BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Massa 2.1.1 Media Massa Indonesia Harus Perhatikan Definisi Komunikasi Massa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komunikasi Massa
2.1.1 Media Massa Indonesia Harus Perhatikan
Definisi Komunikasi Massa
14
Secara peran dan fungsi media massa, sudah
sepantasnya media-media nasional Indonesia kembali
mempertimbangkan seperti apa pemahaman dan pengertian
media masa sesuai yang telah dipaparkan oleh para ahli
Ilmu Komunikasi terdahulu.
Para ahli komunikasi berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan komunikasi massa adalah kegiatan
komunikasi yang mengharuskan unsur-unsur yang terlibat
didalamnya saling mendukung dan bekerja sama, untuk
terlaksananya kegiatan komunikasi massa ataupun
komunikasi melalui media massa, jelasnya merupakan
singkatan dari komunikasi media massa. Kemudian para
ahli komunikasi membatasi pengertian media massa pada
komunikasi dengan menggunakan media massa, seperti
surat kabar, majalah, radio, televisi, atau film.
Bagaimana peliknya komunikasi massa, seperti yang
dikatakan oleh Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu
Komunikasi Teori dan Praktek, yaitu:
“Yang dimaksud dengan komunikasi massa adalah komunikasidengan menggunakan media massa, yang meliputi surat kabar,yang mempunyai sirkulasi yang luas, radio dan televisi yang
15
siarannya ditujukan kepada umum dan film-film yangdipetunjukan di gedung-gedung bioskop” (Effendy, 2011 h, 11).
Sedangkan menurut Oemi Abdurrahman, Massa
Commnunication (komunikasi massa) adalah komunikasi yang
menggunakan media massa, yaitu pers radio dan televisi
dengan nama “Message” dapat diterima oleh komunikannya
yang anonim dari heterogen secara “Timely” (tepat),
masal dan simultaneously (bersamaan) (Abdurrahman, 2005
h, 75).
Begitu banyaknya definisi tentang komunikasi
massa, akan tetapi sebetulnya tujuan komunikasi massa
adalah sama, yaitu menyampaikan pesan melalui media
yang mampu menjangkau khlayak yang banyak. Seperti yang
disimpulkan oleh Meletzke 1983, (Jalaludin Rakhmat,
2005) dalam bukunya Psikologi Komunikasi:
1. Komunikasi kita artikan setiap bentuk komunikasi
massa yang menyampaikan pernyataan secara terbuka
melalui media penyebaran teknis secara tidak
langsung dan satu arah pada publik yang tersebar.
16
2. Komunikasi massa dibedakan dengan komunikasi
lainnya dengan suatu kenyataan bahwa komunikasi
massa dialamatkan kepada sejumlah populasi dari
berbagai kelompok dan bukan hanya satu atau
beberapa individu atau sebagai khusus populasi.
Komunikasi massa juga mempunyai anggapan tersirat
akan adanya alat-alat khusus untuk menyampaikan
komunikasi agar komunikasi dapat sampai pada saat
yang sama. Semua orang mewakili berbagai
masyarakat.
3. Bentuk komunikasi massa dapat dibedakan dari
corak-corak yang lama karena memiliki
karakteristik utama, sebagai berikut: diarahkan
kepada khalayak yang relatif besar heterogen
anonim, pesan disampaikan secara terbuka
seringkali dapat mencapai banyak khalayak, secara
serentak, bersifat sekilas, komunikator cenderung
berada atau bergerak dalam organisasi yang
kompleks yang melibatkan biaya yang besar
(Rakhmat,2005 h 212-213).
17
Komunikasi massa terbatas pada proses penyebaran
pesan melalui media massa yakni surat kabar, radio,
televisi, film, majalah, dan buku, tidak mencakup
proses komunikasi tatap muka (face to face communication)
yang juga tidak kurang pentingnya, terutama dalam
kehidupan organisasi.
Dengan mempertimbangkan hal-hal mendasar diatas
bisa dipastikan media massa di Indonesia khususnya
Televisi nasional akan terus memperhatikan tatanan dan
kembali ke peran dan fungsi awal media. Setelah
memperhatikan hal mendasar tersebut kemdian media harus
juga meninjau kembali ciri-ciri komunikasi massa.
2.1.2 Media Memahami Ciri-Ciri Komunikasi Massa
Seperti dikatakan oleh Severin dan Tankard, Jr,
komunikasi massa adalah keterampilan, seni, dan ilmu,
dikaitkan dengan pendapat Devito bahwa komunikasi massa
ditujukan kepada massa melalui media massa jika
dibandingkan dengan jenis-jenis komunikasi lainnya,
18
maka komunikasi massa memiliki ciri-ciri khusus antara
lain :
1. Komunikasi massa berlangsung satu arah.
Berbeda dengan komunikasi antar personal
yang berlangsung dua arah, komunikasi massa
berlangsung satu arah. Berarti bahwa tidak
terdapat arus balik dari komunikan kepada
komunikator.
2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga.
Artinya media massa sebagai saluran
komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu
institusi atau organisasi. Oleh karena itu,
komunikatornya melembaga atau dalam bahasa
asing disebut Institusionalized Communicator atau
Organized communicator.
3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum
(public).
19
Hal ini dikarenakan ditujukan pada
perseorangan atau pada sekelompok orang
tertentu. Media komunikasi massa menimbulkan
keserempakan artinya media massa memiliki
kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan
pada pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan
yang disebarkan.
4. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen.
Bahwa komunikan atau khalayak merupakan
kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam
proses komunikasi massa sebagai sasaran yang
dituju komunikator bersifat heterogen. Dalam
keberadaan secara terpencar-pencar, dimana satu
sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak
memiliki kontak pribadi, masing-masing berbeda
dalam segala hal, jenis kelamin, usia, agama,
ideologi, pekerjaan, pendidikan, pengalaman,
kebudayaan, pandangan hidup, keinginan, cita-
cita, dan sebagainya.
20
2.1.3 Arah Fungsi Komunikasi Massa
Bagian terpenting dalam media adalah mengetahui
bagaimana fungsi sesungguhnya media massa di tempatkan
dalam lingkungan public. Media-media Indonesia khusunya
pada jenis media elektronik atau Televisi kini sudah
banyak yang berbelok dari fungsi media sebenarnya.
Berikut Fungsi media menurut Harold D. Laswell dalam
(Effendy, 2009, h. 27).
Harold D. Lasswell, pakar komunikasi terkenal,
juga telah menampilkan pendapatnya mengenai fungsi
komunikasi itu. Dikatakan bahwa proses komunikasi di
masyarakat menunjukan tiga fungsi:
1. Pengamatan terhadap lingkungan, penyingkapan
ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai
masyarakat dan bagian-bagian unsur didalamnya.
2. Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika
menanggapi lingkungan.
21
3. Penyebaran warisan sosial. Disini berperan para
pendidik, baik dalam kehidupan rumah tangganya
maupun di sekolah, yang mewariskan kehidupan
sosial pada keturunan berikutnya (Effendy,
2009, h. 27).
Sedangkan fungsi komunikasi massa menurut Sean
McBride dan kawan-kawan dalam buku Aneka Suara, Satu
Dunia (Many Voices one World) adalah sebagai berikut :
1. Informasi merupakan suatu proses pengumpulan,
penyampaian, pemrosesan, penyebaran berita,
data, gambar, fakta, dan pesan, opini dan
komentar yang dibutuhkan agar orang dapat
mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap
kondisi internasional, lingkungan, dan orang
lain, agar dapat mengambil keputusan yang
tepat.
2. Sosialisasi (pemasyarakatan) merupakan
penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang
memungkinkan orang bersikap dan bertindak
22
sebagai anggota masyarakat yang efektif, yang
menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya
sehingga ia dapat aktif didalam masyarakat.
3. Motivasi merupakan penjelasan setiap tujuan
masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang,
mendorong orang menentukan pilihannya dan
keinginannya, mendorong kegiatan individu dan
kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan
dikejar.
4. Perdebatan dan diskusi yaitu menyediakan dan
saling menukar fakta yang diperlukan untuk
memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan
perbedaan pendapat mengenai masalah publik,
meyediakan bukti-bukti yang relevan yang
diperlukan untuk kepentingan umum dan agar
masyarakat lebih melibatkan diri dalam masalah
yang menyangkut kegiatan bersama di tingkat
internasional, nasional, dan lokal.
5. Pendidikan merupakan pengalihan ilmu
pengetahuan sehingga mendorong perkembangan
23
intelektual, pembentukan watak, dan pendidikan
keterampilan, serta kemahiran yang diperlukan
pada semua bidang kehidupan.
6. Memajukan kebudayaan yaitu penyebarluasan hasil
kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan
warisan masa lalu, perkembangan kebudayaan
dengan memperluas horizon seseorang,
membangunkan imajinasi dan mendorong
kreativitas serta kebutuhan estetiknya.
7. Hiburan merupakan penyebarluasan sinyal,
simbol, suara, dan citra dari drama, tari,
kesenian, kesusastraan, musik, komedi, olah
raga, permainan, dan sebaigainya untuk rekreasi
dan kesenangan kelompok dan individu.
8. Intergrasi merupakan penyedia bagi bangsa,
kelompok, dan individu, kesempatan memperoleh
berbagai pesan yang diperlukan mereka agar
mereka dapat saling kenal, mengerti, dan
menghargai kondisi, pandangan, dan keinginan
orang lain.
24
2.1.4 Media Di Indonesia Memiliki Karakteristik
Komunikasi Massa
Karakteristik komunikasi massa meliputi lima hal
berikut di bawah ini:
1. Komunikasi massa bersifat umum.
Pesan komunikasi yang disampaikan melalui media
massa adalah terbuka untuk semua orang. Meskipun
pesan komunikasi masa bersifat umum dan terbuka,
sama sekali terbuka juga jarang diperoleh,
disebabkan faktor yang bersifat paksaan yang
timbul karena struktur sosial.
1. Komunikan bersifat heterogen.
Massa dalam komunikasi massa terjadi dari orang
yang heterogen yang meliputi penduduk yang
bertenpat tinggal dalam kondisi yang sangat
berbeda, dengan kebudayaan yang beragam, berasal
dari berbagai lapisan masyarakat.
25
Komunikan dalam komunikasi massa adalah orang
yang disatukan oleh suatu minat yang sama yang
mempunyai bentuk tingkah laku yang sama dan
terbuka bagi pengaktifan tujuan yang sama;
meskipun demikian orang-orang yang tersnagkut
tadi tidak saling mengenal, berinteraksi secara
terbatas, dan tidak terorganisasi. Komposisi
komunikan tersebut tergeser-geser terus-menerus,
serta tidak mempunyai kepemimpinan atau perasaan
identitas.
2. Media Massa menimbulkan keserempakan.
Yang dimaksudkan dengan keserempakan alah
keserempakan dengan sejumlah besar penduduk dalam
jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk
tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan
terpisah. Keserempakan juga adalah penting untuk
keseragaman dalam seleksi dan interpretasi pesan-
pesan. Tanpa komunikasi massa hanya pesan-pesan
yang sangat sederhana saja yang disiarkan tanpa
26
perubahan dari orang yang satu ke orang yang
lain.
3. Hubungan komunikator-komunikan bersifat non-
pribadi.
Dalam komunikasi massa, hubungan antara
komunukator dan komunikan bersifat non-pribadi,
karena komunikan yang anonim dicapai oleh orang-
orang yang dikenal hanya dalam peranannya yang
bersifat umum sebagai komunikator.
4. Berlangsung satu arah (one way communication)
Yaitu komunikator kepada komunikan. Tanggapan
atau reaksi muncul belakangan (Romly, 2002, h.
4).
2.2 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa
Televisi adalah media massa yang masih menjadi
alat komunikatif pertama yang dikonsumsi masyarakat
luas untuk mendapatkan informasi-informasi penting yang
dibutuhkan. Artinya televisi harus semakin bisa
menggunakan peran dan fungsi media sesuai kebutuhan
27
oleh masyarakat luas, bukan lagi mempentigkan golongan-
golongan yag berkepntingan.
Begitu banyak jenis media komunikasi massa mulai
dari surat kabar, majalah, buku, radio, film, televisi
dan lain sebagainya. Diantara jenis media komunikasi
massa tersebut yang paling efektif adalah televisi.
(J.B Wahyudi, 1986, h. 49) Televisi berasal dari dua
kata yang berbeda asalnya, yaitu tele (bahasa Yunanni)
yang berarti jauh, dan visi (videre – bahasa Latin)
berarti penglihatan. Dengan demikian televisi yang dalam
bahasa inggrisnya television diartikan dengan melihat jauh.
Melihat jauh disini diartikan dengan, gambar dan ssuara
yang diproduksi disuatu tempat (studio televisi) dapat
dilihat dari tempat “lain” melalui sebuah perangkat
penerima.
Prinsip televisi ditemukan oleh Paul Nipkow dari
Jerman pada tahun1884, namun baru tahun 1928 Vlandimir
Zworkyn (Amerika Serikat) menemukan tabung kamera atau
iconoscope yang bisa menangkap dan mengirim gambar dari
bentuk gambar optis kedalam sinyal elektronis untuk
28
selanjutnya diperkuat dan ditompangkan kedalam
gelombang radio. Zworkyn dengan bantuan Philo
Farnsworth berhasil menciptakan pesaawat televisi
pertama yang dipertunjukan kepada umum pada pertemuan
World’s Fair pada tahun 1939. Perang dunia ke-2 sempat
menghentikan perkembangan televisi. Namun setelah
perang usai, teknologi baru yang telah disempurnakan
selama perang, berhasil mendorong kemajuan televisi.
Kamera televisi baru tidak lagi membutuhkan banyak
cahaya sehingga para pengisi acara di studio tidak lagi
kepanasan. Selain itu, layar televisi sudah menjadi
lebih besar terdapat lebih banyak program yang tersedia
dan sejumlah stasiun televisi lokal mulai membentuk
jaringan. Masa depan televisi mulai terlihat
menjanjikan.
Televisi sebagai salah satu bentuk media massa
memiliki ciri dan sifat yang berbeda dengan media massa
lainnya, bahkan antara sesama media penyiaran, misal
radio dan televisi, terdapat berbagai perbedaan sifat.
Media massa televisi meskipun sama dengan radio dan
29
film sebagai media massa elektronik, tetapi mempunyai
mempunyai ciri dan sifat yang berbeda, terlebih lagi
dengan media massa cetak seperti surat kabar dan
majalah. Media dapat dibaca kapan saja tetapi televisi
dan radio hanya dapat dilihat sekilas dan tiddak dapat
diulang. (Morissan, 2009, h. 6).
Media massa televisi tidak bisa dipungkiri
mempunyai keunggulan dalam menyampaikan pesan ke
publik. (dalam Wawan Kuswandi, 1996: 8) Menurut Skomis
dalm bukunya “Television and Society: An Incuest and Agenda”
(1965), dibandingkan dengan media massa lainnya (radio,
surat kabar, majalah, buku, dan sebagainya), televisi
tampaknya mempunyai sifat yang istimewa. Televisi
merupakan gabungan dari media dengar dan gambar yang
bisa bersifat politis, bisa juga bersifat informatif,
hiburan dan pendidikan, atau bahkan gabungan gabungan
dari ketiga unsur tersebut. Televisi menciptakan
suasana tertentu, yaitu para pemirsanya dapat melihat
dengan duduk santai tanpa kesengajaan untuk
menyaksikannya. Penyampaian pesan seolah-olah langsung
30
antara komunikator dan komunikan. Informasi yang
disampaikan oleh televisi, akan mudah dimengerti karena
jelas terdengar secara audio dan terlihat secara visual
Televisi sebagai komunikasi massa dapat dijelaskan
(dalam Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa: 1996, h. 16)
Komunikasi massa media televisi ialah proses komunikasi
antara komunikator dengan komunikan (massa) melalui
sebuah sarana, yaitu televisi. Komunikasi massa media
televisi bersifat periodik. Dalam komunikasi massa
media tersebut, lembaga penyelenggara komunikasi bukan
secara perorangan, melainkan melibatkan banyak orang
dengan organisasi yang kompleks serta pembiayaan yang
besar. Karena media televisi bersifat “transitory” (hanya
meneruskan) maka pesan-pesan yang disampaikan melalui
media massa tersebut, hanya dapat didengar dan dilihat
secara sekilas. Pesan-pesan di televisi bukan hanya
didengar, tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang
bergerak (audio visual). (JB. Wahyudi, Komunikasi
Jurnalistik).
31
Memasukkan paradigma Lasswell dalam komunikasi
massa media televisi, secara tegas memperlihatkan bahwa
dalam setiap pesan yang disampaikan televisi, tentu
saja mempunyai tujuan khalayak sasaran serta akan
mengakibatkan umpan balik, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi media
komunikasi televisi dapat mempengaruhi perubahan dalam
kehidupan manusia. Masyarakat harus bisa menerima
konsekuensi atas kebutuhannya untuk mendapatkan
informasi atau hanya untuk mencari hiburan setelah
beraktivitas sehari-hari. Namun perlu diperketat untuk
isi pesan yang disampaikan melalui pihak yang berwenang
agar tidak terjadi perubahan yang negatif pada pemirsa.
2.2.1 Penyiaran Sebagai Komunikasi Massa
Perkembangan teknologi komunikasi telah melahirkan
masyarakat yang makin besar tuntutannya akan hak untuk
mengetahui dan hak untuk mendapatkan informasi.
Informasi telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat dan
32
telah menjadi komoditas penting dalam kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, penyiaran media massa
mempunyai peranan penting untuk mendapatkan informasi.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2002 Tentang Penyiaran pada Bab 1 Pasal 1 poin 2
yang dimaksud penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan
siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana
transmisi di darat, dilaut atau diantariksa dengan
menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara,
kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima
secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan
perangkat penerima siaran.
Dan pada Bab 1 Pasal 1 poin 4 dijelaskan penyiaran
televisi adalah media komunikasi massa dengar dan
pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam
bentuk suara atau gambar secara umum, baik terbuka
maupun tertutup, berupa program yang teratur dan
berkesinambungan.
33
Perkembangan siaran telelevisi diawali munculnya
penemuan Paul Nipkow. Pada tahun 1883, pada saat
Telegraph dan Telephone, mulai dipergunakan orang
dengan prinsip kata-kata diubah menjadi signal dan
selanjutnya signal diubah lagi menjadi kata-kata
melalui kabel secara elektris, maka pada saat itu Paul
Nipkow, seorang mahasiswa jerman di Berlin menemukan
prinsip gambar kecil yang dibentuk oleh elemen-elemen
secara teratur. Pada tahun 1884 Paul Nipkow
menyempurnakan alat penemuanya didalam bentuk lingkaran
nipkow atau jantra nipkow dan kemudian para ahli
mengembangkan alat tersebut sehingga menghasilkan
siaran televisi (J.B. Wahyudi, 1986, h. 58).
Sejarah penggunaan frekuensi Siaran TV di
Indonesia dimulai dengan penggunaan saluran VHF oleh
TVRI pada tahun 1962. Sejak saat itu sampai sekitar
tahun 1990-an, TVRI menjadi sebagai satu-satunya
penyelenggara Siaran TV di Indonesia dengan jangkauan
wilayah siaran hampir mencapai 80% wilayah Indonesia.
34
Terdapatsekitar 400 pemancar TVRI di seluruh wilayah
Indonesia yang menggunakan frekuensi VHF Sehingga
penggunaan kanal VHF relatif cukup padat di
Indonesia.Sejak tahun 1987, TVRI mulai berencana untuk
beralih ke saluran UHF. Asumsi yang digunakan TVRI saat
itu adalah dibutuhkan satu sampai dengan dua saluran
UHF untuk menyediakan layanan sejumlah program nasional
di seluruh wilayah Indonesia tersebut.
Dimulai tahun 1990-an, secara perlahan Pemerintah
Departemen Penerangan memberikan izin penyelenggaraan
kepada penyelenggara TV Swasta. Pada saat itu
Direktorat Jenderal Radio, TV dan Film Departemen
Penerangan (Ditjen RTF-Deppen)bekerjasama dengan JICA
(Japan Indonesia Cooperation Agency) membuat Master
Plan Frekuensi TV UHF untuk 7 program nasional (5
program TV swasta nasional dan 2 programa TVRI).
Dalam penyiaran media massa radio ataupun televisi
biasanya terdiri dari beberapa orang-orang atau tim.
Mulai dari orang-orang administrasi, orang-orang
35
teknis dan orang-orang penyiaran. Pada dasarnya dalam
sebuah penyiaran agar pesan dapat tersampaikan ke
pemirsa terdapat tiga unsur utama yaitu studio
televisi, transmisi, dan pesawat televisi.
