Top Banner
BAB 2 SEJARAH ISLAMIC FINANCIAL ISLAMIC FINANCIAL MANAGEMENT Prof.Dr.H. Veitzhal Rivai, M.B.A. Andria Permata Veitzhal. B.Acct., M.B.
59

Bab 2 sejarah islamic manajemen

Apr 16, 2017

Download

Economy & Finance

ridwanmunir
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bab 2 sejarah islamic manajemen

BAB 2SEJARAH ISLAMIC FINANCIAL

ISLAMIC FINANCIAL MANAGEMENT

Prof.Dr.H. Veitzhal Rivai, M.B.A.Andria Permata Veitzhal. B.Acct., M.B.A.

Page 2: Bab 2 sejarah islamic manajemen

A. PENDAHULUAN

1. Apakah konsep lembaga keuangan ini telah ada sejak zaman Rasulullah atau baru muncul belakangan ini?

2. Apakah Al-Qur’an telah menjelaskan mengenai konsep lembaga keuangan?

3. Selanjutnya, apakah masa setelah Rasulullah telah terjadi pemikiran dan praktik lembaga keuangan hingga zaman Islam modern?

Beberapa Pertanyaan

dalam Islamic Financial

Institutions:

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang selalu muncul dalam pemikiran kita pada saat mendiskusikan konsep lembaga keuangan dalam prespektif Al-Qur’an, klasik dan modern.

Page 3: Bab 2 sejarah islamic manajemen

B. KONSEP ISLAMIC FINANCIAL INSTITUTION

Konsep Financial Institution tidak disebut secara eksplisit dalam Al-Qur’an.

Namun jika yang dimaksud lembaga itu sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi serta hak kewajiaban, maka semua lembaga itu disebut secara jelas.

Kata-kata seperti kaum, ummat (kelompok masyarakat), muluk (pemerintah), balad (negeri), suq (pasar) dan sebagainya mengidentifikasikan bahwa Al-Qur’an mengisyaratkan nama-nama itu memiliki fungsi dan peran tertentu dalam perkembangan masyarakat.

Demikian juga konsep-konsep yang merujuk kepada ekonomi, seperti zakat, shadaqah, fai, ghanimah, bai, dain, maal dan sebagainya memiliki konotasi fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu.

Page 4: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS Al-Zukhruf [43] : 32)

Sebagaimana halnya lembaga politik yang tidak pernah disebut bentuknya apakah itu kerajaan, republik, federal, dan sebagainya nampaknya Al-Qur’an membebaskan kaum muslimin untuk memberi bentuk-bentuk kapada prinsip-prinsip ekonomi yang diangkat darinya, apakah itu perusahaan, bank, asuransi, dan sebagainya. Pada akhirnya financial institutions tersebut bertindak seperti individu yang bisa melakukan transaksi ekonomi antara satu dengan yang lainnya. Dalam fiqih lembaga ini disebut dengan istilah ”syakhsyiyah i’tibariyyah” atau ”syakhsyiyah ma’nawiyyah”. Dengan demikian lembaga

Page 5: Bab 2 sejarah islamic manajemen

yang bertindak seperti individu ini memiliki kewajiban yang sama seperti layaknya sebuah individu, seperti membayar zakat dari keuntungan yang diperoleh dari usahanya.

Di sisi lain, dalam hal akhlak, Al-Qur’an menyebutkan secara eksplisit, baik berupa kisah maupun perintah. Konsep accountability dan trust (amanah), misalnya, terletak pada ayat yang panjang dan berupa perintah.

Page 6: Bab 2 sejarah islamic manajemen

c. LEMBAGA KEUANGAN MASA RASULULLAH

Sebelum Muhammad diangkat sebagai rasul, dalam masyarakat jahiliyah sudah terdapat sebuah lembaga politik semacam dewan perwakilan rakyat untuk ukuran masa itu yang disebut Daarun Nadwah. Di dalamnya para tokoh Makkah berkumpul dan bermusyawarah untuk menentukan suatu keputusan. Ketika dilantik sebagai rasul, mereka mengadakan semacam lembaga tandingan untuk itu, yaitu Daarul Arqam. Perkembangan lembaga ini terkendala karena banyaknya tantangan dan rintangan, sampai akhirnya Rasulullah memutuskan untuk hijrah ke Madinah.

Ketika beliau hijrah ke Madinah, maka yang pertama kali didirikan Rasulullah adalah masjid (Quba), yang bukan saja merupakan tempat beribadah, tetapi juga sentral kegiatan kaum muslimin. Kemudian beliau masuk Madinah dan membentuk ”lembaga” persatuan di antara para sahabatnya, yaitu persaudaraan antara Muhajirin dan kaum Anshar. Hal ini diikuti dengan pembangunan masjid lain yang lebih besar (masjid Nabawi), yang kemudian menjadi sentral pemerintah untuk selanjutnya.

Pendirian ”lembaga” dilanjutkan dengan penertiban pasar. Rasulullah diriwayatkan menolak membentuk pasar baru yang khusus untuk kaum muslimin, karena pasar merupakan sesuatu yang alamiah dan harus berjalan dengan sunnatullah. Demikian halnya, dalam penentuan harga. Akan halnya mata uang tidak ada satu pun bukti sejarah yang menunjukkan bahwa Nabi menciptakan mata uang sendiri.

Page 7: Bab 2 sejarah islamic manajemen

1. Pendirian Baitul Maal Sesuatu yang revolusioner yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi

Wa Salam adalah pembentukan lembaga penyimpanan yang disebut Baitul Maal. Apa yang dilaksanakan Rasul itu merupakan proses penerimaan pendapatan (revenue collection) dan pembelanjaan (expenditure) yang transparan yang bertujuan apa yang disebut sekarang ini sebagai welfare oriented. Ini sangat asing pada waktu itu, karena umumnya pajak-pajak yang dikumpulkan oleh para penguasa di kerajaan-kerajaan tetangga sekitar jazirah Arabia seperti Romawi dan Persia umumnya dikumpulkan oleh seorang menteri dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan kaisar dan raja. Kalaupun lembaga Baitul Maal yang menurut pada orientalis bukan sesuatu yang baru, maka proses siklus dana masyarakat (zakat, wakaf, ushr dan sebagainya) yang dinamis dan berputar dengan cepat merupakan preseden yang sama sekali baru.

Para penulis muslim sendiri berbeda pendapat dalam hal fungsi Baitul Maal ini. Sebagian berpendapat bahwa Baitul Maal serupa dengan bank sentral seperti yang ada sekarang walaupun tentunya lebih sederhana karena berbagai keterbatasan pada waktu itu. Untuk sebagian yang lain, Baitul Maal berfungsi seperti Menteri Keuangan atau Bendahara Negara masa kini, karena fungsinya yang aktif dalam menyeimbangkan antara pendapatan dan belanja negara, bukan hanya berfokus kepada pengaturan suplai dan moneter. Tetapi seiring dengan keperluan zaman kedua fungsi ini kemudian dilaksanakan.

Page 8: Bab 2 sejarah islamic manajemen

2. Wilayatul Hisbah

Konsep yang sama sekali baru adalah sistem pengawasan atau kontrol oleh negara yang pada zaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam dipegang sendiri oleh beliau. Ini sejalan dengan apa yang pada zaman modern disebut “enfocement agency”. Beberapa waktu kemudian konsep pengawasan ini terkenal dengan sebutan “Wilayatul Hisbah”. Konsep ini merupakan preseden baru, mengingat pada zaman itu dimensi pengontrolan di kerajaan sekitar Laut Tengah tidak ada sama sekali. Raja-raja dan penguasa lokal seenaknya mengenakan upeti dari rakyat dan mempermainkan harga di pasar agar komoditas yang mereka miliki mahal harganya, sedangkan barang-barang yang diperlukan jatuh harganya.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah menegur seseorang yang menjual kurmanya dengan harga yang berbeda di pasar. Juga diriwayatkan bahwa Rasulullah menolak permintaan para sahabatnya agar menentukan harga yang layak bagi kaum muslimin karena harga-harga yang ada di pasar terlalu tinggi.

Pilar infranstruktur yang satu ini barangkali yang terpenting menurut prespektif ekonomi dari sekian pilar yang ada, karena ini merupakan bingkai (framework) bagi aktivitas ekonomi dan mualamat. Dengan kata lain, aktivitas muamalat pada zaman itu tidak akan berhasil tanpa “law and order”.

Page 9: Bab 2 sejarah islamic manajemen

3. Pembangunan Etika Bisnis Rasulullah tidak saja meletakkan dasar

tradisi penciptaan suatu lembaga, tetapi juga membangun sumber daya manusia dan akhlak (etika) lembaga sebagai pendukung dan prasyarat dari lembaga itu sendiri.

Kelembagaan “pasar”, misalnya, tidak akan berjalan dengan baik tanpa akhlak dan etika yang diterapkan.

Page 10: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Strategi Rasulullah

Dalam Pembangunan Etika Bisnis:

a. Melarang Riba Dalam Bisnisb. Mensosialisasikan Perbedaan Riba dengan Jual Beli

Page 11: Bab 2 sejarah islamic manajemen

1. Dasar Hukum Tentang Riba

Konsep Riba

dalam Pandangan Non-Muslim

a. Pandangan Kalangan Yahudi

b. Pandangan Kalangan Kristen

Page 12: Bab 2 sejarah islamic manajemen

a. Pandangan Yahudi Tentang Riba

Kitab Exodus (Keluaran) pasal 22 ayat 25 menyatakan: “Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih utang terhadap dia; janganlah engkau bebankan bunga uang terhadapnya.”

Kitab Deuteronomy (Ulangan) pasal 23 ayat 19 menyatakan, “Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apa pun yang dapat dibungakan.”

Kitab Levicitus (Imamat) pasal 25 ayat 36—37 menyatakan, “Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu bisa hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kauberikan dengan meminta riba.”

Page 13: Bab 2 sejarah islamic manajemen

b. Pandangan Kristen Tentang Riba Kitab Perjanjian Baru tidak

menyebutkan masalah ini secara jelas. Akan tetapi, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6: 34—35 sebagai ayat yang mengecam praktik pengambilan bunga. Ayat tersebut menyatakan: “ Dan, jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang karena kamu berharap akan menerima sesuatu darinya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan yang Maha Tinggi sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.”

Muncul berbaga

i Tanggapan Dari Kalanga

n Kristen Tentang

Riba:

Tidak Tegasnya Ayat

Page 14: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Pandangan Pendeta Awal Kristen (Abad I-XIII)

Pada masa ini umumnya pengambilan bunga dilarang. Mereka merujuk masalah pengambilan bunga kepada Kitab Perjanjian Lama yang juga diimani oleh orang Kristen:

a. St. Basil (329-379) b. St. Gregory dari Nyssa (335-395) c. St. John Chrysostom (344-407)d. St. Ansel, dari centerbury

(1033-1109)

Page 15: Bab 2 sejarah islamic manajemen

St. Basil (329—379) menganggap mereka yang memakan bunga sebagai orang yang tidak berperikemanusiaan. Baginya, mengambil bunga adalah mengambil keuntungan dari orang yang memerlukan. Demikian juga mengumpulkan emas dan kekayaan dari air mata dan kesusahan orang miskin.St. Gregory dari Nyssa (335—395) mengutuk praktik bunga karena menurutnya pertolongan melalui pinjaman adalah palsu. Pada awal kontrak seperti membantu, tetapi pada saat menagih dan meminta imbalan bunga bertindak sangat kejam.St. John Chrysostom (344—407) berpendapat bahwa larangan yang teradapat dalam Perjanjian lama yang ditujukan bagi orang-orang Yahudi, juga berlaku bagi penganut Perjanjian Baru.St. Ansel, dari Centerbury (1033—1109) menganggap bunga sama dengan perampokan.

Page 16: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Larangan praktik bunga juga dikeluarkan oleh gereja dalam bentuk undang-undang, yaitu: Council of Elvira (Spanyol tahun 306) mengeluarkan Canon 20 yang melarang para pekerja

gereja mempraktikkan pengambilan bunga. Barangsiapa yang melanggar, pangkatnya akan diturunkan.

Council of Arles (tahun 314) mengeluarkan Canon 44 yang juga melarang para pekerja

gereja mempraktikkan pengambilan bunga. Larangan pemberlakuan bunga untuk umum baru

dikeluarkan pada Council of Vienne (tahun 1311) yang menyatakan bahwa barangsiapa menganggap bunga itu adalah sesuatu yang tidak berdosa, ia telah keluar dari Kristen (murtad).

Page 17: Bab 2 sejarah islamic manajemen

b. Pandangan pada Sarjana Kristen (Abad XII-XVI)

Para tokoh sarjana Kristen tentang konsep Bunga (Riba):

1. Robert of Courcon (1152—1218),

2. William of Auxxerre (1160—1220),

3. St. Raymond of Pennaforte (1180—1278),

4. St. Bonaventure (1221—1274)

5. St. Thomas Aquinas (1225—1274).

Pendapat Calvin tentang Bunga:

a. Dosa apabila bunga memberatkan

b. Uang dapat membiak (kontra dengan Aristoteles)

c. Tidak menjadikan pengambilan bunga sebagai profesi

d. Jangan mengambil bunga dari orang miskin

Page 18: Bab 2 sejarah islamic manajemen

c. Pandangan Yunani Tentang RibaKonsep Bunga di kalangan Yunani dan Romawi. Pada masa Yunani, sekitar abad VI Sebelum Masehi hingga abad I Masehi, telah terdapat beberapa jenis bunga. Selanjutnya pada masa Romawi, sekitar abad V sebelum Masehi hingga abad IV Masehi, terdapat undang-undang yang membenarkan penduduknya mengambil bunga selama tingkat bunga sesuai dengan “tingkat maksimal yang dibenarkan hukum”, tapi dalam pelaksanaannya tidak dibenarkan dengan cara bunga berbunga. Pada masa pemerintahan Genucia (342 SM), kegiatan pengambilan bunga tidak diperbolehkan, akan tetapi pada masa Unciria (88 SM), praktik tersebut diperbolehkan kembali seperti semula. Meskipun demikian, praktik tersebut dicela oleh para ahli filsafat. Dua orang ahli filsafat Yunani terkemuka, Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM), mengecam praktik bunga. Demikian pula dengan Cato (234-149) dan Cirero (106-43SM). Para ahli filsafat tersebut mengutuk orang-orang Romawi yang memraktikkan pengambilan bunga.

Page 19: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Larangan Riba dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits Islam melarang

mengambil riba apa pun jenisnya.

Islam melarang mengambil Riba sekecil apa pun nilainya.

Tahapan Pelarangan Riba: 1.Tahap pertama 2. Tahap kedua 3. Tahap Ketiga 4. Tahap keempat

Page 20: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Tahapan Pelarangan Riba dalam Pandangan Islam

1. Tahap pertama, Menolak anggapan bahwa

pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah Shubhannahu Wa Ta’alaa dalam surah aL-Ruum [30]: 39,

Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harga manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan, apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (QS aL-Ruum [30]: 39)

2. Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah Shubhannahu Wa Ta’alaa mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba, dalam surah Al-Nisaa’”( 4 : 160—161):

Maka, disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (mamakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (QS Al-Nisaa’ [4] : 160—161)

Page 21: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat bunga yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan pada masa tersebut. Allah berfirman dalam surah Ali ’Imran [3]: 130,

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS Ali ’Imran [3] : 130)

Tahap keempat, Allah Subhanahu Wa Ta’alaa dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman, dalam surah al-Baqarah [2]:278—279,

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan, jika kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. (QS Al-Baqarah [2] : 278—279)

Page 22: Bab 2 sejarah islamic manajemen

b. Larangan Riba dalam Hadis Dalam amanat terakhirnya

pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam, masih menekankan sikap Islam yang melarang riba :

“Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (utang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.”

Selanjutnya sabda Rasulullah dalam hadits yang dirawikan oleh HR. Muslim No. 2995, kitab al-Musaqah yang artinya:

Jabir berkata bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, ”Mereka itu semuanya sama”.

Page 23: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Mengapa Riba Haram?

Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al -Baqarah [2]: 275)

Page 24: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Uraian Riba Jual Beli

Kelebihan Ada Bunga Ada Laba

Ditetapkan Dimuka Dibelakang

Unsur pemastian Ada Tidak Ada

Efek Ekonomi Menurunkan AS Meningkatkan AS

Page 25: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Jenis-Jenis Riba

Jenis-Jenis Riba:

1. Riba Hutang Piutang a. Riba Qardh b. Riba Jahiliyah

2. Riba Jual Beli a. Riba Fadhl b. Riba Nasi’ah

Page 26: Bab 2 sejarah islamic manajemen

1. Riba Hutang Piutang

a. Riba Qardh, adalah suatu manfaat atau tingkat

kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (Muqtaridh).

b. Riba Jahiliyyah, adalah hutang dibayar lebih dari

pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.

Page 27: Bab 2 sejarah islamic manajemen

2. Riba Jual Belia. Riba Fadhl, adalah pertukaran antar

barang-barang sejenis dengan kadar/takaran yang berbeda dan barang yang dipertukarkan termsuk dalam jenis “barang ribawi”.

b. Riba Nasi’ah, adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi dengan jenis barang ribawi lainnya.

Page 28: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Hal-hal Yang Harus dihindari dalam Islamic Financial Institution:

1. Maisir, 2. Gharar, 3. Bathil,4. Penghapusan Riba5. Monopoli

DILARANG!!!

Page 29: Bab 2 sejarah islamic manajemen

DILARANG!

Hal-hal Yang Harus dihindari dalam Islamic Financial Institution:

1. Maisir, adalah praktek spekulasi/gambling/judi untuk mendapatkan keuntungan.

2. Gharar, adalah transaksi yang mengandung tipuan dari salah satu pihak sehingga pihak yang lain dirugikan.

3. Bathil, adalah terjadinya transaksi yang disertai kerusakan dari barang yang diperdagangkan sehingga kesepakatan menjadi batal.

Page 30: Bab 2 sejarah islamic manajemen

4. Penghapusan Riba Walaupun basic infrastructure telah barhasil dibangun, namun

kondisi Madinah masih belum lagi kondusif untuk pembangunan sektor ekonomi, terutama public economics. Keberadaan para yahudi dengan praktik ribanya membuat penduduk Madianah resah, kerana sering kali perbuatan mereka itu mencekik leher. Untuk Rasulullah sendiri praktik ini sudah beliau ketahui sejak masih berada di Mekkah, karena ayat-ayat yang turun di Mekkah ada yang menceritakan praktik kotor orang Yahudi tersebut.

5. Monopoli Merupakan kejahatan pasar yang tidak pernah dimanfaatkan oleh

siapapun. Ini sudah dilarang oleh Nabi Shalallahu Alaihi Wa Salam sejak abad 14 yang lalu. Demikian pula sebaliknya, yang monopsoni. Kedua hal ini bertentangan dengan kebijakan ekonomi muamalah gaya Rasulullah yang mementingkan keadilan.

DILARANG!!!

Page 31: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Dasar Hukum “Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami

haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. An-Nissaa’ (4 : 160-161)

Page 32: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Opini umum menganggap bahwa dengan melakukan peminjaman uang kepada orang lain dan menetapkan riba pada pinjaman itu maka pinjaman itu akan tumbuh.

Tapi opini ini dijawab langsung oleh Al-Qur’an, bahwa itu tidak betul. Firman Allah Shubhannahu Wa Ta’alaa dalam Al Qur’an dalam Surah ar-Ruum (30 : 39) menyebutkan:

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)”.

Ar-Ruum (30 : 39)

Page 33: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Namun teguran Al-Qur’an ini tidak dihiraukan oleh beberapa orang sahabat yang terlanjur terlibat dengan praktik itu. Lalu datang teguran berikutnya, agar dalam memberikan pinjaman dengan menetapkan riba yang berlipat ganda. Dengan teguran yang kedua ini banyak para sahabat yang meninggalkan riba. Hanya orang Yahudi saja yang tetap melakukan praktik itu dengan dalih bahwa tidak ada bedanya antara jual beli dengan riba, sebab keduanya sama-sama merupakan praktik mencari margin dari modal yang diputarkan.

Sementara para sahabat yang telah meninggalkan riba telah bertaubat sebelum sempat mengatakan agar mereka hanya mengambil modalnya saja.

Penghapusan riba ini terbukti berhasil menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk tumbuhya ekonomi secara cepat. Jika pad masa hijrah, Madinah merupakan kota yang miskin, tetapi ketika Nabi meningggal, Madinah merupakan kota baru yang tumbuh dan berkembang menghidupi daerah-daerah sekitarnya.

Page 34: Bab 2 sejarah islamic manajemen

4. Prinsip & Etika Bisnis Yang Dianjurkan Rasulullah

1. Jujur & Amanah2. Adil,3. Baik (ikhsan),4. Kerjasama (ta’awun), 5. Amanah, 6. Tawakal,7. Qoan’ah,8. Sabar dan tabah9. Meninggalkan sifat kotor

perdagangan, zalim, menipu, suka marah dan benci, terlalu memuja uang, tidak memperdulikan hukum dan hutang yang berlebihan.

HARUS,

JIKA

INGIN

BERKAH!

Page 35: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Prinsip-prinsip yang dianut Dalam Bisnis Islam Secara Umum:

1. Keadilan2. Transparansi3. Responsabilitas4. Akuntabilitas5. Kemandirian

HARUS,

JIKA

INGIN

BERKAH!

Page 36: Bab 2 sejarah islamic manajemen

a. Keadilan Dalam setiap kebijakan ekonomi Nabi mementingkan keadilan yang bukan saja berlaku untuk kaum Muslimin, tetapi juga berlaku untuk kaum kaum lainnya sekitar Madinah. Terbukti ketika diminta untuk menetapkan harga, Rasulullah marah dan menolaknya. Ini membuktikan bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wa Salam menyerahkan penetapan harga itu pada kekuatan pasar yang alami (bukan karena monopoli atau proteksi). Prinsip ini tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengembilan margin keuntungan yang disepakati bersama antara Bank dengan Nasabah.

b. Transparansi Dalam mengelolan usaha, perbankan syariah diwajibkan mengumumkan hasil usaha secara terbuka kepada para Shahibul mal atau pemilik dana setiap bulannya.

c. Responsibilitas Apabila terjadi kerugian usaha yang sedang dikerjakan bersama, maka para pihak harus bersedia menanggung kerugian tersebut sesuai share masing-masing.

Page 37: Bab 2 sejarah islamic manajemen

d. Accountabilitas Adanya tuntunan bahwa setiap transaksi yang mengakibatkan utang piutang hendaknya dilakukan pencatatan agar tidak mengakibatkan kesalahan.e. Kemandirian

Adalah mendorong kegiatan investasi pada sektor riil dan mencegah terjadinya simpanan yang tidak produktif melalui prinsip bagi hasil serta memperluas kesempatan kerja.

Page 38: Bab 2 sejarah islamic manajemen

D. Lembaga Keuangan Zaman Khulafaurrasyidin

Berkembang dengan baik:1. Dimulai Oleh rasulullah

cikal bakalnya (melalui Musyawarah)

2. Dibentuk dan Mulai diberdayakan Masa Kepemimpinan Umar bin Khatab.

3. Semakin Dikembangkan Fungsinya Masa Usman Bin Affan Dan Ali Bin Abi Thalib

Baitul Mal

Para khalifah rasyidin itu amat serius dalam memikirkan kesejahteraan rakyat dengan memfungsikan secara maksimal pendapatan dan penerimaan dalam Baitul Maal.

Baitul Maal benar-benar berfungsi sebagai instrumen dalam kebijakan fiskal.

Page 39: Bab 2 sejarah islamic manajemen

E. LEMBAGA KEUANGAN DI ZAMAN DINASTI

1. Dinasti Mu’awiyah2. Dinasti Abassiyah.3. Kepemimpinan Turki 4. Runtuhnya Dinasti

Usmaniyah di Turki

Page 40: Bab 2 sejarah islamic manajemen

1. Dinasti Mu’awiyah Fungsi Baitul Maal tetap berjalan sebagaimana

mestinya. Namun, mulai terjadi disfungsi pada pengeluaran-pengeluaran disebabkan tingkat ketaatan agama khalifah-khalifah pada dinasti Umawiyah tidak sebagaimana pada khulafa rasyidin.

2. Dinasti Abassiyah. Fungsi Baitul Maal telah bertambah, yang tadinya

hanya mengeluarkan kebijakan fiskal, kini juga mengatur kebijakan moneter.

Page 41: Bab 2 sejarah islamic manajemen

3. Kepemimpinan Turki Fungsi Baitul Maal berkembang menjadi perbendaharaan

negara dan pengatur kebijakan fiskal dan moneter. Sepanjang dinasti ini, kekayaan Baitul Maal selain dalam

bentuk fisik tetapi juga uang yang tidak berubah, yaitu emas dan perak.

4. Runtuhnya Dinasti Usmaniyah di Turki Menangnya kolonialisme di negeri negeri Islam, baik

secara fisik maupun pemikiran. Karena itu meskipun kemudian negeri-negeri Islam merdeka dari penjajahan, nama Baitul Maal tidak pernah muncul lagi, padahal fungsinya dalam negara tetap dilaksanakan, seperti kebijakan fiskal dan moneter.

Page 42: Bab 2 sejarah islamic manajemen

F. KEHADIRAN ISLAMIC FINANCIAL

1. Embrio Perbankan Sepanjang sejarah Islam, sejak zaman rasulullah, sampai

Turki Usmani adalah lembaga keuangan yang pernah ada yang ada pada zaman itu hanyalah dimiliki pemerintahan. Sementara kegiatan bisnis dilakukan secara perorangan.

Meskipun sejak tahun 1940-an satu per satu negeri muslim mulai merdeka dari zaman penjajahan, namun arahnya pembentukan sebuah negara Islam dengan pelaksanaan syariat islam mengalami banyak kendala. Di antaranya karena paham nasionalisme sekuler yang ditanamkan oleh para penjajah dan dijadikan alat perjuangan oleh penduduk negeri-negeri muslim itu kini menjadi bumerang.

Hal ini dipahami karena pemahaman agama dalam dunia barat tempat mereka belajar adalah tradisi Judeo-Kristian yang telah terkalahkan oleh pemikiran sekuler. Para pemimpin pasca penjajahan inilah yang kemudian menjadi penghalang bagi bangkitnya kembali politik Islam.

Page 43: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Kegiatan ekonomi adalah sesuatu yang jarang terlepas kaitannya dengan politik. Jika usaha untuk membangun negara dengan tatanan Islam sulit terpenuhi, demikian pula dengan tatanan ekonominya. Oleh sebab itu tidak ada suatu negeri islampun yang telah merdeka dari penjajahan yang kemudian menggunakan atribut Islam sebagai metode penyusunan lembaganya. Bahkan nama ”Baitul Maal” pun sudah tersingkir dari kosa kata pemerintahan mereka.

Yang tertinggal oleh mereka adalah negara bekas jajahan yang meniru penjajahannya dengan pemerintah yang baru dan berasal dari mereka sendiri. Mereka merdeka secara politik, tetapi tidak secara sistem, terutama sistem ekonomi.

Tanpa diketahui, sistem yang mereka wariskan juga membawa penyakit yang inheren dalam sistem itu, seperti inflansi, pengangguran, resesi dan sebagainya. Dengan teknologi yang jauh tertinggal, mereka bahkan tidak pernah bisa bersaing dengan negra penjajahnya sehingga hubungan antara pusat dan pinggiran.

Hal ini kemudian orang mulai mencari sistem baru yang bisa

menyelamatkan masyarakat terutama di negeri-negeri Islam. Meskipun relatif tidak sukses dalam gerakan politik-idiologis, mereka mencoba membuat terobosan dengan menggunakan idiom ekonomi.

Page 44: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Gerakan Islamic Financial Institution modern dimulai dengan didirikannya sebuah bank dengan simpanan lokal (lokal saving bank) yang beroperasi tanpa bunga di desa Mit Ghamir, ditepi Sungai Nil, Mesir pada tahun 1969 oleh Abdul Hamid An-Naggar. Walaupun beberapa tahun kemudian tutup karena masalah manajemen, bank lokal ini mencatatkan sejarah yang amat berarti, karena mengilhami konferensi ekonomi Islam pertama di Mekkah pada tahun 1975.

Dan dua tahun kemudian lahir Bank Pembangunan Islam (IDM) yang merupakan tindak lanjut dari rekomendasi yang lahir dari konferensi tersebut. Setelah itu muncul bank-bank komersial yang transkasi-transaksinya didasarkan pada ajaran Islam.

Bila diperhatikan, bank-bank komersial didirikan dengan berbagai latar belakang, di antaranya isu tentang bunga, yang tidak pernah dikenal dalam sejarah Islam. Sebagian ada yang karena faktor politik dan sebagian lagi disebabkan keperluan akan pembangunan masyarakat muslim vis-a-vis masyarakat maju. Tetapi semua merupakan inovasi dari yanng lazim berlaku dalam sejarah Islam klasik, yaitu bahwa kegiatan bisnis dilakukan oleh individu sedangkan keuangan (Baitul Maal) ditangani oleh negara.

Page 45: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Munculnya bank-bank swasta Islam baik tingkat desa maupun internasional, diiringi dengan keperluan akan lembaga-lembaga pendukungnya seperti asuransi. Kerana itu biasanya jika ada Islamic Banking disuatu negara, maka muncul pula asuransi Islami (takaful). Tetapi tidak sampai disitu saja. Karena pada saat bersamaan muncul keperluan akan adanya pasar modal yang islami.

Oleh karena itu muncul pula fund manager-fund manager Islam dengan kriteria investasi yang sesuai dengan syariat Islam. Langkah ini ternyata bukan hanya dilakukan oleh kaum muslim tetapi juga oleh orang lain.

Baru-baru ini Dow Jones misalnya, mengeluarkan apa yang disebut Islamic Index yang memuat index saham yang diperdagangkan secara Islam.

Page 46: Bab 2 sejarah islamic manajemen

2. KONSEP PERBANKAN ISLAM MODERN

Bank secara etimologis berasal dari bahasa Italia, banco, yang artinya ”kepingan papan tempat buku:”, sejenis ”meja”. Kemudian penggunaannya lebih diperluas untuk menunjukan ”meja” atau diartikan dengan ”bangku” tempat penukaran uang, yang dugunakan oleh para pemberi pinjaman dan para pedagang valuta di Eropa pada abad Pertengahan untuk memamerkan uang mereka.

Dari kata banco inilah berkembang terus menjadi istilah bank yang berkembang di era modern sekarang. Istilah ini pun, oleh para ekonom berbeda pendapat dalam mendefinisikannya. B.N. Ajuna mendefinisikan bank sebagai :Bank provide means by which capital is transferred from those who cannot use it profitable to those who can use it productively for the society as whole. Bank provide which channel to invest whithout any risk and at a good rate of interest.

Bank berarti menyalurkan modal dari mereka yang tidak dapat menggunakannya secara menguntungkan kepada mereka yang dapat membuatnya lebih produktif untuk keuntungan masyarakat. Bank juga berarti saluran untuk keuntungan tabungan secara aman dan dengan tingkat bunga yang menarik.

Page 47: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Tampaknya dari definisi di atas, lebih menekankan bahwa bank adalah financial institution yang menyalurkan dana untuk usaha yang lebih produktif. Di samping menekankan bank dan suku bunga yang menarik. Bunga menjadi faktor penting bagi seseorang untuk mengiventasikan uangnya. Semakin tinggi tingkat suku bungnya semakin menarik masyarakat mengiventasikan uangnya.

Namun bank dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan mendefinisikan bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit/pembiayaan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Jadi, bank tidak hanya berfungsi mengejar keuntungan person atau kelompok, tapi lebih dari itu, bank harus mempunyai komitmen dan usaha pada peningkatan kualitas ekonomi masyarakat umum.

Berangkat dari berbagai definisi di atas, maka Islamic Banking adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dalam ajaran Islam, berfungsi sebagai badan usaha yang menyalurkan dana, dari dan kepada masyarakat, atau sebagai lembaga perantara keuangan. Islamic Banking merupakan unit sistem ekonomi Islam yang beroperasi dengan doktrin dasar larangan terhadap praktik riba.

Page 48: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Dalam konteks perbankan nasional Indonesia, Islamic Banking diistilahkan dengan Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang pembiayaannya berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Prinsip syariah yang dimaksudkan dalam undang-undang tersebut adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah; antara lain: pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudaarabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memeroleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Page 49: Bab 2 sejarah islamic manajemen

ALASAN PERLUNYA BANK1. Transaksi berbasis bunga melanggar

keadilan atau kewajaran bisnis.2. Transaksi fleksibelnya sistem

transaksi berbasis bunga menyebabkan kebangkrutan.

3. Komitmen bank untuk menjaga keamanan uang deposan berikut bunganya membuat bank cemas untuk mengmbalikan pokok dan bunganya.

4. Sistem transaksi berbasis bunga menghalangi munculnya inovasi oleh usaha kecil.

5. Dalam sistem bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha kecuali bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapatan bunga mereka.

Kelemahan Sistem

Perbankan Berbasis Bunga

Page 50: Bab 2 sejarah islamic manajemen

PERSPEKTIF BANK

1. Perbankan syariah memiliki peran strategis dalam meningkatkan kesejahteraan ummat; melalui proses intermediasi kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana maupun penyediaan jasa keuangan lainnya, berlandaskan kepada prinsip-prinsip syariah.

2. Ketika sistem perbankan konensional sempoyongan karena krisis moneter dan memerlukan biaya yang begitu besar untuk mempertahankannya, perbankan syariah justru mampu menyelamatkan sebagian ekonomi umat.

3. Kemampuan survival perbankan syariah dalam era krisis, telah menarik banyak perhatian para banker konvensional yang kemudian membuka kantor-kantor cabang syariah.

Page 51: Bab 2 sejarah islamic manajemen

KEUNGGULAN OPERASIONAL BANKa. Kegiatan usaha dilakukan secara professional, namun tetap

realistis, seraya mengakui keterbatasan manusia yang tidak selalu dapat memeroleh hasil sebagaimana yang diinginkannya.

Sama halnya dengan bank konvensional, prinsip prudential maupun profesionalitas juga diterapkan dalam perbankan syariah.

Bank syariah tidak memastikan besaran return dalam menjalankan usahanya, dan karenanya tidak mengenal “bunga” sebagai parameter balas jasa finansial.

“……Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati……”. Luqman (31 : 34)

b. Bagi hasil dalam perbankan syariah dilakukan dengan cara menetapkan porsi pembagian keuntungan (nisbah), baik antara bank dengan nasabah pemilik dana (liabilities) maupun dengan nasabah penguna dana (assets). Sedangkan angka nominal yang akan diperoleh oleh para pihak akan sangat tergantung pada realisasi hasil usaha.

c. Berbeda dengan bank konvensional, pendekatan usaha yang dilakukan perbankan syariah adalah pada sisi assets terlebih dahulu, baru kemudian dari sisi liabilities.

Page 52: Bab 2 sejarah islamic manajemen

1. Tidak membenarkan transaksi spekulatif (masyir), jual beli atas suatu barang yang dibeli (gharar) dan jual-beli bersyarat (mengandung unsur riba).

2. Dalam berinteraksi dengan nasabah, bank syariah memposisikan diri sebagai mitra investor dan pedagang, bukan dalam hubungan lender dan borrower sebagaimana yang berlaku pada bank konvensional.

3. Akad transaksi yang sudah disepakati dengan nasabah tidak akan mengalami perubahan sampai dengan berakhirnya, walaupun misalnya terjadi gejolak moneter.

LANDASAN OPERASIONAL BANK

Page 53: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Tujuan Islamic Banking

1. Pandangan Para Teoritis2. Pandangan Praktisi ekonomi Islam.

3. TUJUAN ISLAMIC BANKING

Page 54: Bab 2 sejarah islamic manajemen

3. TUJUAN ISLAMIC BANKING

1. Para teoritis ekonomi Islam, Menurut Sutan Remy Sjahdeini, adalah perbankan yang

menyediakan fasilitas dengan cara mengupayakan instrumen-instrumen yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan norma-norma syariah. Perangkat-perangkat tersebut bertujuan utnuk memberikan keuntungan-keuntungan sosio ekonomis bagi orang-orang muslim, bukan semata-mata ditujukan untuk memaksimumkan keuntungan yang diperoleh, sebagaimana yang menjadi tujuan perbankan konvensional.

Komitmen akan pembangunan dan kemajuan bagi masyarakat muslim menjadi tujuan utama keberadaan Islamic Banking. Tidak heran jika Islamic Development Bank (IDB) mengkhususkan diri bagi pembangunan negara-negara Islam.

Page 55: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Pandangan yang serupa menurut oleh M. Umer Chapra, bahwa Islamic Banking bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat Islam yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Oleh karenanya, Islamic Banking harus sungguh-sungguh dalam menyiapkan berbagai perantinya yang menekankan bahwa pembiayaan yang disedikannnya tidak akan meningkatkan konsentrasi kekayaan atau meningkatkan konsumsi.

Ia sangat menekankan adanya keseimbangan dan keadilan dalam berbagai pembiayaan yang berlaku dalam perbankan Islam, sehingga kesenjangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat Islam dapat dieliminir, kalau tidak dapat dihapuskan.

Page 56: Bab 2 sejarah islamic manajemen

2. Para praktisi ekonomi Islam atau bankir Islam Menganggap bahwa peranan Islamic Banking semata-

semata bertujuan untuk komersial dengan mendasarkan pada instrumen-instrumen keuangan yang bebas bunga dan ditujukan untuk menghasilkan keuntungan finansial. Ini berarti bahwa para bankir Islam menganggap bahwa Islamic Banking bukan sebagai lembaga sosial semata. Hal ini didasarksn pada pandangan Abdul Halim Ismail, Bank Islam Malaysia Berhad, mengemukakan: ”sebagai seorang bisnis muslim patuh, sebagai bank semata-mata mengupayakan setinggi mungkin keuntungan tanpa menggunakan instrumen yang berdasarkan bunga.”

Namun demikian, tidak berarti bahwa para bankir Islam menganggap bahwa Islamic Banking adalah sebuah lembaga yang hanya berorientasi pada profit semata tanpa memerhatikan aspek kepedulian kepada perkembangan masyarakat Islam, jika perbankan didasarkan pada sistem dan norma-norma Islam maka ia harus tunduk dan patuh kepada semua aturan yang berlaku dalam ajaran Islam. Salah satu dari ajaran Islam adalah kepedulian dan adanya komitmen yang kuat untuk membangun solidaritas sosial dan ekonomi.

Page 57: Bab 2 sejarah islamic manajemen

4. BEBAS BUNGA SEBAGAI PRINSIP DASAR ISLAMIC BANKING

Islamic Banking adalah bank yang beroperasi dengan prinsip dasar tanpa menggunakan sistem bunga dalam sistem operasionalnya. Prinsip ini yang membedakan secara prinsipil antara sistem operasional Islamic Banking dengan bank konvensional. Kelahiran Islamic Banking sendiri lahir sebagai solusi terhadap praktik membungakan uang dengan menawarkan sistem lain yang sesuai dengan syariah Islam.

Bagi bank konvensional bunga merupakan hal penting untuk menarik minat para investor mengiventasikan modalnya pada suatu bank. Semakin tinggi tingkat bunganya semakin tertarik para investor menabung. Tingkat suku bunga merupakan unsur penting dalam sistem perbankan konvensional. Islamic Banking yang bekerja menggunakan sistem non bunga melakukan transaksi dengan menggunakan sistem, misalnya profit and loss sharing, yaitu sistem bagi hasil. Keuntungan dan kerugian yang terjadi ditanggung oleh kedua belah pihak, mudharib dan shahib al-maal.

Page 58: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Sistem tersebut telah dikenal dan dipraktikkan dalam dunia perdagangan Islam sejak zaman Rasulullah shalallahu alaihi wa salam. Sampai dengan abad ke-19, sebelum dunia Islam berkenalan dan berada dalam kendali penjajahan Barat yang memperkenalkan sistem bunga bank. Namun demikian, tidak berarti bahwa setelah itu sistem bagi hasil dihapus dalam praktik perdagangan umat Islam. Sebab dalam berbagai kasus terutama masyarakat yang mempunyai tradisi keislaman yang kuat, tetap mempertahankan sistem bagi hasil dalam praktik perdagangannya.

Dalam sistem bunga bank dan bagi hasil mempunyai sisi persamaan yaitu sama-sama memberikan keuntungan bagi pemilik modal, namun keduanya memiliki perbedaan yang prinsipil. Perbedaaan yang pokok adalah sistem bunga uang merupakan sistem yang dilarang oleh agama Islam, sedangkan bagi hasil merupakan keuntungan yang tidak mengandung riba sehingga tidak diharamkan oleh ajaran Islam.

Sistem bagi hasil mempunyai keuntungan sebab tidak akan menimbulkan negative spread, pertumbuhan modal negatif, dalam permodalan bank sebagaimana yang biasa terjadi dalam perbankan konvensional yang menggunakan sistem bunga. Hal ini terjadi, di satu pihak disebabkan karena adanya tingkat suku bunga deposito yang tinggi, dan di pihak lain bunga kredit dibebani tingkat bunga yang rendah untuk menarik para investor menanamkan modalnya.

Page 59: Bab 2 sejarah islamic manajemen

Penentuan bunga dibuat pada waktu akad berlangsung dengan asumsi harus selalu untung, tidak ada asumsi kerugian. Pembayaran bunga tetap akan dilakukan, misalnya dalam suatu proyek, tanpa mempertimbangkan apakah proyek yang dijalankan itu mempunyai keuntungan atau tidak. Sedangkan sistem bagi hasil, penentuan besarnya rasio atau nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi. Maka dalam suatu proyek yang dilakukan nasabah, apabila mengalami kerugian akan ditanggung bersama. Sisi lain pada sistem bagi hasil, jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan sedangkan sistem konvensional, jumlah pembayaran bunga tidak meningkat meskipun jumlah keuntungan berlipat. Dengan demikian, fungsi pengawasan dalam sistem Islamic Banking sangat penting.

Oleh karena itu, Islamic Banking dirancang untuk terbinanya hubungan kebersamaan dalam menanggung risiko uasah dan berbagai hasil usaha antara pemilik modal yang menyimpan uangnya di bank, bank selaku pengelola dana dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha.