Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-1 Bab 2. URAIAN MATERI POKOK 2.1 Uraian Materi Tentang Abrasi dan Sedimentasi Pantai 2.1.1 Proses Abrasi dan Sedimentasi Pantai Abrasi atau kata lain biasa disebut erosi pantai. Kerusakan garis pantai tersebut dikarenakan terganggunya keseimbangan alam daerah dipantai tersebut. Dan meski Abrasi dapat disebabkan oleh gejala alami tapi manusia lah yang dijadikan sebagai penyebab utama terjadinya abrasi. Abrasi ini dapat terjadi kerena beberapa faktor antara lain, faktor alam, faktor manusia, dan salah satu untuk mencegahnya tejadinya abrasi tersebut yakni melakukan penanaman hutan mangrove. Beberpa faktor alam yang dapat menyebabkan abrasi antara lain, angin yang bertiup di atas lautan sehingga menimbulkan gelombang serta arus laut yang mempunyai kekuatan untuk mengikis sutau daerah pantai. Akibat dari abrasi ini akan menyebabkan pantai menggetarkan batuan ataupun tanah dipinggir pantai sehingga lama-kelamaan akan berpisah dengan daratan dan akan mengalami abrasi pantai. Proses terjadi Abrasi yaitu pada saat angin yang bergerak dilaut menimbulkan arus serta gelombang mengarah ke pantai, sehingga apabila proses ini berlangsung lama akan mengikis pinggir pantai.Kekuatan gelombang terbesar dapat terjadi pada waktu badai dan badai inilah yang mempercepat terjadi proses pantai. Abrasi ini selain disebabkan faktor alam bisa juga disebabkan karena faktor manusia, seperti contoh melakukan penambangan pasir, dikatakan demikian karenapenambangan pasir begitu penting terhadap abrasi suatu pantai yang dapat menyebabkan terkurasnya pasir laut dan inilah sangat berpengaruhterhadap arah dan kecepatan arus laut karena akan menghantam pantai. Sedimentasi yang terjadi di lingkungan pantai menjadi persoalan bila terjadi di lokasi-lokasi yang terdapat aktifitas manusia yang membutuhkan kondisi perairan yang dalam seperti pelabuhan, dan alur-alur pelayaran, atau yang membutuhkan kondisi perairan yang jernih seperti tempat wisata, ekosistem terumbu karang atau padang lamun. Untuk daerah-daerah yang tidak terdapat kepentingan seperti itu, sedimentasi memberikan keuntungan, karena sedimentasi menghasilkan pertambahan lahan pesisir ke arah laut.
100
Embed
Bab 2. URAIAN MATERI POKOK · 2.1 Uraian Materi Tentang Abrasi dan Sedimentasi Pantai 2.1.1 Proses Abrasi dan Sedimentasi Pantai Abrasi atau kata lain biasa disebut erosi pantai.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-1
Bab 2.
URAIAN MATERI POKOK
2.1 Uraian Materi Tentang Abrasi dan Sedimentasi Pantai
2.1.1 Proses Abrasi dan Sedimentasi Pantai
Abrasi atau kata lain biasa disebut erosi pantai. Kerusakan garis pantai tersebut
dikarenakan terganggunya keseimbangan alam daerah dipantai tersebut. Dan
meski Abrasi dapat disebabkan oleh gejala alami tapi manusia lah yang dijadikan
sebagai penyebab utama terjadinya abrasi. Abrasi ini dapat terjadi kerena
beberapa faktor antara lain, faktor alam, faktor manusia, dan salah satu untuk
mencegahnya tejadinya abrasi tersebut yakni melakukan penanaman hutan
mangrove. Beberpa faktor alam yang dapat menyebabkan abrasi antara lain,
angin yang bertiup di atas lautan sehingga menimbulkan gelombang serta arus
laut yang mempunyai kekuatan untuk mengikis sutau daerah pantai.
Akibat dari abrasi ini akan menyebabkan pantai menggetarkan batuan ataupun
tanah dipinggir pantai sehingga lama-kelamaan akan berpisah dengan daratan
dan akan mengalami abrasi pantai. Proses terjadi Abrasi yaitu pada saat angin
yang bergerak dilaut menimbulkan arus serta gelombang mengarah ke pantai,
sehingga apabila proses ini berlangsung lama akan mengikis pinggir
pantai.Kekuatan gelombang terbesar dapat terjadi pada waktu badai dan badai
inilah yang mempercepat terjadi proses pantai. Abrasi ini selain disebabkan faktor
alam bisa juga disebabkan karena faktor manusia, seperti contoh melakukan
penambangan pasir, dikatakan demikian karenapenambangan pasir begitu
penting terhadap abrasi suatu pantai yang dapat menyebabkan terkurasnya pasir
laut dan inilah sangat berpengaruhterhadap arah dan kecepatan arus laut karena
akan menghantam pantai.
Sedimentasi yang terjadi di lingkungan pantai menjadi persoalan bila terjadi di
lokasi-lokasi yang terdapat aktifitas manusia yang membutuhkan kondisi perairan
yang dalam seperti pelabuhan, dan alur-alur pelayaran, atau yang membutuhkan
kondisi perairan yang jernih seperti tempat wisata, ekosistem terumbu karang atau
padang lamun. Untuk daerah-daerah yang tidak terdapat kepentingan seperti itu,
sedimentasi memberikan keuntungan, karena sedimentasi menghasilkan
pertambahan lahan pesisir ke arah laut.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-2
Sedimentasi adalah masuknya muatan sedimen ke dalam suatu lingkungan
perairan tertentu melalui media air dan diendapkan di dalam lingkungan tersebut.
Sedimentasi yang terjadi di lingkungan pantai menjadi persoalan bila terjadi di
lokasi-lokasi yang terdapat aktifitas manusia yang membutuhkan kondisi perairan
yang dalam seperti pelabuhan, dan alur-alur pelayaran, atau yang membutuhkan
kondisi perairan yang jernih seperti tempat wisata, ekosistem terumbu karang atau
padang lamun. Untuk daerah-daerah yang tidak terdapat kepentingan seperti itu,
sedimentasi memberikan keuntungan, karena sedimentasi menghasilkan
pertambahan lahan pesisir ke arah laut.
Ketika gelombang menghempas (swash) merupakan kekuatan pukulan untuk
memecahkan batuan yang ada di pantai. Butiran-butiran halus dari pecahan
batuan (material klastis), seperti kerikil atau pasir, kemudian diangkut sepanjang
pesisir (shore, zona pasang-surut), yaitu bagian yang terkadang kering dan
terkadang berair oleh gerak pasang-surut atau oleh arus terbimbing sepanjang
pesisir (long shore currents). Proses erosi dan pemindahan bahan-bahan
penyusun pantai (beach) yang terangkut disebut beachdrift, yaitu penggeseran-
penggeseran pasir atau kerikil oleh gelombang (swash dan backwash) sampai
diendapkan dan membentuk daratan baru, misalnya, endapan punggungan pasir
memanjang yang disebut off shore bars atau spit.
