4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lilin Pada perkembangan selajutnya, lilin sudah dapat dibuat dengan mengkombinasi stearin dan parafin. Hal ini untuk mengurangi biaya yang mahal bila menggunakan stearin saja ataupun dengan lilin lebah (beeswax) (Saraswati, 1985). Lilin adalah padatan parafin yang pada bagian tengahnya diberi sumbu tali yang berfungsi sebagai alat penerang. Bahan baku untuk pembuatan lilin adalah parafin padat, yaitu suatu campuran hidrokarbon padat yang diperoleh dari minyak mineral (bumi). Pada tahun 1970-1971, ekspor parafin padat sebanyak 28.000 ton, sedangkan tahun 1976 berjumlah 32.860 ton. Berdasarkan hasil percobaan, sebatang lilin dengan diameter 1,5 cm dan panjang 17 cm serta berat 30 g punya kekuatan menyala selama rata-rata 5 jam. Karakteristik lilin adalah sebagai berikut: a. Ciri umum : Tidak berbau, tidak memiliki rasa,warna putih sampai kuning, bila dirabah sedikit licin, terbakar dengan nyala terang, jika dilebur menghasilkan cairan yang tidak berfluorosensi. b. Titik cair : 42-60°C. c. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95%, tetapi larut dalam chloroform dan eter. (Profil industri lilin, BBIHP) Lilin aromaterapi adalah salah satu bentuk diversifikasi dari produk lilin, yaitu aplikasi lain dari cara inhalasi atau penghirupan aromaterapi yang biasa dilakukan dengan mencampurkan beberapa tetes minyak esensial ke dalam wadah berisi air panas, kemudian menutupi kepala dengan handuk sambil menghirup uap minyak tersebut selama beberapa menit. Aroma yang muncul pada saat lilin dibakar akan memberi rasa tenang, rileks, dan nyaman. Fungsi ganda yang dimiliki lilin ini sebagai produk yang diharapkan dapat diminati dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lilin
Pada perkembangan selajutnya, lilin sudah dapat dibuat dengan
mengkombinasi stearin dan parafin. Hal ini untuk mengurangi biaya yang
mahal bila menggunakan stearin saja ataupun dengan lilin lebah (beeswax)
(Saraswati, 1985). Lilin adalah padatan parafin yang pada bagian tengahnya
diberi sumbu tali yang berfungsi sebagai alat penerang. Bahan baku untuk
pembuatan lilin adalah parafin padat, yaitu suatu campuran hidrokarbon padat
yang diperoleh dari minyak mineral (bumi). Pada tahun 1970-1971, ekspor
parafin padat sebanyak 28.000 ton, sedangkan tahun 1976 berjumlah 32.860
ton. Berdasarkan hasil percobaan, sebatang lilin dengan diameter 1,5 cm dan
panjang 17 cm serta berat 30 g punya kekuatan menyala selama rata-rata 5
jam. Karakteristik lilin adalah sebagai berikut:
a. Ciri umum : Tidak berbau, tidak memiliki rasa,warna putih sampai
kuning, bila dirabah sedikit licin, terbakar dengan nyala terang, jika
dilebur menghasilkan cairan yang tidak berfluorosensi.
b. Titik cair : 42-60°C.
c. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95%, tetapi
larut dalam chloroform dan eter. (Profil industri lilin, BBIHP)
Lilin aromaterapi adalah salah satu bentuk diversifikasi dari produk lilin,
yaitu aplikasi lain dari cara inhalasi atau penghirupan aromaterapi yang biasa
dilakukan dengan mencampurkan beberapa tetes minyak esensial ke dalam
wadah berisi air panas, kemudian menutupi kepala dengan handuk sambil
menghirup uap minyak tersebut selama beberapa menit. Aroma yang muncul
pada saat lilin dibakar akan memberi rasa tenang, rileks, dan nyaman. Fungsi
ganda yang dimiliki lilin ini sebagai produk yang diharapkan dapat diminati
dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.
5
2.2 Stearin
Pada “The Merck Index” disebutkan bahwa stearin (tristearin, gliseril,
tristearat) dengan rumus kimia mempunyai bentuk berupa serbuk
berwarna putih dengan titik cair ±55◦c. lemak ini terdapat dalam lemak nabati
atau hewani. Stearin juga dapat dibuat dengan cara mereaksikan asam stearat
dengan gliserol pada kondisi tertentu (Djanaka, R.S. et al 1984).
Stearin ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan lilin, cat atau
oleochemical. Minyak kelapa sawit kasar (CPO) pada dasarnya terdiri dari dua
bagian, yaitu stearin (fraksi padat) dan olein (fraksi cair). Dalam proses
fraksinasi dapat diperoleh minyak makan (olein) sebanyak 70% dan stearin
sebanyak 30%. Stearin Indonesia yang berbentuk pasta menunjukkan
kandungan oleinnya masih tinggi (sekitar 40%) (Somaatmadja, D 1981).
