Page 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Mata
Kornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan
difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang
transparan merupakan hal yang sangat menguntungkan karena sinar yang masuk 80%
atau kekuatan 40 dioptri dilakukan atau dibiaskan oleh kornea ini. Kornea memiliki
indek bias 1,38. Kelengkungan kornea mempunyai kekuatan yang sebagai lensa
hingga 40,0 dioptri.
Lensa yang jernih mengambil peranan membiaskan sinar 20% atau 10 dioptri.
Peranan lensa yang terbesar adalah pada saat melihat dekat atau berakomodasi. Lensa
ini menjadi kaku dengan bertambahnya umur sehingga akan terlihat sebagai
presbiopia. Lensa mata memiliki sifat seperti : indeks bias 1,44, dapat berubah
bentuk, mengatur difokuskannya sinar dan apabila badan siliar melakukan kontraksi
atau relaksasi maka lensa akan cembung ataupun pipih seperti yang terjadi pada
akomodasi (Ilyas, 2006).
Mata anak-anak adalah mata yang sedang bertumbuh. Sistem imunitas anak
yang sedang berkembang dan sistem saraf pusat yang juga berada pembentukan
mengakibatkan rentanya mata anak terhadap gangguan yang bisa mengakibatkan
pertumbuhan dan perkembangan abnormal. Pertumbuhan dan perkembangan mata
berlangsung cepat dalam dua tahun pertama kehidupan. Kemudian berkembang
secara berlahan sampai usia pubertas (Riordan and Eva, 2009).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 2
2. Kelainan Refraksi
2.1. Definisi
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak
pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia,
hipermetropia dan astigmatisma (Ilyas, 2006).
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea serta panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding media penglihatan mata lainnya. Lensa
memegang peranan terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat
benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat
kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya
perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata, maka sinar normal
tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia (Ilyas,
2006).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 3
2.2. Patofisiologi Kelainan Refraksi
Skema 2.1. Mekanisme Patofisiologi Kelainan Refraksi
(Istiqmah, 2005).
2.3. Etiologi
Ametropia aksial adalah ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola
mata lebih panjang atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di
depan atau di belakang retina. Pada miopia aksial, fokus akan terletak di depan
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 4
retina karena bola mata lebih panjang. Sedangkan pada hipermetropia aksial,
fokus bayangan terletak di belakang retina. Ametropia indeks refraktif adalah
ametropia akibat kelainan indeks refraksi media penglihatan. Sehingga walaupun
panjang sumbu mata normal, sinar terfokus di depan (miopia) atau di belakang
retina (hipermetropia). Kelainan indeks refraksi ini dapat terletak pada kornea
atau pada lensa (cembung, diabetik). Ametropia kurvatur disebabkan
kelengkungan kornea atau lensa yang tidak normal sehingga terjadi perubahan
pembiasan sinar. Kecembungan kornea yang lebih berat akan mengakibatkan
pembiasan lebih kuat sehingga bayangan dalam mata difokuskan di depan bintik
kuning sehingga mata ini akan menjadi mata miopia atau rabun jauh. Sedangkan
kecembungan kornea yang lebih kurang atau merata (flat) akan mengakibatkan
pembiasan menjadi lemah sehingga bayangan dalam mata difokuskan dibelakang
bintik kuning dan mata ini menjadi hipermetropia atau rabun dekat (Ilyas, 2006).
2.4 Tanda Dan Gejala Klinis
Sakit kepala terutama didaerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat
mengantuk, pegal pada bola mata, penglihatan kabur (Ilyas, 2006), mengerutkan
dahi secara berlebihan, sering menyipitkan mata, sering menggosok (mengucek)
mata, mengantuk, mudah teriritasi pada penggunaan mata yang lama, dan
penglihatan ganda (Rudolph, 2007)
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 5
2.5. Klasifikasi Refraksi
2.5.1. Miopia
a. Definisi Miopia
Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refraktif
mata terlalu kuat untuk panjang anteroposterior mata sehingga sinar datang
sejajar sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di depan retina (Istiqomah,
2005). Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan
pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar yang datang dibiaskan di
depan retina atau bintik kuning (Nasrulbintang, 2008).
