Top Banner
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi : Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun dan Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Sedangkan Batasan usia lanjut usia yang tercantum dalam Undang- undang No. 13/1998 tentang kesejahteraan lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Pembagian lanjut usia adalah Usia prasenius atau vinilitas yaitu seseorang berusia antara 45-49 tahun, usia lanjut yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, usia lanjut resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih (Harry, 2012).
66

BAB 1,2,3,4

Jan 18, 2016

Download

Documents

Dwi S Wijaya

BAB 1 2 3 4
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB 1,2,3,4

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi :

Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut

usia (elderly) antara 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun

dan Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Sedangkan Batasan usia

lanjut usia yang tercantum dalam Undang-undang No. 13/1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke

atas. Pembagian lanjut usia adalah Usia prasenius atau vinilitas yaitu

seseorang berusia antara 45-49 tahun, usia lanjut yaitu seseorang yang berusia

60 tahun atau lebih, usia lanjut resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70

tahun atau lebih (Harry, 2012).

Di Indonesia jumlah penduduk lansia meningkat setiap tahun nya,

hal ini sesuai dengan survey yang dilakukan oleh United States Bureau of

Census 1993, populasi usia lanjut di Indonesia diproyeksikan pada tahun

1990 – 2023 akan naik 414 %, suatu angka tertinggi di seluruh dunia dan

pada tahun 2020. Indonesia akan menempati urutan keempat jumlah usia

lanjut paling banyak sesudah Cina, India, dan Amerika. Fenomena ini akan

berdampak pada semakin tingginya masalah yang akan dihadapi baik secara

biologis, psikologis dan sosiokultural (Harry, 2012).

Page 2: BAB 1,2,3,4

2

Badan Pusat Statistik (BPS) mensurvey bahwa jumlah lansia di

Indonesia sebanyak 17.717.800 jiwa atau 7,90%, dan jumlahnya pada tahun

2010 sebesar 23.992.552 (9,77%). Keadaan lansia Indonesia, sebanyak

2.426.191 (15%) terlantar, dan sebanyak 4.658.279 (28,8%) rawan terlantar

(BPS- Susenas 2006). Profil penduduk lanjut usia Jawa Timur 2012, DI

perdesaan (11,15 persen) dan perkotaan (9,51 persen). Jika dilihat menurut

kelompok umur, penduduk lansia terbagi menjadi lansia muda (60-69 tahun)

sebesar 6,01 persen, lansia menengah atau madya (70-79 tahun) sebesar 3,23

persen, dan lansia tua (80 tahun keatas) sebesar 1,12 persen. sementara itu

penduduk pra lansia yaitu kelompok umur 45-54 tahun dan 55-59 tahun

masing-masing sebesar 13,06 persen dan 4,51persen (BPS-Susenas, 2012).

Lansia merupakan kelompok masyarakat yang memiliki peran

penting dalam membangun bangsa (Mentri Sosial Salim Segaf Al Jufri,

2012), namun masyarakat yang berusia lanjut adalah masyarakat yang

rentan terhadap gangguan kesehatan, seperti pernyataan Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) yang telah mengidentifikasi lansia sebagai kelompok

masyarakat yang mudah terserang kemunduran fisik dan mental termasuk

depresi. Depresi pada lansia disebabkan oleh stress dalam menghadapi

perubahan - perubahan kehidupan. Perubahan – perubahan yang dimaksud

adalah masa pensiun, penyakit atau ketidakmampuan fisik, ditempatkan

dalam panti wreda,kematian pasangan, dan kebutuhan untuk merawat

pasangan yang kesehatannya menurun, kemiskinan, kegagalan yang beruntun,

stress yang berkepanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak, atau

Page 3: BAB 1,2,3,4

3

kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya dan

lain sebagainya (Suadirman, 2011)

Evy dalam Purbowinoto (2011) mengatakan bahwa depresi

merupakan masalah mental yang paling banyak ditemui pada lansia.

Prevalensi depresi pada lansia di dunia sekitar 8 sampai 15%. Hasil survey

dari berbagai negara di dunia diperoleh prevalensi rata- rata depresi pada

lansia adalah 13,5 % dengan perbandingan pria dan wanita 14.1 : 8.5.

Sementara prevalensi depresi pada lansia yang mengalami perawatan di RS

dan Panti Perawatan sebesar 30 – 45 %. Karenanya pengenalan masalah

mental sejak dini merupakan hal yang penting, sehingga beberapa gangguan

masalah mental pada lansia dapat dicegah, dihilangkan atau dipulihkan.

Penelitian di Amerika hampir 10 juta orang di Amerika mengalami depresi

dari semua kelompok usia, kelas sosial ekonomi, ras dan budaya. Angka

depresi meningkat drastis diantara lansia-lansia yang berada di institusi,

Sekitar 50-75% mengalami gejala depresi ringan sampai sedang (Mickey

Stanley, 2007).

Depresi sering terjadi pada usia tua sebagaimana pada usia peruh

baya. Hal ini mempengaruhi sekitar 13% lansia. Sebagian besar penelitian

menemukan adanya representasi lebih besar pada wanita. Hubungan antara

prevalensi depresi dan usia sebagian besar dihitung dari morbiditas fisik dan

ketidakmampuan. Gangguan depresi diklasifikasikan berdasarkan tingkat

keparahan, dan mengidentifikasi tiga gejala utama yaitu mood yang buruk,

anhedonia (kehilangan rasa senang pada kegiatan yang sebelumnya

Page 4: BAB 1,2,3,4

4

menyenangkan), dan penurunan energi (atau peningkatan rasa mudah lelah)

(Katona et.al, 2008).

Salah satu teknik terapi yang kemungkinan dapat membantu untuk

mengatasi depresi pada lansia adalah SEFT (Spiritual Emotional Freedom

Technique). SEFT adalah salah satu varian dari satu cabang ilmu baru yaitu

energy psychology. SEFT merupakan penggabungan antara spiritual power

dan energy psychology. Efek dari penggabungan antara spiritual dan energy

psychology ini dinamakan amplifiying effect (efek pelipatgandaan) (Zainuddin,

2009). Sejumlah penelitian telah membuktikan keefektifan metode tersebut

untuk mengatasi depresi pada lansia. Di antaranya adalah penelitian yang

dilakukan oleh Arif Nurma Etika (2012) dari Unpad yang menyatakan bahwa

SEFT efektif mengatasi depresi pada lansia.

Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang “Efektifitas Therapy Spiritual Emotional

Freedom Technique (SEFT) Terhadap Penurunan Intensitas Depresi Pada

Lansia di Posyandu Lansia Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri

2014”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang di atas maka

peneliti tertarik untuk melakukann penelitian tentang “Bagaimana Efektifitas

Therapy Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Penurunan

Intensitas Depresi Pada Lansia di Posyandu Lansia Kelurahan Pojok

Kecamatan Mojoroto Kota Kediri 2014”.

Page 5: BAB 1,2,3,4

5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana “Bagaimana Efektifitas Therapy Spiritual

Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Penurunan Intensitas

Depresi Pada Lansia di Posyandu Lansia Kelurahan Pojok Kecamatan

Mojoroto Kota Kediri 2014”.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat depresi pada lansia di Posyandu Lansia

Kelurahan Pojok sebelum dilakukan terapi SEFT.