Adanya endapan seperti misalnya spit yang berbentuk memanjang di depan teluk
ataupun tombolo yang menghubungkan pulau dengan daratan utama,
menunjukkan adanya bagian laut yang tenang. Tenangnya gelombang karena
perlindungan tanjung dan merupakan medan pertemuan dua arah massa arus laut
yang saling melemahkan; yaitu arus dari kawasan laut luar yang memutar di
dalam teluk. Di bagian air yang tenang di situlah terjadi pengendapan (Hallaf,
2006).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-3
Gambar 1 Proses angkutan sedimen sejajar pantai.
Gambar 2 Proses terjadinya longshore current.
Adapun faktor-faktor utama yang mempengaruhi terjadinya perubahan garis
pantai adalah :
1) Faktor Hidro-Oseanografi
Perubahan garis pantai berlangsung manakala proses geomorfologi yang terjadi
pada setiap bagian pantai melebihi proses yang biasanya terjadi. Proses
geomorfologi yang dimaksud antara lain adalah :
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-4
a. Gelombang
Gelombang terjadi melalui proses pergerakan massa air yang dibentuk secara
umum oleh hembusan angin secara tegak lurus terhadap garis pantai (Open
University, 1993 ). Dahuri, et al. (2001) menyatakan bahwa gelombang yang
pecah di daerah pantai merupakan salah satu penyebab utama terjadinya
proses erosi dan sedimentasi di pantai.
b. Arus
Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan, arus merupakan salah satu faktor
yang berperan dalam pengangkutan sedimen di daerah pantai. Arus berfungsi
sebagai media transpor sedimen dan sebagai agen pengerosi yaitu arus yang
dipengaruhi oleh hempasan gelombang. Gelombang yang datang menuju
pantai dapat menimbulkan arus pantai (nearshore current) yang berpengaruh
terhadap proses sedimentasi/ abrasi di pantai. Arus pantai ini ditentukan
terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang
dengan garis pantai. Jika gelombang datang membentuk sudut, maka akan
terbentuk arus susur pantai (longshore current) yaitu arus yang bergerak
sejajar dengan garis pantai akibat perbedaan tekanan hidrostatik
(Pethick,1997).
Gambar 3 Proses perubahan arah gelombang penyebab abrasi.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-5
Gambar 4 Skema keseimbangan sedimen yang terjadi di pantai.
c. Pasut
Menurut Nontji (2002) pasut adalah gerakan naik turunnya muka laut secara
berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Arus pasut ini
berperan terhadap proses-proses di pantai seperti penyebaran sedimen dan
abrasi pantai. Pasang naik akan menyebarkan sedimen ke dekat pantai,
sedangkan bila surut akan menyebabkan majunya sedimentasi ke arah laut
lepas. Arus pasut umumnya tidak terlalu kuat sehingga tidak dapat
mengangkut sedimen yang berukuran besar
2) Faktor Antropogenik
Proses anthropogenik adalah proses geomorfologi yang diakibatkan oleh aktivitas
manusia. Aktivitas manusia di pantai dapat mengganggu kestabilan lingkungan
pantai. Gangguan terhadap lingkungan pantai dapat dibedakan menjadi gangguan
yang disengaja dan gangguan yang tidak disengaja. Gangguan yang disengaja
bersifat protektif terhadap garis pantai dan lingkungan pantai, misalnya dengan
membangun jetti, Groin, pemecah gelombang atau reklamasi pantai. Aktivitas
manusia yang tidak disengaja menimbulkan gangguan negatif terhadap garis
pantai dan lingkungan pantai,
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-6
Gambar 5 Kondisi pantai yang terkena abrasi.
Gambar 6 Kondisi pantai yang terkena pendangkalan akibat sedimentasi.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-7
2.1.2 Proses Litoral, Abrasi, dan Sedimentasi
Sorensen (1978) dalam Supriyatno (2003) menjelaskan bahwa proses litoral
merupakan proses yang terjadi di daerah pantai akibat interaksi dari angin,
gelombang, arus, pasang-surut, sedimen, dan lain-lain seperti aktivitas manusia.
Dinamika litoral yang berdampak pada morfologi daerah nearshore utamanya
disebabkan oleh litoral transport. Litoral transport merupakan gerakan sedimen di
daerah nearshore yang disebabkan oleh gelombang dan arus. Material atau
sedimen yang dimaksud disebut dengan litoral drift (Triatmodjo, 1999). Sorensen
(1978) mengklasifikasikan litoral transport menjadi dua jenis, yaitu :
1. Onshore-Offshore transport
2. Longshore transport
Gambar 7 Proses littoral transport di area nearshore.
Yuwono (2005) membedakan antara erosi pantai dengan abrasi pantai. Erosi
pantai diartikannya sebagai proses mundurnya garis pantai dari kedudukan
semula yang disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan antara pasokan dan
kapasitas angkutan sedimen..
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-8
Gambar 8 Abrasi dan sedimentasi akibat longshore current.
2.1.3 Penyebab Abrasi Pantai
Secara detail kemungkinan penyebab abrasi dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Penurunan Permukaan Tanah. (Land Subsidence)
Pemompaan Air tanah yang berlebihan untuk keperluan industri dan air minum di
wilayah pesisir akan menyebabkan penurunan tanah terutama jika komposisi
tanah pantai sebagian besar terdiri dari lempung/lumpur karena sifat-sifat fisik
lumpur /lempung yang mudah berubah akibat perubahan kadar air. Akibat
penurunan air tanah adalah berkurangnya tekanan air pori. Hal ini mengakibatkan
penggenangan dan pada gilirannya meningkatkan erosi dan abrasi pantai. Hal ini
menunjukkan bahwa potensi penurunan tanah cukup besar dan memberikan
kontribusi terhadap genangan (rob) pada saat air laut pasang.
2. Kerusakan Hutan Mangrove
Hutan Mangrove merupakan sumberdaya yang dapat pulih (sustaianable
resources) dan pembentuk ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting
di wilayah pesisir. Mangrove memiliki peran penting sebagai pelindung alami
pantai karena memiliki perakaran yang kokoh sehingga dapat meredam
gelombang dan menahan sedimen. Ini artinya dapat bertindak sebagai pembentuk
lahan (land cruiser).Sayangnya keberadaan hutan mangrove ini sekarang sudah
semakin punah karena keberadaan manusia yang memanfaatkan kayunya
sebagai bahan bakar dan bahan bangunan.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-9
3. Kerusakan akibat gaya-gaya hidrodinamika gelombang
Orientasi pantai yang relatif tegak lurus atau sejajar dengan puncak gelombang
dominan. Hal ini memberikan informasi bahwa pantai dalam kondisi seimbang
dinamik. Kondisi gelombang yang semula lurus akan membelok akibat proses
refraksi/difraksi dan shoaling. Pantai akan menanggai dengan mengorientasikan
dirinya sedemikian rupa sehingga tegak lurus arah gelombang atau dengan kata
lain terjadi erosi dan deposisi sedimen sampai terjadi keseimbangan dan proses
selanjutnya yang terjadi hanya angkutan tegak lurus pantai (cros shore transport)
4. Kerusakan akibat sebab alam lain
Perubahan iklim global dan kejadian ekstrim misal terjadi siklon tropis. Faktor lain
adalah kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global (efek rumah kaca)
yang mengakibatkan kenaikan tinggi gelombang
5. Kerusakan akibat kegiatan manusia yang lain
a. Penambangan Pasir di perairan pantai
b. Pembuatan Bangunan yang menjorok ke arah laut
c. Pembukaan tambak yang tidak memperhitungkan keadaan kondisi dan
lokasi
Berdasarkan data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab abrasi ada
dua faktor yakni faktor alam dan faktor manusia meskipun yang berpengaruh
paling dominan adalah faktor manusia. Penyebab terjadinya abrasi di pantai
sebagian besar (diperkirakan lebih dari 90%) diakibatkan oleh adanya campur
tangan manusia (A.Hakam,dkk, 2013). Faktor alam berjalan secara alami dan
tidak akan terlalu membuat banyak kerusakan jika saja tidak ada campur tangan
manusia dalam aktifitasnya. Manusia seringkali melakukan sesuatu yang
dianggapnya baik, namun ternyata tindakannya tersebut dapat berakibat pada
perubahan ekosistem pantai. Misalnya menebang mangrove untuk kebutuhan
bahan bakar dan bahan bangunan, menambang pasir, membuat sumur-sumur
dipesisir untuk keperluan industry secara berlebihan, dan lain-lain. Manusia terlalu
egois dalam memanfaatkan ekosistem pantai, hanya bisa mengambil tanpa bisa
memberi. Meninggalkan kerusakan-kerusakan tanpa mau memperbaikinya.
Manusia belum sadar bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh meraka akan
berdampak besar terhadap keberlangsungan hidup manusia itu sendiri, baik
sekarang maupun yang akan datang.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-10
Survey membuktikan setidaknya ada 5 penyebab abrasi yang disebabkan oleh
manusia, yaitu (Diposaptono, 2011):
a. Terperangkapnya angkutan sedimen sejajar pantai akibat bangunan buatan
seperti Groin, jetty, Breakwater pelabuhan dan reklamasi yang sejajar garis
pantai.
b. Timbulnya perubahan arus akibat adanya bangunan di pantai / maritime.
c. Berkurangnya suplai sedimen dari sungai akibat penambangan pasir,
dibangunnya dam disebelah hulu sungai dan sudetan (pemindahan arus
sungai).
d. Penambangan terumbu karang dan pasir pantai.
e. Penebangan dan Penggundulan hutan mangrove
2.1.4 Dampak dan Penanggulangan Abrasi Pantai
Abrasi pantai disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia, seperti
pengambilan batu dan pasir di pesisir pantai, atau penebangan pohon di sekitar
pantai, kurang diperhatikannya hutan mangrove. Manusia mengambil kayu dari
hutan mangrove dan hutan pantai untuk kehidupan sehari-hari, seperti untuk
kebutuhan bahan bakar dan bahan bangunan rumah. Apabila pengambilan kayu
dilakukan secara terus-menerus maka pohon-pohon di pesisir pantai akan
berkurang dan habis. Kerapatan pohon yang rendah pada pesisir pantai
memperbesar peluang terjadinya abrasi, karena akar mangrove yang berfungsi
menahan tanah agar tidak mudah terbawa gelombang sudah habis bersamaan
dengan penebangan pohonnya yang habis ditebang manusia.
Dampak abrasi tentu sangat besar. Garis pantai akan semakin menyempit dan
apabila tidak diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang mempunyai
permukaannya rendah akan tenggelam. Lokasi wisata terutama pantai yang indah
dan menjadi tujuan wisata akan menjadi rusak. Pemukiman warga daerah pesisir
dan tambak akan tergerus akibat gelombang laut hingga menyatu menjadi laut.
Tidak sedikit warga di pesisir pantai yang telah direlokasi gara-gara abrasi pantai
ini. Banyak dilakukan reklamasi untuk menanggulangi abrasi namun tetap
berdampak pada daerah yang memiliki ketinggian rendah dalam bentuk banjir rob.
Abrasi pantai juga berpotensi menenggelamkan beberapa pulau kecil di sekitar
perairan Indonesia.
Secara alami pantai telah memiliki pelindung alami akan tetapi dalam
perkembangannya terdapat perubahan yang sangat signifikan dan berpengaruh
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-11
pada garis pantai. Solusi untuk mengatasi abrasi tidak boleh sembarangan dan
harus memperhatikan kondisi sekitar agar solusi yang di ambil sesuai dan efektif.
Penanggunalang abrasi pada daerah pantai berbeda satu sama lain tergantung
dari kondisi fisik dan lingkungan social ekonomi pantai tersebut. Hal ini akan
dibahas lebih lanjut pada poin mitigasi abrasi.
Selanjutnya secara lebih spesifik dampak yang diakibatkan oleh abrasi antara lain
(Ramadhan, 2013) :
a. Penyusutan lebar pantai sehingga menyempitnya lahan bagi penduduk yang
tinggal di pinggir pantai secara terus menerus.
b. Kerusakan hutan bakau di sepanjang pantai, karena terpaan ombak yang
didorong angin kencang begitu besar.
c. Rusaknya infrastruktur di sepanjang pantai, mis: Tiang Listrik, Jalan, Dermaga,
dan lain-lain.
d. Kehilangan tempat berkumpulnya ikan ikan perairan pantai karena terkikisnya
hutan bakau
Daerah pantai yang mengalami abrasi sangat sulit untuk dipulihkan atau kembali
dalam keadaaan normal. Selain itu juga, kerusakan pantai akibat abrasi dapat
menggangu mata pencaharian penduduk disekitar, terutama yang berprofesi
sebagai nelayan. Pantai yang mengalami abrasi jika tidak di tanggulangi akan
berakibat kerusakan pantai yang semakin parah.
Sedia payung sebelum hujan. Setidaknya pepatah ini dapat kita gunakan utuk
meminimalisir terjadinya abrasi. Sebelum abrasi terjadi lebih parah, terdapat
tindakan pencegahan yang mungkin dapat kita lakukan baik secara perseorangan
atau berkelompok. Untuk menanggulangi atau mencegah terjadinya abrasi pantai
yaitu (Ramadhan, 2013):
1. Pelestarian terumbu karang
Terumbu karang juga dapat berfungsi mengurangi kekuatan gelombang yang
sampai ke pantai. oleh karena itu perlu pelestarian terumbu karang dengan
membuat peraturan untuk melindungi habitatnya. ekosistem terumbu karang,
padang lamun, mangrove dan vegetasi pantai lainnya merupakan pertahanan
alami yang efektif mereduksi kecepatan dan energi gelombang laut sehingga
dapat mencegah terjadinya abrasi pantai. jika abrasi pantai terjadi pada pulau-
pulau kecil yang berada di laut terbuka, maka proses penenggelaman pulau
akan berlangsung lebih cepat.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-12
2. Melestarikan tanaman bakau/mangrove
Fungsi dari tanaman bakau yaitu untuk memecah gelombang yang menerjang
pantai dan memperkokoh daratan pantai, selain untuk mempertahnakan
pantai, mangrove juga berfungsi sebagai tempat berkembangbiakan ikan dan
kepiting.
3. Melarang penggalian pasir pantai
Pasir pantai yang terus menerus diambil akan mengurangi kekuatan pantai.
4. Sedangkan pada pantai yang telah atau akan mengalami abrasi, akan
dibuatkan pemecah ombak atau talud untuk mengurangi dampak dari
terjangan ombak, tindakan ini sering juga disebut tindakan pencegahan secara
teknis.
