Page 1
15
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja
2.1.1 Pengertian Kinerja
Konsep dari kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja
yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah performance sering
diindonesiakan sebagai perfoma. Kinerja sebagai hasil–hasil fungsi
pekerjaan/kegiatan seseorang ataukelompok dalam suatu organisasi
yang dipengaruhi oleh berbagai factor untuk mencapai tujuan
organisasi dalam periode waktu tertentu (Pabundu, 2006). Sedangkan
menurut Wirawan (2009) Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan
oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu
profesi dalam waktu tertentu. Menurut Prawirosentono dalam Usman
(2011) kinerja adalah usaha yang dilakukan dari hasil kerja yang
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai moral serta etika. Sehingga dapat
disimpulkan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang baik
secara kualitas dan kuantitas.
Menurut Vroom (dalam Novitasari, 2004) kinerja adalah tingkat
sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan
atau disebut level of performance sehingga penilaian kinerja
merupakan salah satu tugas penting yang harus dilakukan seorang
manager atau pemimpin. Walaupun demikian, pelaksanaan penilaian
kinerja yang obyektif bukanlah tugas yang sederhana, melainkan
penilaian harus dihindarkan dari "like and dislike" dari penilai agar
obyektifitas penilaian dapat terjaga. Kegiatan penilaian ini penting,
karena menjadi umpan balik bagi kinerja karyawan.
Page 2
16
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit
memegang peranan penting dalam upaya mencapai tujuan
pembangunan kesehatan. Keberhasilan pelayanan kesehatan
bergantung pada partisipasi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas bagi pasien (Potter & Perry, 2005). Hal
ini terkait dengan keberadaan perawat yang bertugas selama 24 jam
melayani pasien, serta jumlah perawat yang mendominasi tenaga
kesehatan di rumah sakit, yaitu berkisar 40–60%. Oleh karena itu,
rumah sakit haruslah memiliki perawat yang berkinerja baik yang
akan menunjang kinerja rumah sakit sehingga dapat tercapai kepuasan
pelanggan atau pasien (Swansburg, 2000 dalam Suroso, 2011). Jika
perawat diperhatikan dan dihargai sampai penghargaan superior,
mereka akan lebih terpacu untuk mencapai prestasi pada tingkat lebih
tinggi (Faizin dan Winarsih, 2008).
2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor yang memengaruhi
kinerja seorang baik sebagai individu atau sebagai individu yang ada
dan bekerja dalam suatu lingkungan. Sebagai individu setiap orang
mempunyai ciri dan karakteristik yang bersifat fisik maupun non
fisik.
Menurut Gibson (1996), secara teoritis ada tiga kelompok variabel
yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja, yaitu: variabel
individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga
kelompok variabel tersebut memengaruhi kelompok kerja yang pada
akhirnya memengaruhi kinerja personel. Perilaku yang berhubungan
dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan
yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau
tugas.
Page 3
17
Diagram teori perilaku dan kinerja digambarkan sebagai berikut :
Skema 2.1. Diargram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja
Sumber : Gibson (1986)
Variabel individu dikelompokkan pada sub-variabel kemampuan dan
keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub-variabel
kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang
memengaruhiperilaku dan kinerja individu. Sub-variabel demografis
mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.
Dimana perawat mempunyai kemampuan secara professional dalam
melakukan asuhan keperawatan.
Variabel psikologik terdiri dari sub-variabel persepsi, sikap,
kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson
(2008), banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman
kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis seperti
persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplek
dan sulit untuk diukur, juga menyatakan sukar mencapai kesepakatan
tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu
masuk dan bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar
belakang budaya dan keterampilan berbeda satu dengan yang lainnya.
Hal ini dapat berpengaruh pada kinerja perawat dalam hubungannya
Variabel Individu :
• Kemampuan dan
keterampilan:
- mental - fisik
• Latar Belakang :
- keluarga
- tingkat sosial
- penagalaman
• Demografis :
- umur - etnis
- jenis kelamin
Perilaku Individu
(apa yang dikerjakan)
Kinerja
(hasil yang diharapkan)
Variabel Organisasi :
• Sumber daya
• Kepemimpinan
• Imbalan
• Struktur
• Desain pekerjaan
Psikologi :
• Persepsi
• Sikap
• Kepribadian
• Belajar
• Motivasi
Page 4
18
dengan sesama perawat ataupun dengan pasien. Karena itulah
diperlukan adanya penilaian kinerja yang berkaitan dengan
kompetensi perawat, hal tersebut juga harus didukung oleh pihak
rumah sakit agar mengupayakan penyediaan pelatihan in-service
tentang keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan perawat, agar
perawat tetap up-to date (Tesfaye, 2015).
Variabel organisasi, menurut Gibson (1996) berefek tidak langsung
terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi
digolongkan dalam sub-variabel sumber daya, kepemimpinan,
imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Menurut Kopelmen yang dikutip oleh Ilyas (2001), ada empat
determinan utama dalam produktifitas organisasi termasuk
didalamnya adalah prestasi kerja. Faktor determinan tersebut adalah
lingkungan, karakteristik organisasi, karakteristik kerja dan
karakteristik individu. Karakteristik kerja dan karakteristik organisasi
akan memengaruhi karakteristik individu seperti imbalan, penetapan
tujuan akan meningkatkan motivasi kerja, sedangkan prosedur seleksi
tenaga kerja serta latihan dan program pengembangan akan
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dari
individu. Selanjutnya variabel karakteristik kerja yang meliputi
penilaian pekerjaan akan meningkatkan motivasi individu untuk
mencapai prestasi kerja yang tinggi.
Hasil penelitian Mua (2011) dan Suyanto (2008) mengatakan kinerja
juga dapat dipengaruhi oleh faktor umur, lama kerja dan supervisi.
Semakin tua umur seseorang maka kebutuhan aktualisasi diri akan
semakin tinggi bila dibandingkan dengan kebutuhan fisiologisnya.
Pengalaman kerja akan mempengaruhi seseorang dalam berinteraksi
dengan pekerjaan yang dilaksanakannya. Sedangkan Supervisi adalah
Page 5
19
proses yang memacu anggota organisasi untuk berkontribusi secara
positif agar tujuan organisasi dapat tercapai. Supervisi dalam
keperawatan dilakukan untuk memastikan kegiatan dilaksanakan
sesuai dengan visi, misi, dan tujuan organisasi serta sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan.
Karakteristik individu yang berhubungan dengan kinerja perawat
adalah pendidikan, pelatihan, promosi, jenjang karir, lama bekerja,
sistem penghargaan, gaji, tunjangan, insentif dan bonus. Hasil
penelitian Daryanto, (2008) dan Isesreni (2009) menunjukkan bahwa
sistem penghargaan yang paling dominan berhubungan dengan
kinerja adalah gaji dan pengakuan namun tingkat pendidikan perawat
juga dapat mempengaruhi kinerja.
Baik buruknya kinerja seorang perawat dapat dipengaruhi oleh faktor,
seperti kepuasaan kerja, motivasi, lingkungankerja dan budaya
organisasional (Edy, 2008). Dalam sebuah organisasi elemen yang
paling penting adalah kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan
kemampuan memberi inspirasi kepada orang lain untuk bekerja sama
sebagai suatu kelompok agar dapat mencapai suatu tujuan umum
(Suarli dan Bahtiar, 2009).
Peningkatan pelayanan keperawatan dapat diupayakan dengan
meningkatkan kinerja perawat yaitu dengan peningkatan pengetahuan
melalui pendidikan keperawatan berkelanjutan dan peningkatan
keterampilan keperawatan sangat mutlak diperlukan. Penataan
lingkungan kerja yang kondusif perlu diciptakan agar perawat dapat
bekerja secara efektif dan efisien. Menciptakan suasana kerja yang
dapat mendorong perawat untuk melakukan yang terbaik, diperlukan
seorang pemimpin. Pemimpin tersebut harus mempunyai kemampuan
Page 6
20
untuk memahami bahwa seseorang memiliki motivasi yang berbeda–
beda (Sugijati, dkk; 2008).
2.1.3 Kinerja dalam Keperawatan
Kinerja merupakan hasil yang diharapkan dari apa yang dikerjakan
oleh perilaku individu (Notoatmodjo, 2010). Kinerja perawat adalah
tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat dalam suatu organisasi
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing,
tidak melanggar hukum, aturan serta sesuai moral dan etika, dimana
kinerja yang baik dapat memberikan kepuasan pada pengguna jasa.