Siaran televisi dapat terlaksana untuk
menyampaikan pesan dengan proses seperti pada gambar
dibawah ini:
TELEVISIMEDIUM
(Sumber Gambar: J.B Wahyudi, 1986, h. 47)
Bertindak sebagai Komunikator dan sekaligus sebagai
Sumber Informasi adalah pihak penyelenggara Siaran. Idea/Isi
Pesan komunikator diproduksi dengan dan disiarkan
melalui Stasiun Televisi (studio dan transmisi) dan
selanjutnya isi pesan (hasil produksi) dapat dilihat
oleh Komunikan melalui Pesawat Televisi (receiver). Isi Pesan
Studio Transmi
ssi
ISI PESAN
Pesawattelevisi
Komunikator
+
Sumber
Massa
Komunikan
Tujuan
36
itu bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku atau
mempengaruhi komunikan. (J.B Wahyudi, 1986, h. 47).
Penyiaran pada dasarnya merupakan kemajuan
teknologi yang dihasilkan manusia pada saat kurang
efektifnya menciptakan atau menerima pesan terutama
ke orang banyak sekaligus (massa) untuk berkomunikasi.
Dalam teori media dan masyarakat massa Barran & Davis
(2000) misalnya dikatakan bahwa media memililki
sejumlah asumsi untuk membentuk masyarakat, yakni:
1. Media massa (tak terkecuali penyiaran) memiliki
efek yang berbahaya sekaligus menular bagi
masyarakat. Untuk meminimalisir efek ini di Eropa
pada masa 1920-an, penyiaran dikendalikan oleh
pemerintah, walaupun ternyata kebijakan ini justru
berdampak buruk di Jerman dengan digunakannya
penyiaran untuk propaganda Nazi.
2. Media masssa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi
pola pikir rata-rata audiennya. Bahkan pada asumsi
berikutnya dalam teori ini dikatakan bahwa ketika
37
pola pikir seseorang sudah terpengaruh oleh media,
maka semakin lama pengaruh tersebut semakin besar.
3. Rata-rata orang yang terpengaruh oleh media,
dikarenakan mereka mengalami keterputusan dengan
institusi sosial yang sebelumnya justru melindungi
dari efek negatif media. Relevan dengan hal
tersebut John Dewey, seorang pemikir pendidikan,
misalnya pernah berkata bahwa efek negatif media
dapat disaring melalui pendidikan. (Muhammad
Mufid, 2005, h. 19).
2.3 Pengertian Pornografi Dan Pornomedia
Secara etimologi, pornografi berasal dari dua suku
kata, yaitu pornos dan grafi. Pornos, artinya suatu
perbuatan yang asusila (dalam hal yang berhubungan
dengan seksual), atau perbuatan yang bersifat tidak
senonoh atau cabul. Grafi adalah gambar atau tulisan,
38
yang dalam arti luas yang isi atau artinya menunjukkan
atau menggambarkan sesuatu yang bersifat asusila atau
menyerang rasa kesusilaan dimasyarakat. Pornografi
bersifat relatif, artinya tergantung pada ruang, waktu,
tempat dan orangnya serta kebudayaan suatu bangsa.
Menurut KBBI pornografi adalah 1. Penggambaran tingkah
laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk
membangkitkan nafsu birahi; 2 Bahan bacaan yang dengan
sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan
nafsu birahi dalam seks. Menurut Pasal 1 Undang-undang
Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi, “pornografi”
adalah gambaran, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan,
suara bunyi, gambar gerak, animasi, kartun, percakapan,
gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya
melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertu
njukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau
eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan
dalam masyarakat.
Seperti yang dikutip dari buku Pornomedia (Burhan
Bungin, 2003:154) Secara garis besar dalam wacana porno
39
atau tindakan pencabulan kontemporer, ada beberapa
bentuk porno, yaitu:
a. Pornografi, adalah gambar-gambar porno yang dapat
diperoleh dalam bentuk fotoatau gambar video.
b. Pornoteks, adalah karya pencabulan yang mengangkat
cerita berbagai versi hubunganseksual dalam bentuk
narasi, testimonial, atau pengalaman pribadi
secara detail danvulgar sehingga pembaca merasa
menyaksikan atau mengalami sendiri
c. Pornosuara, adalah suara, tuturan dan kalimat-
kalimat yang diucapkan seseorang yanglangsung atau
tidak langsung baik secara halus maupun vulgar
berkait denganobjek atau aktivitas seksual
tertentu.