Secara teori untuk menanggulangi dampak abrasi ada dua cara yaitu:
1. Soft Solution
a. Penanaman tumbuhan pelindung pantai
Penanaman tumbuhan pelindung pantai (bakau, nipah dan pohon api-api)
dapat dilakukan terhadap pantai berlempung, karena pada pantai
berlempung pohon bakau dan pohon api api dapat tumbuh dengan baik
tanpa perlu perawatan yang rumit. Pohon bakau dan pohom api-api dapat
mengurangi energi gelombang yang mencapai pantai sehingga pantai
terlindung dari serangan gelombang
b. Pengisian pasir (sand nourishment)
Prinsip kerja sand nourishment yaitu dengan menambahkan suplai sedimen
ke daerah pantai yang potensial akan tererosi. Penambahan sedimen dapat
dilakukan dengan menggunakan bahan dari laut maupun dari darat,
tergantung ketersediaan material dan kemudahan transportasi. Suplai
sedimen berfungsi sebagai cadangan sedimen yang akan di bawa oleh
badai (gelombang yang besar) sehingga tidak mengganggu garis pantai.
Diusahakan kualitas pasir urugan harus lebih baik atau sama dengan
kualitas pasir yang akan diurug atau diameter pasir urugan diusahakan
lebih besar atau sama dengan diameter pasir asli (Triatmodjo, 1999).
2. Hard Solution
Salah satu metode penanggulangan erosi pantai adalah hard solution atau
penggunaan struktur pelindung pantai, dimana struktur tersebut berfungsi sebagai
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-13
peredam energi gelombang pada lokasi tertentu. Namun banyak tulisan
sebelumnya bahwa struktur pelindung pantai dengan material batu alam yang
cenderung tidak ramah lingkungan dan tidak ekonomis lagi apabila dilaksanakan
pada daerah-daerah pantai yang mengalami kesulitan dalam memperoleh material
tersebut.
Bangunan pantai digunakan untuk melindungi pantai terhadap kerusakan karena
serangan gelombang dan arus. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
melindungi pantai yaitu:
a. memperkuat pantai atau melindungi pantai agar mampu menahan kerusakan
karena serangan gelombang
b. mengubah laju transpor sedimen sepanjang pantai
c. mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai
d. reklamasi dengan menambah suplai sedimen ke pantai atau dengan cara lain
Sesuai dengan fungsinya, bangunan pantai dapat diklasifikasikan dalam tiga
kelompok yaitu:
a. Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar garis pantai
b. Konstruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus pantai
c. Konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan kikra-kira sejajar garis pantai
2.1.5 Jenis-Jenis Bangunan Pengaman Pantai
A. Groin
Groin adalah struktur pengaman pantai yang dibangun menjorok relatif tegak lurus
terhadap arah pantai. Bahan konstruksinya umumnya kayu, baja, beton (pipa
beton), dan batu. Pemasangan Groins menginterupsi aliran arus pantai sehingga
pasir terperangkap pada “upcurrent side,” sedangkan pada “downcurrent side”
terjadi erosi, karena pergerakan arus pantai yang berlanjut.
Penggunaan Groin dengan mneggunakan satu buah Groin tidaklah efektif.
Biasanya perlindungan pantai dilakukan dengan membuat suatu seri bangunan
yang terdiri dari beberapa Groin yang ditempatkan dengan jarak tertentu. Hal ini
dimaksudkan agar perubahan garis pantai tidak terlalu signifikan. Selain tipe lurus
seperti yang ada pada gambar ada juga Groin tipe L dan tipe T, yang kesemuanya
dibangun berdasarkan kebutuhan
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-14
Gambar 9 Perlindungan pantai dengan Groin melengkung.
Gambar 10 Konfigurasi tipikal pantai yang dilindungi dengan sistem Groin.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-15
B. Breakwater
Breakwater atau dalam hal ini pemecah gelombang lepas pantai adalah bangunan
yang dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai.
Pemecah gelombang dibangun sebagai salah satu bentuk perlindungan pantai
terhadap erosi dengan menghancurkan energi gelombang sebelum sampai ke
pantai, sehingga terjadi endapan dibelakang bangunan. Endapan ini dapat
menghalangi transport sedimen sepanjang pantai.
Gambar 11 Perlindungan pantai dengan sistem Breakwater.
Gambar 12 Konfigurasi tipikal pantai yang dilindungi dengan pemecah
gelombang.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-16
C. Revetment
Revetment adalah struktur di pantai dan dibangun searah pantai dengan fungsi
utama melindungi pantai yang tererosi. Struktur Revetment secara tipikal terdiri
dari lapisan luar terbuat dari batu, beton, atau aspal untuk melindungi profil pantai
dengan kemiringan alami. Dalam praktek, dibedakan antara Revetment dan
tembok pantai berdasarkan fungsinya dalam melindungi pantai, tetapi dalam
literatur teknik biasanya tidak ada perbedaan diantara keduanya.
Gambar 13 Perlindungan pantai dengan Revetment.
2.1.6 Contoh Kasus
A. Contoh Kasus Abrasi Pantai Pulau Wawoni Sulawesi Tenggara
Pulau dengan luas sekitar 1000 km2 ini terletak pada bagian tenggara Kota
Kendari. Pulau ini bisa dicapai dengan kapal ferry sekitar 4 jam dari Kota Kendari
yang tiap hari melayani Kendari – Langara PP. Bulan April – September
gelombang besar terjadi sehingga transportasi laut praktis tidak dapat dilakukan
terutama daerah Pantai Wawonii sebelah Timur. Pada bulan-bulan tersebut terjadi
gelombang arah Timur dari Laut Banda.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-17
Kec. Wawonii
Utara
Kec. Wawonii
Timur Laut
Kec. Wawonii
Timur
Kec. Wawonii
Tenggara
Gambar 14 Peta Google Earth Pulau Wawoni.
Gambar 15 Kondisi pantai Pulau Wawoni (1).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-18
Gambar 16 Kondisi pantai Pulau Wawoni (2).
KONDISI PANTAI LABISA KECAMATAN WAWONII UTARA
Tahun 1982 penduduk Desa Labisa pindah dari lokasi ini
karena adanya abrasi sehingga mengakibatkan rumah,
Sekolah Dasar dan areal pemakaman hilang, lokasi
Desa Labisa di sebelah Barat Sungai Sungai Lansilowo.
Gambar 17 Kondisi pantai Pulau Wawoni (3).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-19
Gambar 18 Kondisi pantai Pulau Wawoni (4).
Gambar 19 Kondisi pantai Pulau Wawoni (5).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-20
Kondisi pantai di Pulau Wawonii termasuk
dalam pantai curam, dimana pada jarak kurang
dari 100 m kedalaman mencapai lebih dari -40
m. Dari informasi masyarakat, lokasi-lokasi
yang mengalami abrasi terdapat di wilayah
Wawonii Utara, Wawonii Timur Laut, Wawonii
Timur dan Wawonii Tenggara. Abrasi yang
terjadi di lokasi-lokasi tersebut di atas
didominasi karena adanya gelombang tegak
lurus pantai, dengan kondisi pantai yang
curam, pasir yang dibawa gelombang terjebak
di perairan dalam sehingga tidak dapat
kembali lagi kearah pantai. Fenomena
gelombang tegak lurus pantai ini dapat dilihat
dari foto bangunan yang tegak lurus pantai
dimana di kanan dan kiri bangunan tidak
terdapat penumpukan sedimen
Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Jam-jaman
1997-2006
Lokasi: Ambari
Jenis tongkat menunjukkan kecepatan angin dalam knot.