Miopiai disebut sebaga rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan
untuk melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Secara
fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga
membentuk bayangan kabur atau tidak jelas pada makula lutea (Ilyas, 2006).
Miopia tidak sering pada bayi dan anak prasekolah. Lebih lazim lagi pada
bayi prematur dan pada bayi dengan retinopati prematuritas. Juga, ada
kecenderungan herediter terhadap miopia, dan anak dengan orangtua miopia
harus diperiksakan pada usia awal. Insiden miopia meningkat selama tahun-
tahun sekolah, terutama sebelum pada usia sepuluhan. Tingkat miopia
semakin tua juga cenderung meningkat selama tahun-tahun pertumbuhan
(Nelson, 2000).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 6
b. Klasifikasi Miopia
Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif didalam dioptri,
dimana 1.00 dioptri merupakan kekuatan lensa yang memfokuskan sinar
sejajar pada jarak satu meter. Berdasarkan beratnya miopia: Miopia ringan -
3.00 dioptri, miopia sedang - 3.00 - 6.00 dioptri, miopia berat - 6.00 - 9.00
dioptri dan miopia sangat berat - >9.00 dioptri (Ilyas, 2006).
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk: Miopia stasioner, miopia
yang menetap setelah dewasa, miopia progresif, miopia yang bertambah
terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata, dan
miopia maligna yaitu miopia yang berjalan progresif yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia
pernisiosa = miopia degeneratif (Ilyas, 2004) sedangakan berdasarkan
bentuknya miopi di bagi menjadi : Miopia refraktif, bertambahnya indeks
bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen dimana lensa
menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan
miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan
media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat, miopia aksial, miopia
yang akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan
lensa yang normal (Ilyas 2004). Pembagian berdasarkan pembagian
kelainan jaringan mata: Miopia simpleks, dimulai pada usia 7-9 tahun dan
akan bertambah sampai anak berhenti tumbuh kurang lebih 20 tahun dan
berat kelainan refraktif biasanya kurang dari -5D atau -6D, miopia progresif,
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 7
miopia bertambah secara cepat (-4D/tahun), sering terjadi perubahan pada
retina dan biasanya terjadi bila miopia lebih dari -6D (Nurrobbi, 2010).
c. Etiologi Miopia
Kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium, kekurangan vitamin),
alergi, penyakit mata tertentu (bentuk kornea kerucut, bisul di kelopak mata,
pasca operasi atau pasca trauma atau kecelakaan), herediter atau faktor
genetik (perkembangan yang menyimpang dari normal yang di dapat secara
kongenital pada waktu awal kelahiran), kerja dekat yang berlebihan seperti
membaca terlalu dekat atau aktifitas jarak dekat (Israr, 2010), kurangnya
faktor atau aktifitas jarak jauh terutama sport atau aktifitas di luar rumah,
pencahayaan yang ekstra kuat dan lama (computer, TV, game), sumbuatau
bola mata yang terlalu panjang karena adanya tekanan dari otot ekstra
okuler selama konvergensi yang berlebihan, radang, pelunakan lapisan bola
mata bersama-sama dengan peningkatan tekanan yang di hasilkan oleh
pembuluh darah dan bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang
menyebabkan konvergensi yang berlebihan (Nasrulbintang, 2008).
d. Patofisiologi
Akibat dari bola mata yang terlalu panjang, menyebabkan bayangan
jatuh di depan retina (Wong, 2008)
e. Gejala Klinik Miopia
Penglihatan kabur untuk melihat jauh dan hanya jelas pada jarak
yang dekat, selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 8
pada mata, kadang-kadang terlihat bakat untuk menjadi juling bila ia
melihat jauh, mengecilkan kelopak untuk mendapatkan efek ”pinhole”
sehingga dapat melihat jelas, penderita miopia biasanya menyenangi
membaca (Ilyas, 2006), cepat lelah, pusing dan mengantuk, melihat benda
kecil harus dari jarak dekat, pupil medriasis, dan bilik mata depan lebih
dalam, retina tipis (Istiqomah, 2005). Banyak menggosok mata, mempunyai
kesulitan dalam membaca, memegang buku dekat ke mata, pusing, sakit
kepala dan mual (Wong, 2008).
f. Komplikasi
Ablatio retina terutama pada miopia tinggi, strabismus (mata juling),
ambliopia (Nurrobbi, 2010).
g. Pengobatan
Koreksi mata dengan miopia dengan memakai lensa minus/negatif
yang sesuai untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata.
Biasanya pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak. Miopia juga dapat
diatasi dengan pembedahan pada kornea antara lain keratotomi radial,
keratektomi fotorefraktif (Ilyas, 2006).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 9
2.5.2. Hipermetropia
a. Definisi Hipermetropia
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat.
Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata
dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya
terletak di belakang makula lutea (Ilyas, 2004). Hipermetropia adalah suatu
kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah yang menyebabkan
sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di
belakang retina (Istiqomah, 2005). Hipermetropia adalah keadaan mata yang
tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina.
Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara bola mata dan
kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar
terletak di belakang retina (Patu, 2010).
b. Klasifikasi Hipermetropia
Terdapat berbagai gambaran klinik hipermetropia seperti:
Hipermetropia manifes ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan
kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan
hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa
siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata
maksimal. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat
diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif. Pasien yang
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 10
hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa
kacamata. Bila diberikan kacamata positif yang memberikan penglihatan
normal, maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat.
Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga akomodasi disebut
sebagai hipermetropia fakultatif. Hipermetropia absolut, dimana kelainan
refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata
positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir
dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak
memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropi
absolut. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa
siklopegia (otot yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya
dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan
siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten
seseorang. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten
seseorang. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan
sesudah diberikan siklopegia (Ilyas, 2004).
c. Etiologi Hipermetropia
Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang
lebih pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan
difokuskan di belakang retina. Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia
dapat dibagi atas :
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 11
Hipermetropia sumbu atau aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola
mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek. Hipermetropia
kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga
bayangan difokuskan di belakang retina. Hipermetropia indeks refraktif,
dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optik mata (Ilyas,
2006).
d. Patofisiologi
Akibat dari bola mata yang terlalu pendek, yang menyebabkan
bayangan terfokus di belakang retina (Wong, 2008).
e. Gejala Klinik Hipermetropia
Sakit kepala terutama daerah dahi atau frontal, silau, kadang rasa
juling atau melihat ganda, mata leleh, penglihatan kabur melihat dekat
(Ilyas, 2006). Sering mengantuk, mata berair, pupil agak miosis, dan bilik
mata depan lebih dangkal (Istiqomah, 2005).
f. Pengobatan
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung untuk
mematahkan sinar lebih kaut kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah
di berikan koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam
penglihatan normal. Hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa
positif terbesar yang masih memberi tajam penglihatan maksimal (Ilyas,
2006).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 12
2.5.3. Astigmatisme
a. Definisi Astigmatisme
Astigmatisme adalah tajam penglihatan dimana didapatkan
bermacam-macam derajat refraksi pada bermacam-macam meredian
sehingga sinar sejajar yang datang pada mata akan difokuskan pada tempat
yang berbeda (Istiqomah, 2005). Astigmatisme adalah keadaan dimana sinar
yang masuk ke dalam mata tidak dipusatkan pada satu titik akan tetapi
tersebar atau menjadi sebuah garis (Ilyas, 1989). Astigmatisme adalah suatu
keadaan dimana sinar yang sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang
sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga fokus pada retina tidak pada
satu titik (Ilyas, 2006). Astigmatisme juga dapat terjadi akibat jaringan parut
pada kornea atau setelah pembedahan mata. Jahitan yang terlalu kuat pada
bedah mata dapat mengakibatkan perubahan pada permukaan kornea. Bila
dilakukan pengencangan dan pengenduran jahitan pada kornea maka dapat
terjadi astigmatisme akibat terjadi perubahan kelengkungan kornea (Ilyas,
2006).
b. Klasifikasi Astigmatisme
Dikenal beberapa bentuk astigmatisme seperti: Astigmatisme regular
adalah suatu keadaan refraksi dimana terdapat dua kekuatan pembiasan
yang saling tegak lurus pada sistem pembiasan mata. Hal ini diakibatkan
kornea yang mempunyai daya bias berbeda-beda pada berbagai meridian
permukannya. Astigmatisme ini memperlihatkan kekuatan pembiasan
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 13
bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian
ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmatisme regular
dengan bentuk teratur dapat berbentuk garis, lonjong, atau lingkaran.
