dikarenakan efeknya lebih lama untuk adherens antasida
dan saliva pada distal esofagus. Mempertahankan pH intragastrik diatas 4 mengurangi
aktivasi pepsin dari pepsinogen. Netralisasi asam lambung memandu untuk
meningkatnya tekanan sfinkter bawah.
Kombinasi asam alginat dengan antasida mengurangi frekuensi episode refluks.
Kombinasi antasida atau antasida saja dapat menimbulkan efek yang tidak
diinginkan seperti diare, atau konstipasi tergantung pada produknya, alterasi metabolisme
mineral, dan gangguan asam basa. Antasida yang mengandung aluminium dapat terikat
dengan pada fosfat dalam usus dan memandu terjadinya demineralisasi tulang. Interaksi
antasida dengan berbagai jenis obat yang mempengauhi pH lambung menyebabkan
menigkatnya pH urin, membentuk kompleks yang tidak larut dengan obat yang lain.
Antasida memiliki interaksi dengan obat lain yaitu; tetrasiklin, ferro sulfat,
kuinidin, sulfonylurea, dan antibiotik kuinolon.
Rekomendasi dosis untuk antasida sulit diperoleh. Umumnya antasida
mempunyai durasi yang pendek sehingga frekuensi pemberian lebih sering. Dosis
umumnya dua tablet atau satu sendok makan empat kali sehari sesudah makan atau
sebelum tidur. Menggunakan antasida sesudah makan dapat menigkatkan lama kerja obat
lebih kurang satu hingga tiga jam.
b. Antagonis Reseptor H2
Pemberian antagonis reseptor H2 efektif untuk mengobati pasien GERD tingkat
ringan ke sedang. Dosis rendah antagonis reseptor H2 berguna untuk pasien GERD
ringan yang dapat diperoleh di OTC. Untuk penyakit non erosi, antagonis reseptor H2
umumnya diberikan dosis standar dua kali sehari. Pasien yang menunjukkan perbaikan
makan dapat diberikan dosis lebih tinggi . Untuk pasien yang mengalami erosifdiberikan
dosis tinggi dan atau dosis empat kali sehari (cimetidine 800 mg dua kali sehari,
famotidine 40 mg dua kali sehari, nizatidine 150 mg empat kali sehari atau ranitidine 150
mg empat kali sehari).
Respon terhadap antagonis reseptor H2 tergantung pada; a) beratnya penyakit, b)
durasi terapi, c) regimen dosis yang digunakan.
Pasien dengan esofagitis (grade 4) yang menerima ranitidine 150 mg empat kali
sehari atau famotidine 40 mg dua kali sehari memperlihatkan tingkat kesembuhan yang
dramatis (Reynolds JC, Gastroenterology 1995;108(4):A202) Kemudian dilanjutkan
dengan 12 minggu pemberian terapi cimetidine (400 mg empat kali sehari),
Lamanya terapi relatif singkat 4-6 minggu, paling lama 8 minggu jika
dibandingkan dengan penyakit tukak duodenum. Pemberian Famotidine 40 mg sekali
sehari selama 4 minggu menunjukkan kesembuhan yang dapat dilihat dengan endoskopi
pada 50 % pasien. Jika pengobatan dilanjutkan terjadi peningkatan persentase
kesembuhan hingga 82 dan 83 % setelah 12 dan 16 minggu.
Regimen dosis yang digunakan dapat diberikan dosis rendah (OTC) pada pasien
GERD ringan. Pada pasien GERD nonerosif ringan ke berat dapat diberikan dosis standar
dua kali sehari.
Dosis rendah (OTC) antagonis reseptor H2 efektif untuk mengobati rasa panas
dalam perut. Penelitian respektif pemberian famotidine 5 mg, 10 mg, 20 mg, atau
antasida mengalami perbaikan episode rasa panas dalam perut 41 %, 59%, 70%, 69%,
dan 62% .
Dosis standar Antagonis reseptor H2 (cimetidine 400 mg empat kali sehari atau
800 mg dua kali sehari, ranitidine 150 mg dua kali sehari, famotidine 20 mg dua kali
sehari, atau nizatidine 150 mg dua kali sehari) efektif dalam mengobati simtomatik dan
kesembuhan terlihat dalam endoskopi.
Walaupun data tentang dosis ideal antagonis reseptor H2 sedikit, regimen dosis
yang digunakan dalam menekan asam meningkatkan kesembuhan . Dosis tinggi
antagonis reseptor H2 lebih efektif dari dosis rendah, yang didasarkan 4 observasi.
Pertama refluks gastroesofagus terjadi sepanjang hari dan malam hari (Bell NJV, Burger
D, Appropriate acid suppression for the management of gastro-oesophageal reflux
disease.Scand J Gastroenterol 1994;29). Kedua dosis tinggi ranitidine (>300 mg sehari)
juga meningkatkan derajat kesembuhan. Penelitian secara respektif memperlihatkan
tingat kesembuhan lebih tinggi pemberian famotidine 40 mg dua kali sehari
dibandingkan dengan famotidine 20 mg dua kali sehari, dengan tingkat kesembuhan
58% vs 43% pada 6 minggu dan 76% vs 67% pada 12 minggu (Wesdorp ICE,Dig Dis Sci
1993;38:2287-2293). Ketiga pasien GERD hipersekresi memperoleh dosis tinggi
senyawa antisekretori (Collen MJ.Dig Dis Sci 1994;39:410-417). Keempat adanya
hubungan antara tingkat kesembuhan dengan lamanya pengobatan (Bell NJV Digestion
1992;51:59-67).
c. Inhibitor pompa proton (proton pump inhibitor = PPI)
Dosis dari inhibitor pompa proton adalah omeprazole 20 mg, esomeprazole 20
mg, lansoprazole 30 mg, rabeprazole 20 mg dan pantoprazole 40 mg per hari. Inhibitor
pompa proton memblok sekresi asam lambung dengan inhibisi H+/K+ -ATP pada sel
parietal gastrik. Adanya korelasi antara tingkat kesembuhan dan lamanya pengobatan.
Lansoprazole 15 mg dan 30 mg sehari, omeprazole 20 mg/hari, dan Ranitidine 150 mg
empat kali sehari. Sesudah 5 hari nilai lansoprazole 30 mg, 15 mg, omeprazole dan
ranitidine, nilai pH lambung 24 jam adalah 4,53, 3,97, 4,02 dan 3, 59 .
