-
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Makanan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang
mengandung
zat gizi, diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna
memenuhi kebutuhan
gizi selain dari Air Susu Ibu (Depkes RI, 2006). Makanan
pendamping ASI ini
diberikan pada bayi karena pada masa itu produksi ASI semakin
menurun sehingga
suplai zat gizi dari ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi anak
yang semakin
meningkat sehingga pemberian dalam bentuk makanan pelengkap
sangat dianjurkan
(WHO, 2000).
Makanan tambahan berarti memberi makanan lain selain ASI dimana
selama
periode pemberian makanan tambahan seorang bayi terbiasa memakan
makanan
keluarga. Pemberian makanan tambahan merupakan proses transisi
dari asupan yang
semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk
proses ini juga
dibutuhkan keterampilan motorik oral. Keterampilan motorik oral
berkembang dari
refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan
cairan dengan
memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian
belakang
(Depkes, 2000).
Istilah untuk makanan pendamping ASI bermacam-macam yakni
makanan
pelengkap, makanan tambahan, makanan padat, makanan sapihan,
weaning food,
makanan peralihan, beiskot (istilah dalam bahasa jerman yang
berarti makanan selain
dari susu yang diberikan kepada bayi). Keseluruhan istilah ini
menunjuk pada
Universitas Sumatera Utara
-
pengertian bahwa ASI maupun pengganti ASI (PASI) untuk berangsur
berubah ke
makanan keluarga atau orang dewasa (Depkes RI, 2004).
2.1.1 Jenis Makanan Tambahan
a. Makanan tambahan lokal
Makanan tambahan lokal adalah makanan tambahan yang diolah di
rumah
tangga atau di Posyandu, terbuat dari bahan makanan yang
tersedia setempat, mudah
diperoleh dengan harga terjangkau oleh masyarakat, dan
memerlukan pengolahan
sebelum dikonsumsi oleh bayi. Makanan tambahan lokal ini disebut
juga dengan
makanan pendamping ASI lokal (MP-ASI Lokal) (Depkes RI,
2006).
Pemberian makanan tambahan lokal memiliki beberapa dampak
positif, antara
lain ibu lebih memahami dan terampil dalam membuat makanan
tambahan dari
pangan lokal sesuai dengan kebiasaan dan sosial budaya setempat,
sehingga ibu dapat
melanjutkan pemberian makanan tambahan secara mandiri,
meningkatkan partisipasi
dan pemberdayaan masyarakat serta memperkuat kelembagaan seperti
posyandu,
memiliki potensi meningkatkan pendapatan masyarakat melalui
penjualan hasil
pertanian, dan sebagai sarana dalam pendidikan atau penyuluhan
gizi
(Depkes RI, 2006).
b. Makanan tambahan olahan pabrik
Makanan tambahan hasil olahan pabrik adalah makanan yang
disediakan
dengan olahan dan bersifat instan dan beredar dipasaran untuk
menambah energi dan
zat-zat gizi esensial pada bayi (Depkes RI, 2006).
Universitas Sumatera Utara
-
Makanan tambahan pabrikan disebut juga makanan pendamping ASI
pabrikan
(MP-ASI pabrikan) atau makanan komersial. Secara komersial,
makanan bayi
tersedia dalam bentuk tepung campuran instan atau biskuit yang
dapat dimakan
secara langsung atau dapat dijadikan bubur (Krisnatuti,
2000).
Sunaryo (1998) dalam Krisnatuti (2000) menyatakan bahwa untuk
membuat
makanan bayi harus memenuhi petunjuk dan mempertimbangkan
hal-hal berikut:
1) Formula
Formula harus dibuat berdasarkan angka kecukupan gizi bayi dan
balita, bahan baku
yang diizinkan, criteria zat gizi, protein, lemak, karbohidrat,
vitamin, dan mineral.
2) Proses Teknologi
Pemilihan proses teknologi berkaitan dengan spesifikasi produk
yang
diinginkan, tingkat sanitasi dan higienitas yang dikehendaki,
faktor keamanan
pangan, serta mutu akhir produk.
3) Higiene
Produk jadi makanan tambahan harus memenuhi syarat-syarat
seperti bebas
dari mikroorganisme pathogen, bebas dari kontaminan hasil
pencemaran mikroba
penghasil racun atau alergi, bebas racun, harus dikemas tertutup
sehingga terjamin
sanitasinya dan disimpan di tempat yang terlindung.
4) Pengemasan
Kemasan yang dipakai harus terbuat dari bahan yang kuat, tidak
beracun,
tidak mempengaruhi mutu inderawi produk (dari segi penampakan,
aroma, rasa dan
tekstur), serta mampu melindungi mutu produk selama jangka waktu
tertentu.
Universitas Sumatera Utara
-
5) Label
Persyaratan label makanan bayi harus mengikuti codex standard
146-1985,
dengan informasi yang jelas, tidak menyesatkan konsumen,
komposisi bahan-bahan
tercantum dalam kemasan, nilai gizi produk dan petunjuk
penyajian.
