9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teknik Industri Menurut Wignjosoebroto (2003:1), industri atau pabrik adalah setiap tempat dimana faktor-faktor seperti manusia, mesin, material, energi, uang, informasi, dan sumber daya alam dikelola secara bersama-sama dalam suatu sistem produksi untuk menghasilkan suatu produk atau jasa secara efektif, efisien, dan aman. Menurut Gaspersz (2001:1), proses industri harus dipandang sebagai suatu perbaikan terus menerus, yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide- ide untuk menghasilkan suatu produk, pengembangan produk, proses produksi, sampai distribusi kepada pelanggan. Dari kedua pengertian industri tersebut, disimpulkan bahwa definisi teknik industri adalah, suatu ilmu yang mempelajari cara merancang,
65
Embed
BAB 2 - BINA NUSANTARA | Library & Knowledge …library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2012-1... · Web viewDispatch list adalah dokumen kerja yang biasanya direvisi setiap
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teknik Industri
Menurut Wignjosoebroto (2003:1), industri atau pabrik adalah setiap
tempat dimana faktor-faktor seperti manusia, mesin, material, energi, uang,
informasi, dan sumber daya alam dikelola secara bersama-sama dalam suatu
sistem produksi untuk menghasilkan suatu produk atau jasa secara efektif,
efisien, dan aman.
Menurut Gaspersz (2001:1), proses industri harus dipandang sebagai
suatu perbaikan terus menerus, yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya
ide-ide untuk menghasilkan suatu produk, pengembangan produk, proses
produksi, sampai distribusi kepada pelanggan.
Dari kedua pengertian industri tersebut, disimpulkan bahwa definisi
teknik industri adalah, suatu ilmu yang mempelajari cara merancang,
memperbaiki dan menginstalasi sistem produksi dengan mengintegrasikan
manusia, material, informasi, mesin, uang, dan energi.
2.1.1 Waktu Baku
Menurut Cudney (2009:57), waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan
oleh seseorang untuk menyelesaikan sebuah tugas atau operasi. Perhitungan
dilakukan berdasarkan waktu dari pekerjaan yang distandarisasi, dan
memperhitungkan kelonggaran yang sesuai untuk kelelahan, dan faktor-
faktor lain yang tidak dapat diperhatikan saat pencatatan waktu siklus.
10
Menurut Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraatmadja (1979:122)
definisi dari waktu siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produk sejak
bahan baku mulai diproses ditempat kerja yang bersangkutan.
Menurut Heizer & Render (2006:536-537), perhitungan waktu siklus
biasanya dirumuskan dengan:
Menurut Heizer & Render (2006:536), perhitungan waktu normal yang
didefinisikan sebagai waktu pengamatan, yang telah disesuaikan lajunya,
biasanya dirumuskan dengan:
Waktu normal = (waktu siklus pengamatan rata-rata) x (faktor penyesuaian)
Menurut Cudney (2009:57), perhitungan waktu baku biasanya
dirumuskan dengan formula:
2.1.1.1 Penyesuaian
Menurut Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraatmadja (1979:138),
setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja
yang ditunjukan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja
tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena
menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk.
11
Menurut Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraatmadja (1979:138),
Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu
singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak
diinginkan. Karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari
kondisi dan cara kerja yang baku, yang diselesaikan secara wajar.
Menurut Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraatmadja (1979:139),
salah satu cara menentukan penyesuaian, adalah dengan metode
westinghouse. Berikut ini, adalah tabel penyesuaian menurut Westinghouse.