Inhibitor pompa proton lebih superior dari antagonis reseptor H2 dalam
kesanggupan untuk mengontrol gejala dan menyembuhkan esofagitis pada pasien
GERD. Mereka lebih efektif pada pasien penyakit berat.
Omeprazole (40-60 mg sehari dan Lansoprazole (30-60 mg sehari) lebih efektif
dalam mengobati esofagitis dan tukak esophagus pada pasien dengan komplikasi refluks
gastroesofagus.
Efek samping inhibor pompa proton meliputi sakit kepala, pusing, diare,
konstipasi dan muntah. Frekuensi efek samping terlihat sama dengan antagonis reseptor
H2.
Semua inhibitor pompa proton dapat mengurangi absorpsi obat antara lain
ketokonazole atau itrakonazole. Inhibitor pompa proton dimetabolisme oleh sitokrom
P450 , khususnya oleh enzim CYP2C19 dan CYP3A4. Untuk lansoprazole,
pantoprazole, atau rabeprazole tidak ada interaksi dengan diazepam, warfarin, atau
fenitoin pada subtrat CYP2C19. Rabeprazole meningkatkan konsentrasi digoksin lebih
kurang 20%.
d. Senyawa Prokinetik
Zat prokinetik meliputi cisapride, metoklorpramide dan betanekol dievaluasi
untuk efikasi dalam pengobatan GERD.
1. Cisapride
Efikasi cisapride sama dengan antagonis reseptor H2 pada pasien dengan esofagitis
ringan, tetapi biayanya lebih tinggi dari antagonis reseptor H2, khususnya pada pasien
dengan motilitas GI yang normal. Cisapride kontraindikasi pada pasien yang
menggunakan obat yang menghambat sitokrom p450 3A4 antara lain flukonazole,
ketokonazole, mikonazole,itrakonazole, klaritromisin, eritromisin, indinavir atau
nefazodone yang dapat menyebabkan interval QT panjang, memicu ventrikuler
aritmia. Cisapride kontraindikasi pada pasien gagal ginjal, iskemia, CHF, gangguan
elektrolit (K dan Mg), gangguan pernapasan, obat yang interval QT panjang
meliputi; quinidine, prokainamide, sotalol, trisiklik antidepressant, maprotiline,
sparfloxacin, terodiline, bepridil, fenotiazine dan sertindole.
2. Metoklopramid
Merupakan antagonis dopamine yang meningkatkan tekanan sfinker esophagus
bawah dan meningkatkan pengosongan lambung dalam refluks gastroesofagus.
Resiko efek samping lebih besar pada pasien dengan disfugsi renal karena obat
dieliminasi di ginjal.
3. Proteksi Mukosal
Sukraflat adalah suatu garam aluminium dari sukrosa oktasulfat. Sukralfat
mempunyai tingkat kesembuhan yang sama dengan antagonis reseptor H2 untuk
pasien dengan esofagitis ringan. Bagaimanapun juga sukralfat kurang efektif
dibandingkan dengan antagonis reseptor H2 dosis tinggi pada pasien dengan
esofagitis refraktor.
4. Terapi kombinasi
Kombinasi terapi antara zat penekan asam dan prokinetik atau proteksi mukosa. Data
yang mendukung kombinasi terapi sangat terbatas. Pasien yang tidak menunjukkan
perbaikan terhadap dosis standar antagonis reseptor H2 , dosisnya dapat ditingkatkan
atau diganti dengan obat inhibitor pompa proton dengan menambahkan zat
prokinetik. Monoterapi dengan inhibitor pompa proton tidak hanya efektif terhadap
pasien yang tidak menunjukkan respon terhadap antagonis reseptor H2 atau zat
prokinetik tetapi juga meningkatkan kepatuhan pasien dengan dosis sekali sehari dan
juga lebih efektif dalam hal biaya.
5. Terapi Maintenans
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar pasien GERD akan kambuh bila tidak
melanjutkan pengobatan, khususnya untuk penyakit yang berat. Tujuan terapi
maintenans adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan mencegah komplikasi.
Sebagian besar pasien memperoleh dosis standar untuk mencegah kekambuhan.
Antagonis reseptor H2 dapat menjadi efektif untuk maintenans terapi dengan GERD
ringan. Dosis rendah Inhibitor pompa proton merupakan obat pilihan untuk
pengobatan maintenans esofagitis sedang ke berat. Pasien dengan penyakit yang
lebih berat atau mengalami komplikasi harus menggunakan omeprazole 20 mg setiap
hari atau esomeprazole 20 mg setiap hari. Penggunaan jangka panjang dosis tinggi
inhibitor pompa proton tidak dianjurkan kecuali pasien mengalami gejala komplikasi
yang terlihat dengan adanya erosif esofagitis dengan endoskopi.
Jika dibandingkan, regimen maintenans, omeprazole (20 mg setiap hari) tunggal
atau kombinasi dengan cisapride (10 mg tiga kali sehari) lebih efektif untuk
mencegah kekambuhan dari ranitidine (150 mg tiga kali sehari) tunggal atau cisapride
(10 mg tiga kali sehari) tunggal. Omeprazole juga efektif pada pasien yang
mengalami esofagitis tingkat 4 dan 5.
Omeprazole dan lansoprazole dosis 20 mg dan 30 mg sehari mengurangi
kekambuhan secara signifikan (Robinson Ann intern med 1996;124:859-867).
Secara respektif dalam setahun laju kekambuhan 15% dan 10%. Omeprazole dan
lansoprazole merupakan antagonis reseptor H2 yang poten dalam meningkatkan
kesembuhan pasien GERD sedang dan berat.
Pasien GERD dengan gejala yang tidak khas (atipikal)
Pasien dengan gejala atipikal memerlukan dosis yang lebih tinggi dan
pengobatan yang lama dibandingkan dengan pasien tipikal. Pasien tanpa sakit
dada diberikan omeprazole 20 mg dua kali sehari selama 1 – 8 minggu.
