BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep TB 2.1.1 Definisi TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Misnadiarly, 2006). 2.1.2 Etiologi Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis bakteri yang berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium Tuberculosis memiliki dinding yang sebagian besar terdiri atas lipid, kemudian peptidoglikan dan arabinomannan (PPTI, 2012). Lipid ini yang membuat bakteri lebih tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Bakteri ini dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es), tetapi ia tidak tahan terhadap sinar 10
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep TB
2.1.1 Definisi
TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Misnadiarly, 2006).
2.1.2 Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis bakteri yang berbentuk
batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan,
sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium Tuberculosis
memiliki dinding yang sebagian besar terdiri atas lipid, kemudian peptidoglikan
dan arabinomannan (PPTI, 2012). Lipid ini yang membuat bakteri lebih tahan
asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Bakteri ini dapat
hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es), tetapi ia tidak tahan terhadap sinar matahari. Dalam
jaringan tubuh bakteri ini dapat dormant (tertidur) selama beberapa tahun. Bakteri
ini dapat bangkit kembali sehingga menjadikan penyakit TB menjadi aktif lagi
(Misnadiarly, 2006).
Sifat lain bakteri ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa bakteri
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Tekanan oksigen
pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi tertinggi penyakit TB paru (Sudoyo, 2009).
10
11
2.1.3 Cara penularan
Mycobacterium Tuberculosis (MT) ditularkan dari orang ke orang melalui
jalan pernapasan. Sumber penularan TB paru adalah pasien TB BTA positif. Pada
waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut
terhirup kedalam saluran pernapasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk kedalam
tubuh manusia melalui pernapasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar
ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran pernapasan atau menyebar langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya
(Price, 2006).
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang ditularkan dari parunya, makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang
terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dahak dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2009).
Faktor risiko yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi
penderita TB adalah mereka yang tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi
aktif, memiliki daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya mereka yang
kekurangan gizi, orang berusia lanjut, bayi atau mereka yang mengidap
HIV/AIDS (Depkes RI, 2009).
12
2.1.4 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang menunjukkan penyakit TB Paru adalah (Aditama,
2008) :
1. Manifestasi respiratorik
- batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih
- dahak bercampur darah dan batuk darah
- sesak nafas dan nyeri dada
2. Manifestasi sistemik
- berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
- demam meriang lebih dari 1 bulan
- berkeringat malam walaupun tanpa aktifitas
- badan lemah, nafsu makan menurun, dan malaise
2.1.5 Diagnosis
2.1.5.1 Diagnosis TB pada orang dewasa
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan
yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Menkes RI, 2009) :
1) S (sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.
13
2) P (pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3) S (sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak SPS dari 3 kali pemeriksaan tersebut
ialah bila (PDPI, 2006) :
a) 3 positif atau 2 positif dan1 negatif = BTA positif.
b) 1 positif dan 2 negatif = ulang pemeriksaan. Kemudian, bila tetap 1 positif
dan 2 negatif = BTA positif. Tapi bila 3 negatif = BTA negatif.
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
rekomendasi WHO. Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis
and Lung Disease) yaitu (PDPI, 2006) :
a) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.
b) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
c) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).
d) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).
e) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA) pada dahak. Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
14
Pemeriksaan lain seperti foto torak, biakan, dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak
dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto torak saja. Foto
torak tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu
menunjukkan aktifitas penyakit (Menkes RI, 2009).
Gambar 2.1. Alur Diagnosis TB paruSumber: Pedoman Pengendalian TB, 2011
2.1.5.2 Diagnosis TB pada anak-anak
Ada beberapa cara (Nastiti, 2010) :
a. Uji tuberkulin (Mantoux)
Bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan
15
kemungkinan ada TB aktif pada anak. Namun, uji tuberkulin dapat negatif pada
anak TB berat dengan alergi (malnutrisi, penyakit sangat berat, dan lain-lain).
b. Reaksi cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa
kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi
kuman TB.
c. Foto torak
Gambaran foto torak TB paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto
biasanya sulit, harus hati-hati, kemungkinan bisa overdiagnosis atau
underdiagnosis.
d. Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung pada anak biasanya
dilakukan dengan bilasan lambung karena dahak biasanya sulit didapat pada anak.
Dari uraian diatas terlihat sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak,
sehingga dibuatlah pedoman dengan sistem skoring untuk menegakkan diagnosis
TB pada anak (PP IDAI, 2005).
16
Tabel 2.1 Sistem Skoring Diagnosis TB Anak
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas Laporan keluarga, BTA (-) atau tidak tahu
Sumber: Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, UKK Pulmonologi PP IDAI, 2005
Catatan : Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis TB Berat badan dinilai saat datang (moment opname) Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku Foto torak bukan alat diagnostik utama pada TB anak Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem
skoring TB anak Didiagnosis TB jika skor ≥ 6 (skor maksimal 14)
17
2.1.5.3 Pemeriksaan foto torak
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto torak. Namun
pada kondisi tertentu pemeriksaan foto torak perlu dilakukan sesuai dengan
indikasi sebagai berikut (Tabrani, 2010) :
a) Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto torak diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
BTA positif.
b) Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
c) Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudatif,
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami
hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
2.1.5.4 Uji tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat
untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan
sering digunakan dalam “Screening TB”. Efektifitas dalam menemukan infeksi
TB dengan uji tuberkulin pada anak adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur
kurang dari 1 tahun yang menderita TB aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–
2 tahun 92%, 2– 4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari
18
persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang spesifik (Nastiti, 2010).