Tabel 2.1 Penyesuaian menurut Westinghouse
Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Keterampilan
SuperskillA1 0.15A2 0.13
ExcelentB1 0.11B2 0.08
GoodC1 0.06C2 0.03
Average D 0
FairE1 -0.05E2 -0.1
PoorF1 -0.16F2 -0.22
Konsistensi
Perfect A 0.04Excellent B 0.03
Good C 0.01Average D 0
Fair E -0.02Poor F -0.04
Kondisi Kerja
Ideal A 0.06Excellent B 0.04
Good C 0.02Average D 0
Fair E -0.03Poor F -0.07
Tabel 2.2 Penyesuaian menurut Westinghouse (lanjutan)
12
Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Usaha
ExcessiveA1 0.13A2 0.12
ExcellentB1 0.1B2 0.08
GoodC1 0.05C2 0.02
Average D 0
FairE1 -0.04E2 -0.08
PoorF1 -0.12F2 -0.17
Sebagai contoh perhitungan, berdasarkan Sutalaksana, Anggawisastra,
& Tjakraatmadja (1979:146), jika waktu siklus rata-rata adalah 124,6 detik
dan waktu itu dicapai dengan keterampilan pekerja yang dinilai fair (E1),
usaha good (C2), kondisi excellent (B), dan konsistensi poor (F), maka
tambahan terhadap p = 1 adalah :
Keterampilan : Fair (E1) = - 0,05
Usaha : Good (C2) = + 0,02
Kondisi : Excellent (B) = + 0,04
Konsistensi : Poor (F) = - 0,04
----------------------------------
Jumlah : - 0,03
Jadi p = (1 – 0.03) atau p = 0,97, sehingga waktu normalnya:
Wn = 124,6 x 0,97 = 120,9 detik
2.1.1.2 Kelonggaran
13
Menurut Cudney (2009:57), faktor kelonggaran memperhitungkan
kondisi kerja. Sebagai contoh, jika seseorang harus berdiri sepanjang hari
untuk melakukan pekerjaannya, maka hal ini akan mempengaruhi tingkat
kelelahan pekerja tersebut, sehingga pekerja akan melakukan istirahat sejenak
untuk menghilangkan kelelahan tersebut.
Menurut Sutalaksana, Anggawisastra, & Tjakraatmadja (1979:149),
kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu kebutuhan pribadi,
menghilangkan kelelahan, dan kelonggaran yang tidak dapat dihindarkan.
Tabel 2.3 Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor tenaga yang dikeluarkan
FaktorKelonggaran (%)
Ekivalen beban Pria Wanita
A. Tenaga yang dikeluarkan
1. Dapat diabaikan tanpa beban 0.0 - 6.0 0.0 - 6.02. Sangat ringan 0.00 - 2.25 kg 6.0 - 7.5 6.0 - 7.53. Ringan 2.25 - 9.00 7.5 - 12.0 7.5 - 16.04. Sedang 9.00 - 18.00 12.0 - 19.0 16.0 - 30.05. Berat 19.00 - 27.00 19.0 - 30.0 6. Sangat berat 27.00 - 50.00 30.0 - 50.0 7. Luar biasa berat diatas 50 kg
Tabel 2.4 Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor sikap kerja
Faktor Kelonggaran (%)
B. Sikap kerja
1. Duduk 0.00 - 1.02. Berdiri diatas dua kaki 1.0 - 2.53. Berdiri diatas satu kaki 2.5 - 4.04. Berbaring 2.5 - 4.05. Membungkuk 4.0 – 10
Tabel 2.5 Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor gerakan kerja
14
Faktor Kelonggaran (%)
C. Gerakan kerja
1. Normal 02. Agak terbatas 0 – 53. Sulit 0 – 54. Pada anggota-anggota badan terbatas 5 – 10
5. Seluruh anggota badan terbatas 10 – 15
Tabel 2.6 Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor kelelahan mata
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:174), ketika melakukan
pencatatan event, analis harus mencatat informasi tambahan tiap event untuk
digunakan nantinya. Informasi yang paling penting untuk diketahui adalah,
use case yang dibutuhkan oleh sistem untuk merespon terhadap event yang
terjadi. Informasi tersebut dapat didokumentasikan dalam event table.
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:174), event table adalah
sebuah katalog yang mendaftar event pada baris, dan informasi tentang event
tersebut pada kolom. Salah satu informasi pada tiap event yang terdapat pada
event table adalah use case.
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:174), event table merupakan
sebuah cara yang praktis, untuk mencatat informasi utama, tentang
kebutuhan-kebutuhan (use cases) bagi sistem.
Berikut ini, diberikan contoh event table berdasarkan Satzinger,
Jackson, & Burd (2005:175).
29
Tabel 2.14 Contoh event table
Event Trigger Source Use Case Response DestinationPelanggan
ingin mengecek
ketersediaan barang
Pemerik-saan
barang
Pelang-gan
Mencari keterse-diaan
barang
Rincian keterse-diaan
barang
Pelanggan
2.2.3 Identifikasi Kebutuhan - Domain Classes
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:178), salah satu konsep lain
yang digunakan untuk mendefiniskan kebutuhan sistem adalah dengan
memahami dan memodelkan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan
penguna di dalam problem domain.
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:183), pada pendekatan
object-oriented, hal-hal (informasi) yang berhubungan dengan pekerjaan
pengguna di dalam problem domain, disebut dengan problem domain classes.
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:184), pemodelan problem
domain classes dapat dilakukan dengan menggunakan domain model class
diagram.
2.2.3.1 Domain Model Class Diagram
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:184), domain model class
diagram adalah sebuah UML class diagram yang menunjukan problem
domain classes, hubungan antara class, dan attribut class.