Pasien Pediatrik dengan GERD
Refluk gastroesofagus terjadi 18% pada populasi bayi. Sebagian besar tidak
ada konsekuensi klinik. Antagonis reseptor H2 umum digunakan. Dosis
ranitidine 2 mg/kg dua kali sehari efektif. Penggunaan inhibitor pompa
proton tidak lazim digunakan
Pasien geriatri
Sebagian besar orang tua (geriatri) mengalami penurunan sistem pertahanan
tubuh , seperti produksi saliva yang berkurang. Saliva bekerja sebagai barrier
dari efek merusak sekresi lambung. Pengobatan yang dapat diberikan
Inhibitor pompa proton . Adakalanya pasien tidak memerlukan pengobatan
karena merasa bagian dari usia lanjut mereka. Pasien geriatri ini tidak
menunjukkan gejala yang khas seperti sakit dada, asma, suara serak, batuk,
rahang sakit. Berkurangnya motilitas GI merupakan masalah umum pada
pasien geriatri. Malangnya tidak ada senyawa prokinetik yang cocok untuk
pasien geriatri. Cisapride tidak umum digunakan dan pasien geriatric sensitif
terhadap efek CNS (central nervous system) dari metoklopramide. Mereka
juga sensitif terhadap efek CNS dari antagonis H2 reseptor. Jadi inhibitor
pompa proton lebih efikasi dengan dosis sekali sehari pada pasien geriatric.
Pertimbangan Farmakoekonomi
Pada pasien GERD tujuan utama pengobatan adalah menghilangkan gejala,
mencegah kekambuhan dan mencegah komplikasi. Perlu dilakukan evaluasi terhadap
efektifitas biaya dari terapi terhadap hasil terapi dan efeknya pada kualitas hidup.
Inhibitor pompa proton umumnya lebih mahal dari antagonis reseptor H2 dan
prokinetik. Tetapi jika Antagonis reseptor H2 tidak menghasilkan perbaikan, maka
biayanya lebih besar karena bagaimanapun juga pasien harus diobati.
Kepatuhan pasien adalah faktor lain yang akan mempengaruhi hasil terapi .
Regimen obat yang sederhana akan meningkatkan kepatuhan pasien, khususnya
pasien yang memperoleh dosis tinggi antagonis reseptor H2.
Memilih obat yang sedikit mahal tetapi memberikan keuntungan yang lebih besar
terhadap interval dosis dan jumlah tablet yang diberikan, perlu dipertimbangkan.
Penelitian yang membandingkan strategi pengobatan terhadap GERD
memperlihatkan bahwa inhibitor pomp proton lebih cost effective dari antagonis
reseptor H2 khususnya pada pasien GERD moderat ke berat. Pemberian omeprazole
20 mg sekali sehari atau ranitidine 150 mg dua kali sehari untuk pasien GERD yang
lama. Walaupun omeprazole lebih mahal biayanya , setelah dievaluasi cost-effective
terlihat secara keseluruhan biayanya lebih rendah..
E.Evaluasi pengobatan
Pengobatan yang berhasil dilihat dari tiga hal pokok dibawah ini: 1)
menghilangkan gejala, 2) menyembuhkan kerusakan mukosa, 3) mencegah komplikasi.
Tujuan terapi jangka pendek adalah menghilangkan gejala antara lain rasa panas
dalam perut. Pasien harus diedukasi untuk memperbaiki gaya hidup seperti berhenti
merokok, menurunkan berat badan, meninggikan kepala di tempat tidur, makan lebih
sedikit menghindari makan sebelum tidur. Pasien juga diinstruksikan untuk menghindari
makanan yang memperburuk GERD seperti lemak, coklat.
Dibawah ini tabel untuk asuhan kefarmasian pada pasien GERD.
1 Menilai gejala pasien apakah pasien langsung diterapi atau apakah pasien harus dievaluasi oleh
dokter. Tentukan jenis simtom, frekuensi dan factor yang memperburuk kondisi pasien
2 Mengetahui riwayat pengobatan, dan penggunaan oat tanpa resep serta natural produk yang
digunakan
3 Pasien di konseling tentang modifikasi gaya hidup, seperti menghindari makanan dan
pengobatan yang memperburuk GERD, hindari menggunakan pakaian yang ketat, mengurangi
berat badan dan menghindari merokok
4 Rekomendasi penggunaan obat yang sesuai dengan kondisi pasien.
5 Rekomendasi terapi alternatif jika perlu
6 Asses kualitas hidup pasien antara lain kondisi fisik, psikologi dan fungsional sosial
7 Evaluasi pasien untuk kemungkinanan adanya efek samping, alergi dan interaksi obat
8 Menekankan pentingnya kepatuhan pasien dalam menggunakan obat
9 Pasien di konseling tentang :
-penyebab GERD dan apa saja yang harus dihindari
- Kapan menggunakan obat
- Apa saja kemungkinan efek samping yang terjadi
- memperhatikan gejala-gejala yang harus dilaporkan ke dokter seperti; dysphagia,
odynophagia, pendarahan, berkurangny aberat bada secara drastic.
F.Kesimpulan
Prinsip Farmakoterapi
- Eliminasi gejala
- Tahapan pengobatan GERD: fs I-----fs II, -----fs III
- Penekanan : modifikasi gaya hidup
- Endoskopi digunakan untuk evaluasi kerusakan mukosa
- terapi H2 antagonis reseptor yang gagal dapat dilakukan peningkatan dosis dan
frekuensi atau diganti dengan PPI
- PPi adalah obat pilihan untuk jenis GERD moderat ke berat
- pasien dimonitor efek samping, dan interaksi obat
- Menilai kepatuhan pasien terhadap pengobatan dan regimen maintenans
G. Penggolongan Obat
Berdasarkan peraturan perundang-undangan obat digolongkan menjadi :
1. Obat Narkotika
2. Obat Psikotropika
3. Obat Keras
4. Obat Bebas Terbatas
5. Obat Bebas
1. Obat Narkotika
Diatur dalam Undang-Undang No. 22 tahun 1997, yang terdiri dari 15 Bab, 104 pasal
Narkotika adalah zat/obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa nyeri, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
Penggolongan Narkotik
a. Narkotika golongan I
Yang termasuk golongan ini adalah; Opium mentah ( getah yang diperoleh dari
buah Papaver somniverum ), Opium masak ( candu ), Tanaman Koka ( genus
Erytroxylon ), Kokain, Tnaman ganja ( genus Canabis ) Heroin, Desmorpin.
b. Narkotika golongan II
Yang termasuk golongan ini adalah ; Alfasetilmetadol, Alfametadol, Difenoksilat,
Fentanil, Tebain, Benzil morfin, Morfin, Petidin.
c. Narkotika golongan III
Yang termasuk golongan ini adalah; Codein, Dihidrokodein, Sediaan/campuran
Difenoksilat dengan bahan lain.