Makanan tambahan pabrikan seperti bubur susu diperdagangkan
dalam
keadaan kering dan pre-cooked, sehingga tidak perlu dimasak lagi
dan dapat
diberikan pada bayi setelah ditambah air matang seperlunya.
Bubur susu terdiri dari tepung serealia seperti beras, maizena,
terigu ditambah
susu dan gula, dan bahan perasa lainnya. Makanan tambahan
pabikan yang lain
seperti nasi tim yakni bubur beras dengan tambahan daging, ikan
atau hati serta
sayuran wortel dan bayam, dimana untuk bayi kurang dari 10 bulan
nasi tim harus
disaring atau di blender terlebih dahulu. Selain makanan bayi
lengkap (bubur susu
dan nasi tim) beredar pula berbagai macam tepung baik tepung
mentah maupun yang
sudah matang (pre-cooked) (Pudjiadi, 2000).
2.1.2 Tujuan dan Manfaat Pemberian Makanan Tambahan
Tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah untuk menambah
energi
dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat
memenuhi kebutuhan
bayi secara terus menerus, untuk mencapai pertumbuhan
perkembangan yang
optimal, menghindari terjadinya kekurangan gizi, mencegah resiko
masalah
gizi, defesiensi zat gizi mikro (zat besi, zink, kalsium,
vitamin A, vitamin C dan
folat), menyediakan makanan ekstra yang dibutuhkan untuk mengisi
kesenjangan
energy dengan nutrisi, memelihara kesehatan, mencegah penyakit,
memulihkan bila
Universitas Sumatera Utara
-
sakit, membantu perkembangan jasmani, rohani, psikomotor,
mendidik kebiasaan
yang baik tentang makanan dan memperkenalkan bermacam-macam
bahan makanan
yang sesuai dengan keadaan fisiologis bayi (Husaini, 2001).
Pemberian makanan tambahan pada bayi juga bertujuan untuk
melengkapi
ASI (mixed feeding) dan diperlukan setelah kebutuhan energy dan
zat-zat gizi tidak
mampu dipenuhi dengan pemberian ASI saja. Pemberian makanan
tambahan
tergantung jumlah ASI yang dihasilkan oleh ibu dan keperluan
bayi yang bervariasi
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya diantaranya untuk
mempertahankan kesehatan
serta pemulihan kesehatan setelah sakit, untuk mendidik
kebiasaan makan yang baik
mencakup penjadwalan waktu makan, belajar menyukai makanan
(Sembiring, 2009).
Menurut Suharjo (1999) dalam Pardosi (2009) Pemberian MP-ASI
bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anak, menyesuaikan
kemampuan alat
cerna dalam menerima makanan tambahan dan merupakan masa
peralihan dari ASI
ke makanan keluarga. Selain untuk memenuhi kebutuhan bayi
terhadap zat-zat gizi,
pemberian makanan tambahan merupakan salah satu proses
pendidikan dimana bayi
diajar untuk mengunyah dan menelan makanan padat, serta
membiasakan selera-
selera baru.
2.1.3 Komposisi Makanan Tambahan
Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang kaya energy,
protein dan
mikronutrien (terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A,
vitamin C dan
fosfat), bersih dan aman, tidak ada bahan kimia yang berbahaya
atau toksin, tidak ada
potongan tulang atau bagian yang keras yang membuat bayi
tersedak, tidak terlalu
Universitas Sumatera Utara
-
panas atau asin, mudah dimakan bayi, disukai bayi, mudah
disiapkan dan harga
terjangkau (Rosidah, 2004).
Bahan makanan tambahan pada bayi dibedakan atas 2 golongan yaitu
hewani
dan nabati. Golongan hewani terdiri dari ikan, telur, daging.
Golongan nabati terdiri
dari buah-buahan, sayur-sayuran, padi-padian (Baso, 2007).
Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang mengandung
sejumlah
kalori atau energi (karbohidrat, protein dan lemak), vitamin,
mineral dan serat untuk
pertumbuhan dan energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan
dan harga yang
terjangkau. Makanan harus bersih dan aman, terhindar dari
pencemaran
mikroorganisme dan logam, serta tidak kadaluarsa (Kepmenkes RI,
2007).
Karbohidrat diperlukan sebagai sumber energi yang paling murah,
untuk
mencukupi kebutuhan energi dianjurkan sekitar 60-70% energi
total berasal dari
karbohidrat. Pada ASI dan sebagian besar susu formula bayi,
40-50% kandungan
kalorinya berasal dari karbohidrat terutama laktosa (Krisnatuti,
2000).
Protein ASI rata-rata 1,15g/100ml sehingga apabila bayi
mengkonsumsi ASI
selama 4 bulan pertama (sekitar 600-900ml/hari). Pertambahan
Protein pada bayi
yang diberi MP-ASI pertama kali ( usia 6-12 bulan) pertambahan
Protein nya tidak
terlalu besar. Semakin bertambah usia bayi maka protein yang
dibutuhkan semakin
meningkat. Setelah menginjak usia satu tahun bayi membutuhkan
protein sekitar dua
kali lipat pada masa sebelum nya (Krisnatuti, 2000).
Kacang-kacangan merupakan
sumber protein nabati yang baik untuk bayi dan sebagai bahan
campurannya
digunakan tempe kedelai, kacang tanah, dan tempe koro benguk
(Baso, 2007).
Universitas Sumatera Utara
-
Lemak merupakan sumber energi dengan konsentrasi tinggi. Lemak
berfungsi
sebagai sumber asam lemak esensial, pelarut vitamin A, D, E, dan
K, serta member
rasa gurih dan sedap pada makanan. Apabila energi dan protein
sudah terpenuhi maka
kecukupan gizi lemak yang dianjurkan tidak dicantumkan karena
secara langsung
kecukupan lemak sudah terpenuhi (Krisnastuti, 2000).
Vitamin yang dibutuhkan terdiri dari vitamin yang larut dalam
lemak dan
vitamin yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak
adalah vitamin A, D,
E, dan K, sedangkan yang larut dalam air adalah vitamin vitamin
C, B1, Riboflavin,
Niasin, B6, B12, asam folat, dan vitamin lain yang tergolong
vitamin B kompleks
(Krisnastuti, 2000). ASI tidak mengandung vitamin D dalam
konsentrasi yang
dibutuhkan bayi. Vitamin ini secara alami dihasilkan oleh kulit
ketika terpapar sinar
matahari, dan bila bayi sering berjemur di daerah panas atau
matahari beberapa kali
seminggu maka kulitnya akan menghasilkan semua vitamin D yang
dibutuhkan bayi
(Satyanegara, 2004).
Mineral dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Unsur Fe
(besi) dan
I (iodium) merupakan 2 jenis mineral bayi yang jarang terpenuhi
yang mengakibatkan
anemia dan gondok. Bayi tidak dilahirkan dengan cadangan zat
besi yang memadai
yang akan melindungi bayi dari anemia. Jika bayi diberi ASI maka
kebutuhan zat
besinya dapat terpenuhi sehingga tidak dibutuhkan tambahan.
Setelah bayi berumur 6
bulan, bayi harus mulai diberikan makanan yang mengandung zat
besi (sereal,
daging, sayuran hijau), yang dapat menjamin pasokan zat besi
yang mencukupi untuk
Universitas Sumatera Utara
-
pertumbuhan yang sehat (Satyanegara, 2004). Jenis mineral
lainnya yang dibutuhkan
bayi seperti kalsium, fosfor dan seng (Krisnastuti, 2000).
2.2. Pola Pemberian Makanan Tambahan
Air Susu Ibu (ASI) memenuhi seluruh kebutuhan bayi terhadap
zat-zat gizi
yaitu untuk pertumbuhan dan kesehatan sampai berumur enam bulan,
sesudah itu ASI
tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan bayi. Makanan tambahan mulai
diberikan umur
enam bulan satu hari. Pada usia ini otot dan saraf di dalam
mulut bayi cukup
berkembang dan mengunyah, menggigit, menelan makanan dengan
baik, mulai
tumbuh gigi, suka memasukkan sesuatu ke dalam mulut nya dan
berminat terhadap
rasa yang baru (Rosidah,2004).
Makanan tambahan yang baik adalah kaya energi, protein, dan
mikronutrien
(terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C, dan
folat), bersih dan aman,
tersedia didaerah anda dan harga terjangkau serta mudah
disiapkan (Depkes, 2006).
Jumlah zat gizi yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh bayi dapat
dilihat pada
setiap Recommended Dietary Allowance (RDA) yang telah
diestimasikan berdasarkan
kelompok usia, seperti tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 2.1 Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Anak
Indonesia
Standar Berat Badan UMUR Tinggi Badan dan Kecukupan
Zat Gizi 0-6 bulan 7-12 bulan 12-36 bulan
Berat badan (kg) 5,5 8,5 12 Tinggi badan (cm) 60 71 90 Energi
(Kkal) 560 800 1250 Protein 12 15 23 Vitamin A (RE) 350 350 350
Ribovlavin (mg) 0,3 0,5 0,6 Niasin (mg) 2,5 3,8 5,4 Vitamin B12
(mg) 0,1 0,1 0,5 Asam Folat 22 32 40 Vitamin C (mg) 30 35 40
Kalsium (mg) 600 400 500 Fosfor (mg) 200 250 250 Magnesium (mg) 35
55 75 Besi (mg) 3 5 8 Seng (mg) 3 5 10 Iodium (mg) 50 70 70
Selenium (mg) 10 15 20
Sumber: (Widya Karya Pangan dan Gizi, 2004)
Angka kebutuhan diatas bukanlah suatu kebutuhan minimum dan
maksimum,
akan tetapi dapat dipakai untuk mengetahui tingkat konsumsi dari
suatu populasi.
2.2.1 Risiko /Dampak Pemberian MP-ASI Dini
Risiko pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari
enam bulan
berbahaya karena pemberian makanan yang terlalu dini dapat
menimbulkan solute
load hingga dapat menimbulkan hyperosmolality, kenaikkan berat
badan yang terlalu
cepat dapat menyebabkan obesitas, alergi terhadap salah satu zat
gizi yang terdapat
dalam makanan yang diberikan pada bayi. Bayi yang mendapat
zat-zat tambahan
seperti garam dan nitrat yang dapat merugikan pada ginjal bayi
yang belum matang,
Universitas Sumatera Utara
-
dalam makanan padat yang dipasarkan terdapat zat pewarna atau
zat pengawet yang
membahayakan dalam penyediaan dan penyimpanan makanan (Pudjiadi,
2000).
Pemberian makanan tambahan pada bayi sebelum umur tersebut
akan
menimbulkan risiko sebagai berikut (Ariani, 2008):
a) Seorang anak belum memerlukan makanan tambahan saat ini,
makanan tersebut
dapat menggantikan ASI, jika makanan diberikan maka anak akan
minum ASI
lebih sedikit dan produksi ASI ibu akan lebih sedikit sehingga
akan lebih sulit
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak.
b) Anak mendapat faktor perlindungan dari ASI lebih sedikit
sehingga resiko infeksi
meningkat.
c) Risiko diare meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih
ASI.
d) Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer,
bubur nya berkuah
dan sup karena mudah dimakan bayi, makanan ini memang membuat
lambung
penuh tetapi memberikan nutrient sedikit.
e) Ibu mempunyai risiko lebih tinggi untuk hamil lagi.
Pemberian makanan padat terlalu dini sering dihubungkan
dengan
meningkatnya kandungan lemak dan berat badan pada anak-anak.
Makanan tambahan
yang diberikan pada bayi cenderung mengandung protein dan lemak
tinggi sehingga
pada akhirnya akan berdampak pada konsumsi kalori yang tinggi
dan mengakibatkan
obesitas (Albar, 2007).
Universitas Sumatera Utara
-
2.2.2 Faktor faktor yang Memengaruhi Pemberian MP-ASI
Beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian makanan pendamping
ASI
yaitu tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan penduduk, sosial
ekonomi, begitu pula
faktor kebudayaan, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat yang
turun temurun
mengenai pemberian MP-ASI pada bayi.
1. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2000), pengetahuan adalah hasil tahu dan ini
terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap subyek
tertentu. Pengetahuan ibu
adalah faktor yang penting dalam pemberian makanan tambahan pada
bayi karena
dengan pengetahuan yang baik, ibu tahu kapan waktu pemberian
makanan yang tepat.
Pengetahuan dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan
orang lain, media
cetak media elektronik, atau penyuluhan-penyuluhan. Pengetahuan
didukung oleh
pendidikan karena pendidikan merupakan suatu proses untuk
mengembangkan semua
aspek kepribadian manusia meliputi pengetahuan, nilai, sikap,
dan keterampilan
sehingga terjadi perubahan perilaku yang positif.
Ketidaktahuan tentang akibat pemberian makanan pendamping ASI
dini dan
cara pemberian nya serta kebiasaan yang merugikan kesehatan,
secara langsung
maupun tidak langsung menjadi penyebab masalah gizi kurang pada
anak, khususnya
pada anak dibawah 2 tahun (DepKes, 2000).
2. Tingkat pendidikan
Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian,
mengembangkan
pengetahuan jasmani dan rohani agar mampu melaksanakan
tugas.
Universitas Sumatera Utara
-
Pendidikan bukan sekedar usaha pemberian informasi dan
keterampilan tetapi
diperluas ruang lingkup nya sehingga mencakup usaha mewujudkan
kehidupan
pribadi sosial yang memuaskan. Makin tinggi tingkat pendidikan,
pengetahuan dan
keterampilan maka terdapat kemungkinan makin baik tingkat
ketahanan pangan
keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, makin mengerti waktu
yang tepat
memberikan makanan tambahan bagi bayi serta mengerti dampak yang
ditimbulkan
jika makanan tersebut diberikan terlalu dini. Ibu yang
berpendidikan akan memahami
informasi dengan baik penjelasan yang diberikan oleh petugas
kesehatan, selain itu
tidak akan terpengaruh dengan informasi yang tidak jelas.
3. Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi berhubungan erat dengan pekerjaan dan
pendapatan
orang tua yang nanti nya bepengaruh terhadap konsumsi energi.
Ibu yang bekerja
akan berpengaruh terhadap pola asuh anak, ibu menjadi kurang
perhatian dan kurang
dekat dengan anak karena sebagian besar waktu siang digunakan
untuk bekerja diluar
rumah. Selain itu pemberian ASI untuk bayipun semakin
berkurang.
Orang tua yang mempunyai pendapatan tinggi akan mempunyai daya
beli
yang lebih tinggi pula, sehingga memberikan peluang yang lebih
besar untuk memilih
berbagai jenis makanan. Adanya peluang tersebut mengakibatkan
pemilihan jenis
makanan dan jumlah makanan tidak lagi didasarkan pada kebutuhan
dan
pertimbangan kesehatan, termasuk pada pemberian makanan
pendamping ASI bagi
bayi.
Universitas Sumatera Utara
-
Pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini bisa terjadi
karena orang tua
terlalu sibuk dengan pekerjaan diluar rumah dan pengasuhan anak
diserahkan kepada
orang lain. Banyak sekali orang tua yang memberikan makanan
pendamping sebelum
usia 6 bulan. Umumnya banyak ibu yang beranggapan bahwa jika
anak nya kelaparan
diberi makanan akan tidur nyenyak belum lagi anggapan masyarakat
seperti orang tua
terdahulu bahwa anak mereka dulu yang diberi makanan pada umur 2
bulan sampai
sekarang dapat hidup sehat, alasan lain bahwa saat ini gencarnya
promosi makanan
bayi yang belum mengindahkan ASI eksklusif sampai 6 bulan (Lily,
2005).
2.3. Pola Pemberian Makanan Pada Bayi
Pola makan adalah cara yang ditempuh seseorang/sekelompok orang
untuk
memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap
pengaruh fisiologis,
psikologis, budaya dan sosial (Suhardjo, 1986).
Menurut Kartini (2006), yang mengutip pendapat Lie goan hong
menyatakan
pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran
mengenai macam
dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu
orang dan merupakan
cirri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu. Sedangkan
menurut baliwati
(2004) pola konsumsi makan adalah susunan jenis dan jumlah
makanan yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu
tertentu.
2.3.1 Pola Makan pada Bayi Usia 0-6 Bulan
Tahun pertama khususnya enam bulan pertama, adalah masa yang
sangat
kritis dalam kehidupan bayi. Bukan hanya pertumbuhan fisik yang
berlangsung
Universitas Sumatera Utara
-
dengan cepat, tetapi juga pembentukan psikomotor dan akulturasi
terjadi dengan
cepat. ASI harus merupakan makanan utama pada masa ini. Biasanya
makanan
tambahan ASI diperlukan pada trimerter ke dua yaitu pada anak
setelah berumur
enam bulan.
ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi, berikanlah ASI saja
sampai bayi
berumur 6 bulan (ASI Eksklusif). Kontak fisik dan hisapan bayi
akan merangsang
produksi ASI terutama 30 menit pertama setelah lahir. Pada
periode ini ASI saja
sudah dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi (Depkes, 2000).
Kolustrum harus segera diberikan kepada bayi ,walaupun jumlah
nya sedikit
namun sudah memenuhi kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama.
Sebaiknya
jangan memberikan makanan atau minuman seperti air kelapa, air
tajin, air the, madu,
pisang, dan lain-lain) pada bayi sebelum diberikan ASI karena
sangat membahayakan
kesehatan bayi dan mengganggu keberhasilan menyusui.
Pada umumnya bayi yang baru lahir mempunyai jadwal makan yang
tidak
teratur, bayi bisa makan sebanyak 6-12 kali atau lebih dalam 24
jam tanpa jadwal
yang teratur. Menyusui bayi dapat dilakukan setiap 3 jam
alasannya karena lambung
bayi akan kosong dalam waktu 3 jam sehabis menyusui. Sejalan
dengan
bertambahnya usia jarak antara waktu menyusui menjadi lebih
lama, karena kapasitas
lambungnya membesar dan produksi susu ibu meningkat (Steven,
2005).
Universitas Sumatera Utara
-
Beberapa contoh menu sehat makanan untuk bayi sesuai dengan
kebutuhan
gizi seperti berikut:
Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Makanan Tambahan Menurut Umur Bayi,
Jenis Makanan, dan Frekuensi Pemberian Makanan
Usia Bayi Jenis Makanan Berapa Kali Sehari
0-6 bulan ASI 10-12 kali sehari
6-7 bulan ASI Saat dibutuhkan
Buah lunak/sari buah Bubur: bubur havermout/bubur tepung beras
merah
1-2 kali
7-9 bulan ASI Saat dibutuhkan
Buah-buahan Hati ayam atau kacang-kacangan Beras merah atau ubi
Sayuran (wortel, bayam) Minyak/santan/advokad Air tajin
3-4 kali
9-12 bulan ASI Saat dibutuhkan
Buah-buahan Bubur/roti Daging/kacang-kacangan/ayam/ikan Beras
merah/kentang/labu/jagung Kacang tanah Minyak/santan/avokad Sari
buah tanpa gula
4-6 kali
12-24 bulan ASI Saat dibutuhkan
Makanan pada umumnya, termasuk telur dengan kuning telurnya dan
jeruk
4-6 kali
Sumber: Krisnatuti, D & Yenrina, R (2000)
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 2.3 Jadwal Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi
(Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia /IDAI)
0-6 bulan 6-7 bulan 7-9 bulan 9-12 bulan > 12 bulan Pukul
06.00
ASI on demand
ASI ASI/PASI ASI/PASI ASI/PASI
Pukul 08.00 (makan pagi)
ASI on demand
Bubur susu Bubur menuju nasi tim
Nasi tim menuju makanan keluarga
Makanan keluarga
Pukul 10.00
ASI on demand
Buah segar/biskuit
Buah segar/biskuit
Buah segar/biskuit
Snack
Pukul 12.00 (makan siang)
ASI on demand
ASI Bubur menuju nasi tim
Nasi tim menuju makanan keluarga
Makanan keluarga
Pukul 14.00
ASI on demand
ASI ASI/PASI ASI/PASI
Pukul 16.00
ASI on demand
Buah segar/biskuit
Buah segar/biskuit
Buah segar/biskuit
Snack
Pukul 18.00
ASI on demand
Bubur susu Bubur menuju nasi tim
Nasi tim menuju makanan keluarga
Makanan keluarga
Pukul 21.00
ASI on demand
ASI ASI/PASI ASI/PASI ASI/PASI
Sumber: Sembiring T, dkk (2009) 2.3.2 Pola Makan pada Bayi Usia
6-12 Bulan (ASI dan MP-ASI)
Seorang bayi untuk tumbuh dan menjadi lebih aktif, gizi nya
tidak cukup
hanya dengan asupan ASI saja, karena ASI hanya mampu mencukupi
kebutuhan bayi
Universitas Sumatera Utara
-
sampai umur 6 bulan. Setelah itu produksi ASI semakin berkurang
sedangkan
kebutuhan bayi semakin meningkat seiring bertambah umur dan
berat badannya.
Makanan tambahan yang baik adalah kaya energi, protein, dan
mikronutrien
(terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan
folat), bersih dan aman,
tidak terlalu pedas atau asin, mudah dimakan oleh anak, disukai
anak, harga
terjangkau dan mudah disiapkan (Depkes RI, 2006).
Walaupun bayi telah diperkenalkan dengan makanan tambahan
sebagai tahap
awal, perkenalkan dengan bubur dan sari buah dua kali sehari
sebanyak 1-2 sendok
makan penuh. Frekuensi pemberian bubur ini, lambat laun harus
ditingkatkan.
Menginjak umur 7-9 bulan porsi kebutuhannya dapat ditingkatkan
yaitu sebanyak 3-6
sendok penuh tiap kali makan, paling tidak empat kali sehari
keadaan bubur harus
tetap disaring, apabila bayi masih tampak lapar dapat diberi
makanan kecil misalnya
roti kering, pisang. Pada umur 9 bulan berikan bubur yang tidak
disaring atau nasi tim
yang dibuat dari bahan makanan bergizi tinggi (WHO, 2004).
Menginjak usia 10-12 bulan bayi sudah dapat diberi bubur yang
dicacah untuk
mempermudah proses penelanan. Setelah berumur satu tahun bayi
mulai mengenal
makanan yang dimakan oleh seluruh anggota keluarga. Seorang bayi
harus makan 4-5
kali sehari. Makanan anak harus terdiri dari makanan pokok,
kacang-kacangan,
pangan hewani, minyak, santan atau lemak, buah-buahan
(Krisnatuti, 2006).
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 2.4 Makanan Tambahan Anak Usia 6 24 bulan
6 8 bulan 8 9 bulan 9 12 bulan 12 24 bulan Jenis 1 jenis
bahan
dasar (6 bulan) 2 jenis bahan dasar (7 bulan)
2-3 jenis bahan dasar (sajikan secara terpisah atau
dicampur)
3-4 jenis bahan dasar (sajikan secara terpisah atau
dicampur)
Makanan keluarga (tanpa garam,gula,penyedap, hindari santan dan
gorengan)
Tekstur Semi-cair (dihaluskan atau puree), secara bertahap
kurangi campuran air sehingga menjadi semi padat
Lunak (disaring) dan potongan makanan yang dapat digenggam dan
mudah larut
Kasar (dicincang) makanan yang dipotong dan dapat di genggam
Padat
Frekuensi Makanan Utama: 1-2x/hari Camilan: 1 x/hari
Makanan Utama: 2-3x/hari Camilan: 1 x/hari
Makanan Utama: 3x/hari Camilan: 2x/hari
Makanan Utama: 3-4x/hari Camilan: 2x/hari
Porsi 1-2 st, secara bertahap ditambahkan
2-3 sm makanan semi padat. Potongan makanan seukuran sekali
gigit
3-4 sm makanan semi padat yang kasar. Potongan makanan ukuran
kecil/sekali gigit
5 sm makanan atau lebih
ASI Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi Susu dan
produk susu olahan
- Belum boleh susu sapi slice keju cheddar cangkir yogurt untuk
bayi
Belum boleh susu sapi slice keju cheddar cangkir yogurt untuk
bayi
1-2 porsi susu sapi atau produk susu olahan
Sumber: Safitri, 2007
Universitas Sumatera Utara
-
2.4. Status Gizi Bayi
Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara
konsumsi dan
penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau
keadaan fisiologis
akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Sehingga
status gizi dapat
diartikan sebagai ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel
tertentu, atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel
tertentu
(Supariasa dkk, 2002).
Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh yang disebabkan
konsumsi
makanan dan penggunaan zat gizi. Status gizi seseorang
dipengaruhi oleh jumlah dan
jenis yang dikonsumsi dan penggunaan nya dalam tubuh. Apabila
konsumsi makanan
dalam tubuh terganggu dapat mengakibatkan status gizi jelek dan
biasanya disebut
kurang gizi (Almatsier, 2004).
2.4.1 Penilaian Status Gizi pada Anak
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan
keadaan
gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang
bersifat objektif
maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang
telah tersedia
(Arisman, 2006)
Menurut Supariasa dkk (2001), penilaian status gizi dapat
dilakukan dengan
dua cara yaitu: penilaian status gizi secara langsung dan
penilaian status gizi secara
tidak langsung.
Universitas Sumatera Utara
-
1. Penilaian status gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat
penilaian yaitu :
1. Secara antropometri : dengan mengukur berat badan, tinggi
badan, atau mengukur
bagian tubuh seperti lingkar atas, lingkar kepala, tebal lapisan
lemak dan lain-lain.
2. Secara klinis : dengan pemeriksaan keadaan jasmani oleh
dokter atau orang yang
sudah terlatih. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan
yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat
dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral
atau organ-organ yang
dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
3. Secara biokimia : dengan pemeriksaan specimen yang diuji
secara laboratoris
yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakan
antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain
seperti hati dan otot.
4. Secara biofisik : dengan melihat kemampuan fungsi (khusus nya
jaringan) dan
melihat perubahan struktur dari jaringan.
2. Penilaian status gizi secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3
penilaian yaitu :
1. Survei konsumsi makanan: Adalah suatu metode penentuan status
gizi secara
tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi.
Kesalahan dalam survei makanan bisa disebabkan oleh perkiraan
yang tidak tepat
dalam menentukan jumlah makanan yang dikonsumsi balita,
kecenderungan
untuk mengurangi makanan yang banyak dikonsumsi dan menambah
makanan
Universitas Sumatera Utara
-
yang bernilai sosial tinggi, keinginan melaporkan konsumsi
vitamin dan mineral
tambahan kesalahan dalam mencatat (food record).
2. Statistik vital: Adalah dengan cara menganalisa data beberapa
statistik kesehatan
seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan
kematian akibat
penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan
gizi.
3. Faktor Ekologi: malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai
hasil interaksi
beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah
makanan yang
tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim,
tanah, irigasi dll.
2.4.2. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri
Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering
digunakan
adalah antropometri gizi. Antropometri telah lama dikenal
sebagai indikator untuk
penilaian status gizi perseorangan maupun masyarakat. Pengukuran
antropometri
dapat dilakukan oleh siapa saja dengan hanya memerlukan latihan
yang sederhana
(Depkes, 2000).
Selain itu pengukuran antropometri memiliki metode yang tepat,
akurat
karena mempunyai ambang batas dan rujukan yang pasti, pengukuran
antropometri
juga mempunyai prsedur yang sederhana dan dapat dilakukan dalam
jumlah sampel
yang besar (Supariasa, 2002)
Indeks yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah
berat badan
menurut umur (BB/U), Tinggi badan menurut umur (TB/U), berat
badan menurut
tinggi badan (BB/TB).
Universitas Sumatera Utara
-
1. Berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan adalah satu parameter yang sangat sensitif terhadap
perubahan-
perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit
infeksi, menurunnya
nafsu makan, atau menurunnya makanan yang dikonsumsi. Berat
badan adalah
parameter antropometri yang sangat labil, oleh sebab itu indeks
BB/U lebih
menggambarkan status gizi seseorang saat ini.
2. Tinggi badan menurut umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh
seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat
badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu
yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak
dalam waktu yang
relatif lama. Indeks TB/U disamping menggambarkan status gizi
masa lalu, juga erat
kaitannya dengan status sosial ekonomi.
3. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi
badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan
indikator yang baik
untuk menilai status gizi saat ini. Indeks BB/TB adalah indeks
yang independen
terhadap umur.
Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan
sensitif/peka
dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan
penggunaan
Universitas Sumatera Utara
-
BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting <
-2SD diatas 10%
menunjukkan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang
sangat serius dan
berhubungan langsung dengan angka kesakitan.
Tabel 2.5 Penilaian Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U, TB/U,
BB/TB Standar Baku Antropometri Menurut WHO 2005
No Indeks yang
dipakai Status Gizi Keterangan
1 BB/U Berat Badan Normal Berat Badan Kurang Berat Badan Sangat
Kurang
Zscore -2 sampai 1 Zscore < -2 sampai -3 Zscore < -3
2 TB/U Normal Pendek Sangat Pendek
Zscore -2 sampai 3 Zscore < -2 sampai -3 Zscore < -3
3 BB/TB Sangat gemuk Gemuk Resiko gemuk Normal Kurus Sangat
kurus
Zscore > 3 Zscore >2 sampai 3 Zscore >1 sampai 2 Zscore
-2 sampai 1 Zscore < -2 sampai -3 Zscore < -3
Sumber : Interpretasi Indikator Pertumbuhan Depkes 2008
2.4.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Status Gizi Pada Bayi
Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat gizi
di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan
digunakan secara
efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan
pertumbuhan
fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara
umum pada tingkat
setinggi mungkin (Almatsier, 2001).
Ada dua faktor yang berperan dalam menentukan stautus gizi
seseorang yaitu
(Apriadji (1986) :
Universitas Sumatera Utara
-
1. Faktor Gizi Internal
Faktor gizi internal adalah faktor-faktor yang menjadi dasar
pemenuhan
tingkat kebutuhan gizi seseorang, yaitu nilai cerna makanan,
status kesehatan, status
fisiologis, kegiatan, umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh.
Secara langsung status
gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang
mungkin diderita anak.
Kedua penyebab langsung ini sangat terkait dengan pola asuh anak
yang diberikan
oleh ibu/pengasuh nya. Dan penyebab tidak langsung adalah
ketahanan pangan di
keluarga, Pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan
kesehatan lingkungan.
Ketiga faktor ini saling terkait dengan pendidikan, pengetahuan
dan ketrampilan
keluarga (Dinkes Sumatera Utara, 2010)
2. Faktor Gizi Eksternal
Faktor gizi eksternal adalah faktor-faktor yang berpengaruh
diluar diri
seseorang, yaitu daya beli keluarga, latar belakang sosial
budaya, tingkat pendidikan
dan pengetahuan gizi, jumlah anggota keluarga dan kebersihan
lingkungan.
2.5. Pola Makan dan Status Gizi
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.
Kondisi
status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat
gizi yang akan
digunakan secara efesien, sehingga memungkinkan terjadinya
pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat
kesehatan optimal
(Roesli, 2005). Hal ini sesuai dengan penelitian Munawaroh
(2006) di Kabupaten
Pekalongan yang menyatakan bahwa Balita dengan pola makan yang
tidak baik
mempunyai resiko untuk mengalami status gizi kurang 8,1 kali
lebih besar dari pada
balita dengan pola makan yang baik.
Universitas Sumatera Utara
-
Menurut Manalu (2008) penelitian di Desa Palip Kecamatan Silima
Pungga-
pungga Kabupaten Dairi. pada pengelompokan anak menurut pola
makan diketahui
bahwa anak yang memiliki pola makan yang baik maka status gizi
nya baik sebanyak
(86%), dan anak yang memiliki pola makan tidak baik tetapi
ststus gizi nya baik
sebanyak (13,6%), sedangkan anak yang memiliki pola pola makan
baik tetapi status
gizi nya tidak baik ada sebanyak (42,1%) dan anak yang memiliki
pola makan tidak
baik dan status gizinya juga tidak baik ada sebesar (57,9%).
Analisa statistik
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pola makan
dengan status gizi
anak (p
-
Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah di perkenalkan UNICEF
dan
telah digunakan secara international, yang meliputi beberapa
tahapan penyebab
timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik penyebab langsung
dan tidak
langsung, akar masalah dan pokok masalah. Berdasarkan Soekirman
dalam materi
Aksi Pangan dan Gizi nasional (Depkes RI, 2000), penyebab kurang
gizi dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit
infeksi yang
mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya
disebabkan makanan yang
kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan
yang baik tetapi
karena sering sakit diare atau demam dapat menderita kurang
gizi. Demikian pula
anak yang makannya tidak cukup cukup baik maka daya tahan tubuh
akan melemah
dan mudah terserang penyakit. Kenyataan nya baik makanan maupun
penyakit secara
bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.
Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di
keluarga, pola
asuh, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Ketahanan pangan adalah
kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh
anggota keluarga
dalam jumlah yang cukup dan baik mutu nya. Pola pengasuhan
adalah kemampuan
keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan
terhadap anak agar
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental,
dan sosial.
Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah tersedianya
air bersih dan sarana
pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh
keluarga.
Universitas Sumatera Utara
-
Status gizi anak balita dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut
Unicef (1998),
penyebab kurang gizi pada anak balita sebagaimana terlihat pada
gambar 2.1.
Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan
Gambar 2.1. Penyebab Kurang Gizi pada Anak (Unicef, 1998)
Makanan tidak seimbang Infeksi
Tidak cukup Persediaan pangan
Sanitasi dan air bersih/pelayanan kesehatan dasar tidak
memadai
Kurang pendidikan Pengetahuan dan
ketrampilan
Penyebab langsung
Kurang Gizi
Dampak
Pola asuh anak tidak memadai
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan
sumberdaya
Krisis Ekonomi, Politik, dan
Penyebab tidak langsung
Akar masalah
Pokok masalah di masyarakat
Universitas Sumatera Utara
-
2.7. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian serta tinjauan pustaka di atas,
maka dapat
disusun kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Pola Pemberian MP-ASI
- Jenis Makanan Tambahan
- Jumlah Energi Protein
- Frekuensi Makan - Usia Pertama kali
diberi Makanan Tambahan
Status Gizi
Bayi
Universitas Sumatera Utara