BAB IIDISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKAA. Seven Jump1. Langkah 1
membaca skanerio dan memahami pengertian bebrapa istilah dalam
skenario. Dalam skenario ini kami mengklarifikasi istilah sebagai
berikut :a. Konjungtiva palpebra: lapisan terluar mata yang
melapisi palpebra dan melekat pada palpebrab. Konjungtiva bulbi:
lapisan terluar mata yang melapisi sklera dan melekat pada bola
matac. Mata merah: penambahan asupan darah (misal: vasodilatasi)
atau berkurangnya darah (misal: pembendungan/pecahnya pembuluh
darah subkonjungtiva)d. Kornea jernih: selaput bening mata untuk
lewatnya cahaya ke bagian interior mata, serta dapat dikatakan
jernih jika tidak ada kelainan yang menghalangi fungsi normalnya2.
Langkah II : menentukan/ mendefinisikan permasalahanPermasalah pada
skenario ini yaitu sebagai berikut :a. Apa hubungan usia dan jenis
kelamin dengan keluhan mata kanan merah sejak 3 hari lalu?b.
Mengapa pasien mengeluhkan mata kanan terasa gatal dan berair,
serta kelopak mata bengkak dan lengket ketika bangun tidur di pagi
hari?c. Mengapa pasien tidak mengeluh pandangan mata kanannya kabur
atau silau?d. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?e.
Pemeriksaan lanjutan untuk melengkapi pemeriksaan?f. Diferential
Diagnosis?g. Tatalaksana termasuk edukasi kepada pasien?3. Langkah
III :menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan sementara
mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah 2)a. Bagaimanakah
anatomi, fisiologi, dan histologi dari palpebra, kelenjar
lakrimalis, dan kojungtiva ?b. Bagaimana patofisiologi dari :1)
Mata Merah2) Gatal dan berair3) Kelopak bengkak dan lengket4) Mata
kabur5) Mata silauc. Pemeriksaan Fisik :1) Interpretasi hasil2)
Patofisiologid. Pemeriksaan lanjutan untuk melengkapi
pemeriksaan?e. Diferential Diagnosis?f. Tatalaksana termasuk
edukasi kepada pasien?
4. Langkah IV : menginventarisasi permasalahn secara sistematis
dan pernytaan sementara mengenai permasalahan pada langkah ke 3a.
Bagaimanakah anatomi, fisiologi, dan histologi dari palpebra,
kelenjar lakrimalis, dan kojungtiva ?a. Palpebra Kelopak atau
palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, membersihkan
permukaan mata dengan dari kotoran dan iritasi lain dengan
berkedip, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk
film air mata di depan kornea (Ilyas, 2009b). Palpebra merupakan
bagian penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata
terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak
mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan, sedangkan di
bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut
konjungtiva tarsal. Pada kelopak terdapat bagian bagian, seperti:
a. Kelenjar: kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar
keringat, kelenjar zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar meibom
pada tarsus. b. Otot: m. orbikularis okuli yang berjalan melingkar
di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit
kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis
okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. Orbikularis berfungsi
menutup bola mata yang dipersarafi N. Fasial. M. Levator palpebra,
yang berorigo pada anulus foramen orbita dan berinersi pada tarsus
atas dengan sebagian menembus M. Orbikularis okuli menuju kulit
kelopak bagian tengah.c. Di dalam kelopak terdapat tarsus yang
merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di dalamnya atau kelenjar
Meibom yang bermuara pada margo palpebra. d. Tarsus ditahan oleh
septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh lingkaran
permukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan ikat yang
merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom (40
buah di kelopak atas dan 20 pada kelopak bawah). e. Pembuluh darah
yang memperdarahinya adalah a. Palpebra f. Persarafan sensorik
kelopak mata atas didapatkan dari rumus frontal N. V, sedang
kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V (Ilyas, 2009a). b.
Kelenjar LakrimalisKelenjar lakrimalis merupakan kelenjar yang
menghasilkan air mata. Kelenjar tersebut memiliki bagian tempat
keluarnya air mata yang disebut pungtum lakrimalis. Pungtung
lakrimalis ini sangat kecil ukurannya tetapi terkadang kita bisa
melihatnya langsung.
c. KonjungtivaKonjungtiva terdiri atas 3 bagian yaitu:1)
Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus2) Konjungtiva bulbi yang
menutupi sklera3) Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva
yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi.Konjungtiva selain konjungtiva tarsal,
berhubungan longgar dengan jaringan dibawahnya, oleh karenanya bola
mata mudah digerakkan.Lapisan epitel konjungtiva tediri dari dua
hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat,superfisial dan
basal. Sel epitel superfisial mengandung sel goblet bulat atau oval
yang mensekresi mukus. Mukus yang mendorong inti sel goblet ke tepi
dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata
diseluruh prekornea. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan
adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundal). Lapisan
adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa stratum
germativum.Hipertropi papilar adalah reaksi konjungtiva
non-spesifik berupa eksudat radang yang berkumpul di antara
serabut-serabut konjungtiva yang membentuk tonjolan pada
konjungtiva. Kemosis yang hebat sangat mengarah pada konjungtivitis
alergika. Folikel tampak pada sebagian besar kasus konjungtivitis
viral. Folikel sendiri merupakan hiperplasi limfoid lokal di dalam
lapisan limfoid konjungtiva dan biasanya mempunyai pusat germinal.
Pseudomembran dan membran merupakan hasil dari proses eksudatif
hanya berbeda derajat. Pada psedomembran epitel tetap utuh
sedangkan pada membran melibatkan koagulasi epitel juga.d. Reflex
MengedipSentuhan halus pada kornea atau konjungtiva mengakibatkan
kelopak mata berkedip. Inpuls aferen dari kornea atau konjungtiva
berjalan melalui divisi ophthalmica nervus trigeminus ke nucleus
sensorius nervi trigemini. Neuron internuncial menghubungkannya
dengan nukleus motorik nervus facialis kedua sisi melalui
fasciculus longitudinalis medialis. Nervus facialis dan cabang
cabangnya mempersarafi musculus orbicularis oculi yang menimbulkan
gerakan menutup mata (Snell, 2007).Pada beberapa penelitian telah
dibuktikan adanya hubungan langsung antara jumlah dopamine di
korteks dengan mengedip spontan dimana pemberian agonis dopamin D1
menunjukkan peningkatan aktivitas mengedip, sedangkan
penghambatannya menyebabkan penurunan refleks kedip mata.Refleks
kedip mata disebabkan oleh:a. Stimulasi terhadap nervus trigeminus
di kornea, palpebra dan konjungtiva yang disebut refleks kedip
sensoris atau refleks kornea. Refleks ini berlangsung cepat, yaitu
0,1 detik.b. Stimulus yang berupa cahaya yang menyilaukan yang
disebut refleks kedip optikus. Refleks ini lebih lambat
dibandingkan refleks kornea.Ritme normal kedipan mataPada keadaan
terbangun, mata mengedip secara reguler dengan interval dua sampai
sepuluh detik dengan lama kedip 0,3-0,4 detik. Hal ini merupakan
suatu mekanisme untuk mempertahankan kontinuitas film prekorneal
dengan cara menyebabkan sekresi air mata ke kornea. Nilai normal
frekuensi mengedip rata rata adalah 15-20x/menit (Mario, 2010).e.
Air MataAir mata merupakan salah satu proteksi mata atau daya
pertahanan mata disamping tulang rongga mata, alis dan bulu mata,
kelopak mata, refleks mengedip dan adanya sel-sel pada permukaan
kornea dan konjungtiva sebagai salah satu alat proteksi. Air mata
merupakan hasil dari kelenjar air mata (lakrimal) yang terletak
pada bagian luar kantung mata atas. Air mata disekresikan oleh
aparatus lakrimalis dan disertai dengan mukus dan lipid oleh organ
sekretori dari sel-sel pada palpebra serta konjungtiva. Sekresi
yang dihasilkan inilah yang disebut sebagai film air mata atau film
prekorneal. Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 m yang
menutupi epitel kornea dan konjungtiva (Ilyas, 2009a). Lapisan Air
Mata atau Film Air Mata (Tear Film). Air mata mempunyai susunan
yang sangat melindungi permukaan bola mata akibat susunan dari
lapisannya. Lapisan air mata atau film air mata (tear film) terdiri
atas tiga lapisan, yaitu: a. Lapisan superfisial adalah lapisan
lipid monomolekuler yang berasal dari kelenjar meibom, kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat pada daerah margin palpebra. Lapisan
ini berfungsi untuk melicinkan permukaan mata dan diduga menghambat
penguapan dan merupakan sawar kedap air bila palpebra ditutup
(Zulkarnain, 2009). b. Lapisan akueus tengah merupakan lapisan
paling tebal film air mata yang mempunyai ketebalan 0,7 m. Lapisan
ini dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor dan minor, Wolfring dan
Kelenjar Krausee. Lapisan ini juga mengandung substansi larut-air,
yaitu: garam anorganik, glukosa, urea, protein dan glikoprotein
yang berfungsi dalam pengambilan oksigen untuk metabolisme kornea
Lapisan akueus ini juga mengandung bahan protein lain seperti:
lipocalin, lactoferin, lysozyme, dan lacritin. Fungsi dari lapisan
ini adalah untuk membersihkan mata dan mengeluarkan benda asing. c.
Lapisan musin yang dihasilkan sel goblet konjungtiva dan kelenjar
lakrimal yang terletak pada bagian terdalam film air mata b.
Bagaimana patofisiologi dari :a) Mata MerahHiperemia konjungtiva
terjadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun
berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh
darah. Bila terjadi pelebaran pembuluh darah konjungtiva atau
episklera atau perdarahan antara konjungtiva dan sclera maka akan
terlihat warna merah pada mata yang sebelumnya berwarna putih.Mata
terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang
terjadi pada peradangan mata akut, misalnya pada keratitis, plexus
arteri konjungtiva permukaan melebar, pada iritis dan glaucoma akut
kongestif, pembuluh darah arteri perikornea yang terletak lebih
dalam akan melebar, sedangkan pada konjungtivitis pembuluh darah
superficial yang melebar, maka bila diberi epinefrin topical akan
terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan kembali putih. Selain
melebarnya pembuluh darah, mata merah dapat juga terjadi akibat
pecahnya salah satu dari kedua pembuluh darah di atas dan darah
tertimbun di bawah jaringan konjungtiva. Keadaan ini disebut
sebagai perdarahan subkonjungtiva.Injeksi konjungtivaMelebarnya
pembuluh darah arteri konjungtiva posterior atau injeksi
konjungtiva ini dapat terjadi akibat pengaruh mekanis, alergi,
ataupun infeksi pada jaringan konjungtiva. Injeksi konjungtiva
mempunyai sifat:a. Mudah digerakkan dari dasarnya. Hal ini
disebabkan arteri konjungtiva posterior melekat secara longgar pada
konjungtiva bulbi yang mudah dilepas dari dasar sclerab. Pada
radang konjungtiva pembuluh darah ini terutama didapatkan di daerah
forniksc. Ukuran pembuluh darah makin besar ke bagian perifer,
karena asalnya dari bagian perifer atau arteri siliar anteriord.
Berwarna merah segare. Dengan tetes adrenalin 1:1000 injeksi akan
lenyap sementaraf. Gatalg. Fotofobia (-)h. Pupil ukuran normal
dengan reaksi normalInjeksi siliar/perikornealMelebarnya pembuluh
darah perikornea (a. siliar anterior) atau injeksi siliar atau
injeksi perikornea terjadi akibat radang kornea, tukak kornea,
benda asing pada kornea, radang jaringan uvea, glaucoma,
endoftalmitis atau panoftalmitis. Injeksi siliar ini mempunyai
sifat:a. Berwarna lebih ungu disbanding dengan pelebaran pembuluh
darah konjungtivab. Pembuluh darah tidak tampakc. Tidak ikut serta
dengan pergerakan konjungtiva bila digerakkan, karena menempel erat
dengan jaringan perikornead. Ukuran sangat halus terletak di
sekitar kornea, paling padat sekitar kornea, dan berkurang ke arah
fornikse. Pembuluh darah perikornea tidak menciut bila diberi
epinefrin atau adrenalin 1:1000f. Hanya lakrimasig. Fotofobiah.
Sakit pada penekanan sekitar korneai. Pupil ireguler kecil (iritis)
dan lebar (glaucoma)b) Mata Gatal dan BerairMata gatal terjadi
karena rangsangan ujung saraf sensori pada mata. Gatal
termasuksebagai rasa nyeri yang ringan. Mata berair tanpa rasa
nyeri atau nyeri ringan dapat terjadi pada dry eyes, conjungtivitis
sicca, obstruksi sistem drainase lacrimal bagianbawah yang dapat
terjadi bersamaan dengan inflamasi, obstruksi puncta lacrimal atau
eversi puncta lacrimal. Jika disertai dengan adanya injeksi
konjungtiva dan peningkatansecret kemungkinan terjadi
conjungtivitis (Lang,2006).c) Kelopak Mata Bengkak dan
LengketKelopak mata bengkak dapat terjadi pada banyak kasus baik
itu karena penyebab inflamatorik maupun non inflamatorik. Penyebab
inflamatorik misalnya hordeolum,conjungtivitis, eyelid absces,
herpes zooster ophtalmicus, gigitan serangga. Penyebab
noninflamatorik misalnya pada chalazion, cutis laxa senilis/
blepharochalasis, eyelidtumor/ lacrimal gland tumor, orbital fat
hernia, penyakit sistemik (jantung, ginjal, danpenyakit tiroid),
fracture dasar orbita (Lang,2006)d) Mata Silaue) Mata Kaburc.
Pemeriksaan Fisik :a) Interpretasi hasilb) Patofisiologi5. Langkah
V : Merumuskan tujuan pembelajaranBerikut pertanyaan yang menjadi
tujuan pembelajaran 1) Pemeriksaan lanjutan untuk melengkapi
pemeriksaan?2) Diferential Diagnosis?3) Tatalaksana termasuk
edukasi kepada pasien?6. Langkah VI :Belajar MandiriKegiatan
belajar mandiri dan diskusi tanpa tutor.7. Langkah VII : Melakukan
sintesis dan pengujian informasi yang telah terkumpul1) Pemeriksaan
lanjutan untuk melengkapi pemeriksaan?2) Diferential Diagnosis?1.
KONJUNGTIVITISKonjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan
penyakit ini adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena
lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan
faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010).
Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata
berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen
kental (Hurwitz, 2009). Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat
menyebabkan infeksi pada mata semakin banyak, disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan obat-obatan topical dan agen imunosupresif
sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan
pasien yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi
imunosupresif (Therese, 2002). Pembagian Konjungtivitis 0.
Konjungtivitis BakteriKonjungtivitis Bakteri adalah inflamasi
konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri. Pada konjungtivitis ini
biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret pada mata
dan iritasi mata (James, 2005). Etiologi dan Faktor
ResikoKonjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk,
yaitu hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri
hiperakut biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii
dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang
paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H
influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling
sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan
obstruksi duktus nasolakrimalis (Jatla, 2009). Konjungtivitis
bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang
sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit
ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan
penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi (Marlin, 2009).
PatofisiologiJaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora
normal seperti streptococci, staphylococci dan jenis
Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun
pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi
klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya
kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun
melalui aliran darah (Rapuano, 2008).Penggunaan antibiotik topikal
jangka panjang merupakan salah satu penyebab perubahan flora normal
pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik (Visscher,
2009). Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan
epitel yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan
sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan
konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan
air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya
gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat
menyebabkan infeksi pada konjungtiva (Amadi, 2009). Gejala
KlinisGejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri
biasanya dijumpai injeksi konjungtiva baik segmental ataupun
menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya
lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus
yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata (AOA, 2010).
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada
konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya
sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil
masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang
saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur. (James,
2005).Diagnosis Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi
usia, karena mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme
pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif
secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan
riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan
durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya,
riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat
kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan
riwayat penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009).Komplikasi
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri,
kecuali pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis.
Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak
kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar
lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air
mata prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa karena
kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah
bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion
sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi,
infeksi dan parut pada kornea (Vaughan, 2010).
PenatalaksanaanTerapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung
pada temuan agen mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan
antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis
purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif
harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada
konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus
dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret
konjungtiva (Ilyas, 2008).0. Konjungtivitis Virus Konjungtivitis
viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai
jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat
menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri
dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri
(Vaughan, 2010). Etiologi dan Faktor ResikoKonjungtivitis viral
dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah
virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan dapat
disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus
70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus
(Scott, 2010). Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering
kontak dengan penderita dan dapat menular melalu di droplet
pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus
(fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas,
2008).PatologiMekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini
berbeda-beda pada setiap jenis konjungtivitis ataupun
mikroorganisme penyebabnya (Hurwitz, 2009). Mikroorganisme yang
dapat menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi. Gejala
KlinisGejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai
dengan etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang
disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata seperti
kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran.
Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis
setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2
bulan (Vaughan & Asbury, 2010). Pada konjungtivitis ini
biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan
atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam
(Senaratne & Gilbert, 2005). Pada konjungtivitis herpetic yang
disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang biasanya mengenai
anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid,
nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes.
Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh
enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri,
fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan,
edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang
dapat terjadi kimosis (Scott, 2010)Diagnosis Diagnosis pada
konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu
diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan
tipe-tipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai,
durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan dan
frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan
sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus (AOA,
2010). Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga
apakah hanya sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi (Gleadle,
2007). Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan
konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu
harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan
jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan biaya (Hurwitz,
2009). KomplikasiKonjungtivitis virus bisa berkembang menjadi
kronis, seperti blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa
berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau
parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada
kulit (Vaughan, 2010). PenatalaksanaanKonjungtivitis virus yang
terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya
sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus
topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya
kornea (Scott, 2010). Pasien konjungtivitis juga diberikan
instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi (James,
2005). 0. Konjungtivitis Alergi Konjungtivitis alergi adalah bentuk
alergi pada mata yang paing sering dan disebabkan oleh reaksi
inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun
(Cuvillo et al, 2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering
terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas
tipe 1 (Majmudar, 2010). Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima
subkategori, yaitu konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis
alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup,
keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan
konjungtivitis papilar raksasa (Vaughan, 2010). Etiologi dan Faktor
ResikoEtiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi
berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis
alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi
tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi
serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis
sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi
musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat
dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada
pengguna lensa-kontak atau mata buatan dari plastik (Asokan, 2007).
Gejala KlinisGejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda
sesuai dengan sub-kategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman
dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan,
air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis
berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan
mata sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva
tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis
inferior. Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan
fotofobia merupakan keluhan yang paling sering pada
keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra yang
eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang
berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtiviitis
papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis
vernal (Vaughan, 2010). DiagnosisDiperlukan riwayat alergi baik
pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada gejala
klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala
yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa
gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan
dan fotofobia (Weissman, 2010). KomplikasiKomplikasi pada penyakit
ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi
sekunder (Jatla, 2009). PenatalaksanaanPenyakit ini dapat diterapi
dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan kompres
dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka
pendek untuk meredakan gejala lainnya (Vaughan, 2010). 0.
Konjungtivitis Jamur Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan
oleh Candida albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi.
Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul
pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang
terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan
oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides
immitis walaupun jarang (Vaughan, 2010). 0. Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia
californiensis, Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella
spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis
walaupun jarang (Vaughan, 2010). 0. Konjungtivitis kimia atau
iritatif Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang
terjadi oleh pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus
konjungtivalis. Substansi-substansi iritan yang masuk ke sakus
konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam,
alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa
nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.
Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat
topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan
obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan
iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian
substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan (Vaughan, 2010). 0.
Konjungtivitis lain Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi,
jamur dan parasit, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh
penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti penyakit tiroid,
gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan oleh
penyakit sistemik tersebut diarahkan pada pengendalian penyakit
utama atau penyebabnya (Vaughan, 2010). Konjungtivitis juga bisa
terjadi sebagai komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis
herpetiformis ataupun masalah kulit lainnya pada daerah wajah.
(AOA, 2008)
1. Hematoma subkonjungtivaHematoma subkonjungtiva dapat terjadi
pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi,
arterosklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian
antikoagulan dan batuk rejan). ( Ilyas, 2010)Perdarahan
subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung atau tidak
langsung, yang kadang kadang menutupi perforasi jaringan bola mata
yang terjadi. Pada fraktura basis kranii akan terlihat hematoma
kaca mata karena berbentuk kaca mata yang berwarna biru pada kedua
mata. ( Ilyas, 2010)Besarnya perdarahan subkonjungtiva ini dapat
kecil atau luas di seluruh subkonjungtiva. Warna merah pada
konjungtiva pasien memberikan rasa was was sehingga pasien akan
segera minta pertolongan pada dokter. Warna merah akan berubah
menjadi hitam setelah beberapa lama, seperti pada hematoma umumnya.
( Ilyas, 2010)Biasanya tidak perlu pengobatan karena akan diserap
dengan spontan dalam waktu 1 3 minggu. ( Ilyas, 2010)1.
BLEPHARITISBleharitis adalah peradangan pada folikel bulu mata
sepanjang margin kelopak mata.Penyebab dan Faktor RisikoBlepharitis
disebabkan oleh pertumbuhan berlebih dari bakteri biasanya
ditemukan di kulit. Biasanya karena dermatitis seboroik atau
infeksi bakteri, yang dapat terjadi pada waktu yang
sama.Penyebabnya adalah pertumbuhan berlebih dari bakteri biasanya
ditemukan di kulit.Alergi dan kutu bulu mata yang mempengaruhi juga
dapat menyebabkan blepharitis, meskipun penyebab kurang umum.Orang
dengan blepharitis memiliki terlalu banyak minyak yang diproduksi
oleh kelenjar di dekat kelopak mata. Hal ini memungkinkan bakteri
biasanya ditemukan di kulit untuk berkembang biak terlalu
banyak.Blepharitis dapat dikaitkan dengan styes berulang dan
chalazion. Anda lebih rentan terhadap kondisi ini jika Anda
memiliki dermatitis seboroik pada wajah atau kulit kepala, rosacea,
kutu, dan alergi.
GejalaKelopak mata tampak merah dan teriritasi, dengan skala
yang menempel pada dasar bulu mata. Kelopak mata mungkin:
CrustyKemerahan Meradang Gatal Dengan membakarPasien mungkin merasa
seolah-olah pasir atau debu di mata saat berkedip. Kadang-kadang,
bulu mata bisa jatuh.PengobatanPembersihan harian cermat margin
kelopak mata membantu menghilangkan minyak kulit yang menyebabkan
pertumbuhan berlebih dari bakteri. Dokter dapat merekomendasikan
menggunakan sampo bayi atau pembersih khusus. Salep antibiotik juga
dapat membantu.
1. XEROFTALMIA (DEFISIENSI VIT A)Definisi :Xeroftalmia adalah
kelainan mata akibat kekurangan vitamin A, terutama pada anak
Balita dan sering ditemukan pada penderita gizi buruk dan gizi
kurang.
Penyebab:Faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus
Xeroftalmia di Indonesia adalah:Konsumsi makanan yang kurang /
tidak mengandung cukup Vitamin A atau pro vitamin A untuk jangka
waktu lamaBayi tidak mendapatkan ASI Eksklusif Gangguan penyerapan
vitamin ATingginya angka infeksi pada anak (gastroenteritis /
diare)
Gambaran Klinis1. Gejala Reversible : buta senja (Hemeralopia)
xerosis konjungtiva : yaitu konjungtiva yang kering, menebal,
berkeriput, dan keruh karena banyak bercak pigmen xerosis kornea :
konjungtiva kornea yang kering, menebal, berkeriput dan keruh
karena banyak bercak pigmen bercak Bitot : benjolan berupa endapan
kering dan berbusa yang berwarna abu-keperakan berisi sisa-sisa
epitel konjungtiva yang rusak.2. Gejala irreversible : ulserasi
kornea dan sikatriks (scar)
DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan mata.Penatalaksanaan- Berikan 200.000 IU Vitamin A
secara oral atau 100.000 IU Vitamin A injeksi- Hari berikutnya,
berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral- 1 2 minggu berikutnya,
berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral- Obati penyakit infeksi
yang menyertai- Obati kelainan mata, bila terjadi- Perbaiki status
gizi5. SkeritisSkleritis adalah radang kronis granulomatosa pada
sklera yang ditandai dengan destruksi kolagen, infiltrasi sel dan
vaskulitis. Biasanya bilateral dan lebih sering terjadi pada
wanita1. EtiologiSebagian besar disebabkan reaksi hipersensitivitas
tipe III dan IV yang berkaitan dengan penyakit sistemik2.
Manifestasi klinisRasa sakit berat menyebar ke dahi, alis, dan dagu
secara terus menerus. Mata merah berair, fotofobia, dan
pengelihatan menurun. Terlihat sklera bengkak, konjungtiva kemosis,
injeksi sklera profunda, dan terdapat benjolan berwarna sedikit
lebih biru jingga. Sering terjadi bersama iritis dan koroiditis
anterior.3. KomplikasiKeratitis perifer, glaukoma, granuloma
subretina, uveitis, ablasi retina eksudatif, proptosis, katarak,
hipermetropia, dan keratitis sklerotikan4. Pemeriksaan
penunjangDengan penetesan epinefrin 1:1000 atau fenilefrin 10%
tidak terjadi vasokonstriksi. Pemeriksaan foto rontgen orbita
dilakukan untuk menghilangkan kemungkinan adanya benda asing. Juga
dapat dilakukan imunologi serum5. PenatalaksanaanDengan
antiinflamasi non steroid sistemik berupa indometasin 50 100
mg/hari atau ibuprofen 300 mg/hari. Bila tidak ada reaksi dalam 2
minggu harus diberikan terapi steroid sistemik dosis tinggi,
misalnya prednisolon 80 mg/hari dan diturunkan dalam 2 minggu
sampai dosis pemeliharaan 10 mg/hari. Pembedahan dilakukan jika
terjadi perforasi kornea.
3) Tatalaksana termasuk edukasi kepada pasien?
PustakaEroschenko, Victor P. 2003. Atlas Histologi di Fiore
dengan Korelasi Fungsional. Edisi 9. Jakarta: EGC.Ilyas, Sidarta.
2004. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI.Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media
Aesculapius Fakultas Universitas Indonesia.Riordan-Eva, Paul dan
John P. Whitcher. 2012. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Jakarta: EGC.Vaughan, daniel G et al. 1995. Oftalmologi Umum.
Jakarta: Widya Medika.