Panjang tongkat menunjukkan persentase kejadian.
U
S
B T
TGBD
TLBL
0%
10%
20%
30%
40%
Tidak Berangin = 28.87% Tidak Tercatat = 29.66%
Gambar 20 Identifikasi permasalahan pantai Pulau Wawoni.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-21
B. Contoh Kasus Abrasi Pantai Kasipute - Boepinang Sulawesi Tenggara
1. Lokasi pertama “SID Pantai Kasipute – Boepinang Kabupaten Bombana
propinsi Sulawesi Tenggara” berada di pantai kasipute kecamatan rumbia
berjarak 180 km dari kota kendari dengan waktu tempuh ± 3 jam
2. Pantai Kasipute termasuk kedalam wilayah administrasi kelurahan kasipute
dan kelurahan lampopala
3. Panjang garis pantai kasipute sekitar 7 km, dengan kondisi pantai mengalami
abrasi dan banyak pemukiman penduduk yang berada di pesisir pantai
kasipute
4. Pada tahun 2012-2013 sudah ada desain pengamanan pantai kasipute oleh
pihak balai wilayah sungai sulawesi IV sepanjang 750 m , dan sudah ada
realisasi pebangunan pada tahun 2014, yang diperuntukkan untuk
mengamankan fasilitas umum dan pemukiman
5. Sudah ada rencana pembangunan reklamasi, talud dan jalan dari pemda
setempat yang di peruntukkan untuk wilayah komersil atau ruang publik,
panjang rencana talud yang akan dibangun untuk ruang publik sekitar 1,5 km.
6. Angin dominan yang terjadi di pantai kasipute dari arah timur terjadi pada
bulan agustus sampai oktober
7. Terdapat 3 muara sungai yang bermuara di pantai kasipute
8. Lokasi kedua “SID Pantai Kasipute – Boepinang Kabupaten Bombana propinsi
Sulawesi Tenggara” berada di pantai Boepinang berjarak 85 km dari pantai
kasipute dengan waktu tempuh ± 2 jam perjalanan.
9. Pantai Boepinang masuk kedalam wilayah administrasi kelurahan Boepinang
yang terdiri dari dua dusun yaitu dusun bajo barat dan bajo timur.
10. Pemukiman penduduk di pantai boepinang berada di atas laut, dikarenakan
mayoritas penduduk yang tinggal di pantai boepinang adalah masyarakat bajo
11. Angin dominan yang terjadi di pantai boepinang dari arah barat terjadi pada
bulan desember sampai februari
Untuk lokasi Pantai Kasipute, berikut adalah berberapa masalah yang berhasil di
identifikasi, yaitu:
1. Ketika musim angin Timur, banyak lokasi pemukiman yang terletak di pinggir
pantai sudah mulai terancam karena pada saat itu gelombang cukup besar
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-22
menghantam garis pantai. Di lokasi lain juga yang sudah mulai mengalami
kerusakan adalah tanggul jalan. Tanggul jalan ini sudah mulai mengalami
kerusakan pada kaki tanggul hal ini terjadi karena tanggul tersebut tidak di
desain untuk menahan gelombang.
2. Pada saat ini Pemerintah Kabupaten Bombana mempunyai rencana untuk
mengembangkan kawasan Pantai Kasipute sebagai area rekreasi dan ruang
publik terpadu dan pada saat ini pembangunannya sudah mulai dilaksanakan.
Namun dari segi teknis setiap perencanaan yang ada di kawasan pantai harus
mempunyai kajian teknis khususu karena setiap penambahan bangunan di
pantai akan merubah keseimbangan garis pantai yang ada. Namun untuk
kasus rencana masterplan ini Pemda Kabupaten Bombana belum mempunyai
kajian teknis terkait dengan pelaksanaan dari rencana tersebut
Sedangkan untuk lokasi Pantai Boepinang, berikut adalah berberapa masalah
yang berhasil di identifikasi, yaitu:
1. Pada saat ini lokasi pemukiman yang berada di pinggir pantai sudah mulai
terancam oleh gelombang terutama pada saat musim Barat. Ketika musim
Barat ini berlangsung banyak rumah penduduk yang mayoritas berupa rumah
panggung masyarakat Bajo, bergoyang dan posisi tiangnya mulai miring
akibat hantaman gelombang. Jika hal ini dibiarkan akan merusak pemukiman
yang jumlahnya cukup banyak di pinggir pantai.
2. Melalui pengamatan visual, jenis tanah yang ada di lokasi adalah lumpur oleh
karena itu dalam aspek perencanaan pengamanan pantai harus
dipertimbangkan daya dukung struktur supaya tidak mengalami penurunan
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-23
Gambar 21 Lokasi Pantai Kasipute dan Pantai Boepinang.
Gambar 22 Lokasi Pantai Kasipute berdasarkan peta Dishidros.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-24
Gambar 23 Lokasi Pantai Boepinang berdasarkan peta Dishidros.
Gambar 24 Sketsa lokasi Pantai Kasipute (1).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-25
Gambar 25 Sketsa lokasi Pantai Kasipute (2).
Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Jam-jaman
2002-2012
Lokasi: Kendari
Jenis tongkat menunjukkan kecepatan angin dalam knot.
Panjang tongkat menunjukkan persentase kejadian.
U
S
B T
TGBD
TLBL
0%
10%
20%
30%
40%
Tidak Berangin = 6.50% Tidak Tercatat = 0.07%
Gambar 26 Data windrose.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-26
Gambar 27 Kondisi Pantai Kasipute (1).
Gambar 28 Kondisi Pantai Kasipute (2).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-27
Gambar 29 Kondisi Pantai Kasipute (3).
Gambar 30 Kondisi Pantai Kasipute (4).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-28
Pembangunan Talud
dari Pihak BWSS IV
Gambar 31 Masterplan Pantai Kasipute.
Gambar 32 Kondisi Pantai Kasipute (5).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-29
C. Contoh Kasus Abrasi Pantai Pulau Lembeh Sulawesi Utara
Lokasi pekerjaan berada di Pulau Lembeh, tepatnya di Kecamatan Lembeh Utara
dan Lembeh Selatan, Kota Bitung Propinsi Sulawesi Utara. Untuk mencapai Kota
Bitung dapat ditempuh dengan menggunakan jalur darat menggunakan mobil
dengan jarak tempuh kuran lebih 2 jam. Dari Kota Bitung menuju Pulau Lembeh
dapat menggunakan jalur laut dengan waktu tempuh kuran lebih 30 menit. Pulau
Lembeh sendiri terdiri dari 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Lembeh Selatan
dan Kecamatan Lembeh Utara. Berikut ini akan diuraikan hasil identifikasi
kerusakan pantai untuk masing-masing lokasi di Pulau Lembeh.
Kerusakan akibat abrasi yang terdapat di Kelurahan Pasir Panjang sudah
berlangsung cukup lama. Kerusakan akibat abrasi biasanya berlangsung pada
saat gelombang tinggi terjadi yaitu antara bulan Juli – Oktober dimana gelombang
yang datang adalah gelombang Selatan
Gambar 33 Peta lokasi pekerjaan di Pulau Lembeh.
