6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidur Tidur adalah keadaan fisiologis yang ditentukan oleh aktivitas bagian-bagian tertentu di otak. Ditinjau dari derajat kesadaran, tidur adalah suatu derajat kesadaran dibawah keadaan awas waspada. Tidur tidak sama dengan keadaan koma. Pada keadaan koma, stimulasi dengan rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi. Pada keadaan tidur, seseorang yang sedang tidur masih dapat dibangunkan ketika diberikan stimulasi tertentu (Mardjono dan Sidharta, 2009) Tidur merupakan suatu proses aktif, bukan sekedar hilangnya keadaan terjaga. Tingkat aktivitas otak keseleruhan tidak berkurang selama tidur. Selama tahap-tahap tertentu tidur, penyerapan oksigen oleh otak meningkat melebihi tingkat normal sewaktu terjaga (Sherwood, 2007). 2.1.2 Fungsi tidur Fungsi tidur belum jelas dan alasan alasan mengapa tidur sangat dibutuhkan masih merupakan sebuah misteri. Hipotesis “restorasi dan pemulihan” menyatakan bahwa tidur gelombang lambat memberi otak waktu untuk memperbaiki kerusakan akibat radikal bebas toksik yang dihasilkan sebagai produk sampingan metabolisme selama keadaan terjaga. Teori lain yang menonjol adalah bahwa tidur, terutama tidur paradoksal, diperlukan bagi otak untuk melaksanakan penyesuaian-penyesuaian kimiawi dan struktural jangka panjang yang diperlukan untuk belajar dan mengingat, terutama konsolidasi ingatan prosedural (Sherwood, 2007). Fungsi tidur adalah restorative (memperbaiki) kembali organ – organ tubuh. Kegiatan memperbaiki kembali tersebut berbeda saat tidur Rapid Eye Movement Universitas Sumatera Utara
24
Embed
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi tidurrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55552/4/Chapter II.pdf · Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tidur
2.1.1 Definisi tidur
Tidur adalah keadaan fisiologis yang ditentukan oleh aktivitas bagian-bagian
tertentu di otak. Ditinjau dari derajat kesadaran, tidur adalah suatu derajat kesadaran
dibawah keadaan awas waspada.
Tidur tidak sama dengan keadaan koma. Pada keadaan koma, stimulasi
dengan rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi.
Pada keadaan tidur, seseorang yang sedang tidur masih dapat dibangunkan
ketika diberikan stimulasi tertentu (Mardjono dan Sidharta, 2009)
Tidur merupakan suatu proses aktif, bukan sekedar hilangnya keadaan terjaga.
Tingkat aktivitas otak keseleruhan tidak berkurang selama tidur.
Selama tahap-tahap tertentu tidur, penyerapan oksigen oleh otak meningkat
melebihi tingkat normal sewaktu terjaga (Sherwood, 2007).
2.1.2 Fungsi tidur
Fungsi tidur belum jelas dan alasan alasan mengapa tidur sangat dibutuhkan
masih merupakan sebuah misteri. Hipotesis “restorasi dan pemulihan”
menyatakan bahwa tidur gelombang lambat memberi otak waktu
untuk memperbaiki kerusakan akibat radikal bebas toksik yang dihasilkan
sebagai produk sampingan metabolisme selama keadaan terjaga.
Teori lain yang menonjol adalah bahwa tidur, terutama tidur paradoksal,
diperlukan bagi otak untuk melaksanakan penyesuaian-penyesuaian kimiawi
dan struktural jangka panjang yang diperlukan untuk belajar dan mengingat,
terutama konsolidasi ingatan prosedural (Sherwood, 2007).
Fungsi tidur adalah restorative (memperbaiki) kembali organ – organ tubuh.
Kegiatan memperbaiki kembali tersebut berbeda saat tidur Rapid Eye Movement
Universitas Sumatera Utara
7
(REM) dan Nonrapid Eye Movement (NREM). Tidur Non-rapid Eye Movement
akan memengaruhi proses anabolik di dalam sel dan sintesis makromolekul
ribonucleic acid (RNA) (Arifin et al, 2010)
2.1.3 Fisiologi tidur
Tidur dibagi menjadi dua tahap secara garis besarnya, yaitu :
Fase rapid eye movement (REM) dan fase non-rapid eye movement (NREM)
atau tidur gelombang lambat. Tidur NREM dibagi menjadi 4 stadium.
Seorang yang baru tertidur memasuki stadium 1 dicirikan oleh aktivitas gelombang
EEG frekuensi tinggi dengan amplitudo gelombang yang rendah.
Stadium 2 ditandai dengan munculnya kumparan tidur (sleep spindle).
Pada stadium ini terjadi letupan gelombang mirip alfa, yaitu gelombang 10-14
Hz,50 µV. Pada Stadium 3, pola yang timbul adalah gelombang EEG
dengan frekuensi yang lebih rendah dan amplitudo meningkat.
Perlambatan maksimum dengan gelombang besar dijumpai pada stadium 4.
Dengan demikian karakteristik tidur yang dalam adalah pola gelombang lambat
yang ritmis, yang menunjukkan sinkronisasi yang jelas. Perpindahan tahapan tidur
dari stadium 1 hinga stadium 4 terjadi dalam waktu 30 sampai 45 menit.
Pada tidur REM, gelombang lambat dengan amplitudo tinggi,
kemudian diganti oleh aktivitas EEG cepat dan bervoltase rendah. Gelombang ini
mirip dengan tidur stadium 1. Namun, tidur tidak terganggu; bahkan ambang untuk
terjaga oleh rangsangan sensorik meningkat. Pola EEG selama periode ini
mendadak berubah seperti dalam keadaan terjaga, meskipun kelihatannya masih
tertidur lelap. Keadaan ini kadang kadang disebut tidur paradoksal.
Selama tidur paradoksal terjadi gerakan mata yang cepat dan acak,
dan karena hal inilah tidur tersebut dinamakan tidur REM.
Tidur REM ditandai dengan adanya potensial fasik besar
yang terdiri dari 3-5 gelombang. Potensial ini disebut ponto-geniculo-occipital
spike.
Universitas Sumatera Utara
8
Fase Tidur Tanda Klinis Karakteristik EEG
Fase REM Pergerakan cepat bola
mata
Tonus otot rendah
Pola pernafasan tidak
teratur
Ada gelombang cepat
pada lead EEG pada
mata
Voltase rendah pada
EEG
Fase Non-REM
Tahap 1 Merasa mengantuk
Pergerakan bola mata
melambat
Pola pernafasan teratur
ambang kesadaran rendah
Aktivitas gelombang
teta dan beta
meningkat
Tampak gelombang
Vertex tajam
Tahap 2 Sudah tertidur
Tidak ada pergerakan
bola mata
Pola pernafasan teratur
Ambang kesadaran
meningkat
Gambaran kumparan
tidur (Sleep Spindle)
Gambaran K-
complexes
Tahap 3-4 Berada pada tidur yang
dalam
Pola pernafasan teratur
Ambang kesadaran
sangat tinggi
Ada gelombang delta
Kecepatan gelombang
lambat
Aktivitas sedang
gelombang teta pada
tahap 3 NREM
Aktivitas tinggi
gelombang teta pada
tahap NREM
Tabel 2.1 Karakteristik Tahapan tidur berdasarkan gambaran EEG.
(D’ Cruz, 2006. Sleep Problem in Children.In: Clinician’s Guide to Sleep
Disorders
Universitas Sumatera Utara
9
Pencitraan otak yang dilakukan pada manusia saat tidur REM
menunjukkan adanya peningkatan aktivitas yang tinggi di sistem limbik (emosi)
disertai oleh penurunan aktivitas di korteks prafrontal (akal).
Pola aktivitas ini merupakan dasar bagi karakteristik mimpi yang terjadi
pada fase tidur REM. Akibatnya, mimpi sering kali memiliki muatan emosi
yang besar, sensasi waktu yang kacau, dan isi yang aneh yang diterima begitu saja
sebagai kenyataan, dengan hanya sedikit refleksi mengenai semua kejadian yang
aneh (Ganong, 2008).
2.1.4 Siklus bangun-tidur
Siklus bangun-tidur adalah variasi siklik normal dalam
kesadaran akan lingkungan. Siklus bangun-tidur serta berbagai tahapan tidur
disebabkan oleh hubungan timbal balik antara tiga sistem saraf:
(1) sistem keterjagaan, yaitu bagian dari reticular activating system yang ada di
batang otak; (2) pusat tidur gelombang lambat (NREM) di hipotalamus;
dan (3) pusat tidur paradoksal (REM) di batang otak. Pola interaksi
diantara ketiga regio ini menghasilkan rangkaian siklis yang dapat diperkirakan
antara keadaan terjaga dan kedua jenis tidur. Pola interaksi tergolong rumit
dan masih menjadi bahan penelitian intensif (Ganong, 2008).
Siklus normal dapat mudah diinterupsi, dengan sistem yang
membuat kita terjaga lebih mudah mengalahkan sistem tidur daripada
kebalikannya; yaitu, lebih mudah terjaga penuh. Sistem keterjagaan
dapat diaktifkan oleh masukan sensorik aferen atau oleh masukan yang turun
ke batang otak dari daerah daerah otak yang lebih tinggi. Konsentrasi penuh
atau keadaan emosi yang kuat dapat mencegah seseorang tidur, demikian juga
aktivitas motorik, misalnya bangkit dan berjalan jalan, dapat membangunkan orang
yang mengantuk (Ganong, 2008).