Berikut ini, diberikan gambar simbol class pada domain model class
diagram dengan tiga bagian, berdasarkan Satzinger, Jackson, & Burd
(2005:185).
30
Gambar 2.2 Simbol class pada domain model class diagram
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:185), pada domain model
class diagram, method tidak ditunjukan. Bahkan pada kenyataannya, simbol
class biasanya ditunjukan hanya dengan dua bagian untuk menunjukan
bahwa class diagram tersebut adalah domain model class diagram.
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:182), mengerti dasar dari
tiap hubungan asosiasi, dalam pengertian jumlah asosiasi, juga merupakan hal
yang penting.
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:182), jumlah asosiasi yang
terjadi disebut dengan multiplicity. Multiplicity dapat berupa hubungan one-
to-one atau one-to-many.
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:186), analis tidak
menentukan multiplicity yang terdapat pada domain model class diagram,
pengguna sistem dan manajemen yang menentukan
Berikut ini, diberikan tabel notasi multiplicity berdasarkan Satzinger,
Jackson, & Burd (2005:186).
31
Tabel 2.15 Notasi multiplicity
Notasi Multiplicity Keterangan0..1 zero or one1 one and only one
1..1 one and only one alternate0..* zero or more* zero or more alternate
1..* one or more
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:189), ada dua cara tambahan
agar seseorang dapat menyampaikan pengertian mereka terhadap, problem
domain classes di dunia nyata. Cara tambahan tersebut adalah hirarki
spesialisasi/generalisasi dan hirarki whole-part.
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:67), hirarki
generalisasi/spesialisasi adalah sistem klasifikasi yang mengurutkan classes
dari superclass yang lebih umum kepada subclass yang lebih khusus.
Sebagai contoh, berikut ini diberikan gambar penggunaan hirarki
generalisasi/spesialisasi berdasarkan Satzinger, Jackson, & Burd (2005:190).
Gambar 2.3 Contoh hirarki generalisasi/spesialisasi
32
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:190), hirarki whole-part
adalah hirarki yang membangun class berdasarkan komponen asosiasi class
tersebut.
Berikut ini, diberikan contoh penggunaan hirarki whole-part
berdasarkan Satzinger, Jackson, & Burd (2005:191).
Gambar 2.4 Contoh hirarki whole-part
2.2.4 Identifikasi Hubungan Use Cases dan Domain Classes
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:197), mengetahui distribusi
sistem merupakan hal yang penting. Salah satu cara mengetahuinya adalah
dengan mengidentifikasikan hubungan antara use cases dan domain classes.
2.2.4.1 CRUD Matrix
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:199), CRUD matrix atau
use-case domain class matrix, adalah sebuah tabel yang menunjukan use case
mana yang membutuhkan akses pada setiap domain class.
33
Berikut ini diberikan contoh tabel CRUD matrix berdasarkan Satzinger,
Jackson, & Burd (2005:200).
Tabel 2.16 Contoh CRUD matrix
Use CasesDomain Classes
Pelanggan Inventory Item Order
Mencari ketersediaan barang - R -
Membuat permintaan baru CRU RU C
Meng-update permintaan RU RU RUD
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:199), huruf C memiliki arti
bahwa use case membuat data baru, R memiliki arti bahawa use case
membaca data, U memiliki arti bahwa use case meng-update data, dan D
memiliki arti bahwa use case mungkin menghapus data.
2.2.5 Identifikasi Kebutuhan Sistem dan Pemodelan Use Case
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:211), dengan hanya
mengetahui use cases dan domain models baru merupakan pengenalan dari
pemodelan kebutuhan.
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:211), dasar utama dari
pemodelan kebutuhan adalah pengertian. Pengertian terhadap kebutuhan
pengguna, pengertian terhadap bagaimana proses bisnis dijalankan, dan
pengertian bagaimana suatu sistem akan digunakan untuk mendukung proses
bisnis tersebut (kebutuhan sistem).
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:212), untuk memodelkan
kebutuhan sistem, analis menggunakan sekumpulan model berdasarkan use
cases dengan pendekatan OO.
34
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:212), model tersebut antara
lain, use case diagram, use case descriptions, activity diagram, dan system
sequence diagram.
2.2.5.1 Use Case Diagram
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:213), use case diagram
adalah diagram yang menunjukan berbagai peran dari pengguna, dan cara
pengguna tersebut berinteraksi dengan sistem.
Berikut ini, diberikan notasi pemodelan use case diagram berdasarkan
Satzinger, Jackson, & Burd (2005:215).
Gambar 2.5 Notasi use case
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:216), seringkali ketika
dalam melakukan pemodelan use case diagram, dijumpai lebih dari satu use
case untuk menggunakan use case pendukung yang sama. Untuk kasus
seperti ini, digunakan hubungan <<include>>.
35
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:216), hubungan ini dapat
disebut dengan hubungan <<include>>, atau dapat juga disebut dengan
hubungan <<uses>>.
Berikut ini, diberikan contoh hubungan <<include>> berdasarkan
Satzinger, Jackson, & Burd (2005:219).
Gambar 2.6 Contoh hubungan <<include>>
2.2.5.2 Use Case Description
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:220), membuat use case
diagram hanya merupakan satu bagian dari analisa use case. Penggunaan use
case diagram memang membantu mengidentifikasikan berbagai proses yang
dilakukan oleh pengguna, dan proses tersebut harus didukung oleh sistem
baru.
36
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:220), meskipun demikian,
pengembangan sistem yang baik, memerlukan identifikasi kebutuhan dengan
tingkatan yang lebih rinci. Berikut ini, diberikan contoh use case description
berdasarkan Satzinger, Jackson, & Burd (2005:223).
Tabel 2.17 Contoh use case description
Use Case Name Membuat pemesanan baru
Scenario Membuat pemesanan baru melalui webTriggering Event
Pelanggan log on dengan website RMO dan meminta pembelian barang
Brief Description
Pelanggan log in dan meminta surat pemesanan baru. Pelanggan mencari katalog online dan membeli barang melalui katalog.Sistem menambahkan barang yang dibeli kedalam pemesanan.Diakhir, pelanggan memasukan informasi credit card.
Actors PelangganRelated Use Case
Includes: Mendaftar pelanggan baru, Mengecek ketersediaan barang
Stakeholders
Bagian penjualan : menyediakan informasi utamaBagian pengiriman: verifikasi bahwa informasi cukup untuk pengirimanBagian pemasaran: mengumpulkan statistik pelanggan guna pembelajaran pola beli
Preconditions Katalog, produk, dan barang di gudang ada untuk barang yang diminta
Postconditions
Pemesanan dan daftar barang yang dipesan harus dibuatTransaksi pemesanan harus dibuat untuk pembayaran pemesananJumlah barang digudang harus diupdatePemesanan harus dihubungkan dengan pelanggan
Flow of Events
Actor System1. Pelanggan membuka halaman pemesanan
2. Jika pelanggan baru, pelanggan membuat akun pelanggan
2.1 Membuat data pelanggan baru
dst dst
Exception Conditions
4.1 Jika barang tidak ada pada stok, maka pelanggan dapat …. Dst
2.2.5.3 System Sequence Diagram (SSD)
37
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:226), system sequence
diagram adalah suatu tipe interaction diagram. System sequence diagram
digunakan untuk menggambarkan alur dari informasi yang masuk dan keluar
dari sistem.
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:226), system sequence
diagram mendokumentasikan input, output, dan mengidentifikasikan
interaksi antara aktor dan sistem.
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:226), pada system sequence
diagram atau interaction diagram lainnya, bukannya menggunakan notasi
class, analis menggunakan notasi objek. Notasi objek mengindikasikan
bahwa kotak akan mewakili sebuah objek individu, dan bukan sebuah class
seluruh objek yang serupa.
Berikut ini, diberikan notasi SSD berdasarkan Satzinger, Jackson, &
Burd (2005:229).
Gambar 2.7 Notasi system sequence diagram
38
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:230), seringkali, pesan yang
sama dikirimkan berulang-kali. Sebagai contoh, ketika seorang aktor
memasukan barang kedalam pemesanan, pesan untuk menambahkan barang
kepada pemesanan mungkin dilakukan berulang-kali. Untuk kejadi seperti
ini, digunakan notasi pengulangan.
Berikut ini, diberikan contoh penggunaan dua notasi pengulangan
berdasarkan Satzinger, Jackson, & Burd (2005:230).
Gambar 2.8 Notasi pengulangan pada SSD
39
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:230), kedua notasi tersebut
digunakan untuk menggambarkan kejadian pengulangan. Pada notasi pertama
(detailed notation), kotak bertuliskan loop for all items menunjukan bahwa
pesan didalam kotak akan terulang beberapa kali atau, diasosiasikan dengan
beberapa instansi. Pada notasi kedua (alternate notation), simbol bintang (*)
juga menunjukan pengulangan pesan, dan braket [ ] menunjukan true/false
condition. Jika kondisi dinyatakan benar (terpenuhi), maka pesan akan
dijalankan.
Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005:231), penjelasan dari