2. Untuk mengetahui tingkat depresi pada lansia di Posyandu Lansia

Kelurahan Pojok sesudah dilakukan terapi SEFT.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pemahaman

peneliti tentang “Efektifitas Therapy Spiritual Emotional Freedom

Technique (SEFT) Terhadap Penurunan Intensitas Depresi Pada Lansia di

Posyandu Lansia Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri

2014”.

1.4.2 Bagi Lahan Penelitian

Sebagai bahan dan data tentang “Efektifitas Therapy Spiritual Emotional

Freedom Technique (SEFT) Terhadap Penurunan Intensitas Depresi Pada

Page 6: BAB 1,2,3,4

6

Lansia di Posyandu Lansia Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota

Kediri 2014”.

1.4.3 Bagi Responden

Sebagi langkah guna meminimalisasi depresi di kalangan lansia khususnya

pada Lansia di Unit Posyandu Lansia Kelurahan Pojok.

1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi, dokumentasi dalam

pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya yang diharpakan jauh

lebih baik dan dapat bermanfaat bagi siapa saja.

Page 7: BAB 1,2,3,4

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di

dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang

hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak

permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang

berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak,

dewasa, dan tua (Nugroho, 2008). Memasuki usia tua berarti mengalami

kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang

mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang

jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figure tubuh

yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).

2.1.2 Tipe Lansia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman

hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya

(Nugroho, 2008). Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : Tipe arif

bijaksana, Tipe mandiri, Tipe tidak puas, Tipe pasrah dan Tipe bingung.

Page 8: BAB 1,2,3,4

8

2.1.3 Tipe Kepribadian Lansia

Menurut Kuntjoro dalam Azizah (2011) adalah sebagai berikut :

1. Tipe kepribadian konstruktif (constraction personality)

Orang ini memiliki integritas baik, menikmati hidupnya, toleransi

tinggi dan fleksibel. Biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak,

tenang dan mantap sampai sangat tua, bisa menerima fakta proses

menua dan menghadapi masa pensiun dengan bijaksana dan

menghadapi kematian dengan penuh kesiapan fisik dan mental.

2. Tipe kepribadian mandiri (independent personality)

Pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power syndrome,

apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat

memberikan otonomi.

3. Tipe kepribadian tergantung (dependent personality)

Tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila

kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak

bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang

ditinggalkan akan menjadi sedih yang mendalam. Tipe lansia ini

senang mengalami pensiun, tidak punya inisiatif, pasif tetapi masih tau

diri dan masih dapat diterima oleh masyarakat.

4. Tipe kepribadian bermusuhan (hostile personality)

Page 9: BAB 1,2,3,4

9

Lanjut usia pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa

tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang tidak

diperhitungkan sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menurun.

Mereka menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan, selalu

mengeluh dan curiga. Menjadi tua tidak ada yang dianggap baik, takut

mati dan iri hati dengan yang muda.

5. Tipe kepribadian defensive

Tipe ini selalu menolak bantuan, emosinya tidak terkontrol,

bersifat kompulsif aktif. Mereka takut menjadi tua dan tidak

menyenangi masa pensiun.

6. Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality)

Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya

sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

Selalu menyalahkan diri, tidak memiliki ambisi dan merasa korban

dari keadaan.

2.1.4 Perubahan Pada Lansia

1. Perubahan fisik

a. Sistem Indera

Lensa kehilangan elastisitas dan kaku, otot penyangga lensa

lemah, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh

atau dekat berkurang, penggunaan kacamata dan system

penerangan yang baik dapat digunakan. Sistem pendengaran,

presbiakusis (gengguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya

Page 10: BAB 1,2,3,4

10

kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam (Nugroho,

2008).

b. Sistem Muskuloskeletal

Perubahan pada kolagen merupakan penyebab turunnya

fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa

nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot,

kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok, berjalan dan

hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Azizah, 2011).

c. Sistem Kardovaskuler dan Respirasi

1. Masa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi

dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena

perubahan pada jaringan ikat, konsumsi oksigen pada tingkat

maksimal berkurang sehingga kapasitas paru menurun

(Azizah, 2011).

2. Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat,

menarik napas lebih berat, ukuran alveoli melebar dan

jumlahnya berkurang, reflex dan kemampuan untuk batuk

berkurang (Nugroho, 2008).

d. Sistem Perkemihan

Menurut Ebersole dan Hess dalam Azizah (2011), pola

berkemih tidak normal, seperti banyak berkemih di malam hari,

sehingga mengharuskan mereka pergi ke toilet sepanjang malam.

Hal ini menunjukkan inkontinensia urin meningkat.

e. Sistem Saraf

Page 11: BAB 1,2,3,4

11

Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan

dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Koordinasi keseimbangan,

kekuatan otot, reflek, perubahan postur dan peningkatan waktu

reaksi (Surini dan Utomo dalam Azizah, 2011).

f. Sistem Reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan

menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atrofi payudara. Pada lakilaki

testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya

penurunan secara berangsur-angsur (Watson dalam Azizah, 2011).

2. Perubahan Kognitif

a. Memori (Daya Ingat, Ingatan)

Kenangan jangka panjang, beberapa jam sampai beberapa hari

yang lalu dan mencakup beberapa perubahan. Kenangan jangka

pendek atau seketika (0-10 menit). Kenangan buruk (bisa kearah

demensia) (Nugroho, 2008).

b. Intelegentia Quocient (IQ)

IQ tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan

verbal. Penampilan, persepsi, dan keterampilan psikomotor

berkurang. Terjadi perubahan pada daya membayangkan kerena

tekanan faktor waktu (Nugroho, 2008).

3. Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial menurut Azizah (2011) meliputi :

a. Pensiun

b. Perubahan aspek kepribadian

Page 12: BAB 1,2,3,4

12

c. Perubahan dalam peran sosial di masyarakat

d. Perubahan Minat dan penurunan fungsi dan potensi seksual

2.1.5Tugas Perkembangan Lansia

Menurut burnside (1979), Duvall (1977), dan Havighurst (1953)

yang dikutip oleh potter dan Perry dalam Azizah (2011), ada tujuh

kategori utama tugas perkembangan lansia meliputi :

1) Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan

2) Menyesuaikan terhadap kematian pasangan

3) Menerima diri sendiri sebagai individu lansia

4) Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup

5) Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa

6) Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup

2.2 Depresi

2.2.1 Pengertian Depresi

Depresi merupakan masalah kesehatan mental yang paling umum

terjadi pada lansia. Seseorang dengan depresi dan khususnya lansia yang

mengalami depresi mengalami peningkatan resiko bunuh diri. Orang tua

yang mengalami depresi mungkin enggan untuk mengakui terjadinya

perubahan mood dan juga perasaan sedih (Menzel, 2008).

Menurut Nugroho (2008) depresi adalah suatu perasaan sedih dan

pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa

Page 13: BAB 1,2,3,4

13

serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang

mendalam. Menurut Hudak dan Gallo dalam Azizah (2011), gangguan

depresi merupakan keluhan umum pada lanjut usia dan merupakan

penyebab tindakan bunuh diri. Sedangkan menurut Lau dan Eley dalam

Lewis et al (2011) depresi adalah gangguan yang kompleks dan

multifaktorial, merupakan efek yang melibatkan interaksi genetik dan

risiko lingkungan. Depresi mayor adalah suasana hati (afek) yang sedih

atau kehilangan minat atau kesenangan dalam semua aktifitas selama

sekurang-kurangnya dua minggu yang disertai dengan beberapa gejala

yang berhubungan, seperti kehilangan berat badan dan kesulitan

berkonsentrasi (Idrus, 2007).

