BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teori 1. Ilmu Nahwu Shorof a.Pengertian Penguasaan Ilmu Nahwu Shorof Penguasaan Ilmu Nahwu Shorof diartikan “kemampuan atau kesanggupan untuk mempelajari suatu cabang ilmu bahasa Arab yang mempelajari kaidah-kaidah yang berhubungan dengan susunan kata- kata dalam kalimat bahasa Arab. 1 b.Tujuan Pengusaan Ilmu Nahwu Shorof Tujuan utama penguasaan ilmu Nahwu Shorof adalah untuk memberikan pengetahuan tentang membaca Al-Qur’an hadis dengan benar. Di samping itu, bertujuan untuk memberikan kaidah-kaidah tata bahasa Arab yang benar. 2 c.Manfaat Penguasaan Ilmu Nahwu Shorof 1 ? Ghaziadin Djupri, Ilmu Nahwu Praktis, (Surabaya : Apollo, 2006), hlm. 2 2 ? Hafizh Dasuki, Ensiklopedi Islam Jilid 4 ( Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1998), hlm. 3 19
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori
1. Ilmu Nahwu Shorof
a. Pengertian Penguasaan Ilmu Nahwu Shorof
Penguasaan Ilmu Nahwu Shorof diartikan “kemampuan atau
kesanggupan untuk mempelajari suatu cabang ilmu bahasa Arab yang
mempelajari kaidah-kaidah yang berhubungan dengan susunan kata-kata
dalam kalimat bahasa Arab.1
b. Tujuan Pengusaan Ilmu Nahwu Shorof
Tujuan utama penguasaan ilmu Nahwu Shorof adalah untuk
memberikan pengetahuan tentang membaca Al-Qur’an hadis dengan
benar. Di samping itu, bertujuan untuk memberikan kaidah-kaidah tata
bahasa Arab yang benar.2
c. Manfaat Penguasaan Ilmu Nahwu Shorof
Manfaat menguasai Ilmu Nahwu Shorof yaitu : (1) memahami
susunan kata-kata Arab yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis, yang
merupakan sumber utama umat Islam, dengan ilmu Nahwu Shorof ini
seseorang dapat memahami agama yang ditulis dalam bahasa Arab. (2)
untuk dapat menyusun kata-kata Arab dalam susunan yang benar dan sesuai
1 ? Ghaziadin Djupri, Ilmu Nahwu Praktis, (Surabaya : Apollo, 2006), hlm. 22 ?Hafizh Dasuki, Ensiklopedi Islam Jilid 4 ( Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1998), hlm. 3
19
dengan kaidah-kaidah ilmu Nahwu. (4) untuk menentukan kedudukan-
kedudukan kata dan memahami pengertian suatu kalimat dengan benar.3
d. Ruang lingkup Penguasaan Ilmu Nahwu Shorof
Ruang lingkup yang dipelajari dalam ilmu Nahwu mencakup kalam,
I’rab, Fi’il, Isim-isim dan harf. Kalam mencakup pembagian kalam, tanda Isim,
tanda Fi’il, dan tanda harf. I’rab meliputi : pembagian I’rab, I’rab Isim, I’rab
,(yg mempunyai) ذو ,(mulut) فو .(sesuatu) هن Tanda Marfu’nya dengan
Wau contohnya الواو علي أبو , ْحضر Manshub dengan Alif contoh ,األلف
علي أبا , وَرأيت� dan Majrur dengan Ya الياء contohnya علي بأبي .مرَرٍت�
Syarat-syaratnya adalah haruslah tunggal (mufrad) tidak boleh mutsanna
(dua) dan Jamak. Syarat lainnya adalah harus Idhafah, contohnya ْحضر
صغير Dan tidak boleh jika bentuknya tashgir, contohnya .أبوه [خيِ̂ه .أ
c) I’rabnya dengan menghapus atau menghilangkan hurufnya
(1) Al Af’al Al Khmasa الخمسة األفعال yaitu setiap Fi’il yang berhubungan
dengan Alif Itsnain (mutsanna), atau Ya Al Mukhatabah, atau Wau
Jama’ah. Dinamakan Af’al Khamsa karena bentuknya ada lima yaitu,
, تفِعلون يفِعلون، تفِعلين يفِعالن، Hukum .تفِعالن، I’rab Fi’il yang lima ini
adalah menghilangkan huruf Nunnya apabila Ia Mnshub atau Majzum,
contohnya الداَر يشترياهٍذه ان التاُجران dihilangkan يريد Nun pada kata
Yasytariyani karena manshub dengan huruf nashb. Atau majzum karena
dimasuki oleh huruf jazm seperti contoh di bawah ini الداَر هٍذه تشتريا ال
(2) Mudhari’ Mu’tal Akhir, yaitu fi’il mudhari’ yang huruf akhirnya adalah
huruf Illat (alif, wau dan ya). Apabila ia berada pada posisi Majzum maka
hukumnya adalah majzum dengan menghapus huruf illatnya, contohnya
35
أْحدا apabila dimasuki oleh huruf jazm يخشى dan يدعو يدٍع� dihilangkan لم
huruf wannya أعداءه يخِش� لم .Dihilangkan huruf yanya .خالد
I’rab terbagi menjadi tiga macam, yaitu I’rab Dhahir (nampak) إعراب
,ظاهر I’rab Muqaddar (tersembunyi) مقدَر dan إعراب I’rab Mahalli إعراب
إعراب I’rab Dhahir .(berdasarkan tempat dan kedudukan dalam kalimat) محلي
adalah nampak dan terlihatnya tanda-tanda I’rab seperti kasrah, dhamma ظاهر
dan fatha pada akhir suatu kata, contohnya المساُجد dimana terlihat dengan في
jelas kasrah pada kata masajidi. I’rab Muqaddar yaitu tidak nampaknya tanda-
tanda I’rab dengan jelas pada akhir kata disebabkan oleh beratnya lidah untuk
menyebutkannya atau terdapat uzur dalam penyebutan atau karena maksud
menempatkannya pada suatu posisi dengan harakat yang sesuai ataupun karena
dimasuki oleh huruf jarr tambahan (zaid). Dan semua itu terdapat pada:
(1) Isim Manquush المنقوص yaitu االسم isim yang diakhiri dengan huruf
Ya dan huruf sebelumnya kasrah, contoh القاضي muqaddar atas dhamma
dan kasrah karena berat penyebutannya.
(2) Isim Maqshur المقصور yaitu isim yang diakhiri dengan Alif االسم dan
huruf sebelumnya adalah fatha, contohnya الفت�ى dalam kalimat الفتى ْحضر
atau بفتىًـ I’rabnya ومرَرٍت� adalah dengan menyembunyikan semua
harakatnya karena ada uzur.
(3) Isim yang disandarkan kepadanya Ya Mutakallim, contohnya كتابي semua
harakatnya disembunyikan karena kedudukannya dengan harakat yang
sesuai.
(4) Isim yang dijarr dengan huruf jarr tambahan, contohnya أْحدٍـ من ْحضر .ما
(5) Fi’il Mudhari’ yang huruf akhirnya adalah huruf illat, baik huruf akhirnya
adalah Ya dan sebelumnya kasrah misalnya يبني , يمشي، ataukah huruf
akhirnya adalah Wau sebelumnya dhamma, contohnya يغَزو maupun ,يدعو،
36
huruf akhirnya Alif dan fatha sebelumnya, misalnya يخشى maka ,يرعى،
tanda I’rabnya adalah muqaddar karena ada uzur yang menghalangnya.
I’rab Mahalli محلي yang إعراب berdasarkan tempat dan
kedudukan suatu isim dalam kalimat, dan kebanyakan terdapat pada semua
isim yang mabni, contoh dari kata penunjuk كريم , هٍذا contoh dari kata
penghubung نجِح الٍذي 18.أكرمت
(1) Nakirah (النكرة) dan Ma’rifat (المعرفة)
Nakirah (النكرة) adalah yang tidak dimaksudkan kepada sesuatu yang
tertentu atau dengan kata lain nakirah adalah sesuatu yang belum tentu dan
pasti, contohnya kata manusia (إنسان) dan laki-laki (َرُجل) apabila kedua kata
tersebut belum jelas ketentuannya, manusia yang manakah atau lelaki yang
mana. Sedangkan Ma’rifat (المعرفة) adalah susatu yang pasti dan
dimaksudkan kepada susuatu yang tertentu, yang terbagi menjadi tujuh bagian
yaitu Dhamir, álam, kata penunjuk, kata penghubung, kata yang ber alif lam (
.bersandar pada ma’rifah , munada (panggilan=dimasuki oleh huruf nida) ,(أُل
Dhamir (ضمائر) adalah kata yang menunjukkan kepada mutakallim
(orang pertama tunggal) atau mukhatab (lawan berbicara) dan ghaib (orang
ketiga). Yang terbagi menjadi dhamir Munfashil (terpisah) yaitu dhamir yang
boleh dimulai dengannya pada awal kalimat atau terletak setalh Illa (kecuali).
Dan dhamir muttashil (bersambung) yaitu dhamir yang bersambungan dengan
kata lain, contoh dhamir munfashil, saya (أنا), kamu laki-laki ( ) kami/kita ,(أنت�
kesemuanya adalah (هم) mereka ,(هي) dia perempuan ,(هو) dia laki-laki ,(نحن
dhamir muttashil yang menempati kedudukan rafa’/marfu’dalam kalimat,
adapaun yang menempati nashab yaitu saya (اي] ,(إي kamu ( [اك� ,(إي mereka (
18 ? Lulu Fikar, Op. Cit., hlm. 30
37
) dst. Contoh dhamir muttashil, Ta yang menunjukkan saya (إياهم قرأٍت�= ,(تاء
Na menunjukkan kita ( قرأنا = dan seterusnya.19 (نا
Al ‘alam (العَّلم) adalah kata yang menunjukkan sesuatu pada zatnya
yang meliputi Kunyah (gelar) yaitu kata yang dimulai dengan ibn, abu atau
umm, contohnya ( بكر ,(أبو ( الوَردي ,(ابن ( المؤمنين .(أم Laqab (gelar) yang
menunjukkan kebaikan atau memuji dan keburukan atau penghinaan,
contohnya (الفاَروق =yang dapat membdakan baik dan buruk) dan (األعشى
=yang cacat matanya). Ataupun nama-nama orang selain kuniyah dan laqab,
baik yang tunggal maupun yang tersusun dari dua kata, contohnya (أْحمد), (
.(عبداللِه) dan ,(مكة) ,(هند
Kata penunjuk ( اإلشارة yaitu kata yang menunjukkan pada (اسم
sesuatu yang tertentu baik dekat ataupun jauh, contoh (هٍذا =ini lk), ( ه ini= هٍذ
pr), (ذلك =itu lk) dan (تلك =itu pr).
Kata penyambung ( الموُصول yaitu kata yang menunjukkan (االسم
pada susuatu yang tertentu yang berhubungan, contohnya (الٍذي =yang lk) dan
.(yang pr= التي)
Alif Lam (أل) yaitu isim nakirah yang dimasuki oleh alif dan lam, dan
menjadikan sesuatu itu menjadi tertentu (ma’rifat), contohnya kata buku (
yang belum diketahui buku yang mana maka ditambahkan alif dan lam (كتاب
guna menunjukkan buku tertentu menjadi (الكتاب).
Isim yang disandarkan pada isim ma’rifah yaitu isim nakirah
diidhafahkan (disandarkan) pada isim ma’rifat yang menyebabkan isim
tersebut menjadi ma’rifat, contohnya ( علي8 كتاب ini bukunya Ali), kata= هٍذا
kitab dalam contoh ini adalah nakirah namun karena diidafahkan pada isim
ma’rifat yaitu Al maka kata kitab dengan sendirinya menjadi ma’rifat.
19 ? Taufiqul Hakim, Op. Cit., hlm 32
38
Munada ( المنادى ) yaitu memanggil dengan maksud menentukannya
sehingga ia menjadi ma’rifat, contohnya ( بائع� ) dan (يا عبد�اللِه( 20.(يا
11) I’rab Fi’il Mudhari’
I’rab Fi’il Mudhari’ ada tiga yaitu Nashab, Jazam dan Rafa’.
Dinashabkan Mudhari’ apabila dimasuki oleh salah satu dari huruf Nashab
yaitu, An �أن contohnya م�وٍت�� ت �ن� أ �ف�ْسٍـ (ن ل �ان� ك لEن contohnya ,لن Lan , و�م�ا ق�ل
[ِه� الل �ب� �ت ك م�ا E (ال إ �ا �ن �ص(يب , ي Izan إذن contohnya . �كرم�ك أ إذن أزوَرك أن , أَريد
Kay كي, contohnya
Fi’il Mudhari’ juga dinashabkan dengan An yang تِعلمت كي اكون عالما
tersembunyi setelah Lam �ه�م� ل �غ�ف(ر� (ت ,ل atau Hatta �ه�م� Eت م(ل (ع� Eب �ت ت Eى ت ,ْح� atau Fa
sababiah فتكسب� تِعمل� .atau Athaf kepada isim sebelumnya ,لم
Fi’il Mudhari’ itu Majzum apabila didahului oleh salah satu dari
pada huruf jazam, yaitu Lam لم dan Lamma لم[ا,contohnya لما زيد، يسافر� لم
vعلي .يِع�د� Lam Amr األمر yang الم menunjukan perintah, contoh بين لتحكم�
بالِعدُل( .الناس La Nahy الناهية yang ال menunjukkan larangan, contohnyaوال
واالذى بالمن صدقاتكم .تبطلوا Dan Fi’il Mudhari’ juga majzum apabila di
masuki oleh salah satu dari huruh Syarth. Apabila Fi’il Mudhari’ kosong dari
huruf Nashab dan Jazam maka I’rabnya tetaplah Rafa’/ marfu’.21
2. Kemampuan Membaca Al-Qur’an Dan Hadits
a. Pengertian Kemampuan Membaca Al-Qur’an Dan Hadits
20 ?Ibid, hlm. 33 21 ?Ibid, hlm. 32
39
Pengertian kemampuan dan membaca, banyak para ahli memberikan
definisi yang berbeda-beda, sehingga akan lebih jelas nilai kemampuan
membaca jika dijelaskan masing-masing pengertiannya terlebih dahulu.
Secara etimologi kemampuan diartikan sebagai kesanggupan,
kecakapan dan kekuatan.22 Sedangkan secara istilah kemampuan adalah
sesuatu yang benar-benar dapat dilakukan oleh seseorang, artinya pada
tatanan realistis hal itu dapat dilakukan karena latihan-latihan dan usaha-
usaha juga belajar.23
Sumadi Suryabrata mengutip dari Woodworth dan Marquis
mendefinisikan ablility (kemampuan) pada tiga arti, yaitu :
1) Achievment, yang merupakan potensial ability, yang dapat diukur
langsung dengan alat atau test tertentu.
2) Capacity, yang merupakan potensial ability, yang dapat diukur secara
tidak langsung dengan melalui pengukuran terhadap kecakapan
individu, di mana kecakapan ini berkembang dengan perpaduan antara
dasar dengan training yang intensif dan pengalaman.
3) Aptitute, yaitu kualitas yang hanya dapat diungkapkan atau diukur
dengan tes khusus yang sengaja dibuat untuk itu.24
Dari penghayatan di atas dapat diambil pengertian bahwa kemampuan
adalah potensi yang dimiliki daya kecakapan untuk melaksanakan suatu
22 ?Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi IV, Jakarta, 2005, hlm. 623. 23 ?Najib Kholid Al-Amir, Mendidik Cara Nabi SAW, Pustaka Hidayah,, Bandung, 2002, hlm.166.
24Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm. 161.
40
perbuatan, baik fisik maupun mental dan dalam prosesnya diperlukan
latihan yang intensif di samping dasar dan pengalaman yang ada.
Adapun pengertian membaca telah banyak para ahli yang
mengemukakan pendapatnya diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Menurut Rahayu S. Hidayat dalam bukunya “Pengetesan Kemampuan
Membaca Secara Komunikatif” membaca adalah melihat dan
memahami tulisan dengan melisankan atau hanya dalam hati. Definisi
tersebut menyangkut tiga unsur dalam kegiatan membaca, yaitu
pembaca (yang melihat, memahami dan melisankan dalam hati), bacaan
(yang dilihat) dan pemahaman (oleh pembaca).25
2) Menurut Abdurrahman dalam bukunya “Membina Minat Baca di Jawa
Timur”, mengatakan bahwa membaca adalah suatu ajaran yang lahirnya
komunikasi antara seseorang dan bahan bacaan sebagai bentuk upaya
pemenuhan kebutuhan dan tujuan tertentu.26
3) Membaca Menurut Yus Rusyana dalam bukunya “Bahasa dan Sastra
dalam Gambitan Pendidikan”, mengatakan bahwa membaca atau
kegiatan membaca adalah perbuatan yang dilakukan dengan sadar dan
bertujuan. Demikian juga yang dimaksud membaca, membaca itu
adalah proses pengenalan simbol-simbol yang berlaku sebagai
25 ?Rahayu S. Hidayat, Pengetesan Kemampuan Membaca Secara Komunikatif, Cet. I, Intermasa, Jakarta, 1990, hlm. 27.26Abdurrahman, Membina Minat Baca di Jawa Timur, Pusat Pembinaan Bahasa Depdikbud, Jakarta, 1985, hlm. 17.
41
perangsang untuk memunculkan dan penyusunan makna, serta dengan
menggunakan makna yang dihasilkan itu pada tujuan.27
Oleh karena itu membaca dipandang sebagai sarana memenuhi
kebutuhan dan sarana untuk mencapai tujuan lewat bahan bacaan atau dapat
dikataan membaca suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan untuk
memperoleh kesan yang hendak disampaikan melalui kata-kata atau bahasa
tulis.28 Sehingga membaca bukan sekedar mengenal dan mengeja kata-kata,
tetapi jauh lebih dalam lagi yaitu dapat memahami gagasan yang dapat
disampaikan kata-kata yang tampak itu dengan kemampuan melihat huruf-
huruf dengan jelas, mampu menggerakkan mata secara lincah, mengingat
simbol-simbol bahasa yang tepat dan memiliki penalaran yang cukup untuk
memahami bacaan.
Dari ketiga pengertian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa
membaca adalah proses berfikir disertai dengan efektifitas yang komplek
yang melibatkan berbagai faktor baik dari luar maupun dari dalam diri
pembaca dengan maksud untuk menerima informasi dari sumber tertulis.29
Adapun pengertian Al-Qur’an ditinjau dari segi kebahasaan, Al-
Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang
dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar)
27Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gambitan Pendidikan, Diponegoro, Bandung, 1998,hlm.23.28Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa, Aksara, Bandung,1987.hlm 8.29Ibid, hlm. 9.
42
dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Sedangkan pengertian Hadits
menurut bahasa berarti baru30.
Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an
sebagai berikut:
"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan
perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang
kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan
mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah
dan ditutup dengan surat An-Nas"31
Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam
terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah
pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad. Namun pada saat ini
kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan
sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan
maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan
ataupun hukum32
Setelah diketengahkan beberapa pendapat dan pengertian baik
pengertian kemampuan membaca maupun pengertian Al-Qur’an, penulis
dapat ambil kesimpulan bahwa kemampuan membaca Al-Qur’an adalah
suatu daya yang ada pada diri manusia untuk melaksanakan suatu perbuatan
atau aktifitas yang disertai dengan proses berfikir dengan maksud
Artinya : “Bukanlah kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan”.35
33Ibid, hlm. 3. 34Al-Qur’an, Surat Muzammil Ayat 4, Mujamma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf Asy-syarif, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Kerajaan Arab Saudi.2008 hlm. 988.
35Al-Qur’an, Surat Al-Balad Ayat 8-10, Mujamma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-hafAsy-syarif, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Kerajaan Arab Saudi, 2008. hlm. 1061.
44
Dasar membaca yang terdapat dalam ayat tersebut adalah mata untuk
melihat teks atau tulisan, lidah dan dua buah bibir untuk melafalkan dan
mengucapkan bacaan, seperti apa yang dikehendaki, untuk dapat
memperoleh informasi baru yang dapat menambah pengetahuan manusia
agar tidak menjadi manusia yang asing akan informasi-informasi baru yang
berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu
pengetahuan.36
Dan dasar yang kedua adalah surat Al-Alaq ayat 1-5, yang berbunyi :
. . وَربك اقرأ علَق من االنسان خلَق خلَق الٍذي َربك باسم اقرأ
: ) . الِعلَق. يِعلم مالم االنسان علم باالقلم علم الٍذي -1االكرم
5(
Artinya : “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq : 1-5).37
Dengan mempelajari makna atau arti ayat di atas, amat jelaslah
bahwa Allah SWT mewahyukan Al-Qur’an pertama kalinya kepada Nabi
Muhammad SAW dengan perintah membaca.
c. Standar Kemampuan Membaca Al-Qur’an dan Hadits
36Rahayu S. Hidayat, Op.cit, hlm. 31.37 ?Al-Qur’an, Surat Al-Alaq Ayat 1-5, Mujamma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-
hafAsy- syarif, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Kerajaan Arab Saudi, 2008. hlm. 1079.
45
Membaca itu adalah proses yang kompleks dan rumit karena
memerlukan suatu proses, maka tidak mungkin dapat terlepas dari aktivitas
dan seseorang yang mejalankan aktifitas pasti mempunyai tujuan.38
Tujuan membaca dianggap sebagai modal dalam membaca,
sedangkan tujuan membaca dalam menelusuri baris-baris bacaan dapat
mempengaruhi hasil membacanya. Sebagai ilustrasi misalnya bila melihat
seseorang berjalan tanpa tujuan, arah geraknya, kecepatan, lama dan cara
berjalannya tentu berbeda dengan orang yang berjalan dengan tujuan yang
jelas.39
Standar kemampuan membaca yaitu kecepatan membaca dan
pemahaman isi bacaan secara keseluruhan, dimaksudkan kecepatan
membaca (reading speed) seseorang adalah 180 kata permenit.40
Gleen Doman memberikan alasan mengapa anak-anak harus belajar
membaca ketika usia mereka masih sangat muda adalah sebagai berikut :
1) Kemampuan anak untuk menyerap informasi pada usia tiga tahun
sampai sepuluh tahun pada puncaknya dan tidak akan pernah terulang
lagi.
2) Jauh lebih mudah mengajarkan anak membaca pada usia dini daripada
dalam usia lain-lainnya.
3) Anak yang diajar membaca pada usia yang sangat dini dapat menyerap
informasi daripada anak-anak ketika belajar sudah mengalami frustasi.
38 ?Rahayu S. Hidayat, Op.cit, hlm. 25.39 ?Ibid, hlm. 29. 40 ?DP. Tampubolon, Kemampuan Membaca, Angkasa, Bandung, 1980, hlm. 71.
46
4) Anak-anak yang belajar membaca ketika masih sangat muda cenderung
lebih mudah mengerti dari pada anak yang tidak membaca seperti itu.
5) Anak-anak yang belajar membaca ketika usianya sangat muda
cenderung membaca lebih cepat dan penuh pemahaman dibadingkan
dengan anak-anak yang lain.41
3. Hubungan Antara Penguasaan Pelajaran Nahwu dan Sharaf
dengan Kemampuan Membaca Al-Qur’an
Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai
bidang studi, membaca bukan mengucapkan bahasa tulisan atau lambang bunyi
bahasa saja, melainkan juga menanggapi dan memahami isi bahasa tulisan.42
Kemampuan membaca Al-Qur’an dan Hadits merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dalam diri individu yang sangat berpengaruh dalam belajar
nahwu dan sharaf, sebab jika seseorang itu mampu menguasai pelajaran nahwu
dan Sharaf dengan baik maka akan lebih mudah dalam memahami Al-Qur'an
dan Hadits ataupun ilmu-ilmu pengetahuan agama lainnya yang menggunakan
bahasa Arab. Sedangkan apabila seseorang itu kurang mampu menguasai
pelajaran nahwu dan sharaf, maka dalam memahami Al-Qur'an dan Hadits dan
ilmu-ilmu pengetahuan agama lainnya akan merasa kesulitan dan kemampuan
dalam memahami dan membaca Al-Qur'an menjadi kurang baik.43 41Gleen Doman, Mengajar Bayi Anda Membaca, Gaya Favorit Press, Jakarta, 1998, hlm.
94.
42Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm. 207.
43Ibid, hlm. 209.
47
Syeh Az-Zarnuji mengemukakan syarat-syarat keberhasilan dalam belajar
, لب لطا بد[ وال َرس الد[ على المواظبة من الِعلم لب لطا
. الِعلم فى الِعالية الهم[ة من 44 الِعلم
Artinya : “Bagi pelajar harus mempunyai kemauan yang keras, bagi pelajar harus kontinyu dalam belajar, bagi pelajar harus mempunyai cita-cita yang tinggi dalam mencari ilmu”.
Bagi siswa atau anak didik yang mempelajari nahwu dan sharaf akan
lebih mendorong membaca Al-Qur'an dan Hadits dengan penuh perhatian,
usaha yang sungguh-sungguh dan aktif dalam belajar, maka ia akan
memperoleh kemampuan pemahaman yang baik. Sebaliknya apabila siswa itu
kurang perhatian, kurang usaha dan kurang aktif dalam belajar, maka
penguasaannya akan kurang baik juga.
Maka pelajaran Nahwu dan Sharaf juga merupakan mata pelajaran yang
masuk dalam pelajaran pendidikan agama Islam yang memiliki tujuan
mendorong, membimbing dan membina kemampuan berbahasa Arab baik
dalam memahami bahasa Arab secara lisan maupun secara tulisan, sehingga
diharapkan akan dapat memahami ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an