Sedangkan menurut Nursalam, (2008) kinerja perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien menggunakan
standar praktek keperawatan yang telah dijabarkan oleh PPNI (2000)
yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi :
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi.
Berdasarkan penilaian kinerja perawat untuk mengetahui kualitas
pelayanan keperawatan kepada pasien digunakan indikator kinerja
perawat menurut Direktorat pelayanan dan Dirjen Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan Tahun 2001 menyatakan bahwa penilaian
kinerja perawat terhadap mutu asuhan keperawatan dilakukan melalui
penerapan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) pada pedoman studi
dokumentasi asuhan keperawatan, evaluasi persepsi pasien/keluarga
terhadap mutu asuhan keperawatan dan evaluasi tindakan perawat
berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) (Depkes, 2001).
Dokumentasi proses asuhan keperawatan merupakan tampilan
perilaku atau kinerja perawat pelaksana dalam memberikan proses
asuhan keperawatan kepada pasien selama pasien dirawat di rumah
sakit. Dokumentasi proses asuhan keperawatan yang baik dan
Page 7
21
berkualitas haruslah akurat, lengkap dan sesuai standar. Apabila
kegiatan keperawatan tidak didokumentasikan dengan akurat dan
lengkap maka sulit untuk membuktikan bahwa tindakan keperawatan
telah dilakukan dengan benar (Hidayat, 2008). Pendokumentasian
proses asuhan keperawatan merupakan suatu proses yang harus
dilaksanakan oleh perawat pelaksana sebagai bagian dari standar kerja
yang telah ditetapkan (Nursalam, 2015). Hakekat dokumentasi
keperawatan adalah terciptanya kegiatan-kegiatan keperawatan yang
menjamin tumbuhnya pandangan, sikap, cara berfikir dan bertindak
professional pada setiap perawat sehingga mencerminkan kualitas
kinerja perawat.
2.2 Penilaian Kinerja
2.2.1 Pengertian Penilaian Kinerja
Menurut Lloyd dan Leslie (2006) penilaian kinerja adalah proses
evalasuasi dan komunikasi kepada karyawan tentang peforma mereka
terhadap pekerjaan dan menetapkan rencana untuk perbaikan.
Penilaian merupakam suatu cara untuk mengetahui kualitas kerja staf
sesuai uraian tugasnya (Depkes, 2005). Penilaian kinerja membuat
pegawai mengetahui tingkat kinerja yang telah dicapinya seperti
beberapa harapan organiasi yang mungkin telah dicapainya (Marquis
& Huston, 2010).
Penilaian kinerja didefinisikan oleh Dharma (2010) sebagai sebuah
system formal yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja pegawai
secara periodik yang ditentukan oleh organisasi. Selain itu Tomey
(2009) juga menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah evaluasi
formal secara periodik terkait seberapa baik seseorang memilki
kinerja dalam tugasnya selama periode waktu tertentu.
Page 8
22
Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan
faktor kunci guna mengembangankan suatu organisasi secara efektif
dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik
atas sumber daya manusia yang ada dalam organisi secara
keseluruhan, melalui penilaian kinerja karyawan. Menurut Bernadin
dan Russel (2010) “A way of measuring the contribution of
individuals to their organization”. Penilaian kinerja adalah cara
mengukur kontribusi individu (karyawan) kepada organisasi tempat
mereka bekerja.
Cascio (2010) juga menjelaskan penilaian kinerja sebagai berikut :
“Performance appraisal is a review of the job-relevant strengths and
weakness of an individual or a team in an organization”. Penilaian
kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis
tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau
suatu kelompok.
Cummings dan Worley (2001) juga memberikan batasan tentang
penilaian kinerja, yaitu sebagai berikut : “Performance appraisal is a
feedback system that involves the direct evaluation of individual or
work group performance by a supervisor, manager, or peers”.
Penilaian kinerja adalah sistem umpan balik yang melibatkan evaluasi
langsung kinerja individu atau kelompok kerja oleh supervisor,
manajer, atau rekan kerja.
Mua (2011) dalam penelitiannya juga menyebutkan penilaian kinerja
yang baik itu mengutamakan pada hubungan kerja antara pimpinan
dan bawahan, menjelaskan apa yang telah dikerjakan dan menghargai
prestasi pekerjaannya, tidak semata-mata mencari kesalahan tetapi
lebih bertujuan menindaklanjuti hasil penilaian dan menghargai
prestasi kerja karyawan. Penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai
Page 9
23
dua tujuan utama yaitu tujuan administrasi dan tujuan pengembangan.
Sedangkan Wahyudi (2008) mengatakan penilaian kinerja berguna
bagi pimpinan dan karyawan. Bagi pimpinan hasil penilaian dapat
digunakan dalam mengambil keputusan, meningkatkan pemahaman
tentang pekerjaan, dan menindaklanjuti hasil penilaian, menjalin
kerjasama dengan karyawan dalam rangka meninjau perilaku yang
berkaitan dengan kinerja, serta menyusun suatu rencana untuk
memperbaiki setiap penyimpangan agar sesuai dengan standar yang
disepakati. Sedangkan manfaat bagi karyawan dapat mengetahui
prestasi kerja yang telah dicapai, dapat dijadikan motivasi dalam
meningkatkan kinerja di waktu mendatang sekaligus berusaha
memperbaiki kesalahan.
2.2.2 Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan penilaian kinerja yaitu meningkatkan kinerja (performance),
meningkatkan komunikasi, memperkuat perilaku positif,
mengkomunikasikan masalah terkait pengakhiran tugas (ultimately),
memperbaiki perilaku negative/kurang sesuia menuju perilaku yang
optimal, menyediakan dasar pemberian penghargaan (reward),
dimana penghargaan dapat menjadi dasar untuk motivasi,
menyediakan dasar untuk pengakhiran kerja jika diperlukan,
mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan perkembangan individu
(Huber, 2006; Robbins & Judge, 2008; Tomey, 2009). Hal senada
juga disampaiak oeh Marquis dan Huston (2010) bahwa penilaian
kinerja juga memberikan informasi umum untuk penyesuaian gaji,
promosi, perpindahan/pergantian, tindakan disiplin dan terminasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Winarni (2009) dan Sedarmayanti
(2007) mengemukakan penilaian kinerja itu pada dasarnya
mempunyai tujuan utama yaitu : penilaian kemampuan personel yang
merupakan tuuan mendasar dalam rangka penilaian personel secara
Page 10
24
individual, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penilaian
efektivitas SDM dan pengembangan personel seperti: promosi,
mutasi, rotasi, terminasi, dan penyesuaian kompensasi.
Cascio (2010) menyatakan tujuan dari system penilaian kinerja dalam
beberapa poin dan dapat digambarkan seperti pada gambar di bawah
ini :
2.2.2.1 Penilaian dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan yang
legal dan formal terkait dengan pengembangan karyawan;
2.2.2.2 Penilaian dapat digunakan sebagai kriteria validasi suatu tes;
2.2.2.3 Penilaian memberikan umpan balik kepada karyawan, terkait
pengembangan karirnya;
2.2.2.4 Penilaian dapat membantu untuk mengidentifikasi
pengembangan yang dibutuhkan dan dapat digunakan untuk
menetapkan obyektif dari sebuah pelatihan;
2.2.2.5 Penilaian juga dapat mendiagnosis permasalahan dalam
organisasi.
2.2.3 Manfaat Penilaian Kinerja
Sudarmanto (2009), mengemukakan manfaat penilaian kinerja untuk
mengukur hasil dan kemajuan yang dicapai dengan membandingkan
dengan target, sasaran, atau standar kinerja yang ditetapkan
sebelumnya. Selain itu untuk mengetahui sejauh mana kinerja selama
ini yang dapat di capai atau mengetahui apa penyebab masalah terjadi,
sehingga pencapaian kinerja tidak maksimal. Kurniawati (2010) dan
Lazarte (2016) dalam penelitiannya menambahkan manfaat dari
penilaian kinerja untuk pengambil keputusan organisasi terkait
pemberian penghargaan karyawan yang berhasil sesuai target,
pelatihan bagi karyawan terkait kompetensi tertentu yang kurang, dan
pengembangan karier karyawan yang memiliki kompetensi unggul
karena mampu bekerja di atas rata-rata.