Beck dalam Wibianto (2010) mendefinisikan depresi sebagai

keadaan abnormal organisme yang dimanifestasikan dengan tanda

symptomsimptom seperti menurunnya mood subjektif, rasa pesimis dan

sikap nihilstik, kehilangan kespontanan, dan gejala vegetative (seperti

kehilangan berat badandan gangguan tidur). Depresi juga merupakan

kompleks gangguan yang meliputi gangguan afeksi, kognisi motivasi dan

komponen perilaku. Stuart dalam Setiawan (2011) berpendapat bahwa

depresi atau melankolia adalah suatu kesedihan dan perasaan yang

berkepanjangan atau abnormal. Dapat digunakan untuk menunjukkan

berbagai fenomena, seperti tanda, gejala, sindrom, emosional, reaksi.

2.2.2 Etiologi

Etiologi depresi secara pasti belum diketahui, ada beberapa

hipotesis yang berhubungan dengan faktor biologik dan psikososial.

Page 14: BAB 1,2,3,4

14

1. Faktor Biologik

a. Biogenik Amin.

Biogenik amin ini dilepaskan dalam ruang sinaps sebagai

neurotransmiter. Neurotransmiter yang banyak berperan pada depresi

adalah norepinefrin dan serotonin ( Idrus, 2007 ).

b. Hormonal

Pada depresi ditemukan hiperaktivitas aksis sistem limbic

hipotalamus-hipofisis-adrenal yang menyebabkan peningkatan sekresi

kortisol. Selain itu juga ditemukan juga penurunan hormone lain

seperti GH, LH, FSH, dan testosterone ( Idrus, 2007 ).

c. Tidur

Pada depresi ditemukan peningkatan aktivitas rapid eye movement

(REM) pada fase awal memasuki tidur dan penurunan REM pada fase

latensi ( Idrus, 2007 ).

d. Genetik

Gangguan ini diturunkan dalam keluarga. Jika salah seorang dari

orang tua mempunyai riwayat depresi maka 27 % anaknya akan

menderita gangguan tersebut. Sedangkan bila kedua orang tuanya

menderita depresi maka kemungkinanya meningkat menjadi 50 – 75 %

( Idrus, 2007 ).

2. Faktor Psikososial

a. Peristiwa dalam kehidupan dan stres lingkungan. Para klinikus

percaya bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan penting

dalam terjadinya depresi ( Idrus, 2007 ).

Page 15: BAB 1,2,3,4

15

b. Kepribadian premorbid Tipe kepribadian tertentu seperti

kepribadian dependen, obsesi kompulsif dan histrionik mempunyai

risiko lebih besar untuk menjadi depresi dibanding dengan

kepribadian anti sosial dan paranoid ( Idrus, 2007 ).

c. Faktor psiko-analitik. Menurut Karl Abraham manifestasi penyakit

depresi dicetuskan karena kehilangan objek libidinal di mana

terjadi penurunan fungsi ego ( Idrus, 2007 ).

2.2.3 Faktor Resiko Depresi

Menurut Kaplan dan Saddock dalam Setiawan (2011), faktor

resiko dari depresi dipengaruhi oleh :

1. Umur, rata-rata usia onset untuk depresi berat adalah kira-kira 40

tahun, 50 % dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20 dan 50

tahun. Gangguan depresif berat juga mungkin memiliki onset selama

masa anak-anak atau pada lanjut usia, walaupun hal tersebut jarang

terjadi.

2. Jenis kelamin, terdapat prevalensi gangguan depresi berat yang dua

kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Alasan adanya

perbedaan telah didalilkan sebagai melibatkan perbedaan hormonal,

perbedaan stressor psikososial bagi perempuan dan laki-laki.

3. Status perkawinan, pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi

paling sering pada orang-orang yang tidak memiliki hubungan

interpersonal yang erat atau karena perceraian atau berpisah dengan

pasangan.

Page 16: BAB 1,2,3,4

16

4. Status fungsional baru, adanya perubahan seperti pindah ke lingkungan

baru, pekerjaan baru, hilangnya hubungan yang akrab, kondisi sakit,

adalah sebagian dari beberapa kejadian yang menyebabkan seseorang

menjadi depresi.

2.2.4 Tanda dan Gejala

Menurut Kelliat dalam Azizah (2011), perilaku yang berhubungan

dengan depresi meliputi beberapa aspek seperti :

1. Afektif

Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan,

kemurungan, rasa bersalah, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian,

harga diri rendah, kesedihan.

2. Fisiologik

Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing,

keletihan, gangguan pencernaan, insomnia. Perubahan haid, makan

berlebihan/kurang, gangguan tidur, dan perubahan berat badan.

3. Kognitif

Ambivalensi,kebingungan,ketidakmampuanberkonsentrasi,kehilan

gan minat dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri,

pikiran yang destruktif tentang diri sendiri, pesimis, ketidakpastian.

4. Perilaku

Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas,

kecanduan obat, intoleransi, mudah tersinggung, kurang spontanitas,

Page 17: BAB 1,2,3,4

17

sangat tergantung, kebersihan diri yang kurang, isolasi sosial, mudah

menangis, dan menarik diri.

Menurut Maslim (2002) dalam PPDGJ-III, tingkatan depresi ada 3

berdasarkan gejala-gejalanya yaitu :

1) Depresi Ringan

Gejala :

a. Kehilangan minat dan kegembiraan.

b. Berkurang energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah

lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan

menurunnya aktivitas.

c. Konsentrasi dan perhatian yang kurang.

d. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang.

e. Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 2

minggu.

f. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang

biasa dilakukan.

2) Depresi Sedang

Gejala :

a. Kehilangan minat dan kegembiraan

b. Berkurang energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah

lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan

menurunnya aktivitas

Page 18: BAB 1,2,3,4

18

c. Konsentrasi dan perhatian yang kurang

d. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

g. Lamanya gejala tersebut berlangsung minimum 2 minggu

h. Mengadaptasi kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan dan urusan rumah tangga

3) Depresi Berat

Gejala :

a. Mood depresif

b. Kehilangan minat dan kegembiraan

c. Berkurang energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah

lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan

menurunnya aktivitas

d. Konsentrasi dan perhatian yang kurang

e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

g. Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri

h. Tidur terganggu

i. Disertai waham, halusinasi

j. Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu.

2.2.5 Bentuk Depresi

Depresi dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu :

Page 19: BAB 1,2,3,4

19

1. Depresi ringan (mild), jika terdapat sekurang-kurangnya dua dari tiga

gejala utama ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala tambahan

yang sudah berlangsung sekurang-kurangnya selama dua minggu. Dan

tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya ( Idrus, 2007 ).

2. Depresi sedang (moderate), jika terdapat sekurang-kurangnya dua dari

tiga gejala utama ditambah sekurang-kurangnya tiga (sebaiknya

empat) gejala tambahan ( Idrus, 2007 ).

3. Depresi berat (severe), jika terdapat tiga gejala utama ditambah

sekurang-kurangnya empat gejala tambahan, beberapa di antaranya

harus berintensitas berat ( Idrus, 2007 ).