Lokasi penyuntikan uji tuberkulin umumnya pada ½ bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji
tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari
pembengkakan (indurasi) yang terjadi (Nastiti, 2010) :
a) Pembengkakan (indurasi) : 0–4 mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak
ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
b) Pembengkakan (indurasi) : 5–9 mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa
karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal
atau pasca vaksinasi BCG.
c) Pembengkakan (indurasi) : ≥ 10 mm, uji mantoux positif. Arti klinis :
sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
2.1.6 Klasifikasi penyakit dan tipe pasien
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan
suatu “definisi kasus” yang meliputi (Menkes RI, 2009) :
a) Lokasi atau organ tubuh yang sakit
b) Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis)
c) Riwayat pengobatan TB sebelumnya
2.1.6.1 Berdasarkan organ tubuh yang terkena
A. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
19
B. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin.
23
Tabel 2.4 Efek Samping Berat OAT
Sumber: Kemenkes RI, 2009
Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”
dari tabel 2.3 diatas yaitu : Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai
mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu
antihistamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal
tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi
suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu
sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah
berat, pasien perlu dirujuk (Kemenkes RI, 2009).
2.1.7.2 Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia merupakan rekomendasi dari WHO dan IUATLD
(Internatioal Union Against Tuberculosis and Lung Disease). Paduan OAT
disediakan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT).
24
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan (Menkes RI, 2009).
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu
(Menkes RI, 2009) :
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB
di Indonesia yaitu (Menkes RI, 2009) :
A. OAT Kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3)
` Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),
dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan satu kali sehari selama 2 bulan
(2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid
(H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan
(4H3R3).
Obat kategori 1 diberikan untuk:
a) Penderita baru TB Paru BTA positif
b) Penderita baru TB Paru BTA negatif dengan foto torak positif
c) Penderita baru TB Ekstra Paru
Berat BadanTahap Intensif
tiap hari selama 56 hariRHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan3 kali seminggu selama 16 minggu
RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
BeratBadan
Tahap Intensiftiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan 3 kali semingguRH (150/150) + E(400)
Selama 56 hari Selama 28hari
selama 20 minggu
30-37 kg2 tab 4KDT
+ 500 mg Streptomisin inj. 2 tab 4KDT2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol
38-54 kg3 tab 4KDT
+ 750 mg Streptomisin inj. 3 tab 4KDT3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol
55-70 kg4 tab 4KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj. 4 tab 4KDT4 tab 2KDT
+ 4 tab Etambutol
≥71 kg5 tab 4KDT
+ 1000mg Streptomisin inj. 5 tab 4KDT5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol
25
Tabel 2.5 Dosis OAT KDT untuk kategori 1
Sumber: Kemenkes RI, 2009
B. OAT Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan
HRZE dan suntikan Streptomisin setiap hari dari UPK. Dilanjutkan 1 bulan
dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5
bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Obat kategori 2 diberikan untuk :
a) Penderita kambuh (relaps)
b) Penderita gagal (failure)
c) Penderita dengan putus obat (default)
Tabel 2.6 Dosis OAT KDT untuk kategori 2
Sumber: Kemenkes RI, 2009
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hariRHZE (150/75/400/275)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT55 – 70 kg 4 tablet 4KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT
Berat badan (kg) 2 bulan tiap hariRHZ (75/50/150)
4 bulan tiap hariRH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
26
C. OAT Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2
hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, maka diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan.
Tabel 2.7 Dosis OAT KDT untuk kategori sisipan
Sumber: Kemenkes RI, 2009
D. OAT Kategori Anak (2HRZ/ 4HR)
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan berikan
dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap
intensif maupun tahap lanjutan.
Tabel 2.8 Dosis OAT KDT untuk kategori anak
Sumber: Kemenkes RI, 2009
Keterangan:
Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet. Anak dengan BB > 33 kg , dirujuk ke rumah sakit. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus
sesaat sebelum diminum.
27
2.2 Pengawas Menelan Obat
Untuk menjamin kesembuhan dan mencegah resistensi serta keteraturan
pengobatan dan mencegah drop out (lalai) pada penderita TB paru maka
diterapkan strategi DOTS, yang salah satu komponennya yaitu pengawasan
langsung menelan OAT oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Bagi penderita TB
yang rumahnya dekat dengan puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya
maka PMO mereka adalah petugas puskesmas, sedangkan bagi penderita yang
rumahnya jauh, diperlukan PMO atas bantuan masyarakat, LSM (Lembaga