Page 11
25
Secara khusus, Rivai (2005) dalam Nathanael (2012) menjelaskan
manfaat penilaian kinerja bagi karyawan, penilai dan organisasi
sebagai berikut :
2.2.3.1 Manfaat bagi karyawan yang dinilai, antara lain :
a. Meningkatkan motivasi
b. Meningkatkan kepuasan kerja
c. Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan mereka
d. Umpan balik dari kinerja lalu yang akurat dan konstruktif
e. Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi
lebih besar
f. Pengembangan perencanaan untuk meningkatkan kinerja
dengan membangun kekutan dan mengurangi kelemahan
semaksimal mungkin
g. Adanya kesempatan untuk berkomunikasi ke atas
h. Peningkatan pengertian tentang nilai probadi
i. Kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan pekerjaan
dan bagaimana mereka dapat mengatasinya
j. Suatu pemahaman jelas dari apa yang diharapkan dan apa
yang perlu dilaksanakan untuk mencapai harapan tersebut
k. Adanya pandangan yang lebih jelas tentang konteks
pekerjaan
l. Kesempatan untuk mendiskusikan cita-cita dan bimbingan,
dorongan atau pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi
cita-cita karyawan
m. Meningkatkan hubungan yang harmonis dan aktif dengan
atasan.
2.2.3.2 Manfaat bagi penilai, antara lain :
a. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasi
kecenderungan kinerja karyawan untuk perbaikan
manajemen selanjutnya
Page 12
26
b. Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan uum
tentang pekerjaan individu dan departemen yang lengkap
c. Memberikan peluang untuk mengembagkan system
pengawasan baik untuk pekerjaan manajer sendiri maupun
pekerjaan dari bawahannya
d. Identifikasi gagasan untuk peningkatan tentang nilai
pribadi
e. Peningkatan kepuasan kerja
f. Pemahaman yang lebih baik terhadap karyawan, tentang
rasa takut, rasa grogi, harapan, dan aspirasi mereka
g. Kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas
penilai dengan memberikan pandangan yang lebih baik
terhadap bagaiman mereka dapat memberikan kontribusi
yang lebih besar kepada organisasi
h. Meningkatkan rasa harga diri yang kuat diantara penilai
dan juga para karyawan, karena telah berhasil
mendekatkan ide dari karyawan dengan ide dari penilai
i. Sebagai media kelompok atau sasaran departemen SDM
atau sasaran organisasi
j. Kesempatan bagi manajer untuk menjelaskan kepada
karyawan apa yang sebenarnya diinginkan oleh organisasi
dari para karyawan sehingga para karyawan dapat
mengukur dirinya, menempatkan dirinya dan berhasil
sesuai dengan harapan dari manajer
k. Sebagai media untuk meningkatkan interpersonal
relationshipatau hubungan antar pribadi antara karyawan
dengan manajer
l. Dapat sebagai sarana meningkatkan motivasi karyawan
dengan lebih memusatkan perhatian kepada mereka secara
pribadi
Page 13
27
m. Merupakan kesempatan berharga sehingga ada
kemungknan merevisi target atau menyusun prioritas baru
n. Bisa mengidentifikasi kesempatan untuk rotasi atau
perubahan tugas karyawan.
2.2.3.3 Manfaat bagi organiasi
a. Perbaikan seluruh simpul unit-unit yang ada dalam
organisasi, karena :
1) Komunikasi menjadi lebih aktif mengenai tujuan dan
nilai budaya organisasi
2) Peningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas
3) Pengkatan kempuan dan kemauan manajer untuk
menggunakan keterampilan dan mengembangkan
kemauan serta keterampilan karyawan.
b. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas
yang dilakukan oleh masing-masing karyawan
c. Meningkatkan kualitas komunikasi
d. Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan
e. Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian
tujuan
f. Peningkatan segi pengawas melekat dari setiap kegiatan
yang dilakukan oleh karyawan
g. Harapan dan pandangan jangka panjang dapat
dikembangkan
h. Untuk mengenali lebih jelas pelatihan dan pengembangan
yang organisasi
i. Kejelasan, ketepatan dari pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang diperlukan oleh karyawan, sehingga organisasi
dapat tampil prima
j. Karyawan yang potensial dan memungkinkan untuk
menjadi pimpinan organisasi atau yang dapat
dipromosikan, menjadi lebih mudah terlihat, mudah
Page 14
28
diidentifikasikan, mudah dikembangkan lebih lanjut, dan
memungkinkan peningkatan tanggung secara kuat.
k. Jika penilaian kinerja ini melembaga dan keuntungan yang
diperoleh organisasi menjadi lebih besar, penilaian kinerja
akan menjadi salah satu sarana yang paling utama dalam
meningkatkan kinerja organisasi.
2.2.4 Standar Kinerja
Faktor utama dalam mengukur suatu kinerja menurut Dharma (2010)
adalah analisis terhadap perilaku yang diperlukan untuk mencapai
hasil yang telah disepakati, dan bukan penilaian terhadap kepribadian.
Menurut Grote (1996 dalam Sudarmanto, 2009), pendekatan penilaian
kinerja berdasarkan perilaku akan mengukur dimensi kompetensi-
kompetensi yang telah ditetapkan. Karyawan akan dinilai berdasarkan
beberapa jenis perilaku kerja yang mencerminkan dimensi
kerja/kompetensi yang telah dijadikan standar dan membuat skalanya.
“Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang disepakati,
sedangkan kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang
yang dapat terobservasi mencakup atas pengetahuan, ketrampilan dan
sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar
kinerja (performance) yang ditetapkan (PPNI,2010, hlm.8).
”Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai Organisasi
Profesi telah menyusun Standar Profesi Perawat pada tahun 2010
yang terdiri dari 1) Standar Kompetensi Perawat, 2) Standar Praktik
Keperawatan (Standar Asuhan dan Standar Kinerja Profesional
Perawat) sebagaimana tercantum dalam pasal 24 ayat (2) UU no 36
tahun 2009.
“Standar kompetensi perawat merefleksikan atas kompetensi yang
diharapkan dimiliki oleh individu yang akan bekerja di bidang
Page 15
29
pelayanan keperawatan (PPNI, 2010, hlm.8).” Kompetensi perawat
dikelompokkan menjadi 3 ranah utama yaitu 1) praktik profesional,
etis, legal, dan peka budaya, 2) pemberian asuhan dan manajemen
asuhan keperawatan, 3) pengembangan profesional. Standar praktik
keperawatan merupakan komitmen profesi keperawatan dalam
melindungi masyarakat terhadap praktik yang dilakukan. Standar
Praktik Keperawatan terdiri dari Standar Asuhan yang meliputi
standar I pengkajian, standar II diagnosa keperawatan, standar III
perencanaan, standar IV implementasi, standar V evaluasi, serta
Standar Kinerja Profesional Perawat yang meliputi standar I jaminan
mutu, standar II pendidikan, standar III penilaian kinerja, standar IV
kesejawatan, standar V etik, standar VI kolaborasi, standar VII riset,
standar VIII pemanfaatan sumber-sumber (PPNI, 2010; ANA, 2004
dalam Marquis & Huston, 2009).
Standar kinerja adalah sasaran yang memberikan kontribusi terhadap
peningkatan kinerja individu (Dharma, 2010). Standar kerja perlu
dibuat dalam pengukuran evaluasi kinerja, karena standar akan
menjabarkan tentang pekerjaan yang mencakup dalam satu pekerjaan
tertentu. Tanpa standar, masalah kinerja dapat menjadi sangat rancu
(Pophal, 2008). Pekerjaan karyawan diukur mengacu pada standar
dengan tujuan untuk memberikan gambaran tingkat kualitas dari
kinerja pekerjaan (Huber, 2006).
Langkah pertama dalam pembuatan standar kerja menurut Phopal
(2008) adalah mengidentifikasi aspek-aspek penting dalam
pekerjaaan. Sebagian besar pekerjaan memiliki tiga sampai enam
bidang tanggungjawab kunci. Ketika kita mencoba menunjukkan
tanggungjawab-tanggungjawab ini, jangan hanya melihat tugas rutin
yang dikerjakan, tapi pertimbangkan hasil atau tujuan akhir dari dari
tugas tersebut.Penilai evaluasi kinerja jika bertujuan untuk membantu
Page 16
30
orang meningkatkan kinerjanya, maka mereka juga harus
mempertimbangkan bagaimana hasil tersebut dapat dicapai (Dharma,
2010).
Setelah area tanggung jawab teridentifikasi, perlu dibuat tiga atau
empat standar (atau hasil kunci) yang mencerminkan tingkat kinerja
yang memuaskan. Penting sekali bahwa standar tersebut dapat diukur.