Kec.Ranowulu Kec.Aertemb
aga
Kec.Maesa
Kec.Girian
Kec.Madidir
Kec.Matuari Kec.Lembeh
Selatan
Kec.Lembeh Utara
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-30
Pulau Lembeh
Kota Bitung Kec.LembehUtara
Kec.Lembeh Selatan
Gambar 34 Peta lokasi pekerjaan di Pulau Lembeh dari Peta Dishidros.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-31
Gambar 35 Kondisi pantai di Pulau Lembeh.
Gambar 36 Kondisi pantai di Pulau Lembeh.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-32
Rekapitulasi Kondisi Pantai dan Kerusakan di Pulau Lembeh
Nama Propinsi : Sulawesi Utara
Nama Kabupaten / Kota : Bitung
Nama Kecamatan : Lembeh Selatan
Nama Desa : Pancuran
Mata Pencaharian : Nelayan
Kondisi Infrastruktur : Bangunan Pemukiman, SD dan SMP Mengalami kerusakan
Kondisi Sanitasi : Baik
Sumber Air Minum : Air permukaan
Jumlah KK : 20 KK
Lokasi Perumahan Terkait Dengan Lokasi Pantai : 20 m
Nama Sungai : -
Apakah Sudah Ada Jetty -
Kondisi Sedimentasi : -
Kejadian Banjir : -
Kerugian Akibat Banjir : -
Penyebab Banjir : -
Rentang Pasang Surut : 1.5 - 2.0 m
Tipe Pasang Surut : Semi Diurnal Dominant
Kondisi Gelombang Sehari-Hari : 0.5 - 0.75 m
Kejadian Gelombang Besar : Juli - Oktober
Kerusakan Akibat Gelombang Besar : Perumahan Penduduk Terkena Abrasi Gelombang dan Limpas Saat Pasang
Lokasi Gelombang Pecah : 150 m
Arah Gelombang Besar : Selatan
Fenomena Alam Yang Pernah Terjadi : -
Kedalaman Pantai : - 5 pada jarak 100 m
Tipe Morfologi Pantai : Teluk Landai
Jenis Kerusakan Pantai : Abrasi
Laju Kerusakan Garis Pantai Relatif Tetap Sejak ada Tanggul Pada Tahun 2000
Keberadaan Terumbu Karang : -
Keberadaan Tambak dan Pertanian : -
Material Dasar Bangunan : -
Jenis Tanah : Pasir
Keberadaan Hutan Mangrove : -
Kondisi Sekarang Hutan Mangrove : -
Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove : -
Apakah Sudah Ada Bangunan Perlindungan Pantai : Ada Berupa Tanggul Sederhana
Bagaimana Kondisi Bangunan Perlindungan Pantai : Saat Gelombang Tinggi dan Pasang Air Masih Bisa Masuk ke Pemukiman
Penyebab Kerusakan Bangunan : -
Umur Bangunan : -
Material Dasar Bangunan : Pasangan Batu
Apakah Ada Pelabuhan di Lokasi : Pelabuhan Rakyat
Jenis Pelabuhan : Dermaga Beton
Jenis Perlindungan Pelabuhan : -
5 Kondisi Fisik Pantai Deskripsi
6 Kondisi Infrastruktur Deskripsi
3 Hidrologi Deskripsi
4 Hidro-Oseanografi Deskripsi
1 Uraian Lokasi Deskripsi
2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Deskripsi
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-33
2.2 Uraian Materi Tentang Muara Sungai
2.2.1 Definisi Muara Sungai
Pada Estuari atau muara sungai, Komponen penting yang mengatur dinamika dan
pertukaran antara dua masa air yang berbeda adalah pasut. Meskipun demikian,
di alam ada pula estuari yang berada di daerah non pasut, daerah ini sering
dinamai dengan laguna. Di laut yang non pasut ini, sungai secara alarni lebih
sering membentuk delta dari pada estuari.
Untuk keperluan penanggulangan kerusakan muara sungai, perlu diketahui secara
pasti penyebab dominan permasalahan yang terdapat di muara sungai. Dengan
mengetahui permasalahan tersebut, perencana akan lebih mudah mencari jalan
pemecahan masalah yang paling tepat dan yang sesuai dengan lingkungan
sekitar. Ada beberapa parameter dominan yang mempengaruhi kerusakan muara
sungai, lima di antaranya adalah:
1) debit sungai,
2) angkutan sedimen sungai,
3) gelombang dan arus menyusur pantai,
4) angkutan sedimen pantai,
5) pasang surut dan arus pasang surut.
Pengaruh kelima parameter tersebut dapat berubah-ubah, tergantung pada waktu.
Pada saat musim kemarau, debit sungai dan sedimen sungai cukup kecil
sehingga pengaruhnya terhadap pembentukan muara sungai relatif kecil,
sedangkan pada waktu musim penghujan debit sungai dan sedimen sungai
sangat dominan dalam pembentukan muara sungai. Demikian pula pengaruh
gelombang pada pembentukan muara sungai, sangat tergantung pada musimnya.
Di Indonesia terdapat beberapa musim di antaranya, ialah musim kemarau dan
musim penghujan dalam kaitannya dengan banjir, musim barat dan musim timur
dalam kaitannya dengan gelombang, serta pasang purnama dan perbani dalam
kaitannya dengan arus pasang surut. Untuk menganalisis permasalahan muara
sungai, perlu dikaji parameter-parameter tersebut dengan memasukkan faktor
musim yang terdapat di wilayah setempat, dalam hal ini musim yang terdapat di
Indonesia.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-34
2.2.2 Fungsi Muara Sungai
Ditinjau dari sudut perekonomian, muara memiliki posisi yang penting karena
berfungsi sebagai pintu penghubung antara laut dan daerah pedalaman. Hal ini
dijumpai terutama di Pulau-pulau yang memiliki sungai-sungai yang lebar dan
dalam seperti Sumatera (Sungai Musi di Palembang) dan Kalimantan (Sungai
Barito, Kapuas dan Sungai Mahakam). Pengaruh pasang surut menyebabkan
perubahan muka air secara periodik di muara sungai. Debit air yang besar dan
didukung dengan energi pasang surut yang cukup tinggi akan menjaga kondisi
dasar perairan di mulut sungai dan estuari cukup dalam untuk pelayaran sungai,
sehingga kondisi muara sungai yang demikian sangat cocok digunakan sebagai
lokasi pelabuhan.
Selain dari sisi ekonomi, muara juga berfungsi sebagai penyangga ekosistem baik
terhadap sungai itu sendiri maupun terhadap lingkungan pantai sekitarnya.
Lingkungan estuari merupakan kawasan yang sangat penting bagi berbagai
spesies hewan dan tumbuhan. Pada daerah-daerah beriklim tropis seperti di
Indonesia, lingkungan estuari umumnya ditumbuhi oleh tumbuhan khas yang di
sebut Mangrove. Tumbuhan mangrove mampu beradaptasi dengan genangan air
laut yang kisaran salinitasnya cukup lebar Hutan mangrove adalah salah satu
contoh tetumbuhan muara yang selain berfungsi ekologis, juga berguna sebagai
pengaman pantai terhadap erosi (pengamanan non struktural).
