Top Banner
8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Konsep Dasar Rekayasa Piranti Lunak 2.1.1.1 Pengertian Rekayasa Piranti Lunak Pengertian rekayasa piranti lunak pertama kali diperkenalkan oleh Fritz Bauer pada suatu konferensi. Beliau mengatakan rekayasa piranti lunak adalah penetapan dan penggunaan prinsip-prinsip rekayasa dalam usaha mendapatkan piranti lunak yang ekonomis, yaitu piranti lunak yang terpercaya dan bekerja efisien pada mesin atau komputer (Pressman, 1992, p19). 2.1.1.2 Paradigma Rekayasa Piranti Lunak Terdapat lima paradigma (model proses) dalam merekayasa suatu piranti lunak, yaitu The Classic Life Cycle atau sering juga disebut Waterfall Model, Prototyping Model, Fourth Generation Techniqeus (4GT), Spiral Model, dan Combine Model. Pada penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan Waterfall Model. Menurut Pressman (1992, p20-21), ada enam tahap dalam Waterfall Model, seperti gambar 2.1 berikut adalah penjabarannya :
24

BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

Mar 06, 2019

Download

Documents

dinhhanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

8

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Kerangka Teori

2.1.1 Konsep Dasar Rekayasa Piranti Lunak

2.1.1.1 Pengertian Rekayasa Piranti Lunak

Pengertian rekayasa piranti lunak pertama kali diperkenalkan oleh Fritz

Bauer pada suatu konferensi. Beliau mengatakan rekayasa piranti lunak adalah

penetapan dan penggunaan prinsip-prinsip rekayasa dalam usaha mendapatkan

piranti lunak yang ekonomis, yaitu piranti lunak yang terpercaya dan bekerja

efisien pada mesin atau komputer (Pressman, 1992, p19).

2.1.1.2 Paradigma Rekayasa Piranti Lunak

Terdapat lima paradigma (model proses) dalam merekayasa suatu piranti

lunak, yaitu The Classic Life Cycle atau sering juga disebut Waterfall Model,

Prototyping Model, Fourth Generation Techniqeus (4GT), Spiral Model, dan

Combine Model. Pada penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan Waterfall

Model.

Menurut Pressman (1992, p20-21), ada enam tahap dalam Waterfall Model,

seperti gambar 2.1 berikut adalah penjabarannya :

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

9

Gambar 2.1 Waterfall Model

a. Rekayasa sistem (System Engineering)

Karena perangkat lunak merupakan bagian dari sebuah sistem yang

lebih besar, maka aktivitas ini dimulai dengan penetapan kebutuhan dari

semua elemen sistem. Gambaran sistem ini penting jika perangkat lunak

harus berinteraksi dengan elemen-elemen lain, seperti hardware, manusia

dan database.

b. Analisis kebutuhan perangkat lunak (Software Requirement Analysis)

Analisis yang dilakukan pada tahap ini adalah untuk mengetahui

kebutuhan piranti lunak, sumber informasi piranti lunak, fungsi-fungsi yang

dibutuhkan, kemampuan piranti lunak dan antarmuka piranti lunak tersebut.

c. Perancangan (Design)

Perancangan piranti lunak dititikberatkan pada empat atribut program,

yaitu struktur data, arsitektur piranti lunak, rincian prosedur dan karakter

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

10

antarmuka. Proses perancangan menerjemahkan kebutuhan ke dalam sebuah

representasi perangkat lunak yang dapat dinilai kualitasnya sebelum

dilakukan pengkodean.

d. Pengkodean (Coding)

Aktivitas yang dilakukan adalah memindahkan hasil perancangan

menjadi suatu bentuk yang dapat dimengerti oleh mesin, yaitu dengan

membuat program.

e. Pengujian (Testing)

Tahap pengujian perlu dilakukan agar output yang dihasilkan oleh

program sesuai dengan yang diharapkan. Pengujian dilakukan secara

menyeluruh hingga semua perintah dan fungsi telah diuji.

f. Pemeliharaan (Maintenance)

Karena kebutuhan pemakai selalu akan meningkat, maka piranti lunak

yang telah selesai dibuat perlu dipelihara agar dapat mengantisipasi

kebutuhan pemakai terhadap fungsi-fungsi baru yang dapat timbul karena

munculnya sistem operasi baru dan perangkat keras baru.

2.1.2 Interaksi Manusia dan Komputer

Saat ini orang sangat menyenangi suatu sistem atau program yang interaktif,

karena itu penggunaan komputer telah berkembang pesat sebagai suatu program

yang interaktif yang membuat orang tertarik untuk menggunakannya. Program

yang interaktif ini perlu dirancang dengan baik sehingga pengguna dapat merasa

senang dan juga dapat ikut berinteraksi dengan baik dalam menggunakannya.

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

11

2.1.2.1 Program Interaktif

Suatu program yang interaktif dan baik harus bersifat user frendly.

Shneiderman (1998, p15) menjelaskan lima kriteria yang harus dipenuhi oleh

suatu program yang user friendly yaitu :

1. Waktu belajar yang tidak lama.

2. Kecepatan penyajian informasi yang tepat.

3. Tingkat kesalahan pemakaian rendah.

4. Penghafalan sesudah melampaui jangka waktu.

5. Kepuasan pribadi.

Suatu program yang interaktif dapat dengan mudah dibuat dan dirancang

dengan suatu perangkat bantu pengembang sistem antarmuka, seperti Visual

Basic, Borland Delphi dan sebagainya. Keuntungan penggunaan perangkat

bantu untuk mengembangkan antarmuka menurut Santosa (1997, p7) yaitu :

1. Antarmuka yang dihasilkan menjadi lebih baik.

2. Program antar mukanya menjadi mudah ditulis dan lebih

ekonomis untuk dipelihara.

2.1.2.2 Pedoman untuk Merancang User Interface

Terdapat beberapa pedoman yang dianjurkan dalam merancang suatu

program guna mendapatkan suatu program yang user friendly.

2.1.2.2.1 Delapan Aturan Emas

Menurut Shneiderman (1998, p74-75) untuk merancang sistem

interaksi manusia dan komputer yang baik, harus memperhatikan delapan

aturan utama dibawah ini, yaitu :

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

12

1. Strive for concistency (Bertahan untuk konsisten).

2. Enable Frequent user to use shortcuts (Memperbolehkan pengguna

sering memakai shortcut).

3. Offer informative feed back (Memberikan umpan balik yang

informatif).

4. Design dialogs to yield closure (Pengorganisasian yang baik sehingga

pengguna mengetahui kapan awal dan akhir dari suatu aksi).

5. Offer simple error handling (Penanganan kesalahan yang sederhana).

6. Permit easy reversal of actions (Mengizinkan pembalikan aksi (undo)

dengan mudah).

7. Support Internal Locus of control (Pemakai menguasai sistem atau

inisiator, bukan responden).

8. Reduce short term memory load (Mengurangi baban ingatan jangka

pendek, dimana manusia hanya dapat mengingat 7 + 2 satuan

informasi sehingga perancangannya harus sederhana).

2.1.2.2.2 Pedoman Merancang Tampilan Data

Beberapa pedoman yang disarankan untuk digunakan dalam

merancang tampilan data yang baik menurut Smith dan Mosier yang

dikutip oleh Shneiderman (1998, p80) yaitu :

1. Konsistensi tampilan data, istilah, singkatan, format dan sebagainya

harus standar.

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

13

2. Beban ingatan yang sesedikit mungkin bagi pengguna. Pengguna

tidak perlu mengingat informasi dari layar yang satu ke layar yang

lain.

3. Kompatibilitas tampilan data dengan pemasukan data. Format

tampilan informasi perlu berhubungan erat dengan tampilan

pemasukan data.

4. Fleksibilitas kendali pengguna terhadap data. Pemakai harus dapat

memperoleh informasi dari tampilan dalam bentuk yang paling

memudahkan.

2.1.2.2.3 Teori Waktu Respons

Waktu respons dalam sistem komputer menurut Sneiderman

(1998, p352) adalah jumlah detik dari saat pemakai memulai aktifitas

(misalnya dengan menekan tombol enter atau tombol mouse) sampai

komputer menampilkan hasilnya di display atau printer.

Beberapa pedoman yang disarankan mengenai kecepatan waktu

respons pada suatu program menurut Sneiderman (1998, p367), yaitu :

1. Pemakai lebih menyukai waktu respons yang lebih pendek.

2. Waktu respons yang lebih panjang (lebih dari 15 detik) mengganggu.

3. Waktu respons yang lebih pendek menyebabkan waktu pengguna

berfikir lebih pendek.

4. Langkah yang lebih cepat dapat meningkatkan produktivitas, tetapi

juga dapat meningkatkan tingkat kesalahan.

5. Waktu respons harus sesuai dengan tugasnya :

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

14

a. Untuk mengetik, menggerakkan kursor, memilih dengan mouse :

50 – 150 milidetik.

b. Tugas sederhana yang sering : < 1 detik.

c. Tugas biasa : 2 – 4 detik.

d. Tugas kompleks : 8 – 12 detik.

6. Pemakai harus diberi tahu mengenai penundaan yang panjang.

2.1.3 Teori State Transition Diagram (STD)

State Transition diagram merupakan sebuah modelling tool yang digunakan

untuk mendeskripsikan sistem yang memiliki ketergantungan terhadap waktu. STD

merupakan suatu kumpulan keadaan atau atribut yang mencirikan suatu keadaan

pada waktu tertentu.

Komponen-komponen utama STD adalah :

1. State, disimbolkan dengan

State merepresentasikan reaksi yang ditampilkan ketika suatu tindakan

dilakukan. Ada dua jenis state yaitu : state awal dan state akhir. State akhir

dapat berupa beberapa state, sedangkan state awal tidak boleh lebih dari

satu.

2. Arrow, disimbolkan dengan

Arrow sering disebut juga dengan transisi state yang diberi label dengan

ekspresi aturan, label tersebut menunjukkan kejadian yang menyebabkan

transisi terjadi.

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

15

3. Condition dan Action, disimbolkan dengan

Untuk melengkapi STD diperlukan 2 hal lagi yaitu condition dan

action. Condition adalah suatu event pada lingkungan eksternal yang dapat

dideteksi oleh sistem, sedangkan Action adalah yang dilakukan oleh sistem

bila terjadi perubahan state atau merupakan reaksi terhadap kondisi. Aksi

akan menghasilkan keluaran atau tampilan.

2.1.4 Perancangan Percobaan

2.1.4.1 Definisi Perancangan Percobaan

Definisi perancangan percobaan menurut Nazir (1988, p267) adalah

semua proses yang diperlukan dalam merencanakan dan melaksanakan

percobaan. Perancangan percobaan bukan hanya memberikan proses

perencanaan saja, tetapi juga mencakup langkah-langkah yang berurutan

yang menyeluruh dan komplit yang dibuat lebih dahulu.

2.1.4.2 Manfaat Perancangan Percobaan

Menurut Nazir (1988, p268), manfaat dari perancangan percobaan

adalah untuk memperoleh suatu keterangan yang maksimum mengenai cara

membuat percobaan dan bagaimana proses perencanaan serta pelaksanaan

percobaan akan dilakukan.

State 1 State 2

Condition Action

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

16

2.1.5 Percobaan Faktorial dengan Rancangan Dasar Rancangan Acak

Kelompok (RAK)

Pengertian percobaan faktorial menurut Steel dan Torrie (1981, p404)

adalah percobaan yang perlakuannya terdiri atas semua kemungkinan kombinasi

taraf dari beberapa faktor.

Menurut Runyon (1985, p199), percobaan faktorial adalah percobaan yang

terdapat dua atau lebih taraf dalam setiap kondisi perlakuan.

Sedangkan menurut Gomez K.A dan Gomez A (1995, p92), percobaan

faktorial adalah suatu percobaan di mana perlakuan di dalamnya terdiri dari semua

kemungkinan kombinasi taraf terpilih untuk dua faktor atau lebih. Lebih lanjut,

istilah faktorial menggambarkan suatu cara khusus di mana perlakuan dibentuk dan

tidak menunjukkan penggunaan rancangan percobaan yang digunakan (Gomez K.A

dan Gomez A., 1995, p93)

Menurut Gaspersz (1991, p181), pengertian percobaan faktorial adalah

suatu percobaan mengenai sekumpulan perlakuan yang terdiri atas semua

kombinasi yang mungkin dari taraf beberapa faktor. Lebih lanjut menurut Gaspersz

(1991, p180) pada percobaan faktorial ini, kita hanya mengamati pengaruh faktor

tunggal terhadap respon tertentu dan dalam percobaan ini kita tetap menggunakan

salah satu rancangan dasar yaitu RAK, RAL, atau lainnya.

Lebih lanjut Gaspersz (1991,p226) mengatakan, “Percobaan faktorial

dengan rancangan dasar RAK tidak lain adalah menggunakan RAK sebagai

rancangan percobaannya, sedangkan faktor yang dicobakan lebih dari satu faktor.”

Menurut Montgomery (2001,p175), Percobaan faktorial memiliki beberapa

keuntungan, percobaan ini lebih efisien dibandingkan dengan percobaan faktor

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

17

tunggal, percobaan faktorial ini juga penting untuk mencegah kesimpulan yang

salah ketika terjadi interaksi.

Setiap rancangan acak kelompok untuk percobaan faktor tunggal dapat

digunakan untuk percobaan faktorial. Prosedur untuk pengacakan dan penataan

setiap rancangan dapat langsung digunakan dengan cara mengabaikan komposisi

faktor dari percobaan faktorial dan pertimbangkan semua perlakuan seolah-olah

mereka tidak berhubungan. Untuk sidik ragam perhitungan yang dibicarakan dalam

setiap rancangan juga langsung dapat digunakan. Akan tetapi, diperlukan langkah-

langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan sesuai

dengan pengaruh utama untuk setiap faktor individu dan interaksinya (Gomez K.A

dan Gomez A,1995,p94).

Berikut adalah langkah-langkah analisis ragam suatu percobaan dua faktor

dalam RAK :

1. Model umum dari analisis ragam percobaan dua faktor dalam RAK, adalah :

;)( ijkijjikijk ABBAKuY ∈+++++= i = 1,2,...,a

j = 1,2,...,b

k = 1,2,...,r

dimana :

Yijk = nilai pengamatan (respons) dari kelompok ke-k, yang memperoleh

taraf ke-i dari faktor A, dan taraf ke-j dari faktor B

u = nilai rata-rata yang sesungguhnya

Kk = pengaruh aditif dari kelompok ke-k

Ai = pengaruh aditif dari taraf ke-i faktor A

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

18

Bj = pengaruh aditif dari taraf ke-j faktor B

(AB)ij = pengaruh interaksi dari taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B

∈ ijk = pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-k yang memperoleh

taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B.

2. Asumsi

Asumsi yang dibutuhkan dalam analisis ragam ini adalah (1) Galat

percobaan menyebar normal; (2) Galat percobaan memiliki ragam yang homogen;

(3) Galat percobaan saling bebas; dan (4) pengaruh perlakuan dan lingkungan

aditif.

3. Hipotesis

Hipotesis yang diuji dalam penelitian adalah :

a. H0 : (AB) ij = 0, yang berarti tidak ada pengaruh interaksi antara faktor A dan

B terhadap respon yang diamati.

H1 : minimal ada satu (AB) ij ≠ 0, artinya ada pengaruh interaksi antara faktor

A dan B terhadap respon yang diamati.

b. H0 : Ai = 0, yang berarti tidak ada pengaruh faktor A terhadap respon yang

diamati.

H1 : minimal ada satu Ai ≠ 0, artinya ada pengaruh faktor A terhadap respon

yang diamati.

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

19

c. H0 : Bj = 0, yang berarti tidak ada pengaruh faktor B terhadap respon yang

diamati.

H1 : minimal ada satu Bi ≠ 0, artinya ada pengaruh faktor B terhadap respon

yang diamati.

4. Prosedur analisis ragam

Prosedur analisis ragam untuk percobaan faktorial yang terdiri dari 2 faktor

(A dan B) dengan menggunakan rancangan dasar RAK dapat dijabarkan melalui

tahap-tahap berikut :

Tahap 1. Menghitung faktor koreksi (FK), jumlah kuadrat total (JKT), jumlah

kuadrat kelompok (JKK), jumlah kuadrat perlakuan (JKP), dan jumlah

kuadrat galat (JKG). Jika r, a, dan b masing-masing melambangkan

banyaknya kelompok , banyaknya taraf faktor A, dan banyaknya taraf

faktor B, maka :

pengamatanbanyak )umum total( 22

.. ==rabY

FK ..................................(1)

FKYJKTkji

ijk −= ∑,,

2 ............................ (2)

JKT = jumlah kuadrat nilai pengamatan – faktor koreksi

( ) FKab

FKab

YJKK k

k

−=−= ∑∑ 2

2.. kelompok total ............................(3)

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

20

( ) FKr

FKr

YJKP ji

ij

−=−= ∑∑ 2

,

2. perlakuan total ........................... (4)

JKG = JKT – JKK – JKP ......................…. (5)

Tahap 2. Menghitung derajat bebas (db) masing-masing melalui :

db kelompok = r – 1 ....................................(6)

db perlakuan = ab – 1 ....................................(7)

db galat = (r – 1)(ab – 1) ....................................(8)

db total = rab – 1 ....................................(9)

Tahap 3. Menghitung ketiga komponen faktorial dari jumlah kuadrat perlakuan

sebagai berikut :

JK (A) =( )

FKrb

ai

i

−∑ 2

= ( )∑ rbAfaktor taraftotal 2

- FK ........(10)

JK (B) =( )

FKra

bj

j

−∑ 2

= ( )∑ raBfaktor taraftotal 2

- FK ........(11)

JK (A x B) = JKP – JK (A) – JK (B) ...................(12)

Tahap 4. Menghitung derajat bebas (db) untuk pengaruh utama dan interaksi faktor

A dan faktor B, sebagai berikut :

db faktor A = a – 1 ...................................(13)

db faktor B = b – 1 ...................................(14)

db interaksi A x B = (a – 1)(b – 1) ...................................(15)

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

21

Tahap 5. Menghitung kuadrat tengah (KT) masing-masing melalui pembagian

antara JK dan derajat bebasnya, yaitu :

KT (A) = 1

)(−a

AJK ................................(16)

KT (B) = 1

)(−b

BJK ................................(17)

KT (A x B) = )1)(1(

)(−− ba

AxBJK ................................(18)

KT Galat = )1)(1(

galatJK −− abr

................................(19)

Tahap 6. Menghitung nilai F untuk masing-masing dari ketiga komponen faktorial,

sebagai berikut :

F (A) = KTGalat

AKT )( ..................................(20)

F (B) = KTGalat

BKT )( ..................................(21)

F (A x B) =KTGalat

AxBKT )( ..................................(22)

Tahap 7. Bandingkan setiap nilai F hitung dengan nilai F tabel, dengan f1 = db KT

pembilang dan f2 = db KT penyebut, pada taraf nyata yang tertera.

1. Apabila F hitung < F tabel (α = 0. 05) maka F hitung tidak nyata (tn).

2. Apabila F tabel (α = 0. 05) < F hitung < F tabel (α = 0. 01) maka F hitung

nyata (*).

3. Apabila F hitung < F tabel (α = 0. 01) maka F hitung sangat nyata (**).

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

22

Tahap 8. Kesimpulan

1. Tolak H0 jika F hitung nyata atau sangat nyata, yang berarti tidak ada

pengaruh perlakuan faktor yang diuji terhadap respon yang diamati.

2. Terima H1 jika F hitung tidak nyata, yang berarti ada pengaruh

perlakuan faktor yang diuji terhadap respon yang diamati.

Tahap 9. Menghitung koefisien keragaman (kk) sebagai berikut :

kk = umumrataan

GalatKTx 100 ..................................(23)

Tahap 10. Masukkan semua nilai yang diperoleh dari tahap 1 sampai tahap 8 ke

dalam tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Analisis ragam percobaan faktorial dengan rancangan dasar RAK

F Tabel Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah

F

Hitung 5 % 1 %

Kelompok r – 1 JKK KTK

Perlakuan ab – 1 JKP KTP

A a – 1 JK (A) KT(A) F (A)

B b – 1 JK (B) KT(B) F (B)

A x B (a-1)(b-1) JK (AxB) KT(AxB) F (AxB)

Galat (r-1)(ab-1) JKG KTG

Total rab –1 JKT -

2.1.6 Uji Beda Rata-rata Grup Perlakuan (Uji Kontras)

Pada uji beda rata-rata grup perlakuan atau uji kontras ini, yang akan dibahas

adalah (1) bagaimana membedakan pengaruh grup-grup perlakuan dan pengaruh

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

23

perlakuan-perlakuan dalam suatu grup perlakuan tertentu menurut metode

pembanding ortogonal, dan (2) tentang bagaimana membedakan kecenderungan

pengaruh-pengaruh perlakuan dalam percobaan faktor faktorial menurut metode

polinomial ortogonal.

2.1.6.1 Metode Pembanding Ortogonal

Metode pembanding ortogonal ini sebaiknya hanya digunakan

terhadap perlakuan-perlakuan yang dapat dikontraskan atau perlakuan-

perlakuan yang masing-masing kelompoknya mempunyai ciri yang kontras.

Ciri kontras ini umumnya hanya dijumpai pada faktor kualitas.

Dalam metode pembanding ortogonal, prosedur analisis statistik

dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :

Tahap 1, Analisis Jumlah Kuadrat (JK) utama seperti halnya dalam uji

Anova menurut rancangan percobaan yang digunakan.

Tahap 2, Analisis JK perlakuan rincian, yang merupakan lanjutan dari

JK perlakuan pada JK utama (tahap 1) sesuai dengan rencana pengujian

sebelum percobaan.

Berikut adalah penjelasan prosedur statistik dalam tahap 2 :

Kontras berderajat bebas (db) tunggal merupakan fungsi linier (L) dari

jumlah-jumlah perlakuan :

L = ∑=

t

iiiTc

1

........................(24)

= c1T1 + c2T2 + ... + ciTi

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

24

Menurut Gomez dan Gomez (1995, p223), JK kontras linier JK(L) ber-db

tunggal dihitung sebagai berikut :

JK(L) = )( 2

2

∑CrL ..............................(25)

Dua kontras db tunggal dikatakan ortogonal apabila jumlah hasil kali

dari koefisiennya sama dengan nol, yaitu dua kontras dengan masing-masing

mempunyai db tunggal :

L1 = c11T1 + c12T2 + ... + c1tTt

L2 = c21T1 + c22T2 + ... + c2tTt

Dikatakan ortogonal apabila memenuhi ketentuan berikut ini :

∑=

t

iiicc

121 = c11c21 + c12c22 + ... + c1tc2t = 0 ...............................(26)

Suatu grup dari p kontras db tunggal, dimana p>2 dikatakan

ortogonal bersama (mutually orthogonal) apabila setiap pasang dan semua

pasangan dari kontras dalam grup adalah ortogonal. Bagi suatu percobaan

dengan t perlakuan, jumlah maksimum kontras ortogonal bersama dengan db

tunggal yang dapat disusun adalah (t – 1) atau sebesar db JK Perlakuan.

Setiap grup perlakuan dari (t –1) kontras ortogonal bersama dengan

db tunggal, jumlah dari JK-nya sama dengan JK perlakuan, yaitu :

JK(L1) + JK(L2) + JK(L3) + ... + JK(Lt-1) = JK Perlakuan .....(27)

Menurut kontras berderajat bebas tunggal ini pengujian dapat

dilakuakn terhadap semua tipe perbandingan grup yang direncanakan

sebelum percobaan.

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

25

Menurut Hanafiah (2001, p71), pengujian metode pembanding

ortogonal ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu :

1. Uji beda antar grup.

Pada tahap ini perlakuan-perlakuan dikelompokkan menjadi

beberapa grup perlakuan.

2. Uji beda dalam grup.

Pada tahap ini, uji nyata hanya dilakukan terhadap perlakuan-

perlakuan yang terdapat dalam suatu grup perlakuan tertentu.

2.1.6.2 Metode Polinomial Ortogonal

Dalam perlakuan kuantitatif, seperti kepadatan tanaman atau kadar

pemupukkan yang digunakan, terdapat kontinuitas dari satu taraf perlakuan

ke perlakuan lainnya dan banyaknya kemungkinan taraf perlakuan yang

dapat dicobakan dalam satu pengujian adalah tidak terbatas (Gomesz K.A.

dan Gomesz A.A, 1995,p231). Meskipun taraf perlakuan yang dapat

diujikan dalam suatu pengujian jumlahnya terbatas, tetapi minat peneliti

biasanya mencakup keseluruhan wilayah perlakuan. Akibatnya jenis

pembandingan rataan yang terarah kepada perlakuan tertentu yang diujikan

tidaklah tepat. Pendekatan yang lebih tepat adalah mempelajari hubungan

fungsi antara respons dan perlakuan yang mencakup seluruh wilayah taraf

perlakuan yang diujikan.

Meskipun pembandingan arah dapat dibuat untuk setiap hubungan

fungsi yang diminta, yang paling sederhana dan umum digunakan adalah

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

26

berdasar polinomial. Suatu derajat polinomial ke-n menjelaskan hubungan

antara peubah tidak bebas Y dan peubah bebas X disajikan sebagai :

nn XXXY βββα ++++= ...2

21 .........................(24)

sedangkan α adalah intersep dan βi (i = 1,...,n) adalah koefisien regresi

sebagian yang berhubungan dengan derajat polinomial ke-i.

Cara pembandingan arah berdasarkan polinomial, biasanya lebih

dikenal sebagai metode polinomial ortogonal, yakni mencari derajat

polinomial terendah yang dapat disajikan secara memadai antara peubah

tidak bebas Y (biasanya ditunjukkan dengan respon tanaman atau respon

bukan tanaman). Gomesz dan Gomesz (1995,p232) menjabarkan caranya

perhitungannya sebagai berikut :

1. Penyusunan suatu gugus kontras ortogonal bersama derajat

bebas tunggal dengan kontras pertama menunjukkan derajat

polinomial pertama (linier), kontras kedua menunjukkan derajat

polinomial kedua (kuadratik) dan seterusnya. Banyaknya

polinomial yang dapat dipelajari akan tergantung kepada

banyaknya pengamatan berpasangan (n) atau umumnya

banyaknya perlakuan yang diujikan (t). Kenyataannya, derajat

polinomial tertinggi yang dapat dipelajari sama dengan (n– 1)

atau (t – 1).

2. Penghitungan JK dan pengujian beda nyata untuk setiap kontras.

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

27

3. Pemilihan derajat polinomial tertentu yang paling baik dalam

menguraikan hubungan antara perlakuan dan responnya.

Berikut ini digambarkan metode polinomial ortogonal untuk dua kasus,

yang satu mempunyai perlakuan-perlakuan dengan selang yang sama, dan

yang kedua mempunyai perlakuan dengan selang yang tidak sama.

2.1.6.2.1 Perlakuan dengan Selang Sama

Langkah-langkah yang terdapat dalam penggunaan metode

polinomial ortogonal untuk membandingkan arah di antara rataan

perlakuan dengan selang yang sama adalah :

Langkah 1. Dari tabel pada lampiran, diperoleh gugus dari (t-1)

kontras derajat bebas tunggal yang menunjukkan polinomial

ortogonal, di mana t adalah jumlah perlakuan yang diujikan.

Langkah 2. Menghitung JK untuk setiap kontras derajat bebas

tunggal atau setiap polinomial ortogonal yang diperoleh dari langkah

1, dengan rumus sebagai berikut :

( )∑∑= 2

2

)(crL

LJK .................. (27)

Langkah 3. Menghitung nilai F untuk setiap derajat polinomial

dengan membagi setiap JK yang dihitung dalam langkah 2 dengan

kuadrat tengah galat dari analisis ragam.

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

28

GalatKTJK

F ii = .................... (28)

dimana i adalah derajat polinomial

Langkah 4. Membandingkan tiap nilai F hitung dengan nilai F tabel

dengan f1 = 1 dan f2 = derajat bebas galat pada taraf nyatanya yang

disarankan.

Langkah 5. Gabungkan JK dari seluruh polinomial yang paling

sedikit dua derajat lebih tinggi daripada polinomial tertinggi yang

berbeda nyata. Nilai JK gabungan ini biasanya disebut sebagai JK

sisa. Derajat bebas sisa sama dengan banyaknya JK yang

digabungkan

KT sisa = sisadbsisaJK ........................... (29)

F = galat KTsisa KT ........................... (30)

Nilai F hitung dapat dibandingkan dengan nilai F tabel dengan f1 =

derajat bebas sisa dan f2= derajat bebas galat pada taraf nyata yang

disarankan. Jika F hitung > F tabel maka tolak Ho dan Jika F hitung

< F tabel maka terima Ho.

Langkah 6. Masukkan nilai yang diperoleh dari langkah 2 sampai 5

ke dalam tabel analisis ragam.

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

29

2.1.6.2.2 Perlakuan dengan Selang Tidak Sama

Dalam metode polinomial ortogonal, perbedaan antara kasus

dengan selang yang sama dan selang yang tidak sama hanyalah

dalam memperoleh gugus kontras ortogonal bersama derajat bebas

tunggal yang tepat. Untuk setiap kasus, koefisien kontras harus

diperoleh dari selang perlakuan yang tidak sama, bukan langsung

dari tabel koefisien kontras baku. Akan tetapi, sekali koefisien

kontras didapatkan, cara perhitungannya sama untuk kedua kasus.

Untuk selanjutnya pembahasan akan ditujukan untuk memperoleh

koefisien polinomial ortogonal untuk kasus yang selangnya tidak

sama.

Gomesz dan Gomesz (1995,p236-240) memberikan langkah-

langkah untuk mendapatkan tiga gugus koefisien polinomial

ortogonal, yaitu sebagai berikut :

Langkah 1. Sandikanlah perlakuan dengan menggunakan bilangan

cacah yang terkecil.

Langkah 2. Hitung ketiga gugus koefisien polinomial ortogonal,

untuk derajat polinomial pertama (linier), kedua (kuadratik), sebagai

berikut :

ii XaL += ...............................(31)

2iii XcXbQ ++= ...............................(32)

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

30

untuk Li,Qi (i= 1, ...,t) adalah koefisien dari perlakuan berturut-turut

untuk linier dan kuadratik. t adalah banyaknya perlakuan dan a, b

dan c adalah parameter yang diperlukan untuk menduga keenam

persamaan berikut :

∑ ∑= =

=+=t

i

t

iii XtaL

1 1

0 ................................(33)

∑∑∑===

=++=t

ii

t

ii

t

ii XXctbQ

1

2

11

0 ................................(34)

Dua persamaan diatas diperoleh dari ketentuan kontras derajat

bebas tunggal yang jumlah koefisiennya harus sama dengan nol.

Penyelesaian yang umum bagi kedua parameter tersebut adalah:

tX

a ∑−= ..................................(35)

( )( ) ( )( ) ( )22

223

∑∑∑∑∑

−=

XXt

XXXb ........................(36)

( )( ) ( )( ) ( )22

32

∑∑∑∑∑

−=

XXt

XtXXc ........................(37)

Nilai parameter a, b dan c yang dihitung, kemudian

digunakan dalam persamaan langkah 2 untuk menghitung Li, Qi

untuk setiap taraf.

2.2 Kerangka Berfikir

Pengolahan data percobaan membutuhkan suatu alat bantu program yang dapat

mengolah data-data percobaan dengan tepat dan memberikan kemudahan dalam proses

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/LKT2004-0015 Bab 2.pdf · langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan

31

input data dan proses menghasilkan output. Masalah kelemahan program MSTAT pada

tahap menginput data dan pada tahap menghasilkan output dapat diatasi dengan

merancang suatu program baru yang merupakan pengembangan dari program MSTAT.

Program aplikasi yang penulis beri nama RANCOB ini, dapat mengolah data-

data percobaan faktorial 2 faktor dengan uji lanjut menggunakan metode pembanding

ortogonal. Program aplikasi ini juga dapat mengatasi kelemahan program MSTAT, serta

dilengkapi dengan fasilitas program seperti tampilan dan laporan yang disesuaikan

dengan kebutuhan balai.