Bila tidak, maka standar tersebut hanya akan menjadi indikasi
subjektif tentang bagaimana suatu pekerjaan harus dilakukan dan tak
akan membantu karyawan atau perusahaan. Standar efektif
menggunakan angka, batas waktu, dan batas toleransi kesalahan untuk
menjadi tolak ukur kinerja yang obyektif (Phopal, 2008). Hal senada
disampaikan oleh Wise dan Kowalski (2006) yang menyatakan bahwa
kompetensi pekerjaan dan standar untuk mengevaluasi kinerja
seharusnya obyektif dan terukur.
Sebelum menentukan tingkat kinerja tertentu, sebaiknya dibuat garis
dasar kinerja untuk jenis kerja yang sedang ditangani. Setelah itu
membuat target minimal tingkat kinerja. Tingkat minimal ini menjadi
standar dan tolak ukur bahwa suatu kinerja dianggap layak.
Berdasarkan tingkat kelayakan minimal, maka dapat ditentukan
standar istimewa dan ketidaklayakan dalam kinerja. Untuk masing-
masing standar kita akan menentukan tingkat kinerja bagaimana yang
melebihi dan kurang dari harapan kita (Phopal, 2008).
Oetami (2001) melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Proses
Penyusunan Indikator Kinerja di Instalasi Laboratorium RS Islam
Klaten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator kinerja yang
efektif merupakan pengembangan proses yang diaplikasikan 1)
brainstorming didalam pertemuan staf untuk mengidentifikasi
indikator potensial, 2) membangun tim untuk mendiskusikan
Page 17
31
indikator potensial, 3) membuat kesepaktan terkait indikator yang
tepat, 4) menguji indikator, 5) menetapkan manfaat indikator kinerja
laboratory.
Hasil riset manajemen telah memperlihatkan beberapa faktor
berpengaruh terhadap hasil penilaian dalam meningkatkan motivasi
dan produktivitas (Marquis & Huston, 2010) sebagai berikut :
2.2.4.1 Karyawan harus percaya bahwa penilaian didasarkan pada
standar untuk menilai karyawan dalam klasifikasi yang sama
dan dapat dipertanggungjawabkan. Standar harus
dikomunikasikan dengan jelas pada karyawan pada waktu
mereka di rekrut dan mungkin deskripsi pekerjaan atau tujuan
individual staf untuk tujuan penilaian kinerja.
2.2.4.2 Karyawan harus terlibat dalam mengembangkan standar atau
tujuan kinerja yang digunakan untuk menilai. Ini penting
sekali untuk profesional pekerja.
2.2.4.3 Karyawan harus mengetahui kemajuan dan apa yang terjadi
jika standar kinerja yang diharapkan tidak di capai.
2.2.4.4 Karyawan perlu mengetahui bagaimana informasi akan
diperoleh untuk memberikan gambaran kinerja.
Penilaian cenderung lebih akurat jika menggunakan variasi sumber
dan tipe informasi yang dikumpulkan. Sumber dapat melibatkan
anggota kelompok, teman sekerja, nursing care plans, pasien, dan
observasi personal (personal observation). Karyawan harus diberitahu
sumber yang akan digunakan dan bagaimana informasi akan
dibobot/diskor.
Kinerja perawat dalam melakukan pekerjaan juga memiliki kriteria
kinerja yang sesuai dengan pekerjaannya. Perkembangnya
keperawatan sebagai suatu profesi, diperlukan penetapan standar
Page 18
32
praktik keperawatan. Standar praktik sangat penting untuk menjadi
pedoman objektif di dalam menilai asuhan keperawatan, sehingga
klien akan yakin bahwa ia mendapatkan asuhan yang bermutu tinggi.
Standar praktik juga sangat penting jika terjadi kesalahan yang terkait
dengan hukum (Sitorus, 2006).
2.2.5 Penilaian Kinerja yang Efektif
Agar penilaian kinerja dapat dilaksanakan secara efektif, penilaian
harus memenuhi indicator tertentu. Cascio (2010) mengemukakan
beberapa indikator penilaian kinerja yaitu kesesuaian, kepekaan,
dipercaya, diterima, dan praktis.
2.2.5.1 Indikator Penilaian Kinerja
a. Kesesuaian (relevancy)
Mempunyai makna adanya kaitan yang erat antara standar
untuk pekerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan
terdapat keterkaitan yang jelas antara elemen-elemen kritis
suatu pekerjaan yang telah diidentifikasi melalui analisis
jabatan dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai dalam
form penilaian.
b. Kepekaan (sensitivitas)
Sensitivitas berarti adanya kemampuan penilaian kinerja
bisa di jadikan sebagai alat evaluasi dalam membedakan
pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif.
Artinya penilaian kinerja objektif bisa di manfaatkan untuk
evaluasi maupun negosiasi bagi karyawan.
c. Dipercaya (reliability)
Reliability dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian.
Dengan kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan
oleh dua orang yang berbeda dalam menilai seorang
karyawan, hasil penilaiannya akan cenderung sama.
Page 19
33
d. Diterima (acceptability)
Pengukuran kinerja yang dirancang dapat diterima oleh
pihak-pihak yang menggunakannya. Artinya telah sesuai
dengan tanggung jawab pekerjaan. Dan karyawan bisa
menenerima ganjaran dari hasil penilaian kinerja baik
berupa gaji atau sanksi.
e. Praktis (practicality)
Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati
mudah dimengerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam
proses penilaian kinerja. Pihak yang terkait dalam hal ini
adalah atasan dan bawahan.
2.2.6 Faktor-Faktor Penghambat Dalam Penilaian Kinerja
Dalam pelaksanaan nya ada beberapa faktor yang dapat mengahambat
penilaiam kinerja seperti yang dikemukakan oleh Rivai (2008)
sebagai berikut :
2.2.6.1 Kendala Hukum/Legal
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau
tidak legal. Apa pun format penilaian kinerja yang digunakan
oleh departemen SDM harus sah dan dapat dipercaya. Jika hal
tersebut tidak dipenuhi, keputusan penempatan mungkin
ditentang sebab melanggar hukum ketenaga kerjaan atau
hukum lain nya.
2.2.6.2 Bias oleh penilai
Setiap masalah yang didasarkan pada ukuruan subjektif adalah
peluang terjadinya bias. Bentuk-bentuk bias yang umum nya
terjadi adalah:
a. Hallo Effect
Terjadi ketika pendapat pribadi penilai mempengaruhi
penilaian kinerja baik dalam arti positif maupun negatif.
Sebagai contoh seorang penilai secara pribadi tidak
Page 20
34
menyenangi karyawan tertentu, terlepas dari faktor
penyebab ketidaksenangannya itu. Dalam hal ini
kecenderungan yang akan muncul adalah penilai akan
memberikan penilaian yang negatif, padahal jika dinilai
secara objektif harusnya mendapat penilaian positif.
b. Kesalahan kecenderungan terpusat
Beberapa penilai tidak suka menempatkan karyawan
keposisi ekstrim dalam arti ada karyawan yang di nilai
sangat positif ataupun sangat negatif. Dalam hal ini
biasanya penilai cenderung unutk mengambil jalan tengah
dengan memberikan nilai yang merata.
c. Bias karena terlalu lunak dan terlalu keras
Bias karena terlalu lunak terjadi ketika penilai cenderung
begittu mudah dalam mengevaluasi kinerja karyawan.
Sebaliknya bias karena terlalu keras adala memberikan
penilaian yang terlalu ketat.
d. Bias karena penyimpangan lintas budaya
Ketika seorang penilai di haruskan untuk menilai dari
karyawan yang beda kulturnya, mereka mungkin
menerapkan budayanya terhadap karyawan tersebut.
e. Prasangka Pribadi
Sikap tidak suka seorang menilai terhadap sekelompok
orang tertentu dapat mengaburkan hasil penilaian seorang
karyawan. Misalnya, seorang penilai memberikan nilai
yang rendah kepada karyawan wanita yang ternyata
mampu berprestasi dalam melaksanakan pekerjaan tertentu
di pandang sebagai pekerjaan pria.
f. Pengaruh kesan terkahir
Ketika penilai di haruskan menilai kinerja karyawan pada
masa lampau, kadang-kadang penilai mempersepsikan
Page 21
35
dengan tindakan karyawan pada saat ini yang sebetulnya
tidak berhubungan dengan kinerja masa lampau.
2.2.7 Elemen Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja yang baik adalah yang mampu untuk menciptakan
gambaran yang tepat mengenai kinerja pegawai yang dinilai.
Penilaian tidak ditujukan untuk menilai dan memperbaiki kinerja
yang buruk, namun juga untuk mendorong para pegawai untuk
bekerja lebih baik lagi.