2.3.1 Tayangan Pornografi Pada Media
Disini unsur media menjadi suatu patokan utama
berkait dengan batasan pornografi tersebut. Media
yang dimaksud dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga )
kelompok besar yaitu :
40
1. Media audio (dengar). Yang termasuk dalam
kategori ini diantaranya siaran radio, kaset,
CD, telepon, ragam media audio lain yang dapat
diakses di internet.
a) Lagu-lagu yang mengandung lirik mesum,
lagu-lagu yang mengandung bunyi-bunyian
atau suara-suara yang dapat diasosiasikan
dengan kegiatan seksual;
b) Program radio dimana penyiar atau
pendengar berbicara dengan gaya mesum.
c) Jasa layanan pembicaraan tentang seks
melalui telepon (party line) dan sebagainya.
2. Media audio-visual (pandang-dengar) seperti
program televisi, film layar lebar, video, laser
disc, VCD, DVD, game komputer, atau ragam media
audio visual lain yang dapat diakses di
internet.
41
a) Film-film yang mengandung adegan seks atau
menampilkan artis yangtampil dengan pakaian
minim atau tidak (seolah-olah) tidak
berpakaian.
b) Adegan pertunjukkan musik dimana penyanyi,
musisi atau penari latar, hadir dengan
tampilan dan gerak yang membangkitkan
syahwat penonton.
3. Media visual (pandang) seperti koran, majalah,
tabloid, buku (karya sastra, novel popular, buku
non-fiksi) komik, iklan billboard, lukisan, foto
atau bahkan media permainan seperti kartu:
a) Berita, cerita atau artikel yang
menggambarkan aktivitas seks
secara terperinci atau yang memang dibuat
dengan cara yang demikian rupa untuk
merangsang hasrat seksual pembaca.
42
b) Gambar, foto adegan seks atau artis yang
tampil dengan gaya yang dapat membangkitkan
daya tarik seksual.
c) Fiksi atau komik yang mengisahkan atau
menggambarkan adegan seks dengan cara yang
sedemikian rupa sehingga membangkitkan
hasrat seksual.
Oleh karenanya jika pornografi diberi batasan
sebagai sesuatu yang mengandung unsur seksualitas,
erotika atau sejenisnya yang ditampilkan melalui
media, maka segala sesuatu perilaku atau tampilan
yang dianggap dapat membangkitkan hasrat seksual
namun tidak tampil dalam media baik audio maupun
visual tertentu, tidak dapat disebut sebagai
pornografi.
Secara garis besar dalam wacana porno atau
tindakan pencabulan kontemporer, dalam buku
43
(Pornomedia Burhan Bungin, 2003, h. 154) terdapat
empat wacana antara lain :
1. Pornografi, adalah gambar-gambar porno yang dapat
diperoleh dalam bentuk foto atau gambar video.
2. Pornoteks, adalah karya pencabulan yang mengangkat
cerita berbagai versi hubungan seksual dalam
bentuk narasi, testimonial, atau pengalaman
pribadi secara detail dan vulgar sehingga pembaca
merasa menyaksikan atau mengalami sendiri.
3. Pornosuara, adalah suara, tuturan dan kalimat-
kalimat yang diucapkan seseorang yang langsung
atau tidak langsung baik secara halus maupun
vulgar berkait dengan objek atau aktivitas
seksual tertentu.
4. Pornoaksi, adalah suatu penggambaran aksi gerakan,
lenggokan, liukan tubuh yang tidak disengaja atau
sengaja untuk memancing hasrat seksual laki-laki.
44
Konsep pornografi menurut Undang-Undang No. 40
Tahun 1999 tentang pers menyebutkan dalam pasal 13
huruf (a) bahwa perusahaan pers dilarang memuat iklan
yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan
atau menganggu kerukunan hidup antar umat beragama,
serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat.
Disini format yang digunakan sebagai batasan adalah
rasa kesusilaan masyarakat tanpa merinci apa yang
dimaksud dan cakupan rasa kesusilaan meliputi hal apa
saja. Dengan demikian sama halnya dengan KUH Pidana,
Undang-Undang Pers juga tidak cukup menjelaskan apa
yang dimaksud dengan pornografi tersebut
Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak tidak juga menyebutkan secara
eksplisit kata pornografi, namun secara tersirat
undang-undang ini -sebagaimana dimuat dalam Pasal 13
ayat (1) huruf (b)- menunjuk adanya bentuk-bentuk
eksploitasi seksual atas anak yang mengarah pada
pornografi. Dengan demikian dari beberapa ketentuan
45
perundang-undangan tersebut di atas, konsep
pornografi masih dirumuskan secara sangat umum dan
tidak detail sehingga cenderung mengundang berbagai
interpretasi (multi interpretasi) dengan demikian
menjadi tidak mampu secara maksimal menjerat bentuk-
bentuk tindak pidana pornografi yang terjadi.