2.2.3 Karateristik Fisik Muara Sungai
1) Salinitas
Salinitas di muara berfluktuasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya dan berubah
sesuai dengan waktu. Jika air laut dengan salinitas rata-rata 35o/oo bercampur
dengan air tawar (salinitas 0o/oo), campuran air tersebut akan memiliki nilai
salinitas bervariasi di antaranya. Profil salinitas muara yang diidealkan diberikan
pada Gambar 37. Dalam kenyataan di lapangan, batas-batas salinitas tidak begitu
jelas seperti ditunjukkan pada Gambar 37.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-35
Gambar 37 Profil salinitias muara (Castro dan Huber, 2007).
2) Morfologi Muara
Proses penggerak utama dalam morfologi muara adalah progradasi (progradation)
dan transgresi (transgression). Proses-proses tersebut secara umum membentuk
pantai (termasuk muara) sesuai dengan pasokan sedimen terkait dengan
kenaikan permukaan air laut relatif. Jika kenaikan muka air laut akibat pasang
tinggi, dan/atau pasokan sedimen relatif rendah, yang terjadi adalah transgresi ke
laut. Sebaliknya jika kenaikan muka air laut rendah, yang disertai dengan pasokan
sedimen yang tinggi, proses yang terjadi adalah progradasi. Gambar 38
menunjukkan proses progradasi dan transgresi yang membentuk morfologi
sebuah muara.
Gambar 38 Proses progradasi dan transgresi pembentukan muara.
Bagian sisi kiri dari Gambar 38 menggambarkan proses progradasi, yang mana
daratan akan bertambah, salah satunya karena permukaan laut yang turun relatif
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-36
terhadap daratan, atau akibat pasokan sedimen yang besar. Bagian sisi kanan
menggambarkan proses transgresif, salah satunya adalah akibat kenaikan
permukaan air laut, atau karena ketidakcukupan pasokan sedimen. Perlu
diperhatikan bahwa perubahan permukaan air laut adalah relatif, dalam arti
penurunan daratan dengan permukaan air laut konstan mempunyai pengaruh
yang sama jika elevasi daratan konstan dan permukaan air laut naik. Akibat
proses progradasi, deposisi sedimen sungai menyebabkan formasi delta. Jika
energi gelombang dan energi pasang surut rendah, sedimen sungai akan
terdeposisi di sepanjang kedua tepi sungai. Akibat gradien aliran sungai,
permukaan air pada suatu titik sepanjang sungai akan berangsur-angsur naik
karena titik tersebut terletak pada jarak yang lebih jauh dari mulut sungai. Pada
suatu saat, kemungkinan jika debit sungai tinggi, air sungai akan menggenangi
dan mengerosi tebing sungai dan terbentuk alur baru yang lebih pendek ke laut.
Proses yang sama berulang terus menerus, yang mana menyebabkan
terbentuknya formasi delta. Gelombang kuat dengan arus searah pantai akan
memperlebar formasi delta dalam arah sejajar pantai, sementara energi pasang
surut yang besar biasanya menghasilkan pola-pola tegaklurus garis pantai. Di luar
pengaruh aliran sungai dan sedimen fluvial, dataran pantai akan terbentuk jika
gaya gelombang dominan dan dataran pasang surut yang akan terbentuk jika
pengaruh pasang surut lebih dominan.
Pada proses transgresi, sebuah estuari adalah ekuivalen dari formasi delta dalam
proses progradasi, tetapi pada proses transgresi, pasokan sedimen tidak cukup
untuk mengatasi kenaikan relatif permukaan air laut. Pasokan sedimen tidak
hanya bersumber dari sungai (sedimen fluvial) tetapi juga berasal dari laut/pantai,
karena pasang naik atau gelombang memasok sedimen dari laut. Bahkan sebuah
laguna hanya mempunyai sumber pasokan sedimen dari laut, karena tidak ada
sungai yang mengalir ke dalamnya.
Bedasarkan berbagai proses geomorfologi yang terjadi, Gambar 16 memberikan
sebuah klasifikasi untuk proses progradasi dan transgresi pada pembentukan
muara sungai. Pengaruh energi yang berasal dari sungai digambarkan dalam
sumbu vertikal, sementara pengaruh pantai dalam sumbu horisontal, energi
gelombang ke kiri dan energi pasang surut ke kanan. Puncak segitiga
menggambarkan formasi delta; bagian dasar segitiga menggambarkan dataran
pantai dan dataran pasut; estuari terletak di antaranya. Laguna adalah bagian
paling akhir dari spektrum estuari. ”Kedalaman” pada gambar memberikan ide
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-37
tentang evolusi terhadap waktu, relatif terhadap perubahan permukaan air laut
dan pasokan sedimen. Sesuai dengan kenaikan permukaan air laut, delta akan
berubah menjadi estuari atau sebaliknya. Dataran pantai dan dataran pasang
surut akan ”hilang” dan berubah menjadi perairan dangkal jika permukaan laut
naik.
Gambar 39 Diagram klasifikasi muara (Boyd dkk, 1992 dan Dalrymple dkk, 1992).
Menurut Boyd dkk (1992) dan Dalrymple dkk (1992), bentuk muara sungai dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok tergantung pada faktor-faktor dominan yang
mempengaruhinya, yaitu gelombang, sungai dan pasang surut.
Pada bagian-bagian berikut diuraikan tentang bentuk-bentuk muara sungai sesuai
dengan faktor-faktor dominan yang mempengaruhinya serta masalah-masalah
yang mungkin terjadi.
Secara morfologi Muara sungai secara umum dapat dibagi menjadi tiga macam,
sesuai dengan faktor dominan yang mempengaruhi muara. Ketiga macam tipe
muara tersebut adalah sebagai berikut
a. Muara yang didominasi gelombang laut (wave-dominated river mouth)
Tipe muara ini ditandai dengan angkutan sedimen menyusur pantai setiap tahun
cukup besar dan arus menyusur pantai cukup dominan dalam pembentukan
muara sungai. Pada tipe ini biasanya muara tertutup oleh lidah pasir dengan pola
sedimentasi, seperti terlihat pada Gambar 40. Pola sedimentasi yang terjadi di
muara tersebut sangat tergantung pada arah gelombang.
Jika arah gelombang dominan menyudut terhadap pantai, akan terjadi penutupan
muara dengan arah penutupan sesuai dengan arah gerakan pasir menyusur
laguna
dataran pasut dataran pantai
estuari didominasi gelombang
estuari didominasi
pasut
delta
GELOMBANG PASUT
SUNGAI
delta
dataran pantai
dataran pasut
daya gelombang/ pasut
kenaik
an d
aya f
luvia
l
TRANSGRESI
WAKTU R
ELA
TIF
PROG
RADASI
Marine source
Embayed mixed source
Prograding fluvial source
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-38
pantai). Pada kondisi muara dengan arah gelombang dominan yang relatif tegak
lurus dengan pantai, pola sedimentasi akan terlihat, seperti pada Gambar 40.
Permasalahan utama pada sungai ini ialah saat awal musim hujan, yatu ketika
endapan pasir di muara cukup tinggi dan biasanya muara cukup sempit. Muara
tidak mampu menyalurkan air banjir diawal musim hujan. Jika sungai tersebut juga
digunakan untuk keperluan nelayan, nelayan tidak dapat atau sulit memasuki
muara sungai pada kondisi seperti itu.
