BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN 1.1 Tinjauan Data Terkait dengan proses perancangan ini, studi pustaka perlu dilakukan sebagai pijakan yang bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan dan mendukung film pendek yang dirancang. Berikut pemaparannya. 1.1.1 Perbedaan Karakteristik antara Generasi X, Y, dan Z Perbedaan karakteristik yang paling signifikan antara generasi X, Y dan Z adalah penguasaan informasi dan teknologi. Bagi generasi Z, informasi dan teknologi adalah hal yang sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka, karena mereka lahir dimana akses terhadap internet sudah menjadi budaya global, sehingga berpengaruh terhadap nilai dan pandangan tujuan hidup mereka. Pada tahun ini, rata-rata di dunia pendidikan, generasi yang paling banyak sedang menempuh jenjang perkuliahan adalah generasi milenial. Dimana generasi milenial biasanya menyukai sesuatu yang out of the box, sangat suka tantangan dan penghargaan. Mereka cenderung overconfident, berani mengungkapkan pendapat, baik langsung ataupun lewat media sosial. Generasi ini (milenial) tumbuh seiring dengan munculnya berbagai terobosan baru dalam teknologi komunikasi, dari mulai SMS, E-mail, aplikasi Instant Messaging seperti Whatsapp, Line, dan berbagai bentuk komunikasi tertulis lainnya. Bentuk komunikasi tertulis dirasa lebih nyaman dan tepat oleh generasi milenial. Generasi milenial juga cenderung menciptakan lingkungan kuliah, kerja dan percakapan sehari-hari yang tidak terlalu formal. Hal ini menunjukkan bahwa milenial lebih menyukai semua bentuk komunikasi yang lebih bersahabat dan nada bicara yang lebih akrab. Berikut karakteristik masing-masing generasi; 1. Generasi X (lahir pada tahun 1930-1980) Generasi X adalah generasi yang lahir pada awal dari tahun perkembangan teknologi dan informasi seperti penggunaan PC (Personal Computer), video games, TV kabel dan internet. Generasi X ini mampu
26
Embed
BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN · dan diganggu jiwanya. Apabila orang yang terkena santet tidak kuat pertahanannya, maka mereka dapat menjadi stres, gila, sakit, atau bahkan meninggal.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 2
LANDASAN PERANCANGAN
1.1 Tinjauan Data
Terkait dengan proses perancangan ini, studi pustaka perlu dilakukan sebagai
pijakan yang bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan dan mendukung film pendek
yang dirancang. Berikut pemaparannya.
1.1.1 Perbedaan Karakteristik antara Generasi X, Y, dan Z
Perbedaan karakteristik yang paling signifikan antara generasi X, Y dan Z
adalah penguasaan informasi dan teknologi. Bagi generasi Z, informasi dan
teknologi adalah hal yang sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka, karena
mereka lahir dimana akses terhadap internet sudah menjadi budaya global,
sehingga berpengaruh terhadap nilai dan pandangan tujuan hidup mereka. Pada
tahun ini, rata-rata di dunia pendidikan, generasi yang paling banyak sedang
menempuh jenjang perkuliahan adalah generasi milenial. Dimana generasi
milenial biasanya menyukai sesuatu yang out of the box, sangat suka tantangan
dan penghargaan. Mereka cenderung overconfident, berani mengungkapkan
pendapat, baik langsung ataupun lewat media sosial. Generasi ini (milenial)
tumbuh seiring dengan munculnya berbagai terobosan baru dalam teknologi
komunikasi, dari mulai SMS, E-mail, aplikasi Instant Messaging seperti
Whatsapp, Line, dan berbagai bentuk komunikasi tertulis lainnya. Bentuk
komunikasi tertulis dirasa lebih nyaman dan tepat oleh generasi milenial.
Generasi milenial juga cenderung menciptakan lingkungan kuliah, kerja dan
percakapan sehari-hari yang tidak terlalu formal. Hal ini menunjukkan bahwa
milenial lebih menyukai semua bentuk komunikasi yang lebih bersahabat dan
nada bicara yang lebih akrab. Berikut karakteristik masing-masing generasi;
1. Generasi X (lahir pada tahun 1930-1980)
Generasi X adalah generasi yang lahir pada awal dari tahun
perkembangan teknologi dan informasi seperti penggunaan PC (Personal
Computer), video games, TV kabel dan internet. Generasi X ini mampu
2
beradaptasi dan mampu menerima perubahan dengan cukup baik
sehingga dapat dikatakan sebagai generasi yang tanggung, yang memiliki
karakter.
2. Generasi Y (lahir pada tahun 1980-1955)
Generasi Y dikenal dengan sebutan generasi millenial atau
milenium. Generasi Y ini banyak menggunakan teknologi komunikasi
instant seperti e-mail, SMS, instant messaging dan lain-lain. Hal ini
dikarenakan generasi Y merupakan generasi yang tumbuh pada era
internet booming (Lyons, 2004) (dalam Putra, 2016). Tidak hanya itu
saja, generasi Y ini lebih terbuka dalam pandangan politik dan
ekonomi, sehingga mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan
lingkungan yang terjadi di sekelilingnya.
3. Generasi Z (lahir pada tahun 1995-2010)
Generasi Z merupakan generasi yang paling muda yang baru
memasuki angkatan kerja. Generasi ini biasanya disebut dengan generasi
internet atau iGeneration. Generasi Z lebih banyak berhubungan sosial
lewat dunia maya. Sejak kecil, generasi ini sudah banyak dikenalkan oleh
teknologi dan sangat akrab dengan smartphone dan dikategorikan sebagai
generasi yang kreatif.
Gambar 2. 1 Tabel Karakteristik Generasi
Sumber : http://fourhooks.com/marketing/the-generation-guide-millennials-gen-x-y-z-and-baby-boomers-art5910718593/
3
1.1.2 Dukun
Dukun atau “orang pintar”, adalah sebuah istilah yang digunakan untuk
individu yang memiliki kemampuan dalam hal supranatural dan juga dapat
berkomunikasi kepada arwah dan alam gaib. Dukun merupakan salah satu contoh
dari sistem kepercayaan kejawen yang berasal dari Jawa. Keyakinan animisme
yang sangat kuat dan kuno, pemujaan leluhur, dan shamanism. (Ahimsa-Putra,
2017)
1.1.3 Macam-macam Dukun
Menurut Haryanto (2015), terdapat beberapa macam tipe dukun, khususnya dukun daerah Madura. Berikut macam-macam dukun berdasarkan prakteknya:
1. Dukun Wiwit
Dukun Wiwit mampu dalam membantu ritual pemungutan hasil
panen dan spesialis upacara ritual.
2. Dukun Jampi
Dukun Jampi memiliki kemampuan dalam memanfaatkan
tanaman herbal dan tanaman masyarakat asli lainnya untuk
menyembuhkan orang.
3. Dukun Siwer
Dukun Siwer memiliki kemampuan dalam mencegah suatu
keadaan alam yang pada waktu tertentu tidak dikehendaki, misalnya
mencegah agar hujan tidak turun pada saat diadakannya suatu acara,
dan lain-lain.
4. Dukun Sihir (Santet)
Dukun Santet adalah dukun yang dapat mempraktekkan ilmu
hitam dengan bantuan makhluk gaib jin sebagai mediator untuk
mencelakai korbannya.
4
5. Dukun Parewangan (Dukun Suruk)
Dukun Parewangan (Dukun Suruk) atau disebut juga dengan
cenayang, dapat bertindak sebagai medium perantara agar dapat
berhubungan dengan makhluk gaib atau alam gaib.
6. Dukun Japa
Dukun Japa berkeahlian dalam memberikan mantra-mantra atau
jampi-jampi.
1.1.4 Sumber Kemampuan Gaib Dukun
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haryanto (2015),
kemampuan dukun merupakan sesuatu hal yang tidak semua orang dapat
memilikinya. Kemampuan dalam hal gaib dapat setidaknya berasal dari dua
macam sumber, yaitu:
1. Pemberian
Sumber yang pertama ini diperoleh secara alami tanpa melalui proses
belajar, dan menjadi kemampuan yang melekat dengan sendirinya dalam
diri dukun tersebut. Kemampuan meramal nasib di masa depan,
kemampuan menyembuhkan penyakit, kemampuan berkomunikasi
dengan makhluk astral atau makhluk halus adalah beberapa dari
kemampuan alami yang dukun itu sendiri tidak dapat memastikan kapan
permulaannya hingga ia secara tidak sadar dapat mempergunakan
kemampuan tersebut pada dirinya atau pada orang lain, pada suatu waktu.
Namun meskipun dikatakan kemampuan tersebut secara murni
merupakan pemberian, hal itu tidak serta merta dapat dibenarkan, karena
kemampuan itu sebenarnya merupakan bakat yang diwariskan atau
diturunkan dari leluhur. Hal ini pun dipercayai bahwa tanpa didahului
oleh para pendahulu mereka di masa lalu (kakek, kakek buyut, nenek dari
kakek, kakek dari kakek buyut, dan lain-lain) dengan kemampuan yang
sama, tidak mungkin bagi seseorang memilikinya. Oleh sebab itu,
5
berdasarkan sumber yang pertama ini, kemampuan gaib tidak dapat
dimiliki oleh orang biasa dan hanya dimiliki oleh orang yang terpilih.
2. Hasil Deduktif
Sumber kemampuan gaib yang kedua ialah yang diperoleh dari hasil
belajar dan proses deduksi ilmu dari orang yang layak disebut guru. Hal
ini dipercayai beberapa orang dukun bahwa kemampuan gaib dapat
dipelajari seperti ilmu-ilmu lain, dan dalam proses mempelajari ilmu
gaib, seperti halnya mempelajari ilmu-ilmu yang lain, harus disertai
dengan keinginan dan keteguhan hati, serta kepercayaan diri untuk
menjadikannya usaha yang profesional. Namun, kemampuan gaib yang
diperoleh dari hasil deduktif memiliki perbedaan kualitas dibandingkan
dengan kemampuan yang bersumber dari pemberian. Kemampuan gaib
hanya dapat ditransformasikan dengan cara yang terbatas dan hanya
untuk kepentingan atau tujuan yang terbatas pula, tidak untuk segala
kepentingan atau tujuan. Hal itu menjadikan tingkat kemampuan gaib
dari hasil deduksi lebih rendah daripada yang melalui bakat alami.
1.1.5 Santet
Menurut Safitrf (2013), santet, yang dahulunya disebut sihir, merupakan
salah satu bagian dari praktek ilmu hitam, yang dilakukan oleh dukun dengan
bantuan mahluk gaib jin sebagai mediator untuk mencelakai korbannya. Santet
tidak hanya menjadi tradisi pada zaman dahulu, tetapi merupakan tradisi yang
sampai saat ini masih ada dan masih dilakukan oleh masyarakat. Pada umumnya,
mereka melakukan santet untuk mengganggu, menyakiti, dan membunuh
seseorang. Metode mengirim energi dari jarak jauh dengan tujuan menyakiti atau
membunuh orang lain itu telah dimiliki hampir setiap bangsa di dunia, tanpa
melihat suku bangsa, budaya, kepercayaan atau agamanya. Santet telah ada sejak
lama, bahkan ketika masyarakat menganut kepercayaan animisme dan
dinamisme. Simuh (2004) mengungkapkan ciri khas religi animisme-dinamisme
adalah menganut kepercayaan roh-roh dan daya-daya gaib yang bersifat aktif.
Adanya kepercayaan tersebut mengajarkan bahwa roh orang mati tetap hidup dan
6
bahkan menjadi sakti seperti dewa, dapat berbuat aktif mencelakakan atau
sebaliknya, membantu menyelamatkan dan mensejahterakan manusia. Religi
animisme-dinamisme memuncak dengan pengembangan ilmu perdukunan, ilmu
klenik, iimu gaib dengan rumusan lafal-lafal yang dipercaya berdaya magis. Ilmu
santet, ilmu tenung merupakan warisan dari ilmu hitam nenek moyang yang
berkaitan dengan kepercayaan animisme-dinamisme. Berdasarkan cara kerjanya,
santet dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Dematerialisasi
Dematerialisasi adatah proses perubahan materi menjadi non
materi atau energi yang tidak dapat dilihat. Sesungguhnya, jasad manusia,
hewan dan semua benda merupakan kumpulan partikel-partikel kecil
yang dipadatkan. Hal ini dapat dikaitkan dengan rumus Einstein E =
MC2, yang menjelaskan bahwa semua benda padat dengan kepadatan
massa (M) dan kecepatan yang melebihi kecepatan cahaya (C) dapat
diurai menjadi partikel-partikel kecil atau semacam energi yang tidak
terlihat. Berdasarkan prinsip hukum inilah, para dukun mengubah benda-
benda seperti jarum, paku, silet, besi, dan benda-benda lainnya menjadi
energi yang tidak dapat dilihat. Cara kerja dematerialisasi ini dapat
dilakukan dengan tenaga dalam, memusatkan kekuatan batin dan pikiran
atau bahkan meminta bantuan mahluk gaib atau jin. Kemudian, energi
yang tidak dapat dililihat tersebut mereka kirim kepada para korbannya.
2. Cara Langsung
Cara ini dilakukan dengan meminta jin secara langsung tanpa harus
menggunakan benda-benda sebagai perantara. Para jin suruhan inilah
yang langsung ditugaskan untuk mengganggu korban. Jin dapat
mengganggu dengan berbagai cara, seperti mengganduli, memeluk,
mencekik, menduduki, sehingga korban akan kesulitan bernafas, pusing,
badan terasa berat, susah tidur. Cara lain adalah dengan menggunakan
aura negatif jin itu dengan memancarkan gelombang Electro Enchepalo
Magnetis yang dimiliki jin. Electro Enchepalo Magnetis (EEM)
7
merupakan gelombang magnetik dari otak manusia yang memiliki
kelebihan dan dapat diarahkan untuk sesuatu yang positif atau negatif.
Menurut Hindarto ef al. (2011), otak sebagai struktur pusat pengaturan
aktivitas manusia, bertanggung jawab terhadap segala aktivitas manusia.
Bentuk sinyal Electro Encephal untuk setiap orang berbeda. Ini karena
dipengaruhi oleh kondisi mental, frekuensi dan perubahan amplitudo
irama alpha dari pola berpikir masing-masing individu dalam merespon
rangsangan yang diterima oleh otak. Dengan adanya aura negatif tersebut,
dukun mengirim getaran gelombang yang berbentuk partikel untuk
mempengaruhi gelombang otak korban.
Menurut Delisa (2013), santet dapat membuat sebagian jiwa
seseorang itu hilang dan pengaruhnya menyebabkan seseorang menjadi
tidak fokus atau tiba-tiba bingung dalam beberapa waktu atau bahkan
selamanya tanpa alasan yang jelas. Selain itu, santet juga dapat merubah
karakter seseorang, menjadikan seseorang suka marah. Mereka merasa
takut karena melihat penampakan dan merasakan kehadiran jin yang
diperintahkan si dukun hingga dapat merinding, sering bermimpi buruk
dan diganggu jiwanya. Apabila orang yang terkena santet tidak kuat
pertahanannya, maka mereka dapat menjadi stres, gila, sakit, atau bahkan
meninggal. Menurut Eldin (2009), merinding adalah suatu keadaan pada
tubuh manusia apabila muncul benjolan-benjolan kecil di kulit karena
hawa dingin. Udara dingin membuat otot pada akar rambut di kulit
menjadi kaku sehingga menyebabkan munculnya benjolan-benjolan
tersebut. Rambut kulit akan berdiri, menjebak udara di antara rambut-
rambut itu dan melindungi tubuh dari udara dingin. Ketika manusia
merasa ketakutan, maka akan merasa geli di bagian belakang leher. Hal
itu adalah rambut-rambut yang berdiri.
"Itu merupakan salah satu cara pertahanan makhluk hidup ketika
mereka merasa ada bahaya yang mengancam secara fisik. Rangsangan
8
diteruskan ke otak dan otak akan memberikan respon secara psikologis."
(Delisa, 2013)
1.1.6 Kejawen
Kejawen merupakan sebuah kepercayaan atau mungkin dapat
dikategorikan sebagai agama atau keyakinan yang dianut oleh suku Jawa dan
suku bangsa lainnya yang menetap di Jawa. Simuh (2004) menjelaskan bahwa
pergulatan Islam dengan sastra budaya Jawa temyata melahirkan tiga bentuk
keislaman yang memiliki dasar pemikiran yang berbeda, salah satunya adalah
Islam Kejawen.
Menurut Soebardi (dalam Sofwan, 2004), corak Islam yang
dikembangkan di Jawa lebih mengarak kepada pendekatan sufistik yang
cenderung identik dengan paham mistik agama sebelumnya sehingga melahirkan
corak keberagaman umat Islam Jawa yang khas yaitu Islam Kejawen. Pada
umumnya, masyarakat tersebut tinggal di daerah pedalaman yang masih
mendukung nilai-nilai warisan budaya lama (animisme dan hinduisme).
Munculnya berbagai macam aliran kebatman di Jawa juga sebagai akibat dari
pemahaman agama yang masih bersifat sinkretik tersebut. Orientasi keagamaan
bagi orang Jawa adalah kesaktian, kekuatan batin, keadaan selamat, dan
perlindungan terhadap bahaya dan nasib buruk. (Safitrf, 2013)
1.1.7 Hammer of Witches (Malleus Maleficarum)
Malleus Maleficarum, yang biasa diterjemahkan sebagai Hammer of
Witches, merupakan buku yang menjelaskan secara keseluruhan tentang sihir
yang banyak diketahui oleh orang. Buku ini ditulis oleh pendeta Katolik bernama
Heinrich Kramer (dengan nama Latinnya Henricus Institoris). Buku ini pertama
kali diterbitkan di kota Speyer, Jerman pada tahun 1487. Tulisan Heinrich
mendukung pemusnahan para penyihir. Penyihir, dalam pandangannya, bukanlah
9
makhluk khayalan. Dengan pakta yang mereka miliki dengan Iblis, dan dengan
izin Tuhan, penyihir dapat menghasilkan efek magis yang berbahaya.
Ruang mental dan fisik yang ditempati oleh stereotip penyihir modern berasal
dari budaya populer dan kecemasan dari pihak inkuisitor, memanfaatkan iman,
kepercayaan rakyat, sihir, dan setan yang sudah lama ada. Penyihir mewujudkan
konflik dan kontradiksi, mencerminkan dan menciptakan kecemasan tentang sifat
kemanusiaan, tatanan sosial, bid'ah dan heterodoksi, dan oposisi antara yang baik
dan yang jahat dalam hal moral dan teologis. Di tangan para ahli demonologi,
inkuisitor dan pembuat hukum, berbagai komponen penyihir didasari oleh
'perjanjian iblis', hubungan pribadi antara penyihir dan iblis, dan kosakata
Maleficium yang mencakup segalanya yang menjadi nyata ide-ide ini dalam
budaya populer dan komunitas sosial. Dalam karakter dan tindakan penyihir,
agama, ritual, sihir, hukum, dan ketegangan sosial berpotongan, menciptakan
keyakinan bahwa penyihir adalah musuh masyarakat Kristiani. (Bailey 2003,