Pengaturan Narkotik bertujuan untuk :
1. Menjamin ketersediaan narkotik untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan
pengembangnan ilmu pengetahuan
2. Mencegh terjadinya penyalahgunaan narkotik
3. Membrantas peredaran gelap narkotik
Penyerahan obat narkotik
Penyerahan narkotik hanya dapat dilakukan oleh; Apotek, Rumah Sakit, Puskesmas,
Balai Pengobatan, Dokter.
Penyerahan narkotik oleh dokter dalam hal
- Menjalani praktek dokter dan diberikan lewat suntikan
- Menolong orang sakit dalam keadaan darurat
- Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada Apotek
Untuk memperoleh narkotika harus dengan resep asli dari dokter dan tidak dapat
diulang.
Tanda khusus obat narkotik adalah lingkaran dengan palang merah di dalamnya dan garis
tepi warna hitam.
PT Kimia Farma adalah satu-satunya importer bahan baku dan obat jadi narkotik. Setelah
bahan baku diolah menjadi obat jadi, kemudian disalurkan ke PBF PT Kimia Farma
cabang diseluruh daerah Indonesia.
2. Obat Psikotropika
Diatur dalam Undang-Undang RI No. 5 tahun 1997, sebelumnya hanya diatur oleh
Permenkes No. 124 tahun 1993.
Psikotropika adalah zat/obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
berkhasist psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.
Penggolongan Psikotropik
a. Psikotropik golongan I
Hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, missal Etisiklidin, Lisirgida
(LSD), Brolamfetamin.
b. Psikotropik golongan II
Amfetamin, Metil fenidat, Fenmetrazin.
c. Psikotropik golongan III
Amobarbital, Fentazosin, Pentobarbital.
d. Psikotropik golongan IV
Barbital, Diazepam, Bromazepam, Alobarbital, Kordiazepoksid.
Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat kepada PBF,
Apotek, Rumah Sakit,Lembaga pendidikan/penelitian, Sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah (balai pengobatan, Puskesmas).
Penyerahan psikotropika harus dengan resep dokter.
Tanda khusus obat psikotropik sama dengan tanda khusus obat keras yaitu lingkaran
berwarna merah dan garis tepi warna hitam dengan huruf K didalamnya yang menyentuh
garis tepi.
3. Obat Keras
Diatur dalam SK Menkes RI tahun 1986 No. 02396/A/SK/VIII/86
Yang termasuk obat keras :
a. Semua obat yang pada bungkus luarnya disebutkan “ hanya boleh diserahkan
dengan resep dokter “
b. Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata digunakan secara
parental
c. Semua obat baru , kecuali apabila oleh depkes RI telah dinyatakan secara tertulis,
bahan obat baru tersebut tidak membahayakan kesehatan manusia.
d. Obat baru yang dimaksud yaitu semua obat yang tidak tercantum dalam
Farmakope Indonesia dan daftar obat keras atau obat yang hingga saat
dikeluarkannya Surat Keputusan ini secara resmi belum pernah diimport atau
digunakan di Indonesia
Penyerahan obat keras
a. Atas resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan
- pengulangan dengan copy resep diperbolehkan bila dokter membubuhi tanda
“iter”
- disamping etiket harus disertai label “tidak boleh diulang tanpa resep dokter
b. penyerahan obat keras dalam jumlah banyak hanya boleh diserahkan kepada;
PBF yang diakui, dokter, Apoteker Pengelola Apotek (APA)
4. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas yaitu obat yang dalam jumlah atau kadar tertentu dapat dijual
tanpa resep dokter dan jenis penyakitnya dianggap telah dpat ditentukan sendiri oleh
masyarakat.
Penyerahannya harus dengan bungkus asli (dari pabrik) yang disertai tanda peringatan
dan brosur, yang menerangkan cara pemakaian, dosis, kontraindikasi, peringatan
kemungkinan terjadinya efek samping, interaksi obat dan perhatian lain yang
dianggap perlu.
Tanda peringatan yang tercantum pada bungkus dan brosur obat bebas terbatas yaitu :
kotak warna hitam dengan tulisan berwarna putih, ukuran P= 5 cm, L= 2 cm.
Tanda khusus obat bebas terbatas adalah
lingkaran warna biru dengan garis tepi hitam,
dengan ukuran diameter dan tebal garis tepi proporsional 1 cm dan 1 mm.
4. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter
Tanda khusus obat bebas adalah :
Lingkaran warna hijau dengan garis tepi hitam
Dengan ukuran diameter dan tebal garis proporsional 1 cm & 1 mm
Kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep
Diatur oleh Permenkes No. 919/ Menkes/Per/X/1993
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah 2
tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan
3. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia
4. Obat tersebut memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk pemakaian sendiri
P No.1
Awas! Obat Keras
Bacalah aturan pakainya
P No.2
Awas ! Obat Keras
Hanya untuk dikumur,jangan ditelan
P No.3
Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar badan
P No.5
Awas ! Obat Keras
Tidak boleh ditelan
5. Pengobatan sendiri tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
H. Penghitungan Dosis
Dosis suatu obat dapat berupa dosis lazim atau dosis maksimum. Setiap obat hendaknyan
mempunyai dosis lazim dan maksimum.
Dosis lazim merupakan dosis yang biasa diberikan dan menimbulkan efek terapi yang
diinginkan berdasarkan buku-buku standar yang ada. Sedangkan dosis maksimum
merupakan dosis maksimal yang dapat diberikan dan bila melewati dosis maksimal dapat
menimbulkan efek toksik dan efek yang tidak diinginkan.