2.2.6 Penatalaksanaan Depresi

Penatalaksanaan depresi menurut Agus dalam Setiawan (2011) antara lain

yaitu :

1) Terapi Fisik

Pemberian anti-depresan pada usia lanjut, sama seperti pemberian

psikotropika pada umumnya harus hati-hati. Umumnya diperlukan

dosis yang leebih kecil daripada orang dewasakarena dikhawatirkan

terjadi akumulasi akibat fungsi ginjal yang sudah kurang baik.

2) Terapi keluarga

Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan gangguan

depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga pasien adalah sangat

penting. Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, diantaranya ada

perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada lanjut usia.

Tujuan dari terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk

Page 20: BAB 1,2,3,4

20

meredakan perasaan frustasi dan putus asa, merubah dan memperbaiki

sikap atau struktur dalam keluarga yang menghambat proses

penyembuhan pasien.

3) Terapi kognitif-perilaku

Bertujuan mengubah pola pikirpasien yang selalu negatif (persepsi

diri yang buruk, masa depan yang suram, dunia yang tak ramah, diri

yang tak berguna lagi, tak mampu dan sebagainya) ke arah pola piker

yang netral atau positif. Ternyata pasien lanjut usia dengan depresi

dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan

secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan

aktivitas, terapi kognitif-perilaku bertujuan mengubah perilaku dan

pola pikir.

4) Terapi Seni

Menurut The American Art Therapy Association dalam Mukhlis

(2011), terapi seni banyak digunakan sebagai sarana menyelesaikan

konflik emosional, meningkatkan kesadaran diri, mengembangkan

keterampilan sosial, mengontrol perilaku, menyelesaikan

permasalahan, mengurangi kecemasan, mengerahkan realitas,

meningkatkan harga diri dan berbagai gangguan psikologis lainnya.

Sedangkan menurut Case dan Dalley dalam Mukhlis (2011), terapi

seni merupakan salah satu jenis dari berbagai jenis terapi ekspresif

melibatkan individu dalam aktivitas kreatif dalam bentuk penciptaan

(karya atau produk) seni.

Page 21: BAB 1,2,3,4

21

Holt dan Kaiser dalam Mukhlis (2011) mengatakan bahwa melalui

aktifitas seni tersebut individu diasumsikan mendapat media paling

aman untuk memfasilitasi komunikasi melalui eksplorasi pikiran,

persepsi, keyakinan, dan pengalaman, khususnya emosi.

2.2.7 Pengukuran Tingkat Depresi

Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan

gejala yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi harus dilakukan

pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat

dipercaya serta valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada lansia

(Azizah, 2011). Geriatric Depression Scale (GDS) dan Beck Depression

Inventory (BDI). Tetapi alat yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

adalah Beck Depression Inventory (BDI). Beck Depression Inventory

(BDI) merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan

untuk mengukur tingkat keparahan depresi. BDI dikembangkan untuk

menilai jenis dan tingkat keparahan depresi berdasarkan gejala (Beck

dalam Ahn jo et al, 2006).

Instrumen ini terdiri dari 21 item yang memuat tentang kesedihan

pesimisme, perasaan gagal, perasaan tidak puas, perasaan bersalah atau

berdosa, perasaan dihukum, rasa benci pada diri sendiri, mudah

tersinggung,menarik diri dari lingkungan sosial, tidak mampu mengambil

keputusan, penyimpangan citra tubuh, kelambanan dalam bekerja,

Page 22: BAB 1,2,3,4

22

menangis, gangguan tidur, kelelahan, hilangnya nafsu makan, penurunan

berat badan, kecemasan fisik, dan penurunan libido (Setiawan, 2011).

2.3 Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

2.3.1 Sejarah SEFT

Metode SEFT merupakan sebuah pengembengan dan

penyempurnaan dari beberapa metode terapi sebelumnya. Teknik ini

berdasarkan prinsip – prinsip yang sama dengan akupuntur, akupresur,

applied kinesiology, Tought Fields Therapy (TFT) dan Emotional

Freedom Technique (EFT) (Zainuddin, 2009;Thayib, 2010).

Pada tahun 1991, Erika dan Helmut Simon menemukan mayat

yang masih utuh terendam dalam glacier (sungai dengan suhu di bawah

titik beku) di daerah sekitar perbatasan Austria dan Italia. Di tubuh mayat

tersebut terdapat tatto yang menandai titik-titik utama meridian tubuh.

Setelah di uji dengan “carbon dating test”, mayat ini diduga berumur 5300

tahun. Para ahli akupuntur modern berpendapat bahwa titik-titik akupuntur

yang ditandai dengan tatto di tubuh mayat tersebut tentu dibuat oleh

seorang ahli akupuntur kuno yang sangat kompeten, mengingat ketepatan

dan kompleksitasnya. Karena itu mereka berkesimpulan bahwa ilmu

akupuntur telah berkembang jauh sebelumnya, mungkin sekitar 5500

tahun yang lalu (Zainuddin, 2009).

Di Cina terdapat dua buku tertua yang membahas tentang adanya

sistem energi tubuh (life energy). Buku tersebut adalah buku Yi Jing yang

ditulis oleh Fu Xi pada tahun 2852 SM (di Barat dkenal dengan “The I

Ching Book of Changes”) dan buku “Huang Ni Dei Jing” (The Yellow

Page 23: BAB 1,2,3,4

23

Emperor’s Classic on Internal Medicine) yang ditulis oleh Kaisar Kuning

yang memerintah Cina pada abad 26 SM (2696 – 2597 SM). Umur Kaisar

Kuning yang mencapai 100 tahun diduga berkaitan dengan pengetahuan

dan praktek yang ia lakukan berhubungan dengan energy medicine.

Akupuntur dan akupresur merangsang energi tubuh yang berhubungan

langsung dengan sumber rasa sakit (gangguan fisik). Dengan

menancapnya jarum atau menekan ke beberapa titik yang terkadang

terletakjauh dari rasa sakit, maka hasilnya rasa sakit akan hilang

(Zainuddin, 2009).

Pada tahun 1964, Dr. George Goodheart, seorang ahli chiropractic

(terapi pijat pada tulang belakang untuk menyembuhkan berbagai penyakit

fisik) meneliti tentang hubungan antara kekuatan otot, organ dan kelenjar

tubuh dengan energy meridian. Metode yang digunakannya sebagai

Applied Kinesiology ini mendiagnosa penyakit pasien dengan cara

menyentuh beberapa bagian otot tubuh. Asumsinya adalah penyakit di

bagian dalam tubuh seperti jantung, paru-paru, liver, dsb berdampak pada

melemahkan otot tertntu. Dengan merasakan otot tertentu mana yang

lemah maka dapat menentukan organ tubuh mana yang sakit (Zainuddin,

2009; Thayib, 2010).

Prinsip applies kinesiology ditindaklanjuti lebih jauh oleh seorang

psikiater pakar pengobatan holistik, Dr. John Diamond. Ian

memperkenalkan cabang baru psikologi yaitu Energy Psycology, yang

mengabungkan prisnsip pengobatann timur dengan psikologi. Dalam

energy psychology menggunakan sistem energi tubuh unutk

Page 24: BAB 1,2,3,4

24

mempengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku. Teori ini yang menjadi

pondasi bagi lahirnya Tought Fields Therapy (TFT) yang dipelopori oleh

Dr. Roger Callahan (Zainuddin, 2009; Thayib, 2009).

Metode TFT memanfaatkan sistim energi tubuh dan melakukan

ketukan (tapping) pada titik-titik tertentu. Sebelum terapi dilakukan, harus

didiagnosa terlebih dahulu jenis penyakit dan di mana titik yang harus

diketuk. Titik yang diketuk berbeda-beda, disesuaikan dengan

penyakitnya. Namun dirasakan sulit bagi orang awam untuk mempelaajari

teknik ini. Untuk menguasainya diperlukan training-training yang tidak

mudah dan tidak murah (hingga USD 100.000,-) (Zainuddin, 2009;

Thayib, 2010).

Selama beberapa tahun sejak tahun 1991, Gary Craig, seorang murid Dr.

Callahan dan insinyur lulusan Standford University telah berhasil

menyederhanakan algoritma TFT ini. Dari sinilah lahir istilah Emotional

Freedom Technique (eft). Prosesnya dibuat universal agar bisa diterapkan

untuk semua permasalahan mental, emosional dan fisik. Jika pada TFT

menggunakan urutan titik meridian yang kompleks dan aplikasinya

berbeda-beda sesuai dengan jenis penyakitnya, maka pada EFT hanya

mengetuk seluruh titik meridian untuk setiap masalah, sehingga selalu

dapat menggunakan titik yang tepat. Dengan demikian EFT lebih mudah

untuk dipelajari, dapat digunakan oleh semua orang dan dengan protokol

yang sama digunakan untuk semua masalah. Bahkan oleh Steve Wells,

seorang psikolog klinis dari Australia, EFT dikembangkan lebih jauh lagi.

Tidak hanya digunakan untuk penyembuhan saja, tetapi diperluas

Page 25: BAB 1,2,3,4

25

kegunannya untuk meningkatkan prestasi (peak performance)

(Zainduddin, 2009; Thayib 2010).

Di Indonesia, Ahmad Faiz Zainuddin mengembangkan apa yang

dinamainya dengan Spirirtual-EFT (selanjutnya disebut SEFT) sejak

tanggal 17 Desember 2005. Ia belajar langsung EFT dari Steve Wells dan

Gary Craig. SEFT merupakan pengembangan dari EFT, yang

menggabungkan antara spiritualitas (melalui doa, keiklasan dan

kepasrahan) dan energy psychology untuk mengatasi berbagai macam

masalah fisik, emosi serta untuk meningkatkan performa kerja. Latar

belakang masyarakat Indonesia yang agamis, sudah menjadi sesuatu yang

“taken for granted” bahwa doa sangat penting untuk penyembuhan,

bahakan untuk pemecahan segala maslah hidup. Hal ini didukung oleh

penelitian Larry Dossey, MD, Seorang dokter ahli penyakit dalam yang

melakukan penelitian ektensif tentang efek doa dan spiritualitas memiliki

kekuatan yang sama besar dengan pengobatan dan pembedahan

(Zainuddin, 2009).

2.3.2 Definisi SEFT

SEFT merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh

(energy medicine) dan terapi spiritual dengan menggunakan metode

tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. SEFT bekerja dengan

prinsip yang kuraang lebih sama dengan akupuntur dan akupresur.

Ketiganya berusaha merangsang titik-titik kunci pada sepanajang 12 jalur

energi (energy meridian) tubuh. Bedanya dibandingkan metode akupuntur

dan akupresur adalah teknik SEFT menggunakan unsur spiritual, cara yang

Page 26: BAB 1,2,3,4

26

digunakan lebih aman, lebih mudah, lebih cepat dan lebih sederhana,

karena SEFT hanya menggunakan ketukan ringan (tapping) (Zainuddin,

2009; Thayib, 2010; Saputra, 2012).

Sebagian besar penyakit ternyata berasal dari gangguan emosi atau

psikologis. Contohnya, ketika seseorang stres, ada yang mengalami diare,

ada yang perutnya mulas dan beban pikiran yang menyebabkan seseorang

terserang penyakit lambung (maag). Dalam dunia kedokteran istilahnya

adalah psikosomatis, yaitu gangguan emosi yang menyebabkan penyakit.

Dengan metode SEFT membuat diri penderita bisa menerima persoalan

yang mengganggu stabilitas emosinya. Ketika penderita tersebut bisa

berdamai dengan situasi yang mengganggu emosinya, maka penyakit –

penyakit fisik akan hilang dengan sendirinya (Saputra, 2012).

2.3.3 Perbedaan SEFT dan EFT

Hampir 90% isi SEFT adalah EFT, dalam hali ini yang dimaksud

adalah titik – titiknya. Perlu diketahui bahwa semua teknik energy

psychology yang memakai tapping, mulai dari TFT-nya Roger Callahan,

EFT-nya Gary Craig, PET-nya (Provocative Energy Technique) Steve

Walls dan David Lake menggunakan titik-titik tapping yang sama. Sejak

5000 tahun yang lalu titik-titik tersebut sudah digunakan oleh akupuntur,

moxa dan akrupresur dan sebagainya. Proses yang dilakukan sambil men-

tapping itulah yang membedakan EFT, TFT, PET dengan SEFT

(Zainuddin, 2009). Berikut ini perbedaannya :

Tabel 2.3 Perbedaan EFT dan SEFT

Page 27: BAB 1,2,3,4

27

EFT SEFT

Basic Philosopy

Self centerd

Asumsi kesembuhan

berasal dari diri sendiri,

begitu individu bisa

menerima dirinya sendiri

God centered

Asumsi kesembuhan

berasal dari Tuhan YME,

begitu individu bisa iklas

dan pasrah

Eventhough I have Set-Up

pain... I deeply profound

and accept my self

Walaupun saya sakit ini...

saya terima diri sendiri

sepenuhnya..

Ya Allah... walaupun saya

sakit ini... saya iklas

menerima sakit saya ini,

saya pasrahkan

kesembuhannya pada-MU..

Sikap Saat Tapping

EFT dilakukan dalam

suasana santai, kaena

fokusnya pada diri sendiri

SEFT dilaakukan dengan

pennuh keyakinan bahwa

kesembuhan datangnya

dari Tuhan YME,

kekhusukkan, keiklasan,

kepasrahan dan rasa syukur

EFT dengan menyebut

Tune – In masalahnya.

Sakit kepala ini, rasa pedih

ini, dan seterusnya...

SEFT tidak terlalu fokus

pada detail masalahnya,

cukup melakukan tiga hal

secara bersamaan :

Page 28: BAB 1,2,3,4

28

1. Rasakan sakitnya,

2. Fokuskan pikiran ke

tempat sakit,

3. Iklaskan dan pasrahkan

kesembuhan sakit itu

kepada Tuhan YME.