2.1.5 Irama sirkadian dan tidur
Irama sirkadian tidur merupakan salah satu dari irama intrinsik tubuh yang
diatur oleh hipotalamus. Jalur rethinohypothalamic memberikan rangsang secara
langsung terhadap nucleus suprachiasma (NSC) yang berkerja
seperti jam, meregulasi segala kegiatan bangun dan tidur (Arifin et al, 2010).
Universitas Sumatera Utara
10
Jika malam tiba, NSC merangsang pengeluaran hormon melatonin sehingga
orang mengantuk dan tidur (Rahayu, 2006).
Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh glandula pineal
(bagian dari otak tengah). Saat hari mulai gelap, melatonin akan disekresikan
ke dalam darah yang kemudian akan menyebabkan relaksasi otot
serta penurunan temperatur badan dan hormon kortisol.
Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat pada jam 9 malam,
dan akan terus meningkat sepanjang malam dan menghilang pada jam 9 pagi
(Rahayu, 2006). Penurunan irama sirkadian sebelum pagi hari diperkirakan
berguna untuk membantu otak agar tetap tidur selama semalam
sehingga terjadi restorasi penuh dan mencegah kebangkitan prematur.
Siklus suhu tubuh juga terjadi dibawah kendali hipothalamus.
Peningkatan suhu tubuh terjadi sepanjang siang hari dan penurunan terjadi
sepanjang malam. Suhu puncak dan penurunannya diperkirakan dapat menjadi
cerminan irama tidur seseorang. Orang yang aktif di malam hari memiliki
puncak suhu tubuh di malam hari sementara mereka yang menempatkan diri
untuk aktif pada pagi hari memiliki puncak suhu tubuh pada awal malam
(Arifin et al, 2010).
2.1.6 Kualitas tidur
Kualitas tidur , menurut Buysse tahun 2014, didefinisikan sebagai suatu
fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi.
Gambar 2.1 Dimensi dalam Tidur (Buysse, 2014. Sleep Health: Can we
define it? Does it Matter?)
Dimensi Tidur:
Durasi
Efisiensi
Waktu/
Timing
Terjaga/
Mengantuk
Kepuasan/ Kualitas
Respon pada
Sistem tubuh:
Inflamasi
Aktivitas
Simpatis
Respon
Hormonal
Respon
Saraf
Kesehatan
Penyakit
Fungsi
Kognitif
Universitas Sumatera Utara
11
Berdasarkan berbagai penelitian, maka dimensi dimensi tersebut dapat
dibagi menjadi 5 bagian :
a) Durasi tidur : Total jumlah dari tidur yang diperoleh dalam 24 jam.
b) Efisiensi tidur : Mudah atau sulitnya memulai tidur dan kembali tidur
setelah dibangunkan
c) Waktu / (Timing) : waktu yang menunjukkan tidur dilakukan setiap
24 jam.
d) Terjaga/mengantuk : Kemampuan untuk mencapai kondisi terjaga dan
penuh perhatian.
e) Kualitas / kepuasan : penilaian yang bersifat subjektif terhadap baik
atau buruknya tidur.
Dimensi ini dijadikan sebagai indikator tidur yang baik karena setiap dimensi
tersebut memiliki hubungan sebab akibat dengan kesehatan.
Pada manusia, durasi tidur yang diperlukan seseorang untuk tidur berbeda
beda, tergantung pada faktor faktor tertentu dan usia mereka.
Neonatus tidur sekitar 16 hingga 18 jam per hari. Pola dan tahapan tidur pada bayi
baru lahir terdiri dari 3 tahap yaitu NREM, REM, dan indeterminate sleep.
Perbedaan tahapan tidur ini dengan tahapan tidur dewasa diakibatkan
olehtidak adanya irama sirkadian pada neonatus. Mulai usia 3 bulan,
irama sirkadian mulai terbentuk dan mulai matang menjelang usia 1 tahun.
Setelah berusia satu tahun, durasi tidur balita berkurang
menjadi 14 hingga 15 jam dalam 1 hari. Pada usia 2 hingga 5 tahun
maka durasi tidur berkurang 2 jam (11- 13 jam per hari).
Remaja membutuhkan durasi tidur selama 9 hingga 10 jam per hari.
Akibat perubahan hormonal pada usia remaja, maka tahap 2 NREM pada remaja
menjadi lebih panjang. Saat seseorang mencapai tahap dewasa, mereka cenderung
memerlukan waktu 7-8 jam per hari untuk tidur (D’Cruz, 2006).