Elemen-elemen utama dalam sistem penilaian kinerja menurut Wether
dan Davis (1996) dalam Kadarisman (2012):
2.2.7.1 Performance Standard
Penilaian kinerja memerlukan standar yang jelas untuk
dijadikan tolok ukur atau patokan terhadap kinerja yang akan
diukur. Standar kinerja merupakan identifikasi tugas
pekerjaan, kewajiban dan elemen kritis yang menggambarkan
apa yang harus dilakukan. Standar kinerja terfokus pada
seberapa baik tugas akan dilaksananakan. Minimal, sebuah
standar kinerja, harus berisi dua jenis informasi dasar tenatng
apa yang harus dilakukan dan seberapa baik harus
melakukannya (Cokroaminoto, 2007). Standar yang dibuat
harus berhubungan dengan jenis pekerjaan yang akan diukur
dan hasil yang diharapkan akan terlihat dengan adanya
penilaian kinerja ini.
Agar berdayaguna, setiap standar atau kriteria harus
dinyatakan secara cukup jelas sehingga manajer, bawahan atau
kelompok kerja mengetahui apa yanng diharapkan dan apakah
telah tercapai atau tidak. Standar haruslah dinyatakan secara
tertulis dalam upaya menggambarkan kinerja yang sungguh-
Page 22
36
sungguh memuaskan untuk tugas yang kritis maupun yang
tidak kritis (Cokroaminoto, 2007).
Ada 4 (empat) hal yang harus diperhatikan dalam menyusun
standar penilaian kinerja yang baik dan benar menurut Wether
dan Davis (1996) dalam Kadarisman (2012):
a. Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan
jenis pekerjaan yang dinilai. Keabsahan yang dimaksud
adalah standar tersebut memang benar-benar sesuai atau
relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai.
b. Agreement berarti persetujuan, yaitu standar penilaian
tersebut disetujui dan diterima oleh semua pegawai.
c. Realism berarti standar penilaian tersebut bersifat realistis,
dapat dicapai para pegawai.
d. Objectivity berarti standar tersebut bersifat obyektif, yaitu
adil, mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya
tanpa menambah atau mengurangi kenyataan dan sulit
untuk dipengaruhi oleh bias penilai.
2.2.7.2 Kriteria Penilaian Kinerja
Ada 3 macam kriteria yang paling sering digunakan dalam
menilai unjuk kerja karyawan yaitu hasil kerja individu,
perilaku, dan traits (Robbins, 2008):
a. Hasil kerja individu
Jika hasil kerja adalah aspek kerja yang diutamakan pada
jabatan tersebut, maka hasil kerja individu dapat dijadikan
kriteria penilaian. Kriteria ini berfokus pada apa yang
dicapai.
b. Perilaku
Kriteria ini menekankan pada bagaimana pekerjaan
dilaksanakan. Pada banyak jabatan-jabatan, sulit
menentukan keluaran tertentu yang dapat dijadikan kriteria
Page 23
37
penilaian. Pada jabatan-jabatan semacam ini, pihak
manajemen dapat menggunakan perilaku sebagai kriteria
penilaian. Sebab, perilaku merupakan faktor penentu
efektifitas kerja karyawan. Perilaku yang dinilai tidak
selalu perilaku yang secara langsung berkaitan dengan
produktivitas. Yang penting perilaku tersebut membantu
efektvitas kerja organisasi, misalnya perilaku yang
membangun suasana keorganisasian sehingga perlu dinilai
secara khusus.
c. Sifat (Traits)
Traits adalah karakteristik individu yang sering tampil dan
menggambarkan tingkah laku individu (Robbins, 2008).
Kriteria ini berdasarkan pada kepribadian seseorang bukan
apa yang berhasil dicapai dan yang tidak. Meskipun
kriteria berdasarkan sifat paling mudah untuk disusun
tetapi penggunaannya paling lemah.
Memilih kriteria dalam penilaian kinerja, dimensi-dimensi
yang menjadi kriteria haruslah dimensi yang benar-benar
penting pada jabatan tersebut. Sehingga yang menjadi dasar
untuk menentukan dimensi yang akan diukur adalah melalui
analisa jabatan (Riggio, 2000).
Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa
dimensi, yaitu:
a. Kegunaan Fungsional. Bersifat krusial, karena hasil
penilaian kinerja dapat digunakan untuk melakukan
seleksi, kompensasi dan pengembangan pegawai, maka
hasil penilaian kinerja harus valid, adil dan berguna
sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.
Page 24
38
b. Valid. Mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari
penilaian kinerja tersebut.
c. Bersifat empiris, bukan berdasarkan perasaan semata.
d. Sensitifitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang
relevan dengan kinerja, bukan hal-hal lainnya yang tidak
berhubungan dengan kinerja.
e. Sistematika kriteria. Hal ini tergantung dari kebutuhan
organisasi dan lingkungan organisasi. Kriteria yang
sistematis tidak selalu baik. Organiasasi yang berada pada
lingkungan yang cepat berubah mungkin justru lebih baik
menggunakan kriteria yang kurang sistematis untuk cepat
menyesuaikan diri dan begitu juga sebaliknya.
f. Kelayakan hukum. Kriteria itu harus sesuai dengan hukum
yang berlaku.
2.3 Perawat
Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dalam sistem pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Pelayanan keperawatan ikut andil dalam menjaga
mutu pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan dinilai bagus
apabila pelayanan kesehatan dapat memenuhi kebutuhan pasien dan berakhir
dengan kepuasaan pasien setelah menerima pelayanan kesehatan. Perawat di
tuntut bertanggung jawab dalam melakukan semua tindakannya, khususnya
dalam melaksanakan tugas sebagai pemberi layanan kesehatan di garis linear
pertama. Tanggung jawab perawat erat hubungannya dengan tugas perawat
yaitu memenuhi kebutuhan dasar pasien. keamanan merupakan salah satu
kebutuhan dasar pasien yang harus terpenuhi tetapi pemenuhan kebutuhan
dasar pasien bukan hanya salah satu tugas perawat. Perawat juga harus
mengambil peran profesional dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat
juga memiliki peran penghubung antar disiplin profesi lain untuk membantu
klien dalam menyelasaikan masalahnya. Pemberian asuhan keperawatan juga
Page 25
39
di lakukan secara konstan dan berkelanjutan. Sejak pasien menginjakan
kakinya di rumah sakit sampai pasien tersebut kembali ke rumahnya.
UU No.38 Tahun 2014 menyebutkan perawat adalah seseorang yang telah
lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri
yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Seorang perawat dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Kusnanto (2008) mendefinisikan perawat
adalah seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan,
tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan/ asuhan
keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan.
Perawat adalah suatu profesi yang mempunyai fungsi autonomi yang
didefinisikan sebagai fungsi profesional keperawatan. Fungsi profesional
yaitu membantu mengenali dan menemukan kebutuhan pasien yang bersifat
segera. Itu merupakan tanggung jawab perawat untuk mengetahui kebutuhan
pasien dan membantu memenuhinya. Dalam teorinya tentang disiplin proses
keperawatan mengandung elemen dasar, yaitu perilaku pasien, reaksi
perawat dan tindakan perawatan yang dirancang untuk kebaikan pasien
(Suwignyo, 2007). Paparan di atas dapat disimpulkan bahwa perawat adalah
tenaga profesional yang memberikan asuhan keperawatan kepada klien untuk
meningkatkan kualitas hidup klien yang mempunyai kemampuan, tanggung
jawab dan kewenangan melaksanakan asuhan keperawatan.
Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga,
kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat (UU
No.38 Tahun 2014). Keperawatan adalah perlindungan, promosi, dan
optimalisasi kesehatan dan kemampuan, pencegahan penyakit dan cedera,
pengentasan penderitaan melalui diagnosis dan pengobatan respon manusia,
dan advokasi dalam peduli individu, keluarga, masyarakat, dan populasi
(ANA, 2010). Dapat di simpulkan bahwa Keperawatan sendiri dapat juga
Page 26
40
diartikan dengan serangkaian kegiatan pemberian asuhan keperawatan
kepada klien guna meningkatkan atau mencapai keadaaan biologi, spritual,
dan psikologi yang optimal. Keperawatan merupakan profesi yang
mempunyai bidang garapan pada kesejahteraaan manusia yaitu dengan
memberikan bantuan baik kepada individu yang sehat maupun yang sakit
Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada
ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok,
atau masyarakat, baik sehat maupun sakit (UU No.38 Tahun 2014). Standar
pelayanan keperawatan di rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan yang berbaris profesional tenaga perawat. Tenaga perawat
profesional tercerminkan dari asuhan keperawatan yang diberikan secara
berkesinambungan dan berkelanjutan. Asuhan Keperawatan adalah
rangkaian interaksi Perawat dengan klien dan lingkungannya untuk mencapai
tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian klien dalam merawat dirinya.
2.3.1 Tugas dan Wewenang Perawat
Tugas perawat diatur dalam pasal 29 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 yaitu sebagai pemberi asuhan
keperawatan, penyuluh dan konselor bagi klien, pengelola pelayanan
keperawatan, peneliti keperawatan, pelaksana tugas berdasarkan
pelimpahan wewenang dan pelaksana tugas dalam keadaan
keterbatasan tertentu (UU RI No 38, 2014). Penjelasan tentang tugas
dan wewenang perawat adalah sebagai:
2.3.1.1 Pemberi asuhan keperawatan
2.3.1.2 Penyuluh dan konselor bagi klien
2.3.1.3 Pengelola pelayanan keperawatan
2.3.1.4 Peneliti keperawatan
2.3.1.5 Pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang
2.4.1.5 Pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu
Page 27
41
Tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan asuhan keperawatan
oleh Perawat Assosiate (PA) adalah sebagai berikut (Sitorus &
Panjaitan, 2011): membaca rencana keperawatan (renpra) yang telah
ditetapkan Perawat Primer (PP) dan meminta bimbingan kepada
Perawat Primer bila ada hal yang belum jelas.
Tugas dan tanggung jawab Perawat Assosiate (PA) selanjutnya yaitu
membina hubungan terapeutik dengan pasien dan keluarga sebagai
lanjutan kontrak yang sudah dilakukan Perawat Primer; menerima
pasien baru (kontrak) dan memberikan informasi berdasarkan format
orientasi pasien dan keluarga jika Perawat Primer tidak ada di tempat;
melakukan tindakan keperawatan pada pasiennya berdasarkan renpra;
melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan dan
mendokumentasikannya pada format yang tersedia; mengikuti visite
dokter bila Perawat Primer tidak di tempat; mengecek kerapihan dan
kelengkapan status keperawatan; membuat laporan pergantian dinas
dan setelah selesai di paraf; mengkomunikasikan kepada Perawat
Primer/Penanggung Jawab dinas bila menemukan masalah yang perlu
diselesaikan; menyiapkan pasien untuk pemeriksaan diagnostik,
laboratorium, pengobatan, dan tindakan; berperan serta dalam
pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga yang dilakukan
Perawat Primer; melakukan inventarisasi fasilitas yang terkait dengan
timnya; membantu tim lain yang membutuhkan; dan memberikan
resep dan menerima obat dari keluarga pasien yang menjadi
tanggungjawabnya dengan berkoordinasi dengan Perawat Primer.
Tanggung jawab dan pelaksanaan uraian tugas perawat
pelaksana/perawat associate sebagai berikut. Tanggung jawab perawat
pelaksana yaitu: kebenaran asuhan keperawatan meliputi pengkajian,
diagnosis dan rencana asuhan keperawatan; kebenaran dan ketepatan
pelayanan asuhan meliputi tindakan dan evaluasi keperawatan;
Page 28
42
kelengkapan bahan dan peralatan kesehatan; kebersihan dan
kerapihan pasien serta alat kesehatan (Winarti, Yudantoro & Ratna,
2012).
Tanggung jawab dan pelaksanaan uraian tugas perawat pelaksana
selanjutnya yaitu kebenaran informasi/bimbingan/penyuluhan
kesehatan; dan ketepatan penggunaan sumber daya secara efisien dan
efektif.
Uraian tugas perawat pelaksana yaitu: mengikuti serah terima klien
dinas pagi, sore, dan malam bersama Perawat Primer; mengikuti
pre/post conference dengan Perawat Primer; melakukan pengkajian
awal pada klien baru jika perawat primer tidak ada di tempat;
melaksanakan rencana keperawatan; membuat rencana keperawatan
pada klien baru jika Perawat Primer tidak ada di tempat; melakukan
evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan; melakukan
pencatatan dan pelaporan berdasarkan format dokumentasi
keperawatan yang ada di ruangan; menyiapkan klien untuk
pemeriksaan diagnostik/laboratorium, pengobatan dan tindakan;
memberikan penjelasan atas pertanyaan klien/keluarga dengan
kalimat yang mudah dimengerti, bersifat sopan dan ramah; berperan
serta melakukan penyuluhan kesehatan pada klien dan keluarga;
memelihara kebersihan klien, ruangan dan lingkungan ruang rawat;
menyimpan, memelihara peralatan yang diperlukan sehingga siap
pakai; melakukan dinas rotasi sesuai jadwal yang sudah dibuat oleh
kepala ruangan; mengikuti visite dokter atau ronde keperawatan jika
tidak ada Perawat Primer; menggantikan peran/tugas Perawat Primer
yang lain jika Perawat Primer tidak ada; dan mengidentifikasi dan
mencatat tingkat ketergantungan klien setiap tugas shift, serta
melaksanakan kebijakan yang ditentukan oleh kepala ruangan.
Page 29
43
2.4 Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manager
perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan efektifitas. Proses
penilaian dapat dipergunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku
perawat pelaksana dalam rangka menghasilkan jasa pelayanan yang lebih
baik. Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manager perawat guna
mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja perawat.
Hal ini berguna untuk memperbaiki pelaksanaan kerja perawat, memberitahu
perawat bahwa kerja mereka kurang memuaskan, serta mempromosikan
jabatan dan kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi persyaratan
penugasan khusus, memperbaiki komunikasi bawahan dan atasan serta
memberikan pelatihan dan bimbingan khusus (Nursalam, 2015).
2.4.1 Kinerja Keperawatan
Penilaian kinerja perawat harus berdasarkan pada apa yang
diharapkan oleh rumah sakit sesuai dengan level kompetensinya dan
mengacu pada standar-standar praktik keperawatan serta hasil kinerja
berdampak pada pencapaian visi rumah sakit. DeLucia (2009)
menggambarkan kinerja keperawatan melalui tiga pengukuran, yaitu
kompetensi, nursing-sensitive quality indicator, dan tugas spesifik
keperawatan.
2.4.1.1 Kompetensi keperawatan
Kompetensi perawat diuji untuk pertama kalinya ketika akan
memperoleh lisensi dan diuji secara periodik. Hal tersebut
dilakukan untuk menjamin bahwa perawat memelihara
kompetensi dan kewenangan mereka terhadap isu kesehatan
terkini (Whelan dalam DeLucia, 2009). Secara umum,
kompetensi merupakan cara yang efektif dalam menerapkan
pengetahuan, proses pengambilan keputusan dan keterampilan
dari seorang perawat (Tilley dan DeLucia, 2009). Kompetensi
Page 30
44
yang dibutuhkan seorang perawat bergantung pada pendidikan
(sebagai contoh, perawat vokasi atau S1 Keperawatan), peran
(sebagai contoh, pemberi pelayanan atau koordinator
pelayanan), dan unit tempat bertugas (sebagai contoh, bagian
bedah atau neonatus). Kompetensi perawat perlu dijamin oleh
masing-masing rumah sakit. Hal ini terkait juga dengan
akreditasi JCI.
2.4.1.2 Tugas spesifik keperawatan
Tugas spesifik keperawatan sangat bervariasi. Tugas spesifik
keperawatan diantaranya adalah pengukuran gula darah
kapiler, keputusan triase, manajemen nyeri pada anak, dan
manajemen gangguan jantung (DeLucia, 2009). Beberapa
studi atau penelitian terkait tugas spesifik perawat bertujuan
untuk mengetahui apakah perawat dapat melakukan tindakan-
tindakan yang biasanya dilakukan oleh dokter. Meskipun hasil
penelitian menunjukkan bahwa perawat dapat melakukan
tindakan tersebut, namun tidak disarankan untuk
menambahkan tindakan tersebut ke dalam tugas perawat
karena beban kerja perawat yang sudah tinggi.
University of Colorado Hospital (2010) menyusun penilaian
kinerja bagi perawat pelaksana berdasarkan level kompetensi
perawat pelaksana. Komponen penilaian kinerjanya meliputi
elemen sebagai berikut:
a. Standar dasar yang mencakup lisensi, sertifikasi, registrasi,
kepatuhan terhadap kebijakan, prosedur dan standar rumah
sakit.
b. Mutu dan Keselamatan, mencakup kinerja perawat
pelaksana terhadap kejadian jatuh, kejadian dekubitus, dan
respon terhadap hasil uji laboratorium yang kritis.