Jika arah gelombang dominan menyudut, muara sungai akan sering berpindah
tempat sehingga dapat menyulitkan pengendalian banjir ataupun pengelolaan
daerah sekitar muara.
c) Potongan memanjang
d) Potongan melintang
TampakAtas
Alur
Tebing
Pantai
Bar
Alur
Puncak Bar
Endapan
Alur
Alur
Pantai
a) Arah gelombang tegak lurus pantai
Arah Gelombang
Arah
Gelombang
Lidah Pasir
b) Arah gelombang membentuk
sudut dengan garis pantai
Sumber : Pekerjaan Manual Perencanaan Teknis Pengamanan Pantai (2007)
Gambar 40 Tipe muara yang didominasi gelombang laut.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-39
Gambar 41 Contoh muara yang didominasi gelombang (arah laut).
Gambar 42 Contoh muara yang didominasi gelombang (arah darat).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-40
Gambar 43 Contoh muara yang didominasi gelombang laut.
b. Muara yang didominasi aliran sungai (river flow-dominated river mouth)
Tipe muara ini ditandai dengan debit sungai menyusur setiap tahunan cukup
besar sehingga debit tersebut merupakan parameter utama pembentukan muara
sungai. Pola sedimentasi pada muara tipe ini dapat dilihat pada Gambar 44.
Pendangkalan yang serius biasanya tidak terjadi pada tipe muara ini. Hal ini
disebabkan aliran air sungai yang terjadi cukup besar sehingga mampu
memelihara atau merawat kedalaman alur sungai. Jika aliran sungai cukup
banyak membawa material sedimen, garis pantai akan cepat maju dan
membentuk tanjungan.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-41
alur
tebing
tebing
ambang
puncak ambang
alur
Tampak Atas
Potongan Melintang
mulut
pasir halus
pasir kasar
lempung
campuran pasir dan lempung
Sumber : Pekerjaan Manual Perencanaan Teknis Pengamanan Pantai (2007)
Gambar 44 Tipe muara yang didominasi aliran sungai.
Gambar 45 Contoh muara yang didominasi sungai (delta Bengawan Solo).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-42
c. Muara yang didominasi pasang surut (tide-dominated river mouth)
Tipe muara ini ditandai dengan fluktuasi pasang surut yang cukup besar sehingga
arus yang terjadi akibat pasang surut ini cukup potensial untuk membentuk muara
sungai. Pada tipe ini terjadi angkutan sedimen dua arah (arah laut dan arah darat).
Muara biasanya berbentuk corong atau lonceng (bell shape) dengan beberapa
alur dan pendangkalan seperti terlihat pada Gambar 46.
Permasalahan utama pada tipe muara ini bukan penutupan muaranya, tetapi
pendangkalan yang terjadi di muara sungai dapat mengganggu pelayaran atau
navigasi.
Potongan Melintang A
Potongan Melintang B
Potongan Melintang C
B B
AA
Alur Endapan
Pasir
Tebing
Tebing
A
A
B
B
C
C
Pendangkalan
Sumber : Pekerjaan Manual Perencanaan Teknis Pengamanan Pantai (2007)
Gambar 46 Tipe muara yang didominasi pasang surut.
Karena sangat banyak muara sungai di Indonesia yang bermasalah, dalam usaha
memperbaiki kondisi muara tersebut haruslah dipilih muara sungai yang
mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Di bawah ini diberikan pedoman untuk
menentukan pemilihan proyek perbaikan muara sungai, yaitu dengan memberikan
urutan prioritas terhadap muara yang mempunyai kriteria sebagai berikut.
a. muara sungai yang bagian hulunya merupakan daerah yang nilainya cukup
tinggi dan perlu dilindungi dari ancaman banjir, misalnya daerah industri dan
daerah permukiman yang padat;
b. muara sungai yang dipergunakan untuk keperluan pelayaran, baik untuk
keperluan niaga maupun untuk keperluan perikanan;
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-43
c. muara sungai yang bagian hulunya mempunyai potensi yang besar untuk
pertanian dan pertambakan sehingga diperlukan adanya kelancaran aliran air
di sungai tersebut;
d. muara sungai yang selalu berpindah-pindah dan merusak daerah sekitar yang
telah dikembangkan menjadi daerah pariwisata atau daerah industri.
Dalam menentukan langkah-langkah perbaikan muara sungai, perlu
dipertimbangkan cara yang paling tepat dan yang paling ekonomis. Dalam
kaitannya dengan desain bangunan jeti, yang sangat menentukan dalam
penentuan biaya adalah jenis konstruksi jeti dan panjang jeti. Oleh karena itu, agar
biaya pembuatan jeti dapat ditekan, perlu ditetapkan dengan jelas fungsi
bangunan jeti yang akan dibuat tersebut. Dengan demikian, panjang jeti dapat
disesuaikan dengan maksud tersebut. Sebagai contoh, untuk keperluan stabilisasi
muara sungai, tidak perlu dibangun jeti yang panjang. Pembuatan bangunan jeti
yang terlalu panjang justru dapat menimbulkan permasalahan di tempat yang lain
dan hal ini perlu dihindarkan. Di samping itu, perlu ditekankan bahwa ada jenis
konstruksi tertentu yang biaya pembangunannya murah, tetapi biaya
perawatannya tinggi sehingga perlu dipertimbangkan dalam desainnya.
3) Prisma Pasang Surut
Berkaitan dengan permasalahan di muara sungai perlu diketahui suatu parameter
yang dikenal dengan nama prisma pasang surut (tidal prism), P, yaitu volume air
laut yang mengalir masuk ke atau keluar dari sebuah sistem muara melalui mulut
sungai antara titik balik air surut (low water slack) dan titik balik air pasang (high
water slack) berikutnya atau sebaliknya. Apabila tidak ada aliran dari hulu sungai,
maka volume air yang masuk ke muara pada saat air pasang (flood tide) dan
volume yang keluar dari muara pada saat air surut (ebb tide) adalah sama. Prisma
pasang surut dapat dihitung secara matematis sebagai berikut
( )0
p sT atauT
P Q t dt= ………………………………………………………………………… (1)
di mana
P = prisma pasang surut
Tp = perioda air pasang
Ts = perioda air surut
Q(t) = debit yang melalui mulut sungai
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-44
T = perioda pasang surut = Tp + Ts
Apabila bentuk kurva pasang surut dianggap berbentuk sinusoidal, prisma pasang
surut dapat didekati sebagai berikut
max
k
Q TP
C= ……………………………………………………………………………….…(2)
di mana
Qmax = debit maksimum
Ck = faktor koreksi, antara 0,811 – 0,999
Prisma pasang surut juga dapat dihitung secara analitis apabila distribusi
kecepatan arus pada vertikal di mulut sungai diketahui
1
1
mA a P= .....................................................................................................................(3)
di mana
A = luas penampang aliran pada muka air rata-rata untuk kondisi pasang
purnama (m2)
P = prisma pasang surut (m3)
Jarret (1976) telah menganalisis persamaan di atas berdasarkan sejumlah besar
data untuk mendapatkan nilai a1 dan m1, hasilnya adalah: