JUMP 11. Saturasi oksigen : presentasi Hb yang berikatan dengan
Oksigen dalam arteri . N = 95-100 %
2. Gurgling : suara kumur-kumur, ada obstruksi yang isinya
cairan
3. Patient safety : proses dalam rumah sakit yang memberikan
pelayanan pasien agar lebih aman
4. Sinus takikardi normoaktif :
a. Sinus : gelombang P diikuti QRS
b. Takikardi : > 100 x/ menit
c. Normoaktif : lead I,II , AVF positif (-300 sampai +1200)
5. Apnea : periode henti nafas
6. Rhonik kasar : suara pada pernafasan karena banyak infiltrat.
Suara seperti gelembung yang pecah
JUMP 2
1. Apakah ada hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan
keadaan pasien?2. Apakah ada hubungan lamanya tenggelam dengan
prognosis selanjutnya?
3. Interpretasi pemeriksaan fisik dan EKG?
4. Mengapa pasien tidak sadarkan diri?
5. Mengapa dapat terjadi kelainan-kelainan pada pemeriksaan
fisiknya? Bagaimana patofisiologinya?
6. Mengapa setelah pemeriksaan EKG pasien tiba-tiba apnea?
7. Indikasi resusitasi?
8. Prinsip-prinsip patient safety?
9. Prognosis dan kemungkinan komplikasi?
10. Penanganan awal sebelum pasien tenggelam?
11. Bagaimana penangan awal pasien tenggelam pada dewasa dan
anak?
JUMP 3
1. Tenggelam
a. Faktor risiko
Kasus hampir tenggelam di luar ruah lebih banyak terjadi pada
laki-laki daripada perempuan, yaitu 3 : 1. Model ini melaporkan
bahwa kelompok usia terbesar yang mengalami peistiwa tenggelam
adalah usia 10-19 tahun, dan 85 % di antaranya adalah
laki-lakiOnyekwelu (2008) menguraikan beberapa faktor yang
meningkatkan resiko terjadinya tenggelam yakni :
A. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam
terutama dengan usia 18-24 tahun
B. Kurang pengawasan terhadap anak terutama yang berusia 5 tahun
ke bawah
C. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan
air
D. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air
yang sangat dalam.E. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain
dengan tujuan membunuh,kekerasan atau permainan di luar batas.
b. EtiologiBanyak hal yang dapat menyebabkan seseorang
tenggelam, antara lain, kelelahan sewaktu berenang, kram otot /
perut saat berenang, kecelakaan sewaktu menyelam ( trauma kepala /
leher), tidak bisa berenang, kejang / serangan jantung sewaktu
korban berada di dalam air,penggunaan alkohol / penyalahgunaan obat
saat menaiki perahu / berenang,bunuh diri (emedicinehealth.com,
2010).c. PatofisiologiTenggelam pada Air Tawar
Pada korban tenggelam terjadi laringospasme yang dipicu oleh
adanya cairan yang masuk ke orofaring atau laring. Hal ini
menyebabkan pasien tidak dapat bernafas di air sehingga terjadi
penurunan kadar oksigen dan peningkatan kadar CO2 tubuh. Keadaan
ini menyebabkan hilangnya mekanisme laringospasme yang diikuti
dengan hiperventilasi sehingga terjadi kemungkinan aspirasi
sejumlah cairan saat tenggelam.
Air tawar lebih hipotonis bila dibandingkan dengan plasma darah.
Air yang teraspirasi dan berada dalam alveoli segera pindah ke
sirkulasi darah karena perbedaan tekanan tersebut. Hal ini
menyebabkan peningkatan volume darah, hemodilusi, dan hemolisis.
Hemolisis dapat menyebabkan Kalium intrasel darah merah keluar
sehingga menyebabkan hiperkalemia. Overload dari sirkulasi,
hiperkalemia bersama dengan hipoksia otot jantung menyebabkan
penurunan tekanan sistolik jantung yang dengan cepat diikuti
fibrilasi ventrikel. Air tawar juga dapat merusak surfaktan yang
ada pada alveolus sehingga mengganggu fungsi paru secara normal.
Cairan yang teraspirasi serta rusaknya surfaktan akan mengurangi
kemampuan ventilasi paru (Medscape, 2013).B. Tenggelam pada Air
Laut
Pada korban yang tenggelam dalam air laut, air akan ditarik dari
sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru karena
konsentrasi elektrolit dalam air laut lebih tinggi daripada dalam
darah, sehingga menimbulkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, dan
hipovolemi (Budiyanto, 1997).Hemokonsentrasi akan mengakibatkan
sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinyapayah jantung.
Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit setelah
tenggelam.(Budiyanto et al., 2007). Tenggelam dalam air laut juga
dapat menyebabkan hipotermia akibat suhu air laut yang rendah
sehingga terjadi isolasi atau pertukaran panas tubuh dengan
lingkungan. Kondisi hipotermia ini lebih berbahaya karena dapat
menurunkan fungsi fisiologis seseorang yang sebagian besar respon
fisiologis membutuhkan suhu tubuh yang optimal.Pada waktu air laut
teraspirasi ke dalam alveoli, perbedaan osmolaritas mengakibatkan
penarikan air dari pembuluh darah paru menuju ruang alveolar. Hal
tersebut akan menyebabkan gangguan pada pertukaran gas di alveolar,
sehingga menimbulkan hipoksia dan abnormalitas thorax yang
disebabkan oleh edema paru dan atelektasis. Air dalam sirkulasi
darah yang diserap oleh alveoli bisa mencapai 42%. Untuk mencegah
sel semakin membengkak dan lisis, elektrolit (natrium, klorida,
magnesium dipompa ke dalam darah sehingga menimbulkan sedikit
perubahan pada keseimbangan rasio natrium dan kalium. Konsentrasi
elektrolit yang tinggi dalam air laut mengakibatkan osmosis air
secara terusmenerus ke dalam jaringan paru (Guyton dan Hall, 1997),
sehingga terjadi edema pulmoner, hemokonsentrasi, dan hipovolemi
(Budiyanto, et al., 1997). Edema pulmoner akut dapat terjadi jika
terdapat peningkatan permeabilitas kapiler paru (non kardiogenik),
atau saat tekanan hidrostatik kapiler paru melebihi tekanan onkotik
plasma (kardiogenik), atau keduanya. Mekanisme pada korban
tenggelam belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga karena
peningkatan tekanan kapiler paru dari sistem saraf simpatis,
peningkatan tekanan negatif intra-torakal, atau respon adrenergik
terhadap kondisi di dalam air yang belum dapat dijelaskan secara
biokimia (Slade, et al., 2001). Kematian dapat terjadi dalam 8
sampai 10 menit (Budiyanto, et al., 1997).d. Proses patologi korban
tenggelam
FaseLama (menit)Tanda
1.Tenggelam0-2Menelan air
Reflex spasme laring
2. Aspirasi0-3Spasme hilang
Aspirasi
3. Hipoksia0-60Hipoksia
Peredaran darah berhenti
Jaringan otak rusak irreversibel
Hipotermia
(Sjamsuhidajat dan de Jong, 2005)
e. Klasifikasi1) Wet drowning
Air terhirup ke dalam paru-paru, sehingga alveolus terisi oleh
air.
2) Dry drowning
Air tidak masuk ke dalam paru-paru. Terdapat laringospasme
(kompensasi dari adanya air ke nasofaring/laring)
3) Secondary drowning (Post-immersion syndrome or near
drowning)
Kematian terjadi setengah sampai beberapa hari setelah
resusitasi akibat anoxia cerebral dengan gangguan otak yang
irreversible. Terdapat gangguan elektrolit dan asidosis
metabolic.
4) Immersion syndrome
Kematian akibat cardiac arrest karena hambatan vagal akibat
dari
a. Air dingin menstimulasi nervus ending pada permukaan
tubuh
b. Air menyerang epigastrium
c. Air dengan masuk ke ear burns, saluran nafas, faring,
laring.
Berdasarkan suhu
1) Tenggelam di air hangat (warm water drowning), bila
temperatur air 200C atau lebih
2) Tenggelam di air dingin (cold water drowning), bila
temperatur air di bawah 200C
3) Tenggelam di air sangat dingin (very cold drowning), bila
temperatur air di bawah 50Cf. Manifestasi klinisGambaran klinik
korban tenggelam sangat bervariasi berhubungan dengan lamanya
tenggelam. Conn dan Barker mengembangkan suatu klasifikasi yang
dianggap bermanfaat untuk pedoman penilaian dan pengobatan pasien
tenggelam. Klasifikasi ini berdasarkan status neurologis dan sangat
berguna bila digunakan dalam 10 menit pertama.Tabel 1. Gambaran
Klinik Mennurut Conn dan Barker
Kategori A (Awake)Kategori B (Blunted)Kategori C (Comatase)
- Sadar (GCS 15) sianosis, apnoe beberapa menit dilakukan
pertolongan kembali bernapas spontan
- Hipotermi ringan
- Perubahan radiologis ringan pada dada
- Laboratorium AGDA: asidosis metabolik, hipoksemia, pH <
7,1- Stupor (fungsi kortek memburuk)
- Respons terhadap rangsangan.
- Distress pernapasan, sianosis, tachypone, perubahan auskultasi
dada.
- Perubahan radiologis dada
- Laboratorium AGDA: asidosis metabolik, hipercarbia,
hipoksemia.- Koma (desfungsi batang otak)
- Respons abnormal terhadap rangsangan nyeri.
- Pernapasan sentral abnormal (disfungsi batang otak)
- Hipotermi
- Laboratorium AGDA abnormal
Pembagian:
- C1 (dekortikasi): fleksi bila dirangsang nyeri,
pernapasancheyne-stokes.
- C2 (deserebrasi): ekstensi terhadap rangsangan nyeri,
hiperventilasi central (GCS 4)
- C3 (flaccid): tidak ada respons terhadap nyeri, apnoe, atau
gagal napas (GCS 3)
- C4 (deceased): flaccid, apnoe, sirkulasi tidak teraba.
Tabel 1. Gambaran Klinik Menurut Conn dan Barker Pada hipoksia
berat (G3, C4) mengalami kegagalan organ multisistem dan gambaran
laboratorium yang abnormal seperti gangguan kardiovaskuler (shock,
dysritmia), gangguan metabolik (Bic-Nat, Kalium, Glukosa,
Calcium),Diseminated Intravaskuler Coagulation, gagal ginjal, dan
gangguan gastrointestinal (perdarahan, pengelupasan mukosa).g.
TatalaksanaPenanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga
tahap, yaitu:A. Bantuan Hidup Dasar
Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan
fokus utama pada perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan,
terutama pada korban yang mengalami penurunan kesadaran (Wang,
2004). Bantuan hidup dasar pada korban tenggelam dapat dilakukan
pada saat korban masih berada di dalam air. Prinsip utama dari
setiap penyelamatan adalah mengamankan diri penyelamat lalu korban,
karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak perlu terjun ke dalam
air untuk menyelamatkan korban. Namun, jika tidak bisa, penyelamat
harus terjun dengan alat bantu apung, seperti ban penyelamat, untuk
membawa korban ke daratan sambil melakukan penyelamatan. Cedera
servikal biasanya jarang pada korban tenggelam, namun imobilisasi
servikal perlu dipertimbangkan pada korban dengan luka yang berat
(Soar, 2010).Penilaian pernapasan dilakukan pada tahap ini, yang
terdiri dari tiga langkah, yaitu:
Look, yaitu melihat adanya pergerakan dada
Listen, yaitu mendengarkan suara napas
Feel, yaitu merasakan ada tidaknya hembusan napas
Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak
bernapas dengan normal setelah pembersihan jalan napas yaitu
kompresi dada lalu pemberian napas buatan dengan rasio 30:2.
Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth to mouth,
mouth to nose, mouth to mask, dan mouth to neck stoma (ARC,
2011).Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian
napas bantuan untuk mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan
inisial yaitu sebanyak 5 kali. Melakukan pernapasan buatan dari
mulut ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung
korban pada pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan
dilanjutkan hingga 10 15 kali selama sekitar 1 menit. Jika korban
tidak sadar dan tenggelam selama 80 mmHg pada anak-anak setelah
pemberian oksigen 100%
Penurunan kesadaran dan kemampuan untuk mempertahankan jalan
napas
Kegagalan pernapasan, dengan PaCO2 >45 mmHg
Hasil analisis gas darah arterial yang buruk
Beberapa teknik dalam intubasi trakeal yaitu:
CPAP atau BiPAP (bilevel positive airway pressure) dapat
digunakan pada pasien yang kesadarannya baik
PEEP (positive end-respiratory pressure) digunakan untuk
mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan cara (Shepherd,
2011):
Memindahkan air pada interstitium paru ke kapiler
Meningkatkan volume paru dengan menghindari kolaps jalan
napas
Memperbaiki ventilasi alveolar dan menurunkan aliran darah
kapiler
Meningkatkan diameter saluran napas untuk meningkatkan efisiensi
ventilasi
ECMO
Bronkoskopi, digunakan untuk mengeluarkan benda asing dari jalan
napas
Terapi surfaktan
Pengukuran titrasi oksigen yang masuk melalui inspirasi dapat
dilakukan dengan oksimetri pulsasi dan analisis gas darah arteri.
Setelah pemasangan tuba trakeal, titrasi oksigen darah dilakukan
hingga SaO2 mencapai 94 98% (Soar, 2010).Korban yang memiliki suhu
90 % untuk :
Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta
mmempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Menurunkan kerja
nafas dan miokard. Menilai fungsi pertukaran gasAlatAliran
(L/menit)Fi O2(fraksi oksigen inspirasi)
Kanula nasal1234560,240,280,320,360,400,44
Masker oksigen5-66-77-80,400,500,60
Masker dengan kantong reservoir6789100,600,700,800,800,80
II.3. Indikasi
a. Pasien hipoksia
Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada
daerah ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan
berbagai penyakit sistim pernafasan lainnya.Gejala dan tanda
hipoksia hipoksik:1.Pengaruh penurunan tekanan barometerPenurunan
PCO2darah arteri yang terjadi akan menimbulkan alkalosis
respiratorik.2.Gejala hipoksia saat bernafas oksigenDi ketinggian
19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan pada atau lebih
rendah dari tekanan ini cairan tubuh akan mendidih pada suhu tubuh.
Setiap orang yang terpajan pada tekanan yang rendah akan lebih
dahulu meninggal saat hipoksia, sebelum gelembung uap air panas
dari dalam tubuh menimbulkankematian.3.Gejala hipoksia saat
bernafas udara biasaGejala mental seperti irritabilitas, muncul
pada ketinggian sekitar 3700 m. Pada ketinggian 5500 m, gejala
hipoksia berat, dan diatas 6100 m, umumnya seseorang hilang
kesadaran.4.Efek lambat akibat ketinggianKeadaan ini ditandai
dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia, sesak nafas, serta mual
dan muntah.5.AklimatisasiRespon awal pernafasan terhadap ketinggian
relatif ringan, karena alkalosis cenderung melawanefek perangsangan
oleh hipoksia. Timbulnya asidosis laktat dalam otak akan
menyebabkan penurunan pH LCSdan meningkatkan respon terhadap
hipoksia. Penyakit yang menyebabkan Hipoksia HipoksikPenyakit
penyebabnya secara kasar dibagi atas penyakit dengan kegagalan
organ pertukaran gas, penyakit seperti kelainan jantung kongenital
dengan sebagian besar darah dipindah dari sirkulasi vena kesisi
arterial, serta penyakit dengan kegagalan pompa pernafasan.
Kegagalan paru terjadi bilakeadan seperti fibrosis pulmonal
menyebabkan blok alveoli kapiler atau terjadi ketidak seimbangan
ventilasi perfusi. Kegagalan pompa dapat disebabkan oleh kelelahan
otot-otot pernafasan pada keadaan dengan peningkatan beban kerja
pernafasan atau oleh berbagai gangguan mekanik seperti
pneumothoraks atau obstruksi bronkhialyang membatasi ventilasi.
Kegagalan dapat pula disebabkan oleh abnormalitas pada mekanisme
persarafan yang mengendalikan ventilasi, seperti depresi neuron
respirasi di medula oblongata oleh morfin dan obat-obat lain.
Hipoksia AnemikSewaktu istirahat,hipoksia akibat anemia tidaklah
berat, karena terdapatpeningkatan kadar 2,3-DPG didalam sel darah
merah,kecuali apabila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun
demikian, penderita anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar
sewaktu melakukan latihan fisik karena adanya keterbatasan
kemampuan meningkatkan pengangkutan O2kejaringan aktif. Hipoksia
StagnanHipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi
organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hati dan
mungkin jaringan otak mengalami kerusakan akibat hipoksia stagnan
pada gagal jantung kongestif. Pada keadaan normal, aliran darah ke
paru-paru sangat besar, dan dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama
untuk menimbulkan kerusakan yang berarti. Namun, syok paru dapat
terjadi pada kolaps sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah paru
yang letaknya lebih tinggi dari jantung. Hipoksia
HistotoksikHipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi
jaringan paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida
menghambat sitokrom oksidasi serta mungkin beberapa enzim lainnya.
Biru metilen atau nitrit digunakan untuk mengobati keracunan
sianida. Zat-zat tersebut bekerja dengan sianida, menghasilkan
sianmethemoglobin, suatu senyawa non toksik. Kemampuan pengobatan
menggunakansenyawa ini tentu saja terbatas pada jumlah
methemoglobin yang dapat dibentuk dengan aman. Pemberian terapi
oksigen hiperbarik mungkin juga bermanfaat.
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak
normal.
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi
tinggi.
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 )
rendah.
Contoh :
Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil AGD
Pasien dengan peningkatan kerja napas dimana tubuh terjadi
hipoksemia ditandai dengan PaO2 dan SpO2 menurun. Pasien yang
teridentifikasi hipoksemia contohnya syok dan keracunan CO. Pasien
dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang
adekuat.
Beberapa trauma
Terapi ini diberikan dengan orang yang mempunyai gejala :
Sianosis
- Keracunan
Hipovolemi
- Asidosis
Perdarahan
- Selama dan sesudah pembedahan
Anemia berat
- Klien dengan keadaan tidak sadarKriteria pemberian terapi
oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara dibawah
ini.1.Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus),
Diberikan apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat,
didapat nilai: PaO2kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari
88%. PaO2antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor
pulmonale, polisitemia (hematokrit >56%).2.Pemberian secara
berselangDiberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan
didapat nilai: Pada saat latihan PaO255 mmHg atau saturasi 88% Pada
saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai komplikasi
seperti hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia.Pasien dengan
keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu
dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu
tidaknya terapi oksigen jangka panjang.Kontra Indikasi
Tidak ada kontra indikasi absolut :
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada
obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur
dasar tengkorak kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi
nasal.
c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan
PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.Protokol
Prosedur
Dapat dibagi menjadi 2 tehnik, yaitu :Sistem Aliran Rendah
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan, bekerja dengan memberikan oksigen pada frekuensi aliran
kurang dari volume inspirasi pasien, sisa volume ditarik dari udara
ruangan. Karena oksigen ini bercampur dengan udara ruangan, maka
FiO2 aktual yang diberikan pada pasien tidak diketahui,
menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan
dengan patokan volume tidal klien. Alat oksigen aliran rendah cocok
untuk pasien stabil dengan pola nafas, frekuensi dan volume
ventilasi normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan
kecepatan pernafasan 16 20 kali permenit.Contoh sistem aliran
rendah adalah :Low flow low concentration :
a. Kateter nasal
b. Kanul nasal / kanul binasal / nasal prong.
Low flow high concentration
a. Sungkup muka sederhana.
b. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
c. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing.a. Kateter
Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen
secara kontinyu dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24%
- 44%. Prosedur pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter
oksigen ke dalam hidung sampai naso faring. Persentase oksigen yang
mencapai paru-paru beragam sesuai kedalaman dan frekuensi
pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak.
a. Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak,
makan dan berbicara, dan membersihkan mulut, murah dan nyaman serta
dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap. Dapat digunakan dalam
jangka waktu yang lama.
b. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang
lebih dari 44%, tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari
pada kanula nasal, nyeri saat kateter melewati nasofaring, dan
mukosa nasal akan mengalami trauma, fiksasi kateter akan memberi
tekanan pada nostril, maka kateter harus diganti tiap 8 jam dan
diinsersi kedalam nostril lain, dapat terjadi distensi lambung,
terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari
6 liter/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa
hidung, serta kateter mudah tersumbat dan tertekuk.