Universitas Sumatera Utara
12
Sedangkan orang dengan usia lanjut cenderung mengalami penurunan durasi tidur
dan mereka memerlukan waktu 6-7 jam per hari (Colten dan Altevogt, 2006).
Memiliki durasi tidur yang cukup akan menghasilkan kualitas tidur yang
baik yang kemudian dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari,
perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur.
Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur yang baik sangat penting dan vital
untuk hidup sehat semua orang (Colten dan Altevogt, 2006).
Dimensi
Tidur
Pengaruhnya
terhadap
Kesehatan
Bukti (Evidence)
Kualitas
Tidur
Kematian Kojima et al., 2000; Elder et al., 2008;
Rod et al., 2011; Hublin et al., 2011
Sindroma
Metabolik
Jennings et al., 2009; Troxel et al., 2010
Diabetes Tipe-2 Vontzas et al., 2009; Haseli-Mashhadi et
al., 2009; Knutson et al., 2011;
Pyykkonen et al., 2012
Hipertensi Vgontzas et al., 2009; Fiorentini et al.,
2007; Rod et al., 2011
Penyakit Jantung
Koroner
Laugsand et al., 2011; Hoevenaar-Blom,
2011; Appelhans, 2013
Depresi Baglioni, 201180
Terjaga/
Mengantuk
Mortalitas Hays, 1996; Newman et al, 2000
Penyakit Jantung
Koroner
Newman et al, 2000; Sabanayagam et al,
2011
Gangguan
performa
kognitif
Dinges et al, 1997.
Tabel 2.2 Kesehatan tidur dan dampak-dampaknya
Universitas Sumatera Utara
13
Tidak memeroleh kualitas tidur yang baik dapat berpengaruh
kepada kesehatan. Kualitas tidur yang tidak baik dikaitkan dengan
beberapa penyakit seperti penyakit jantung, peradangan, diabetes
dan penyakit kardiovaskular (Wavy, 2008). Secara psikologis, kualitas tidur
Waktu
Tidur
Sindroma
Metabolik
Karlsson et al, 2011; Lin et al, 2009;
Pietrositi et al, 2010
Mortalitas Akerstedt et al, 2004
Diabetes Pan et al, 2011; Buxton et al, 2012;
Reutrakul et al, 2013
Efisiensi
Tidur
Mortalitas Newman et al, 2000; Nilsson et al, 2001;
Mallon et al, 2002; Dew et al, 2003
Sindroma
Metabolik
Troxel et al, 2010
Penyakit Jantung
Koroner
Laugsand et al, 2011; Grandner, 2012
Depresi Baglioni et al, 2011
Durasi
Tidur
Obesitas Buxton et al, 2010; Gangwisch et al,
2005; Cappucio et al, 2008; Hasler et al,
2004
Sindroma
Metabolik
Hall et al, 2008
Diabetes Ayas et al, 2003; Golttieb et al, 2006,
Yaggi et al, 2006
Hipertensi Gottleib et al, 2006; Cappucio et al, 2007
Penyakit Jantung
Koroner
Mallon et al, 2002; Ayas et al, 2003
(Buysse, 2014. Sleep Health: Can we define it? Does it Matter?)
Universitas Sumatera Utara
14
yang buruk berdampak pada penurunan fungsi kognitif.
Selanjutnya, hal itu terkait dengan tingkat yang lebih tinggi terhadap kecemasan,
meningkatkan ketegangan, mudah tersinggung, kebingungan, suasana hati yang
buruk, depresi, penurunan kesejahteraan psikologis dan kepuasan hidup yang lebih
rendah. Secara bersamaan, hal tersebut berhubungan positif dengan melambatnya
kemampuan psikomotor dan terganggunya konsentrasi (Wavy, 2008).
Melalui berbagai penelitian, sudah ditemukan bahwa berbagai dimensi dari kualitas
tidur dapat memengaruhi berbagai aspek kesehatan (Buysse, 2014).
2.1.7 Pittsburgh sleep quality index
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan salah satu alat
yang cukup efektif yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur pada orang
dewasa. Melalui Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), kualitas tidur dibagi
menjadi baik dan buruk melalui pengukuran terhadap 7 domain : kualitas tidur
secara subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur,
penggunaan obat-obat yang berhubungan dengan tidur, dan disfungsi yang dialami
pada siang hari selama satu bulan terakhir. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
memiliki koefisien konsistensi dan reliabilitas (Cronbach’s alpha)
sebesar 0.83 terhadap setiap domain yang diukur (Smyth, 2012).
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) telah divalidasi pada kedua populasi klinis
dan populasi non-klinis, termasuk perguruan tinggi dan mahasiswa pascasarjana
(Brick et al, 2010).
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) terdiri dari sembilan belas item
pertanyaan yang meliputi tujuh komponen, yakni kualitas tidur secara subjektif,