Astigmatisme iregular yaitu astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2
meridian saling tegak lurus. Astigmatisme ireguler dapat terjadi akibat
kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan
menjadi iregular. Astigmatisme iregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma
dan distrofi, atau akibat kelainan pembiasan. Astigmatisme lazim (astigmat
with the rule) adalah suatu keadaan kelainan refraksi astigmatisme regular
dimana koreksi dengan silinder negatif dengan sumbu horizontal (45-90
derajat).
Keadaan ini lazim didapatkan pada anak atau orang muda akibat
perkembangan normal dari serabut-serabut kornea. Astigmatisme tidak
lazim (astigmat against the rule) adalah suatu keadaan kelainan refraksi
astigmatisme regular dimanana koreksi dengan silinder negatif dilakukan
dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder positif
sumbu horizontal (30-150 derajat). Keadaan ini terjadi akibat kelengkungan
kornea pada meridian horizontal lebih kuat dibandingkan kelengkungan
kornea vertikal. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut (Ilyas, 2004).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 14
c. Etiologi Astigmatisme
Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau
terjadi sejak lahir, jaringan parut pada kornea seteh pembedahan (Ilyas,
2006), ketidakteraturan lengkung kornea, dan perubahan pada lensa
(Nelson, 2000).
d. Patofisiologi
Akibat dari kurvatura yang tidak sama pada kornea atau lensa yang
menyebabkan sinar melengkung dalam arah yang berbeda (Wong, 2008).
e. Gejala Klinis Astigmatisme
Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda
dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang bulat menjadi lonjong,
penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat
berubah, mengecilkan celah kelopak mata, sakit kepala, mata tegang dan
pegal, mata dan fisik lelah , astigmatisme tinggi (4–8 D) yang selalu melihat
kabur sering mengakibatkan ambliopia (Ilyas, 2006), gambar di kornea
terlihat tidak teratur (Istiqomah, 2005).
f. Pengobatan
Pengobatan denagn lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau
lensa kontak lembek bila disebabkan infeksi, trauma untuk memberikan
efek permukaan yang ireguler (Ilyas, 2006).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 15
3. Pencegahan Kelainan Refraksi
Koreksi penglihatan dengan bantuan kacamata, pemberian tetes mata atropine,
menurunkan tekanan dalam bola mata, dan latihan penglihatan : kegiatan merubah
fokus jauh – dekat.
4. Cara Pemeriksaan Kelainan Refraksi
4.1. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan (Visus)
Subjektif: Pemeriksaan ini dilakukan satu mata bergantian dan biasanya
pemeriksaan refraksi dimulai dengan mata kanan kemudian mata kiri, kartu
Snellen di letakkan di depan pasien, pasien duduk menghadap kartu Snellen
dengan jarak 6 meter, dan satu mata ditutup biasanya mulai dengan menutup mata
kiri untuk menguji mata kanan, dengan mata yang terbuka pasien diminta
membaca baris terkecil yang masih dapat dibaca, kemudian diletakkan lensa
positif + 0,50 untuk menghilangkan akomodasi saat pemeriksaan di depan mata
yang dibuka, bila penglihatan tidak tambah baik, berarti pasien tidak
hipermetropia, bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang ditambah
berlahan-lahan bertambah baik, berarti pasien menderia hipermetropia. Lensa
positif yang terkuat yang masih memberikan ketajaman terbaik merupakan ukuran
lensa koreksi untuk mata tersebut, bila penglihatan tidak bertambah baik, maka
diletakkan lensa negatif. Bila menjadi jelas, berarti pasien menderita miopia.
Ukuran lensa koreksi adalah lensa negatif teringan yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal, bila penglihatan tidak maksimal pada kedua pemeriksaan
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 16
untuk hipermetropia dan miopia dimana penglihatan tidak mencapai 6/6 atau
20/20 maka lakukan uji pinhole (Ilyas, 2006).
4.2. Pemeriksaan Kelainan Refraksi
Subjektif: Letakkan pinhole di depan mata yang sedang diuji kemudian
diminta membaca huruf terakhir yang masih dapat dibaca sebelumnya, bila tidak
terjadi perbaikan penglihatan maka mata tidak dapat dikoreksi lebih lanjut karena
media penglihatan keruh atau terdapat kelainan pada retina atau saraf optik, bila
terjadi perbaikan penglihatan maka ini berarti terdapat astigmatisme atau silinder
pada mata tersebut yang belum dapat koreksi mata.