Stearin hasil fraksinasi bersifat tidak murni, melainkan campuran dari berbagai
asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh, dengan komponen terbanyak
adalah asam palmitat (Djanaka dan Ressytustra, 1985). Komposisi berbagai
asam lemak di dalam stearin terlihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Komposisi Berbagai Asam Lemak Dalam Stearin.
Jenis asam lemak Stearin
1 2
Asam laurat ( ) % 0,1 0,1
Asam miristat ( ) 1,3 1,1
Asam palmitat ( ) 55,2 47,5
Asam stearat ( ) 5,3 5,2
Asam oleat ( ) 29,5 35,8
Asam linoleat ( ) 8,0 9,5
Asam linileat ( ) 0,2 0,2
Asam arakhidat ( ) 0,3 0,3
Stearin yang digunakan juga harus sesuai standar Refined Bleached
Deodorized (RBD) palm stearin yang tercantum dalam SP-159-1984
6
(Direktorat standarisasi dan pengendalian mutu (1986), seperti yang terlihat
pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Standar RBD palm stearin menurut SP-159-1984
Karakteristik Syarat
Asam lemak bebas (sebagai palmitat), % (b/b) maksimal
Kadar air dan kotoran, % (b/b) maksimal
Bilangan iodine (Wijs), maksimal
Titik lunak, oC minimal
Warna, merah / R, maksimal
Kuning / Y, maksimal
Rasa
0,2
0,15
40
48
3
30
Normal
(Sumber : Direktorat standarisasi dan pengendalian mutu, 1986)
Normal = Rasa khas untuk minyak kelapa sawit (bland)
Crude palm stearin (CPS) di definisikan di dalam SP-157-1984 sebagai
lemak berwarna kuning sampai jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari
fraksinasi minyak daging buah tanaman Ellais guinensis JACQ. Karakteristik
CPS menurut SP-157-1984 disajikan pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Karakteristik CPS menurut SP-157-1984
Karakteristik Syarat
Asam lemak bebas (sebagai palmitat)
Kadar air dan kotoran
Bilangan iodine (wijs)
Titik lunak
Maks. 5.0 % (b/b)
Maks. 5.0 % (b/b)
40
Minimum 48oC
Menurut pantzariz, T.P (1997), stearin memiliki slep melting point pada
kisaran 46 oC – 56
oC. Titik ini lebih tinggi dibandingkan fraksi olein, yang
hanya 13 oC – 23
oC. untuk indekks bilangan iod Wijs stearin adalah 21,6 –
46,0, sedangkan untuk olein adalah 58,1 – 60,8. Berdasarkan Hamilton, R.J.
and J.B. Rossell. (1986), stearin merupakan gliserida yang memiliki titik cair
tinggi. Kandungan yang tinggi ini menyebabkan stearin berada pada kondisi
pasta-padat pada suhu kamar.
7
2.3 Asam Stearat (Stearic Acid)
Crude Palm Oil (CPO) termasuk golongan lemak dan merupakan bahan baku
pembuatan RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin). Secara
umum pembuatan dan pemurnian RBDPS melalui tahapan pengolahan awal
CPO yang mencakup tahap degumming dan pemucatan (bleaching),
deodorisasi dan fraksinasi basah atau kering atas fraksi olein dan stearin
(RBDPS). Pengolahan ini bertujuan untuk menekan kandungan impurities
(bahan pengotor) serendah mungkin, sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pembuatan asam stearat berbasis RBDPS (C18
= 37 – 42 %) bermutu premium
pada industri oleokimia. Asam stearat yang diproduksi pada industri
oleokimia sangat luas pemanfaatannya dalam kehidupan manusia, khususnya
asam stearat berbasis RBDPS banyak dimanfaatkan untuk pembuatan : sabun,
lilin, krayon, kosmetik, pelumas, penyetabil PVC, monogliserida, bahan
pengkilat, obat – obatan, metil stearat, pengemulsi makanan (Thomas, H.W.
1985).
Salah satu route proses pembuatan dan modifikasi asam lemak yang
digunakan untuk pembuatan asam stearat berbasis RBDPS (C18
= 37 – 42 %),
ditampilkan pada diagram balok Gambar 2.1. Route proses ini juga dapat
digunakan untuk pembuatan asam stearat berbasis CPO (C18
= 50 – 56 %) dan
asam stearat berbasis PKO (C18
= 62 – 70 %).
Gambar 2.1 : Pembuatan dan modifikasi asam stearat berbasis RBDPS