10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, mengarahkan ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi). Diabetes mellitus (DM) terkadang dirujuk sebagai “gula tinggi”, baik oleh klien maupun penyediaan pelayanan kesehatan (Black, 2014). DM merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Brunner & Suddarth, 2016). Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa DM merupakan penyakit kronis, yang biasa disebut dengan “gula manis”, biasanya DM ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, mengarahkan ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi).
29
Embed
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, mengarahkan ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi). Diabetes
mellitus (DM) terkadang dirujuk sebagai “gula tinggi”, baik oleh klien maupun
penyediaan pelayanan kesehatan (Black, 2014).
DM merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi
insulin, kerja insulin, atau keduanya (Brunner & Suddarth, 2016). Berdasarkan
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa DM merupakan penyakit kronis, yang
biasa disebut dengan “gula manis”, biasanya DM ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, mengarahkan ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi).
11
2.1.2 Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Melitus
Diabetes mellitus (DM) diklasifikasikan sebagai salah satu dari empat status klinis
berbeda meliputi Tipe 1, Tipe 2, gestasional, atau tipe DM spesifik lainnya (Black,
2014).
a. Diabetes tipe 1
DM Tipe 1, sebelumnya disebut IDDM, atau diabetes melitus onset-anak-anak,
ditandai dengan destruksi sel beta pankreas, mengakibatkan defisiensi insulin absolut.
DM tipe 1 diturunkan sebagai heterogen, sifat multigenik (Black, 2014).
b. Diabetes tipe 2
DM Tipe 2 dulunya disebut dengan diabetes Melitus tak-tergantungan insulin
(Brunner & Black, 2016).
c. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional ditandai dengan setiap derajat intoleransi glukosa yang muncul
selama kehamilan (trimester kedua atau ketiga). Resiko diabetes gestasional,
glikosuria, atau riwayat kuat keluarga pernah mengalami disbetes. (Brunner &
Suddarth, 2016).
d. Diabetes melitus tipe khusus
Diabetes melitus tipe spesifik lain ditandai dengan kelainan genetik pada sel beta,
kelainan genetik pada kinerja insulin, penyakit pankreas esokrin, gangguan endokrin,
diinduksi obat atau bahan kimia, infeksi (LeMone, 2016).
12
2.1.3 Patofisiologi
DM adalah kumpulan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat
kerusakan sekresi insulin, kinerja insulin, atau keduanya. Ada empat tipe utama DM.
DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional, dan DM tipe spesifik lain (LeMone, 2016).
DM tipe 1 biasanya ditandai oleh defisiensi insulin absolut karena kerusakan sel betha
pankreas akibat serangan autoimun. Diabetes ini sering berkembang pada anak-anak,
bermanifestasi pada pubertas dan memburuk sejalan dengan bertambahnya usia. Untuk
bertahan hidup diabetes tipe ini memerlukan insulin eksogen seumur hidup (Deni
Yasmara, et al, 2016).
DM tipe 2 adalah resistensi terhadap aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun
dijaringan perifer. Keadaan ini disebub dengan resistensi insulin. Orang dengan DM tipe
2 memiliki penurunan sensivitas insulin terhadap kadar glukosa, yang mengakibatkan
produksi glukosa darah tinggi. Hal ini bersamaan dengan ketidakmampuan otot dan
jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa. (Black, 2014). Diabetes tipe II
disebabkan oleh gabungan dari resistensi perifer terhadap kerja insulin dan respons
sekresi insulin yang tidak adekuat oleh sel beta pankreas (defisiensi insulin relatif).
Kondisi tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya genetik, gaya hidup,
dan diet yang mengarah pada obesitas. Resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
akan menyebabkan toleransi glukosa terganggu yang akan mengawali kondisi DM tipe
13
II dengan manifestasi hiperglikemia (Ozougwo, Obimba, Belonwo & Unkalamba, 2013
dalam LeMone, 2016).
Kondisi hiperglikemia pada pasien DM tersebut bermanifestasi pada tiga gejala klasik
diabetes yaitu 3P (poliuria, polidipsia, dan polifagia). Puliuria (sering buang air kecil),
akibat kondisi hiperglikemia melampaui ambang reabsorpsi ginjal sehingga
menimbulkan glukosuria. Kondisi glukosuria selanjutnya menyebabkan diuresis
osmotik sehingga timbul manifestasi banyak buang air kecil (Deni Yasmara, et al,
2016).
2.1.4 Manifestasi Klinis
a. Diabetes Tipe 1
Manifestasi DM tipe 1 terjadi akibat kekurangan insulin untuk menghantarkan
glukosa menembus membran sel ke dalam sel. Molekul glukosa menumpuk dalam
peredaran darah, mengakibatkan hiperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan
hiperosmolaritas serum, yang menarik air dari ruang intraseluler ke dalam sirkulasi
umum. Peningkatan volume darah meningkatkan aliran darah ginjal dan
hiperglikemia bertindak sebagai diuretik osmosis. Diuretik osmosis yang dihasilkan
meningkatkan haluaran urine. Kondisi ini disebut poliuria. Ketika kadar glukosa
darah melebihi ambang batas glukosa – biasanya sekitar 180mg/dl – glukosa
diekskresikan ke dalam urine, suatu kondisi yang disebut glukosuria. Penurunan
volume intraselular dari peningkatan haluran urine menyebabkan dehidrasi. Mulut
14
menjadi kering dan sensor haus diaktifkan, yang menyebabkan orang tersebut minum
jumlah air yang banyak (Polidipsia) (LeMone, 2016).
Karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa insulin, produksi energi
menurun. Penurunan energi ini menstimulasi rasa lapar dan orang makan lebih
banyak (Polifagia). Meski asupan makan meningkat, berat badan orang tersebut turun
saat tubuh kehilangan air dan memecah protein dan lemak sebagai upaya
memulihkan sumber energi. Penglihatan yang buram juga umum terjadi, akibat
pengaruh osmotik yang menyebabkan pembengkakan lensa mata.
Oleh sebab itu, manifestasi klasik meliputi poliuria, polidipsia, dan polifagia, disertai
dengan penurunan berat badan, malaise, dan keletihan. Bergantung pada tingkat
kekurangan insulin, manifestasinya bervariasi dari ringgan hingga berat. Orang
dengan DM tipe 1 membutuhkan sumber insulin eksogen (eksternal) untuk
mempertahankan hidup (Le Mone, 2016).
b. Diabetes Tipe 2
Penyandang DM tipe 2 mengalami awitan manifestasi yang lambat dan sering kali
tidak menyadari sampai mencari perawatan kesehatan untuk beberapa masalah lain.
Hiperglikemia pada DM tipe 2 biasanya tidak seberat pada DM tipe 2, tetapi
manifestasi yang sama muncul, khususnya poliuria dan polidipsia. Polifagia jarang
dijumpai dan penurunan berat badan tidak terjadi. Manifestasi lain juga akibat
15
hiperglikemia: penglihatan buram, keletihan, paresthesia, dan infeksi kulit (LeMone,
2016).
2.1.5 Komplikasi
a. Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Akibat gangguan pada sekresi hormon insulin, kerja insulin atau oleh keduanya
pada pasien diabetes melitus Tipe II dan kerusakan sel beta pula Langerhans pada
DM tipe I, pasien DM akan mengalami kondisi hiperglikemia akibat penurunan
uptake glukosa kedalam sel yang diikuti peningkatan lipolysis, gluconeogenesis di
hepar dan pemecahan protein. Peningkatan lipolisis dapat mengakibatkan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton
(asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton), benda keton keluar melalui urine
(ketonuria), peningkatan aseton dalam tubuh akan menyebabkan bau napas seperti
buah (aseton) (Deni Yasmara et, al 2016).
Selain itu, kondisi hiperglikemik diperparah dengan peningkatan glukosa dari
proses gluconeogenesis di hepar. Kekurangan insulin juga akan mengakibatkan
pemecahan protein. Protein akan dikonversi menjadi glukosa sehingga
menyebabkan peningkatan BUN (blood urea nitrogen). Peningkatan BUN dan
peningkatan benda keton akan menyebabkan suatu kondisi yang dikenal dengan
asidosis metabolik. Manifestasi asidosis metabolik diantaranya pH (pH turun
dibawah 7,3) dan kadar bikarbonat (Deni Yasmara et, al 2016).
16
Mekanisme tubuh dalam mengatasi asidosis metabolik diatas dengan cara
meningkatkan frekuensi pernapasan dalam upaya mengeluarkan kelebihan CO2
yang dibentuksebagai upaya tubuh mebentuk ekuilibrium asam-basa. Pernapasan
tersebut dikenal dengan pernapasan Kusmaul. Kondisi diatas apabila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Kondisi hipoglikemik yang terjadi pada pasien juga akan menyebabkan syok
hipovolemik akibat diuresis osmotic yang tidak ditangani. Ketoasidosis/
ketoasidosis diabetic sering kali ditemukan pada DM tipe I dibandingkan tipe II,
karena pada DM tipe I kekurangan insulin lebih bersifat absolut (Deni Yasmara et,
al 2016).
2) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK)
Komplikasi yang banyak dijumpai pada penderita diabetes tipe II adalah sindrom
hiperglikemik hiperosmolar nonketotik, peningkatan glukosa darah yang
disebebkan oleh gangguan sekresi insulin, resistensi insulin ataupun dapat
mengakibatkan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa darah lebih dari 300
mg/100 mL. Peningkatan glukosa ini akan menyebabkan ambang batas ginjal
untuk glukosa, sehingga muncul manifetasi glukosuria yang diikuti dengan
diuresis osmotik (Deni Yasmara et, al 2016).
Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan kedalam urine (glukosuria),
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan,
keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
17
dan elektrolit yang berlebihan pasien akan mengalami dehidrasi dan kehilangan
banyak elektrolit, pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.
Selanjutnya pasien dapat mengalami penurunan serebral sehingga tanpa
penanganan yang cepat dan tepat pasien bisa mengalami koma dan meninggal
(Price & Wilson dalam Deni Yasmara et, al 2016).
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar glukosa darah rendah) umum terjadi pada penyandang DM
tipe I dan terkadang terjadi pada penyandang DM tipe 2 yang diobati dengan
agens hipoglikemik oral tertentu. Kondisi ini sering kali disebut syok insulin,
reaksi insulin, atau “penurunan” pada pasien DM tipe I. Hipoglikemia terutama
disebabkan oleh ketidaksesuaian antara asupan insulin (mis., kesalahan dosis
insulin), aktivitas fisik, dan kurang tersedianya karbohidrat (mis., melewatkan
makan). Asupan alcohol dan obat-obatan seperti kloramfenikol (Chloromycetin),