BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teknik Industri Teknik Industri merupakan suatu bidang ilmu yang berhubungan dengan analisa, disain dan perbaikan dari suatu sistem yang berhubungan dengan pelayanan dan produksi dari suatu barang atau jasa. Dalam melakukan analisa, disain dari suatu sistem yang terintegrasi, teknik industri menggunakan suatu pengetahuan dan keahlian khusus di bidang teknik, manajemen, matematika, dan ilmu sosial lainnya. Definisi menurut institute of industrial and system (IIE) : Teknik industri adalah suatu rekayasa yang berkaitan dengan desain, pembaruan, dan instalasi dari sistem terintegrasi yang meliputi manusia, material, peralatan (mesin), energi dan informasi. Teknik industri juga membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus dalam bidang matematika, fisik, dan ilmu sosial yang digabungkan dengan prinsip-prinsip dan metode-metode analisa teknik untuk memprediksi dan mengevaluasi hasil dalam merancang suatu sistem (Turner,2000,p21). 2.2 Manajemen Operasi Manajemen operasi (MO) adalah serangkaian kegiatan yang membuat barang dan jasa melalui perubahan dari masukan menjadi keluaran. Kegiatan membuat barang dan jasa terjadi di semua sektor organisasi. Tanpa mempedulikan hasil akhirnya, barang
65
Embed
BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-1-00257-MNTI BAB 2.pdf · departemen yang menghasilkan barang dan jasa yang menyangkut koordinasi ... produksi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teknik Industri
Teknik Industri merupakan suatu bidang ilmu yang berhubungan dengan analisa,
disain dan perbaikan dari suatu sistem yang berhubungan dengan pelayanan dan
produksi dari suatu barang atau jasa. Dalam melakukan analisa, disain dari suatu sistem
yang terintegrasi, teknik industri menggunakan suatu pengetahuan dan keahlian khusus
di bidang teknik, manajemen, matematika, dan ilmu sosial lainnya.
Definisi menurut institute of industrial and system (IIE) :
Teknik industri adalah suatu rekayasa yang berkaitan dengan desain, pembaruan, dan
instalasi dari sistem terintegrasi yang meliputi manusia, material, peralatan (mesin),
energi dan informasi.
Teknik industri juga membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus dalam
bidang matematika, fisik, dan ilmu sosial yang digabungkan dengan prinsip-prinsip dan
metode-metode analisa teknik untuk memprediksi dan mengevaluasi hasil dalam
merancang suatu sistem (Turner,2000,p21).
2.2 Manajemen Operasi
Manajemen operasi (MO) adalah serangkaian kegiatan yang membuat barang
dan jasa melalui perubahan dari masukan menjadi keluaran. Kegiatan membuat barang
dan jasa terjadi di semua sektor organisasi. Tanpa mempedulikan hasil akhirnya, barang
21
atau jasa, aktivitas yang terjadi pada suatu perusahaan disebut operasi atau manajemen
operasi. (Barry Render & Jay Heizer,2001,p2).
Manajemen operasi adalah serangkaian kegiatan yang membuat barang dan jasa
melalui perubahan dari masukan menjadi keluaran. Kegiatan membuat barang dan jasa
terjadi di semua sektor organisasi terutama sangat jelas terlihat diperusahaan
manufaktur.
Selama beberapa dekade, ketika bidang operasi lebih banyak berhubungan
dengan manufaktur, Manajemen Operasi disebut Manajemen Produksi. Istilah itu
kemudian diperluas menjadi Manajemen Produksi dan Operasi. Ketika terjadi
pergeseran minat, dari bidang manufaktur menjadi bidang jasa, seperti yang terjadi di
Amerika, maka bidang operasi tersebut diistilahkan sebagai Manajemen Operasi.
Manajemen Operasi berusaha mempelajari manajemen kuantitatif yang terlibat, baik
dalam pengelolaan industri jasa maupun manufaktur.
Dari penjelasan sebelumnya kita dapat mendefinisikan manajemen operasi
sebagai kajian pengambilan keputusan dari suatu fungsi operasi. Adapun tanggung
jawab dari manajer operasi adalah menghasilkan barang dan jasa sesuai fungsinya,
mengambil keputusan mengenai suatu fungsi operasi, dan sistem transformasi yang
digunakan.
Dari definisi tersebut, ada 3 hal yang mendapat perhatian, yaitu:
1. Fungsi
Di dalam suatu organisasi, manajer operasi bertanggung jawab untuk mengelola
departemen yang menghasilkan barang dan jasa yang menyangkut koordinasi
dan pelaksanaan fungsi operasi. Selain itu, tanggung jawab manajer operasi juga
menyangkut tanggung jawab khusus berupa perencanaan strategis, penentuan
22
kebijaksanaan, penganggaran, koordinasi dengan manajer-manajer yang lain
(manajer material, pembelian, persediaan, PPC, mutu, fasilitas, dan lini
produksi).
2. Sistem
Definisi di atas mengacu pada sistem transformasi yang menghasilkan jenis-jenis
sistem produksi, yaitu barang dan jasa. Gambaran sistem tidak hanya menjadi
dasar dalam pendefinisian jasa dan manufaktur sebagai sistem transformasi,
tetapi juga menjadi dasar yang kuat untuk rancangan dan analisis operasi.
3. Keputusan
Pada akhirnya definisi di atas mengacu pada pengambilan keputusan sebagai
elemen penting dari manajemen operasi. Karena semua manajer mengambil
keputusan, maka sudah selayaknya mereka memusatkan perhatian pada
pengambilan keputusan sebagai tema pokok operasi. Fokus keputusan ini
memberikan dasar untuk membagi operasi berdasarkan bentuk keputusan utama
manajemen operasi, yaitu proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja, dan mutu.
(Arman Hakim Nasution ,2006, p5-7)
2.3 Manajemen Persediaan
Dalam buku yang berjudul “Perencanaan dan Pengendalian Produksi“ tahun
2002 oleh Teguh Baroto menyebutkan bahwa :
Secara umum, persediaan adalah segala sumber daya organisasi yang disimpan
dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan adalah komponen,
material atau produk jadi yang tersedia di tangan, menunggu untuk digunakan atau dijual
(Groebner, Introduction to Management Science,1992).
23
Persediaan adalah bahan mentah, barang dalam proses (work in process), barang
jadi, bahan pembantu, bahan pelengkap, komponen yang disimpan dalam antisipasinya
terhadap pemenuhan permintaan (Riggs, 1976).
2.3.1 Penyebab Persediaan
Persediaan merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan. Penyebab timbulnya
persediaan adalah sebagai berikut.
1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan. Permintaan terhadap suatu barang tidak
dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya. Untuk
menyiapkan barang ini diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman,
maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit terhindarkan.
2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat :
permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu
kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk
dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak
pasti karena banyak faktor yang tak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat
diredam dengan mengadakan persediaan.
3. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar
dari kenaikan harga di masa mendatang.
2.3.2 Fungsi Persediaan
Efisiensi produksi dapat ditingkatkan melalui pengendalian sistem persediaan.
Efisiensi ini dapat dicapai bila fungsi persediaan dapat dioptimalkan. Beberapa fungsi
persediaan adalah sebagai berikut menurut Teguh Baroto adalah :
24
1. Fungsi independensi. Persediaan bahan diadakan agar departemen-departemen
dan proses individual terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan
untuk memenuhi permintaan pelanggan yang tidak pasti. Permintaan pasar tidak
dapat diduga dengan tepat, demikian pula dengan pasokan dari pemasok.
Seringkali keduanya meleset dari perkiraan. Agar proses produksi dapat berjalan
tanpa tergantung pada kedua hal ini (independen), maka persediaan harus
mencukupi.
2. Fungsi ekonomis. Seringkali dalam kondisi tertentu, memproduksi dengan
jumlah produksi tertentu (lot) akan lebih ekonomis daripada memproduksi secara
berulang atau sesuai permintaan. Pada kasus tersebut (dan biaya setup besar
sekali), maka biaya setup ini mesti dibebankan pada setiap unit yang diproduksi,
sehingga jumlah produksi yang berbeda membuat biaya produksi per unit juga
akan berbeda, maka perlu ditentukan jumlah produksi yang optimal. Jumlah
produksi yang optimal dalam kasus ini ditentukan oleh struktur biaya setup dan
biaya penyimpanan, bukan oleh jumlah permintaan, sehingga timbullah
persediaan. Pada beberapa kasus, membeli dengan jumlah tertentu juga akan
lebih ekonomis ketimbang membeli sesuai kebutuhan. Jadi, memiliki persediaan
– dalam beberapa kasus – bisa merupakan tindakan yang ekonomis.
3. Fungsi antisipasi. Fungsi ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan
permintaan atau pasokan. Seringkali perusahaan mengalami kenaikan permintaan
setelah dilakukan program promosi. Untuk memenuhi hal ini, maka diperlukan
sediaan produk jadi agar tak terjadi stock out. Keadaan yang lain adalah bila
suatu ketika diperkirakan pasokan bahan baku akan terjadi kekurangan. Jadi
tindakan menimbun persediaan bahan baku terlebih dahulu adalah rasional.
25
4. Fungsi fleksibilitas. Bila dalam proses produksi terdiri atas beberapa tahapan
proses operasi dan kemudian terjadi kerusakan pada satu tahap proses produksi,
maka akan diperlukan waktu untuk melakukan perbaikan. Berarti produk tidak
akan dihasilkan untuk sementara waktu. Sediaan barang setengah jadi (work in
process) pada situasi ini akan merupakan faktor penolong untuk kelancaran
proses operasi. Hal lain adalah dengan adanya sediaan barang jadi, maka waktu
untuk pemeliharaan fasilitas produksi dapat disediakan dengan cukup.
Sedangkan Empat fungsi persediaan menurut Jay Heizer dan Barry Render
adalah :
1. Untuk men-“decouple“ atau memisahkan beragam bagian proses produksi.
2. Untuk men-“decouple“ perusahaan dari fluktuasi permintaan dan menyediakan
persediaan barang-barang yang akan memberikan pilihan bagi pelanggan.
3. Untuk mengambil keuntungan diskon kuantitas, sebab pembelian dalam jumlah
lebih besar dapat mengurangi biaya produksi atau pengiriman barang.
4. Untuk menjaga pengaruh inflasi dan naiknya harga.
2.3.3 Jenis Persediaan
Secara fisik, item persediaan dapat dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu
sebagai berikut (Teguh Baroto, 2002, p52) :
1. Bahan mentah (raw materials), yaitu barang-barang berwujud seperti baja, kayu,
tanah liat, atau bahan-bahan mentah lainnya yang diperoleh dari seumber-sumber
alam, atau dibeli dari pemasok, atau diolah sendiri oleh perusahaan untuk
digunakan perusahaan dalam proses produksinya sendiri.
26
2. Komponen, yaitu barang-barang yang terdiri atas bagian-bagian (parts) yang
diperoleh dari perusahaan lain atau hasil produksi sendiri atau untuk digunakan
dalam pembuatan barang jadi atau barang setengah jadi.
3. Barang setengah jadi (work in process) yaitu barang-barang keluaran dari tiap
opeasi produksi atau perakitan yang telah memiliki bentuk lebih kompleks
daripada komponen, namun masih perlu proses lebih lanjut untuk menjadi barang
jadi.
4. Barang jadi (finished good) adalah barang-barang yang telah selesai diproses dan
siap untuk didistribusikan ke konsumen.
5. Bahan pembantu (supplies material) adalah barang-barang yang diperlukan
dalam proses pembuatan atau perakitan barang, namun bukan merupakan
komponen barang jadi. Termasuk bahan penolong adalah bahan bakar, pelumas,
listrik dan lain-lain.
2.3.4 Analisis ABC
Menurut Jay Heizer & Barry Render, analisis ABC (ABC analysis) membagi
persediaan yang dimiliki ke dalam tiga golongan berdasarkan pada volume dolar
tahunan. Analisis ABC adalah sebuah aplikasi persediaan dari prinsip pareto. Prinsip
pareto menyatakan bahwa terdapat “sedikit hal yang penting dan banyak hal yang
sepele.“ Tujuannya adalah membuat kebijakan persediaan yang memusatkan sumber
daya pada komponen persediaan penting yang sedikit dan bukan pada yang banyak
tetapi tidak sepele.
Untuk menentukan volume dolar tahunan analisis ABC, permintaan tahunan dari
setiap barang persediaan dihitung dan dikalikan dengan harga per unit. Barang kelas A
27
adalah barang-barang dengan volume dolar tahunan tinggi. Walaupun barang seperti ini
mungkin hanya mewakili sekitar 15% dari total persediaan barang, mereka
mempresentasikan 70% hingga 80% dari total pemakaian dolar. Kelas B adalah untuk
barang-barang persediaan yang memiliki volume dolar tahunan menengah. Barang ini
mempresentasikan sekitar 30% barang persediaan dan 15% hingga 25% dari total nilai.
Barang-barang yang memiliki volume dolar tahunan rendah adalah kelas C, yang
mungkin hanya mempresentasikan 5% dari volume dolar tahunan tetapi sekitar 55% dari
total barang persediaan.
Kriteria lain selain dari volume dolar tahunan juga dapat menentukan
penggolongan barang. Sebagai contoh, perubahan rekayasa yang diantisipasi,
permasalahan pengiriman, permasalahan kualitas atau biaya per unit yang tinggi dapat
menaikkan barang ke penggolongan yang lebih tinggi. Keuntungan dari pembagian
barang persediaan ke dalam tiga kelas ini memungkinkan diterapkannya kebijakan dan
kontrol dan untuk setiap kelas.
Kebijakan yang mungkin didasarkan pada analisis ABC meliputi hal berikut :
1. Pembelian sumber daya yang dibelanjakan pada pengembangan pemasok
harus jauh lebih tinggi untuk barang A dibandingkan barang C.
2. Barang A, tidak seperti barang B dan C, perlu memiliki kontrol persediaan
fisik yang lebih ketat; mungkin mereka dapat diletakkan pada tempat yang
lebih aman, dan mungkin akurasi pencatatan persediaan untuk barang A
harus lebih sering diverifikasi.
3. Prediksi barang A perlu lebih dijamin keabsahannya dibandingkan dengan
prediksi barang B dan C.
28
Prediksi yang lebih baik, kontrol fisik, keandalan pemasok, dan pengurangan
persediaan pengaman (safety stock), semuanya merupakan hasil dari kebijakan
manajemen persediaan yang sesuai. Analisis ABC mengarahkan pengembangan semua
kebijakan tersebut (Jay Heizer & Barry Render,2004,p62).
2.3.5 Biaya Dalam Sistem Persediaan
Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai
akibat persediaan. Biaya tersebut adalah harga pembelian, biaya pemesanan, biaya
penyiapan, biaya penyimpanan, dan biaya kekurangan persediaan (Teguh Baroto, 2002,
p 55).
1. Harga Pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang,
besarnya sama dengan harga perolehan sediaan itu sendiri atau harga belinya.
2. Biaya pemesanan adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan
pemesanan ke pemasok, yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah
pemesanan. Biaya ini meliputi biaya pemrosesan pesanan, biaya ekspedisi, upah,
Pada umumnya, perusahaan menghadapi permintaan yang berubah-ubah / tidak
tetap. Pola permintaan yang tidak tetap ini mengakibatkan beban kerja yang tidak tetap
pula. Untuk mengatasi hal ini, dilakukan perencanaan dengan mengatur tingkat
persediaan, produksi, penggunaan tenaga kerja, kapasitas produksi yang dipakai, atau
variabel lain.
Terdapat tujuh strategi yang digunakan dalam perencanaan agregat, yaitu
melakukan variasi tingkat persediaan, melakukan variasi jam kerja, melakukan variasi
jumlah tenaga kerja, subkontrak menggunakan pekerja paruh waktu, mempengaruhi
permintaan, dan pemesanan tertunda selama periode permintaan tinggi.
a. Melakukan Variasi Tingkat Persediaan
Pada strategi ini jumlah karyawan dan waktu kerja dipertahankan tetap sehingga
rata-rata tingkat produksi akan tetap. Kelebihan produksi yang terjadi pada
periode permintaan rendah disimpan sebagai persediaan yang nantinya
digunakan untuk menutupi kekurangan produksi pada waktu terjadi permintaan
yang lenih tinggi dari tingkat produksi.
Kelemahan strategi ini adalah timbulnya biaya penyimpanan persediaan berupa
biaya sewa gedung, administrasi, asuransi, kerusakan material, dan
bertambahnya modal yang tertanam. Namun, dipihak lain, pada waktu terjadi
permintaan tinggi perusahaan dapat menghindari terjadinya kehilangan penjualan
44
karena memiliki kelebihan persediaan yang diperoleh pada waktu permintaan
rendah.
Strategi ini tidak dapat digunakan untuk kegiatan jasa (misalnya transportasi,
kesehatan, atau pendidikan) karena jasa tidak dapat disimpan sebagai persediaan.
Selain itu juga tidak tepat untuk perusahaan yang produknya cepat rusak/ tidak
tahan lama, berhubungan dengan mode/fashion, bernilai tinggi, atau memerlukan
ruang simpan yang sangat besar.
b. Melakukan Variasi Jam Kerja
Dalam strategi ini jumlah karyawan dijaga tetap untuk suatu tingkat produksi
tertentu, perubahan hanya dilakukan terhadap jumlah jam kerja. Jika permintaan
naik, diadakan penambahan jam kerja (lembur, overtime) untuk menambah
produksi, sedangkan jika permintaan turun dilakukan pengurangan jam kerja
(undertime).
c. Melakukan Variasi Jumlah Tenaga Kerja
Apabila terjadi permintaan tinggi maka dilakukan penambahan tenaga kerja.
Sebaliknya, pada waktu permintaan rendah dilakukan pengurangan tenaga kerja
(lay off). Biaya yang timbul mencangkup biaya pengadaan tenaga kerja atau
pesangon bagi tenaga kerja yang dikurangi.
Strategi ini cocok diterapkan apabila tenaga kerja yang disewa atau dikurangi
mempunyai keterampilan yang rendah dan jika pasar tenaga kerja memiliki
suplai yang besar. Bagi perusahaan yang memerlukan tenaga kerja dengan
keterampilan tinggi, strategi ini tidak mudah diterapkan karena tenaga kerja yang
demikian lebih menyukai pekerjaan yang tetap dan terjamin. Selain itu,
pengurangan tenaga kerja yang terlalu sering dapat mempunyai pengaruh negatif,
45
yaitu menurunkan moral kerja karyawan yang mengakibatkan penurunan
produktivitas.
d. Subkontrak
Subkontrak dilakukan apabila terjadi permintaan yang bertambah sementara
kapasitas produksi tidak cukup untuk memenuhinya, sedangkan perusahaan tidak
menghendaki hilangnya permintaan atau pelanggan penting. Subkontraktor yang
dipilih tentunya yang dapat memenuhi standar mutu yang disyaratkan dan dapat
memenuhi jadwal pengiriman. Kerugian strategi subkontrak adalah harga pokok
produksi menjadi lebih tinggi, bisa memberikan kesempatan kepada pesaing
untuk maju, dan adanya resiko karena tidak dapat secara langsung mengontrol
mutu produk dan penjadwalan.
e. Menggunakan Pekerja Paruh Waktu
Dalam sektor jasa, pekerja paruh waktu dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja
berketrampilan rendah, seperti di restoran, toko eceran, dan supermarket. Metodi
ini membawa konsekuensi biaya yang rendah dan lebih fleksibel daripada
menggunakan tenaga kerja tetap. Kelemahan metode ini, mengakibatkan
perputaran (turnover) tenaga kerja dan biaya pelatihan yang tinggi, serta
mempengaruhi konsistensi mutu produk. Apabila strategi ini diterapkan untuk
pekerjaan yang memerlukan keterampilan tinggi, masalah yang perlu diantisipasi
adalah tersedianya tenaga kerja pada saat diperlukan karena mereka mencari
kerja ditempat lain.
f. Mempengaruhi Permintaan
Jika permintaan turun atau rendah, perusahaan berusaha menaikkan permintaan
melalui iklan, promosi, pemotongan harga, atau menggalakkan bentuk kegiatan
46
pemasaran lain. Biaya tambahan yang timbul tentunya berupa biaya iklan,
potongan harga dan biaya program promosi lain. Strategi ini termasuk menggeser
permintaan dari periode permintaan tinggi ke periode permintaan rendah, seperti
dilakukan perusahaan telekomunikasi. Pada saat siang hari banyak permintaan
telepon yang tidak terlayani karena salurannya penuh. Untuk itu dilakukan
strategi menggeser permintaan siang hari ke malam hari, melalui perbedaan tarif
yang sangat signifikan. Hal itu menyebabkan konsumen yang tadinya akan
menggunakan jasa telepon siang hari beralih ke lama hari karena ingin
mendapatkan biaya yang rendah. Permintaan siang hari yang potensi hilang
menjadi tetap ada karena pindah ke malam hari.
g. Pemesanan Tertunda Selama Periode Permintaan Tinggi
Pemesanan tertunda (back-order) adalah pemesanan barang atau jasa yang
diterima perusahaan tetapi baru dapat dipenuhi kemudian setelah perusahaan
mempunyai persediaan. Pemesanan tertunda berlaku umum bagi perusahaan
mail- order atau perusahaan yang memproduksi barang – barang yang kompleks
atau bernilai tinggi, seperti pesawat terbang, kapal laut dan lain – lain. Strategi
ini sering tidak dapat dilaksanakan untuk perusahaan yang menjual barang –
barang konsumsi, seperti makanan, obat – obatan atau pakaian. Keuntungan
strategi ini dapat menghindari lembur dan tetap menjaga kapasitas produksi yang
konstan. Sementara kelemahannya adalah tertundanya penerimaan/penjualan dan
hanya dapat dilakukan apabila permintaan lebih tinggi daripada penawaran.
47
2.6.2 Metode Perencanaan Agregat
Beberapa metode yang dikenal dalam perencanaan agregat, antara lain
pendekatan intuitif, pendekatan matematika, serta metode tabel dan grafik. Dalam
pendekatan intuitif, manajemen menggunakan rencana yang sama dari tahun ke tahun.
Penyesuaian dilakukan dengan intuisi hanya sekadar untuk memenuhi permintaan baru.
Apabila rencana yang lama tidak optimal, pendekatan ini mengakibatkan pemborosan
yang berkepanjangan.
Pendekatan matematika dilakukan dengan menggunakan teori, seperti
pemrograman linier, kaidah keputusan linier, model koefisien manajemen, metode
transportasi, dan simulasi. Pemrograman linier merupakan teknik pengambilan
keputusan untuk memecahkan masalah mngalokasikan sumber daya yang terbatas
diantara berbagai kepentingan seoptimal mungkin. Pemrograman linier merupakan salah
satu metode dalam riset operasi yang memungkinkan para manajer mengambil
keputusan mengenai kegiatan yang mereka tangani dengan menggunakan dasar analisis
kuantitatif. Dengan menggunakan teori ini, hasil yang optimal dapat diperkirakan,
seperti berapa unit produk yang harus dibuat, berapa shift yang dioperasikan, atau
berapa unit persediaan barang yang disimpan.
Pendekatan matematika dalam perencanaan agregat dapat dilakukan dengan
berbagai metode, antara lain metode transportasi, metode pemrograman linier, metode
kaidah keputusan linier, dan simulasi. Dibandingkan pendekatan trial and eror, model
matematika dapat langsung menghasilkan perencanaan yang optimal dan lebih fleksibel
karena dapat menggunakan biaya tenaga kerja dan subkontrak yang berbeda antar
periode, kemampuan subkontrak, ataupun jumlah shift kerja.
48
Salah satu metode perencanaan agregat yang umum digunakan adalah metode
perencanaan agregat pendekatan heuristic dengan metode trial and error. Metode ini
sering digunakan karena metode ini sederhana dan mudah digunakan. Metode ini
menggunakan cara coba-coba dalam mencari total biaya yang minimum. Metode ini
tidak menjamin hasil yang optimal, tetapi hanya hasil yang baik.
Cara coba-coba yang dilakukan adalah :
- Tenaga kerja berubah-ubah dengan hiring, lay off (menimbulkan masalah
perburuhan)
- Tenaga kerja tetap, fluktuasi demand dilakukan dengan lembur (overtime) /
subkontrak / perubahan rate.
- Production rate tetap, fluktuasi demand diatasi dengan persediaan.
2.7 Jadwal Induk Produksi (JIP) atau Master Production Scheduled (MPS)
Pada dasarnya JIP atau MPS merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir
dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output
berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu (Vincent Gaspersz, 2001, p 141).
2.7.1 Hubungan Perencanaan Agregat dan Jadwal Induk Produksi
Perencanaan Agregat adalah suatu langkah pendahuluan perencanaan kapasitas
secara terperinci. Perencanaan agregat merupakan dasar untuk membuat jadwal induk
produksi (JIP). JIP menyajikan rencana produksi detail untuk setiap produk akhir. Proses
penyusunan JIP untuk perusahaan yang ’Make To Stock’ akan berbeda dengan
perusahaan yang ’Make To Order’. Hal ini dikarenakan sumber informasi permintaan
49
(kebutuhan) yang berbeda. Bagi perusahaan yang ’Make To Stock’, informasi
permintaan diperoleh dari hasil peramalan. Bagi perusahaan yang ’Make To Order’,
informasi permintaan diperoleh dari order-order (pesanan) yang diterima dari pelanggan.
JIP ini merupakan rencana induk (master) yang akan dijadikan pedoman utama
dalam rencana produksi, kebijakan persediaan, kebijakan finansial, pembebanan tenaga
kerja, penjadwalan mesin, kebijakan alternatif produksi: reguler, lembur, subkontrak,
dan lain-lain. Karena JIP merupakan sumber rencana dan kebijakan bagi departemen
lain dan departemen shop flor (lantai pabrik), maka dalam membuat JIP ini harus ada
koordinasi dengan departemen terkait dan dengan keterbatasan sumber daya perusahaan.
Beberapa akibat apabila JIP tidak disusun secara tepat:
• Produksi tidak sesuai permintaan
Jumlah produksi terlalu banyak akan beresiko modal tertanam pada persediaan.
Semestinya modal dapat diinvestasikan pada kegiatan lain yang lebih
menguntungkan. Resiko lainnya adalah penumpukan persediaan, sehingga
meningkatkan biaya untuk penanganan, listrik, dan resiko menjadi rusak. Jumlah
produksi kurang dari permintaan akan mengakibatkan konsumen menjadi
kecewa, bahkan mungkin pelanggan akan berpaling ke perusahaan pesaing.
• Tidak optimalnya utilisasi kapasitas
Utilisasi (tingkat penggunaan) kapasitas yang baik adalah jika 80% kapasitas
digunakan secara seragam (tidak naik turun) di setiap periode produksi. Utilisasi
rendah membuat investasi yang sudah ditanamkan sia-sia, bisa jadi sumber daya
lain menjadi ’stand by’, biaya operasi dan opportunity cost terjadi terus. Utilisasi
melebihi beban normal beresiko sumber daya cepat rusak.
50
• Keterlambatan waktu penyerahan
Konsumen atau pelanggan yang kecewa karena keterlambatan penyerahan
produk bisa berpaling ke produk pesaing. Selain itu, ada kemungkinan
konsumen yang kecewa dan tidak puas akan bercerita kepada pelanggan atau
konsumen lainnya sehingga imej perusahaan menjadi buruk.
• Beban Produksi tidak merata
Beban kerja yang tidak merata pada setiap periode akan menimbulkan banyak
permasalahan, salah satunya berhubungan dengan tenaga kerja. Beban kerja yang
naik turun setiap periode mengakibatkan jumlah tenaga kerja yang diperlukan
naik turun. Selain biaya yang mahal, ancaman demo atau protes adalah hal yang
fatal.
JIP yang dibuat perusahaan supaya terhindar dari masalah harus dikoordinasikan
dengan semua sumber daya perusahaan. Dalam sistem produksi, JIP yang dibuat harus
dikoordinasikan dengan kapasitas produksi yang ada. Perencanaan agregat adalah salah
satu cara untuk mengkoordinasikan pembuatan JIP tersebut dengan kapasitas dan
alternatif produksi yang sudah eksis.
2.7.2 Perhitungan JIP atau MPS
JIP adalah rencana tertulis yang menunjukkan apa dan berapa banyak setiap
produk (barang jadi) yang akan dibuat dalam setiap periode untuk beberapa periode
yang akan datang. Bentuk JIP atau MPS dapat dilihat pada tabel berikut.
51
Tabel 2.1 Tabel MPS
Item No. : Description : Lead Time : Safety Stock : On hand : Demand Time Fences : Planning Time Fences : Period PastDue 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Forecast Actual Order Project Available Balance Available to Promise Master Scheduled Kapasitas Produksi Terpasang (KPT)
Berikut ini akan dikemukakan penjelasan singkat berkaitan dengan informasi
yang ada dalam MPS seperti tampak dalam tabel 3.2.
1. Item No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit.
2. Lead Time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau
memanufaktur suatu end item.
3. Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan sebagai
antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.
4. Description menyatakan deskripsi material secara umum.
5. On hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa periode
sebelumnya.
6. Demand Time Fences (DTF) merupakan batas waktu penyesuaian pesanan
permintaan. DTF adalah periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini
perubahan-perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima karena akan
menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau kekacauan
jadwal. Panjangnya = assy lead time. Projected Available Balance dihitung dari
aktual demand.
52
7. Planning Time Fences (PTF) merupakan batas waktu penyesuaian pesanan di
mana demand masih boleh berubah. Perubahan masih akan dilayani sepanjang
material dan kapasitas tersedia. Panjangnya = kumulatif lead time antara
procurement lead time (waktu untuk mendapatkan material), fabrication lead time
dan assembly lead time.
8. Forecast merupakan hasil peramalan sebelumnya sebagai hasil dari perencanaan
agregat.
9. Actual Order (AO) merupakan jumlah order yang sudah diterima sebelumnya.
10. Projected Available Balance (PAB) merupakan perkiraan jumlah sisa produk pada
akhir periode. PAB dihitung dengan menggunakan rumus :
PAB t ≤ DTF = PABt-1 + MSt – AOt
PAB DTF ≤ t ≤ PTF = PABt-1 + MSt - AOt atau Ft (pilih yang paling besar)
11. Available To Promise (ATP) memberikan informasi berapa banyak item atau
produk tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu tersedia untuk pesanan
pelanggan, sehingga berdasarkan informasi ini bagian pemasaran dapat membuat
janji ayng tepat kepada pelanggan atau dengan kata lain ATP merupakan jumlah
material on hand pada inventory yang sebenarnya. ATP dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
ATP = ATPt-1 + MSt - Actual Order sampai pada periode yang sudah
dijadwalkan pada Master Schedule.
ATP tidak boleh minus. Jika hal ini terjadi maka akan terjadi lost sales karena
permintaan berarti tidak dapat dipenuhi.
53
12. Master Schedule (MS) merupakan hasil konversi dari perencanaan agregat yang
akan diproduksi.
13. Kapasitas Produksi Terpasang (KPT) merupakan hasil konversi dari perencanaan
agregat yang akan diproduksi.
• Forecast dikonversikan per minggu dari hasil Forecast yang telah dihitung
sebelumnya. Konversi forecast per minggu dapat dirumuskan sebagai berikut :
Konversi Forecast =
up)(roundgguja/hariJumlahxja/bulanhariJumlah
ulanForecast/b minkerker
• Master Schedule dikonversikan per minggu dari Perencanaan Agregat. Konversi
Master Schedule per minggu dapat dirumuskan sebagai berikut :