Objektif: Pemeriksaan objektif dapat dilakukan dengan:
Refraksionometer merupakan alat pengukur anomali refraksi mata atau refraktor
automatik yang dikenal pada masyarakat alat komputer pemeriksaan kelainan
refraksi. Alat yang diharapkan dapat mengukur dengan tepat kelainan refraksi
mata, retinoskopi adalah pemeriksaan yang sangat diperlukan pada pasien yang
tidak kooperatif untuk pemeriksaan refraksi biasa. Retinoskopi merupakan alat
untuk melakukan retinoskopi, guna menentukan kelainan refraksi seseorang
secara objektif. Retinoskopi dimasukkan ke dalam mata atau pupil pasien. Pada
keadaan ini terlihat pantulan sinar dari dalam mata, dan dikenal 2 cara retinoskopi
yaitu Spot retinoscopy dengan memakai berkas sinar yang dapat difokuskan dan
Streak retinoscopy dengan memakai berkas sinar denagn bentuk celah atau slit
(Ilyas, 2006).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 17
5. Pengobatan
Berbagai cara dan alat untuk memperbaiki tajam penglihatan untuk
membiaskan sinar sehingga sehingga terfokus pada bintik kuning yaitu:
5.1. Kaca Mata
Kaca mata merupakan alat koreksi yang paling banyak dipergunakan
kerena mudah merawatnya dan murah. Kerja kaca mata pada mata adalah minus
kuat di perlukan pada mata miopia tinggi akan memberikan kesan pada lensa
benda yang dilihat menjadi lebih kecil dari ukuran yang sesungguhnya.
Sebaliknya memakai lensa konveks atau plus pada mata hipermetropia akan
memberikan kesan lebih besar. Penderita astigmatisme akan mendapatkan
perasaan tidak enak bila memakai kaca mata.
Keluhan memakai kaca mata yaitu kaca mata tidak selalu bersih,
mengurangi kecerahan warna yang dilihat, mengganggu gaya hidup, mudah turun
dari pangkal hidung, dan sakit pada telinga. Keuntungan dan kerugian kaca mata
kaca dibanding plastik yakni kaca mata kaca mudah berembun dibandingkan
kaca mata plastik, kaca mata kaca lebih mudah pecah dibandingkan dengan kaca
mata plastik, kaca mata kaca lebih berat dibandingkan kaca mata plastik, dan kaca
mata kaca lebih tipis dibandingkan kaca mata plastik.
Kerugian memakai kaca mata yaitu menghalangi penglihatan perifer,
pemakaian dengan waktu tertentu, membatasi kegiatan tertentu, spt olah raga, dan
kaca mata mudah rusak (Ilyas, 2006).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 18
5.2. Lensa Kontak
Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan didataran depan
koernea untuk memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Keuntungan pakai
lensa kontak yaitu pembesaran yang terjadi tidak banyak berbeda dengan
bayangan normal, lapang pandang menjadi lebih luas, tidak membatasi
kegiatandan lain-lain, keluhan memakai lensa kontak yaitu sukar dibersihkan,
sukar merawat, mata dapat merah dan infeksi, sukar dipakai di lapangan berdebu,
dan terbatasnya waktu pemakaiannya, serta kerugian memakai lensa kontak
adalah harus bersih, tidak dapat dipergunakan pada silinder berat, alergi, mudah
hilang,dan tidak dapat dipakai di daerah berdebu.
5.3. Bedah refraksi.
Bedah dengan sinar laser, radial keratotomy, karatektomi dan
karatoplasti lamelar automated (ALK) (Ilyas, 2006).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 19
6. Tabel VAS (Visual Acuity Score)
Tabel 2.1. VAS (Visual Acuity Score)
( http://www.precision-vision.com/index.cfm/feature/9/a--visual-acuity.cfm).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 20
7. Konsep Anak Usia Sekolah
7.1. Usia Sekolah Dasar
Periode ini dimulai sejak usia 6 tahun sampai 11 tahun atau 12 tahun
dengan pertumbuhan anak laki-laki lebih meningkat dari pada perempuan, dan
perkembangna motorik lebih sempurna.periode ini dikenal sebagai fase (periode)
usia sekolah, yaitu mempunyai lingkungan lain, selain keluarga, terutama
sekolah.
Perkembangan yang dicapai melalui lingkungan sekolah, anak lebih
mandiri dan tidak terlalu tergantung pada keluarga serta punya kemandirian
dalam merawat diri sendiri. Masa usia sekolah juga merupakan fase penting
dalam pencampaian perkembangan konsep diri, dan keterampilan dasar membaca,
menulis, serta berhitung lebih dikuasai. Anak usia sekolah mempunyai linkungan
sosial yang lebih luas selain lingkungan keluarganya, yaitu lingkungan sekolah
tempat anak belajar mengembangkan kemampuan kognitif, interaksi sosial, nilai
moral dan budaya dari lingkuagan kelompok teman sekolah dan guru (Supartini,
2004).
Pada saat lahir mata bayi normal cukup bulan kira-kira 2/3 ukuran
dewasa. Pertumbuhan sangat cepat tetapi dengan laju menurun sampai umur 3
tahun dan seterusnya dengan laju lebih lambat sesudahnya dan sampai pubertas,
setelah itu terjadi sedikit penurunan. Kornea yang normal adalah bening
sempurna dan semakin tua lengkungan kornea cenderung menjadi lebih datar,
dengan perubahan progresit pada sifat refraktif mata. Ketajaman penglihatan
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 21
membaik dengan cepat dan dapat mencapai 20/30 – 20/20 di usia 2-3 tahun
namun ketajaman penglihatan sebesar 20/40 biasanya diterima sebagai normal
untuk anak umur 3 tahun. Pada umur 4 tahun sebesar 20/30 adalah biasa dan pada
umur 5 atau 6 tahun kebanyakan anak mencapai visus 20/20 (Nelson, 2000).
Perkembangan utama penglihatan pada anak usia 5 tahun potensial
maksimal untuk ambliopia dan mampu menyalin kotak dan usia 6 tahun sedikit
potensial terhadap ambliopia, mengenali banyak warna, dan persepsi dalam
berkembang penuh (Wong, 2008).
7.2. Usia Sekolah Menengah
Periode ini merupakan fase transisi, yaitu anak mulai memasuki usia
remaja, pada usia 11 atau 12 sampai 15 tahun . Anak perempuan mulai memasuki
fase prapubertas pada usia 11 tahun sedangkan anak laki-laki 12 tahun.
Perkembangn yang mencolok pada periode ini adalah kematangan identitas
seksual dengan perkembangan reproduksi dan pencapaian identitas diri anak
sebagai remaja yang akan meninggalkan masa kanak-kanak dan memasuki
perkembangan sebagai orang dewasa (Supartini, 2004).
Usia 12 sampai 15 tahun merupakan masa pahlawan, yaitu anak suka
membaca buku-buku perjuangan karya orang kenamaan yang pernah terjadi. Pada
usia sekolah ini sikap yang egosentris diganti dengan sikap empiris berdasarkan
pengalaman. Dan kelak pada usia 13 sampai 14 tahun, sikap tersebut berkembang
menjadi logis rasional (Ahmadi, 2005).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Page 22
Pada umur 13-15 merupakan masa anak usia sekolah memasuki masa
pubertas, anak-anak dapat tumbuh denag cepat atau lamabat selama ledakan
pertumbuhan dan dapat berakhir lebih cepat atau lambat dari anak-anak yang lain
(Wong, 2008).
Anak-anak sering tidak menyadari visusnya menurun dan mungkin tidak
mengeluh bahkan ketika mereka menderita mata lelah atau kebutaan. Tingkah
laku anak yang dapat memberikan petunjuk bahwa telah terjadi kesalahan refraksi
yang tidak dikoreksi meliputi mengedip berlebihan, mengerutkan dahi berlebihan,
sering menyipitkan mata, dan sering menggosok mata. Untuk mencegah hal
tersebut agar menjadi lebih baik, sebaiknya dilakukan uji visus secara rutin 2-3
tahun selama anak bersekolah dan lebih sering lagi jika ada riwayat keluarga
mengalami kesulitan penglihatan atau kelainan refraksi (Wong, 2008).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara