Page 1
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1. IDENTIFIKASI
Nama : Cendi Esa Bella
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 11 April 1992 (23 tahun)
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Desa Muara Enim
Status : Menikah
Agama : Islam
MRS : 27 Juli 2015
No. Rek Medis : 162981
1.2. ANAMNESIS (27 Juli 2015)
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 2 hari SMRS
Keluhan Tambahan
Kaki bengkak
Riwayat Perjalanan Penyakit
Seorang wanita 23 tahun G1P1A0 dirujuk dari Puskesmas Tanjung Agung dengan keluhan sesak napas setelah melahirkan, sesak dirasakan terus menerus. OS mengeluh sesak sejak usia kehamilan 8 bulan dan memberat sejak 2 hari SMRS. OS melahirkan 8 hari yang lalu. Sesak napas dirasakan terus menerus, tidak dipengaruhi oleh aktivitas. OS merasa lebih nyaman pada posisi duduk. Nyeri dada (-). Riwayat sesak sebelumnya (-). Riwayat berobat ke dokter penyakit jantung (-). Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-). Nyeri perut tembus ke belakang (-). Riwayat ANC ˃ 4x di Sp.OG. Riwayat tekanan darah tinggi (-), riwayat demam (-) RS. Riwayat penyakit gula (-), riwayat penyakit asma (-)
1
Page 2
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah berobat ke dokter dengan keluhan ini
sebelumnya.
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang seperti ini sebelumnya.
Keluhan sesak napas ini dirasakan pasien baru pertama kali.
Riwayat Penyakit keluarga :
Keluhan seperti ini dalam keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat Sosial dan Lingkungan :
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Riwayat merokok (-).
Riwayat minum alkohol (-).
1.3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Kesan : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Pernapasan : 36 x/menit
Tekanan Darah : 130/80mmHg
Nadi : 112 x/menit
Suhu : 36,6oC
Kepala dan Leher
Kepala : rambut hitam, halus, tidak mudah dicabut, distribusi
merata, tidak ada lesi di kepala.
2
Page 3
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, reflex cahaya (+/+), diameter 3mm/3mm
Hidung : nafas cuping hidung (-), discharge (-), deviasi septum (
-), epistaksis (-)
Leher : tidak ada pembesaran KGB, JVP (5+0)cmH2o
Thorax
Paru
I: statis dan dinamis simetris
P: stem fremitus kanan=kiri
P: sonor diseluruh lapangan paru
A: suara nafas vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
Cor
I : iktus cordis tidak terlihat
P: iktus cordis tidak teraba
P: Batas jantung atas ICS II
Batas jantung kiri ICS V LAA sin
Batas jantung kanan LMC dx
A: HR 140 x/menit, reguler, bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop
(-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas. Nyeri tekan (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
3
Page 4
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan ECG (27-07-2015)
EKG : Sinus tachycardia , axis normal, HR: 140 x/m, gelombang P tidak bias
dinilai, PR interval 0,12 sec, QRS Complex 0.08 sec, R/S di V1 < 1, S di
V1+ R di V5-V6 <35.
4
Page 5
Pemeriksaan Radiologis
Rontgen Thorax (29 Juli 2015)
Hasil Ekspertise Rontgen Thorax
Kondisi foto lunak.
CTR > 50 %, jantung membesar ke kiri.
Trakea di tengah. Mediastinum superior tidak melebar.
Corakan bronkovaskuler tidak meningkat.
Tak tampak infiltrat maupun nodul di kedua lapangan paru.
Diafragma scaloping, sudut costophrenicus lancip.
Tulang-tulang dan jaringan lunak baik.
5
Page 6
Kesan:
Kardiomegali
1.5. Diagnosis kerja
CHF ec Kardiomiopati Peripartum FS NYHA IV
1.6. Diagnosis Bandinh
Stenosis Aorta
Preeclampsia
Kardiomiopati Dilatasi
Kardiomiopati Hipertropi
Kardiomiopati Restriktif
Pulmonary Edema
1.7. Penatalaksanaan
Non Farmakologis
Istirahat
O2 8L/menit
Edukasi
Diet Jantung III
Farmakologis
IVFD RL gtt x/menit
Inj Furosemid 1x1 IV
Aspilet 1 x 80 mg
Carvedilol 2 x 6,25 mg
Digoxin 1 x 1 tab
1.8. Prognosis
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
6
Page 7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Jantung
Secara anatomi ukuran jantung sangatlah variatif. Beberapa
referensi, ukuran jantung manusia mendekati ukuran kepalan tangan atau
dengan ukuran panjang kira-kira 5" (12cm) dan lebar sekitar 3,5" (9cm).
Jantung terletak di belakang tulang sternum, tepatnya di ruang mediastinum
diantara kedua paru-paru dan bersentuhan dengan diafragma. Bagian atas
jantung terletak dibagian bawah sternal notch, 1/3 dari jantung berada
disebelah kanan dari midline sternum, 2/3 nya disebelah kiri dari midline
sternum. Sedangkan bagian apek jantung di interkostal ke-5 atau tepatnya di
bawah puting susu sebelah kiri. Jantung di bungkus oleh sebuah lapisan yang
disebut lapisan perikardium, di mana lapisan perikardium ini di bagi menjadi
3 lapisan, yaitu lapisan fibrosa, lapisan parietal dan lapisan visceral.
7
Page 8
Jantung dibagi menjadi 2 bagian ruang, yaitu : Atrium (serambi) dan
Ventrikel (bilik). Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak
yang pendek, yaitu ke ventrikel, maka otot atrium lebih tipis dibandingkan
dengan otot ventrikel. Ruang atrium dibagi menjadi 2, yaitu atrium kanan dan
atrium kiri, demikian halnya dengan ruang ventrikel, dibagi lagi menjadi 2
yaitu ventrikel kanan dan ventrikel kiri.
Secara skematis, urutan perjalanan darah dalam sirkulasinya pada
manusia, yaitu : Darah dari seluruh tubuh – bertemu di muaranya pada vena
cava superior dan inferior pada jantung – bergabung di Atrium kanan –
masuk ke ventrikel kiri – arteri pulmonalis ke paru – keluar dari paru melalui
vena pulmonalis ke atrium kiri (darah yang kaya O2) – masuk ke ventrikel
kiri, kemudian dipompakan kembali ke seluruh tubuh melalui aorta. Keluar
masuknya darah, ke masing-masing ruangan, dikontrol juga dengan peran 4
buah katup di dalamnya, yaitu :
1. Katup trikuspidal (katup yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel
kanan).
2. Katup mitral (katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri).
3. Katup pulmonalis (katup yang terletak antara ventrikel kanan ke arteri
pulmonalis).
4. Katup aorta (katup yang terletak antara ventrikel kiri ke aorta).
Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung
sendiri,karena darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat
penting sekali agar jantung bisa bekerja sebagaimana fungsinya. Apabila
arteri koroner mengalami pengurangan suplainya ke jantung atau yang di
sebut dengan ischemia, ini akan menyebabkan terganggunya fungsi jantung
sebagaimana mestinya. Apalagi arteri koroner mengalami sumbatan total atau
yang disebut dengan serangan jantung mendadak atau miokardiac infarction
dan bisa menyebabkan kematian. Begitupun apabila otot jantung dibiarkan
dalam keadaan iskemia, ini juga akan berujung dengan serangan jantung juga
atau miokardiac infarction. Arteri koroner adalah cabang pertama dari
8
Page 9
sirkulasi sistemik, dimana muara arteri koroner berada dekat dengan katup
aorta atau tepatnya di sinus valsava. Arteri koroner dibagi dua,yaitu: Arteri
koroner kanan dan Arteri koroner kiri.2
2.2. Definisi Gagal Jantung
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang
disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi
gangguan pada ejeksi dan pengisian. Pada keadaan ini jantung tidak lagi
mampu memompa darah secara cukup ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang
berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.
2.2.1 Etiologi
Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering menyebabkan
penyakit miokard, dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung. Masing
-masing 10% dari penyakit jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi
gagal jantung juga.
Penyebab dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal
jantung kiri atau gagal jantung kanan dan gagal low output atau high output.