Tapping

EFT menggunakan 7 atau

14 titik

SEFT menambahkan

titiknya hingga 18 titik

Unsur Spiritualitas

Tidak ada 90% penekanan pada unsur

spiritualitas

Sumber : Zainuddin, 2009

2.3.4 Metode SEFT

SEFT memandang jika aliran energi tubuh terganggu karena dipicu

kenangan masa lalu atau trauma yang tersimpan dalam alam bawah sadar,

maka emosi seseorang akan menjadi kacau. Mulai dari yang ringan, seperti

bad mood, malas, tidak termotivasi melakukan sesuatu, hingga yang berat,

seperti Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), depresi, phobia,

kecemasan berlebihan dan stres emosional berkepanjangan. Sebenarnya

semua ini penyebabnya sederhana, yakni terganggunya sistim energi

tubuh. Karena itu solusinya juga sederhana, menetralisir kembali

gangguan energi itu dengan metode SEFT (Zainuddin, 2009; Saputra,

Page 29: BAB 1,2,3,4

29

2012). Zainuddin (2009) menjelaskan teknik – teknik yang mendasari

SEFT adalah sebagai berikut :

a. Emotional Freedom Technique (EFT)

Hainsworth (2008) mengatakan bahwa EFT diperkenalkan pada

tahun 1995 oleh Gary Craig. EFT adalah metode sederhana yang

menekankan fokus pada masalah dalam diri individu disertai dengan

menekan secara lembut pada titik akupuntur (tapping) di wajah , tubuh

bagian atas dan tangan. EFT dapat membantu berbagai masalah emosi

dan fisik, diantaranya adalah fobia, gangguan fisik dan seksual, stress dan

kecemasan, trauma, alergi, sakit kepala, migrain, kecanduan, kepercayaan

diri, dan insomnia.

Hainsworth (2008) menjelaskan bahwa banyak saluran energi yang

berjalan dalam tubuh seseorang. Energi tersebut sangat penting perannya

bagi kesehatan seseorang. Energi tersebut mengalir dalam 12 jalur energi

yang disebut energy meridian. Jika aliran energi ini terhambat atau kacau

maka timbullah gangguan emosi atau penyakit fisik.

Proses penyembuhan dalam EFT tidak perlu mengungkap

peristiwa atau emosi masa lalu. Individu hanya perlu menekankan apa

yang dialami pada saat ini dan mengikuti penyebab timbulnya perasaan

negatif tersebut. Individu tidak harus mengalami kembali emosi lama,

hanya perlu fokus untuk menyembuhkan emosi-emosi negatif tersebut

(Hainsworth, 2008).

Page 30: BAB 1,2,3,4

30

Adapun langkah – langkah yang dilakukan dalam EFT adalah

sebagai berikut :

1) Estimate Severity

Hainsworth (2008) mengatakan bahwa ada baiknya terlebih dahulu

subjek menentukan nilai seberapa tinggi intensitas emosi / rasa sakit

yang dialami sekarang dengan menggunakan skala 0-10 (0 = tidak

terasa, 10 = intensitas maksimum). Nilai subjektif tersebut (0-10) yang

menjadi tolok ukur kemajuan setelah SEFT diterapkan.

2) The Set Up

Hainsworth (2008) mengatakan bahwa semua individu memiliki

aspek bawah sadar yang tidak siap untuk menyembuhkan karena

menganggap jauh lebih aman dengan keadaan dirinya yang sekarang.

The set up dirancang untuk membantu individu agar siap untuk sembuh.

Cara melakukan set up adalah dengan mengucapkan kalimat set up

seperti “ Meskipun saya ingin merokok ketika minum kopi padahal saya

juga ingin berhenti merokok, saya benar – benar menerima dan

mencintai diri saya sendir ”. Kalimat tersebut diucapkan sebanyak tiga

kali sambil menekan pada titik karate chop yaiti pada samping telapak

tangan (Hainsworth, 2008).

3) Tapping

Pada bagian tapping yang dilakukan adalah dengan menekan atau

mengetuk 5-7 kali ketukan pada titik-titik di bagian tubuh tertentu sambil

Page 31: BAB 1,2,3,4

31

mengucapkan permasalahn yang sedang dialami subjek. Adapun titik-titik

tersebut adalah pada bagian top of head (bagian atas kepala), end of

eyebrow (titik permulaan alis mata), side of eye (titik permulaan alis

mata), under eye (2 cm di bawah mata), under nose (di bawah hidung),

chin (antara dagu dan bagian bawah bibir), collarbone (pada ujung tempat

bertemu tulang dada dan tulang rusuk pertama), under arm, (untuk laki-

laki terletak di bawah ketiak sejajar dengan putting susu dan wanita

terletak di perbatasan antara tulang dada dan bagian bawah payudara),

gamut (di bagian antara perpanjangan tulang jari manis dan tulang jari

kelingking), karate point (di samping telapak tangan) (Hainsworth, 2008).

Hainsworth (2008) juga menjelaskan bahwa ketika subjek

menekan pada titik-titik tertentu dalam tubuh yang telah disebutkan di

atas, sadarilah bahwa setiap kenangan atau emosi atau pikiran atau

perasaan dalam tubuh yang muncul ke permukaan akan menuntun subjek

pada permasalahan atau apa yang harus diucapkan pada putaran tapping

selanjutnya.

4) Conntinuation

Pada tahap conntinuation individu memperkirakan kembali berapa

tinggi intensitas emosi / rasa sakit yang dialami. Jika sudah turun namun

belum nol maka melakukan langkah-langkah EFT kembali mulai langkah

pertama hingga ketiga. Akan tetapi, kalimat yang diucapkan ketika

melakukan set up disesuaikan menjadi seperti contoh berikut ini :

“Meskipun saya masih ingin merokok ketika minum kopi, padahal saya

juga ingin berhenti merokok, saya benar-benar mencintai dan menerima

Page 32: BAB 1,2,3,4

32

diri saya sendiri". Individu juga dipastikan untuk memasukkan setiap

kenangan, pikiran, emosi atau perasaan dalam tubuhnya yang muncul saat

melakukan EFT berikutnya (Hainsworth, 2008).

5) Nine Gamut Prosedure

Hainsworth (2008) mengatakan bahwa nine gamut procedure

adalah proses keseluruhan dari sembilan bagian dari bentuk panjang EFT

yang pada awalnya diajarkan namun tidak banyak digunakan pada saat

sekarang. Tetapi proses ini bisa sangat kuat dalam menghilangkan semua

link dalam otak seseorang untuk menghilangkan peristiwa traumatis.

Hainsworth (2008) juga mengatakan bahwa beberapa praktisi percaya

bahwa melakukan proses ini sangat penting untuk menghilangkan trauma.

Hainsworth (2008) mengatakan 9 langkah yang dilakukan dalam

nine gamut procedure sambil menekan pada titik gamut dan tuning

adalah menutup mata, membuka mata, mata digerakkan dengan kuat ke

kanan bawah, mata digerakkan dengan kuat ke kiri bawah, memutar bola

mata searah jarum jam, memutar bola mata berlawanan arah jarum jam,

bergumam dengan selama 3 detik, menghitung 1,2,3,4,5 kemudian

diakhiri dengan bergumam lagi selama 3 detik (Zainuddin, 2009; Thayib,

2010; Saputra, 2012).

b. Self Hypnotherapy (Ericksonian)

Sarafino (1990) menyebutkan bahwa hypnosis merupakan salah

satu teknik yang sudah digunakan sudah digunakan beberapa dokter sejak

lama untuk menghilangkan rasa sakit (analgesik) dalam pembedahan.

Page 33: BAB 1,2,3,4

33

Ketika dalam kondisis terhipnosis perhatian seseorang terhadap dirinya

(termasuk tubuh) berkurang, bahkan hilang sama sekali.