I. Perhitungan Dosis Obat
Untuk dapat menghitung dosis obat maka hendaknya diketahui terlebih dahulu defenisi
usia yang lazim digunanakan, yaitu:
Neonatus : 0 – 4 minggu
Prematur neonatus : neonatus yang lahir kurang dari 38 minggu umur gestasi
Full term neonatus : Neonatus yang lahir pada 38 – 42 minggu ((rata-rata 40 minggu)
Infant : Umur 1 bulan sampai 1 tahun
Anak-anak : Umur 1 – 12 th
Remaja : Umur 13 -18 th
Dewasa : Umur > 18 th
- Rumus perhitungan dosis anak
A. Menurut perbandingan umur orang dws
a. Rumus Young : untuk anak kurang dari 8 tahun
Da = n x Dd
n + 12
b. Rumus Dilling : utk anak lebih dari 8 tahun
Da = n x Dd
20
c. Rumus fried : untuk bayi (0-12 bln)
Da = m x Dd
150
B. Menurut perbandingan berat badan orang dewasa (70 kg) :
Rumus Clark
Da = W anak x Dd atau Da = W x Dd
W dewasa 70
C. Menurut perbandingan luas permukaan tubuh orang dewasa (1,73 m2)
Rumus Crawford-Terry-Rourke :
Da = LPT anak x Dd
LPT dewasa
- Menghitung dosis individual anak
1. Sesuai dengan berat badan anak dalam kg. Dapat dilihat dari literatur seperti
Buku Pediatric dosage Handbook yang memuat dosis untuk anak-anak. Misalnya
:
- diketahui dosis parasetamol untuk anak-anak 10-15 mg/kg BB/dosis
Artinya untuk satu kali pemakaian dosis terendah 10 mg/kg BB dan terbesar 15
mg/kg BB
Maka, jika berat badan anak 15 kg maka dosis untuk anak tsb: 10 mg/kg BB x 15
kg = 150 mg/dosis
- Amoxicillin: anak-anak: 25-50 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 8 jam atau
12 jam. Jadi jika anaknya berat=20 kg berarti dosisnya: 25 -50mg/kg x 20 kg
=500 mg-1000 mg /hari
jadi jika dalam dosis terbagi, untuk dosis minimal (500 mg): 2 kali sehari dengan
dosis 250 mg satu kali pakai.
Yang harus diperhatikan adalah apakah regimennya per dosis atau per hari
2. Sesuai dengan LPT anak dalam m2 (LPT anak dapat diperhitungkan dari tinggi
dan berat badan anak menurut rumus Du Bois atau dapat dilihat dari
nomogram DuBois. BSA(m2) = TB(cm) x BB (kg)/3600
E. Dosis rangkap (dosis kombinasi )
Apabila dalam resep terdapat dua atau lebih obat yang mempunyai kasiat yang sama
maka dosis yang ada dihitung sebagai berikut :
Dosis A + Dosis B + dan seterusnya ≤ 1
MD A MD B
Contoh perhitungan dosis maksimum untuk sediaan larutan
R/ Paracetamol 0,125 g/dosis
Coffein 0,2
m.f elixir 60
S.3.d.d CthI
Pro : Anto (10 thn)
Cara I: Jumlah sendok = 60 ml / 5 ml = 12 sendok teh
Dosis per sendok coffein = 200 mg / 12 sendok = 16,67 mg / sendok
DM Coffein dws = 0,5 g (1xpakai) dan 1,5 g (1 hari)
DM Cofeein utk anak 10 thn :
1xp : 10/20 x 0,5 g = 0,25 g = 250 mg
1 h : 10/20 x 1,5 g = 0,75 g = 750 mg
Cara II : Dosis 1x p coffein : 5 ml / 60 ml x 0,2 g = 0,017 g
Dosis 1 hari coffein: 3 x 5 ml / 60 ml x 0,2 g = 0,05 g
DM Cofeein utk anak 10 thn :
1xp : 10/20 x 0,5 g = 0,25 g
1 h : 10/20 x 1,5 g = 0,75 g
B. Jenis nama obat
a. Obat generik
Misalnya : Acetaminophen
b. Nama Dagang/brand names
Misalnya : US Brand Names; Acephen,valorin
Canadian Brand names:panadol,Atasol
c. Nama kimia ; acidum acetyl salicylicum
I. Studi Kasus
Anton berumur 67 tahun mengalami keluhan pada gastoesofagusnya. Tiga bulan yang
lalu dia mengalami episode postprandial rasa panas dalam perut dan regurgitasi. Pada
awalnya dia mengunakan obat antasid dan antagonis reseptor H2 tetapi tidak adekuat.
PMH
HTN x 20 th
CAD (s/p MI pada 58)
Hiperlipidemia
FH
Ayah meninggal karena CAD pada usia 68 th
Ibu meninggal karena pneumonia pada usia 77 th
SH
Pasien tinggal dengan istrinya usia 40 th. Pekerjaan sebagai banker. Merokok .
Pengobatan:
Aspirin 325 mg po setiap hari
Atenolol 50 mg po setiap hari
Hydroclortiazid 25 mg setiap hari
Simvastatin 20 mg po pada waktu tidur
All
NKA
ROS
(-) HA, sakit kepala, perubahan penglihatan, vertigo (-)SOB, batuk,
(-) N/V/D,BRBPR
(-)frekuensi urine, dysuria,
PE
VS ; BP 150/94;P 82-reguler;RR 16;T36,6C, Ht 6”1”;Wt 85 Kg
Labs
Na 140 mEq/L Ca 8,3 mg/dL Hgb 13,5 g/dL
K 3,2 mEq/L AST 20 IU/L Hct 38,3%
Cl 95 mEq/L ALT 32 IU/L Plt 277 x 103/mm3
CO2 30 mEq Alk Phos 67 IU/L PROFIL LIPID PUASA:
BUN 9 mg GGT 20 IU/L - T Chol 213 mg/dL
SCr 0,9 mg/dl - LDL 133 mg/dL
Glu 92 mg/dl - HDL 48 mg/dL
- Trig 144 mg/dL
Assessment:
Pria usia 67 tahun dengan gejala GERD sejak 3 tahun yang lalu
Pertanyaan:
A.Identifikasi Permasalahan
a. kembangkan permasalahan terapi obat pada pasien
b. apa gejala yang menunjukkan pasien mengalami GERD yang berat
apakah gejalanya tipikal atau atipikal?
c.Faktor apa saja yang mempunyai kontribusi terhadap gejala GERD
e. Apa saja pengujian yang dilakukan untuk evaluasi gejala pasien dan diagnosis
GERD
B.Apakah tujuan farmakoterapi untuk pasien GERD
C.Apa saja terapi non farmakologi yang dapat diberikan pada pasien?
D.Bagaimana caranya edukasi pasien GERD untuk meningkatkan kepatuhan,
meminimalkan efek samping, dan menghasilkan hasil terapi yang optimum.
BAB. VIII.
ANTI BATU EMPEDU
STRUKTUR DAN FUNGSI NORMAL
Sistem biliaris terdiri dari duktus biliaris ekstrahepatik dan intrahepatik, dan vesika felea. Sistem
ini dibatasi oleh lapisan sel epitel kelenjar yang mensekresi mukus. Empedu disekresi hepar
sepanjang duktus hepatikus kanan dan kiRI yang bergabung menjadi duktus biliaris komunis.
Empedu mengandung kolesterol, fosfolipid dan garam empedu, serta bilirubin.
Empedu masuk ke dalam vesika felea melalui duktus kistikus, kemudian empedu disimpan dan
menjadi lebih pekat di dalam vesika felea. Sebagai respons terhadap pencernaan makanan, terutama
yang mengandung lemak tinggi, vesika felea berkontraksi karena rangsang kolesistokinin dan
mengeluarkan empedu yang pekat ke bagian kedua duodenum melalui ampula Vateri pada saat
sfmgter Oddi berelaksasi.
KELAINAN KONGENITAL
Malformasi sistem biliaris berupa:
• atresia biliaris, dimana terjadi kegagalan struktur biliaris untuk berkembang dan
beranastomosis secara normal dengan struktur intrahepatik
• kista koledokus (lihat ke atas), kadang-kadang ber-hubungan dengan fibrosis hepar /congenital.
Malformasi intrahepatik dari sistem biliaris sulit di-koreksi dengan jalan pembedahan dan,
apabila mem-bahayakan hidup penderita, transplantasi hepar me-rupakan indikasinya.
Disamping terjadinya malformasi ini, hepar sering terpengaruh oleh produksi abnormal
empedu yang viskous pada penderita dengan kistik fibrosis (muko-visidosis)
PENYAKIT VESIKA FELEA
Penyakit vesika felea sangat sering ditemukan dan hampir pada setiap kasus disertai dengan
atau akibat terdapatnya batu empedu.
Kolelitiasis (Batu Empedu)
Faktor Resiko: wanita, obesitas, diabetes militus
Batu empedu terdiri atas kolesterol murni, pigmen empedu atau campuran
Komplikasi: kolesistitis, ikterus obstruktif, karsinoma vesika felea
Kolelitiasis merupakan nama yang diberikan pada keadaan dimana batu empedu
terbentuk dalam sistem biliaris. Faktor risiko timbulnya batu empedu yang k'aya kolesterol ini
ialah wanita, dan obesitas (deskripsi dengan suara sama pada penderita yang tipikal, yaitu 'fat, forty,
fertile, female') dan diabetes melitus. Batu cenderung terbentuk apabila kolesterol ditemukan ber-
lebihan dalam empedu. Batu empedu biasanya tersusun dari campuran kolesterol dan
pigmen empedu (Gambar VIII.1), walaupun hampir kolesterol murni atau pigmen batu
sering ditemukan. Batu empedu dari pigmen murni terjadi pada penderita dengan anemia
hemolitik
Gambar VIII.1. Batu empedu dan kolesistis kronis
dimana terdapat ekskresi bilirubin berlebihan. Batu kalsium karbonat kadang-kadang juga
ditemukan.
Batu sering mempunyai struktur internal yang berlamel-lamel dan, apabila multipel
(sering terjadi), mempunyai permukaan bentuk faset.
Patogenesis
Batu kolesterol akan terbentuk apabila terjadi ketidak-seimbangan antara perbandingan
kolesterol dan garam empedu; yang terakhir ini mernbentuk micelles yang mempunyai
eksterior hidrofilik yang menutupi kolesterol yang hidrofobik. Dengan demikian, batu
empedu merupakan hasil dari:
• kolesterol yang berlebihan
• kekurangan garam empedu.
Efek patologis
Efek patologis batu empedu ialah (Gambar VIII.2):
• radang vesika felea (kolesistitis)
• mukokel
• predisposisi menjadi karsinoma vesika felea
• obstruksi sistem biliaris mengakibatkan kolik biliaris dan ikterus
• infeksi pada empedu yang menetap menyebabkan kolangitis dan abses hepar
• ileus akibat batu empedu terjadi apabila obstruksi intestinal oleh batu empedu yang
masuk ke usus melalui hubungan fistula dengan vesika felea
• pankreatitis.
Gambar VIII.2 Efek patologis batu vesika felea
Kolesterosis
Kolesterosis merupakan suatu istilah yang diberikan atas terjadinya makrofag yang mengandung
kolesterol di lamina propria mukosa vesika felea, yang secara kli-nis tidak penting. Kejadian ini
menyebabkan mukosa berbercak-bercak kuning sehingga disebut 'strawberry gallbladder'.
Kolesistitis
Kolesistitis merupakan radang vesika felea. Kolesistitis hampir selalu dihubungkan dengan batu
empedu dan terjadi sebagai kondisi akut atau kronis. Kolesistitis sering menyebabkan nyeri
abdomen di daerah sebelah kanan hipokondrium.
Kolesistitis akut
Biasanya dihubungkan dengan batu empedu
Pada awalnya steril kemudian dapat terinfeksi
Komplikasi empiema dan atau ruptur
Kolesistitis akut pada umumnya disebabkan oleh obstruksi aliran keluar dari vesika felea
oleh batu empedu. Permulaan reaksi radang diakibatkan oleh efek iritasi empedu dan
karenanya pada stadium ini biasanya masih steril. Meskipun demikian, stasis empedu merupakan
predisposisi timbulnya infeksi yang kemudian merangsang respons radang akut yang lebih hebat
dan sering piogenik. Dinding vesika felea men-jadi edematosa akibat meningkatnya
permeabilitas vaskuler, dan diinfiltrasi oleh sel radang akut. Lumen melebar berisi pus, dan
peregangan yang terjadi pada dinding yang telah lemah akibat radang ini dapat menyebabkan
perforasi dan peritonitis. Sebagai alter-natif, dapat terbentuk fistula dengan bagian kedua
duodenum, yang memungkinkan batu dapat masuk ke lumen usus besar. Batu yang besar sering
tersangkut pada ileosaekal dan menyebabkan obstruksi intestinal (ileus batu empedu).
Vesika felea yang mengalami radang, secara makroskopik membengkak akibat adanya pus,
disebut empiema.
Kolesistitis kronis
Beberapa diantaranya berhubungan dengan batu empedu
Fibrosis dan sinus Aschoff-Rokitansky
Kolesistitis kronis dapat timbul secara insidensial (tersembunyi dan membahayakan) atau
setelah kole-sistitis akut yang berulang-ulang.
Dinding vesika felea menebal akibat fibrosis dan secara relatif menjadi kaku. Jadi ikterus
obstruktif akibat batu empedu umumnya tidak berkaitan dengan terabanya vesika felea
sebab batu akan menyebabkan kolesistitis kronis dan karenanya dinding vesika felea
relatif menjadi kaku. Sebaliknya, ikterus obstruktif akibat karsinoma kaput pankreas
sering mengakibatkan vesika felea meregang dan dapat diraba; ini merupakan dasar
patologis hukum Courvoisier.