Page 31
45
c. Manajemen keuangan dan kapasitas, mencakup penilaian
kinerja terhadap rasa kepemilikan akan keuangan dan
kapasitas rumah sakit, diantaranya berupa membatasi jam
lembur dengan datang dan pulang kerja sesuai dengan jam
dinas.
d. Pelayanan konsumen (customer service), menggambarkan
akuntabilitas dari perawat dalam menerapkan prinsip-
prinsip pelayanan konsumen.
e. Employee engagement, menggambarkan keterlibatan
perawat dalam organisasi rumah sakit melalui partisipasi
dalam berbagai diskusi dan pengambilan keputusan.
f. Praktik keperawatan, elemen ini memiliki bobot yang
paling besar dibandingkan dengan elemen lainnya. Elemen
ini merupakan penilaian kinerja terhadap proses
keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan
evaluasi.
g. Profil pengembangan professional diri, menggambarkan
komitmen perawat pelaksana dalam peningkatan
profesional dirinya, dan peduli akan trend pola karir
perawat di masa depan.
h. Kepemimpinan, menilai kepemimpinan seorang perawat
pelaksana dalam pemberian asuhan keperawatan ke pasien.
i. Practice outcomes, menggambarkan keterlibatan perawat
pelaksana dalam penelitian, pengembangan indikator unit,
peningkatan mutu asuhan keperawatan, dan
pengembangan standar praktek.
2.4.2 Indeks Kinerja Individu berdasarkan Kepmenkes No.625 tahun 2010
Kepmenkes No.625 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Sistem
Remunerasi Pegawai Badan Layanan Umum Rumah Sakit di
Lingkungan Kementerian Kesehatan, telah mengatur sistem
Page 32
46
remunerasi yang salah satu komponennya adalah pembiayaan untuk
kinerja (pay for performance) yang besaran berupa insentif atau bonus
tergantung pada tingkat pencapaian total target kinerja khususnya
target kinerja individu yang dikaitkan dengan kinerja Pemberian
remunerasi bagi pegawai di rumah sakit mempertimbangkan beberapa
aspek yaitu hak dan kewajiban rumah sakit serta hak dan kewajiban
pegawai. Dalam menerima manfaat remunerasi, pegawai
berkewajiban untuk memberikan komitmen tinggi dalam bekerja,
salah satunya adalah denga menunjukkan kinerja yaitu pencapaian
total target kinerja. Melalui pencapaian total target kinerja akan
mendukung pencapaian sasaran rumah sakit berdasarkan visi dan
misinya. Sebagai imbalan terhadap pencapaian total target kinerja
akan diberikan penghargaan berupa bonus atau insentif sesuai dengan
kondisi dan kemampuan keuangan rumah sakit.
Peringkat kerja atau penghargaan atas kinerja dalam remunerasi atau
yang disebut sebagai insentif, rumah sakit wajib mendasarkan pada
formula berikut :
“Nilai atau indeks pekerjaan X Indeks Kinerja Individu X Indeks
Kinerja Unit Kerja X Nilai Nominal Poin RS”
Indeks Kinerja Individu (IKI) dalam Kepmenkes ini ditetapkan
melalui suatu penilaian kinerja yaitu dengan membandingkan antara
pencapaian total target kinerja dengan Satuan Kinerja Individu (SKI)
pada faktor-faktor yang ditentukan dan ditargetkan. Penetapan total
target kinerja pada setiap pegawai wajib dideskripsikan secara
spesifik, terukur, realistis, diperkirakan dapat dicapai, menantang dan
jelas waktu pencapaiannya.
Page 33
47
Adapun hasil dari penilaian terhadap total kinerja individu dapat
dikelompokkan dalam sekurang-kurangnya 4 (empat) tingkatan yaitu:
2.4.2.1 Baik Sekali, yaitu apabila pencapaian total target jauh
melebihi harapan.
2.4.2.2 Baik, yaitu apabila pencapaian total target memenuhi harapan.
2.4.2.3 Sedang, yaitu apabila pencapaian total target kurang
memenuhi harapan tetapi masih dapat diterima
2.4.2.4 Kurang, yaitu pencapaian total target kurang memenuhi
harapan dan tidak dapat diterima.
Kinerja individu perawat di RSUD dr. H. Moch. Ansari Saleh yang
dicatat dalam format log book perawat yang di evaluasi per triwulan.
Pengisian log book untuk memenuhi target-target kompetensi perawat
diisi secara berjenjang. Untuk perawat yang posisi masih di pra PK
akan memiliki log book PK I, perawat posisi di PK I memiliki log
book PK II, perawat posisi di PK II memiliki log book PK III, dan
perawat posisi di PK III memiliki log book PK IV. Kemudian cara
pengisiannya di isi di lakukan berjenjang dari mulai supervisor
(kepala ruang/ketua tim/ penanggung jawab shift), peer/rekan kerja,
dan mandiri. Pengisian dilakukan dengan melakukan tindakan yang
sama sebanyak 9 (Sembilan) kali yang dibagi 3 (tiga), yaitu :
supervisor, peer, dan mandiri.
Pembagian tersebut dijelaskan didalam Amarican Nurses Association
Leadership Institute TM
(2013). “ANA believes that competence in
nursing practice must be evaluated by the individual nurse (self-
assessment), nurse peers, and nurses in the roles of supervisor, coach,
mentor, or preceptor. Additionally, other aspects of nursing
performance may be evaluated by professional colleagues and
patients”. Atas dasar tersebut DR. Haryati, (Surveyor KARS)
membuat model dan format log book dengan membagi 3 (tiga) dari
Page 34
48
supervisi, peer dan mandiri. Alasan kenapa dimasing-masing
pembagian itu dibagi 3 karena di dalam Depkes (2003) menyebutkan
bahwa perawat dikatakan mahir atau mampu melakukan tindakan
mandiri harus di supervise sebanyak 5 kali. Adapun log book ini
mengharuskan perawat disupervisi sebanyak 3 kali dan peer 3 kali
artinya sudah lebih, dan ditambah 3 kali melakukan mandiri agar
menjadi kebiasan perawat dalam melakukan tindakan dengan benar.
Perawat tidak bisa langsung mengisi di kolom mandiri sebeluh kolom
supervisor dan peer terisi terlebih dahulu. Log book ini per tri wulan
nya akan dikumpulkan ke kepala ruang untuk di evaluasi dan
rekapitulasi yang akan masuk juga data ke bagian bidang keperawatan
dan komite keperawatan. Hal tersebut akan menjadi dasar dan bahan
evaluasi komite keperawatan untuk memutuskan perawat yang
diikutkan pendidikan berkelanjutan atau pelatihan dan memantau
tindakan-tindakan yang kurang pas penempatan areanya. Kenapa tri
wulan, karena memudahkan pemantauan kepada perawat yang belum
mengisi log book dan hasil evaluasi kepala ruangan menjadi masukan
buat komite keperawatan untuk selalu menelaah daftar kompetensi di
area tersebut.
Log book untuk perawat ini diisi selama 3 (tiga) tahun yang nantinya
juga akan bertepatan ketika perawat tersebut ingin melakukan re-
kredensial. Log book disini adalah sebagai salah satu syarat perawat
melakukan re-kredensial untuk kenaikan jenjang karirnya. Dari studi
Khalell (2016) dan Watson (2002) menyimpulkan bahwa kepala
perawat (dalam hal ini perawat manajer/kepala ruang) harus memiliki
tingkat pendidikan yang lebih tinggi saat menjadi penilai dan pada
saat pengembangan staf perawat, karena penilaian kompetensi klinis
perawat sudah secara universal diterima diseluruh dunia sebagai
usaha yang patut dipuji.
Page 35
49
Penghargaan atas kinerja berdasarkan hasil evaluasi pencapaian total
target kinerja yang ditetapkan perlu ditindaklanjuti dengan:
a. Peninjauan kinerja (performance review)
Telaah tentang hal-hal yang menghambat dan mendorong selama
proses pencapaian total target kinerja dan perencanaan pencapaian
target kinerja yang akan dating, sebagai dasar perbaikan untuk
mendorong pencapaian target kinerja periode selanjutnya.
b. Peninjauan potensi (potential review)
Telaah tentang potensi pemegang pekerjaan dan potensi peluang
yang dapat dimanfaatkan dan atau dikembangkan untuk
keberhasilan pencapaian target kinerja periode selanjutnya.
c. Peninjauan penghargaan (reward review)
Telaah tentang tingkat pencapaian total target kinerja sebagai
dasar penghargaan secara adil sehingga mendorong motivasi
pencapaian target kinerja periode selanjutnya.
2.5 Cara Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja perawat pelaksana dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
2.5.1 Penilaian perilaku perawat selama melaksanakan asuhan keperawatan
dengan cara self evaluation. Penilaian diri sendiri merupakan
pendekatan yang paling umum digunakan untuk mengukur dan
memahami perbedaan individu (Ilyas, 2002; Marquis & Huston, 2010
dalam Mua 2011). Metode ini baik digunakan bila bertujuan untuk
pengembangan dan umpan balik kinerja karyawan, penilaian dalam
jumlah besar, biaya murah dan cepat. Self evaluation dilakukan
dengan meminta perawat pelaksana untuk menilai diri sendiri tentang
perilakunya dalam memberikan asuhan keperawatan. Siagian (2009)
dalam Mua (2011) menyatakan penilaian diri sendiri bila dikaitkan
dengan pengembangan karir pegawai berarti seorang mampu
melakukan penilaian yang obyektif mengenai diri sendiri, termasuk
mengenai potensinya yang masih dapat dikembangkan. Meskipun
Page 36
50
dalam menilai diri sendiri seseorang akan cenderung menonjolkan
ciri-ciri positif mengenai dirinya, namun orang yang sudah matang
jiwanya akan juga mengakui bahwa dalam dirinya terdapat
kelemahan. Pengakuan demikian akan mempermudahnya menerima
bantuan orang lain seperti supervisor untuk mengatasinya.
2.5.2 Penilaian hasil kerja. Hasil kerja perawat pelaksana salah satunya
dapat dinilai melalui dokumentasi asuhan keperawatan yang telah
diberikan kepada pasien. Melalui penilaian ini dapat diketahui
seberapa baik perawat melakukan pekerjaan mereka jika
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, sebab kinerja
perawat pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh perawat. Untuk itu harus digunakan standar praktik
keperawatan yang telah menjadi pedoman bagi perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan telah
dijabarkan oleh PPNI (2000) yang mengacu dalam tahapan proses
keperawatan, yang meliputi : pengkajian, diagnosis keperawatan,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Standar keperawatan dapat
digunakan sebagai instrumen penilaian kerja perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, implementasi keperawatan sampai evaluasi keperawatan
(Nursalam, 2008).
2.5.2.1 Standar I: Pengkajian Keperawatan
2.5.2.2 Standar II: Diagnosis Keperawatan
2.5.2.3 Standar III: Perencanaan Keperawatan
2.5.2.4 Standar IV : Implementasi keperawatan
2.5.2.5 Standar V : Evaluasi Keperawatan
Standar tersebut adalah penyataan deskriptif mengenai tingkat
penampilan yang diinginkan terdapat kualitas stuktur, proses atau
hasil yang dapat dinilai (Nursalam, 2008). Tujuan pendokumentasikan
Page 37
51
asuhan keperawatan adalah untuk memudahkan menentukan kualitas
perawat, klien, menjamin pendokumentasian kemajuan dan hubungan
dengan hasil yang berfokus pada klien dan memudahkan konsistensi
antar disiplin dan mengkomunikasikan tujuan tindakan dan kemajuan.
Sumber penilaian adalah dokumentasi keperawatan yang merupakan
bukti tindakan keperawatan yang sudah dilakukan dan disimpan pada
masing-masing status atau pada tempat khusus, sebagai bukti
tanggung jawab dan tanggung gugat (Doengos, 2000).
2.6 Model dan Metode Penilaian Kinerja
Mangkunegara, (2009) model penilaian kinerja yaitu:
2.6.1 Penilaian sendiri
Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan
untuk mengukur dan memahami perbedaan individu. Akurasi
didefinisikan sebagai sikap kesepakatan antara penilaian sendiri dan
penilaian lainnya. Other Rating dapat diberikan oleh atasan, bawahan,
mitra kerja atau konsumen dari individu itu sendiri. Penilaian sendiri
biasanya digunakan pada bidang sumber daya manusia seperti:
penilaian, kinerja, penilaian kebutuhan pelatihan, analisa peringkat
jabatan, perilaku kepemimpinan dan lainnya. Penilaian sendiri
dilakukan bila personal mampu melakukan penilaian terhadap proses
dan hasil karya yang mereka laksanakan sebagai bagian dari tugas
organisasi.Penilaian sendiri atau dipengaruhi oleh sejumlah faktor
kepribadian, pengalaman, pengetahuan dan sosio demografi seperti
suku dan kependidikan. Dengan demikian tingkat kematangan personal
dalam menilai hasil karya menjadi hal yang patut diperhatikan.
Mengapa kita harus melakukan penilaian kinerja diri sendiri baik
sebagai hamba ataupun pekerja. Karena Allah menyuruh kita untuk
melakukan hal itu. Allah berfirman dalam Alqur’an surat At-Tawbah
ayat 105, yang artinya Dan, katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka,
Page 38
52
Allah dan Rasul-Nya, serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang
Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
2.6.2 Penilaian atasan
Pada organisasai pada kematangan tingkat majemuk, personal
biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi, penilaian
ini yang termasuk dilakukan oleh supervisor atau atasan langsung.
2.6.3 Penilaian mitra
Penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang
mempunyai otonomi yang cukup tinggi. Dimana wewenang
pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh
manajemen kepada anggota kinerja kelompok kerja. Penilaian mitra
dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan balik
untuk personal yang dinilai yang dilakukan oleh komite kerja dan
bukan oleh supervisor. Penilaian mitra biasanya lebih ditujukan untuk
pengembangan personal dibandingkan untuk evaluasi.
2.6.4 Penilaian bawahan
Penilaian bawahan terhadap kinerja personal terutama dilakukan
dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personal. Bila
penilaian ini digunakan untuk administratif dan evaluasi, menetapkan
gaji dan promosi maka penggunaan penilaian ini kurang mendapat
dukungan, program penilaian bawahan terhadap manajer dalam
rangka perencanaan dan penilaian kinerja manajer. Program ini
meminta kepada manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan
sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen mereka.
Page 39
53
Menurut Lumbanraja dan Nizma, (2010), metode penilaian prestasi dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
2.6.5 Metode yang berorientasi pada masa lalu
2.6.5.1 Rating Scale: Pengukuran dilakukan berdasarkan skala
prestasi (kuantitatif dan kualitatif) yang sudah baku.
2.6.5.2 Checklist: Metode ini memerlukan penilaian untuk menyeleksi
pernyataan yang menjelaskan karakteristik karyawan.
2.6.5.3 Critical Incident Method: pengukuran dilakukan berdasarkan
catatan aktivitas seorang karyawan dalam periode waktu
tertentu yang dinyatakan dalam perilaku positif dan negatif.
2.6.5.4 Field Review Method: Pengukuran dilakukan dengan langsung
meninjau lapangan.
2.6.5.5 Performance Test and Observation: Penilaian prestasi kerja
dapat dilaksanakan didasarkan pada suatu test keahlian.
2.6.5.6 Comparative Evaluation Approach: Pengukuran dilakukan
dengan membandingkan prestasi kerja seorang karyawan
dengan karyawan lain.
2.6.6 Metode yang berorientasi pada masa depan
2.6.6.1 Self appraisal: Teknik evaluasi ini berguna bila tujuan
evaluasi diri adalah untuk melanjutkan pengembangan diri.
2.6.6.2 Psycological appraisal: penilaian ini biasanya dilakukan oleh
seorang psikolog, terutama digunakan untuk menilai potensi
karyawan.
2.6.6.3 Management By Objectives: Pengukuran berdasarkan pada
tujuan-tujuan pekerjaan yang terukur dan disepakati bersama
antara karyawan dan atasannya.
2.6.6.4 Assesment Center: bentuk penilaianyang di standarisasi,
tergantung pada tipe berbagai penilai.
Page 40
54
2.7 Kerangka Teori
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penilaian Kinerja Perawat
Sumber : Gibson (1987), Kopelmen (1986), Holt et all (2010), Cascio (2010)
Variabel Individu :
• Pengetahuan
• Kemampuan
• Keterampilan
• Pengalaman
• Umur
Variabel Organisasi :
• Sumber daya
• Sistem penghargaan
• Pengembangan
• Tujuan organisasi
Perilaku Individu
(apa yang dikerjakan)
Kinerja
(hasil yang diharapkan)
Psikologi :
• Persepsi
• Sikap
Model Penilaian
Kinerja (Log Book)
Standar Tindakan
Keperawatan (NIC)
Organizational
Faktor Kesiapan :
• Pengetahuan
• Kemampuan
• Keterampilan
• Kesesuaian
• Dukungan manajemen