Masih menurut Sarafino (1990) menjelaskan bahwa meditasi dapat

dipandang sebagai suatu bentuk self – hypnosis karena pada saat meditasi

seseorang dipuatkan pada objek meditasi (benda, napas, mantra / do’a)

sehigga semakin lama seseorang semakin tidak merasakan rangsangan

yang ada di sekitarnya, termasuk rangsang sakit.

Zainuddin (2009) mengatakan bahwa dalam SEFT yang digunakan

adalah ericksonian hypnotherapy. Subjek menghipnosis diri sendiri untuk

menghapus program-program bawah sadar yang menjadi akar penyebab

dari emosi negatif yang dialami.

c. Meditation and Relaxation

Smith (Subandi, 2003) mengatakan bahwa istilah meditasi

mengacu pada sekelompok latihan untuk membatasi pikiran dan

perhatian. Sementara itu, Walsh (Subandi, 2003) mengungkapkan bahwa

meditasi merupakan teknik atau metode latihan yang digunakan untuk

melatih perhatian supaya dapat meningkatkan taraf kesadaran yang

selanjutnya dapat dapat membawa proses-proses mental dapat terkontrol

secara sadar.

Zainuddin (2009) mengatakan bahwa walapun terdapat berbagai

jenis dan pendapat mengenai meditasi, tapi jenis meditasi yang paling

banyak dipraktikan adalah yang membawa subjek pada kondisi tenang

dan relaks, merasakan nafas, menyadari kehadiran Tuhan dalam diri,

Page 34: BAB 1,2,3,4

34

serta mengarahkan untuk kembali pada diri sejati (fitrah). Saat

melakukan SEFT, subjek dianjurkan melakukannya dalam kondisi

meditative (yakin, khsyuk, ikhlas, pasrah, dan syukur). Jika demikian,

efek SEFT akan terasa lebih efektif.

d. Provocative Therapy

Farrelly (2002) mengatakan bahwa bahasa terpai konvensional

yang penggunaannya tidak hanya menekankan pada kehebatan kata –

kata yang disampaikan kapada klien tetapi lebih menekankan pada

kemampuan terapis supaya klien mampu memeriksa kembali asumsinya

sendiri terhadap permasalahan yang di hadapinya dan menjadikannya

sebagai sesuatu yang dapat menyembuhkan dan membuatnya berubah.

e. Logotherapy

Southwick dkk. (2006) mengatakan bahwa secara bahasa

logotherapy adalah penyembuhan melalui makna. Logotherapy adalah

psikoterapi yang memusatkan pada kebermaknaan yang berasal dari

filsafat eksistensial dan didasarkan pada pengalaman hidup penggagas

psikoterapi tersebut yaitu Viktor Frankl.

f. Powerfull Prayer

Barth (2004) menyatakan bahwa terdapat bukti ilmiah yang

mengatakan bahwa do’a dan spiritualitas berpengaruh terhadap

kesehatan. Pernyataan tersebut didukung dengan penelitian Koenig

Page 35: BAB 1,2,3,4

35

(2004) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara agama,

spiritualitas, dan kesehatan baik mental maupun fisisk.

Zainuddin (2009) menjelaskan bahwa dalam SEFT, 90%

menekankan pada unsur spiritualitas. Subjek dibawa pada keyakinan

bahwa kesembuhan berasal dari Tuhan sehingga subjek dapat ikhlas dan

pasrah terhadap masalah ataupun sakit yang sedang dialaminya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik yang

mendasari SEFT adalah seluruh teknik yang terdapat dalam EFT,

ditambahkan dengan Logotherapy, Self Hypnosis (Ericsonian),

Transcendental Relaxation & Meditation, Sedona Methode, Provocative

Therapy, dan Powerfull Prayer.

Zainuddin (2009) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan ketika melakukan SEFT agar hasilnya efektif :

1. Testing

Sebelum menerapkan SEFT, terlebih dahulu subjek menentukan

nilai seberapa tinggi intensitas emosi/rasa sakit yang dialami sekarang dengan

menggunakan skala 0-10 (0 = tidak terasa, 10 = intensitas maksimum). Nilai

subjektif tersebut (0-10) yang menjadi tolok ukur kemajuan setelah SEFT

diterapkan.

2. Aspects

Ketika melakukan SEFT, subjek dibantu untuk memikirkan dan

membayangkan masalah yang dialaminya. Memikirkan dan membayangkan aspek

Page 36: BAB 1,2,3,4

36

yang membuat subjek ingin merokok, sudah dapat menimbulkan gangguan energi

yang hampir sama ketika subjek sedang merokok. Efektivitas SEFT yang

diterapkan pada saat membayangkan aspek tersebut cenderung bertahan.

3. Be Spesific

Semakin spesifik mengenali akar masalah dari gangguan emosi,

pikiran, dan perilaku yang dialami maka semakin efektif hasilnya.

Berikut ini adalah uraaian tentang bagaimana melakukan SEFT untuk

membebaskan aliran energi di tubuh yang dengannya akan membebaskan emosi

dari berbagai kondisi negatif (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010; Saputra, 2012) :

a. The Set – Up

The Se-Up bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh

terarahkan dengan tepat.Langkah ini dilakukan unuk menetralisir psychological

reversal atau perlawanan psikologis (biasanya berupa pikiran negative spontan

atau keyakinan bawah sadar negatif, seperti kesulitan untuk melepaskan diri dari

kecanduan merokok).Cara menetralisir psychological reversal tersebut adalah

dengan melakukan the set-up words. Dalam bahasa religius, the set-up words

adalah doa kepasrahan kepada Allah SWT. Contoh the set-up wordsadalah “Ya

Allah walaupun saya ingin sekali merokok padahal saya ingin bisa berhenti

merokok.,saya ikhlas menerima masalah saya ini. Saya pasrahkan padamu

kesembuhan saya dari kecanduan rokok.”

b. The Tune In

Cara melakukan tune-in adalah dengan memikirkan sesuatu atau

peristiwa spesifik tertentu yang dapat membangktkan emosi negatif yang akan

dihilangkan atau situasi dimana seseorang sangat ingin merokok. Tujuannya

Page 37: BAB 1,2,3,4

37

adalah untuk secara spesifik menetralisir emosi negatif atau sakit fisik yang

dirasakan. Untuk membantu terjadinya tune-in adalah dengan terus memikirkan

sesuatu yang membangkitkan respon emosi negatif tersebut sekaligus mengulang-

ngulang kata pengingat yang mewakili emosi yang dirasakan. Dalam hal ini, kata

pengingatnya adalah kecanduan rokok. Cara lain untuk melakukan tune-in adalah

dengan mengganti kata pengingatnya dengan kalimat “saya ikhlas, saya pasrah

pada-Mu ya Allah”. Tune-in tetap dilakukan sampai semua teknik SEFT

dilakukan hingga akhir.

c. The Tapping

Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik –

titik tertentu di tubuh sambil terus Tune In. Titik – titik ini adalah titik – titik

kunci dari “The Major Energy Meridians”, yang jika kita ketuk beberapa kali

akan berdampak pada netralisirnya gangguan emosi atau rasa sakit yang kita

rasakan. Tapping menyebabkan aliran tubuh berjalan dengan normaal dan

seimbang kemabali (Zainuddin, 2009).

Titik – titik yang akan diberikan ketukan ringan berada di bagian

kepala, daerah dada dan tangan. Pada bagian kepala titik – titik tersebut terdiri

dari titik CR (Crown) yaitu titik di bagian atas kepala (ubun – ubun), titik EB (Eye

Brow) yaitu titik permulaan alis mata dekat pangkal hidung, titik SE (Side of the

Eye) yaitu titik diatas tulang ujung mata sebelah luar, titik UE (Under the Eye)

yaitu titik tepat di tulang bawah kelopak mata, titik UN (Under the Nose) yaitu

titik yang letaknya tepat dibawah hidung dan titik Ch (Chin) yaitu titik yang

letaknya diantara dagu dan bagian bawah bibir (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010;

Saputra, 2012).

Page 38: BAB 1,2,3,4

38

Pada bagian dada titik – titik tapping terdiri dari titik CB (Colar

Bone) yaitu titik yang letaknya di ujung tempat bertemunya tulang dada dan

tulang rusuk pertama, titk UA (Under the Arm) yaitu titik yang berada dibawah

ketiaak sejajar dengan puting susu (pria) atau tepat di bagian bawah tali bra

(wanita) dan titik BN (Below Nipple) yaitu titik yang letaknya 2,5 cm dibawah

puting susu (pria) atau di perbatasan antara tulang dada dan bagian bawah

payudara (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010; Saputra, 2012). Pada bagian tangan ada

9 titik tapping yang terdiri dari titik IH (Inside of Hand) yaitu titik yang letaknya

di bagian dalam tangan yang berbatasan dengan telapak tangan, titik OH (Outside

of Hand) yaitu titik yang letaknya di bagian luar tangan yang berbatasan dengan

telapak tangan, titik Th (Thumb) yaitu titik yang letaknya pada ibu jari di samping

luar bagian bawah kuku, titik IF (Indeks Finger) yaitu titik yang letaknya pada jari

telunjuk di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang menghadap ibu jari),

titik MF (Middle Finger) yaitu titik yang letaknya pada jari tengah di samping

luar bagian bawah kuku (di bagian yang mengahdap ibu jari), titik RF (Ring

Finger) yaitu titik yang letaknya pada jari manis di samping luar bagian bawah

kuku (di bagian yang menghadap ibu jari), titik BF (Baby Finger) yaitu titik yang

letaknya pada jari kelingking di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang

menghadap ibu jari), titik KC (Karate Chop) yaitu titik yang letaknya di samping

telapak tangan, bagian yang digunakan untuk mematahkan balok pada olahraga

karate dan titik GS (Gamut Spot) yaitu titik yang letaknya di bagian antara

perpanjangan tulang jari manis dan tulang jari kelingking (Zainuddin, 2009;

Thayib, 2010; Saputra, 2012).

Page 39: BAB 1,2,3,4

39

Khusus untuk Gamut Spot, sambil men-tapping titik tersebut, kita

melakukan The 9 Gamut Procedure. Ini adalah 9 gerakan untuk merangsang

otaak. Tiap gerakan dimaksudkan untuk merangsang bagian otak tertentu.

Sembilan gerakan itu dilakukan sambil tapping pada salah satu titik energi tubuh

yang dinamakan “Gamut Spot”. Sembilan gerakan itu adalah menutup mata,

membuka mata, mata digerakkan dengan kuat ke kanan bawah, mata digerakkan

dengan kuat ke kiri bawah, memutar bola mata searah jarum jam, memutar bola

mata berlawanan arah jarum jam, bergumam dengan berirama selama 3 detik,

menghitung 1, 2, 3, 4, 5 kemudian diakhiri dengan berguamam lagi selama 3 detik

(Zainuddin, 2009; Thayib, 2010; Saputra, 2012).

The 9 Gamut Procedure ini dalam teknik psikoterapi kontemporer

disebut dengan teknik EMDR (Eye Movement Desensitization Repatterning).

Setelah menyelesaikan The 9 Gamut Procedure, langkah terakir adalah

mengulang lagi tapping dari titik pertama hingga ke-17 (berakir di karate chop),

dan di akhiri dengan mengambil napas panjang dan menghembuskannya, sambil

menucap rasa syukur (Alhamdulillah...) (Zainuddin,2009; Thayib, 2010; Saputra,

2012).

BAB 3

Page 40: BAB 1,2,3,4

40

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Input Proses Output

Outcome

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti

Berdasrkan gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa input pada

kerangka konseptual yang akan diteliti adalah Pada Lansia di Posyandu Lansia

Kelurahan Pojok. Proses dalam penelitian ini terapi SEFT “Spiritual Emotional

Freedom Technique”. Dengan diberikan terapi SEFT diharapkan dapat

mengahasilkan output yang diharapkan yaitu dapat ........, sehingga dengan

Lansia di Posyandu

Lansia Kelurahan

Pojok

Depresi

Meningkatkan Derajat Kesehatan Pada Lansia di Posyandu Lansia Kelurahan Pojok

Faktor yang memepengaruhi :

Terapi SEFT

Page 41: BAB 1,2,3,4

41

demikian outcome yang diperoleh dapat Meningkatkan Derajat Kesehatan Pada

Lansia di Posyandu Lansia Kelurahan Pojok.

3.1 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan yang merupakan jawaban

sementarapeneliti terhadap pertanyaan penelitian (Dahlan, 2008). Hipotesis inilah

yang akan dibuktikan oleh peneliti melalui penelitian. Ada dua kemungkinan

hasil apakah hipotsis penelitian terbukti atau tidak terbukti.

Hipotesis dalam penelitian ini (H1) adalah ada perbedaan intensitas

depresi antara sebelum dan sesudah Terapi SEFT Pada Lansia di Posyandu Lansia

Kelurahan Pojok. Selanjutnya diubah dalam bentuk hipotesis statistik (H0) yang

berbunyi tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah Terapi SEFT pada Lansia di

Posyandu Lansia Kelurahan Pojok.

Page 42: BAB 1,2,3,4

42

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan pendekatan

the one group pretest – posttest design yaitu suatu desain yang memberikan

perlakuan pada satu kelompok intervensi, kemudian diobservasi sebelum dan

sesudah intervensi (Polit & Beck, 2006). Dalam desain ini pada sekelompok

subyek penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap keadaan yang diteliti,

kemudian dilakukan intervensi. Setelah periode waktu yang dianggap cukup

dilakukan pemeriksaan kembali terhadap keadaan tersebut. Jadi setiap subyek

penelitian menajdi kontrol terhadap dirinya sendiri. Kekurangan desain ini

adalah hasilnya tidak dapat diklaim sebagai mutlak efek dari perlakuan yang

diberikan (Sastroasmoro, 2010). Penelitian ini menggunakan pendekatan the

one group pretest – posttest design karena adanya keterbatasan waktu

penelitian sehingga dikuatirkan jumlah sampel yang didapatkan terlalu sedikit

untuk dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Page 43: BAB 1,2,3,4

43

Untuk lebih jelasnya desain ini dapat dilihat pada skema 4.1 sebagai berikut :

Skema 4.1 Kerangka Kerja Penelitian

Pretest Intervensi Posttest Output

O1 X O2

Keterangan :

O1 = pretest

X = SEFT

O2 = posttest

Kondisi Tingkat Depresi sebelum

intervensi SEFT

Terapi SEFT

Kondisi Tingkat Depresi sesudah

intervensi SEFT

Adanya perbedaan atau

tidak sebelum dan sesudah Terapi

SEFT

O1 X O2

Page 44: BAB 1,2,3,4

44