b. Kanul Nasal/ Binasa/ Nasal Prong
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen
kontinyu dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen
sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %. Persentase O2 pasti
tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian oksigen
dengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan pada
pasien dengan pernafasan mulut.FiO2 estimation :
Flows FiO2
1 Liter /min : 24 %
2 Liter /min : 28 %
3 Liter /min : 32 %
4 Liter /min : 36 %
5 Liter /min : 40 %
6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
a. Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan
teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah,
disposibel, klien bebas makan, minum, bergerak, berbicara, lebih
mudah ditolerir klien dan terasa nyaman. Dapat digunakan pada
pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien bernapas melalui mulut,
menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan mempunyai efek
venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan oksigen
yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%,
suplai oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah
lepas karena kedalaman kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan
pada pasien dengan obstruksi nasal. Kecepatan aliran lebih dari 4
liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow rate yang lebih
dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan
oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput
lendir. Dapat menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di
hidung akibat pemasangan yang terlalu ketat.c. Sungkup Muka
Sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang.
Merupakan alat pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau
selang seling. Aliran 5 8 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40
60%. Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan retensi
karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak
boleh kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari
masker.FiO2 estimation :
Flows FiO2
5-6 Liter/min : 40 %
6-7 Liter/min : 50 %
7-8 Liter/min : 60 %
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter
atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui
pemilihan sungkup berlubang besar, dapat digunakan dalam pemberian
terapi aerosol.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%,
dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap,
tidak memungkinkan untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila
pasien mntah. Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat
menekan kulit dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup, pita
elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan dan
kenyamanan.
d. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing
Rebreathing mask
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu
35 60% dengan aliran 6 15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan
nilai PaCO2. Udara ekspirasi sebagian tercampur dengan udara
inspirasi, sesuai dengan aliran O2, kantong akan terisi saat
ekspirasi dan hampir menguncup waktu inspirasi. Sebelum dipasang ke
pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara
kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat untuk mencegah iritasi kulit.FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
6 : 35 %
8 : 40 50 %
10 15 : 60 %
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana,
tidak mengeringkan selaput lendir.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong
oksigen bisa terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini
terjadi dan aliran yang rendah dapat menyebabkan pasien akan
menghirup sejumlah besar karbondioksida. Pasien tidak memungkinkan
makan minum atau batuk dan menyekap, bisa terjadi aspirasi bila
pasien muntah, serta perlu segel pengikat.
e. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing
Non rebreathing mask
Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi
mencapai 90 % dengan aliran 6 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi
dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu atau lebih katup,
sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi. Sebelum
dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup
lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong
reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup
dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan
pernah kempes dengan total. Perawat harus menjaga agar semua
diafragma karet harus pada tempatnya dan tanpa tongkat.FiO2
estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
6 : 55 60
8 : 60 80
10 : 80 90
12 15 : 90
a. Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak
mengeringkan selaput lendir.
b. Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong
oksigen bisa terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel
pengikat, dan tidak memungkinkan makan, minum atau batuk, bisa
terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama pada pasien tidak
sadar dan anak-anak.
Sistem Aliran Tinggi
Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan
2 atau 3 kali volume inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien
dengan pola nafas pendek dan pasien dengan PPOK yang mengalami
hipoksia karena ventilator. Suatu teknik pemberian oksigen dimana
FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan,
sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi oksigen
yang lebih tepat dan teratur.
Contoh sistem aliran tinggi :
a. Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low
concentration).
Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk
konsentrasi yang tepat melalui cara non invasif. Masker dibuat
sedemikian rupa sehingga memungkinkan aliran udara ruangan
bercampur dengan aliran oksigen yang telah ditetapkan. Masker
venturi menerapkan prinsip entrainmen udara (menjebak udara seperti
vakum), yang memberikan aliran udara yang tinggi dengan pengayaan
oksigen terkontrol. Kelebihan gas keluar masker melalui cuff
perforasi, membawa gas tersebut bersama karbondioksida yang
dihembuskan. Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen yang
konstan untuk dihirup yang tidak tergantung pada kedalaman dan
kecepatan pernafasan.Diberikan pada pasien hyperkarbia kronik ( CO2
yang tinggi ) seperti PPOK yang terutama tergantung pada kendali
hipoksia untuk bernafas, dan pada pasien hypoksemia sedang sampai
berat.FiO2 estimation
Menurut Standar Keperawatan ICU Dep.Kes RI. tahun 2005, estimasi
FiO2 venturi mask merk Hudson
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
Biru : 2 : 24
Putih : 4 : 28
Orange : 6 : 31
Kuning : 8 : 35
Merah : 10 : 40
Hijau : 15 : 60
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai dengan
petunjuk pada alat.
FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur
dengan O2 analiser.
Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol.
Tidak terjadi penumpukan CO2.
b. Kerugian
Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir
kedalam mata.
Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan
bila pasien makan, minum, atau minum obat.
Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak
mengganggu konsentrasi O2.
b. Bag and Mask / resuscitator manualDigunakan pada pasien :
Cardiac arrest
Respiratory failure
Sebelum, selama dan sesudah suction Gas flows 12 15 liter,
selama resusitasi buatan, hiperinflasi / bagging, kantong
resusitasi dengan reservoir harus digunakan untuk memberikan
konsentrasi oksigen 74 % - 100 %. Dianjurkan selang yang bengkok
tidak digunakan sebagai reservoir untuk kantong ventilasi. Kantong
2.5 liter dengan kecepatan 15 liter/menit telah ditunjukkan untuk
pemberian oksigen yang konsisten dengan konsentrasi 95 % - 100 %.
Penggunaan kantong reservoar 2.5 liter juga memberikan jaminan
visual bahwa aliran oksigen utuh dan kantong menerima oksigen
tambahan. Pengetahuan tentang kantong dan keterampilan penggunaan
adalah vital :
Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT ).
Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak.
Hal hal yang harus diperhatikan :
Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja dengan
baik dan apakah terjadi distensi abdomen.
Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan komplain
paru.
Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak, hemothorak,
atau spasme bronkus yang memburuk.
Syarat syarat Resusitator manual :
Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada kondisi
akut.
Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan
observasi terhadap muntah / darah yang dapat mengakibatkan
aspirasi.
Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi
akut.
Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.Large Volume Aerosol
Sistem. Sumber :
Travers, A.H. et al. 2010. Part 5: Adult basic life support:
2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation.
2010;122(suppl 3):S685S705Rahajoe, N.N., Supriyatno,
B.,Setyanto,D.B.,2008. Buku ajar respirologi anak edisi pertama.
Jakarta : Badan penerbit IDAI
Sjamsuhidajat R, de Jong W (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hanafiah MJ, Amir A (2007). Etika Kedokteran & Hukum
Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGCwww.forensicpathologyonline.com/ebook/asphyxia/drowningCantwell,
G Patricia (2013). Drowning.
http://emedicine.medscape.com/article/772753-overview#a0104 Diakses
Mei 2015
Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian
S, dkk(2007). Kematian akibat asfiksia mekanik. Dalam: Ilmu
kedokteran forensik. Jakarta: Bagian KedokteranForensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : 64-70Budiyanto, A., Widiatmaka,
W., Sudiono, S., Winardi, T., Idries, A. M., Sidhi,
Hertian, S., Sampurna, B., Purwadianto, A., Rizkiwijaya,
Herkutanto,
Atmadja, D. S., Budiningsih, Y., Purnomo, S. 1997. Ilmu
Kedokteran
Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran
Universitas Indonesia.Medscape (2013). Drowning.
http://emedicine.medscape.com/article/772753-overview#a0104.
Diakses Mei 2015Anonim., 2010. Drowning Causes.
http://www.emedicinehealth.com/drowning/page2_em.htm#Drowning%20Causes
Diakses Juni 2015.
Guyton, A. C. dan Hall, J. E., 1997. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Ed 9. Jakarta: EGC.Slade, J. B., Hattori, T., Ray, C.
S., Bove, A. A., Cianci, P. 2001. Pulmonary
Edema Associated With Scuba Diving : Case Reports and
Review.
Chest. 120 : 1686-94.
Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.
Rogayah, R. 2009. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen
Pulmonologi Dan Respiratori FK UI. Jakarta.