9
Page 10
Tabel 1. Penyebab gagal jantung
Jantung kiri primer
Penyakit jantung iskemik
Penyakit jantung hipertensi
Penyakit katup aorta
Penyakit katup mitral
Miokarditis
Kardiomiopati
Amyloidosis jantung 7
Jantung kanan primer
Gagal jantung kiri
Penyakit pulmonari kronik
Stenosis katup pulmonal
Penyakit katup trikuspid
Penyakit jantung kongenital
(VSD,PDA)
Hipertensi pulmonal
Embolisme paru masif7
Gagal output rendah
Kelainan miokardium
Penyakit jantung iskemik
Kardiomiopati
Amyloidosis
Aritmia
Peningkatan tekanan
pengisian
Hipertensi sistemik
Stenosis katup
Semua menyebabkan gagal
ventrikel kanan disebabkan
penyakit paru sekunder
Gagal output tinggi
Inkompetensi katup
Anemia
Malformasi arteriovenous
Overload volume plasma
Sumber: Concise Pathology 3rd Edition
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan otot jantung
10
Page 11
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung (peningkatan afterload),
mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi
miokard) dianggap sebagai kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas
jantung, karena alasan yg tidak jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi
secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah
11
Page 12
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak after load.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal :
demam, tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan
kontraktilitas jantung
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan New York Heart Association
(NYHA).
Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHA
Klasifikasi Fungsional NYHA
(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)
Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas
II
Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat,
tetapi aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi
atau sesak nafas.
Kelas
III
Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik.
Berkurang dengan istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari
aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak
nafas.
12
Page 13
Kelas
IV
Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya
kelelahan. Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan
aktivitas fisik, keluhan akan semakin meningkat.
Klasifikasi Derajat Gagal Jantung berdasarkan American College of
Cardiology dan American Heart Association.
Tabel 3. Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA
(Derajat Gagal Jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot jantung)
Tahap A Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak ada dijumpai
abnormalitas struktural dan fungsional, tidak ada tanda atau gejala.
Tahap B Berkembangnya kelainan struktural jantung yang berhubungan erat
dengan perkembangan gagal jantung, tetapi tanpa gejala atau tanda.
Tahap C Gagal jantung simptomatik berhubungan dengan kelainan struktural
jantung.
Tahap D Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala
gagal jantung saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.
Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi gagal
jantung akut dan gagal jantung kronik.
1. Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa
13
Page 14
adanya penyakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa
disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik. Irama jantung yang abnormal,
atau ketidakseimbangan preload dan afterload dan memerlukan pengobatan
segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan
jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis.
2. Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks
yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam
keadaan istirahat atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya
disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.
2.5 Patofisiologi
Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu :
(1) gangguan kontraktilitas ventrikel,
(2) meningkatnya afterload, atau
(3) gangguan pengisian ventrikel.
Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel
(karena gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi
sistolik, sedangkan gagal jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas
relaksasi diastol atau pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik.
Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan
gagal jantung diastolik. Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya
volume, gangguan pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada
gagal jantung sistolik, stroke volume dan cardiac output tidak mampu
memenuhi kebutuhan tubuh secara adekuat. Sementara itu gagal jantung
diastolik dikarenakan meningkatnya kekakuan pada dinding ventrikel.
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
14
Page 15
menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum
ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis
aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokardium dan kardiomiopati.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik
dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Penanganan yang efektif
terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja
terhadap mekanisme fisiologis dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga
terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu
ventrikel.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap
peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang
terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana
akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Jantung mengkompensasi dengan cara meningkatkan kekuatan
kontraksi, meningkatkan ukuran, memompa lebih kuat, dan menstimulasi
ginjal untuk mengambil natrium dan air. Penggunaan sistem secara
berlebihan untuk mengkompensasi tersebut menyebabkan kerusakkan pada
ventrikel dan terjadi remodeling.
Pada pasien CHF terjadi peningkatan level norefinefrine, angiotengsin
II, aldosteron, endotelin, dan vasopressin. Kesemuanya ini adalah faktor
15
Page 16
neurohormonal yang meningkatkan stres hemodinamik pada ventrikel yang
menyebabkan retensi natrium dan vasokonstriksi periferal. Simptom yang
ketiga terjadi kelelahan, nafas pendek, dan retensi air. Nafas pendek
(dyspnea) menjadi lebih parah dan terjadi saat istirahat (orthopnea) atau pada
malam hari (proxymal nocturnal dyspnea). Retensi air terjadi pada paru-paru
(kongesti) atau odema periferal.
Beberapa mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien gagal
jantung untuk membantu mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk
memompakan darah ke organ – organ vital. Mekanisme tersebut adalah (1)
mekanisme Frank-Straling, (2) neurohormonal, dan (3) remodeling dan
hipertrofi ventrikular.
1. MekanismeFrank-Starling
meningkatkan stroke volume berarti terjadi peningkatan volume
ventricular end-diastolik. Bila terjadi peningkatan pengisian diastolik,
berarti ada peningkatan peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal
pada filamen aktin dan miosin, dan resultannya meningkatkan tekanan
pada kontraksi berikutnya. Pada keadaan normal, mekanisme Frank-
Starling mencocokan output dari dua ventrikel.
Pada gagal jantung, mekanisme Frank-Starling membantu
mendukung cardiac output. Cardiac output mungkin akan normal pada
penderita gagal jantung yang sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya
peningkatan volume ventricular end-diastolic dan mekanisme Frank-
Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika jantung mengalami
pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami peregangan yang
berlebihan
Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot jantung adalah
ketegangan dari dinding ventrikular. Pengisian ventrikel yang berlebihan
menurunkan ketebalan dinding pembuluh darah dan meningkatkan
ketegangan dinding pembuluh darah. Peningkatan ketegangan dinding
pembuluh darah akan meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung yang
16
Page 17
menyebabkan iskemia dan lebih lanjut lagi adanya gangguan fungsi
jantung.
2. Neurohumeral
a. Sistem saraf adrenergik
Pasien dengan gagal jantung terjadi penurunan curah jantung
dikenali oleh baroreseptor di sinus caroticus dan arcusaorta, kemudian
dihantarkan ke medulla melalui nervus IX dan X, kemudian
mengaktivasi sistem saraf simpatis, aktivasi sistem saraf simpatis ini akan
menaikkan kadar norepinefrin (NE). Hal iniakan meningkatkan frekuensi
denyut jantung, meningkatkan kontraksi jantung serta vasokonstriksi
arteri dan vena sistemik.
b. Sistem renin angiotensin aldosteron
Curah jantung yang menurun, akan terjadi aktivasi sistem
renin- angiotensin aldosteron berkurangnya natrium terfiltrasi yang
mencapai makula densa tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi
simpatis ginjal, memicu peningkatan pelepasan renin dari apparatus
juxtaglomerular. Renin memecah empat asam amino dari
angiotensinogen I, dan Angiotensin -converting enzyme akan
melepaskan dua asam amino dari angiotensin I menjadi angiotensin II.
Angiotensin II berikatan dengan 2 protein G menjadi angiotensin tipe 1,
aktivasi reseptor angiotensin I akan mengakibatkan vasokonstriksi,
pertumbuhan sel, sekresi aldosteron dan pelepasan katekolamin,
sementara AT2 akan menyebabkan vasodilatasi, inhibisi
pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan bradikinin.
c. Stres oksidatif
Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar
reactive oxygen species (ROS).Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh
rangsangan dari ketegangan miokardium, stimulasi neurohormonal
(angiotensin II, aldosteron, agonis alfa adrenergik, endothelin-1) maupun
17
Page 18
sitokin inflamasi (tumor necrosis factor, interleukin-1). Efek ROS ini
memicu stimulasi hipertrofi miosit, proliferasi fibroblast dan sintesis
collagen. ROS juga akan mempengaruhi sirkulasi perifer dengan cara
menurunkan bioavailabilitas NO.
3. Remodelling dan hipertrofi ventrikular
Model neurohormonal yang telah dijelaskan diatas gagal
menjelaskan progresivitas gagal jantung. Remodeling ventrikel kiri
yang progresif berhubungan langsung dengan bertambah buruknya
kemampuan ventrikel kiri di kemudian hari. Proses remodeling
mempunyai efek penting pada miosit jantung, perubahan volume
miosit dan komponen nonmiosit pada miokard serta geometridan
arsitektur ruangan ventrikel kiri.
Remodeling berawal dari adanya beban jantung yang
mengakibatkan meningkatkan rangsangan pada otot jantung.
Keadaan jantung yang overload dengan tekanan yang tinggi, misalnya
pada hipertensi atau stenosis aorta, mengakibatkan peningkatan tekanan
sistolik yang secara parallel menigkatkan tekanan pada sarkomer dan
18
Page 19
pelebaran pada miosit jantung, yang menghasilkan hipertrofi
konsentrik.
Jika beban jantung didominasi dengan peningkatan volume
ventrikel, sehingga meningkatkan tekanan pada diastolik, yang
kemudian secara seri pada sarkomer dan kemudian terjadi
pemanjangan pada miosit jantung dan dilatasi ventrikel kiri yang
mengakibatkan hipertrofi eksentrik. Homeostasis kalsium merupakan
hal yang penting dalam perkembangan gagal jantung. Hal ini
diperlukan dalam kontraksi dan relaksasi jantung.
2.6 Gambaran Klinis
Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat :
1. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung
kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastolik dalam ventrikel kiri
dan volume akhir diastolik dalam ventrikel kiri meningkat.
Tanda dan gejala:
Dispnea: akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan
yang minimal atau sedang.
19
Page 20
Ortopnea: kesulitan bernapas saat berbaring
Paroximal nokturna dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama
dengan posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat
tidur)
Batuk: biasa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum
berbusa dalam jumlah banyak kadang disertai banyak darah.
Mudah lelah: akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat
cairan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan
sisa hasil katabolisme.
Kegelisahan: akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik.
2. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya
pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun
tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri.
Tanda dan gejala:
Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.
Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena
didalam rongga abdomen.
Nokturna: rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi
renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.
Lemah: akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan
pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari
jaringan.
Bendungan pada vena perifer (jugularis)
Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia dan nausea) dan
asites.
20
Page 21
Perasaan tidak enak pada epigastrium.
Gagal Jantung Kongestif
Bila gangguan jantung kiri dan jantung kanan terjadi bersamaan. Dalam
keadaan gagal jantung kongestif, curah jantung menurun sedemikian rupa
sehingga terjadi bendungan sistemik bersama dengan bendungan paru.
Tanda dan gejala:
Kumpulan gejala gagal jantung kiri dan kanan.
2.7 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis
Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah
digunakan secara luas. Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan
minimal dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria
minor, kriteria minor dapat diterima jika kriteria minor tersebut tidak
berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal,
PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik.
Kriteria mayor
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
21
Page 22
6. Gallop S3
7. Peninggian tekanan vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria minor
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi (>120/menit)
2. Pemeriksaan Fisik
A. Tekanan darah dan Nadi
Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan,
namun biasanya berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV
berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang, menandakan
adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda
nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik.
Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer
dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik
berlebih. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya
sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase
apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial
meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah arterial dan memicu
depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia,
diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi
oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti
sementara
B. Jugular Vein Pressure
22
Page 23
Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai
tekanan atrium kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika
pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut 300. Tekanan vena
jugularis dinilai dalam satuan cm H2O (normalnya 5-2 cm) dengan
memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang diatas sudut sternal. Pada
HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu istirahat
namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan
tekanan abdomen (abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar
mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.
C. Ictus cordis
Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak
memberikan informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan. Jika
kardiomegali ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah lokasi
dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah lateral dari midclavicular
line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex.
D. Suara jantung tambahan
Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan
dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel
kanan dapat memiliki denyut Parasternal yang berkepanjangan meluas
hingga systole. S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada
pasien dengan volume overload yang juga mengalami takikardi dan
takipneu, dan seringkali menandakan gangguan hemodinamika. Suara
jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik namun biasa ditemukan
pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising pada regurgitasi mitral dan
tricuspid biasa ditemukan pada pasien.
E. Pemeriksaan paru
Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari
transudasi cairan dari ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien
dengan edema pulmoner, rales dapat terdengar jelas pada kedua lapangan
paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing pada ekspirasi (cardiac
asthma). Jika ditemukan pada pasien yang tidak memiliki penyakit paru
23
Page 24
sebelumnya, rales tersebut spesifik untuk CHF. Perlu diketahui bahwa
rales seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan CHF kronis, bahkan
dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, hal ini
disebabkan adanya peningkatan drainase limfatik dari cairan alveolar.
Efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan tekanan kapiler pleura dan
mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena
pleura mengalir ke vena sistemik dan pulmoner, efusi pleura paling sering
terjadi dengan kegagalan biventrikuler. Walaupun pada efusi pleura
seringkali bilateral, namun pada efusi pleura unilateral yang sering terkena
adalah rongga pleura kanan.
F. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux
Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika
ditemukan, pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat
berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites
sebagai tanda lajut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada
vena hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga
merupakan tanda lanjut pada CHF, diakibatkan dari gangguan fungsi
hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait
dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.
G. Edema tungkai
Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF, namun
namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang
diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya sistemik dan dependen
pada CHF dan terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada
pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang melakukan tirah baring,
edema dapat ditemukan pada daerah sacral (edema presacral) dan skrotum.
Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan pigmentasi ada
kulit.
H. Cardiac Cachexia
Pada kasus HF kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan
berat badan dan cachexia yang bermakna. Walaupun mekanisme dari
24
Page 25
cachexia pada HF tidak diketahui, sepertinya melibatkan banyak faktor
dan termasuk peningkatan resting metabolic rate; anorexia, nausea, dan
muntah akibat hepatomegali kongestif dan perasaan penuh pada perut;
peningkatan konsentrasi sitokin yang bersirkulasi seperti TNF, dan
gangguan absorbsi intestinal akibat kongesti pada vena di usus. Jika
ditemukan, cachexia menandakan prognosis keseluruhan yang buruk.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh
mana gagal jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti :
hati, ginjal dan lain-lain. Pemeriksaan hitung darah dapat menunjukan
anemia, karena anemia ini merupakan suatu penyebab gagal
jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk
disfungsi jantung lainnya.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi/Rontgen.
Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan
bayangan hilus paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir
berkurang, lapangan paru bercak-bercak karena edema paru, pembesaran
jantung, cardio-thoragic ratio (CTR) meningkat, distensi vena paru.
b. Pemeriksaan EKG.
Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer
jantung ( iskemik, hipertrofi ventrikel, gangguan irama ) dan tanda-tanda
faktor pencetus akut ( infark miocard, emboli paru ).
25
Page 26
c. Ekhokardiografi.
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional serta
anatomis yang menjadi penyebab gagal jantung
BAB III
ANALISIS KASUS
RINGKASAN
Gagal jantung kongestif merupakan tahap akhir penyakit jantung yang dapat
menyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas penderita penyakit
26
Page 27
jantung. CHF sangat memerlukan pendekatan terapi baru yang dapat
dipergunakan secara individual, yang akan meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi beban ekonomi pada masyarakat. Pengobatan efektif terhadap
antecedent utama CHF-seperti hipertensi, ischaemic heart disease dan diabetes-
mungkin merupakan kunci pencegahan terhadap perburukan penyakit tersebut.
Pada kasus ini memaparkan Tn. KN Seorang laki-laki 42 tahun datang
dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu SMRS. Sesak timbul setelah
beraktifitas (berjalan ±100 meter) dan berkurang dengan istirahat. Sesak tidak
dipengaruhi cuaca dan emosi. Os sering terbangun malam hari karena sesak (+),
Os tidur dengan 2 bantal tersusun, nyeri dada (+), berdebar-debar (+).
± Sejak 3 tahun SMRS os mengeluh berat badan semakin menurun. Dada
berdebar-debar (+), sesak (-), nyeri dada (-), nafsu makan meningkat (+), mudah
gugup (+), mudah lelah(+). Os berobat ke RSMH dikatakan sakit hipertiroid
diberi obat tirozol 1x/hari. Os rutin makan obat tersebut selama 6 bulan, kemudian
setelah gejala berkurang os menghentikan pengobatan sendiri.
Berdasarkan keluhan utama pasien, dapat dipikirkan beberapa kemungkinan
penyebab terjadinya sesak. sesak dapat berasal dari organ paru maupun jantung.
Sesak napas yang diakibatkan oleh penyakit paru biasanya tidak berkurang
dengan istirahat dan biasanya disertai suara nafas tambahan, sedangkan pada
pasien ini sesak berkurang dengan istirahat, maka kemungkinan penyakit paru
dapat disingkirkan. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien ini memiliki riwayat
penyakit hipertiroid..LANJUTKE LAGI TY
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah
140/90 mmHg, Nadi 120 x/menit, respirasi 36 x/menit dan suhu 36.5oC. Pada
pemeriksaan leher ditemukan JVP meningkat (5+0) cmH2o dan pembesaran batas
jantung.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada kasus ini ialah
pemeriksaan darah rutin, photo thorax dan EKG
27
Page 28
DAFTAR PUSTAKA
1. Sylvia Anderson Price, RN, Phd; Lorraine Mccarty Wilson, RN, PhD. 2005.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC: Jakarta
28
Page 29
2. Huon H.Gray; Keith D. Dawkins, John M.Morgan; dkk. 2003.Lecture Notes
Kardiologi. Erlangga : Jakarta
3. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
4. Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. 2008. Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure . European heart journal.
5. http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview . Di akses 23
Juli 2012
6. Katzung BG. Farmakologi Dasar Klinik. Salemba Medika. 2001
29