Dinding vesika felea yang tebal, di dalamnya, me-miliki sinus Aschoff-Rokitansky,
hernia mukosa (di-vertikulum) yang sering mengandung empedu, bahkan batu kecil.
Dinding ini diinflitrasi oleh sel radang kronis, sedangkan pembuluh darahnya sering
menunjuk-kan endarteritis obliterans (Gambar VIII.3). Batu sering ditemukan pada
kantung Hartmann, suatu dilatasi patologis di daerah leher vesika felea yang terbentuk
akibat meningkatnya tekanan intralumen atau penga-ruhbatu.
Gambar VIII.3 Kolesistitis Kronis
Varian yang jarang ditemukan adalah kolesistitis xantogranulomatosa dimana makrofag
yang mengan-dung lipid dan sel datia terkumpul dalam jumlah ba-nyak sehingga secara
makroskopis menyerupai neo-plasma dan, khususnya, secara histologis mirip karsino*
ma sel jernih (clear-cell carcinoma). Lesi semacam ini lebih sering ditemukan pada
ginjal, pielonefritis xantogranulomatosa, dan cenderung menimbulkan fistula.
Mukokel
Mukokel vesika felea terjadi akibat obstruksi steril leher vesika felea oleh batu empedu.
Tidak adanya radang memungkinkan vesika felea meregang dan membengkak dengan
mukus tanpa risiko terjadinya ruptur. Mukokel mempunyai dinding tipis dan pada waktu
operasi, pengangkatan harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah tertumpahnya
mukus ke da-lain kavum peritoneum yang akan menimbulkan pseu-domiksoma
peritoneum. Pseudomiksoma peritoneum merupakan komplikasi yang jarang terjadi
dimana sel epitel yang memproduksi mukus tumbuh tersebar dalam peritoneum, yang
pada akhirnya kavum peritoneum dapat penuh terisi mukus.
Karsinoma Vesika Felea
Umumnya adenoma karsinoma
Beberapa kasus dihubungkan dengan batu empedu
Karsinoma vesika felea hampir selalu dihubungkan dengan terdapatnya batu empedu;
hubungan ini mungkin bersifat kausal. Tumor ini hampir semuanya berupa
adenokarsinoma, walaupun kadang-kadang ditemukan karsinoma epidermoid. Karena
vesika felea bukan organ vital, sering pada saat ditemukan secara klinis, tumor sudah
dalam stadium lanjut. Invasi tumor ke hepar dan struktur jaringan sekitar menyebabkan
kegagalan pengangkatannya pada saat tindakan bedah. Karena itu prognosisnya buruk.
Karsinoma Duktus Biliaris
Adenokarsinoma
Insiden meningkat pada colitis ulseratif disertai ikhterus
Karsinoma duktus biliaris umumnya adenokarsinoma. Insiden karsinoma duktus biliaris
menunjukkan peningkata pada penderita kolitis ulseratif kronis. Ada kecenderungan
ditemukan relatif pada stadium awal dengan ikterus obstruktif.
Obstruksi Biliaris
Obstruksi duktus biliaris ini sering ditemukan, ke-mungkinan disebabkan oleh:
• batu empedu
• karsinoma duktus biliaris komunis
• karsinoma kaput pankreas
• radang duktus bilaris komunis yang menyebabkan striktura
• ligasi yang tidak sengaja pada duktus biliaris komunis.
Penderita tampak ikterik, akan sangat berat apabila obstruksi tidak dapat diatasi, bilirubin
serum yang ter-konjugasi menjngkat, feses pucat dan urin berwarna gelap (pekat).
Biasanya terdapat juga peningkatan kadar alkalin fosfatase serum terutama transaminase.
Apabila terjadi obstruksi biliaris persisten, empedu yang terbendung dapat mengalami
infeksi, menimbul-kan kolangitis dan abses hepar. Kekurangan empedu dalam usus halus
mempengaruhi absorpsi lemak dan zat yang terlarut dalam lemak (misalnya beberapa
jenis vitamin).
Penyakit duktus biliaris intrahepatik
Gambaran yang mirip dengan obstruksi biliaris dapat disebabkan oleh penyakit duktus
biliaris intrahepatik seperti:
• atresia biliaris
• sirosis biliaris primer
• kolangitis sklerosing
• reaksi obat kolestatik.
Keadaan ini biasanya dapat dibedakan dengan pemerik-saan klinis yang teliti, biopsi
hepar dan teknik imaging.
OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN UNTUK MELARUTKAN BATU EMPEDU
Kolesterol dilarutkan dalam larutan empedu encer de-ngan mengkombinasi efek
asam empedu dan lesitin, yang, bersama dengan kolesterol, membentuk misel campuran.
Bila kolesterol disekresi ke dalam empedu dengan jumlah relatif lesitin dan asam empedu
yang berlebihan, maka kristal kolesterol diendapkan dan dapat bergabung ke dalam batu
empedu kolesterol. Penderita dengan batu empedu ini dapat menderita gangguan sekresi
garam empedu, sekresi kolesterol yang berlebihan, atau beberapa kombi-nasi dari
keduanya.
Terapi Oral
Kenodiol,
Merupakan asam empedu utama pada ma-nusia, dan ursodiol, epimer 7(3 dari
kenodiol, keduanya efektif melarutkan batu kolesterol pada beberapa pen-derita. Kedua
senyawa ini memperluas total timbunan garam empedu, tetapi efek utamanya tampak
lebih kom-pleks. Kenodiol menghambat enzim pembatas kecepatan dari perubahan
garam empedu menjadi kolesterol. Jadi, HMG-CoA reduktase menyebabkan peningkatan
eksresi garam empedu dan pengurangan sekresi kolesterol. Ursodiol menyebabkan
transpor kolesterol dalam bentuk kristal cair, dan tampaknya juga menstabilkan membran
kana-likular hepatosit. Sebagai tambahan, epimer 7p tidak tampak menggunakan supresi
7a-hidroksilase, enzim yang membatasi kecepatan sintesis asam empedu, penambahan
ursodiol pada timbunan asam empedu tidak menyebabkan sintesis asam empedu hati
menurun. Perbedaan fisiko-kimia antara dua senyawa ini mungkin termasuk beberapa
perbedaan dalam toksisitasnya.
Penggunaan kenodiol dibatasi oleh efek sampingnya. Diare yang berhubungan dengan
dosis terlihat hingga 30% penderita, dan persentase yang sama akan meningkatkan kadar
transaminase atau kolesterol serum. Pada pokoknya, ursodiol tampaknya mempunyai
efek samping yang lebih sedikit, tetapi harganya lebih mahal. Penelitian yang di-
kembangkan sekarang ialah untuk menentukan apakah kombinasi ursodiol dengan
kenodiol dapat efektif untuk mengurangi bia^dan toksisitas.
Obat-obat ini umumnya paling efektif dalam melarutkan sejumlah kecil (< 5 mm) batu
yang tergenang dalam kantung empedu. Obat ini tidak dapat melarutkan batu yang lebih
besar dari 4% berat kalsium; sayangnya, batu dengan konsentrasi kalsium lebih rendah
jarang yang radiopak dan tidak akan ditemukan. Jadi, banyak penderita yang akan sulit
diobati atau tidak akan memberikan res-pons pelarutan batu yang sempurna walaupun
terapi di-lanjutkan sampai 2 tahun. Tambahan lagi, laju kekambuhan cukup tinggi setelah
terapi dihentikan dan untuk pen-derita yang memberikan respons yang baik pada peng-
obatan permulaan mungkin memerlukan terapi selama hidup. Pengobatan alternatif
terhadap pengobatan farma-kologik—shock wave lithotripsy—yang manfaatnya dapat
ditingkatkan oleh pemberian bersamaan kenodiol atau ursodiol. Cara kombinasi
ini.sedang dalam penelitian.
Keadaan lain di mana obat-obat ini telah dicoba ter-masuk gangguan kolestatik hati dan
biliary tree. Penelitian terakhir ini menunjukkan bahwa ursodiol efektif untuk sirosis
biliar primer dan kolangitis sklerosis. Mekanisme yang tepat belum diketahui, tetapi telah
ada postulat yang menyatakan bahwa dengan modifikasi timbunan asam empedu
endogen, ursodiol mengembalikan akumulasi asam-asam empedu yang toksik
intraselular. Percobaan tera-peutik memperlihatkan adanya perbaikan kadar enzim dan
histopatologi.
Obat-obat Lain
Metil tert-butil eter
Obat ini dapat melarutkari batu kolesterol dalam kantung empedu dan saluran
empedu bila diberikan secara infus melalui kateter langsung ke dalam kantung empedu
atau lumen saluran empedu. Eter mempunyai titik didih 52,2°C dan tetap berbentuk
cairan pada suhu tubuh. Eter adalah pelarut yang sangat baik untuk lipid, dan biasanya
seluruh batu dapat dilarutkan secara sempurna dalam beberapa jam. Peranan terapeutik
yang sesungguh-nya dari metil tert-butil eter masih tetap akan ditentukan, dan
nampaknya obat ini sekarang dicadangkan untuk pen-derita tertentu yang tidak akan
dioperasi. Monoktanoin (gliseril-1-monooktanoat) adalah obat lain yang diinfus-kan ke
dalam saluran empedu melalui sebuah kateter atau tabung T untuk melarutkan batu
empedu yang tertahan dalam saluran empedu. Batu mungkin dapat dilarutkan secara
lengkap atau mengurangi ukuran batu yang cukup untuk mempermudah pergerakan batu
selanjutnya.
Preparat obat pelarut batu empedu
1. Kenodiol (Chenix)
Oral : tablet 250 mg
2. Monoktanion (Moctanin)
Parentral : botol infus 120 mL
3. Ursodiol (Actigal)
Oral : Kapsul 300 mg
DAFTAR PUSTAKA
1. Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach, Dipiro T Joseph et all, McGraw-
Hill, Medical Publishing Division, Sixt Edition, 2005.
2. Clinical Pharmacology Made Ridiculously Simple, Copyright 1993 by The McGraw-
Hill Companies, Inc, James Olson Ph.D
3. Pharmacology, Goodman & Gilman,2000
4. Pharmacology For Midwives, Copyright 2002, Original edition published by
Palgrave, New York, Sue Jordan MB, BCh, Ph.D
5. Introduction to Drug Metabolisme, Chapman and Hall 1986, Gibson G gordo and
Paul Skett
6. Farmakologi Dasar dan Klinik Bertram G. Katzung Edisi ke 6 Penerbit EGC
7. Farmakologi & Terapi Pediatri, Ingerborg C, Radde, Stuart M. Maclead, edisi 2
Penerbit EGC
8. Aids To Pharmacolgy : Howard Roger & Roy spector Longman Group Limited,
Livingstone, London
9. Pharmacokinetics, Ritchell The McGraw-Hill Companies, Inc, 1984
10. Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, Ernst Mutschler Penerbit
ITB Bandung, Edisis ke V
11. Farmakologi dan Terapi FKUI Edisi 4, 2002
12. Farmakologi Ulasan Bergambar, Mary J. Myceck, Richard A. Harvey, Pamale C.
Champe, Edisi ke 2 Penerbit EGC
13. Interaksi Obat, Richard Harkness, Penterjemah Prof. Dr. Goeswin Agoes, Apt, Dr.
Mathilda B. Widianto, Apt, Penerbit ITB Bandung, 1989
14. Daftar Obat Indonesia (DOI)
15. Indeks Spesialite Obat Indonesia (ISO Indonesia) Ikatan sarjana Farmasi Indoneisa
16. Pengobatan Cara Nabi, (Thibbun Nabawiyy) Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Penterjemah
Mudzakir AS, Penerbit Pustaka, Masjid Salman ITB Bandung
17. Medical therapy of GERD: Current state of the art. Hosp Pract (Off Ed), Johnson DA,
31:135-148
1996
18. Gastroesophageal reflux disease and asthma. Gaining control over
heartburn.Postgrad, Larsen RR, Med 101:181-187,1997.
19. Clinical pharmacy and therapeutics, Walker R.,Edward C ,Churchill Livingstone,133-
140.1999.
20. Pediatric dosage handbook.,American Pharmaceutical Association.,2001-2002
21. Pharmacotheraphy casebook:A Patien –focused approach.Schwinghammer TL, Mc
Graw Hill.,2005
22. Consideration for long term use of proton pump inhibitors ,Garret WR.,.,Am J health
Syst Pharm ,55:2268-2279, 1998.
23. Helycobacter Pylori: from the benign to the malignant, William MP, Pounder RE..
Am J Gastroenterol ,94 (Suppl): S 11-1161999.
24. Nonsteroidal anti-inflammatory drug gastropathy. Hawkey CJ.
Gastroenterology;119:521-535, 2000.