2.4. Penelitian Terdahulu
Studi penelitian terdahulu dalam hal ini
dibutuhkan untuk menjadi bahan acuan yang mampu
memberikan rumusan asumsi dasar bagi pengembangan
kajian dan untuk mendukung penelitian selanjutnya.
Penulis mencari studi penelitian yang memiliki hubungan
dengan penelitian yang akan dilakukan, dalam konteks
subjek, metodologi maupun prespektif penelitian.
Dalam hal ini penulis mengambil penelitian dari
Panji Mas Agam Pahlawan mahasiswa alumni Universitas
Muhammadiyah Malang yang berjudul Unsur Pelanggaran
Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Pada Program
46
Acara Televisi (Analisis Isi Pada Program Acara Comedy Project Trans
TV).
Setelah dilakukan penelitian dan analisis data
pada Bab III, maka diperoleh kemunculan pelanggaran
Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 pasal 36
pada episode: “Dokter Jantungan”, “Perguruaan Si Olin”, dan
“Soimah Mengundang Boy Band Fenomenal Cemas”. Peneliti
mengambil kesimpulan sebagai berikut;
Dari keseluruhan tayangan Comedy Project yang
peneliti ambil secara random sebanyak 3 episode 7808
detik atau 100 % dapat dikatakan bahwa frekuensi
kemunculan kategori paling besar unsur pelanggaran
Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 pasal 36
Ayat (5) dan (6) adalah kategori: bohong sebanyak 295
detik atau 53 % kemunculan, kekerasan sebanyak 222
detik atau 40 % kemunculan, cabul/porno sebanyak 40
detik atau 7 % kemunculan, dan untuk kategori perjudian
tidak muncul sama sekali dari 3 episode tersebut.
47
Adapun persamaan yang mendasar dalam penelitian
ini dengan penelitian terdahulu ialah sama-sama
meneliti tentang tayangan program televisi, menggunakan
teknik penelitian dan jenis penelitian yang juga sama.
Namun yang menjadi perbedaan adalah penelitian
sebelumnya memasukkan semua kode etik tayangan kedalam
unsur peneltian. Sedangkan penulis hanya memasukkan
unsur pornografi dalam unsur pesan yang akan di
analisis (Panji, 2014).
48
2.5. Kerangka Pemikiran
Kuantitatif
Penghitungan Data Holsty
Kuantitaif
Penghitungan Kesepakatan Hasil Koder
Bentuk Tampilan Pornografi
(Penjelasan Deskriptif)
Kandungan Unsur Pornografi (Frekuensi
kemunculan)
Kesimpulan:
Seberapa Besar Frekuensi Kemunculan Unsur
Pornografi Dalam Tayangan “Mister Tukul Jalan-Jalan” Di Stasiun TV Trans 7
Komunikasi Massa
Unsur Pornografi Dalam Tayangan Empat Episode “Mister Tukul Jalan Jalan” Di Stasiun
Televisi Trans 7
Analisis Isi
Transkrip
Kodding
Holsty
49
Dari tabel kerangka pemikiran penelitian di atas
dijelaskan sebagai berikut: Komunikasi Massa
menjelaskan informasi, gagasan dan sikap kepada
komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan
menggunakan media, salah satunya melalui tayangan
program acara televisi. Dalam penelitian ini penulis
akan menganalisis isi dari tayangan empat episode
Kesimpulan:
Seberapa Besar Frekuensi Kemunculan Unsur
Pornografi Dalam Tayangan “Mister Tukul Jalan-Jalan” Di Stasiun TV Trans 7
50
“Mister Tukul Jalan-Jalan” di stasiun televisi Trans 7 dengan
menggunakan transkrip (data keseluruhan scene), Kodding,
dan perumusan atau penghitungan Holsty. Dalam
penelitian ini metode yang digunakan adalah kuantitatif
yang kemudian dapat mengetahui kandungan unsur
pornografi pada tayangan empat episode Mister Tukul Jalan-
Jalan.